Anda di halaman 1dari 7

MAKSIMALISASI LABA USAHA: PERSPEKTIF KONVENSIONAL DAN ISLAM

Muhamad
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta
e-mail: 22jan.yassar@gmail.com

Abstract: One goal of business is profit-seeking activities. Profit can be a driving force for
entrepreneurs to do business. But there are differences between the conventional economic system
with an Islamic economic system in view of profit. The view on the issue of income of both the
economic system is dependent on the approach used. Economic theory conventional - in this case -
typically uses approach to impersonal in relation with the problem of distribution. This approach is
mainly based on market forces, as stipulated by the competition to become a division of 'fair'
products for the factors of production. Part workers typically fall within the production costs, so it
can reduce part of workers. In Islam, the positioning of income, profit maximization rational
behavior in essentially conditioned by three factors: (1) Islam's view of the business, (2) the
protection of consumers, and (3) revenue sharing among the factors that support production.

Abstrak: Salah satu tujuan aktivitas bisnis adalah mencari laba. Laba dapat menjadi pendorong bagi
pengusaha melakukan usaha. Namun terdapat perbedaan pandangan antara sistem ekonomi
konvensional dengan sistem ekonomi Islam dalam memandang laba. Pandangan terhadap masalah
laba dari kedua sistem ekonomi ini tergantung pada pendekatan yang digunakan. Teori ekonomi
konvensional – dalam hal ini – biasanya menggunakan pendekatan impersonal dalam kaitan dengan
masalah distribusi. Pendekatan ini terutama berlandaskan pada kekuatan-kekuatan pasar, sebagaimana
yang diatur oleh kompetisi untuk menjadi suatu pembagian ‘adil’ produk bagi faktor-faktor produksi.
Bagian pekerja biasanya masuk di dalam biaya-biaya produksi, sehingga dapat mengurangi bagian
pekerja. Di dalam Islam, penentuan posisi laba, perilaku rasional dalam maksimisasi laba pada
dasarnya dikondisikan oleh tiga faktor, yaitu: (1) pandangan Islam tentang bisnis; (2) perlindungan
kepada konsumen; dan (3) bagi hasil di antara faktor yang mendukung produksi.

Kata kunci: Maksimalisasi laba, impersonal, adil

Pendahuluan kondisi pasar dimana perusahaan itu


Teori ekonomi yang berkembang sampai beroperasi.3
saat ini sudah banyak dipengaruhi oleh Sebenarnya, sifat-sifat dasar kapitalisme ini
pandangan sistem yang dianut oleh para banyak berhutang kepada orang-orang
pengembangan teori itu sendiri. Pandangan Moorish Spanyol. Khususnya lagi, bahwa
para ahli ekonomi mengajukan proposisi Islam memperbolehkan kepemilikan pribadi,4
bahwa “manusia itu digerakkan oleh memberikan kebebasan berusaha,5
kepentingan dirnya.”1 Sebagai contoh, pro- menginginkan laba sebagai suatu bentuk
posisi yang cukup terkenal adalah bahwa karunia Tuhan,6 dan memperbolehkan suatu
maksimalisasi laba selalu merupakan suatu peran terjadinya mekanisme harga dalam
lambang dari rasionalitas bisnis.2 Suatu pengalokasian sumber daya dan distribusi
perusahaan dikatakan rasional hanya jika ia hasil produksi.
memaksimalisasi labanya bebas dari kondisi-

3 Lihat A. Koutsoyannis, Modern Microeconomic,


New York : Macmillah, 1980, buku ini banyak
mengupas tentang maksimilasi profit.
