Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH EKSTRAK BIJI JINTAN HITAM (Nigella sativa Linn)

TERHADAP PENINGKATAN JUMLAH LIMFOSIT

Studi Eksperimental secara in vivo pada Tikus Putih Jantan Galur


Wistar (Rattus norvegicus) yang Diinfeksi Staphylococcus aureus

EFFECT OF BLACK CUMIN SEEDS EXTRACT (Nigella sativa Linn) ON


THE INCREASING LYMPHOCYTES NUMBER IN VIVO
Experimental study in male rats (Rattus norvegicus) Wistar strain
that were infected by Staphylococcus aureus

Amelia Hidayati1, Masfiyah2, Sampurna3


1 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)
Semarang
2 Bagian Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang
3 Bagian Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang

Coresponding Authors: Amelia Hidayati, Mahasiswa Kedokteran


Universitas Islam Sultan Agung, Jalan Kaligawe KM 4 Semarang 50012
Telp (6224) 583584 Fax (6224) 6594366 E-mail :
ameliahidayati@ymail.com

ABSTRAK

Superantigen yang dimiliki Staphylococcus aureus (TSST-1) dapat


menimbulkan bakteremia yang dapat menurunkan jumlah limfosit. Ekstrak
biji jintan hitam mengandung timokuinon yang berperan dalam
meningkatkan sitokin-sitokin yang berperan dalam peningkatan jumlah
limfosit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji
jintan hitam (Nigella sativa linn) terhadap peningkatan jumlah limfosit pada
tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) yang diinfeksi oleh
Staphylococcus aureus.
Penelitian eksperimental dengan rancangan post test only control
group design menggunakan sampel 30 ekor tikus putih jantan galur wistar
(Rattus norvegicus) dibagi 5 kelompok secara acak. P1 (kontrol normal),
P2 (kontrol negatif), P3 (ekstrak biji jintan hitam 50 µL), P4 (ekstrak biji
jintan hitam 100 µL), dan P5 (ekstrak biji jintan hitam 150 µL). Perlakuan
dilakukan pada hari ke 8 sampai hari ke 15 dan 6 jam setelah diinfeksi
Staphylococcus aureus secara intraperitoneal pada hari ke 15 dan pada
hari ke 16 sampel diterminasi dan dilakukan pemeriksaan jumlah limfosit
dengan Hematology analyzer®. Analisis hasil dengan uji One Way
ANOVA dilanjutkan dengan Post Hoc LSD.
Hasil rerata jumlah limfosit pada P1 9,10 x 10 3 ; P2 3,81 x 10 3 ; P3
6,54 x 103 ; P4 7,90 x 10 3 ; P5 8,81 x 10 3. Analisis uji One Way ANOVA
menunjukkan nilai p=0,000 (<0.05). Hasil uji Post Hoc LSD pada
kelompok P1 dengan P2, P1 dengan P3, P1 dengan P4, P1 dengan P5,
P2 dengan P3, P2 dengan P4, P2 dengan P5, P3 dengan P4, P3 dengan
P5, P4 dengan P5; masing-masing memiliki nilai p; 0,000; 0,000; 0,000;
0,005; 0,000; 0,000; 0,000; 0,000; 0,000; 0,000
Disimpulkan bahwa pemberian ekstrak biji jintan hitam dapat
meningkatkan jumlah limfosit tikus putih jantan galur wistar (Rattus
norvegicus) yang diinfeksi oleh Staphylococcus aureus.
Kata kunci: Ekstrak biji jintan hitam, jumlah limfosit, Staphylococcus
aureus

ABSTRACT

Superantigen that owned by Staphylococcus aureus (TSST-1) can


cause bacteremia which can decrease the lymphocytes number. Black
cumin seeds extract contains thymoquinone that potent to enhancing
cytokines that play a role in increased lymphocytes number. This study
aims to determine the effect of black cumin seeds extract (Nigella sativa
Linn) to increasing the lymphocytes number in the male rats (Rattus
norvegicus) Wistar strain that were infected by Staphylococcus aureus.
An experimental research with posttest only control group design
used 30 male rats (Rattus norvegicus) wistar strain that were divided into
5 groups randomly. P1 (normal control), P2 (negative control), P3 (black
cumin seeds extract 50 mL), P4 (black cumin seeds extract 100 mL), and
P5 (black cumin seeds extract 150 mL). treatment was done on 8 th to 15th
day and 6 hours after infected Staphylococcus aureus intraperitoneally on
15th day and on 16th day samples was terminated and lymphocytes
number examined with Hematology analyzer®. One Way Anova followed
by Post Hoc LSD were used to analysis of result’s test.
The average of lymphocyte number at P1=9.10 x 10 3; P2=3.81 x
10 ; P3=6.54 x 103; P4=7.90 x 103; P5=8.81 x 103. One Way Anova test
3

