Anda di halaman 1dari 112

PENDAHULUAN

1. Pengertian

Geologi struktur adalah ilmu yang


mempelajari bentuk arsitektorat kulit bumi
serta gejala-gejala yang menyebabkan
pembentuknya. Beberapa ahli member sinonim
geologis truktur dengan geologi tektonik, atau
geo tektonik. Perbedaan antara sinonim-
sinonim tersebut terletak pada penekanan
masalah yang dipelajari dan skalanya.
Geologi struktur lebih cenderung pada
geometri batuan dengan skala kecil (lokal atau
regional), sementara yang lain lebih cenderung
pada gaya-gaya dan pergerakan yang
menghasilkan struktur geologi. Pengertian
tersebut dapat diuraikan dari akar kata geo
tektonik yang berasal dari bahasaYunani,yaitu
dari kata geo yang berarti earth(bumi) dan
tekton yang berarti builder
(pembangun/pembentuk).

1
Gambar1. Foto singkapan struktur
antiklin pada perlapisan
batupasir dan sketsa lapangan
yang dibuat untuk mempermudah
identifkasi unsur-unsur struktur
geologi (McClay,1987).
Keterampilan ini sangat penting
dan bermanfaat didalam
pekerjaan lapangan geologi
struktur.
Struktur batuan adalah gambaran tentang
kenampakan atau keadaan batuan, termasuk
didalamnya bentuk dan kedudukannya.

2
Didasarkan pada proses pembentukannya,
struktur batuan dapat dibedakan menjadi :
Struktur primer, yaitu struktur yang terjadi
pada saat proses pembentukan batuan tersebut,
misalnya, pada batuan sedimen : bidang
perlapisan bersilang (cross bedding), gelembur
gelombang (ripple mark), perlapisan bersusun
(graded bedding), dan sebagainya, pada batuan
beku : struktur aliran (flow structure), kekar
akibat pendinginan (cooling joints), dan
sebagainya.
Struktur sekunder, yaitu struktur yang
terjadi kemudian, setelah batuan terbentuk,
yaitu akibat proses deformasi atau tektonik.
Jenis struktur yang termasuk di dalam struktur
sekunder diantaranya adalah : lipatan, rekahan
(kekar), patahan (sesar), dan sebagainya.
Geologi struktur yang dimaksudkan pada
praktikum ini lebih ditekankan untuk
mempelajari tentang struktur akibat dari
deformasi. Walaupun demikian, pada beberapa
kasus, struktur primer akan berguna di dalam
analisis struktur, misalnya untuk menentukan
arah sedimentasi, dan sebagainya.

2.Tujuan dan Manfaat


Tujuan atau sasaran yang ingin dicapai
dengan mempelajari geologi struktur adalah :

3
1. Dapat mendeterminasi bentuk dan ukuran
tubuh batuan.
2. Dapat menghubungkan struktur geologi
yang dijumpai dengan urut-urutan
kejadian.
3. Dapat mendeterminasi proses-proses fsik
yang menghasilkan struktur geologi
tersebut.
Sedangkan manfaat mempelajari geologi
struktur adalah :
1. Dapat mengetahui posisi stratigraf suatu
batuan dengan batuan yang lain.
2. Dalam aplikasinya dapat untuk membantu
dalam pencarian bahan mineral dan minyak
bumi, geologi teknik, hidrogeologi dan geologi
tata lingkungan.

ACARA 1
PENGENALAN UNSUR STRUKTUR

1.Definisi
Secara geometri, unsur struktur geologi
dianggap sebagai bidang-bidang dan garis-
garis. Garis atau bidang tidak selalu merupakan

4
bidang batas dari suatu batuan, tetapi
merupakan unsur yang mewakili batuan atau
satuan batuan. Didalam prinsip geometri, suatu
bidang atau garis adalah unsur yang
mempunyai kedudukan (attitude) atau orientasi
yang pasti di dalam ruang, dan hubungan
antara satu dan lainnya dapat dideskripsikan.
Dalam hal ini, suatu bidang atau garis harus
mempunyai komponen kedudukan, yang pada
umumnya dinyatakan dalam koordinat grafs,
arah (bearing atau azimuth), dan kecondongan
(inclination). Secara geometris, unsur struktur
geologi dapat dibedakan menjadi :

 Struktur bidang (planar), misalnya : bidang


perlapisan, bidang foliasi, bidang rekahan,
bidang sesar, bidang belahan (cleavage),
dan sebagainya.
 Struktur garis (linear), misalnya : lineasi
mineral, sumbu lipatan, goresgaris
(striation), dan sebagainya.

2.Beberapa Definisi Umum Dalam Geometri


 Kedudukan (attitude), merupakan istilah
umum untuk orientasi dari sebuah bidang
atau garis di dalam ruang, dan pada
umumnya dihubungkan dengan koordinat
geografs dan garis horizontal. Kedudukan
terdiri dari komponen arah (bearing atau
azimuth) dan kecondongan (inclination).

5
 Arah (azimuth), merupakan istilah umum
untuk sudut horizontal antara sebuah garis
dan suatu arah koordinat tertentu. Arah
koordinat ini biasanya merupakan arah
utara sebenarnya (true north).
 Kecondongan (inclination), merupakan
istilah umum untuk sudut vertikal (diukur
kearah bawah) antara garis horizontal dan
sebuah bidang/garis.

3.Kedudukan (Attitude) Struktur Bidang


Kedudukan sebuah struktur bidang dapat
diwakili oleh sepasang angka. Terdapat dua
cara penulisan yang dapat digunakan untuk
menuliskan sepasang angka tersebut, yaitu :
1. Cara penulisan jurus (strike) dan kemiringan
(dip).
2. Cara penulisan kemiringan (dip) dan arah
kemiringan (dip direction).

 Jurus (Strike) Struktur Bidang


Sebuah garis jurus (stike line) dapat
didefnisikan sebagai sebuah garis horizontal
yang terletak pada suatu struktur
bidang.Sebuah garis jurus pada suatu
struktur bidang dapat dibayangkan sebagai
perpotongan antara bidang horizontal
imajiner dengan struktur bidang tersebut
(ingat bahwa perpotongan antara dua buah
bidang adalah sebuah garis).

6
Jurus suatu struktur bidang pada lokasi
tertentu adalah sudut antara garis jurus
dengan utara sebenarnya. Dengan kata lain,
jurus adalah sudut antara garis horizontal
pada suatu struktur bidang dengan utara
sebenarnya. Jurus merupakan besaran sudut
yang diukur dalam satuan derajat (0) dengan
menggunakankompas. Setiap sudut yang
diukur dengan menggunakan kompas
disebut arah(baearing atau azimuth

 Kemiringan (Dip) Struktur Bidang


Kemiringan sebenarnya (true dip) dari suatu
struktur bidang adalah sudut antara struktur
bidang tersebut dan sebuah bidang
horizontal yang diukur pada bidang vertikal
tertentu.Bidang vertikal yang tertentu ini
memiliki orientasi yang tepat tegak lurus
dengan garis jurus (Gambar 3.3a).Pada
sebuah struktur bidang, kemiringan
sebenarnya selalu merupakan kemiringan
lereng yang paling besar, dan arah
kemiringan sebenarnya merupakan arah
yang tepat tegak lurus jurus.Arah
kemiringan sebenarnya selalu ditentukan
pada arah turun lereng (downslope).

7
Gambar 1.1. Diagram blok yang
memperlihatkan arti dari
kemiringan. (a) Kemiringan
sebenarnya(δ), dengan arah panah
menunjukkan
arah kemiringan. (b) kemiringan semu (α).

8
Gambar 1.2. Cara pengukuran strike dan
Dip menggunakan kompas geologi
tipe brunton

Kemiringan yang diukur pada bidang vertikal


yang tidak tegak lurus garis jurus disebut
sebagai kemiringan semu (apparent dip)
(Gambar 1.1b).Besar kemiringan semu harus
selalu lebih kecil dari pada besar kemiringan
sebenarnya.Besar kemiringan semu yang diukur
pada bidang vertikal yang mengandung garis
jurus adalah nol derajat (0°).
Cara Penulisan Kemiringan dan Arah
Kemiringan Untuk Struktur Bidang Kedudukan
struktur bidang juga dapat dideskripsikan
dengan cara penulisan kemiringan dan arah
kemiringan. Cara penulisan ini, untuk contoh-
contoh kedudukan struktur bidang di atas,
diperlihatkan pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 1.1. Contoh cara penulisan


kemiringan dan arah kemiringan
untuk struktur bidang. Cara
Penulisan Jurus dan Kemiringan
Konvensi Kuadran Konvensi
AzimuthCara Penulisan
Kemiringandan Arah Kemiringan

9
Gambar 1.3. Penulisan kedudukan batuan
menggunakan sistem kuadran (a) dan azimuth
(b)

10
Gambar 1.4.Simbol-simbol struktur bidang

4.Kedudukan Struktur Garis


Kedudukan sebuah struktur garis diwakili
oleh sepasang angka : penunjaman (plunge) dan
arah penunjaman (trend). Jika struktur garis
tersebut terbentuk pada sebuah struktur bidang
yang kedudukannya diketahui, maka orientasi
struktur garis tersebut dapat diwakili oleh
sebuah angka yang disebut pitch*.
Struktur garis merupakan suatu garis yang
kedudukannya dapat mengikuti suatu bidang
dan dapat juga berdiri sendiri. Garis adalah
unsure geometris yang ditimbulkan oleh adanya
sepanjang titik. kedudukan struktur garis
dinyatakan dengan istilah yaitu trench, bearing,
plunge, dan rake/ picth.
seperti halnya struktur bidang , struktur garis
dibedakan menjadi:

 struktur garis riil, adalah struktur garis


yang arah dan kedudukannya dapat diamati
langsung di lapangan, misalnya goresgaris
pada bidang sesar.
 struktur garis semu, adalah semua struktur
garis yang arah atau kedudukannya
ditafsirkan dari orientasi unsur-unsur struktur

