Oleh
Kelompok
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Khusus
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada anak dengan ADHD.
1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu
memahami dan membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
ADHD (Attention Deficit Hiperaktivitas Disorder) serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Kelainan hiperaktivitas kurang perhatian (ADHD) sering tampak sebelum
usia 4 tahun dan dikarakteristikan oleh ketidaktepatan perkembangan didak
perhatian, impulsif, hiperaktivitas. Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala
menetap dengan masa dewasa (DSM-III-R, 1987) (Townsend, Mary C. 1998)
Gangguan hiperkinetik atau biasa disebut dengan hiperaktif adalah
suatu gangguan yang terjadi pada anak dan dapat timbul pada masa perkembangan
dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama ketidakmampuan memusatkan
perhatian, hiperaktif dan impulsive (Prabowo, 2014).
2.1.2. Etiologi
2.1.2.1 FATOR PREDISPOSISI
1. Teori psikodonamika. Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan
ADHD adalah tetap pada fase simbiotik dari perkembangan dan belum
membedakan diri dengan ibunya. Perkembangan ego mundur, dan
dimanifestasikan perilaku impulsif dan diperintahkan oleh id.
2. Teori biologia. DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat
(SSP), seperti adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan
perilaku-perilaku neurologis yang menyimpang lainnya, disebut sebagai faktor
predisposisi. Lingkungan-lingkungan yang tidak teratur atau semrawut serta
penyiksaan dan pengabaian terhadap anak dapat merupakan faktor-faktor
predisposisi pada beberapa kasus.
3. Teori dinamika keluarga. Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada
hubungan pasangan disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada
anak, dimana perilakunya lambat laun mulai mencerminkan pola-pola dari
gangguan fungsi sistem (Townsend, Mary C. 1998)
2.1.4. Patofisiologi
Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan
konsentrasi. Sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Diagnostic and statistic of mental
disorders, edisi keempat (DSM IV) menggarisbawahi gejala perilaku spesifik
yang dapat diobservasi pada ketiga area ini. Gangguan yang paling sering
dijumpai adalah kurang konsentrasi dan perilaku hiperaktif. Impulsif. Meskipun
begitu, beberapa anak menunjukkan satu pola predominan, yaitu hiperaktif-
impulsif atau kurang konsentrasi.
Meskipun gejala kedua gangguan ini sudah ada sebelum umur 7 tahun,
diagnosis umumnya belum ditegakkan sampai anak itu masuk sekolah., saat
perilaku tersebut mengganggu fungsi akademik dan sosial anak. Pada saat itu anak
memasuki masa remaja, gejala yang dapat diobservasi menjadi kurang jelas.
Keresahan dan kegugupan mengganti aktivitas berlebihan yang ada pada masa
kanak-kanak. Remaja dengan gangguan ini sulit menuruti dan mengikuti aturan
dan harapan mengenai perilaku yang biasanya dijumpai di kalangan pendidikan
dan pekerjaan. Konflik dengan atasan juga dijumpai. Gejala dapat berlangsung
terus sampai masa dewasa. Individu demikian dapat digambarkan sebagai
seseorang yang “maju terus”. Selalu sibuk dan tidak dapat “ duduk diam “. Anak
dengan gangguan ini dapat menunjukkan kurangnya koordinasi sensorimotorik.,
kecerobohan, atau masalah dengan orientasi ruang/tempat. Kesulitan dijumpai di
sekolah dan di rumah. Suka mengacau, ledakan kemarahan, dan aktivitas motorik
tanpa tujuan sering menjengkelkan sesama kelompok sebaya dan keluarga.
Akibatnya, masalah sekunder seperti pertentangan, gangguan alam perasaan dan
kecemasan, serta masalah komunikasi sering terjadi. Proses pembelajaran dapat
terhambat karena ketidakmampuan yang kronis untuk menyelesaikan tugas-tugas
pendidikannya.
Meskipun tidak ada faktor etiologi tunggal yang menimbulkan gangguan
perilaku yang kompleks ini, riwayat medis menunnjukkan insidens gangguan ini
lebih tinggi pada anak-anak yang dianiaya atau ditelantarkan, terpejan obat
prenatal, berat badan lahir rendah, keracunan timah, ensefalitis, dan retardasi
mental (Betz, Cecily L.2002)
2.1.5. Komplikasi
1. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas.
2. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika (seringkali akibat abnormalitas konsentrasi).
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (seringkali akibat perilaku agresif
dan kata-kata yang diungkapkan) (Betz, Cecily L.2002)
2.1.6. Penatalaksanaan
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas
penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku orang tua, dan konseling keluarga.
Orangtua mungkin mengungkapkan kekhawatirannya tentang penggunaan obat.
Resiko dan keuntungan dari obat harus dijelaskan pada orang tua., termasuk
pencegah3ean skolastik dan gangguan sosial yang terus menerus karena
penggunaan obat-obat psikostimulan. Rating scale conners dapat digunakan
sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari pengobatan.
Psikostimulan- metilfenidat (Ritalin), amfetamin sulfat (Brnzedrine), dan
dekstroamfetamin sulfat (Dexadrine) dapat memperbaiki rentang perhatian dan
konsentrasi anak dengan meningkatkan efek paradoksial pada kebanyakan anak
dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini (Betz, Cecily L.2002)
ASUHAN KEPERAWATAN
1. pengkajian
Menurut Hidayat (2005) pengkajian perkembangan anak berdasarkan umur atau
usia antara lain:
1. Neonatus (0-28 hari)
a. Apakah ketika dilahirkan neonatus menangis ?
b. Bagaimana kemampuan memutar-mutar kepala ?
c. Bagaimana kemampuan menghisap ?
d. Kapan mulai mengangkat kepala ?
e. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya kemampuan untuk
mengikuti garis tengah bila kita memberikan respons terhadap jari atau
tangan) ?
f. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (menangis, bereaksi terhadap suara
atau bel) ?
g. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi (misalnya tersenyum dan
mulai menatap muka untuk mengenali seseorang ?
3. Masa Toddler
7. Konsep diri
a. Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapis ecara umum
harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b. Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat mempunyai banyak
teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka
biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c. Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai
orang yang buruk dan bodoh
3. intervensi
Intervensi:
1. Amati perilaku anak secara sering. Lakukan hal ini melalui aktivitas sehari-
hari dan interaksi untuk menghindari timbulnya rasa waspada dan kecurigaan
R/ Anak-anak pada risiko tinggi untuk melakukan pelanggaran memerlukan
pengamatan yang seksama untuk mencegah tindakan yang membahayakan bagi
diri sendiri atau orang lain
2. Amati terhadap perilaku-perilaku yang mengarah pada tindakan bunuh diri
R/ Peryataan-pernyataan verbal seperti "Saya akan bunuh diri, " atau "Tak lama
ibu saya tidak perlu lagi menyusahkan diri karena saxa" atau perilaku-perilaku
non verbal seperti memnbagi-bagikan barang-barang yang disenangi, alam
perasaan berubah. Kebanyakan anak yang mencoba untuk bunuh diri telah
menyampaikan maksudnya, baik secara verbal atau nonverbal.
3. Dapatkan kontrak verbal ataupun tertulis dari anak yang menyatakan
persetujuannya untuk tidak mencelakaka diri sendiri dan menyetujui untuk
mencari staf pada keadaan dimana pemikiran kearah tersebut timbul
R/ Diskusi tentang perasaan-perasaan untuk bunuh diri dengan seseorang yang
dipercaya memberikan suatu derajat perasaan lega pada anak. Suatu perjanjian
membuat permasalahan menjadi terbuka dan menempatkan beberapa tanggung
jawab bagi keselamatan dengan anak. Suatu sikap menerima anak sebagai
seseorang yang patut diperhatikan telah disampaikan.
4. Bantu anak mengenali kapan kemarahan terjadi dan untuk menerima perasaan-
perasaan tersebut sebagai miliknya sendiri. Apakah anak telah menyimpan
suatu : buku catatan kemarahan" dimana catatan yang dialami dalam 24 jam
disimpan.
