Anda di halaman 1dari 6

Khalwat Study In Biology

Fathimah Nurul Afifah

Mendengar kata khalwat? Apa yang terbayangkan oleh kalian? Berduaan, ngobrol, ketawa-ketiwi bareng
dsb. Kali ini kita bukan ingin membahas mengenai batasan khalwat antara akhwat dan ikhwan. Tetapi kita
akan membahas mengenai hikmah di balik larangan berkhalwat dalam perspektif biologi. Tulisan kali ini
diambil dari beberapa jurnal penelitian Internasional yang dikemas dalam Bahasa yang mudah dicerna
oleh orang umum. In syaa Allah.

Inspirasi mengambil judul ini diawali dengan berbagai pengalaman buruk yang dialami oleh saya dan orang
lain di masa lalu, yaitu menjadi korban kejahatan nafsu laki-laki (pelecehan seksual). Sempat mengalami
perlakuan tidak mengenakkan dari mereka, mulai dari pandangan mereka yang tidak menyenangkan,
perkataan mereka yang memuakkan, suara aneh yang dikeluarkan oleh mereka, hingga sentuhan yang
tidak pantas. Hal ini membuat saya geram dan bertanya, “emang apa sih yang ada di pikiran mereka?”.

Lalu saya pun memcoba mencari dan mempelajari jawaban dari pertanyaan saya saat itu. Bahkan
melakukan wawancara bersama teman saya kepada para lelaki. Kami mempertanyakan pandangan
mereka terhadap perempuan. Begitu pula wawancara dilakukan kepada perempuan. Dan kumpulan
jawaban serta studi pustaka dari kesemuanya itu saya rangkum dalam tulisan ini.

Seperti biasa kita tuliskan rumusan masalah yang akan kita bahas hari ini yaitu,

1. Apakah yang dimaksud dengan khalwat?


2. Bagaimana reaksi fisiologis tubuh laki-laki saat berkhalwat?
3. Bagaimana reaksi fisiologis tubuh wanita saat berkhalwat?
4. Bagaimana hikmah dibalik dilarangnya berpacaran sebelum menikah?
5. Bagaimana reaksi fisiologis tubuh saat jatuh cinta?

1. Definisi Khalwat

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,


“Janganlah sasah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya
syaithan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua” (HR Ahmad, Ibnu Hibban, At-Thabrani,
Baihaqi)

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia berkhalwat dengan seorang
wanita tanpa ada mahram wanita tersebut, karena syaithan menjadi orang ketiga diantara mereka
berdua.” (HR. Ahmad)

Kedua hadits di atas adalah diantara dalil dilarangnya khalwat. Tetapi, apakah itu khalwat? Khalwat
(khalwah) dalam Bahasa Arab berarti berdua di suatu tempat yang tidak ada orang lain disana.
Maksud dari tidak ada orang lain itu mencakup:
(1) Tidak ada orang sama sekali;
(2) Ada orang lain dan keberadaan keduanya kelihatan tetapi pembicaraan antara keduanya tidak
dapat didengar oleh orang lain.

Inilah makna khalwat secara Bahasa. Menurut Al-Mausu’ah al-Fiqhuyah Al-Kuwaitiyah (Ensiklopedi
Fiqh Kuwait), makna Bahasa sebagaimana dipaparkan di atas semakna dengan arti khalwat menurut
ahli-ahli fiqih Islam. Dengan kata lain tidak ada perbedaan untuk kata khalwat antara makna Bahasa
dengan makna istilah syar’i.

Lebih lanjut Syeikh Abdullah Al-Bassam menyebut dua bentuk khalwat. Pertama, mughallazhah
(berat), ialah berduanya seorang laki-laki dan wanita di suatu tempat yang keduanya tidak terlihat
oleh orang lain. Kedua mukhaffafah (ringan), yaitu berduanya seorang laki-laki dan wanita di tengah
manusia sehingga keduanya terlihat, namun pembicaraan antara keduanya tidak dapat didengar oleh
orang lain [1].