11
yang membentuk kelurusan atau liniasi,
misalnya liniasi fragmen breksi sesar, liniasi
mineral-mineral dalam batuan beku, dsb.
Berdasarkan saat pembentukannya struktur
garis dapat dibedakan menjadi “struktur garis
primer” adalah liniasi atau penjajaran mineral
pada batuan beku tertentu, arah liniasi struktur
sedimen. dan yang termasuk “strutur garis
sekunder” adalah goresgaris, liniasi memanjang
fragmen breksi sesar, garis poros lipatan dan
kelurusan-kelurusan. Kedudukan struktur garis
dinyatakan dengan istilah-istilah ”arah
penujaman” (trend), ”penujaman” (plunge),
“arah kelurusan” (bearing), dan “rake” atau
“pitch”.
defnisi istilah-istilah dalam struktur garis:
- Trend : jurus dari bidang vertikal yang
melalui garis dan menunjukkan arah
penujaman garis tersebut.
- bearing : jurus dari bidang vertikal yang
melalui garis, tetapi tidak menunjukkan
penujaman garis tersebut.
- pake/pitch: besar sudut antara garis dengan
garis horizontal, yang diukur pada bidang
dimana garis tersebut terdapat.
B

K
N
C
A
L

12
D

 

keterangan:
a-k : jurus (strike) bidang abcd diukur
terhadap arah utara
o-a : arah kemiringan (dip direction)
a-l : struktur garis pada bidang abcd
a-k : arah penujaman (trend)
a-k/k-a : arah kelurusan = azimuth nak

 : penujaman (plunge)/kemiringan semu

 : rake (pitch)

 : kemiringan (dip) bidang abcd diukur


tegak lurus ab

 : sudut kelurusan (bearing)


b. notasi, penggambaran struktur bidang
dan garis serta pengukuran unsur-unsur
struktur bidang dan garis

13
Notasi struktur bidang:

a. Jurus/strike:
sistem azimuth yaitu n x0 e/y0, dengan x
antara 00- 3600 dan y antara 00- 900. sistem
kuadran yaitu jika azimuthnya adalah n
1450 e/300 maka kuadran adalah n 350 w/300
sw dan s 350 e/300.
b. dip dan dip direction
Misalnya sistem azimuth adalah n 1450 e/300
maka penulisan berdasarkan “dip, dip direction”
adalah 300, n 2350 e.
Notasi struktur garis:
sistem azimuth hanya mengenal satu
penulisan yaitu y0, n x0 e.
sistem kuadran, penulisannya tergantung
pada posisi kuadran yang diinginkan
sehingga mempunyai beberapa cara
penulisan misalnya azimuthnya adalah 300,
n 450 e maka kuadrannnya 300, n 450 e. dan
jika sistem azimuth 450, n 900 e maka
sistem kuadrannya 450, n 900 e atau 450, s
900 e.

14
 Penggambaran struktur bidang dan
struktur garis: azimuth
kuadran
Notasi Gambar Notasi Gambar
N 1450 S 350
E/300 E/300 SW
atau
300
0
N 90 0 N 350 30
E/450 W/300 SW

N 900
E/450 S
450 4
0
N 90 50
W/450 E
S 900
E/450 S
S 900
W/450 S

15
Notasi Gambar Notasi Gambar
300, n 450, n 900
450 e e
450 atau
0
450, s 900 45
e

Pengukuran unsur struktur bidang dan


struktur garis:
a. Strike
Tempel sisi e kompas pada bidang yang
diukur, kedudukan kompas dihorizontalkan
dengan menyentringkan nivo kotak. lalu berilah
tanda garis pada bidang sesuai arah strike.
b. Dip
Kompas pada posisi tegak, tempel sisi w
kompas pada bidang yang diukur dengan posisi
tegak lurus strike pada garis yang telah dibuat.
lalu sentringkan nivo tabung.
c. Dip direction
Tempel sisi s kompas, horizontalkan kompas
dengan menyentringkan nivo kotak.
d. Trend
Tempel alat bantu ( buku
lapangan/clipboard) pada posisi tegak dan

16
sejajar arah struktur garis. lalu tempel sisi w
atau e kompas pada posisi kanan/kiri alat bantu
dengan visir kompas mengarah kepenujaman
struktur garis tersebut dan sentringkan nivo
kotak.
e. Plunge
Tempel sisi w kompas pada sisi atas alat
bantu yang masih dalam keadaan vertikal,
sentringkan nivo tabung/clinometer.
f. Pitch
Buat garis horizontal pada bidang struktur
garis tersebut terdapat (sama dengan strike
bidang tersebut), ukur besar sudut lancip yang
dibentuk oleh garis horizontal menggunakan
busur derajat.
g. Bearing
Arah visir kompas sejajar dengan unsur-
unsur keselurusan struktur garis yang akan
diukur, lalu sentringkan nivo tabung.

17
Gambar 1.7.Simbol-simbol struktur garis

ACARA 2
PROYEKSI ORTOGRAFI DAN
TRIGONOMETRI

1.Deifinisi

Masalah geometri dalam geologi struktur


adalah masalah yang dijalin oleh geometri
bidang-bidang dan garis-garis. Salah satu cara
pemecahannya adalah dengan metode geometri
deskriptif yang meliputi metode grafs dan
proyeksi yang dalam analisa pemecahannya
mengubah kenampakan posisi obyek struktur
tiga dimensi menjadi gambaran dua dimensi.
Disamping metode deskriptif digunakan pula
metode statistik sederhana dalam membantu
analisa dan memecahkan masalah struktur
geologi suatu daerah. Metode statistik yang
pertama adalah diagram-diagram yang dibuat
berdasarkan data-data yang hanya memiliki satu

18
parameter saja . Diagram-diagram yang
dihasilkan adalah diagram kipas, diagram roset
dan diagram batang. Kedua adalah diagram
yang dibuat berdasarkan prinsip proyeksi
stereografis (diagram kutub) dan berdasarkan
data-data yang memiliki dua parameter yakni
data jurus dan kemiringan (bidang) dan
“plunge,bearing” (garis). Diagram yang
dihasilkan adalah diagram-diagram kontur.
Unsur-unsur struktur secara geometris pada
dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris
yaitu geometris bidang (struktur bidang
meliputi bidang perlapisan, kekar, sesar, foliasi,
sumbu lipatan, dll), dan geometris garis
(struktur garis meliputi goresgaris, perpotongan
2 bidang, liniasi, dll).
Pemecahan masalah-masalah yang
berhubungan dengan geometri struktur bidang
dan struktur garis seperti masalah besaran arah
dan sudut, jarak dan panjang dari struktur
bidang dan struktur garis, misalnya
menentukan panjang dari segmen garis, sudut
antara dua garis, sudut antara dua bidang,
sudut antara garis dan bidang, jarak titik
terhadap bidang, jarak titik terhadap garis.
Kelemahan dari metode ini adalah
ketelitian-nya sangat bergantung pada faktor-
faktor yaitu skala penggambaran, ketelitian alat
gambar dan tingkat keterampilan si
penggambar. Namun dibanding metode-metode

19
lain, metode ini dapat lebih cepat untuk
memecahkan masalah struktur bidang dan
struktur garis, karena secara langsung
berhubungan dengan kenampakan tiga dimensi,
sehingga mudah dipahami.
Penentuan struktur garis dan bidang pada
acara proyeksi 2 dimensi adalah dengan
menggunakan metode orthografs dan
trigonometri.

2.Proyeksi Ortografi
Proyeksi ortograf, merupakan cara
penggambaran suatu objek, dimana setiap
titik pada objek tersebut diproyeksikan sejajar
satu dengan yang lainnya, dan ditarik tegak
lurus terhadap bidang proyeksi (Gambar 2.1).

20
Gambar 2.1.Prinsip proyeksi ortografi.

21
Masalah 2-1 : menentukan kedudukan struktur
garis dan pitch pada struktur bidang Suatu
struktur bidang memiliki kedudukan N45 0
E/300 SE. Pada bidang tersebut terdapat
struktur garis berarah N180 0 E. Tentukan
kedudukan dan pitch struktur garis tersebut.
Untuk kedudukan struktur garis (penunjaman
dan arah penunjaman), kita hanya tinggal
menentukan penunjamannya saja, karena arah
penunjamannya sudah diketahui, yaitu N1800E.

Pemecahan 2-1 (Gambar 2.2)


1. Bayangkan (tidak perlu digambar!)
permasalahan dalam tiga dimensi (Gambar
4.4a). COED adalah bidang miring. Beda
tinggi antara garis jurus CO dan garis
jurus DE adalah t (t dapat ditentukan
secara bebas). Garis FG adalah proyeksi
garis DE pada bidang peta. Dari Gambar
4.5a dapat dilihat bahwa untuk dapat
mengukur besar penunjaman, kita harus
memutar bidang OAB ke bidang peta
dengan menggunakan garis OA sebagai
garis lipat. Untuk dapat mengukur sudut
besar pitch, kita harus memutar bidang
COED ke bidang peta dengan
menggunakan garis CO (garis jurus)
sebagai garis lipat.

22
2. Gambar garis jurus pada arah N450E
dengan panjang bebas (pada gambar 4.4c
garis dengan panjang bebas ditandai
dengan lingkaran hitam kecil). Tentukan
posisi titik C pada garis ini (bebas). Gambar
garis CI tegak lurus jurus (searah dengan
arah kemiringan sebenarnya).
3. Jadikan garis CI sebagai garis lipat F1,
putar bidang penampang ke bidang peta.
Gambar garis CJ yang membentuk sudut
300(kemiringan struktur bidang) dengan
CI.
4. Buat garis KL tegak lurus CI (sejajar jurus).
Garis ini memotong garis CI dan CJ di titik
F dan D'. Dalam pembuatan garis KL ini,
usahakan agar panjang FD' memiliki angka
yang bulat dalam satuan milimeter. Garis
KL ini merupakan proyeksi garis jurus DE
(lihat Gambar 4.4a) pada bidang peta.
Dalam penggambaran yang baru saja
dilakukan, beda tinggi antara garis jurus
CO dan garis jurus DE adalah sebesar
panjang FD' (t).

