BK2012 395 PDF
BK2012 395 PDF
REPUBLIK INDONESIA
616.44
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat
p Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Pedoman skrining hipotiroid kongenital. -
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2012
ISBN 978-602-235-203-7
Penasehat
dr. Kirana Pritasari, MQIH
(Direktur Bina Kesehatan Anak)
Penanggung Jawab
Fajar Hardianto, SKM, M.Kes
(Kasubdit Bina Kewaspadaan Penanganan Balita Berisiko)
Kontributor
dr.Diet S. Rustama, Sp.A (K)
Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A (K)
Dr. dr. Ina S Timan, Sp.PK (K)
dr. Erwin P. Soenggoro, Sp.A (K)
dr Aris Primadi, Sp.A(K)
dr. Indra Sugiarno, Sp.A
Dra. Ely Rosilawati, Apt. MH.Kes
dr. Eni Gustina, MPH
Trisno Mulyono, SKM, MA
dr. Nida Rohmawati, MPH
Nur Sadji, SKM
drg. Siti Kadarsih
Ika Permatasari, Amd
Robbuatun Najihah, SKM
Anggota Pokjanas Skrining Bayi Baru Lahir
Tim editor
dr. Farsely Mranani
dr. Maria Sondang Margaret
i
KATA PENGANTAR
Setiap ora g tua tentu mendambakan anak-anak yang sehat
dan berkualitas . krining Bayi Baru Lahir akan mendeteksi dini
kelainan / penyakit bawaan sehingga dengan diagnosis dan
penanganan seca rEi dini , anak dapat hidup sehat , berkembang
secara optimal clan berkualitas.
I
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
Advokasi Upaya pencerahan / anjuran / sokongan
/pembelaan
American Thyroid Perkumpulan ahli-ahli tiroid Amerika
Association
Barcoding. Penanda/ kode berbentuk garis
BBL Bayi Baru Lahir
Burik Keadaan kulit dengan warna yang tidak rata,
tampak bintik bercak menyeluruh
Data demografi data yang berhubungan dengan status
kependudukan , misalnya alamat tempat
tinggal
Diagnosis etiologik Diagnosis berdasarkan penyebab penyakit
Disgenesis tiroid Keadaan tidak terbentuknya kelenjar tiroid
DPJP Dokter penanggung jawab pelayanan
EIA Enzyme Immuno Assay
ELISA : Enzyme-linked Immunosorbent Assay, teknik
pemeriksaan menggunakan enzim dan
pewarnaan
Eutiroid Keadaan hormon tiroid dalam kadar normal
FEIA Fluorescence Enzyme Immuno Assay
FT4 Free Thyroxine - Tiroksin yang beredar
bebas, tidak terikat protein pembawa
Hipertiroidisme Kondisi meningkatnya fungsi kelenjar tiroid,
sehingga produksi tiroksin meningkat
Hipotiroidisme Kondisi menurunnya fungsi kelenjar tiroid,
sehingga produksi tiroksin menurun
Hipotoni Keadaan otot yang tonus/kontraksinya
menurun /lemah
HTA Health Technology Assessment , penilaian
terhadap pengembangan teknologi kesehatan
IAEA International Atomic Energy Agency, badan
tenaga atom internasional yang
menyumbang reagens untuk proyek
pendahuluan
IBI Ikatan Bidan Indonesia
III
ICCIDD International Council for Control of Iodine
Deficiency Disorders, lembaga yang
melakukan promosi pemberian iodium dan
usaha penanganan gangguan akibat
kekurangan iodium
IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia
IPM Indeks Pembangunan Manusia , standar yang
menjadi acuan untuk menentukan tingkat
kesejahteraan masyarakat.
K3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kongenital Bawaan
Konstipasi Keadaan sukar buang air besar ; sembelit
KPP&PA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
Miksedema Pembengkakan seluruh tubuh karena
gangguan tiroid
Morbiditas Berhubungan dengan kesakitan
Mortalitas Berhubungan dengan kematian
Patklin Patologi Klinik
PDUI Perhimpunan Dokter Umum Indonesia
PERISTI Perinatal resiko tinggi
POGI Perkumpulan Obsteri dan Ginekologi
Indonesia
PPNI Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Presumptive Pengelompokan / kiasifikasi berdasarkan
classification dugaan adanya HK
PTU Propylthiouracil, yaitu obat yang digunakan
untuk mengatasi hipertiroidisme
T4 Tetraiodothyronine/Thyroxine, hormon yang
dikeluarkan kelenjar tiroid
Thyroid stimulating Imunoglobulin terhadap hormon TSH
immunoglobulin
TRH Thyroid Releasing Hormone, hormon yang
menyebabkan keluarnya hormon tiroksin dari
kelenjar tiroid
TSH receptor Antibodi terhadap reseptor Thyroid
antibody Stimulating Hormone (hormon yang
memancing produksi kelenjar tiroid)
iv
DAFTAR ISI
Tim Penyusun ............................................................... i
Kata Pengantar .............................................................. ii
Daftar Istilah dan singkatan .............................................. iii
Daftar isi ...................................................................... v
Daftar Lampiran ............................................................. vii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ........................................... 1
B. SEJARAH ....................................................... 2
C. HK DI INDONESIA ............................................ 2
D. TUJ UAN ............................................................ 3
1. Tujuan Umum ............................................... 3
2. Tujuan Khusus .............................................. 3
BAB II. KERANGKA TEORI ............................................. 4
A. HIPOTIROID KONGENITAL ................................ 4
B. EPIDEMIOLOGI ................................................ 5
BAB III. PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN ........... 7
A. KOMUNIKASI, INFORMASI , DAN EDUKASI........... 7
1. Profesi Kesehatan .......................................... 7
2. Orang Tua dan Masyarakat .............................. 8
3. Pengambil Kebijakan ...................................... 9
B. PROSES SKRINING ......................................... 9
1. Persiapan ................................................... 9
a. Persetujuan ( informed consent ) .................... 9
b. Penolakan ( dissent consent/refusal consent)... 9
2. Pengambilan Spesimen .................................. 10
a. Waktu (Timing) Pengambilan Darah .............. 10
b. Data/Identitas Bayi .................................... 10
c. Metode dan Tempat Pengambilan Darah ...... 13
d. Pengiriman / Transportasi Spesimen ............. 18
e. Proses Skrining Di Laboratorium ................... 19