2. Reaksi fisiologis laki-laki saat berkhalwat


a. Peningkatan Hormon Testosterone
Berbicara mengenai reaksi fisiologis berarti berbicara mengenai proses kehidupan yang terjadi di
dalam tubuh makhluk hidup. Ekspresi yang terlihat dari diri seseorang, sebenarnya itu adalah
manifestasi atau perwujudan dari berbagai reaksi fisiologis di dalam tubuh.

Kita pahami terlebih dahulu mengenai otak laki-laki. Otak laki-laki berbeda dengan otak perempuan.
Salah satu perbedaan yang paling besar adalah ‘area pencarian seks’ dari otak laki-laki memiliki ukuran
2.5x lebih besar daripada pada perempuan. Bukan hanya itu, di awal masa remajanya, mereka
memproduksi 20-25 lipat lebih banyak testosterone daripada saat sebelum itu.

Jika jumlah pengeluaran testosterone itu diibaratkan dalam ukuran gelas. Maka seorang bocah
berusia 9 tahun dapat memproduksi testosterone sebanyak satu cangkir setiap harinya. Sedangkan
seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun dapat memproduksi testosterone yang hampir setara
dengan ukuran dua buah gallon per hari. Hormone ini diibaratkan sebagai ‘bensin’ bagi mesin seks
mereka, dan ini yang dapat menyebabkan mereka sangat sulit untuk berhenti memikirkan tubuh
wanita dan seks [2]. Proporsi ukuran area otak dan jumlah produksi hormone testosterone
menyebabkan syahwat laki-laki terhadap wanita lebih tinggi dibandingkan dengan syahwat wanita
terhadap laki-laki.

Bagaimana yang terjadi ketika seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita?
Meij dkk. (2008) mengadakan sebuah penelitian mengenai jumlah hormone testosterone pada laki-
laki sebelum dan sesudah seorang wanita hadir dihadapannya. Penelitian ini mengikutsertakan 36
orang laki-laki sebagai responden yang masing-masing dari mereka dipertemukan dengan tiga orang
laki-laki (kelompok kontrol) dan tiga orang perempuan (kelompok eksperimen) sebagai penstimulus.
Pertemuan mereka dirancang untuk hanya bertemu berduaan saja (khalwat), baik dengan
penstimulus laki-laki ataupun dengan perempuan.
Setelah pertemuan yang singkat itu dilakukan (selama 15 menit) dilakukan pengukuran jumlah
hormone testosterone pada ketigapuluhenam laki-laki tadi. Serta mereka diberikan quisioner berisi
beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan orang yang mereka temui.
Berdasarkan hasil quisioner, wanita yang ditemui itu cukup menarik bagi mereka. Terdapat perbedaan
jumlah testosterone yang disekresikan oleh mereka ketika sebelum dan sesudah bertemu dengan
penstimulus. Terdapat peningkatan hormone testosterone yang cukup signifikan saat responden
bertemu dengan wanita. Kontras berbeda saat mereka bertemu dengan laki-laki, terjadi penurunan
jumlah hormone testosterone.
Berikut hasilnya

Grafik batang sebelah kiri menunjukkan jumlah testosterone rata-rata responden ketika kontak
dengan laki-laki. Sedangkan grafik batang sebelah kanan menunjukkan jumlah testosterone saat
kontak dengan wanita. Pre berarti sebelum bertemu, post berarti setelah bertemu [3].

Hal ini berarti akan terjadi peningkatan ‘syahwat’ pada laki-laki ketika kontak dalam kurun waktu
tertentu dengan seorang wanita.