Penentuan penunjaman struktur garis


5. Gambar garis OA pada arah N1800E. Garis
OA ini merupakan proyeksi struktur garis
pada bidang peta.

23
6. Jadikan OA sebagai garis lipat F2, putar
bidang penampang kebidang peta. Gambar
garis AB'' tegak lurus OA sepanjang t
7. Gambar garis OB''. Sudut AOB'' merupakan
penjunjaman struktur garis. Penentuan
pitch
8. Jadikan garis jurus CO sebagai garis lipat
F3, putar bidang miring COED ke bidang
peta. Dengan menggunakan jangka, gambar
busur penghubung dari titik D' ke D'', di
mana D'' terletak di sepanjang garis lipat CI
dan titik C sebagai pusat busur
penghubung. Panjang CD'' sama dengan
panjang CD'.
9. Gambar segi empat COE'D''. Segi empat ini
adalah bidang miring COED yang telah
diputar ke bidang peta dengan
menggunakan garis CO sebagai garis lipat.
Setelah perputaran ini, titik B yang
sebelumnya berada di bidang miring, akan
terputar ke B'di bidang peta (Gambar 4.4b).
10. Gambar garis OB'. Garis ini adalah
struktur garis OB yang telah diputar ke
bidang peta dengan menggunakan garis CO
sebagai garis lipat. Sudut COB adalah pitch
11. .Pengukuran dengan menggunakan
busur menghasilkan kedudukan struktur
garis 230, N1800E, dan besarnya pitch 500.

24
Gambar 2.2

Dua buah bidang yang saling berpotongan akan


menghasilkan satu garis potong yang
merupakan unsur dari kedua bidang tersebut.
Pengertian ini dapat diterapkan untuk beberapa
unsur strukturgeologi, misalnya perpotongan
suatu lapisan batuan dengan sesar, intrusi suatu
korok (dike), urat-urat (veins),dan sebagainya.

Masalah 2-2 : struktur garis yang terbentuk dari


perpotongan dua struktur bidang Suatu zona
mineralisasi dianggap sebagai satu zona atau

25
garis lurus, yang merupakan perpotongan
antara lapisan batugamping dengan kedudukan
N700E/400SE, dengan suatu korok andesit
dengan kedudukan N1400E/250SW. Tentukan
kedudukan struktur garis yangmerupakan zona
mineralisasi tersebut.

Pemecahan 2-2 (Gambar 2.2)


1. Gambar jurus kedua struktur bidang pada
skala yang cocok dan saling berpotongan di
titik K. Tandai arah kemiringan pada kedua
garis jurus.
2. Gambar garis lipat F1 tegak lurus jurus
lapisan batugamping dan garis lipat F2
tegak lurus jurus korok andesit, putar
bidang-bidang penampang ke
3. bidang peta. Gambar garis PX dan BI yang
masing-masing membentuk sudut 400dan
250terhadap F1 dan F2.
4. Gambar garis YV tegak lurus F1. Garis ini
memotong F1 dan PX di titik U dan S'.
Dalam pembuatannya, usahakan agar US'
memiliki panjang yang bulat dalam satuan
milimeter, dan dalam hal ini dicontohkan
panjangnya t.
5. Gambar garis JG tegak lurus F2. Garis ini
memotong F2 dan BI di titik F dan C'.
Dalam pembuatannya, FC' harus memiliki
panjang t.

26
6. Garis YV dan JG berpotongan di titik M.
Gambar garis KM yang
7. merupakan proyeksi zona mineralisasi pada
bidang peta. Karena itu, arah KM
merupakan arah penunjaman zona
mineralisasi.
8. Jadikan KM sebagai garis lipat, putar
bidang penampang ke bidang peta. Gambar
garis MZ' tegak lurus KM dengan panjang t.
Gambar garis KZ'. Sudut MKZ' adalah
penunjaman zona mineralisasi.
9. Pengukuran dengan menggunakan busur
menghasilkan kedudukan zona mineralisasi
200, N2160E. Pitchdari zona mineralisasi
terhadap lapisan batugamping dan korok
andesit dapat ditentukan dengan
menggunakan metode seperti pada Gambar
4.4. Pitchzona mineralisasi terhadap lapisan
batugamping = 410dan terhadap korok
andesit = 780.

27
Gambar 2.3
Jika sebuah struktur garis ingin diproyeksikan
pada penampang vertikal yang tidak sejajar
struktur garis tersebut, maka kita harus
menggambarkan penunjaman semu (apparent
plunge) pada penampang tersebut. Hal ini mirip
dengan penggunaan kemiringan semu pada
penampang yang tidak sejajar dengan arah
kemiringan sebenarnya. Namun berkebalikan
dengan hubungan antara kemiringan semu dan
kemiringan sebenarnya, penunjaman semu
selalu lebih besar daripada penunjaman
sebenarnya. Nilai maksimal penunjaman semu
adalah 900, didapatkan jika penampang berarah
tegak lurus struktur garis. Nilai minimum
penunjaman semu adalah sebesar penunjaman
sebenarnya, didapatkan jika penampang
berarah sejajar dengan struktur garis. Salah
satu situasi di mana penentuan penunjaman
semu dibutuhkan adalah jika lubang bor yang
tidak vertikal dan satuan-satuan batuan yang
ditembusnya ingin ditampilkan (diproyeksikan)
pada penampang vertikal.

28
Masalah 2-3 : penunjaman semu, proyeksi
lubang bor miring pada penampang vertikal
Lubang bor memiliki kedudukan 300, N450E.
Tentukan kedudukan proyeksi lubang bor ini
pada penampang vertikal berarah E-W.
Pemecahan 4-3 (Gambar 2.3)

1. Gambar 4.6a memperlihatkan permas


alahan yang ada. Kita ingin menentukan
kedudukan proyeksi lubang bor pada
penampang. Dari Gambar 4.6a dapat
dibayangkan bahwa proyeksi lubang bor
pada penampang akan memiliki arah
penunjaman N900E.
2. Gambar ulang garis penampang dan garis
proyeksi lubang bor pada peta. Tentukan
titik X pada garis proyeksi lubang bor.
3. Gunakan garis OX sebagai garis lipat F1,
putar bidang penampang ke bidang peta.
Buat garis OA yang membentuk sudut 30
4. 0(penunjaman struktur garis) dengan OX.
5. Buat garis dari titik X yang tegak lurus OX.
Garis ini memotong OA di titik W. Ukur
jarak XW, misalkan jarak ini adalah d.
6. Proyeksi titik X pada penampang adalah
titik Y.
7. Gunakan garis OY sebagai garis lipat F2,
putar bidang penampang ke bidang peta.
Buat garis dari titik Y yang tegak lurus OY

29
dengan panjang d, menghasilkan titik Z.
Buat garis OZ.
8. Sudut YOZ adalah penunjaman semu yang
dicari. Pengukuran dengan busur
menghasilkan penunjaman semu = 390.
Dengan demikian, kedudukan proyeksi
lubang bor pada penampang adalah 390 ,
N900E.

3.Proyeksi Trigonometri

a. Menentukan kemiringan semu dengan


kedudukan bidang diketahui:
Ketiga rumus diatas merupakan rumus
umum penghitungan struktur garis dan
bidang dengan metode trigonometri
sedangkan dengan orthografs unsur-unsur
struktur garis dan bidang dihitung dengan
mengukur gambar proyeksi dari kedudukan
bidang yang diketahui.

Tan  = tan  x sin 

Tan  = tan  / cos 

 = (strike - trend) atau (trend -


strike), jika < 90º
 = (strike -180º) - trend
 = trend - (strike -180º)

30
b. Menentukan kedudukan struktur garis dan
bidang dari 2 kemiringan semu, dengan
rumus umum meliputi:

( tan α
tan α )
2
−cos θ

Tan 
1

= sin θ , atau

( tan α
tan α )
1
−cos θ

Tan 
2

= sin θ

dimana  sebagai sudut antara trend 1


dengan trend 2.

Tan  = tan 1 / cos , atau

Tan  = tan 2 / cos 

Dip direction = 1 + 
Strike = dip direction - 90º
c. Menggunakan rumus trigonometri untuk
mencari unsur-unsur
1. Plunge
Tan ά = tan δ x sin β
2. Bearing
β = selisih trend dan strike
3. Pitch
Tan Ф = tan β
Cos δ

31
ACARA 3
PROBLEMA TIGA TITIK
DAN POLA PENYEBARAN SINGKAPAN

1. Pengantar
Seringkali singkapan yang ada di daerah
tropis dengan curah hujan tinggi tertutupioleh
soil yang tebal dan vegetasi yang lebat sehingga
sulit untuk mendapatkansingkapan yang segar.
Namun dari minimal tiga singkapan yang
terpisah-pisah denganketinggian yang berbeda
dapat dicari kedudukan perlapisan batuan.
Metoda untuk mencari kedudukan lapisan dari
batuan tersebut dikenal dengan metoda
poblema tiga titik. Metoda ini dapat juga
digunakan untuk mencari kedudukan lapisan
bawah permukaan dari data lubang bor,
dengan syarat lapisan tersebut
belum terganggustruktur, lihat gambar 1.

32
Gambar 3.1 Pengukuran tiga
titik

2. Problema Tiga Titik (Three-


Point Problem)
Pada prinsipnya sebuah bidang dapat
digambarkan dari sebuah titik dan sebuah garis,
atau tiga buah titik. Dalam pengertian geologi
titik ini dapat berupa singkapan, sehingga
kedudukan batuan dan penyebarannya pada
peta dapat diketahui.

Problema tiga tiitik ini dapat digunakan apabila


data-data memenuhi syarat :
a. Ketiga titik singkapan yang telah diketahui lokasi
dan ketinggiannya terletak pada satu bidang,
b. Bidang tersebut belum mengalami deformasi
yakni terpatahkan atau terlipat.