analysis result in p value = 0.000 (<0.05). Post Hoc LSD test results on
group P1 to P2, P1 to P3, P1 to P4, P1 to P5, P2 with P3, P2 to P4, P2 to
P5, P3 to P4, P3 to P5, P4 to P5; each has p value; 0,000; 0,000; 0,000;
0.005; 0,000; 0,000; 0,000; 0,000; 0,000; 0,000 respectively.
It was concluded that the black cumin seeds extract can increase
the lymphocytes number of male rats (Rattus norvegicus) Wistar strain
that were infected by Staphylococcus aureus.
Keywords: Black Cumin Seeds Extract, Lymphocytes Number,
Staphylococcus aureus
PENDAHULUAN
Bakteremia merupakan keadaan dimana terdapat bakteri di dalam

aliran darah (Carmona, 2012). Staphylococcus aureus adalah bakteri

gram positif, bakteri ini merupakan salah satu penyebab terbesar

bakteremia dan morbiditas serta mortalitas yang tinggi (Van hal et al.,

2012). Jumlah leukosit pasien bakteremia meningkat sebagai respons

pertahanan tubuh terhadap infeksi (Anandika, 2011). Peningkatan leukosit

dapat dihambat dengan cara mengeluarkan toksin Leukocidin yang

mampu menghentikan fagositosis. Pasien dengan infeksi berat antibiotik

tidak bisa bekerja sendiri, perlu dibantu oleh respon imun (Bryan, 2012).

Herbal seperti Nigella sativa terbukti mampu meningkatkan respon imun

sekaligus sebagai penghambat mikroorganisme. Oleh karena itu,

dilakukan penelitian tentang pengaruh Nigella sativa sebagai

immunomodulator dengan dosis bertingkat (Al-Basal, 2011).

Mortalitas bakteremia Staphylococcus aureus lebih banyak

dibanding AIDS, tuberkulosis, dan hepatitis virus, perkiraan pasien akan

mengalami kematian sekitar 75%-83% pada era preantibiotik. Antibiotik

menghasilkan hasil yang lebih baik dimana mortalitas menurun menjadi

36% dan 35% (Van hal et al., 2012). Penurunan mortalitas mempengaruhi

dari pemakaian antibiotik yang berlebih sehingga dapat meningkatkan

resistensi (Kwiecinski,2013). Insidensi infeksi oleh bakteri ini mencapai 30

per 100.000 sedangkan angka kematian mencapai 20%, hal ini

merupakan masalah serius (Mollnes,2014).


Penelitian oleh Rakhshandeh, H.dkk, (2011) secara in vivo dan in

vitro didapatkan hasil yang signifikan bahwa in vivo ekstrak Nigella sativa

memiliki efek yang kuat terhadap staphylococcus aureus dibandingkan

dengan B-1 hemolytic streptococci, sedangkan secara in vitro ekstrak

Nigella sativa dengan konsentrasi 160 mg/dl mampu berperan sebagai

anti mikroba.Penelitian lain juga membuktikan efek Nigella sativa dalam

menstimulasi sitokin yang berperan dalam sistem imun seluler (Umar et

al., 2012). Nigela sativa pada dosis 50,100,150 µL oleh Al-Basal (2011)

terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan penyebaran pathogen,

mengurangi inflamasi serta menghambat kerusakan jaringan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian

ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa L.) terhadap jumlah limfosit pada

infeksi berat pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) yang

diinfeksi oleh Staphylococcus aureus.

METODE

Penelitian eksperimental pengaruh ekstrak biji jintan hitam terhadap

peningkatan jumlah limfosit menggunakan rancangan “post test only

control group design”. Terdapat sampel 30 ekor tikus putih jantan galur

wistar yang dibagi dalam 5 kelompok. Kriteria inklusi sampel adalah umur

3 bulan, berat badan ± 200 gram, sehat (bergerak aktif, tidak cacat, tidak

luka) dan belum pernah digunakan untuk penelitian sebelumnya.

Pembuatan Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa L.)


Biji jintan hitam (hitam pekat, agak kering, tidak busuk) diekstrak

dengan teknik pengempaan sistem hidroulic pressing. Biji dimasukkan ke

dalam tabung ekstraksi dan kemudian akan keluar melalui lubang-lubang

pada tabung ekstraksi. Minyak yang dihasilkan dari proses pengempaan

tersebut ditampung pada penampung minyak.