f. Kesalahan dalam Pengambilan Spesimen ...... 22
g. Pencatatan Dan Pelaporan .......................... 23
C. TINDAK LANJUT HASIL SKRINING ........................ 24
1. Koordinasi Kegiatan Skrining ............................ 24
2. Hasil Tes ....................................................... 25
v
3. Pencat tan dan Dokumentasi .......................... 26
4. Hal Lai yang Perlu Diperhatikan ..................... 26
D. DIAGNOS S DAN PENGOBATAN .......................... 27
1. Diagno is .................................................... 27
2. Tindak n Setelah Diagnosis ............................. 27
a. Re- namnesis .......................................... 27
b. Pe riksaan Fisik ..................................... 27
c. Pe riksan Penunjang ............................... 28
3. Pengo tan ................................................. 29
4. Penjela an ................................................... 29
E. PEMANT UAN ................................................ 30
1. Jadwal emantauan TSH dan T4/FT4 ................ 30
2. Target Mai TSH, T4 dan FT4 ........................... 31
3. Pemant uan Lainnya ..................................... 31
F. SKRINING BAYI BARU LAHIR PADA BAYI
PREMATU , BBLR DAN BAYI SAKIT .................... 32
1. Status ndokrin pada Bayi Prematur .................. 32
2. Rekom ndasi ................................................ 33
a. Pen ambilan spesimen pada saat masuk
rua g perawatan intensif BBL ..................... 34
b. Pen ambilan antara 48 - 72 jam umur bayi... 34
c. Pen ambilan spesimen pada bayi umur
28 ri ................................................... 34
BAB IV . PENGORG NISASIAN SKRINING BAYI BARU LAHIR
DI PROVIN I DAN KABUPATEN /KOTA .................. 35
A. KEPESER AAN ................................................ 35
B. PERAN P VINSI ............................................. 35
C. PERAN KA UPATEN ......................................... 36
D. PELAPOR N DAN EVALUASI ............................. 36
LAMPIRAN .................................................................. ix
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. SEJARAH
Pada tah n 1972 sarjana Fisher DA dkk, memulai program
skrining hipotiroid kongenital di Amerika Utara. Dari hasil skrining
1.046.362 bayi d pat diselamatkan 277 bayi dengan HK, kelainan
primer sebanya 246 (1: 4.254 kelahiran) dan 10 bayi dengan
hipotiroid sentra (1: 68.200 kelahiran). Dari pemantauan
menunjukkan den an pengobatan memadai sebelum umur I bulan,
anak-anak terseb tumbuh normal.
Melihat keb hasilan tersebut, program skrining HK pada bayi
baru lahir menye ar ke seluruh dunia terutama di negara maju.
Negara-negara A EAN sebagian besar sudah melakukan skrining
bayi baru lahir sebagai program nasional seperti Thailand,
Singapura, Malay ia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Vietnam.
Demikian juga den an Hongkong, Korea dan Taiwan.
Dalam rkshop on National Neonatal Screening for
Congenital Hypo yroidism pada bulan Mei 1999, disepakati
konsensus untuk engembangkan program regional skrining HK
Pertemuan ini di adiri oleh perwakilan dari Korea, Malaysia,
Vietnam, Myanma , Philipina, Mongolia, China, Thailand, Pakistan,
Bangladesh dan I donesia.Kesepakatan tersebut diperkuat dengan
disusunnya perny taan bersama pada Workshop on Consolidating
Newborn Screenin Efforts in the Asia Pacific Region, pada tahun
2008 di Cebu (Ce u Declaration)
C. HK DI INDONESIA
Sebagai lanjutan dari jejaring regional, dengan bantuan
IAEA (Internationa Atomic Energy Agency), dilakukan skrining HK di
dua laboratorium yaitu di RS Dr Hasan Sadikin (RSHS) dan RS
Cipto Mangunkus mo (RSCM). Dari tahun 2000 - 2005 telah di
skrining 55.647 b i di RSHS dan 25.499 bayi di RSCM, dengan
angka kejadian 1 : 528 kelahiran.
Dalam Ko vensi Health Technology Assessment (HTA)
tahun 2006, Depk menyetujui Skrining HK untuk semua bayi baru
lahir. Program p ndahuluan telah dimulai di 7 propinsi, yaitu
Sumbar, DKI Jaka a, Jabar, Jateng, Jatim, Bali dan Sulsel. Sampai
2
tahun 2009 telah diskrining 171.825 bayi dengan kasus HK 48
(1 : 3850).
Data yang dikumpulkan oleh Unit Koordinasi Kerja
Endokrinologi Anak dari beberapa rumah sakit di Jakarta , Bandung,
Yogyakarta , Palembang , Medan, Banjarmasin , Solo, Surabaya,
Malang , Denpasar, Makassar, dan Manado , ditemukan 595 kasus
HK yang ditangani selama tahun 2010. Sebagian besar kasus ini
terlambat didiagnosis sehingga mengalami gangguan pertumbuhan
dan perkembangan motorik serta gangguan intelektual.
Pengamatan hasil intervensi skrining HK dari beberapa rumah
sakit di Bandung menunjukkan bahwa dengan pemberian hormon
tiroid dalam minggu - minggu pertama kehidupan, penderita memiliki
harapan untuk tumbuh dan berkembang secara normal . Penelitian
di Belanda menunjukkan bahwa sebelum diberlakukannya SHK,
penderita HK mempunyai IQ di bawah 70 . Sementara, setelah
diberlakukan program SHK, anak-anak dengan HK rata-rata
mempunyai IQ 95 -105.
D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Terlaksananya sistem pelayanan Skrining Hipotiroid Kongenital
(SHK) pads bayi baru lahir (BBL) di seluruh Indonesia
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan
SHK bagi tenaga kesehatan.
b. Terintegrasinya pelayanan SHK
3
BAB II
KERANGKA TEORI
A. HIPOTIROID K NGENITAL
Hipotiroid ongenital (HK) adalah kekurangan hormon tiroid
pada bayi baru I hir. Hormon Tiroid, Tiroksin (T4), merupakan
hormon yang dip duksi oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok).
Pembentukannya memerlukan mikronutrien iodium. Hormon ini
berfungsi untuk engatur produksi panas tubuh, metabolisme,
pertumbuhan tulan , kerja jantung, syaraf, serta pertumbuhan dan
perkembangan of k. Dengan demikian hormon ini sangat penting
peranannya pads ayi dan anak yang sedang tumbuh. Kekurangan
hormon tiroid p da bayi dan masa awal kehidupan, bisa
mengakibatkan ha batan pertumbuhan (cebol) dan retardasi mental
(keterbelakangan mental).