Contoh : diketahui suatu lapisan batupasir yang


akan kaya akan bijih tembagah tersingkap pada tiga
titik pengamatan. Pada lokasi B yang berjarak 450
m dari titik A dengan arah N 200 0 E dan titik C
berjarak 400 m dengan arah N 150 0 E dari titik A.
tentukan arah jurus dan kemiringan lapisan
batupasir tersebut. Katinggian titik A = 175 meter,
B = 50 meter, C = 100 meter. Skala 1 : 10.000

Cara Proyeksi

33
Urutan penyelesaiannya sebagai berikut :
1. Tentukan letak ketiga titik A, B, dan C yang
sudah diketahui.
2. Buat garis k yang berarah timur-barat (0 meter).
Proyeksikan titik A, B, C pada k, diperoleh A’, B’
, dan C’.
3. Dengan menggunakan garis k sebagai sebagai
garis rebahan tentukan titik A’’, B’’ dan C’’, jarak
dan ketinggian sesuai skala.
4. Buat garis I sejajar K melalui titk C ( titk yang
berada diantara dua ketinggian )hingga
berpotongan A”B’’ di titik D’’ ini garis AB
sehingga di dapat D.
5. Hubungkan titk D dan C sebagai garis DC yang
merupakan jurus perlapisan. Arah dari jurus ini
belum diketahui. Untuk mengetahui dengan
memperhatikan ketinggian relatifnya.
6. Buat garis tegak lurus DC sebahai garis m
dengan ketinggian 175 meter ( titik tertinggi).
7. Pada garis DC buat titk C ‘ ‘ ‘ dengan jarak sama
dengan ketinggian A dikurangi ketinggian C.
8. Buat melalui B sejajar lurus (DC) dan buat titik
B’’’ dengan jarak sama dengan ketinggain A
dikurangi ketinggian B.
9. Hubungkan titk C ‘’’ dan B’’’ hingga
berpotongan dengan garis m di A’’’.
10. Sudut yang dibentuk antara garis tersebut
dengan garis m merupakan sudut kemiringan
lapisan batuan (dip)

34
11. Maka kedudukanya lapisan batuan N β0E/α0

Titik A, B, dan C merupakan batas suatu lapisan batuan dengan ketinggian masing-
masing titik 100, 50 dan 25 meter. Koordinat geografis ketiga titik ini sudah diukur dan
yang diketahui. Tentukan kedudukan bidang lapisan batuan tersebut. Pemecahan
Dengan melihat bagan Gambar 3.12a, dapat disusun tahapan pengerjaan sebagai berikut
(Gambar 2) : (a) (b) Gambar 3.12

1. Gambarkan posisi titik A, B, dan C


berdasarkan koordinatnya.
2. Tentukan titik B’ pada garis AC dengan titik
sama dengan titik B (50 m).
3. Posisi B’ didapatkan dari perbandingan AC :
AB’ = 75 : 50. B'' dan B''' berturut-turut
merupakan proyeksi titik B dan B' pada
bidang peta.
4. Gambar garis BB’. Garis ini mengandung dua
titik yang sama tinggi (B dan B') , karena itu
merupakan garis horizontal. Garis BB'
terletak pada bidang lapisan batuan yang

35
dimaksud, karena itu garis ini merupakan
garis jurus dari bidang lapisan batuan.
Orientasi BB' terhadap sumbu koordinat
utara adalah jurus bidang lapisan batuan.
5. Gambarkan garis-garis jurus melalui A dan C
sejajar BB'. Buat garis OD tegak lurus jurus.
Buat garis DE sejajar jurus dan dengan jarak
yang sama dengan beda tinggi antara titik A
dan titik B (50 meter). Pada bidang gambar,
jarak DE ini tergantung dari skala peta yang
digunakan.
6. Buat garis OE. Kemiringan dari bidang
lapisan batuan adalah sudut DOE (α).
7. Kedudukan bidang lapisan batuan adalah
N450E/150SE.

3. Pola Penyebaran
Singkapan

Bumi terdiri atas bagian-bagian, bagian


terluar (kerak bumi) tersusun oleh berbagai
lapisan batuan. Kedudukan batuan-batuan
tersebut pada setiap tempat tidaklah sama,
tergantung dari kekuatan tektonik yang
mempengaruhinya, karena adanya gaya-gaya
yang berkerja menyebabkan batuan terangkat
dan terlipat serta apabila tekena erosi dan
pelapukan maka batuan tersebut akan
tersingkap dipermukaan bumi, dari adanya
singkapan batuan inilah dapat diketahui

36
keadaan geologi suatu daerah serta dapat pula
diketahui melalui sebuah peta yang
menggambarkan penyebaran batuan, struktur,
serta geomorfologinya. Peta seperti ini disebut
dengan peta geologi.

Akibat adanya kedudukan batuan yang tidak


sama dari berbagai satuan serta adanya relief
permukaan bumi menyebabkan bentuk
penyebaran batuan dan struktur yang
tergambar dalam peta geologi akan membentuk
suatu pola tertentu. Bentuk penyebaran pola
batuan tersebut dikenal dengan istilah pola
singkapan, besar dan bentuk dari pola
singkapan tergantuk dari beberapa hal yaitu :
a. Tebal lapisan, dengan tebal yang berbeda
walaupun kemiringannya sama maka besar
dan lebar pola singkapan akan berbeda.
b. Topograf/morfologi, walaupun tebal dan
kemiringan lapisan sama, tetapi keadaan
topograf bervariasi maka pola singkapan
akan berlainan pula.
c. Besar/kemiringan (dip) lapisan , lapisan
tebal sama, topograf sama, tetapi
kemiringan lapisan berbeda, maka pola
singkapan berbeda pula.
d. Bentuk struktur lipatan
Struktur lipatan akan membentuk pola
singkapan yang sangat berlainan, untuk lipatan
menunjam terdiri dari siklin dan antiklin, akan

37
membentuk pola zik-zak serta mempunyai
ekspresi topograf pegunungan

Hukum V
Hubungan antara lapisan yang mempunyai
kemiringan dengan bentuk topograf berelief
akan menghasilkan suatu pola singkapan yag
beraturan.
Aturan – aturan tersebut sebagai berikut :
1. Lapisan horizontal akan membentuk pola
singkapan yang mengikuti pola garis kontur.
2. Lapisan dengan kemiringan yang berlawanan
dengan arah kemiringan lereng, maka
kenampakan lapisan akan memotong lembah
dengan pola singkapan membentuk huruf V
yang berlawanan dengan arah kemiringna
lereng /lembah.
3. Pada lapisan tegak akan membentuk pola
singkapan berupa garis lurus, dimana pola
singkapan ini tidak dipengaruhi oleh
keadaan topograf.
4. Lapisan yang miring searah dengan
kemiringan lereng, dimana kemiringan
lapisan lebih besar dari kemiringan lereng ,
maka membentuk pola singkapan dengan
huruf V mengarah sama , searah kemiringan
lereng
5. Lapisan dengan kemiringan searah dengan
kemiringan lereng , dimana kemiringan

38
lapisan kecil dari kemiringan lereng , maka
pola singkapan akan membentuk huruf V yang
berlawanan dengan arah kemiringan
lereng/lembah.
6. Lapisan dengan kemiringan yang searah
dengan kemiring lembah dan besarnya
kemiringan lapisan sama dengan kemiringan
lembah/ lereng, makapola singkapan tampak
seperti gambar 6.

Metode penentuan pola singkapan


Pengamatan dilakukan meliputi jenis litologi,
penyebaran, satuan , dan strukturnya ( baik
primer maupun sekunder, sebagai berikut:

39
o Data singkapan dari tiap lokasi pengamatan
diplotkan pada peta dasar, yaitu beupa
symbol, tanda, atau warna.
o Batas litologi, garis sesar , sumbu lipatan
dapat berupa garis penuh (tegas ) bila
diketahui dengan pasti atau berupa garis-
garis lurus putu-putus jika diperkirakan.
o Legenda peta diurutkan sesuai dengan
urutan stratingraf ( hukum superposisi).
o Penyebaran satuan batuan ( pola
singkapan ) dapat dapat ditarik batasnya
diantara penyebaran satuan batuan yang
berlainan dengan memperhatikan huruh V.
Contoh : Dilokasi X tersingkap batas batulempung
dengan batugamping dengan kedudukan N300
E/200. Batugamping diatas batulempung. Peta
topograf dan posisi X diketahui.

Penyelesaian :
a. Buat garis SS’ yang sejajar dengan jurus lapisan
batuan yang melewati X
b. Buat garis tegak lurus SS’ sebagai garis AB dan
berpotongan di C (ketinggian 800 meter)
c. Buat garis melalui C dan menyudut terhadap
garis AB dengan sudut sebesar kemiringannya
(dip = 200 ) buat garis, CE.
d. Pada garis SS’ buat skala sesuai dengan
ketinggian mulai dari titik C, ke arah luar semakin
kecil, sesuai dengan skala peta.

40
e. Buat garis melalui titik-titik ketinggian tersebut
sejajar dengan garis AB dan berpotongan dengan
garis CE pada titik-titik tersebut.
f. Dari titik tersebut buat garis sejajar lurus lapisan
hingga berpotongan dengan garis kontur
g. Hubungkan titik-titik tersebut dengan kontur
yang mempuyai ketinggian yag sama sebagai titik
sama tinggi
h. Hubungkan titik-titik tersebut dari masing-masing
ketinggian membentuk pola penyebaran
singkapan.

ACARA 4
KETEBALAN DAN KEDALAMAN

1.Definisi

Ketebalan adalah jarak terpendek yang


diukur antara dua bidang sejajar yang
merupakan batas antara dua lapisan.
Kedalaman adalah jarak vertikal dari suatu
ketinggian tertentu terhadap suatu titik

41
(misalnya muka air laut) terhadap suatu titik,
garis atau bidang.Lihat gambar 3.1. Pengukuran
ketebalan dan kedalaman dapat ditempuh
dengan dua cara, yaitu pengukuran secara
langsung dan pengukuran secara tidak
langsung.

t=
ketebala
n
d=
kedalam
an

Gambar 4.1. Ketebalan lapisan


batuan (Billings, 1977).
Contoh diagram blok di atas
menunjukkanperlapisan
batupasir (diarsir) diantara
batuserpih (tidak diarsir). t =
ketebalan batupasir; d=
kedalaman bagian atas
batupasir pada titik a; d' =
kedalaman bagian atas

42
batupasir padatitik b; α = dip
perlapisan

Ketebalan lapisan dapat ditentukan dengan


beberapa cara, baik secara langsung maupun
tidak lanngsung. Pengukuran secara langsung
dapat dilakukan padasuatu keadaan tertentu,
misalnya lapisan horizontal yang tersingkap
pada tebingvertikal (gambar 3.2a), lapisan
vertikal yang tersingkap pada topograf
datar(gambar 3.2b) sedangkan pada topograf
miring dapat digunakan alat “Jacob’sstaff”,
yaitu tongkat yang dilengkapi dengan
“handlevel”, klinometer ataukompas pada
bagian atasnya (gambar 3.2c).