Biji jintan hitam yang digunakan pada penelitian ini ialah sebanyak

4 kg dan dihasilkan minyak sebanyak 600 ml. Dosis yang diberikan pada

tikus jantan galur wistar (Rattus norvegicus) adalah 50 µL/hari, 100

µL/hari, dan 150 µL/hari.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Bioetika

Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Sultan Agung Semarang. Pembuatan ekstrak biji jintan hitam,

perlakuan hewan coba, dan penghitungan jumlah limfosit dilakukan di

Laboratorium PAU UGM Yogyakarta.

Tikus diadaptasikan terlebih dahulu agar tidak stres. Kelompok I

sebagai kontrol normal, kelompok II (kontrol negatif) tidak diberi ekstrak

biji jintan hitam (Nigella sativa) tetapi diinfeksi Staphylococcus aureus

pada hari ke-15, kelompok III diberi ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa

L.) dosis 50 µL/hari pada hari ke 8 sampai hari ke 15 dan 6 jam setelah

diinfeksi Staphylococcus aureus pada hari ke 15, kelompok IV diberi

ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa L.) dosis 100 µL/hari pada hari ke 8

sampai hari ke 15 dan 6 jam setelah diinfeksi Staphylococcus aureus


pada hari ke 15 dan kelompok V diberi ekstrak biji jintan hitam (Nigella

sativa L.) dosis 150 µL/hari pada hari ke 8 sampai hari ke 15 dan 6 jam

setelah diinfeksi Staphylococcus aureus pada hari ke 15. Penyuntikan

Staphylococcus aureus dilakukan secara intraperitoneal. Pemberian

ekstrak biji jintan hitam diberikan secara oral sebanyak 1 kali sehari

selama 8 hari (hingga hari ke-15). Pada hari ke-16 semua tikus diterminasi

dan diambil sampel darah untuk pemeriksaan jumlah limfosit. Limfosit

pada sampel darah diperoleh sebanyak 3 cc pada vena ophtalmica tikus

putih jantan galur wistar. Sampel darah tersebut akan dimasukkan

kedalam Hematology Analyzer ®.

Analisis uji jumlah limfosit setiap kelompok diuji dengan One-way

Anova dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD untuk mengetahui perbedaan

jumlah limfosit pada masing-masing kelompok.

HASIL

Perbedaan rata-rata jumlah limfosit antara kelompok perlakuan

dengan kelompok normal. P1 sebagai kontrol normal didapatkan jumlah

limfosit tertinggi (9.1000±0.07014). P2 (kontrol negatif) didapatkan rata-

rata jumlah limfosit terendah (3.8133±0.10539). P3 (ekstrak biji jintan

hitam 50 µL/hari) didapatkan rata-rata jumlah limfosit (6.5467±0.28752).

P4 (ekstrak biji jintan hitam 100 µL/hari) didapatkan rata-rata jumlah

limfosit (7.9067±0.11860). P5 (ekstrak biji jintan hitam 150 µL/hari)

didapatkan rata-rata jumlah limfosit (8.8183±0.10778). Rerata hasil

pengukuran jumlah limfosit yang ditampilkan pada tabel 4.1 serta diagram

batang :
Tabel 4.1 Rerata dan Standar Deviasi Jumlah Limfosit (x10 3/mm3)

antar Kelompok

Kelompok Rerata Standar


Deviasi
P1 9.1000 0.07014
P2 3.8133 0.10539
P3 6.5467 0.28752
P4 7.9067 0.11860
P5 8.8183 0.10778

Diagram 4.1 Rata-rata Jumlah Limfosit antar Kelompok

Uji One-way Anova menunjukkan nilai p adalah 0,000 (p < 0,05)

dapat diartikan bahwa paling tidak terdapat perbedaan jumlah limfosit

secara bermakna pada dua kelompok Kemudian Untuk mengetahui

perbedaan bermakna pada kelompok perlakuan maka dilanjutkan analisa

uji Post Hoc. Hasil uji Post Hoc LSD dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Uji Beda Rerata Jumlah Limfosit antar Dua Kelompok
dengan Uji Post Hoc
P1 P2 P3 P4 P5
P1 - 0,000* 0,000* 0,000* 0,005*
P2 0,000* - 0,000* 0,000* 0,000*
P3 0,000* 0,000* - 0,000* 0,000*
P4 0,000* 0,000* 0,000* - 0,000*
P5 0,005* 0,000* 0,000* 0,000* -
Keterangan: * = perbedaan bermakna

PEMBAHASAN

Infeksi Staphylococcus aureus pada penelitian ini berhasil

menciptakan model tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus)

yang terkena bakteremia. Bakteremia pada hewan coba tersebut terjadi 6

jam setelah bakteri 1 ml bakteri Staphylococcus aureus diinfeksikan ke

dalam tubuh tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) yang

dilakukan secara intraperitoneal. Hal ini telah dibuktikan dengan

melakukan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti.