Perjalanan hormon tiroid dalam kandungan dapat dijelaskan
sebagai berikut. elama kehamilan, plasenta berperan sebagai
media transportas elemen-elemen penting untuk perkembangan
janin. Thyroid releasing hormone (TRH) dan iodium yang berguna
untuk membantu p mbentukan hormon tiroid (HT) janin bisa bebas
melewati plasenta demikian juga hormon tiroksin (T4). Namun
disamping itu, ele en yang merugikan tiroid janin seperti antibodi
(TSH receptor antibody) dan obat anti tiroid yang dimakan ibu jugs
dapat melewati lasenta. Sementara TSH, yang mempunyai
peranan penting d lam pembentukan dan produksi HT, justru tidak
bisa melewati plan nta. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
keadaan hormon ti oid dan obat-obatan yang sedang dikosumsi ibu
sangat berpengaru terhadap kondisi hormon tiroid janinnya.
HK pads BL dapat bersifat menetap (permanen) maupun
transien. Disebut s bagai HK transien bila setelah beberapa bulan
atau beberapa t hun sejak kelahiran, kelenjar tiroid mampu
memproduksi send ri hormon tiroidnya sehingga pengobatan dapat
dihentikan. Berbe a dengan HK permanen yang membutuhkan
pengobatan seum hidup dan penanganan khusus sehingga akan
menjadi beban kel rga dan negara.
Pengaruh ormon tiroid ibu yang didapat bayi saat masa
kehamilan inilah y g menyebabkan HK secara klinis sulit dideteksi
segera setelah lah . Bayi baru lahir yang menderita HK umumnya
4
(90%) tidak memperlihatkan gejala. Kalaupun ada gejalanya tidak
spesifik. Seperti: ikterus berkepanjangan, hipotermi, minum sering
tersedak dengan kesulitan bernapas, napas berbunyi, ataupun
hidung tersumbat.
Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka bayi akan
mengalami kecacatan yang sangat merugikan kehidupan berikutnya.
Anak akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik secara
keseluruhan, dan yang paling menyedihkan adalah perkembangan
mental terbelakang yang tidak bisa dipulihkan.
Tanpa pengobatan, gejala akan semakin tampak dengan
bertambahnya usia. Gejala yang muncul antara lain : lidah menjadi
tebal (makroglosi), suara serak, hipotoni, hernia umbilikalis,
konstipasi, perut buncit, tangan dan kaki teraba dingin, disertai
miksedema (gambar 1). Jika sudah muncul gejala klinis, berarti telah
terjadi retardasi mental.
Untuk itu penting sekali dilakukan SHK pada semua bayi
baru lahir sebelum timbulnya gejala klinis diatas, karena makin lama
gejala makin berat. Hambatan pertumbuhan dan perkembangan
lebih nyata dan pada umur 3-6 bulan gejala khas hipotiroid menjadi
lebih jelas. Perkembangan mental semakin terbelakang, terlambat
duduk dan berdiri serta tidak mampu belajar bicara.
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi HK sangat bervariasi antar negara. Perbedaan
ini dipengaruhi pula oleh perbedaan etnis dan ras. Prevalensi HK
pada orang Jepang adalah 1:7.600, sedangkan pada populasi kulit
hitam sangat jarang. Prevalensi HK di Inggris menunjukkan kejadian
yang lebih tinggi pada anak-anak keturunan Asia. Sedangkan
berdasarkan jenis kelamin, angka kejadian HK dua kali lebih tinggi
pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Di
seluruh dunia prevalensi HK diperkirakan mendekati 1:3000 dengan
kejadian sangat tinggi di daerah kekurangan iodium, yaitu 1:900.
Di negara-negara Asia, angka kejadian di Singapura
1:3000-3500, Malaysia 1:3026, Filipina 1:3460, HongKong 1:2404.
Angka kejadian lebih rendah di Korea 1:4300 dan Vietnam 1:5502.
Proyek pendahuluan di India menunjukkan kejadian yang lebih
tinggi di India, 1:1700 dan di Bangladesh 1:2000. Dari tahun 2000-
5
2005 telah di skri ing 55.647 bayi di RSHS dan 25.499 bayi di
RSCM, dengan an ka kejadian 1:3528 kelahiran.
Bila diasu sikan rasio angka kejadian HK adalah 1:3000
dengan proyeksi a gka kelahiran adalah 5 juta bayi per tahun, maka
diperkirakan >160 bayi dengan HK akan lahir tiap tahun. Tanpa
upaya deteksi dan terapi dini maka secara kumulatif keadaan ini
akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di
kemudian hari clan akan menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang besar pada rriasa mendatang.
Di Indonesia, skrining neonatal HK saat ini belum
merupakan program nasional. Telaah rekam medis di klinik endokrin
anak RSCM dan RSHS menunjukkan bahwa lebih dari 70%
penderita HK didia nosis setelah umur 1 tahun. Hanya 2,3% yang
bisa dikenali sebel m umur 3 bulan. Dengan demikian deteksi dini
melalui skrining p da BBL sangat penting dan bayi bisa segera
mendapatkan peng batan.
Tujuan um um pengobatan HK adalah menjamin agar anak
mampu mencapai pertumbuhan dan perkembangan mental
mendekati potensi genetiknya. Keadaan ini bisa dicapai dengan
mengembalikan F r4 dan TSH dalam rentang normal dan
mempertahankan tatus klinis dan biokimiawi dalam keadaan
eutiroid (tiroid nor al). Apapun penyebabnya, terapi sulih hormon
dengan (pil tiroksin L-thyroxine harus secepatnya diberikan begitu
diagnosis ditegakka .
6
BAB III
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Skrining BBL bukan hanya melakukan tes laboratorium
tetapi merupakan suatu sistem dengan mengintegrasikan
proses/prosedur maupun individu yang terlibat. Sistem Skrining BBL
ini bertanggung jawab terhadap staf rumah sakit/puskesmas,
petugas kesehatan, orangtua dan masyarakat, juga membuat
protokol tindak lanjut hasil tes, diagnosis dan tatalaksana kelainan
yang diderita.
Komponen yang sangat penting dalam sistem skrining BBL
adalah:
(A) KIE (komunikasi,informasi dan edukasi)
(B) Proses skrining
(C) Tindak lanjut hasil skrining
(D) Diagnosis
(E) Tatalaksana
(F) Evaluasi program
1. Profesi Kesehatan
KIE merupakan komponen yang penting terutama pada
awal pelaksanaan skrining neonatal. Tenaga kesehatan yang
berhubungan Iangsung dengan BBL dan orangtuanya yaitu
dokter kebidanan, dokter anak, dokter umum, bidan dan perawat
bayi harus menyadari peranannya di dalam setiap langkah
7
skrining neonatal. Dimulai dari penyuluhan kepada orangtua,
tindak lanjut hasil diagnosis, dan pengobatan.