Gambar 4.2 : pengukuran ketebalan secara


langsung
Apabila keadaan medan, struktur yang
rumit, atau keterbatasan alat yang dipakai tidak
memungkinkan pengukuran secara langsung,
diadakan pengukuran secara tidak langsung.

43
Tetapi sebaiknya diusahakan pengukuran
mendekati secara langsung.
2.Pengukuran
Ketebalan
a. Cara Matematis
Perhitungan ketebalan cara matematis
menggunakan ilmu ukur sudut. Perhitungan
tergantung besar dan arah dari kemiringan
lereng(slope) dan kemiringan lapisan (dip).

 Medan datar, lapisan miring (gambar 4.


3).

1. Pengukuran tegak lurus terhadap jurus


lapisan. Bila ketebalan dinotasikan
t,sedangkan lebar singkapan yang tegak lurus
jurus dinotasikan w,maka:

t= h.sin δ δ = besar dip lapisan.

2. Pengukuran menyudut terhadap jurus lapisan.


w= l . sin γ γ = sudut antara

44
lintasan dengan jurus lapisan.
t = w. sin δ l= lebar singkapan
terukur.

Gambar 4.3.Medandatar,lapisan
miring.wlebar singkapan
tegak lurusjurus;llebar
singkapan menyudut jurus.

 Medan berlereng (sloping) (gambar


4.4).
1. Pengukurantegaklurusjuruslapisand
anlapisansearahdenganlereng
sebesarσ.
- Dip (δ) lebih besar daripadaslope(σ)
(gambar 3.4.a):
t= w.sin(δ - σ)
- Dip (δ) lebih kecil daripadaslope(σ)
(gambar 3.4.b):
t= w.sin(σ - δ)

45
a. Pengukuran tegak lurus jurus
lapisan dan kemiringan lapisan
berlawanan dengan slope.
i. Dip (δ) lebih kecil daripadaslope(σ)
(gambar 3.4.c):
t= w.sin(δ + σ)
ii. Dip (δ) lebih besar daripadaslope(σ)
(gambar 3.4.d):
t= w.sin (180 - δ - σ)atau
t= w.cos (90 - δ - σ)
b. Lapisan horisontal (gambar 3.4.e):
t= w.sin σ
c. Lapisan vertikal (gambar 3.4.f):
t= w.cos σatau
t= w.sin (90 - σ)

 Pengukuran tidak tegak lurus jurus


dandip berlawanan dengan slope:
t= s ((sin γ .cosσ . sinδ) + (sin
σ . cos δ))atau
t= s ((cos γ .sinδ) + (sinσ . cos
δ))

s= jarak singkapan yang tidak

46
tegak lurus, diukur pada lereng
(jarak sesungguhnya
dilapangan, bukan jarak pada
peta

 Pengukuran tidak tegak lurus jurus


dandip searah dengan slope:

t= s ((sin γ .cosσ . sinδ) - (sin σ .


cos δ))

Gambar 4.4. Pengukuran medan miring,


lapisan bervariasi (Ragan, 1973).

47
48
49
Gambar 3.5.Palmer alignment diagram untuk
menentukan ketebalan lapisan batuan
(Palmer, 1918). Diagram ini hanya
digunakan untuk ketebalan singkapan
yang diukur tegak lurus jurus perlapisan.
Jika permukaan tanah horisontal, lebar
singkapan 500 m dan dip 700, maka
ketebalan lapisannya adalah 470 m
(ditunjukkan oleh garis merah). Jika
permukaan tanah horisontal, lebar
singkapan 600 m, dip 200, maka
ketebalannya adalah 205 m (ditunjukkan
oleh garis biru

50
51
Gambar 3.6. Mertie alignment diagram untuk
menentukan ketebalan lapisan batuan
terhadap suatu permukaan atau horison
yang mempunyai kemiringan, diukur
tidak tegak lurus jurus (Mertie, 1922).
Dalam membaca skala paling kanan,
yaitu ketebalan lapisan, harap
diperhatikan urutan angkanya. Bila skala
tersebut dibaca dari bawah, nilai-nilai
ketebalan lapisan akan bertambah ke
arah atas dari angka 1000; angka 900 di
atas 1000 harus dibaca sebagai 1100,
angka 800 di atas 1000 harus dibaca
sebagai 1200, demikian seterusnya
hingga angka 0 paling atas dibaca
sebagai 2000. Sebaliknya bila skala
tersebut dibaca dari atas, maka nilai-nilai
ketebalan lapisan akan bertambah ke
arah bawah dari angka 1000;angka 900
di bawah 1000 dibaca sebagai 1100, dan
seterusnya hingga angka 0 palingbawah
dibaca sebagai 2000.Sedangkan dalam
Menghitung kedalaman lapisan ada
beberapa cara, diantaranya :-
perhitungan secara geometri dengan
“Alignment nomograph” dan cara grafs.
3.Pengukuran kedalaman

52
Dengan cara perhitungan geometri, yang
perlu diperhatikan ialah : kemiringan lereng,
kemiringan lapisan dan jarak jurus dari
singkapan ke titik tertentu. Pada permukaan
horizontal, kedalaman lapisan (d) dapat
dihitung dengan rumus (gambar 4.7) :

d = m tan δ
m = jarak
tegak lurus
darisingkapa
n ketitik
tertentu
δ = kemiringan
lapisan

Gambar 4.7. Cara perhitungan ke dalam


suatu lapisan

Apabila m tidak tegak lurus jurus, maka


kemiringan lapisan yang dipakai adalah
kemiringan semu (α)
d = m ta
Untuk kemiringan lapisan dan kemiringan
lereng tertentu, kedalaman dapat dicari dengan
menggunakan rumus pada gambar 5.9.
Sedangkan rumus umumnya :

53
d = m [| sin
σ ± cos σ
tan δ |]
m = jarak
tegak
lurus
jurus
pada
bidang
miring
σ=
kemiringan
lereng
δ=
kemiringan
la

Gambar 4.8. Beberapa posisi kedudukan


lapisan dalam perhitungan kedalamannya

54
55
Gambar 3.9.Palmer alignment diagram untuk
menentukan kedalaman lapisan batuan
(Palmer, 1918). Diagram ini hanya
digunakan untuk jarak terhadap
singkapan (diukur dari titik yang ingin
diketahui kedalaman lapisan batuannya)
pada bidang horisontal yang diukur
tegak lurus urus perlapisan. Jika
permukaan tanah horisontal, jarak
terhadap singkapan 600 m dan dip 200,
maka kedalaman lapisan pada titik
tersebut adalah 220 m.

56
57
Gambar 3.10.Mertie alignment diagram untuk
menentukan kedalaman lapisan batuan
terhadap suatu permukaan atau horison
yang mempunyai kemiringan, diukur
tidak tegak lurus jurus (Mertie, 1922).
Diketahui kemiringan lapisan (dip) yang
berlawanan arah kemiringan lereng
(slope), sudut antara jurus dan arah
pengukuran 500, dip 400, sudut lereng
(slope) 250 dan lebar singkapan 1100
m. Kedalaman lapisan batuan adalah
900 m.
ACARA 5
PROYEKSI STEREOGRAFI

2. Definisi

58
Proyeksi stereograf merupakan cara
pendekatan deskripsi geometri yang efsien
untuk menggambarkan hubungan sudut antara
garis dan bidang secara langsung. Pada
proyeksi stereograf, unsur struktur geologi
digambarkan dan dibatasi didalam suatu
permukaan bola (sphere).Bila pada suatu bidang
miring (gambar 6.1a) ditempatkan pada suatu
permukaan bola melalui pusat bola, maka
bidang tersebut akan memotong permukaan
bola sebagai lingkaran besar (great circle) atau
disebut sebagai proyeksi permukaan
bola(spherical projection). Pada umumnya dasar
proyeksi yang akan dipakai adalah proyeksi
sferis pada belahan bola bagian bawah (lower
hemisphere), akan tetapi ada pula yang
memakai bagian atasnya (upper hemisphere).
Proyeksi permukaan bola ini digambarkan pada
setiap titik pada lingkaran besar melalui titik
puncak zenith (gambar 6.1 b).Hasil proyeksi
pada bidang equator dinamakan
stereogramatau proyeksi stereografi.

59
Struktur bidang atau garis diproyeksikan
dengan cara yang sama yaitu melalui
perpotongannya dengan permukaan bola
sebagai proyeksi sferis atau titik, dan
diproyeksikan pada bidang horizontal melalui
Zenith. Beberapa contoh proyeksi bidang dan
garis, serta gambaran pada bidang equator nya
(proyeksi stereograf), ditunjukkan pada gambar
6.2.
Suatu garis atau bidang dengan
kecondongan yang kecil, proyeksinya akan

60
mendekati lingkaran equator, sedangkan garis
atau bidang yang sangat menunjam,
proyeksinya akan mendekati pusat lingkaran.

61
3. Jaring stereografi meridional
(Wulf Net)
Dalam pekerjaan praktis, proyeksi dan garis
dilakukan dengan bantuan jarring stereograf.
Jaring stereograf Wulf Net, dibuat berdasarkan
pembagian sudutyang samadari garis yang
ditarik melalui Zenith ke setiap titik pada
lingkaranbesar, yang proyeksinya pada bidang
equator berupa stereogram.
Denganmemproyeksikan berbagai bidang
dengan jurus Utara - Selatan (Gambar 6.3)
Dengan arah kemiringan ke Barat dan Timur
akan didapat berbagai jarring meredian
(stereogram). Dengan demikian besaran tiap
sudut pada proyeksistereograf merupakan
gambaran sudut pada permukaan bola. Pusat
darilingkaran besar didapatkan secara grafs
(gambar 6.3 b) atau dengan hubungand = r tan
δ(d = jarak ke pusat lengkungan O ; r = jari-jari
lingkaran ; δ = kemiringan bidang)Gambar 6.3 b

62
menunjukkan beberapa meredional lingkaran
besar yangmenggambarkan seri bidang dengan
jurus utara-selatan dengan kemiringan kebarat
pada selang 100.