Pada infeksi Staphylococcus aureus, superantigen Toxic shock

syndrome toxin 1 (TSST-1) ditangkap dan diproses menjadi peptide kecil

oleh lisozom. TSST-1 akan dipresentasikan ke permukaan sel APC

dengan reseptor TLR kemudian akan dikode oleh molekul MHC-II yang

berada dalam endosome dan berikatan dengan sel T CD4+, MHC II akan

berproliferasi dan berdiferensasi menjadi efektor IL2,TNF-α dan IL-1β

(Baratawidjaja, 2012). Limfosit T CD4+ berdiferensiasi menjadi sel Th1

yang akan mengeluarkan IFN-, IL-2, dan TNF-α. IFN- diproduksi oleh

aktivasi sel T CD4+ berperan memicu pelepasan proliferasi limfosit

sebagai aktivator yang kuat untuk fagosit mononuklear oleh makrofag

sehingga jumlah leukosit akan meningkat. Infeksi Staphylococcus aureus

dapat menyebabkan pelepasan limfosit yang berperan dalam sistem imun

spesifik. Limfosit mampu menghadapi Staphylococcus aureus melalui

mekanisme mengopsonisasi bakteri dan meningkatkan fagositosis dengan


cara berikatan pada Fcγ pada monosit, makrofag dan neutrofil (Sumarmo

et al., 2008). Masa hidup limfosit dapat mencapai berminggu-mingu

tergantung kebutuhan tubuh. Pada jaringan infeksi terjadi peningkatan

jumlah limfosit dalam sirkulas akibat aktivasi dari sel T CD4+. Pada

penelitian ini justru sebaliknya, jumlah rerata limfosit pada tikus P2 (kontrol

negatif) mengalami penurunan diduga karena pengambilan sampel darah

melalui vena ophtalmica pada sinus orbitalis menyebabkan reaksi

peradangan bertambah berat pada tikus yang sebelumnya telah diinfeksi

oleh Staphylococcus aureus secara intraperitoneal. Peningkatan leukosit

ini dapat dihambat dengan cara mengeluarkan toksin Leukocidin yang

mampu membunuh sel darah putih dan menghentikan fagositosis dari

leukosit karena Staphylococcus aureus mampu melakukan multiplikasi

intraseluler, sehingga organisme non patogenik mati di dalam sel (Jawetz,

et al., 2012). Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus dapat

menurunkan jumlah limfosit dalam sirkulasi. Namun pada penelitian ini

terjadi penurunan limfosit terlalu banyak kemungkinan hal ini terjadi akibat

reaksi peradangan yang bertambah berat pada tikus yang sebelumnya

telah diinfeksi oleh Staphylococcus aureus secara intraperitoneal. Jumlah

rerata limfosit pada tikus P2 (kontrol negatif) tidak sesuai dengan teori,

namun pemberian ekstrak biji jintan hitam berbagai konsentrasi dapat

meningkatkan jumlah limfosit pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus

norvegicus) yang diinfeksi oleh Staphylococcus aureus.


Pemberian jintan hitam secara bermakna dapat meningkatkan

jumlah limfosit pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus). Hal

ini sesuai dengan teori bahwa biji jintan hitam memiliki kemampuan anti

inflamasi, anti mikroba sehingga dapat memperbaiki kemampuan

apoptosis limfosit. Kandungan ekstrak biji jintan hitam yaitu timokuinon

dapat meningkatkan proliferasi sel T limfosit. Sel T CD4+ akan

berproliferasi menjadi sel Th1 yang akan mengeluarkan sitokin berupa

IFN-, IL-2, dan TNF-α. IFN- berperan memicu pelepasan proliferasi

limfosit yang akan berperan sebagai aktivator yang kuat untuk fagosit

mononuklear oleh makrofag. Nigella sativa dan protein-protein yang

terkandung di dalamnya dapat menghasilkan efek stimulator pada sistem

imun tubuh yang sebanding dengan efek supressornya, sehingga terjadi

produksi TNFα, aktivasi sel-sel limfosit, serta peningkatan IL-1β

(Baratawidjaja, 2012).