8
3. Pengambil Kebijakan (Policy Makers)
Advokasi dan sosialisasi terhadap para pengambil
kebijakan (policy maker) mutlak diperlukan. Perlu penyampaian
dengan data terkini, contoh nyata, dan perbandingan antara biaya
pelaksanaan skrining neonatal dengan kerugian yang diakibatkan
dampak HK yang tidak ditangan, baik secara materiil maupun non
materiil yang akan menurunkan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Indonesia yang berkualitas.
B. PROSES SKRINING
Secara garis besar Skrining BBL meliputi proses :
1. Persiapan
Memotivasi keluarga ayah/ibu BBL sangat penting.
Penjelasan kepada orangtua tentang skrining pada bayi baru lahir
dengan pengambilan tetes darah tumit bayi dan keuntungan
skrining ini bagi masa depan bayi akan mendorong orangtua
untuk mau melakukan skrining bagi bayinya.
2. Pengambila Spesimen
Hal yang enting diperhatikan pada pemeriksaan spesimen
ialah :
a. Waktu peng mbilan (timing)
b. Data demog afi bayi
c. Metode pen ambilan
d. Pengiriman/ ansportasi
e. Proses skrin ng di laboratorium
f. Kesalahan p da pengambilan spesimen
10
saring. Gunakan sarung tangan. Usahakan tangan tidak
menyentuh bulatan pada kertas saring
• Hindari pencemaran pada kertas saring. Seperti air, air teh,
air kopi, minyak, susu, cairan antiseptik, bedak dan/atau
kotoran lain
• Jangan salah dalam menulis label (data pasien, dsb)
• Pastikan data ditulis lengkap dan hindari kesalahan
menulls data . Bila data tidak lengkap dan salah, akan
menghambat atau menunda kecepatan dalam pemberian
hasil tes dan kesalahan interpretasi
• Isi data pasien dengan ballpoint warna hitam/biru. Jangan
gunakan tinta atau pensil tinta yang dapat luntur
• Jangan menempel kartu informasi/kertas saring di dalam
map rekam medis bayi karena kertas rekam medis akan
mengotori kertas saring atau merusak tetes darah yang ada.
Usahakan kertas saring tidak banyak disentuh petugas lain.
• Tuliskan seluruh data dengan jelas dan lengkap. Gunakan
HURUF KAPITAL.
046000
A. B c D E
( Isilah setiap lingkaran de gan satu bercak darah hingga menyerap / tembus bagian belakang)
Telepon
Dokter Penanggung Jawa : Tep/hp
Kelahiran : Tu gal ❑ Kembar 1 ❑ 2 ❑ 3 ❑
Umur kehamilan : ❑ Prermatur : Ya ❑ Tidak ❑
Janis Keiamin :L P ❑ Berat badan : Gram
Jam Tgl Bin Th Darah diambil dari:
Lahir Tumit ❑
Specimen Vona ❑
Keterangan::
Transfusi Darah : Ya ❑ Tgi ...1.....1 .... Tidak ❑
IN makan obat anti tiroi : Ya ❑ Tidak ❑
Bayi dengan kelainan ba aanl sindrom : Ya ❑ , sebutkan ...._ Tidak ❑
Bayi sakit Ya Tidak ❑
Obat untuk bayi : Ya ❑ , sebutkan............ Tidak ❑
Persiapan alat
Siapkan alat yang akan dipergunakan :
- Sarung tangan
- Lancet
- Kartu-kertas saring
- Kapas
- Alkohol 70%
- Kasa steril
- Rak pengering
Kertas Saring
- Spesifikasi Kertas Saring
Kertas saring yang digunakan untuk pengambilan spesimen
pada skrining BBL diproduksi oleh Schleicher & Schuell, Inc
(S&S grade 903) atau Whatman 903
- Ukuran dan Jumlah bulatan spesimen darah
Kertas saving dengan bercak darah yang akan dilakukan
pemeriksaan TSH berdiameter 3 mm. Sedikitnya periu
diambil 2 Iingkaran spesimen darah.
13
Gambar 3 . : 1. Sarunj tangan steril, 2. Lancet, 3. Kartu kertas saring,
Kapas, Alkohol 70%, 6. Kasa steril, 7. Rak pengering
14
Gambar 4 Gambar 5
Gambar 6 Gambar 7
15
Gambar 8 Gambar 9
18
Gambar 15. Kertas
saving dimasukkan
dalam plastik,
kemudian dimasukkan
lagi dalam amplop
untuk dikirim
19
Memudahk in pencatatan dan pelaporan untuk memperoleh
angka kej ian (Incidence) nasional dan hasil program
(outcome )
Menjamin k alitas (Quality Assurance/QA) internal maupun
eksternal. lai QA akan tinggi bila laboratorium skrining bayi
baru lahir m lakukan 30.000 sampai 50.000 tes per tahun
Memudahk n koordinasi antara Kelompok Kerja Nasional
(Pokjanas) i Kementerian Kesehatan dengan Kelompok
Kerja Da rah (Pokjada) di tingkat provinsi dan
kabupaten/ ta. Pokjada bertugas sebagai koordinator
sistem pela sanaan Skrining BBL
20
Spesimen yang terkontaminasi , warna tetesan darah yang
pudar, darah terlalu sedikit ( lihat gambar spesimen yang
tidak balk ), termasuk juga spesimen yang diambil sebelum
bayi berumur 24 jam , dipisahkan dalam kantong plastik dan
ditandai dengan tulisan "SPESIMEN DITOLAK ". Petugas
harus melaporkan kepada pengawas laboratorium agar
dapat segera menghubungi petugas fasilitas kesehatan yang
bersangkutan untuk pengambilan spesimen kembali.
• Penomoran
Penomoran akan disesuaikan dengan kode wilayah dan
kode fasilitas kesehatan dari Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.
Semua kertas saring yang masuk, balk yang tensi tetes
darah maupun yang tidak , harus diberi nomor kartu. IN
bertujuan untuk memudahkan langkah tindak lanjut terhadap
sampel yang bersangkutan. Pada spesimen yang tidak terisi
tetes darah , beri keterangan alasan tidak dilakukannya
pengambilan darah. Misalnya , bayi meninggal pada saat
dilahirkan, atau orangtua menolak.
