Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM NEUROBEHAVIOR

PADA ANAK DENGAN ATTENTION DEFICYT

HIPERAKTIVITY DISORDER (ADHD)

Oleh

Kelompok

Titik Utami 150311027

Andi I Nasution 150311002

Slamet Budi S 150311014

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES PEMKAB JOMBANG
TAHUN AJARAN 2016-2017
JOMBANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan Ramat dan Hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
Makalah Keperawatan Jiwa 1 ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan ADHD” ini dengan baik dan tepat waktu tanpa hambatan apapun
dalam pengerjaannya.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Pawiono, SST., MPH selaku
Pembimbing saya dalam Mata Kuliah Sistem Neurobehavior sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu, Penulis minta maaf apabila
terdapat kesalahan dalam pengetikan maupun yang lainnya karena manusia tak
lepas dari kesalahan dan mohon saran yang membangun demi kesempurnaan
Makalah ini.

Jombang, 20 Maret 2017

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan tingkat


gangguan perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan
tahap perkembangan dan gangguan ini dapat terjadi disekolah maupun di rumah
(Isaac, 2005). Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala menetap sampai
dengan masa dewasa (Townsend, 1998). ADHD adalah salah satu alasan dan
masalah kanak-kanak yang paling umum mengapa anak-anak dibawa untuk
diperiksa oleh para professional kesehatan mental. Konsensus pendapat
professional menyatakan bahwa kira-kira 3,05% atau sekitar 2 juta anak-anak usia
sekolah mengidap ADHD (Martin, 1998).

Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia


sekolah sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat
hiperaktif. Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan
bantuan professional karena masalah perilaku, datang dengan keluhan yang
berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006). Di beberapa negara lain,
penderita ADHD jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia.
Literatur mencatat, jumlah anak hiperaktif di beberapa negara 1:1 juta. Sedangkan
di Amerika Serikat jumlah anak hiperaktif 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena
bila dihitung dari 300 anak yang ada, 15 di antaranya menderita hiperaktif. "Untuk
Indonesia sendiri belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif
cenderung meningkat (Pikiran rakyat, 2009).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Khusus
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada anak dengan ADHD.

1.2.2 Tujuan Umum


1. Mahasiswa dapat memahami pengertian ADHD
2. Mahasiswa dapat memahami etiologi ADHD
3. Mahasiswa dapat memahami simptomatologi ADHD
4. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi ADHD
5. Mahasiswa dapat memahami komplikasi ADHD
6. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan ADHD
7. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan ADHD

1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu
memahami dan membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
ADHD (Attention Deficit Hiperaktivitas Disorder) serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Definisi
Kelainan hiperaktivitas kurang perhatian (ADHD) sering tampak sebelum
usia 4 tahun dan dikarakteristikan oleh ketidaktepatan perkembangan didak
perhatian, impulsif, hiperaktivitas. Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala
menetap dengan masa dewasa (DSM-III-R, 1987) (Townsend, Mary C. 1998)
Gangguan hiperkinetik atau biasa disebut dengan hiperaktif adalah
suatu gangguan yang terjadi pada anak dan dapat timbul pada masa perkembangan
dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama ketidakmampuan memusatkan
perhatian, hiperaktif dan impulsive (Prabowo, 2014).

2.1.2. Etiologi
2.1.2.1 FATOR PREDISPOSISI
1. Teori psikodonamika. Teori Mahler (1975) mengusulkan bahwa anak dengan
ADHD adalah tetap pada fase simbiotik dari perkembangan dan belum
membedakan diri dengan ibunya. Perkembangan ego mundur, dan
dimanifestasikan perilaku impulsif dan diperintahkan oleh id.
2. Teori biologia. DSM-III-R menyatakan bahwa abnormalitas sistem saraf pusat
(SSP), seperti adnya neurotoksin-neurotoksin, serebral palsi, epilepsi, dan
perilaku-perilaku neurologis yang menyimpang lainnya, disebut sebagai faktor
predisposisi. Lingkungan-lingkungan yang tidak teratur atau semrawut serta
penyiksaan dan pengabaian terhadap anak dapat merupakan faktor-faktor
predisposisi pada beberapa kasus.
3. Teori dinamika keluarga. Bowen (1978) mengusulkan bahwa bila ada
hubungan pasangan disfungsional, fokus dari gangguan dipindahkan pada
anak, dimana perilakunya lambat laun mulai mencerminkan pola-pola dari
gangguan fungsi sistem (Townsend, Mary C. 1998)