Ekstrak biji jintan hitam terbukti menstimulasi sitokin yang berperan

dalam sistem imun seluler (Umar et al., 2012). Hasil penelitian

menunjukkan pengukuran rerata jumlah limfosit dan uji beda yang paling

bermakna adalah P5, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak

biji jintan hitam dosis 150 µL paling berpengaruh dibanding dosis 50 µL

dan dosis 100 µL terhadap peningkatan jumlah limfosit. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji jintan dapat meningkatkan

jumlah limfosit pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus)

yang diinfeksi oleh Staphylococcus aureus. Hal ini sesuai dengan


penelitian Umar dkk (2013) yang menyatakan bahwa ekstrak biji jintan

hitam mempunyai efek imunomodulator. Kandungan ekstrak biji jintan

hitam dapat meningkatkan proliferasi sel T limfosit, Sel T CD4+ akan

berproliferasi menjadi sel Th1 yang akan mengeluarkan sitokin berupa

IFN-, IL-2, dan TNF-α sehingga dapat meningkatkan jumlah limfosit

melalui efek imunomodulator pada kasus infeksi Staphylococcus aureus.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah jumlah rerata limfosit

kelompok yang diberi ekstrak biji jinten hitam tidak melebihi jumlah rerata

limfosit kelompok normal dan penelitian ini hanya meneliti limfosit saja

selain itu tidak diketahui efek imunomodulator pada kompleks imun

lainnya. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

tentang ekstrak biji jintan hitam dengan menggunakan dosis yang lebih

tinggi sehingga diharapkan dapat mencapai keadaan normal. Perlu

melakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan ekstrak biji jintan

hitam dengan kompleks imun lainnya supaya dapat diketahui efek

imunomodulator kompleks imun lainnya.

KESIMPULAN

Pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa L.) terbukti dapat

meningkatkan jumlah limfosit. Ekstrak biji jintan hitam dosis 150 µL paling

berpengaruh dibanding dosis 50 µL dan dosis 100 µL terhadap

peningkatan jumlah limfosit. Kandungan ekstrak biji jintan hitam (Nigella

sativa L.) yang berperan sebagai antibakteri ialah timokuinon.


DAFTAR PUSTAKA

Abu-Al-Basal, M.A., 2011, Influence of Nigella sativa Fixed Oil on Some


Blood Parameters and Histopathology of Skin in Staphylococcal-
infected BALB/c Mice. Dalam:
http://core.ac.uk/download/pdf/1080352.pdf. Diunduh tanggal 8
Februari 2015.

Anandika, D.D., 2011, Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Menurunkan


Jumlah Leukosit pada Mencit Model Sepsis akibat Paparan
Staphylococcus aureus, CDK 183 Vol.38, No 2, Universitas Sebelas
Maret.

Baratawidjaja, K. G., Rengganis, I., 2012, Imunologi Dasar Edisi Ke-10,


Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bryan., 2012, Adult Patient With Suspected Bacteremia Require Blood


Cultures. Clin. Microbiology.

Carmona, T., 2012, Pathogenesis of endocarditis bacteraemia of oral


origin, Dalam: Marquez, F.R., Endocarditis, China: In Tech.

Jawetz, Melnick, Adelberg’s, 2012, Medical Microbiology 26th Edition,


Lange Medical Books/McGraw Hill.

Kwiecinski, J., 2013, Bacteria- host interplay in Staphylococcus aureus


infections, Gothenburg,Sweden.

Mollnes, T.E., 2014, Staphylococcus aureus and innate immunity, Tesis,


Universitas Troms: Norwegia.

Rakhshandeh, H., Mashhadian, N.V., Khajekaramadini, M., 2011, In vitro


and in vivo study of the antibacterial effects of Nigella sativa
methanol extract in dairy cow mastitis, Avicenna Journal of
phytomedicine Vol 1(1), 29-35.

Sumarmo., et al., 2008, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi kedua,
IDAI, Jakarta

Umar S., Zargan J., et al., 2012, Modulation of the oxidative stress and
inflammatory cytokine response by thymoquinone in the collagen
induced arthritis in Wistar rats. Chem Biol Interact; 197(1):40-46.

Van Hal, S. J., Jensen, S. O, et al., 2012, Predictors of Mortality in


Staphylococcus aureus Bacteremia. American Society for
Microbiology.

Anda mungkin juga menyukai