• Pendokumentasian Data
Petugas akan memasukan seluruh data yang tertera
pada kartu kertas saring ke dalam komputer (program excel)
Penanganan bagi spesimen tertentu :
- Spesimen ditolak. Pengawas laboratorium harus
memberikan laporan kepada ketua program. Ketua program
4
segera menindak lanjuti dengan memberikan arahan dan
penyegaran cara pengambilan spesimen kepada petugas
pengambil spesimen (retraining).
- Spesimen yang memerlukan pengambilan ulang (resample):
0 Spesimen dengan hasil TSH antara 20 - 40 mU/L
0 Spesimen yang tidak cukup untuk pengukuran TSH
0 Spesimen dengan kesalahan pengambilan
(terkontaminasi, berlapis-lapis, < 24 jam, dll.) (Lihat pada
bagian f. Kesalahan Pengambilan Spesimen).
Pengawas laboratorium bertugas menghubungi orang tua
bayi melalui telepon dan menjelaskan maksud
pengambilan darah ulangan. Selain pemberitahuan lewat
21
telepon , p^erlu juga diberitahukan secara resmi melalui
surat yan ditandatangani oleh ketua program.
• Kewaspadaa Universal
- Perlu dipert tikan bahwa semua bercak darah berpotensi
untuk menu arkan infeksi. Karenanya harus berhati-hati
dalam pens ganannya.
- Meja yang igunakan untuk memberikan penomoran harus
di bed alas lastik dan harus diganti setiap minggu.
- Gunakan ja laboratorium dan sarung tangan pada saat
penanganan spesimen
- Setelah me angani spesimen, biasakan mencuci tangan
memakai s un dan air bersih mengalir, sesuai prosedur
PHBS di t mpat kerja, K3 (penggunaan alat pelindung
diri/APD)
■ Kertas rusak,
y
meneteskan darah
dengan tabung kapiler
■ Mengirim spesimen
sebelum keying
---------
• Meneteskan terlalu
banyak darah
■ Meneteskan darah di
Gomm kedua sisi bulatan kertas
22
• Darah diperas (milking)
dari tempat tusukan
• Kontaminasi
■ Terpapar pangs
• Penetesan clara h
beberapa kali
• Meneteskan darah di
kedua sisi bulatan kertas
■ Gagal memperoleh
spesimen
23
akan Iaporkan kepada koordinator di tingkat
kabupate kota setempat.
- Laporan ordinator tingkat puskesmas berupa rekapitulasi
jumlah ba i baru lahir yang telah diambil sampel darahnya
dan juml 1 bayi dengan penolakan pengambilan sampel
selama sa u bulan. Laporan disampaikan pada setiap bulan.
24
Koordinator Wakil Koordinator Ke ala R. Bayl)
Nama Nama
Alamat surat Alamat surat
No.Hp No.Hp
Nomor telepon kantor Nomor telepon kantor
Nomor telepon rumah Nomor telepon rumah
Alamat e-mail Alamat e-mail
Fax. dan telepon RS/Klinik Fax. dan telepon RS/Klinik
2. Hasil Tes
Hal pertama yang harus dilakukan ketika mendapatkan
hasil tes positif adalah sesegera mungkin menghubungi orang tua
bayi yang bersangkutan. Tugas dari tim tindak lanjut bayi dengan
hasil tes positif ialah mencari tempat tinggal bayi tersebut dan
memfasilitasi pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis.
Bila perlu , dilakukan tes konfirmasi berupa pemeriksaan TSH,
dan T4 bebas (FT4) serum terhadap bayi tersebut.
25
• kadar TS > 20 mU/ L, maka perlu dilakukan pemeriksaan
TSH dan 4 serum
c. Kadar TSH 40 mU/L
Jika hasil meriksaan menunjukkan nilai yang demikian,
maka perlu ilakukan pemeriksaan konfirmasi TSH dan FT4
serum
3. Pencatatan d n Dokumentasi
Dokumen ass merupakan fungsi yang sangat penting dari
komponen Lind k lanjut . Dokumentasi harus menggambarkan
proses kegiata penelusuran pasien ( tempat tinggal pasien,
tempat dilahirk n), hasil sknning dan tes diagnostik, tanggal
dimulainya pen batan, dosis, dokter penanggung jawab, dsb.
Harus diupayak in agar hasil uji saving dicantumkan di dalam
rekam medis ba i.
26
D. DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN
1. Diagnosis
Penegakan diagnosis dilakukan dengan pemerksaan konfirmasi
TSH dan T4/FT4 dengan metode ELISA, EIA, FEIA bisa
dilakukan di :
• Laboratorium Rujukan Skrining Hipotiroid Kongenital
• Laboratorium RS setempat
• Laboratorium Kesehatan Daerah (LABKESDA)
Laboratorium swasta
b. Pemeriksaan fisik
Melakukan pemenksaan fisik dan mencari tanda dan
gejala HK:
27
Gejala Tidak Ya Tidak
Letargi
Ikterus
Konstipasi
Kesulitan minum
(sering tersedak)
Tangisan serak
an Penunjang
ngkinkan , lakukan pemeriksaan penunjang :
28
3. Pengobatan
Tabel 3. Dosis umum Hormon Timid yang diberikan
Usia Na L-T4 (microgramikg BB)
0 - 3 bulan 10 -15
3 - 6 bulan 8-10
6 - 12 bulan 6-8
1 - 5 tahun 5-6
6-12tahun 4-5
>12 tahun 2-3
4. Penjelasan
Terapi sulih hormon dengan pil tiroksin (L-thyroxine) harus
secepatnya diberikan begitu diagnosis ditegakkan. IDAI
menganjurkan pemberian dosis permulaan 10-15 pg/kg. Pada
bayi cukup bulan diberikan rata-rata 37,5 - 50 pg per had.
Besarnya dosis hormon tergantung berat ringannya
kelainan. Bayi dengan hipotiroid kongenital berat, yaitu dengan
kadar T4 kurang dari 5 pg, sebaiknya diberikan 50 pg. Pemberian
50 pg Iebih cepat menormalisir kadar T4 dan TSH.
Hasil pengobatan sangat dipengaruhi oleh usia pasien saat
terapi dimulai dan jumlah dosis. Pada HK berat, perlu pemberian
dosis yang lebih tinggi.