2.1.2.2 FAKTOR PENYEBAB


Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif, antara lain
adalah:
a. Faktor genetik
Anak laki-laki dengan ekstra kromosom Y yaitu XYY, kembar satu telur kebih
memungkinkan hiperaktif dibandingkan kembar satu telur.
b. Faktor neurologik
Penelitian menunjukkan anak hiperaktif lebih banyak disebabkan karena
gangguan fungsi otak akibat sulit saat kelahiran, penyakit berat, cedera otak.
c. Faktor lingkungan
Racun atau limbah pada lingkungan sekitar dapat menyebabkan hiperaktif
terutama keracunan timah hitam.
d. Faktor kultural dan psikososial
1) Pemanjaan-pemanjaan bisa juga disamakan dengan memperlakukan anak
terlalu manis, membujuk-bujuk makan dan sebagainya. Anak yang terlalu
dimanja akan memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya.
2) Kurang disiplin dan pengawasan
Anak yang kurang pengawasan/ disiplin cenderung akan melakukan
sesuatu dengan sesuka hatinya. Hal ini dikarenakan perilakunya kurang
dibatasi.
3) Orientasi kesenangan
Anak dengan kepribadian berorientasi pada kesenangan, pada umumnya
akan memiliki ciri-ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik
agak berbeda agar mau mendengarkan atau menyesuaikan diri (Prabowo,
2014)

2..1.3. Tanda Dan Gelaja


Simptomatologi (data subjektif dan objektif) DSM-III-R. Mengidentifikasi
tanda-tanda dan gejala-gejala ADHD berikut:
1. Seringkali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya menggeliat-
geliat.
2. Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan.
3. Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing.
4. Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatu permainan atau
keadaan didalam suatu kelompok.
5. Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang belum selesai disampaikan.
6. Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orangtua.
7. Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas atau
aktivitas-aktivitas bermain.
8. Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke kegiatan
lainnya.
9. Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang.
10. Senang berbicara dengan berlebihan.
11. Sering menyela atau mengganggu orang lain.
12. Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang dikatakan
kepadanya.
13. Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas-tugas atau
kegiatan-kegiatan di sekolah atau dirumah.
14. Sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang berbahaya secara fisik tanpa
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan akibatnya (mis, berlari-lari
di jalan raya tanpa melihat-lihat) (Townsend, Mary C. 1998)

2.1.4. Patofisiologi
Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan
konsentrasi. Sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Diagnostic and statistic of mental
disorders, edisi keempat (DSM IV) menggarisbawahi gejala perilaku spesifik
yang dapat diobservasi pada ketiga area ini. Gangguan yang paling sering
dijumpai adalah kurang konsentrasi dan perilaku hiperaktif. Impulsif. Meskipun
begitu, beberapa anak menunjukkan satu pola predominan, yaitu hiperaktif-
impulsif atau kurang konsentrasi.
Meskipun gejala kedua gangguan ini sudah ada sebelum umur 7 tahun,
diagnosis umumnya belum ditegakkan sampai anak itu masuk sekolah., saat
perilaku tersebut mengganggu fungsi akademik dan sosial anak. Pada saat itu anak
memasuki masa remaja, gejala yang dapat diobservasi menjadi kurang jelas.
Keresahan dan kegugupan mengganti aktivitas berlebihan yang ada pada masa
kanak-kanak. Remaja dengan gangguan ini sulit menuruti dan mengikuti aturan
dan harapan mengenai perilaku yang biasanya dijumpai di kalangan pendidikan
dan pekerjaan. Konflik dengan atasan juga dijumpai. Gejala dapat berlangsung
terus sampai masa dewasa. Individu demikian dapat digambarkan sebagai
seseorang yang “maju terus”. Selalu sibuk dan tidak dapat “ duduk diam “. Anak
dengan gangguan ini dapat menunjukkan kurangnya koordinasi sensorimotorik.,
kecerobohan, atau masalah dengan orientasi ruang/tempat. Kesulitan dijumpai di
sekolah dan di rumah. Suka mengacau, ledakan kemarahan, dan aktivitas motorik
tanpa tujuan sering menjengkelkan sesama kelompok sebaya dan keluarga.
Akibatnya, masalah sekunder seperti pertentangan, gangguan alam perasaan dan
kecemasan, serta masalah komunikasi sering terjadi. Proses pembelajaran dapat
terhambat karena ketidakmampuan yang kronis untuk menyelesaikan tugas-tugas
pendidikannya.
Meskipun tidak ada faktor etiologi tunggal yang menimbulkan gangguan
perilaku yang kompleks ini, riwayat medis menunnjukkan insidens gangguan ini
lebih tinggi pada anak-anak yang dianiaya atau ditelantarkan, terpejan obat
prenatal, berat badan lahir rendah, keracunan timah, ensefalitis, dan retardasi
mental (Betz, Cecily L.2002)