4 Sebagai contoh Al-Qur’an menguraikan aturan
1 Sen A.K. (1983) dikutip oleh Zubair Hasan, untuk masalah warisan, yaitu pada surat dan ayat
“Profit Maximization : Secular versus Islamic”, 2:180; 4:7-9, 19,33,176; 5:109, 111) juga
dalam Sayyid Tahir, Aidit Ghazali dan Syed memperbolehkan masing-masing individu
Omar Syed Agil, Reading in Microeconomics An melakukan jual beli barang (2: 189; 4: 29)
Islamic Perspective, Malaysia : Longman, 1992, hlm. 5 Q.S 2: 198
2 Samuelson (1958) dalam Ibid. 6 QS. 2: 198; 62: 10; 73: 20
Maksimalisasi Laba dalam Pandangan produksi tersebut memberikan sumbangan
Sekuler: Suatu Evaluasi terhadap terbentuknya output. 7
Sebagaimana pertanyaan yang diajukan Teori ekonomi sekuler – dalam hal ini –
pada bagian pendahuluan, “adakah keinginan biasanya menggunakan pendekatan
untuk mempertahankan hipotesis impersonal dalam kaitan dengan masalah
maksimalisasi laba dalam kerangka teori distribusi. Pendekatan ini terutama
islami pada perusahaan? Pengejaran laba berlandaskan pada kekuatan-kekuatan pasar,
maksimum nampaknya terlalu bernafsu dan sebagaimana yang diatur oleh kompetisi
hampa bertentangan dengan kode moral untuk menjadi suatu pembagian ‘adil’ produk
Islam. Namun, jika dikaitkan dengan ajaran bagi faktor-faktor produksi. Bagian pekerja
lainnya, yang menyatakan kita harus berupaya biasanya masuk di dalam biaya-biaya
untuk mencapai kemuliaan akhirat, namun produksi, sehingga dapat mengurangi bagian
tidak melupakan kemuliaan dunia. Nampak- pekerja tersebut.
nya merupakan aspek motivator yang Sebaliknya, Islam menggunakan
mendorong umat Islam untuk selalu ‘pendekatan instruksional’ dalam masalah
mencapai laba kehidupan – termasuk laba distribusi. Pada dasarnya, Islam lebih suka
dalam bisnis – baik di akhirat maupun di memperlakukan nilai produk keseluruhan
dunia. dikurangi dengan depresiasi dan gaji
Dengan demikian, teori maksimalisasi laba minimum sebagai laba yang dibagi antara
juga dibutuhkan dalam teori ekonomi dalam pekerja dan pemilik modal atas dasar
kerangka Islam. Ilmu ekonomi sekuler keadilan. Skim ini dipandang sebagai
mempertahankan asumsi maksimalisasi laba penawaran yang lebih baik dan akan
meskipun karekaternya tidak realistik dan membawa mekanisme distribusi yang lebih
bahkan terkadang menyesatkan, terutama dekat dengan norma keadilan dibandingkan
karena dua alasan : Pertama, teori harga, dengan arbitrasi pasar murni. 8 Oleh karena
merupakan inti teori dari ilmu ekonomi, tidak itu, bunga tidak mendapatkan tempat dalam
dapat berdiri tegak setelah asumsi skem islami ini.9 Ada beberapa kritik
maksimalisasi tersebut dihapuskan. Kedua, terhadap formulasi di atas dari sudut pandang
para kritikus tersebut selama ini tidak dapat Islam mengenai laba. Pada bagian berikut
mengajukan suatu kaidah perilaku alternatif akan diajukan jawaban atau kritik yang
yang dapat memiliki nilai yang sama –jika dilontarkan Islam terhadap masalah tersebut.
tidak lebih baik– prediktif dan mengarah Dalam pandangan ekonomi sekuler,
pada kesimpulan-kesimpulan yang dapat diuji maksimalisasi laba sebagai suatu kondisi
secara empirik. rasional yang tidak berhubungan dengan
Konsep laba merupakan jantung kesejahteraan individu-individu itu sendiri.
persoalan ini, dan faktor pentingnya adalah Ajaran Smith yang cukup terkenal bahwa
kerangka paradigma sistem ekonomi yang “pengejaran kepentingan diri secara otomatis
sedang dikaji. Untuk sampai pada kesimpulan dapat meningkatkan kebaikan kolektif10
yang masuk akal, seseorang harus memahami dalam sistem berusaha yang bebas,” yang
dan memperbandingkan sifat laba dan dipercayai sebagai pelengkap anggapan
maksimalisasinya di bahwa sistem yang ada, mengenai respektabilitas sosial yang lebih
yaitu: sistem sekuler dan sistem islami. baik. Model klasik dari sistem ini tidak jarang
Hasil produksi atau output adalah hasil disadarkan untuk menggambarkan dan
kerjasama antara beberapa faktor ekonomi, memperkuat kepercayaan tersebut.
yaitu modal (yang juga meliputi lahan)
dengan tenaga kerja serta input-input lain
yang dibutuhkan. Paduan faktor produksi ini 7 QS. 88: 22, lihat juga pada QS. 2: 279; 4: 29-30;
memberikan hasil yang diinginkan untuk 11: 85; 26: 185 .