Hormon testosterone berperan dalam menghadirkan kondisi “kesurupan” pada laki-laki yang sulit
dikendalikan olehnya. Hal ini membuat mereka sangat sulit untuk mengendalikan syahwat mereka
pada wanita [2].

b. Wanita adalah Sumber Stimulus


Beberapa orang laki-laki (berdasarkan hasil wawancara dan pengakuan secara langsung) mengatakan
bahwa mereka sangat mudah untuk terstimulus (terangsang) ketika berdahapan dengan seorang
wanita. Sumber rangsangan itu dapat berupa suara, visual (pengelihatan), sentuhan, ataupun mental
(melamun) [4].

Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran seorang wanita dapat menjadi stimulus bagi seorang lelaki. Ini
merupakan hikmah dari perintah Allah kepada seorang laki-laki untuk menjaga pandangannya dan
memelihara kemaluannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur:30)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan bahwa pandangan mata merupakan dasar untuk menjaga
kemaluan, maka menahan mata itu disebutkan paling awal. Mata adalah cerminan hati, jika seseorang
menjaga pandangan matanya, berarti dia menahan syahwat dan keinginan hati. Jika dia mengumbar
pandangan matanya, berarti dia mengumbar syahwat hatinya [5].

Suara wanita pun merupakan stimulus bagi seorang laki-laki. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa.
Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu
orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab:32).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa ini merupakan perintah yang diberikan kepada istri-istri
Nabi yang selanjutnya menjadi contoh bagi umat muslimah [6].

Disamping sekresi hormone testosterone, terdapat hormone lain yang ditemukan berkaitan dengan
perilaku seksual pada laki-laki, diantaranya adalah sekresi hormone kortisol. Penelitian ini dilakukan
oleh Meij dkk. (2010) dengan melibatkan 84 responden berjenis kelamin laki-laki. Serta melibatkan 12
orang laki-laki dan 6 orang wanita sebagai orang penstimulus. Responden dan penstimulus akan
bertemu berduaan (khalwat). Selain itu responden diberikan quisioner mengenai pandangan mereka
terhadap orang yang mereka temui.
Hasil kuisioner menunjukkan bahwa orang yang mereka temui dan cukup menarik bagi mereka adalah
wanita. Hasil pengukuran kortisol sebelum dan sesudah kontak dengan penstimulus digambarkan
dalam grafik di bawah ini.

Grafik batang berwarna biru menunjukkan rata-rata jumlah kortisol responden sebelum dan sesudah
bertemu dengan laki-laki, sedangkan grafik batang berwarna merah ketika kontak dengan
perempuan. Hormone ini berkaitan dengan kemungkinan terjalinnya hubungan percintaan
(courtship). Maka berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa laki-laki ketika kontak dengan
wanita yang menarik baginya akan meningkatkan kemungkinan terjalinnya suatu hubungan
percintaan [7].

Selain itu sekresi hormone kortisol berkaitan pula terhadap stress. Kortisol memiliki peran dalam
melatih otot, meningkatkan ritme jantung, menekan proses non-esensial dalam tubuh seperti
pencernaan, pertumbuhan, dan reproduksi [8]. Jika penekanan ini terjadi secara sering dalam kurun
waktu yang lama dapat menyebabkan peningkatan level kortisol secara kronis sehingga berdampak
pada penurunan kesehatan dan hadirnya berbagai penyakit. Seperti myopathy (penyakit pada
jaringan otot), diabetes tipe 2, hipertensi (tekanan darah tinggi), amenorrhea (kehilangan satu atau
lebih periode menstruasi), dan impotensi [9].

c. Stimulus ‘Bau’ Wanita


Manusia berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan Bahasa verbal dan non verbal.
Selain itu manusia berkomunikasi dengan zat kimia yang dikeluarkan dari tubuhnya. Zat kimia ini
kemudian dihirup oleh orang lain dan mempengaruhi dirinya yang disebut dengan feromon.