2.1.5. Komplikasi
1. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas.
2. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika (seringkali akibat abnormalitas konsentrasi).
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (seringkali akibat perilaku agresif
dan kata-kata yang diungkapkan) (Betz, Cecily L.2002)

2.1.6. Penatalaksanaan
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas
penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku orang tua, dan konseling keluarga.
Orangtua mungkin mengungkapkan kekhawatirannya tentang penggunaan obat.
Resiko dan keuntungan dari obat harus dijelaskan pada orang tua., termasuk
pencegah3ean skolastik dan gangguan sosial yang terus menerus karena
penggunaan obat-obat psikostimulan. Rating scale conners dapat digunakan
sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari pengobatan.
Psikostimulan- metilfenidat (Ritalin), amfetamin sulfat (Brnzedrine), dan
dekstroamfetamin sulfat (Dexadrine) dapat memperbaiki rentang perhatian dan
konsentrasi anak dengan meningkatkan efek paradoksial pada kebanyakan anak
dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini (Betz, Cecily L.2002)

2.1.6.1.Penanganan anak hiperaktif


Penanganan anak hiperaktif harus disesuaikan dengan gejala yang
muncul, dan perlu ditelusuri terlebih dahulufaktor penyebabnya, sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam penanganan. Karena jika anak hiperaktif ditangani dengan
cara yang salah, justru memperburuk keadaan anak hiperaktif. Ada beberapa jenis
yang bisa diterapkan padaanak hiperaktif, (Ferinand, 2007) sebagai berikut:
1. Terapi psikofarmakologis (terapi obat-obatan)
Terapi farmakologi anak dengan hiperaktif dapat diberikan stimulan yang
dipercaya meningkatkan produksi dopamine dan norepinephrine, yaitu
neurotransmiter otak yang penting untuk kemampuan memusatkan perhatian dan
mengontrol perilaku. Ritalin adalah salah satu obat stimulan yang paling banyak
diresepkan. Namun dengan terapi ini tidak bisa selamanya diberikan kepada anak
karena efek dari obat-obatan stimulan tersebut jika digunakan dalam jangka waktu
yang lama, akan mengakibatkan anak ketagihan dengan obat tersebut, karena
obat-obat tersebut fungsinya untuk menenangkan (obat penenang), dan jika
dosisnya berlebihan maka anak akan ketagihan secara terus menerus.
2. Terapi sosial kejiwaan (psikososial)
Ranagen (2005) mengemukakan salah satu bentuk penanganan untuk anak
hiperaktif adalah dengan modifikasi perilaku.
a. Biarkan anak mengetahui apa yang diharapkan sebelumnya. Anak dan orang
dewasa perlu saling berbagi pemahaman tentang perilaku apa yang dapat
diterima, apa yang tidak dapat diterima dan apa konsekuensi dari tiap macam
perilaku.
b. Pastikan bahwa semua penguatan atau hadiah adalah bermakna. Hadiah harus
berupa sesuatu yang benar-benar diinginkan anak. Selain itu hadiah haruslah
kecil dan sering diberikan.
c. Modifikasi perilaku harus dilakukan secara kontinue, penguatan juga harus
konsisten, hal ini tidak akan berhasil jika jarang dilakukan, dan jika
perilakunya tidak sama antara ibu dan ayahnya (Prabowo, 2014)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. pengkajian
Menurut Hidayat (2005) pengkajian perkembangan anak berdasarkan umur atau
usia antara lain:
1. Neonatus (0-28 hari)
a. Apakah ketika dilahirkan neonatus menangis ?
b. Bagaimana kemampuan memutar-mutar kepala ?
c. Bagaimana kemampuan menghisap ?
d. Kapan mulai mengangkat kepala ?
e. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya kemampuan untuk
mengikuti garis tengah bila kita memberikan respons terhadap jari atau
tangan) ?
f. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (menangis, bereaksi terhadap suara
atau bel) ?
g. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi (misalnya tersenyum dan
mulai menatap muka untuk mengenali seseorang ?