8
produsen. Dalam hal ini harus ditemukan Zubair Hasan, “Welfare and Competitive Prices
keadilan, yaitu seberapa banyak faktor-faktor from the Profit Anget”, All India Economic
Conference (Papers and Proceeding), Indiana
Economic Journal, December, 1972.
9 QS. 2: 279; 3: 57; 3: 86: 4: 10.
10 Adam Smith, Wealth of Nations, Vol 1, New
York: Routledge, 1910.
Dalam model ini, para usahawan selalu produk yang dijual.13 Proses penggandaan
bersaing untuk memperoleh laba pribadi laba inilah yang harus tergantung pada
dalam suatu industri yang terbuka. kondisi persaingan sempurna dengan
Persaingan sempurna dalam pengertian usahannya sendiri.
bahwa para pembeli secara individual tidak Jika penjualan perusahaan berkembang
memiliki kekuatan untuk menetapkan harga dengan cara tersebut, maka modalnya harus
di pasar. Model ini mengklaim, memiliki dua ditingkatkan secara proporsional. Komponen
aspek yang berkaitan dengan kesejahteraan bunga laba normal akan bertambah dengan
sosial, yaitu : rasio yang sama. Namun kekhawatiran
Pertama, mengijinkan para usahawan manajerial diharapkan meningkat dalam
mengambil tingkat laba dari modalnya yang proporsi yang kurang banyak dibandingkan
tidak lebih dari cukup kepada mereka suatu dengan aktivitas produksi perusahaan. Risiko
pendapatan absolut, yang terdiri atas: (1) kerugian ini sebenarnya cenderung berkurang
bunga investasi atas sekuritas yang tidak akan bila bisnis menjadi besar dan stabil. Sekalipun
merugi; (2) gaji atas jasa yang telah mereka itu meningkat, namun tidak mungking
berikan kepada perusahaan dalam kaitan meningkat dalam rasio yang sama, seperti
dengan manajemen yang diukur dengan dalam penjualan. Dengan demikian,
opportunity cost; dan (3) premi untuk peningkatan pendapatan pengusaha
pengambilan risiko sebagaimana yang bersamaan dengan penggandaan penjualan.
ditetapkan berdasarkan taksiran aktuaria-nya. Hal ini jarang terjadi sebanding dengan
Ini berarti, penetapan harga kompetitif peningkatan dalam pengambilan risiko atau
memberikan kepada pengusaha suatu tingkat upaya manajerial, sekalipun angka hasil atas
laba normal, yang demikian ini, dianggap modal mungkin masih nampak ‘normal’. Sifat
sebagai suatu imbalan yang sah atas aktivitas berlebihan ini menjadikan semuanya semakin
produktif karyawan dan harus diperlakukan jelas, jika seseorang pengusaha itu mengingat
sebagai biaya elemen biaya produksi.11 dengan baik, bahwa jika suatu kuantitas tetap
Maksimum adalah persyaratan minimun yang dan tidak dapat dibagi secara relatif dengan
diperlukan untuk bertahan hidup. 12 ukuran perusahaan.14
Kedua, dorongan untuk pengayaan diri Penggandaan penjualan menjadikan
yang diarahkan oleh persaingan juga kompetisi tidak sempurna, namun itu
memaksimalkan produk sosial sebagai menunjukkan secara jelas mengenai tingginya
pemanfaatan perusahaan yang optimal dalam bisnis modern. Kepentingan riilnya adalah
setiap kasus. Lebih lanjut, setiap faktor dapat bahwa laba sebagai suatu surplus atas biaya
ditunjukkan untuk mendapatkan apa yang (dan pajak). Konsep tersebut sangat
disumbangkannya kepada produk perusahaan menggoda pengusaha untuk menarik sejauh
yang bernilai sebagai perolehan atas skala mungkin harga-harga penjualan dan
perusahaan dengan asumsi yang tetap. pembelian dengan maksud untuk memper-
Model tersebut dikritik karena sangat kaya diri. Hipotesis maksimalisasi harga
tidak realistik. Memang benar, namun hanya memberikan dukungan dan penghargaan ter-
memiliki kepentingan sekunder. Signifikansi hadap godaan tersebut. Tentu saja, para
riilnya adalah menunjukkan bahwa model pengusaha menginisiasikan tindakan baik
tersebut menghancurkan dirinya sendiri, dalam pasar produk maupun faktor lain
sekalipun situasi awalnya sama seperti yang untuk mengatasi kompetisi dan menciptakan
digambarkan, dan bahwa laba normal tidak tempat perlindingan monopolistik dalam
perlu tetap merusak dalam proses terebut. rangka untuk meningkatkan ukuran dan kon-
Argumen model ini mengabaikan suatu tinuitas laba mereka.15
sifat dasar penting laba tersebut. Yaitu bahwa
harga pasar produk perusahaan pasti me-
miliki margin walaupun kecil, atas biaya-biaya
13 R.G. Hawtrey, “The Nature of Profit,” Economic
(diluar laba), pelipatan laba yang lebih dari
Journal, Vol. 61 (1951).