Lingkaran kecil merupakan perpotongan


antara permukaan bola dengan bidangyang
tidak melalui pusat bola. Setiap lingkaran kecil
dapat dianggap sebagaiperpotongan antara
permukaan bola dan kerucut tegak melalui
pusat lengkunganO. Suatu kerucut dapat

63
digambarkan dengan caramenentukan
tempatkedudukan dari garis dengan pitch yang
tetap pada suatu bidang, denganberbagai
kemiringan (gambar 6.4 a). Bila arah Utara-
Selatan merupakan tempatkedudukan pusat
lingkaran kecil bagian bawah bola
diproyeksikan ke titik zenith,maka akan
menghasilkan stereogram yang disebut garis
lengkung lingkaran kecil.Pusat-pusat lingkaran
kecil ini dapat digambarkan secara grafs
(gambar 6.4 b)yang didapat dari hubungan d =
r / cos α

64
Perpotongan antara garis lengkung
lingkaran kecil dengan garis lengkung meredian
membentuk Jaring Stereograf Meredian atau
disebut juga Wulff Net(gambar 6.5). Jaring
stereograf ini disebut juga jaring stereograf
proyeksi samasudut (equal angle projection),
karena dibuat berdasarkan proyeksi dari
bidangbidangyang bersudut sama. Jaring
stereograf Wulf Net, dibuat pada setiap selang
2ºdan 10º.

3. Cara Penggambaran Unsur Struktur


Dengan Wulf Net
Jaring Wulf menggambarkan proyeksi
stereograf dari berbagai kemiringan dari suatu
bidang dengan arah jurus Utara - Selatan.
Untuk menggambarkan stereogram dari suatu
bidang, selalu digunakan arah jurus pada garis
Utara -Selatan, dan kemiringannya diukur pada
arah Barat - Timur. Untuk penggambaran
praktis, umumnya digunakan kertas transparan
atau kalkir.

65
66
Prosedur yang dilakukan adalah sebagai
berikut (>> lihat gambar 6.6) :
 Letakkan kertas kalkir di atas jaring dan
gambarkan lingkaran luarnya, dan beritanda
titik-titik utara - selatan dan pusat lingkaran.
 Gambarkan garis jurus melalui pusat
lingkaran sesuai dengan harga jurusnya.
 Putar kalkir sehingga garis jurus berimpit
dengan garis utara-selatan, dimanatitik
utara jaring berimpit dengan harga jurusnya.
 Gambarkan garis lengkung stereogram
sesuai dengan besarnya kemiringan,dengan
besaran 0 di pinggir dan 90 di pusat
lingkaran, dengan mengikutilengkung
lingkaran besar pada jaring.
 Apabila stereogram bidang telah
digambarkan, posisi kalkir dikembalikan
padakedudukan sebenarnya.

Hal yang perlu diperhatikan adalah arah


kemiringan bidang, dan ini akan
sangattergantung pada cara pengukuran dan
jenis kompas yang dipakai. Oleh karena
itumutlak disebutkan arah kemiringannya
apakah cenderung kearah Timur atau ke Barat,
dengan pengertian apakah stereogramnya
digambarkan disebelah kanan(E) atau kiri (W)
dari garis utara-selatan jaring.Cara

67
penggambaran struktur garis pada dasarnya
sama (>> lihat gambar 6.7),proyeksi
stereografnya berupa titik atau garis menurut
besaran arah danpenunjamannya. Besaran
sudut penunjaman dapat dilakukan pada arah
N-S atauE-W dari jaring Wulf.

68
Pada proyeksi stereograf dengan
menggunakan jaring Wulf, terlihat bahwa
distribusi bidang ataupun garis tidak merata
pada keseluruhan luas jaring. Bidang-bidang
atau garis-garis dengan kecondongan kecil akan
tersebar lebih renggang dibagian tepi lingkaran,
sedangkan yang mempunyai kecondongan besar
akan tersebar lebih rapat pada bagian pusat
jaring. Hal ini disebabkan karena pembuatan
jaring tersebut didasarkan pada sudut yang
sama yang ditarik dari Zenith, sehingga pada
bidang equator tidak merata. Didalam analisa
struktur lebih lanjut, ketidak-teraturan ini,
disamping kesalahanpengukuran, akan
memperbesar penyebaran yang tidak merata

69
dari proyeksi unsur-unsur struktur tersebut,
terutama apabila data pengukuran yang diambil
tidak banyak. Selain itu, apabila data yang
diolah dan dievaluasi, distribusi titik yang
menyebar akan menyulitkan. Untuk ini,
diperlukan pengolahan secara statistik, atau
dibuat diagram konturnya (>> dibahas pada
babAnalisa struktur),untuk mendapatkan hasil
yang sesuai.
Untuk kepentingan ini diperlukan jaring
stereograf yang dibuat berdasarkan proyeksi
sama luas yang disebut sebagai Proyeksi
Sama-luas (Lambert).

4. Prinsip Proyeksi Sama-Luas


(Equal-Area Projection)

Dasar geometri dari proyeksi ini ditunjukkan


pada gambar 7.1.Suatu bidang diametral
vertikal dibatasi dalam kerangka permukaan
bola dengan jari-jari R.Garis ZO’ adalah
diameter vertikal, dan OP adalah garis miring
pada bidang diametral. Titik P’ adalah proyeksi
dari P pada bidang proyeksi. Jarak d
darilengkung pusat proyeksi O’ ke P’ adalah :

d = O’P’ = O’P’ = 2R sin (φ/2) *)


Dimana p adalah kecondongan garis, dan φ =
900 - p. Dengan cara yang sama, jari-jari
dari lengkung proyeksi adalah :

70
r = 2R sin (900/2) = 2R/√2

Besaran jari-jari ini dan jari-jari lingkaran


kerangka dibuat sama dengan
memisalkan d - 2R, bilamana p = 00. Ini
diselesaikan dengan membagi persamaan*)
dengan 2/√2, didapatkan :

d = R√2 sin (φ/2)

Dengan hasil ini, suatu seri lengkungan


dapat digambarkan, yang identic lingkaran
besar dan lingkaran kecil pada jaring
Wulf.Hasilnya merupakan jarringsama-luas atau
Jaring Schmidt.Cara untuk menggambarkan dan
menggunakan data pada jaring ini identic
dengan cara yang dipakai pada jaring Wulf.
Perbedaannya adalah, lingkaran besardan kecil
pada Schmidt tidak diproyeksikan sebagai garis
lengkung busur.

71
72
5. Kutub Suatu Bidang
Pada setiap bidang, terdapat suatu garis
normal (garis tegak lurus) pada bidang,yang
disebut sebagai kutub dari bidang
tersebut.Didalam proyeksi stereograf, suatu
bidang dapat direpresentasikan sebagai titik,
yang merupakan proyeksi darikutub nya.Pada
dasarnya garis ini adalah garis yang tegak lurus
pada suatubidang, atau mempunyai sudut 90
terhadap bidangnya (gambar 7.2).

73
Untuk mendapatkan kutub dari suatu
bidang, cukup dengan menggambarkan titik
proyeksi pada jaring sebesar 900 dari
kemiringan bidangnya.Demikian pula
sebaliknya, stereogram bidang dapat
digambarkan dari proyeksi titik kutubnya.Perlu
diketahui bahwa untuk penggunaan umum,
proyeksi bidang atau kutub dari suatu bidang
dapat digunakan kedua jaring, baik Wulf
ataupun Schmidt.Akan tetapi untuk kepentingan
analisa struktur lebih lanjut, akan lebih baik
digunakan jaring Schmidt mengingat
distribusinya yang lebih merata pada
keseluruhan luas permukaan jaring.
Untuk menggambarkan kutub suatu bidang
pada jaring stereograf secara langsung, perlu
diperhatikan arah jurusnya apakah N-E atau
NW. Secara praktis, untuk arah N-E, kertas
transparan diputar sebesar jurus berlawanan
arah jarum jam,sebaliknya untuk arah N-W,
kertas transparan diputar sebesar jurus searah

74
jarumjam. Untuk menentukan kemiringannya,
kembalikan dengan cara penggambaran
stereogramnya, dihitung pada sisi berlawanan
dengan arah kemiringannya, yaitu ; pada sisi E
bila arah kemiringannya NW, SW, W dan S, pada
sisi W bila arah kemiringannya NE, SE, E dan S.
Besaran kemiringannya diukur dengan 0º
padasaat pusat jaring dan 90º dipinggir jaring.

Catatan :
Hal yang agak menyulitkan dan perlu
diperhatikan didalam pengeplotan letak
kemiringannya, baik stereogram ataupun
kutubnya, bahwa dengan pemakaian kompas
berskala 0º-360º, harga jurus dapat mencapai
antara 90º-270º yang sebenarnya sudah berada
pada arah NW atau NE. Dalam hal ini, walaupun
penentuan arah tetap disesuaikan dengan N-E,
akan tetapi ketentuan untuk menetapkan
kemiringan menjadi terbalik, misalnya bidang
dengan kedudukan N16ºE/3ºSW, setelah arah
N nya diputar berlawanan jarum jam sebesar
16º, stereogramnya akan diperhitungkan pada
sisi E, dan kutubnya akan diperhitungkan pada
sisi W dari jaring, demikian pula bidang
N22ºE/3ºSE,stereogramnya akan
diperhitungkan pada sisi W, dan kutubnya akan
diperhitungkan pada sisi E.Beberapa contoh
cara pengeplotan ditunjukkan pada gambar 7.3.

75
ACARA 6
LIPATAN

1. Definisi
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau
volume dari suatu bahan yang ditunjukkan
sebagai lengkungan atau kumpulan lengkungan
pada unsur garis atau bidang dalam bahan
tersebut.Unsur bidang yang disertakan
umumnya bidang perlapisan (Hansen, 1971,
dalam Ragan, 1973, hal.50).