2. Masa bayi /Infant (28 – 1 tahun)


1. Bayi usia 1-4 bulan.

a. Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya mengangkat


kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang, dapat
duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk dipangkuan ketika disokong
pada posisi berdiri, komtrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil
berbaring terlentang, berguling dari terlentang ke miring, posisi lengan
dan tungkai kurang fleksi danm berusaha untuk merangkan) ?
b. Bagaimanan kemampuan motorik halus anak (misalnya memegang suatu
objek, mengikuti objek dari satu sisi ke sisi lain, mencoba memegang
benda dan memaksukkan dalam mulut, memegang benda tetapi terlepas,
memperhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan,
menagan benda di tangan walaupun hanya sebentar)?
c. Bagimana kemampuan berbahasan anak (kemampuan bersuara dan
tersenyum, dapat berbunyi huruf hidup, berceloteh, mulai mampu
mengucapkan kata ooh/ahh, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan
atau berekasi dengan mengoceh) ?
d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : mengamati
tangannya, tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak
tersenyum, mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman,
pendengaran dan kontak, tersenyum pada wajah manusia, walaupun tidur
dalams ehari lebih sedikit dari waktu terhaga, membentuk siklus tidur
bangun, menangis menjadi sesuatu yang berbeda, membedakan wajah-
wajah yang dikenal dan tidak dikenal, senang menatap wajah-wajah yang
dikenalnya, diam saja apabila ada orang asing) ?

2. Bayi Umur 4-8 bulan

a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya dapat


telungkup pada alas dan sudah mulau mengangkat kepala dengan
melakukan gerakan menekan kedua tangannya dan pada bulan keempat
sudah mulai mampu memalingkan ke kanan dan ke kiri , sudah mulai
mampu duduk dengan kepala tegak, sudah mampu membalik badan,
bangkit dengan kepala tegak, menumpu beban pada kaki dan dada
terangkat dan menumpu pada lengan, berayun ke depan dan kebelakang,
berguling dari terlentang ke tengkurap dan dapat dudu dengan bantuan
selama waktu singkat) ?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : sudah mulai
mengamati benda, mulai menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk
memegang, mengeksplorasi benda yangs edang dipegang, mengambil
objek dengan tangan tertangkup, mampu menahan kedua benda di kedua
tangan secara simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satu
kesatuan, memindahkan obajek dari satu tangan ke tangan yang lain) ?
c. Bagaimana kemampuan berbahasan anak (misalnya : menirukan bunyi
atau kata-kata, menolek ke arah suara dan menoleh ke arah sumber
bunyi, tertawa, menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak,
menggunakan kata yang terdiri dari dua suku kata dan dapat membuat
dua bunyi vokal yang bersamaan seperti ba-ba)?
d. Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (misalnya merasa
terpaksa jika ada orang asing, mulai bermain dengan mainan, takut akan
kehadiran orang asing, mudah frustasi dan memukul-mukul dengan
lengan dan kaki jika sedang kesal)?
3. Bayi Umur 8-12 bulan

a. Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya duduk tanpa


pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit terus berdiri, berdiri 2 detik
dan berdiri sendiri) ?
b. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya mencari dan
meraih benda kecil, bila diberi kubus mampu memindahkannya, mampu
mengambilnya dan mampu memegang dengan jari dan ibu jari,
membenturkannya dan mampy menaruh benda atau kubus ketempatnya)?
c. Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mulai
mengatakan papa mama yang belum spesifik, mengoceh hingga
mengatakan dengan spesifik, dapat mengucapkan 1-2 kata)?
d. Bagaimana perkembangan kemampuan adaptasi sosial anak (misalnya
kemampuan bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah mulai minum
dengan cangkir, menirukan kegiatan orang lain, main-main bola atau
lainnya dengan orang) ?