14 A. Joan Robinson and John Earwell, An
11 Hasan, op.cit, 1972: 17-18. Introduction to Modern Economics, New York:
12 Tibor Scitovsky, Welfare and Competition, London: McGraw-Hill, 1973.
Macmillan, 1961. 15 Hasan, Loc.cit.
Kecenderungan untuk bertindak
monopolistik tentu saja memainkan peran
dalam transformasi besar – secara Price P MR
institusional dan teknologi – yang telah
terjadi dalam ekonomi pasar selama berabad- P Po
abad. Dua konsekuensi transformasi tersebut MC
mungkin sudah diketahui, diantaranya adalah
: (1) kenaikan terhadap dominasi perusahaan P1 AC
besar yang telah mendisintegrasikan
personalitas pengusaha klasik sehingga tidak
dikenal lagi melalui pemisahan kepemilikan Dengan demikian, gambar keseimbangan
dalam manajemen dan desentralisasi tindakan tangensi kompetisi monopolistik tampak
pembuatan keputusan sepanjang hirarkhi paradoksikal. Di sini, para pekerja, komsumen
dalam perusahaan-perusahaan modern. (2) dan masyarakat pada umumnya, tampaknya
Struktur pasar monopolistik teah menjadi tidak memperoleh apa-apa, karena laba yang
bagian integral ekonomi pasar bebas. diperoleh hanya ‘normal’ dan dalam
Setelah kompetisi terganggu, logika pengertian layak. Gambar tersebut hanya
maksimalisasi laba cenderung beroperasi bermakna untuk menjelaskan konsep laba
dalam arah berlawanan. Kita dapat memulai ‘normal’ tidak memiliki kepentingan etis. Laba
dengan posisi keseimbangan tangensi suatu seperti ini mungkin menjadi bersifat
perusahaan dalam situasi kompetisi eksploitatif melalui proses penggandaan yang
monopolistik, dengan gambar 16.1. Dari dilakukan17. Di dalam keadaan terjadi
gambar 16.1 terlihat bahwa rata-rata kompetisi monopolistik, eksploitasi para
penerimaan sama dengan biaya rata-rata (titik pekerja dan konsumen cenderung meingkat
P0). Laba namun normal. Sekali lagi, harga bersama kemunculan dan ekspansi laba super
komoditas lebih besar dari pada biaya ‘normal’, seperti dorongan mereka untuk
marginal produksi Poqo > Tqo. Ini memaksimalkan laba.
menunjukkan bahwa (1) faktor pekerja yang Kita harus menetapkan bahwa return bagi
dipekerjakan tidak dibayar dengan nilai pengusaha yang paling baik adalah menjadi
penuh dari hasil produks fisik marginal – jadi sewa atau upah, bukan profit. Sekali lagi,
mereka dieksploitasi;16 (2) para perusahaan akan memperoleh kekuatan harga.
pelanggan/konsumen ditolak, perolehan Maksimalisasi laba sebagai sasaran bisnis
suatu penurunan dalam harga sama dengan memiliki suatu karakter global. Namun tujuan
biaya marginal di titik P1, dan surplus mereka ini biasanya banyak menimbulkan konflik.
dikurangi; dan (3) pemanfaatan fasilitas Konflik dapat diminimumkan jika konsep laba
kurang dari optimal – produks sosial tidak tersebut dilakukan dengan cara berbagi hasil
dimaksimalisasikan (Oqo < Oq1) (sharing).