R/ Informasi mengenai sumber tambahan dari merahan, respon perilaku dan
persepsia nak terhadap situasi juga harus dicatat. Diskusikan asupan data
dengan anak, anjurkan juga respons-respons perilaku alternatif yang
diidentifikasi sebagai maladaptif.
5. Singkirkan semua benda-benda yang berbahaya dari lingkungan anak
R/ Keselamatan fisik anak adalah prioritas dari keperawatan.
6. Berikan obat-obatan penenang sesuai dengan pesanaan dokter atau dapatkan
pesanaan jika diperlukan. Pantau kefektifan obat-obatan dan efek –sfek
samping yang merugikan
R/ Obat-obatan antiansietas (misalnya diazepam, klordiazepoksida,
alprazolam) memberikan perasaan terbebas dari efek-efek imobilisasi dari
ansietas dan memudahkan kerjasama anak dengan terapi.
3. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai 7
jam tanpa terbangun
Intervensi :
Dx4: Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi
/koping idividu tidak efektif.
Tujuan :Anak memperlihatkan perasaan-perasaan nilai diri yang meningkat saat
pulang, ditandai dengan
KH:
1. Mampu mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa memperlihatkan rasa
takut yang ektrim terhadap kegagalan.
Intervensi:
1. Pastikan bahwa sasaran-sasaran yang akan dicapat adalah realistis
R/ Hal ini penting bagi pasien untuk mencapai sesuatu, maka rencana untuk
aktivitas-aktivitas di mana kemungkinan untuk sukse adalah mungkin dan
kesuksesan ini dapat meningkatkan harga diri anak
2. Sampai kan perhartian tanpa syarat bagi pasien
R/ Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadap anak sebagai makhluk hidup
yang berguna dapat meningkatkan harga diri
3. Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada satu ke satu basis dan pada
aktivitas-aktivitas kelompok
R/ Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa dia
berharga bagi waktu anda
4. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari diri anak
R/ Aspek positif yang dimiliki anak dapat mengembangkan rencana-rencana
untuk merubah karakteristik yang dilihatnya sebagai hal yang negatif.
5. Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu
mekanisme sikap defensif
R/ Memberikan bantuan yang positif bagi identifikasi amsalah dan
pengembangan dari perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif. Penguatan
positif membantu meningkatkan harga diri dan meningkatkan penggunaan
perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh pasien.
6. Memberikan dorongan dan dukungan kepada pasien dalam menghadapi
rasa takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan
melaksanakan tugas-tugas baru dan berikan pengakuan tentang kerja keras
yang berhasil dengan penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan
R/ Pengakuan dan pengyatan positif meningkatkan harga diri
7. Beri umpan balik positif kepada klien jika melakukan perilaku yang
mendekati pencapaian tugas
R/ Pendekatan ini yang disebut shaping adalah prosedur perilaku ketika
pendekatan yang beturut-turut akan perilaku yang diinginkan, dikuatkan
secara positid. Hal ini memungkinkan untuk memberikan penghargaan
kepada klien saat ia menunjukkan harapan yang sebenarnya secara bertahap.
5. implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jenis tindakan pada
implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan / kolaborasi,
dan tindakan rujukan / ketergantungan.Implementasi tindakan keperawatan
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
6. evaluasi
1. Resiko cedera berhubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan
mendeteksi bahaya dapat teratasi dengan criteria hasil :
a. Kecemasan dipertahankan pada tingkat di mana pasien merasa tidak perlu
melakukan agresi.
b. Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan-perasaan yang
sebenarnya.
c. Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan
konsekuensi dari perilaku maladaptif diri sendiri.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif dapat
teratasi dengan criteria hasil :
a. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
b. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
c. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai
7 jam tanpa terbangun
Betz, Cecily L dan Sowden Linda. A.2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi
3. Jakarta: EGC
Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Ardi, 20013. Askep Anak dengan ADHD. Dalam http://blogger-
ardi30.blogspot.com/2013/04/askep-anak-dengan-attention- deficyt.html
Santya, Kadek. 2012. “Askep Anak Hiperaktif” dalam
http://kadeksantya.blogspot.com/2012/05/contoh-askep-anak-hiperaktif.html