29
Pengob tan optimal bisa tercapai antara lain dengan
kerjasama or gtua / keluarga . Oleh karena itu penting diberikan
pendidikan me genai :
• Penyebab K dari bayi mereka
• Pentingnya diagnosis dan terapi dini guna mencegah
hambatan t mbuh kembang bayi
• Cara pem erian obat tiroksin, pentingnya mematuhi
pengobata
• Pentingnya pemeriksaan secara teratur sesuai jadwal yang
dianjurkan kter
• Tidak boleh menghentikan pengobatan kecuali atas perintah
dokter
• Tanda/gejal kekurangan dan kelebihan dosis tiroksin, yaitu:
E. PEMANTAUAN
Tujuan um m pengobatan HK adalah menjamin agar anak
tumbuh dan berk mbang, baik fisik maupun mentalnya, sedekat
mungkin dengan tensi genetiknya. Yaitu dengan mengembalikan
FT4 dan TSH dal m rentang normal dan mempertahankan status
klinis dan biokimi i dalam keadaan eutiroid. Keadaan ini bisa
dicapai dengan pe antauan fungsi tiroid secara teratur.
3. Pemantauan Lainnya
Selain itu pemantauan TSH dan T4/FT4, dilakukan pemantauan :
• Pertumbuhan/antropometri, sesuai dengan petunjuk SDIDTK
• Perkembangan, sesuai dengan petunjuk SDIDTK
Fungsi mental dan kognitif, sesuai dengan petunjuk SDIDTK
• Tes pendengaran, sesuai dengan petunjuk SDIDTK
• Umur tulang (tiap tahun)
31
F. SKRINING BBL PADA BAYI PREMATUR, BBLR DAN BAYI
SAKIT
Perawata pada bayi kurang bulan , bayi berat badan lahir
rendah dan bayi sakit NICU akan mempengaruhi upaya skrining
neonatal . Bayi-b yi tersebut biasanya mendapatkan transfusi
komponen darah an obat -obatan . Pengaruh bahan - bahan tersebut
dapat dilihat pada abel dibawah ini.
2. REKOMENDASI
Terhadap bayi kurang bulan, BBLR dan bayi sakit
sebaiknya dilakukan pengambilan spesimen secara serial yaitu :
pada saat masuk ruang perawatan intensif, umur bayi antara
48 - 72 jam, saat pulang atau umur 28 hari.
33
a. Pengamb Ian spesimen pada saat masuk ruang
perawata intensif BBL
Seba ian besar bayi kurang bulan clan BBLR dirawat di
ruang NIC segera setelah lahir, atau pada umur 1 - 2 jam,
atau sebelu usia bayi 24 jam (bayi rujukan). Pada bayi yang
sakit umum ya dirawat di ruang NICU setelah 24 jam. Bayi
sakit ini ungkin cukup bulan dengan berat normal.
Pengambila spesimen pertama ini sebaiknya dilakukan
sebelum tr nsfusi, nutrisi parenteral ataupun pemberian
antibiotika.
Kern gkinan untuk mendapatkan hasil yang positif
palsu maup in negatif palsu sangat tinggi pada pengambilan
spesimen p da jangka waktu ini. Karenanya, setiap hasil yang
abnormal h rus ditindakanjuti.
34
BAB IV
PENGORGANISASIAN SKRINING BAYI
BARU LAHIR DI PROVINSI,
KABUPATEN DAN KOTA
A. KEPESERTAAN
Kegiatan skrining BBL, yang saat ini masih terpusat pada
skrining HK tidak dapat dilakukan hanya oleh Kementerian
Kesehatan saja. Peran aktif dari berbagai pihak sangat diperlukan.
Tidak hanya dalam sosialisasinya, namun juga pada dukungan
kebijakan, peraturan, serta pendanaan.
Semua pihak dapat terlibat dan berpartisipasi pada kegiatan
skrining hipotiroid kongenital ini. Pihak tersebut antara lain
- Pemda beserta perangkatnya
- Bappeda
- Dinas Kesehatan
- RS, puskesmas, fasilitas pelayanan kesehatan Iainnya
- Laboratorium, balk pemerintah maupun swasta
- Organisasi Profesi (IDAI, POGI, PDUI, PPNI, IBI, Patklin)
- Organisasi kemasyarakatan (PKK, LSM, organisasi
keagamaan)
- Kementerian / lembaga terkait
- Pihak swasta
B. PERAN PROVINSI
Di tingkat pusat, telah terbentuk Kelompok Kerja Nasional
(Pokjanas) Skrining bayi baru lahir. Kelompok kerja ini tidak dapat
bekerja sendiri hingga ke tiap daerah dan provinsi di Indonesia.
Karenanya perlu dibentuk Kelompok Kerja Daerah (Pokjada) di
tingkat provinsi yang menjadi alat koordinasi bagi kegiatan ini.
Ketua Pokjada bertugas sebagai koordinator kegiatan
skrining BBL dengan melibatkan organisasi dan pihak-pihak terkait,
serta merekapitulasi laporan hasil skrining di tingkat provinsi dan
mengoordinasikannya dengan pokjanas.
Selain pembentukan pokjada , dukungan pemda pertu bagi
kelancaran koordinasi kegiatan SHK. Dukungan ini dapat berupa
35
kebijakan, perda^, pembiayaan, promosi dan mobilisasi, dan
sebagainya.
D. PELAPORAN D N EVALUASI
Setelah ampel yang dikirim ke laboratorium rujukan
diperiksa, hasilny akan disampaikan kepada koordinator fasilitas
pelayanan keseha an yang bersangkutan. Hasil negatif/normal akan
disampaikan sec ra kolektif. Jika didapat hasil yang positif,
koordinator fasilit pelayanan kesehatan akan dihubungi langsung
oleh pihak labora orium. Selanjutnya, bersama pihak laboratorium
rujukan, koordin or fasilitas pelayanan kesehatan melakukan
penelusuran terha ap pasien yang bersangkutan agar mendapatkan
penanganan lebih anjut.
Koordinat fasilitas pelayanan kesehatan juga berkoordinasi
dengan koordinat r dinas kabupaten dan kota dalam hal pelaporan
dan kebijakan. S lanjutnya laporan akan diteruskan ke pokjada
melalui dinas kes hatan provinsi. Karenanya, keterlibatan kepala
dinas kesehatan tingkat provinsi dalam pokjada akan sangat
membantu. Dari okjada, laporan dilanjutkan ke pokjanas, dan
kemudian direkapi ulasi sebagai data di tingkat nasional. Data ini
akan menjadi das pengambilan kebijakan selanjutnya.
36
Bagan organisasi tim skrining HK
POKJA-NAS
DINKES.