Penentuan Posisi Laba Secara Islami


Price P MR
Untuk menemukan kombinasi harga-
P output yang akan menjadikan ruang menjadi
Po MC lebar, melalui kesamaan slope-nya (MR = MC),
yang pada ekonomi sekuler nampak
berkonsentrasi pada hal-hal yang bersifat
P1 AC teknis. Untuk menyelidiki percabangan
maksimilasi laba, seseorang harus meng-
Gambar 1 : Gambaran tentang Konsep Laba analisis faktor-faktor yang menentukan
Normal tidak memiliki Kepentingan Etik tingkat relatif dari kurve penerimaan dan
biaya.
Di dalam Islam, penentuan posisi laba,
16
perilaku rasional dalam maksimisasi laba pada
A.C. Pigou, Economic Welfare, London:
Macmillan, 1920. Lihat juga Joan Robinson,
dasarnya dikondisikan oleh tiga faktor, yaitu:
Economics of Imperfect Competition, London:
Macmillan, 1933 17 Hasan, Op.cit
(1) pandangan Islam tentang bisnis; (2)
perlindungan kepada konsumen; dan (3) bagi Sekarang, andaikan W adalah gaji yang
hasil di antara faktor yang mendukung. berlaku, w adalah gaji minimum, dan i adalah
Semua faktor itu akan mempengaruhi tingkat bunga, semua tingkat tersebut adalah
tingkat kurve penerimaan dan biaya untuk untuk per unit output. Kita dapat menerapkan
menentukan ‘profit space’ sedemikian rupa pada:
sehingga usaha maksimisasi tidak melanggar (W – w + i) = y, y > 0
norma-norma perilaku Islam. Bahkan, hal ini Fungsi total cost Islami dapat dituliskan
cenderung mendorong pertumbuhan yang sebagai berikut:
adil dan berusaha mengharmoniskan TC’ = cX² - yX, c > y
kepentingan-kepentingan individu dan sosial. Fungsi total penerimaan TR, tetap sama
seperti sebelumnya. Nilai yang relevan dalam
Maksimalisasi Laba dan Efek keseimbangan tersebut, sekarang akan
Sosialnya menjadi:
Di dalam keadaan kompetisi monopolistic, 1 a+y
maksimasi laba mungkin mengarahkan pada 1
Output x = [ ]
sistem Islami, yang bertujuan untuk 2 b+c
memberikan harga komoditas paling rendah,
volume hasil yang lebih besar, dan b a+y
keuntungan netto yang lebih besar, dibanding- Price P1 = a – [ ]
kan dengan model perusahaan sekuler. Pada 2 b+c
bagian ini akan kami tunjukkan
rasionalisasinya. 1 a + y²
Pada sistem sekuler, andakan harga P dari dan Profit π1 = [ ]
komoditas yang diproduksi oleh perusahaan 4 b+c
adalah sangat berkebalikan dengan outputnya,
misalnya X, yaitu: Mudah untuk melihat bahwa dalam sistem
P = a – bX a/b > X Islam, keseimbangan output adalah lebih
Demikian juga, andaikan biaya rata-rata AC besar, harga lebih rendah dan profit lebih
merupakan fungsi pertambahan output, yaitu: besar daripada kerangka sekuler, untuk itu kita
AC = cX temukan, sebagai berikut:
Untuk penyederhanaan, diasumsikan,
bahwa semua biaya adalah termasuk biaya 1 y
1
variabel. Dalam penyajian di atas a, b dan c x – x* = [ ]
merupakan konstanta posistif. 2 b+c
Hal ini memudahkan untuk menetapkan
fungsi total cost (TC) dan total revenue (TR) 1 by
dengan mengalikan rata-rata pada setiap 1
P – p* = a – [ ]
kasusu dengan output X. Dengan 2 b+c
menggunakan turunan dan penyelesaian, kita
akan menemukan bahwa keseimbangan y y + 2a
perusahaan akan menjadi: dan π1 – π* = [ ]
1 a 4 b+c
Output x* = [ ]
2 b+c Kita tidak perlu tergesa-gesa menyimpul-
1 a kan bahwa hasil terakhir ini hanyalah akibat
Price P* = a[1 – ( )] pengurangan TC oleh yH dalam sistem Islam.