3. Masa Toddler

a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: mampu


melanhkah dan berjalan tegak, mampu menaiki tangga dengan cara satu
tangan dipegang, mampu berlari-lari kecil, menendang bolan dan mulai
melompat)?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : mencoba
menyusun atau membuat menara pada kubus)?
c. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (misalnya : memiliki sepuluh
perbendaharaan kata, mampu menirukan dan mengenal serta responsif
terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar,
mampu mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukkan
lambaian anggota badan) ?
d. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi sosial (misalnya:
membantu kegiatan di rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi
serta mencoba memakai baju) ?

4. Masa Prasekolah (Preschool)

a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: kemampuan


untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan satu
kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki, menjelajah, membuat posisi
merangkan dan berjalan dengan bantuan) ?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : kemampuan
menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian,
memilih garis yang lebih panjang dan menggambar orang, melepas objek
dengan jari lurus, mampu menjepit benda, melambaikan tangan,
menggunakan tangannya untuk bermain, menempatkan objek ke dalam
wadah, makan sendiri, minum dari cangkir dengan bantuan
menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan jari, membuat
coretan diatas kertas)?
c. Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mampu
menyebutkan empat gambar, menyebutkan satu hingga dua warna,
menyebutkan kegunaan benda, menghitung atau mengartikan dua kata,
mengerti empat kata depan, mengertio beberapa kata sifat dan
sebagainya, menggunakan bunyi yntum mengidentifikasi objek, orang
dan aktivitas, menirukan bebagai bunyi kata, memahami arti larangan,
berespons terhadap panggilan dan orang-orang anggota keluarga dekat)?
d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : bermain
dengan permainan sederhana, menagis jika dimarahi, membuat
permintaan sederhana dengan gaya tubuh, menunjukkan peningkatan
kecemasan terhadap perpisahan, mengenali anggota keluarga) ?

5. Masa school age

a. Bagaimana kemampuan kemandirian anak dilingkungan luar rumah ?


b. Bagaimana kemampuan anak mengatasi masalah yang dialami
disekolah ?
c. Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (menyesuaikan dengan
lingkungan sekolah)?
d. Bagaimana kepercayaan diri anak saat berada di sekolah ?
e. Bagaimana rasa tanggung jawab anak dalam mengerjakan tugas di
sekolah?
f. Bagaimana kemampuan anak dalam berinteraksi sosial dengan teman
sekolah ?
g. Bagaimana ketrampilan membaca dan menulis anak ?
h. Bagaimana kemampua anak dalam belajar di sekolah ?
6. Masa adolensence

a. Bagaimana kemampuan remaja dalam mengatasi masalah yang dialami


secara mandiri ?
b. Bagaimanan kemampuan remaja dalam melakukan adaptasi terhadap
perubahan bentuk dan fungsi tubuh yang dialami ?
c. Bagaimana kematangan identitas seksual ?
d. Bagaimana remaja dapat menjalankan tugas perkembangannya sebagai
remaja ?
e. Bagaiman kemampuan remaja dalam membantu pekerjaan orang tua di
rumah (misalnya membersihkan rumah,memasak) ?

Menurut Videbeck (2008) pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt


Hiperactivity Disorder (ADHD) antara lain :

1. Pengkajian riwayat penyakit


a. Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami
masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak
berusia todler atau masuk sekolah atau day care.
b. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang
utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau
bahkan perilaku yang membahayakan di rumah.
c. Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi
perilaku anak.
d. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan
anak atau mengubah perilaku anak dans emua itu sebagian besar tidak
berhasil.
2. Penampilan umum dan perilaku motorik
a. Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat serta bergoyang-
goyang saat mencoba melakukannya.
b. Anak mungkin lari mengelilingi ruangan dari satu benda ke benda lain
dengan sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c. Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan
suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan
berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d. Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik
yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tahap perkembangannya
3. Mood dan Afek
a. Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau temper tantrum.
b. Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c. Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak
memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d. Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan
dan kemarahan

4. Proses dan isi pikir


Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk
mengkaji anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tahap
perkembangan

5. Sensorium dan proses intelektual


a. Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi
seperti halusinasi.
b. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi
tergangguan secara nyata.
c. Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau
3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
d. Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya
tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau
tidak dapat berhenti memikirkan sesuati.
e. Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang
mampu menyelesaikan tugas

6. Penilaian dan daya tilik diri


a. Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang buruk
dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
b. Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan impulsif,
seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi.
c. Meskipun sulit untuk mengkaji penilaian dan daya tilik pada anak kecil.
d. Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika
dibandingkan dengan anak seusianya.
e. Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama
sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
f. Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang menyukaiku di
sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan
perilaku mereka sendiri.