KAB/KOTA .1 KOORDI ATOR
RS/PKM/RB (L.BIDAN
PENGAMBIL SAMPEL
F RS/RB / PKM/KL.BIDAN
SAMPEL LAB.SHK
OPERASIONAL
= Koordinasi
37
38
Lampiran
Lampiran 1. Tab I Klasifikasi dan Etiologi Hipotiroid Kongenital
HIPOTIROID PRI M ER
• Disgenesis tim id : tiroid ektopik , athyreosis, hypoplasia,
hemiagenesis
• (Yang berhub ngan dengan mutasi hanya 2%, yang tidak
diketahui 98%)
• Dishormongen sis tiroid
• Resisten terha ap TSH binding dan signaling
HIPOTIROIDISM EKUNDER
• Defisiensi TS F . Defisiensi TRH
• Resisten terha apTRH
• Defisiensi fakt r transkripsi dalam perkembangan dan fungsi
hipofisis
HIPOTIROID PER I FER
• Resisten terha ap hormon tiroid : Mutasi reseptor beta, defek
transport
SINDROM HIPOT ROIDISME
• Pendred sir drom-(hipotiriodism-deafness-goiter) mutasi
Pendrin
• Bamforth-Laza us sindrom-(hipotiroidsm-cleft palate-spiky
hair) mutasi TT F-2
• Kocher-Deber-
• Semilange sin rom-(muscular pseudohipotrophy-hipotiroidsm
9
Lampiran 2. Tabel skema pelaksanaan pengambilan dan
pemeriksaan spesimen darah
Z
Mengerjakan Dilaksanakan di laboratorium yang telah ditunjuk dan
tes uji Baring mempunyai kemampuan mengeriakan tes uii saving
xi
Lampiran 3. Algi ritma Kerja Tim Skrining Hipotiroid Kongenital
FKHAENKES POKJANAS
I E^ I
DINKES ROVINSI POKJA PROVINSI
I h
M onitoring
dan
evaluasi
TIM FOLLOW UP
HASIL UJI
SARING
Ambil darah/serum
untuk pemeriksan TSH
dan T4
XII
Lampiran 4. Contoh leaflet untuk masyarakat
REMENTERIAN KESEHATAN
REOUBLIR INDONESIA
Keterbelakangan Mental
karena Kekurangan
Hormon Tiroid
xIII
Ape itu Hipotiroid K ngenital (HK) ?
Kelainan akibat kek rangan hormon tiroid yang dialami sejak
lahir berupa ganggu n pertumbuhan dan perkembangan baik
fisik maupun mental
x lv
Lampiran 5. Contoh formulir penolakan (dissent consent/refusal
consent)
Nama ibu
Nama ayah
Orangtua / wall dari
Nama bayi : jeniskelamin:L/P
Tanggal lahir
No.Rekam medik
M e n y a t a k a n : Tidak mengizinkan di lakukan Uji Saring
Hipotiroid Kongenital terhadap bayi kami
Dengan alasan
Mengetahui ..............................20..
xv
Lampiran 6. gontoh Laporan Pelaksanaan Skrining Hipotiroid
Kongenital
bulan:
mengetahui,
xvi
contoh rekap laporan pokjada ke pokjanas
bulan :
jumlah diperiksa per umur hasil jumlah pemeriksaan
Kabupaten penolakan ulang
no 1 2 3 4 5 6 7 total positif negatif
total
1: 0-24jam 5: 7 - 28 had
2: 24-48 jam 6: 28 hari - 3 bulan
3: 48 - 72 jam 7: lebih dari 3 bulan
4: 72 jam-7hari mengetahui,
xvii
Lampiran 7.
xviii
Lampiran B. Alamat Praktek Dokter Endokrin Anak di Indonesia
Jakarta
Praktek:
- RSCM : JI. Diponegoro 71, Jakarta Pusat, 021-3100669
- RS. Hermina Jatinegara : JI. Raya Jatinegara Barat 126-147,
Jakarta Timur, 021-8191223
- RS. Hermina Podomoro : JI, Danau Agung 2 Blok E3 No. 28-
30 Sunter Podomoro, 021-6404910
Praktek:
RSCM : JI. Diponegoro 71, Jakarta Pusat, 021-3100669
RS. Hermina Bekasi : JI. Kemakmuran No. 93 Margajaya,
021-8842121
RS. Hermina Jatinegara : JI. Raya Jatinegara Barat 126-147,
Jakarta Timur, 021-8191223
Praktek:
- RSCM : JI. Diponegoro 71, Jakarta Pusat, 021-3100669
- RS. Pondok Indah : Metro Duta Kav UE, Pondok Indah,
Jakarta Selatan, 021-765752
Klinik Anakku : Pondok Pinang Center Blok B No. 18-20,
Raya Ciputat, Jakarta Selatan, 021-7514353
Praktek:
RS. Puri Cinere : JI. Maribaya I Blok F2 No. 1, Puri Cinere,
021-7545488
RS.Setia Mitra : JI. Fatmawati No. 80-82, Jakarta Selatan,
021-7656000 /7510567
xix
5. Endang Trini gsih, dr. SpA(K)
Telp.08118 7635
Praktek:
R.S.A.B arapan Kita : A. Letjen S. Parman Kav 87, Slipi,
021-5668 84
RSIA Her ina Depok : JI. Raya Siliwangi No. 50, Pancoran
Mas, Dep k, 021-77202552
Klinik - A otik Media Farma : JI. Matraman 91 Jakarta Timur
Praktek:
R.S.A.B arapan Kita : A. Letjen S. Parman Kav 87, Slipi,
021-5668 284
Klinik Bu Hati: A. Aria Putra No. 399, Serua Indah,
Ciputat, 0 ? 1-74638568
RSIA Les ri: A. Cireundeuh Indah III No. 37, Ciputat, 021-
7409969
Praktek:
Lembaga ijman RSCM : JI. Diponogora 69, Jakarta Pusat,
021-3917 31
Klinik Ana ku Cinere: Komp. Ruko Cinere Blok A No. 28-
2C, Ciner , Depok, 021-7545400/7545123
RS. Bund : JI. Margonda Raya No. 28, Pondok Cina,
Depok, 0 1-78890551
Praktek:
RSCM : JI Diponegoro 71, Jakarta Pusat, 021-3100669
- RS. Herm na Daan Mogot : JI. Kintamani Raya No. 2,
Jakarta B rat, 021-5408989
Banten
Praktek:
xx
RSUD Cilegon: JI. Kapten Tandean Km 3, Kampung
Panggung Rawi , Cilegon, 0254- 330461
RSIA. Mutiara Bunda : A. Tirtayasa NO. 86, Cilegon, 0254-