Feromon adalah pesan kimia yang dapat disebarkan melalui udara. Dikeluarkan dari tubuh melalui
diantaranya keringat dan urin. Feromon dapat mempengaruhi sifat fisik dan emosional seseorang
yang menghirupnya. ‘Bau’ feromon dideteksi oleh bagian yang berbeda dengan pendeteksi bau biasa
lainnya [10].

Ketika feromon dikeluarkan oleh tubuh lalu dihirup oleh yang lain, beberapa jenis diantaranya dapat
membuat lawan jenis tertarik seperti tersihir [11]. Feromon bekerja spesifik dan direspon secara
spesifik. Feromon yang dikeluarkan oleh seorang wanita akan direspon berbeda oleh laki-laki dan
wanita [10].

Feromon berbeda dengan parfum, walaupun feromon sama-sama dapat berperan dalam menarik
perhatian lawan jenis. Seorang wanita yang mensekresikan (mengeluarkan/memproduksi) feromon
dari tubuhnya yang kemudian diterima oleh laki-laki akan dideteksi oleh hidungnya, otaknya, dan
system syarafnya [11].

Dekatnya (secara fisik) seorang wanita dengan laki-laki akan menyebabkan mereka saling menghirup
feromon masing-masing. Dan respon tubuh mereka setelah menghirup itu diantarnya adalah menjadi
tertarik.

Kedekatan seorang wanita dengan seorang lelaki bukan mahram, apalagi yang memiliki ketertarikan
dapat memicu laki-laki untuk melakukan sesuatu yang tidak baik. Kita tidak dapat menyalahkan laki-
laki karena itu sudah fitrahnya. Seorang wanita harus menjaga dirinya, begitu pula dengan laki-laki.
Hal-hal di atas hanyalah beberapa diantara reaksi fisiologis tubuh laki-laki saat berkhalwat dengan
wanita.
BERSAMBUNG

Allahu a’lam bish shawwab

[1] Isykarima. (2009). Apa Itu Khalwat?. [Online]. Tersedia: http://isykarima.forumotion.com/t21-apa-


itu-khalwat

[2] Brizendine, Louann. (2010). Love, sex and The Male Brain. [Online]. Tersedia:
http://www.cnn.com/2010/OPINION/03/23/brizendine.male.brain/index.html

[3] Meij, Leander Van der, Abraham P. Buunk. Johannes P. van de Sande, dan Alicia Salvador. (2008).
The Present of a Woman Increases Testosterone in Aggressive Dominant Men. Hormones and
Behavior (54). Hlm. 640-644.

[4] Perkataan Susi Susilawati pada perkuliahan Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia, P. Bio UPI, Bab
Sistem Reproduksi, 20 Desember 2017.

[5] Al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim. (1418 H). Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu.
Jakarta Pusat: Darul Falah.

[6] Green Tech. Qur’an Tafsir Per Kata Android App.

[7] Meij, Leander Van der, Abraham P. Buunk, dan Alicia Salvador. (2010). Contact with Attractive
Women Affects The Release of Cortisol In Men. Hormones and Behavior (58). Hlm. 501-505.

[8] Sapolsky, R. M., Romero I. M, Munck A. U. (2000). How Do Glucocorticoids Influence Stress
Response? Integrating Permisive, Supresive, Stimulatory and, Preparative Actions. Endoctrine (21).
Hlm. 55-58.

[9] McEwen, B.S. (2008). Central Effect of Stress Hormone in Health and Disease: Understanding The
Protective The Damaging Effect of Stress and Stress Mediators. Eur. J. Pharmacol. (583). Hlm. 174-185

[10] Malick, Ami. (t.t.). Human Emits Sex Scent Signal. [Online]. Tersedia:
http://abcnews.go.com/health/story?id=116833&page=1

[11] Smart Publication. (t.t). Human Pheromones: The Science Behind The Scent of Attraction. [Online].
Tersedia: http://www.smart-publication.com/articles/human-pheromone-the-science-behind-the-
sent-of-attraction

Anda mungkin juga menyukai