2. Bagian-bagian Lipatan

76
 Limb (sayap) : bagian lipatan yang
terletak down-dip dimulai dari
lengkungmaksimum suatu antiklin atau up-
dip dimulai dari lengkung suatusinklin.
 Hinge : titik pelengkungan
maksimum pada lapisan yang terlipat.
 Crest : titik puncak tertinggi dari
lipatan.
 Trough : titik dasar terendah dari
lipatan.
 Core : pusat lipatan.
 Inflection : pertengahan antara dua
pelengkungan maksimum.
 Axial line : garis khayal yang
menghubungkan titik-titik
pelengkunganmaksimum pada setiap
permukaan lapisan. Disebut juga hingeline.
 Axial surface : disebut juga hinge
surface; bidang khayal yang memuat
semuaaxial line atau hinge line. Bidang ini
pada beberapa lipatan dapatmerupakan
bidang planar sehingga dinamakan axial
plane.
 Crestal line : suatu garis khayal yang
menghubungkan titik-titik tertinggi
padasetiap permukaan suatu antiklin.
 Crestal surface : bidang khayal yang
memuat semua crestal line suatu antiklin.

77
 Trough line : adalah suatu garis khayal
yang menghubungkan titik-titikterendah
pada suatu sinklin.
 Trough surface : bidang khayal yang
memuat seluruh trough line suatu sinklin.
 Plunge : sudut penunjaman dari axial
line yang diukur terhadap bidanghorisontal.
Sudut ini terletak pada bidang vertikal.
 Bearing : sudut horisontal yang
dihitung terhadap arah tertentu
danmenyatakan arah penunjaman axial line.
 Pitch : sudut antara axial line
dengan bidang atau garis horisontal
yangdiukur pada axial plane/surface.

78
79
Gambar 6.1.Bagian-bagian dari lipatan.

Gambar 6.2.Bagian-bagian dari


lipatan.AP = axial plane; a’b =
sayap lipatan; c: puncak dari
suatulapisan; c’ = puncak dari
lapisan lain; cc’ = crestal plane; t
= trough dari suatu lapisan; t’ =
trough dari lapisan lain; tt’ =
trough plane (Billings, 1977).

3. Klasifikasi Lipatan

80
Untuk menamakan suatu lipatan harus
sesuai dengan klasifkasi yang ada, tergantung
dari dasar yang digunakan.

a. Klasifikasi Billings (1977):


Disusun berdasarkan pada :
1. Bentuk penampang tegak, tegak lurus sumbu
lipatan, dalam hal ini yangdiperhatikan
adalah kedudukan dari bidang sumbu dan
kedudukan dari sayapsayapnya.
2. Intensitas perlipatan.
3. Pola dari pada sumbu lipatan yang terdapat
pada suatu daerah.
4. Sifat sifat dari pada lipatan dengan
kedalaman.

Contoh-contoh lipatan:
1. Berdasarkan bentuk penampang tegak
 Lipatan sederhana dan komplek
 Lipatan simetris dan asimetris
 Lipatan rebah (overturned fold)
 Recumbent fold
 Isoclinal fold
 Chevron fold
 Fan fold
 Monoclinic
 Structural terrace
 Homocline.
2. Berdasarkan atas struktur perlipatan

81
 Closed fold
 Open fold
 Drag fold
3. Berdasarkan atas pola dari sumbu sumbu
lipatan di suatu daerah
 En echelon folds
 Culmination dan depression
 Anticlinorium
 Synclinorium
4. Berdasarkan atas sifat-sifat daripada
lipatan dengan kedalaman
 Similar folds
 Parallel folds (concentric folds)
 Supratenuous fold
 Disharmonic fold
 Pierching (diapir fold)

82
83
Gambar 6.3. Jenis-jenis lipatan

b.Klasifikasi menurut Fleuty (1964):


1. Berdasarkan kisaran besarnya sudut
antarsayap (interlimb angle) (gambar
6.3):

84
Gambar 6.4. Sudut antarsayap suatu lipatan
(interlimb angle)

2. Berdasarkan besarnya sudut kemiringan


hinge surface dan sudut
penunjamanhinge line:

85
Adapun cara penggunaan tabel tersebut sbb.:
Misalkan, berdasarkan analisa statistik
bidang perlapisan struktur lipatan
denganstereonet, didapat besar kemiringan
hinge surface 65ºdan plunge dari hinge line15º,
maka untuk penamaan lipatannya
dikombinasikan sehingga nenjadi:
steeplyinclined gently plunging fold.

c. Klasifikasi menurut Rickard (1971):


Klasifkasi ini berdasarkan dua hal, yaitu: (1)
kemiringan hinge surface, (2)penunjaman hinge
line dan pitch dari hinge line. Cara
mendapatkan nama atau jenis lipatan dengan
menggunakan diagram-diagram pada gambar
6.4 dan 6.5 berikut ini.

86
Misalkan, dari analisa statistik bidang
perlapisan suatu lipatan, didapat kemiringan
hinge surface 70º dan penunjaman hinge line
45º, maka jenis lipatan yang didapat dari
klasifkasi ini ditentukan dengan memplot kedua
nilai tersebut pada diagram pada gambar 6.4,
sehingga didapat titik b. Kemudian hasil yang
didapat dari diagram di atas diletakkan pada
diagram gambar 6.5 berikut ini. Dari sini, dapat
diketahui jenis lipatannya, yaitu inclined fold.
Sedangkan bentuk lipatan dapat dilihat pada
diagram gambar 6.6.

87
Gambar 6.5.Diagram untuk menentukan
wilayah klasifkasi lipatan.

88
Gambar 6.6.Diagram untuk menentukan jenis
lipatan, digunakan setelah diagram 6.4.

89
Gambar 6.7. Bentuk lipatan yang dipergunakan
dalam diagram 6.5.
4. Mekanisme Perlipatan
Berdasarkan posisi gaya relatif terhadap
perlapisan batuan dikenal ada 2 macam
mekanisme gaya yang menyebabkan perlipatan,
yaitu:
a. Buckling (melipat), disebabkan oleh gaya
tekan yang arahnya sejajar dengan
permukaan lempeng (gambar 6.8).
b. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh
gaya tekan yang arahnya tegak lurus
permukaan lempeng (gambar 6.9).

Gambar 6.8. Gaya tekan horizontal, (a)


sebelum terkena gaya; (b) sesudah terkena
gaya.

Gambar 6.9. Gaya bending, (a) sebelum


terkena gaya; (b) sesudah terkena gaya.

90
Berdasarkan respon gerak benda terhadap
gaya yang mengenainya dikenal 4 jenis
mekanisme perlipatan (Billings, 1977), yaitu:
1. Flexure folding (true folding), diakibatkan
gaya tangensial atau gaya kopel.
2. Flow folding (incompetent folding)
3. Shear folding (slip folding)
4. Folding due to vertical movement.
5. Rekonstruksi Lipatan
Rekonstruksi lipatan, umumnya dilakukan
berdasarkan hasil pengukuran padasuatu
lintasan penelitian di lapangan atau pembuatan
penampang pada suatu peta geologi. Beberapa
cara rekonstruksi berdasarkan bentuk dan sifat
batuan adalah:
a. Metoda tangan bebas (free-hand method)
Metoda ini dipakai untuk lipatan pada batuan
incompetent di mana terjadi penipisandan
penebalan yang tidak teratur.Rekonstruksinya
dengan jalan menghubungkan batas lapisan
dengan mengikuti orientasi kemiringannya.
b.Metoda busur lingkaran (arc method)
Metoda ini digunakan pada batuan yang
competent, misalkan pada lipatan paralel.Dasar
metoda ini adalah anggapan bahwa lipatan
merupakan bentuk busur dari suatu lingkaran
dengan pusatnya adalah perpotongan antara
garis-garis normal sumbu kemiringan yang
berdekatan.Dalam metoda ini, rekonstruksi
dilakukan dengan menghubungkan busur

91
lingkaran secara langsung bila data yang ada
hanya kemiringan dan batas lapisan hanya
setempat.
Apabila batas-batas lapisannya dijumpai
berulang pada lintasan yang akan
direkonstruksi, maka pembuatan busur
lingkaran dilakukan dengan interpolasi.
Rekonstruksi cara interpolasi ini dapat
dikerjakan menurut cara yang diberikan
Higgins, 1962 atau Busk, 1929.

Gambar. 6.10. Cara membuat busur lipatan


(Busk, 1929

Dalam metoda ini rekonstruksi bisa


dilakukan dengan menghubungkan busur
lingkaran secara langsung (Gambar 6.11)
apabila data yang ada hanya kemiringandan
batas lapisan hanya setempat.

92
Gambar 6.11. Rekontruksi lipatan
sejajar dengan metode busur,
menunjukan jejak
Dari hinge surface (Busk, 1929)

c. Metode Interpolasi
Apabila batas-batas lapisan dijumpai
berulang pada lintasan yang akan
direkonstruksikan, maka pembuatan busur
lingkaran dilakukan dengan interpolasi.
 Metode Interpolasi Higgins (1962)

93
Gambar 6.12. Interpolasi antara dua
kemiringan terukur (Higgins, 1962)

- Tarik garis normal kemiringan di A dan B


- Tentukan Oa sembarang di seberang bisector
AB
- Tentukan D dimana Aoa = BD, tarik sumbu
Doa didapat Ob
- Oa dan Ob adalah pusat lingkaran untuk
interpolasi

 Metoda Interpolasi Busk (1929)

94
Gambar. 6.13. Interpolasi antara dua
kemiringan terukur (Busk, 1929)

- Tarik garis normal dan perpanjang


kemiringan di A dan b
- Tarik garis tegak lurus AB berpotongan di
masing-masing garis normal di Oc dan Od
- Oc dan Od adalah pusat lengkungan
interpolasi

d.Boundary Ray Method


Salah satu cara untuk mengkonstruksi
lipatan yang tak sejajar yaitu denganMetoda
Boundary ray. Dasar dari metoda ini bahwa
penipisan atau kompaksilapisan batuan adalah
fungsi dan kemiringan.(Coates, 1945 dan Gill,
1953).Dengan dasar ini, disusun suatu tabel

95
untuk mendapatkan posisi boundary rayyang
dipakai untuk batas rekonstruksi lipatan.Tabel
tersebut dibuat untukbermacam penipisan,
tergantung pada sifat batuan

Gambar 6.14. Cara perhitungan sudut


Boundary Ray (bedgley,1965)

Apabila pembuatan penampang tidak tegak


lurus jurus lapisan, maka yangdipakai adalah
kemiringan yang telah dikoreksi (gambar 6.13)

96
97
Gambar 6.15 Contoh rekonstruksi
boundary ray pada penampang yang tidak
tegak lurus jurus.
Dalam rekonstruksi lipatan seringkali Arc
Methoddigabungkan dengan metoda tangan
bebas (free hand method) apabila diketahui
adanya penipisan pada daerah tertentu.Metoda
ini juga dipakai apabila terdapat penipisan dan
penebalan yang tidak teratur.Cara
penggambarannya ialah dengan
menghubungkan batas-batas lapisan mengikuti
orientasi kemiringan.