7. Konsep diri
a. Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapis ecara umum
harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b. Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat mempunyai banyak
teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka
biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c. Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai
orang yang buruk dan bodoh

8. Peran dan hubungan


a. Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademik maupun sosial.
b. Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang menyebabkan
perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
c. Orang tua sering menyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan
berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan
diterapi.
d. Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan
yang terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik,
bahkan memukul orang tua atau merusak barang-barang miliki keluarga.
e. Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik.
f. Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh
atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami
ADHD yang meningkatkan penolakan anak.

9. Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri


Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak
meluangkan waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk
selama makan. Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga
merupakan masalah yang terjadi. Jika anak melakukan perilaku ceroboh atau
berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera fisik.
2. diagnosa keperawatan
1) Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan proses pikir.
2) Resiko cedera berhubungan dengan ketidakmampuan mendeteksi bahaya.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif
4) Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi
/koping idividu tidak efektif.
5) Ketidakefektifankoping individu berhubungan dengankelainan fungsi
darisystem keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta
penganiayaan dan penelantaran anak (Nurhayati, 2015)

3. intervensi

Dx 1 : kerusakan interaksi social berhubungan dengan perubahan proses pikir.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan interaksi sosial
berjalan baik.
KH:
1. Interaksi dengan teman.
2. Interaksi dengan tetangga
3. Interaksi dengan keluarga
4. Ikut serta dalam aktivitas luang
5. Ikut serta dalam aktivitas sukarela
Intervensi:
1. Anjurkan klien dalam membangun hubungan teman, keluarga.
R/ membangun hubungan dengan teman dan keluarga dapat memberikan stimulus
pada anak untuk berinteraksi.
2. Anjurkan beraktivitas sosial dan komunitas
R/ aktivitas sosial dan komunitas dapat membentuk perilaku anak yang positif.
3. Anjurkan penggunaan komunikasi verbal
R/ penggunaan komunikasi verbal mengajarkan anak untuk berkomunikasi
dengan baik.
4. Berikan tanggapan positif ketika klien bergaul dengan yang lain
R/ tanggapan positif pada anak dapat menimbulkan rasa percaya diri anak dalam
bergaul dengan orang lain.
5. Anjurkan merencanakan kelompok kecil untuk aktivitas tertentu
R/ kelompok kecil dapat memberikan stimulus pada anak dalam berinteraksi
dengan baik.
Dx2 : Resiko cedera berhubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan
mendeteksi bahaya.
Tujuan : Anak tidak akan melukai diri sendiri atau orang lain dan dapat
mendeteksi bahaya.
KH :

1. Kecemasan dipertahankan pada tingkat di mana pasien merasa tidak perlu


melakukan agresi.

2. Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan-perasaan yang sebenarnya.

3. Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan konsekuensi


dari perilaku maladaptif diri sendiri.

Intervensi:

1. Amati perilaku anak secara sering. Lakukan hal ini melalui aktivitas sehari-
hari dan interaksi untuk menghindari timbulnya rasa waspada dan kecurigaan
R/ Anak-anak pada risiko tinggi untuk melakukan pelanggaran memerlukan
pengamatan yang seksama untuk mencegah tindakan yang membahayakan bagi
diri sendiri atau orang lain
2. Amati terhadap perilaku-perilaku yang mengarah pada tindakan bunuh diri
R/ Peryataan-pernyataan verbal seperti "Saya akan bunuh diri, " atau "Tak lama
ibu saya tidak perlu lagi menyusahkan diri karena saxa" atau perilaku-perilaku
non verbal seperti memnbagi-bagikan barang-barang yang disenangi, alam
perasaan berubah. Kebanyakan anak yang mencoba untuk bunuh diri telah
menyampaikan maksudnya, baik secara verbal atau nonverbal.
3. Dapatkan kontrak verbal ataupun tertulis dari anak yang menyatakan
persetujuannya untuk tidak mencelakaka diri sendiri dan menyetujui untuk
mencari staf pada keadaan dimana pemikiran kearah tersebut timbul
R/ Diskusi tentang perasaan-perasaan untuk bunuh diri dengan seseorang yang
dipercaya memberikan suatu derajat perasaan lega pada anak. Suatu perjanjian
membuat permasalahan menjadi terbuka dan menempatkan beberapa tanggung
jawab bagi keselamatan dengan anak. Suatu sikap menerima anak sebagai
seseorang yang patut diperhatikan telah disampaikan.
4. Bantu anak mengenali kapan kemarahan terjadi dan untuk menerima perasaan-
perasaan tersebut sebagai miliknya sendiri. Apakah anak telah menyimpan
suatu : buku catatan kemarahan" dimana catatan yang dialami dalam 24 jam
disimpan.
R/ Informasi mengenai sumber tambahan dari merahan, respon perilaku dan
persepsia nak terhadap situasi juga harus dicatat. Diskusikan asupan data
dengan anak, anjurkan juga respons-respons perilaku alternatif yang
diidentifikasi sebagai maladaptif.
5. Singkirkan semua benda-benda yang berbahaya dari lingkungan anak
R/ Keselamatan fisik anak adalah prioritas dari keperawatan.
6. Berikan obat-obatan penenang sesuai dengan pesanaan dokter atau dapatkan
pesanaan jika diperlukan. Pantau kefektifan obat-obatan dan efek –sfek
samping yang merugikan
R/ Obat-obatan antiansietas (misalnya diazepam, klordiazepoksida,
alprazolam) memberikan perasaan terbebas dari efek-efek imobilisasi dari
ansietas dan memudahkan kerjasama anak dengan terapi.

Dx3 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif


Tujuan : Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7
jamn setiap malam.
KH:
1. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
2. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat

3. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai 7
jam tanpa terbangun

Intervensi :

1. Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu tidur


R/ Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan
2. Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan dengan
rasa takut dan ansietas-ansietas tertentu
R/ Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur anak
sehingfga perlu diidentifikasi penyebabnya
3. Duduk dengan anak sampai dia tertidur
R/ kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman
4. Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein dihilangkan
dari diet anak
R/ Kafein adalah stimulan SSP yang dapat mengganggu tidur
5. Berikan sarana perawatan yang membantu tidur (misalnya : gosok punggung,
latihan gerak relaksasi dengan musik lembut, susu hangat dan mandi air
hangat)
R/ Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan membuat bisa tidur
6. Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya deviasi dari jadwal ini
R/ Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus rutin dari
istirahat dan aktivitas
7. Beri jaminan ketersediaan kepada anak jika dia terbangun pada malam hari
dan dalam keadaan ketakutan
R/ Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman

Dx4: Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi
/koping idividu tidak efektif.
Tujuan :Anak memperlihatkan perasaan-perasaan nilai diri yang meningkat saat
pulang, ditandai dengan
KH:
1. Mampu mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa memperlihatkan rasa
takut yang ektrim terhadap kegagalan.
Intervensi:
1. Pastikan bahwa sasaran-sasaran yang akan dicapat adalah realistis
R/ Hal ini penting bagi pasien untuk mencapai sesuatu, maka rencana untuk
aktivitas-aktivitas di mana kemungkinan untuk sukse adalah mungkin dan
kesuksesan ini dapat meningkatkan harga diri anak
2. Sampai kan perhartian tanpa syarat bagi pasien
R/ Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadap anak sebagai makhluk hidup
yang berguna dapat meningkatkan harga diri
3. Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada satu ke satu basis dan pada
aktivitas-aktivitas kelompok
R/ Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa dia
berharga bagi waktu anda
4. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari diri anak
R/ Aspek positif yang dimiliki anak dapat mengembangkan rencana-rencana
untuk merubah karakteristik yang dilihatnya sebagai hal yang negatif.
5. Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu
mekanisme sikap defensif
R/ Memberikan bantuan yang positif bagi identifikasi amsalah dan
pengembangan dari perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif. Penguatan
positif membantu meningkatkan harga diri dan meningkatkan penggunaan
perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh pasien.
6. Memberikan dorongan dan dukungan kepada pasien dalam menghadapi
rasa takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan
melaksanakan tugas-tugas baru dan berikan pengakuan tentang kerja keras
yang berhasil dengan penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan
R/ Pengakuan dan pengyatan positif meningkatkan harga diri
7. Beri umpan balik positif kepada klien jika melakukan perilaku yang
mendekati pencapaian tugas
R/ Pendekatan ini yang disebut shaping adalah prosedur perilaku ketika
pendekatan yang beturut-turut akan perilaku yang diinginkan, dikuatkan
secara positid. Hal ini memungkinkan untuk memberikan penghargaan
kepada klien saat ia menunjukkan harapan yang sebenarnya secara bertahap.