2 b+c Untuk itu, dapat ditunjukkan bahwa
perbedaannya adalah lebih besar dari pada
1 a² pengurangannya, yaitu:
dan Profit π* = [ (π1 – π*) > yX*
]
Perbedaan yang ditunjukkan di atas dapat Gambar di atas melukiskan hubungan
dijelaskan lebih lanjut dengan bantuan gambar antara risiko dan laba, dengan bunga bersih
sederhana sebagai berikut: yang dibayar atas pinjaman dalam perusahaan
sekuler ditunjukkan dengan kurve AA1. Ini
T bisa kita sebut sebagai kuve kemungkinan
T
R risiko-laba. Kurve ini menunjukkan kombinasi
R R T optimal risiko dan laba perusahaan yang dapat
dipilih sesuai dengan skala preferensinya.
Kurve AA1 merupakan kurve cembung
C terhadap sumbu laba, hal ini secara tidak
C langsung menunjukkan bahwa jika ada
T
penambahan laba perusahaan yang
X diharapkan, maka risiko akan bertambah
0 X*
setingkat dengan penambahannya.
Demikian juga, kita dapat
Gambar 2: Keseimbangan Output, Harga menggambarkan peta indifference risiko-laba
dan Profit antara perusahaan yang terdiri atas kurve II1, pada gambar 2.
Islami dan Sekuler Kurve tersebut adalah terbalik bentuknya,
sebab kita lebih menyukai tingkat risiko yang
Di sini: lebih rendah, yaitu digambarkan pada titik-
π* = R* C*, π1 = R1 C1, P* titik yang lebih rendah dalam gambar tersebut.
= R* X* dan P1 R1 C1 Slop kurve tersebut adalah positif bila risiko
OX* OX1 bertambah, perusahaan memerlukan tingkat
laba yang lebih tinggi untuk tetap berada pada
Perusahaan Islami beroperasi dengan posisi ndifference .
menggunakan mekanisme bagi hasil. Dalam Untuk perusahaan sekuler, kombinasi
kerangka bagi hasil, maka akan terjadi optimal risiko dan laba ditunjukkan oleh T1,
pembagian hasil dan risiko. Penghapusan dengan titik tangensi antara kurve AA1 dan
mekanisme bunga dalam organisasi kerangka kurve indifference berada pada I1. Namun,
Islam, akan melakukan penyebaran risiko atas jika perusahaan mengadopsi cara Islam, yaitu
investasi keseluruhan secara adil. Hubungan menghilangkan bunga dan menggantinya
antara profit dengan risiko dalam praktek dengan bagi hasil akan cenderung menggeser
perusahaan Islam, dapat digambarkan sebagai kurve untuk pemegang sahamnya ke arah
berikut: kanan yaitu ke posisi BB1. Kecenderungan itu
akan diperkuat lagi pada pemberian gaji yang
bervariasi dengan laba yang diperoleh. BB1
Risk adalah tangen dari kurve indifference I1 pada
Kombinasi
A1 B1 titik T2. Implikasi dari islamisasi adalah bisa
Risiko-laba yang I1 memungkinkan perusahaan memiliki (1) lebih
dapat dicapai banyak laba untuk risiko sama, atau (2) laba
I2 yang sama untuk risiko yang lebih rendah.