376888
Klinik Afina: Ruko Pondok Cilegon Indah Blok KK No. 7-8,
Cilegon, 0254-383116
Bandung
Praktek:
RSHS: JI. Pasirkaliki 192, Bandung , 022-2038979
RS. Al-Islam: JI Soekarno Hatta No. 644, Bandung, 022-
7562046
RSIA Hermina Pasteur: JI. dr. Djundjunan No. 107, 022-
6072525
Praktek:
RSHS: JI. Pasirkaliki 192, Bandung , 022-2038979
- RS. Al-Islam: JI Soekarno Hatta No . 644, Bandung, 022-
7562046
- Klinik K: JI. Karapitan No. 137 , Bandung
Medan
Praktek:
- RSUP. H Adam Malik: A. Bunga Lau 17, Medan, 061-
8361721
Klinik Spesialis Bunda : JI. Sisingamangaraja No. 17, 061-
7321666
Praktek:
RSUP. H Adam Malik: JI Bunga Lau 17 , Medan, 061-
8361721
xxi
RS.Rosiva:IJi.Bangka No, 15 Medan
Praktek:
RSUP. H A am Malik: JI.Bunga Lau 17 , Medan, 061-
8361721
Palembang
Praktek:
- Graha Spe alis RSUP Dr. Mohamad Hoesin: JI. Jendral
Sudirman K -n. 3.5, Palembang
- Apotik Kina ih : JI. Basuki Rahmat 1679 A-B, Palembang
- RS Dr. Moh mad Hoesin : Palembang JI. Jend Sudirman
Km 3.5, Pal mbang, 0711-354088
Padang
Praktek:
RS. Dr. M. J mil: JI.Perintis Kemerdekaan, Padang, 0751-
37913
RS. Yos Su arso: JI. Situjuh I, Padang, 0751-33230
Klinik Biom : JI. Niagal82, Padang, 0751-22264
Manado
Praktek:
Bag. Anak UP Prof Dr. R.D Kandaou Manglayang -
Menado: 04 3 1-821652
Apotik Kimi Farma: JI. Deasy Pal 2
xxii
Semarang
Praktek:
Pavilliun Garuda RSUP.Dr. Kariadi-Semarang: JI. Dr.
Soetomo 16-18 Semarang 024-8453710
Praktek:
Pavilliun Garuda RSUP.Dr. Kariadi-Semarang: JI. Dr.
Soetomo 16-18 Semarang 024-8453710
Praktek Rumah: JI. Cempedak 1/I1a, Sompok Lama, Lamper
Lor Semarang, 024-8412650
Yogyakarta
Praktek:
RS. Sardjito: JI. Kesehatan No. 1, Yogyakarta, 0274-561616
RS. Panti Rini: JI. Solo Km12, Kalasan, Yogyakarta, 0271-
497206
Praktek:
RS. Sardjito: JI. Kesehatan No. 1, Yogyakarta, 0274-561616
Jogja Internasional Hopital: JI. Ring Road Utara No.160,
Condong Catur, Sleman, Yogyakarta
Solo
Praktek:
RSU Dr. Moewardi: JI. Soetarto 132, Surakarta, 0271- 57126
Apotik Kimia Farma: JI. Adi Soecipto 70, 0271-718014
xxiii
RSU Isla Kustati : JI. Kart . Mulyadi , Surakart , Tip. 0271-
643013
Malang
Praktek:
RSUD. Dr. Saiful Anwar: JI. J.A. Suprapto 2, Malang
0341-343:343
RS. Her na: JI. Tangkuban Perahu 33, Malang
Kalimantan
Praktek:
RSUD Ba jar Baru: JI. Palang Merah No. 2, Banjar Baru
Kalimanta Selatan , 0511-47772380
Apotik Ki is Farma : JI A. Yani Km 34, Banjar Baru
Kalimanta n Selatan
Bali
Praktek:
RSUD W gaya: A. Kartini No. 13, Denpasar, 0361-222141
/222142
RSU SuryHusada: JI. P.Serang 1-3, Denpasar, 0361-
233786
RS. Bersa in Permata Hati: A. Teuku Umara Barat No. 71,
XX Denp sar
Praktek:
- RSUP Sa lah : JI. Pulau Nias, Denpasar , 0361-227911
xxiv
RS. Manuaba: JI. Cokroaminoto No.28, Denpasar, 0361-
426393
Surabaya
Praktek:
RSUD dr. Soetomo: if. Prof dr. Moestopo No. 6-8, Surabaya,
031-5501038
Praktek:
- RSUD dr. Soetomo: JI. Prof dr. Moestopo No. 6-8, Surabaya
031-5501038
Praktek:
RS. Mitra Keluarga: JI. Satelit Indah 2, Darmo Satelit,
Surabaya, 031-7345333
JI. Imam Bonjol 112, Surabaya
Praktek:
RSUD dr. Soetomo: JI. Prof dr. Moestopo No. 6-8, Surabaya,
031-5501038
RSIA Rachmi Dewi: JI. Jawa 79-81 Perum Gresik, Gresik,
61151, 031-3957448
Poliklinik Spesialis Graha Amerta RSUD Dr. Soetomo
Makasar
Praktek:
xxv
RSUP Dr. \Vahidin Sudirohusodo: JI. Perintis Kemerdekaan
Km 11, Tar alanrea, Makasar, 0411-5484952
Apotik Sofi : JI Yos Sudarso, Makasar
RS. Ibnu ina: JI. Jend Urip Sumoharjo 264, Km 5,
Karuwisi, M akasar
Praktek:
RSUP Dr. ahidin Sudirohusodo: JI. Perintis Kemerdekaan
Km 11, Ta alanrea, Makasar, 0411-5484952
RS. Mitra usada : JI. G Merapi No. 220, Teip 411-319066
xxvi
Lampiran 9.
BAHAN BACAAN
American Academy of Pediatrics, Newborn Screening Task Force
(2000). Serving the Family from Birth to The Medical Home
- Newborn Screening : A Blueprint for The Future.
Pediatrics. 1 06(su ppl ):383-427
xxvii
Pass KA, Lane A, Fernhoff PM, Hinton CF, Panny SR, Parks
JS.U.S ( 200 0). Newborn Screening Guidelines II: Follow up
of Children, Diagnosis , Management and Evaluation.
Statement f the Council of Regional Networks for Genetics
Services ( ORN). J Pediatr.;137:S1-46.
Styne DM. Disor rs of the tyroid gland (2004). In: Core handbook
in pediatric , Pediatric Endocrinology. Lippincott Williams &
Wilkins. Phi adelphia. h.83-109
xxviii
WHO (1991). Division of Non Communicable Diseases and Health
Technology. Guidelines on The Prevention and Control of
Congenital Hypothyroidism
xxix