Dx5: Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengankelainan fungsi dari


system keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan
penelantaran anak.
Tujuan : Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang
sesuai dengan umur dan dapat diterima sosial.
KH:
1. Anak mampu penundaan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa terpaksa
untuk menipulasi orang lain.
2. Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat diterima
secara sosial.
3. Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping alternatif
yang dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup dari yang ia
rencanakan untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa
frustasi.
Intervensi:
1. Pastikan bahwa sasaran-sasarannya adalah realistis.
R/ Penting untuk anak untuk nmencapai sesuatu, maka rencana untuk aktivitas-
aktivitas di mana kemungkinan untuk sukses adalah mungkin. Sukses
meningkatkan harga.
2. Sampaikan perhatian tanpa syarat pada anak.
R/ Komunikasi dari pada penerimaan Anda terhadapnya sebagai makhluk hidup
yang berguna dapat meningkatkan harga.
3. Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada satu ke satu basis dan pada
aktivitas-aktivitas kelompok.
R/ Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa ia berharga
untuk waktu anda.
4. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positis dari dan dalam
mengembangkan rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang
melihatnya sebagai negatif.
R/ Identifikasi aspek-aspek positif anak dapat membantu mengembangkan aspek
positif sehingga memiliki koping individu yang efektif.
5. Bantu anak mengurangi penyangkalan sebagai suatu mekanisme bersikap
membela.
R/ Penguatan ypositif membantu meningkatkan harga diri dan meningkatkan
penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh anak.
6. Beri pengakuan tentang kerja keras yang berhasil dan penguatan positif
untuk usaha-usaha yang dilakukan.
R/ Pengakuan dan penguatan positif meningkatkan harga diri.

5. implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jenis tindakan pada
implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan / kolaborasi,
dan tindakan rujukan / ketergantungan.Implementasi tindakan keperawatan
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.

6. evaluasi
1. Resiko cedera berhubungan dengan impulsivitas, ketidakmampuan
mendeteksi bahaya dapat teratasi dengan criteria hasil :
a. Kecemasan dipertahankan pada tingkat di mana pasien merasa tidak perlu
melakukan agresi.
b. Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan-perasaan yang
sebenarnya.
c. Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan
konsekuensi dari perilaku maladaptif diri sendiri.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif dapat
teratasi dengan criteria hasil :
a. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur
b. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
c. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai
7 jam tanpa terbangun

3. Harga diri rendah berhubungan dengan sistem keluarga yang disfungsi


/koping idividu tidak efektif dapat teratasi dengan criteria hasil:
a. Mampu mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri
b. Anak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa memperlihatkan
rasa takut yang ektrim terhadap kegagalan.
DAFTAR PUSTAKA

Townsend, Mary C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Di Keperawatan


Psikiatri. Edisi 3. Jakarta : EGC

Betz, Cecily L dan Sowden Linda. A.2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi
3. Jakarta: EGC

Nurhayati, Hanik Endang. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.


Jakarta : Salemba Medika

Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Ardi, 20013. Askep Anak dengan ADHD. Dalam http://blogger-
ardi30.blogspot.com/2013/04/askep-anak-dengan-attention- deficyt.html
Santya, Kadek. 2012. “Askep Anak Hiperaktif” dalam
http://kadeksantya.blogspot.com/2012/05/contoh-askep-anak-hiperaktif.html

Heri, 2012. Asuhan Keperawatan Anak dengan Hiperaktif. From:


http://mydocumentku.blogspot.com/2017/03/asuhan-keperawatan-anak-
dengan_8226.html [diakses: 27 maret 2017]

Anda mungkin juga menyukai