T1 T2
Kesimpulan
Pandangan terhadap masalah laba dari
A sistem ekonomi konvensional dengan sistem
B ekonomi Islam tergantung pada pendekatan
0 Profit yang digunakan. Teori ekonomi sekuler –
P1 P2 dalam hal ini – biasanya menggunakan
pendekatan impersonal dalam kaitan dengan
Gambar 3 masalah distribusi. Pendekatan ini terutama
Hubungan antara Risiko dan Laba dalam berlandaskan pada kekuatan-kekuatan pasar,
Perusahaan Sekuler sebagaimana yang diatur oleh kompetisi untuk
menjadi suatu pembagian ‘adil’ produk bagi
faktor-faktor produksi. Bagian pekerja
biasanya masuk di dalam biaya-biaya produksi, Muhammad Amin Ibnu Âbidîn, Rad al-
sehingga dapat mengurangi bagian pekerja. Di Muhtar ‘Ala al-Durr al-Mukhtar, (Beirut:
dalam Islam, penentuan posisi laba, perilaku Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994
rasional dalam maksimisasi laba pada dasarnya Muhammad Rawwâs Qal’ah Ji, Mabâhis fi al-
dikondisikan oleh tiga faktor, yaitu: (1) Iqtishâd al-Islâmiy, Beirut: Dâr al-Nafais,
pandangan Islam tentang bisnis; (2) 1991
perlindungan kepada konsumen; dan (3) bagi Muhammad Rif’at ‘Utsman, an-Nizham al-
hasil di antara faktor yang mendukung Qadha’i, Kairo: Dâr al-Bayan, 1996
produksi. Muhammad, Etika Bisnis Islam, Yogyakarta:
UPP-AMP YKPN, 2004
Daftar Rujukan Peter Pratley, The Essence of Business Ethics,
‘Abd al-Qâdîr ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Islâmiy, dialihbahasakan ke dalam bahasa
Kairo: Dâr al-Turats, t.th. Indonesia oleh Gunawan Prasetio ;
A. Joan Robinson and John Earwell, An Etika bisnis, Yogyakarta: Penerbit Andi
Introduction to Modern Economics, New R.G. Hawtrey, “The Nature of Profit,”
York: McGraw-Hill, 1973 Economic Journal, Vol. 61 (1951)
A. Koutsoyannis, Modern Microeconomic, New Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen,
York : Macmillan, 1980 Jakarta: Grasindo, 2000
A.C. Pigou, Economic Welfare, London: Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di
Macmillan, 1920. Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Vol. 1996
2 Lucknow: Taj Kumar Press, 1955. Syeikh Muhammad Khudari Bek, Ushûl al-
Adam Smith, Wealth of Nations, Vol 1, New Fiqh, Beirut Dâr al-Fikri, 1988
York: Routledge, 1910 Taqiyyuddin Ahmad ibnu Taymiyyah, al-
Ahmad ibnu Taymiyyah, Majmû’ Fatâwâ, Hisbah fi al-Islâm, ditahkik oleh Said
Beirut: Dâr al-‘Arabiyyah, 1398 H, Jilid Muhammad ibn Abi Sa’dah, Kuwait:
ke-29 Maktabah Dâr al-Arqâm, 1983
Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Tibor Scitovsky, Welfare and Competition,
Pustaka Sinar Harapan, 1995 London: Macmillan, 1961
Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Yusanto & Wijayakusuma, Menggagas Bisnis
Neomodernisme IslamFazlur Rahman, Islam, Jakarta : Gema Insani Press,
Taufik Adnan Amal (penyunting), 2002
Bandung: Mizan, 1992 Zubair Hasan, “Profit Maximization : Secular
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, al-Thuruq al- versus Islamic”, dalam Sayyid Tahir,
Hukmiyyah fî al-Siyâsat al-Syar‘iyyat, Aidit Ghazali dan Syed Omar Syed
Kairo: al-Muassasat al-‘Arabiyyah, 1961 Agil, Reading in Microeconomics An Islamic
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, I‘lâm al- Perspective, Malaysia : Longman, 1992
Muwaqqi‘în ‘an Rabb al-‘Âlamîn, Beirut: Zubair Hasan, “Welfare and Competitive
Dâr al-Fikri, 1977 Prices from the Profit Anget”, All India
Ibnu Hazm, al-Muhallâ, Beirut: Dâr al-Fikri, Economic Conference (Papers and
t.th., Jilid 11 Proceeding), Indiana Economic
Ibnu Khaldûn, Muqaddimah, Beirut: Dâr al- Journal, December, 1972
Fikri, t.th
Ibnu Qudâmah, al-Mughni, Beirut: Dâr al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th, jilid 4
Joan Robinson, Economics of Imperfect
Competition, London: Macmillan, 1933
M. Quraish Shihab, “Etika Bisnis dalam
Wawasan al-Qur’an”, Ulumul Qur’an,
hlm. 4-5.
Muhamad, Manajemen Bank Syari’ah,
Yogyakarta : UPP-AMP YKPN, 2003
Muhammad & Alimin, Etika dan Perlindungan
Konsumen, Yogyakarta: PSEI-STIS, 2004

Anda mungkin juga menyukai