ACARA 7
ANALISA KEKAR

1.Definisi
Kekar (joint) adalah rekahan pada batuan
yang belum mengalami pergeseran. Dari hasil
eksperimen dengan member gaya pada contoh
batuan akan diperoleh retakan (fracture) yang
menyudut lancip dengan arah gaya kompresi
yang tidak pernah melebihi 45º, umumnya

98
sekitar 30º, tergantung sudut geser dalam dari
batuan. Terbentuk juga retakan lain yang
searah dengan gaya kompresi, disebut
extension fracture dan tegak lurus gaya
kompresi disebut release fracture.

2.Hubungan Gaya dan Pola Kekar


Gaya-gaya pembentuk kekar dapat diuraikan
menjadi gaya-gaya yang saling tegak lurus satu
sama lain (lihat gambar VI.1). Gaya utama yang
terbesar(P) membentuk sudut lancip dengan
kekar gerus yang saling berpasangan. Gaya
menengah(Q)sejajar dengan perpotongan
kedua kekar gerus yang berpasangan tersebut,
dan gaya terkecil (R) membagi dua sudut
tumpul.

99
Gambar4.1. Hubungan gayadengan
polakekar.Fgayaterbesar,Qgaya
menengah,R gaya terkecil.

3.Analisis Kekar
Tujuan dari analisis kekar ini sebenarnya
adalah untuk menafsirkan arah gaya tektonik
yang bekerja, sehingga diharapkan dapat
membantu interpretasi struktur sesar dan
lipatan yang ada pada daerah penelitian.
Hubungan antara kekar,sesar dan lipatan
dikemukakan oleh Moody dan Hill (1956),
lihat gambar 4.2.

100
Gambar4.2.Hubungan struktur sesar,
lipatan dan kekar(Moody and Hill, 1956).
Analisiskekar dapat dikerjakan dengan tiga
metoda, yaitu:
1. Histogram
2. Diagramkipas
3. Stereografs (akan dibahas dalamacara
Stereografs).
Dalam analisis kekar dengan histogram dan
diagram kipas yang dianalisis hanyalah jurus
dari kekar dengan mengabaikan besar dan arah

101
kemiringan, sehingga analisis ini akan
mendekati kebenaran apabila kekar-kekar yang
dianalisis mempunyai dip cukup besar atau
mendekati90°.Gaya yang bekerja dianggap
lateral. Karena arah kemiringan kekar
diabaikan, maka dalam perhitungan kekar yang
mempunyai arah N180°E dihitung sama
dengan N0°E,N220°E dihitung sama dengan
N4°E, N115°E sama dengan N65°W. Jadi
semua pengukuran dihitung kedalam interval
N0°E-N90°Edan N0°W- N90°W.

Gambar4.3.Bentuktabel perhitungan kekar.

102
Gambar4.4.Histogram.Maksima N2,5°Wdan
N62,5°E. Gayautama N30°E.

103
Gambar4.5.Diagramkipas.MaksimaN2,50Wd
anN62,50E.Arahgayautamamembagid
uasudut N300E.Sumbulipatan
kecil,
tegaklurusgaya, N600W.

Gambar 4.6.Pola kekar yang berkembang pada suatu lipatan


(McClay, 1987).

104
ACARA 8
SESAR

1.Definisi
Sesar adalah rekahan atau zona rekahan pada
batuan yang memperlihatkan
pergeseran. Pergeseran pada sesar bisa terjadi
sepanjang garis lurus (translasi) atau terputar
(rotasi).

Gambar 8.1. Mekanisme pergerakan


sesar berdasarkan datanganya arah gaya

105
Dalam analisis sesar dapat dikerjakan
dengan metode grafs maupun metode
stereografs. Dengan metode grafs dapat
dianalisis kedudukan suatu titik, garis dan
bidang serta arah dan besar pergeserannya.
Dengan stereografs jarak tidak bisa
ditentukan. Beberapa istilah yang dipakai
dalam analisis sesar cara grafis antara lain
• Sesar(fault):adalah bidang rekahan atau
zona rekahan pada batuan yang sudah
mengalami pergeseran.
• Jurus sesar(strikeofault): arah garis
perpotongan bidang sesar dengan bidang
horisontal, biasanya diukur dari arah utara.
• Kemiringan sesar (dipofault) :adalah sudut
yang dibentuka ntara bidang sesar dengan
bidang horisontal, diukur tegak lurusstrike.
• Netslip: pergeseran relative suatu titik yang
semula berimpit pada bidang sesar akibat
adanya sesar.
• Rake: sudut yang dibentuk oleh netslip
dengan strikeslip (pergeseran horisontal
searah jurus) pada bidang sesar

Beberapa istilah lain silahkan baca


textbook. Keterangan bagian-bagian sesar
lihat gambar 8.1 dan 8.2.

106
Gambar 8.2.Bagian-bagiansesar.
Pengenalan sesar dilapangan biasanya
cukup sulit .Beberapa kenampakan yang
dapat digunakan sebagai penunjuk adanya
sesar antara lain:
a. Adanya struktur yang tidak menerus
(lapisan yang terpotong dengan tiba-tiba).
b. Adanya perulangan lapisan atau hilangnya
lapisan batuan.
c. Kenampakan khas pada bidang sesar,
seperti cermin sesar, gores-garis, dll.
d. Kenampakan khas pada zona sesar, seperti
seretan (drag), breksi sesar, horses atau
slices, milonit, dll.
e. Silisifikasi dan mineralisasi sepanjang zona
sesar
f. Perbedaan fasies sedimen. Petunjuk
fsiograf, seperti gawir (scarp), scarplets

107
(piedmont scarp), triangular facet,
terpotongnya bagian depan rangkaian
pegunungan struktural.

Gambar 8.2.Terminologi pada daerah sesar

2.Klasifikasi Sesar
Klasifkasi sesar dapat dibedakan
berdasarkan geometri dan genesanya.
a. Klasifkasi geometris
- Berdasarkan rake dari net slip, dibedakan
menjadi:
 strike slip fault (rake = 0°)
 diagonal slip fault (0°<rake < 90°)
 dip slip fault (rake = 90°).

- Berdasarkan kedudukan relatif bidang

108
sesar terhadap bidang perlapisan atau
struktur regional:
 Strike fault (jurus sesar sejajar jurus
lapisan)
 bedding fault (sesar sejajar lapisan)
 dip fault (jurus sesar tegak lurus jurus
lapisan)
 oblique/diagonal fault (menyudut
terhadap jurus lapisan)
 longitudinal fault (sejajar
strukturregional)
 transversal fault (menyudut struktur
regional).
- Berdasarkan besar sudut bidang sesar:
 high angle fault (lebih dari 45 derajat)
 low angle fault (kurang dari 45
derajat).
- Berdasarkanpergerakan semu:
 normal fault (sesar turun)
 reverse fault (sesar naik).
- Berdasarkanpola sesar:
 Parale lfault (sesar saling sejajar)
 en echelon fault (aesar saling overlap,
sejajar)
 peripheral fault (sesar melingkar,
konsentris)
 radier fault (sesar menyebar dari satu
pusat)

109
Gambar 8.3.Klasifkasi sesar.

110
3. Klasifikasigenetis
Berdasarkan orientasi pola tegasan
yang utama (Anderson,1951) sesar dapat
dibedakan menjadi:
a. Sesar anjak (thrustfault) bila tegasan
maksimum dan menengah mendatar,
b. Sesar normal bila tegasan utama vertikal,
c. Strike slip fault atau wrench fault (highdip,
transverseto regional structure)
Bila tegasan utama maksimum dan
minimum mendatar, terdiriatas:
• sinistral atau left-handed strike-slip
fault
• dextral atau right-handed strike-slip
fault.

Istilah thrust fault menurut Billings


(1977) digunakan untuk sesar naik dengan
dip sesar kurang dari45º, bila lebih dari45º
disebut reverse fault. Istilah overthrust
dipakai untuk sesar naik dengan dip landai
atau hampir datar
4.Analisis Sesar Cara Grafis
Dalam analisis sesar cara grafs ini
memakai proyeksi orthogonal dari
perpotongan bidang, sehingga untuk
mengerjakannya harus memahami proyeksi
(baca acara proyeksi ortograf dan
trigonometri). Bidang-bidang yang
dimaksud dalam analisis ini antara lain
bidang sesar, bidang lapisan batuan,urat,
dike, sill, dll. Syarat agar dapat dianalisis
ada tiga bidang berpotongan, satu
diantaranya adalah bidang sesar.
Sesar yang dianalisis adatiga jenis, yaitu:
a. Sesar tegak (dip = 90º)
b. Sesar miring (dip tidak sama dengan
0ºatau90º)
c. Sesar rotasi (blok yang satu terputar
terhadap blok yang lain).
Prinsip penyelesaian problema sesar ini
adalah dengan mengetahui pergeseran titik
pada blok yang satu dengan yang lain. Titik
tersebut diperoleh dari perpotongan
bidang sesar dan kedua urat pada masing-
masing blok. Dengan mengetahui
pergeseran titik tersebut maka pergerakan
sesar dapat diketahui.

Anda mungkin juga menyukai