Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit metabolik yang

prevalensinya semakin meningkat. International Diabetes Federation (IDF)

melaporkan bahwa pada tahun 2013 terdapat 5,1 juta orang di dunia yang

meninggal karena diabetes melitus atau dengan kata lain pada tahun tersebut

setiap enam detik terdapat satu orang yang meninggal karena diabetes melitus.

Tidak hanya di dunia, prevalensi diabetes melitus di Indonesia juga sangat tinggi.

Menurut IDF, jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2013

menempati urutan ke-7 dunia (8,5%) dan diprediksi akan menduduki peringkat

ke-6 dunia (14,1%) pada tahun 2035.(1) Tidak hanya itu, hasil wawancara pada

Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 (Riskesdas 2013) yang dilakukan oleh

pemerintah Indonesia pun juga melaporkan adanya peningkatan jumlah penderita

diabetes melitus di Indonesia, yakni 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,4% pada

tahun 2013.(2)

Diabetes melitus umumnya dikenal sebagai suatu penyakit metabolik

akibat gangguan pada hormon insulin, baik akibat kerusakan pada sel β pankreas

maupun akibat resistensi reseptor insulin. Berdasarkan patogenesisnya, diabetes

melitus dibedakan atas 2, yaitu diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2.

Pada anak, diabetes melitus yang umum terjadi adalah diabetes melitus tipe 1

meskipun akhir-akhir ini prevalensi diabetes melitus tipe 2 pada anak pun juga

mulai mengalami peningkatan.(3)


Diabetes melitus tipe 1 atau yang juga dikenal sebagai Insulin Dependent

Diabetes Melitus (IDDM) merupakan suatu kelainan yang terjadi akibat adanya

proses destruksi autoimun pada sel β pancreas yang menyebabkan penurunan

produksi hormone insulin. Sesuai dengan namanya, Insulin Dependent Diabetes

Melitus, pasien yang menderita diabetes melitus tipe 1 mengalami ketergantungan

terhadap hormon insulin eksogen untuk menggantikan fungsi hormone insulin

endogen yang produksinya terganggu atau dengan kata lain penyakit ini tidak bisa

disembuhkan.(4) Namun, meskipun penyakit ini merupakan penyakit yang tidak

bisa disembuhkan, berbagai kemajuan ilmu kedokteran dan teknologi medis dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan diabetes melitus tipe 1 agar sepadan

dengan anak-anak normal lainnya.(5) Oleh karena itu, pengetahuan tenaga medis

tentang diabetes melitus tipe 1, terutama terkait tatalaksananya sangat penting

untuk dapat membantu meningkatkan kualitas hidup peasien dengan diabetes

melitus tipe 1.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang

berarti “sypon” menunjukan pembentukan urine yang berlebihan, dan mellitus

berasal dari kata “meli” yang berarti madu.(6) Diabetes mellitus tipe 1

didefinisikan sebagai suatu kelainan metabolik yang ditandai oleh adanya

hiperglikemia yang diakibatkan oleh kerusakan sel β beta pankreas. Kerusakan sel

β pancreas pada diabetes melitus tipe 1 dapat diakibatkan oleh suatu proses

autoimun ataupun suatu hal yang idiopatik.(3) Adanya kerusakan sel β pankreas

akan menyebabkan penurunan produksi hormon insulin yang akan berakibat pada

gangguan metabolisme glukosa. Gangguan metabolism glukosa tersebutlah yang

akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia.(5),(6)

B. Klasifikasi

Berdasarkan etiopatogenesisnya, diabetes mellitus dibedakan atas diabetes

melitus tipe 2, diabetes melitus tipe 2, diabetes gestational, dan diabetes tipe

spesifik.(7)

1. Diabetes melitus tipe I, yaitu diabetes yang disebabkan adanya destruksi pada

sel β pankreas. Diebetes melitus tipe 1 dibedakan lagi menjadi 2, yaitu

diabetes melitus tipe 1 autoimun dan idiopatik.


2. Diabetes melitus tipe II, yaitu diabetes yang disebabkan adanya resistensi

reseptor insulin di jaringan sehingga memicu sekresi insulin secara berlebihan

oleh pankreas.

3. Diabetes gestasional, yaitu diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua

atau ketiga kehamilan.

4. Diabetes tipe spesifik, yaitu diabetes yang disebabkan oleh sebab lain seperti

monogenic diabetes syndromes (seperti diabetes pada neonatal dan maturity-

onset diabetes of the young [MODY]), penyakit eksokrin pankreas (seperti

fibrosis kistik), diabetes yang diinduksi obat-obatan (seperti pada penggunaan

glukokortikoid).

C. Etiologi

Secara garis besar, etiologi diabtes melitus tipe 1 terdiri atas 3, yakni

genetik, autoimun, dan faktor lingkungan (gambar 1). Pada diabetes melitus tipe 1

yang disebabkan oleh proses autoimun terjadi destruksi sel β pankreas akibat

antibodi yang mengenali protein pada sel β pankreas sebagai suatu antigen.

Terdapat 3 proses autoimun yang berperan pada diabetes melitus tipe 1, yakni

sebagai berikut:

i. Antibodi sitoplasmik sel islet : merupakan suatu antibodi yang menyerang

protein sitoplasma sel islet. Antibodi ini ditemukan pada 90% penderita

diabetes melitus tipe 1. Ditemukannya antibodi sitoplasmik sel islet ini

merupakan prediktor yang akurat akan terjadinya diabetes melitus tipe 1.


ii. Antibodi permukaan sel islet : Autoantibodi yang menyerang antigen pada

permukaan sel islet. Antibodi ini dapat ditemukan pada hampir 80% penderita

diabetes melitus tipe 1.

iii. Antigen spesifik pada sel islet: antibodi terhadap asam glutamat

dekarboksilase (anti AGD) dapat ditemukan pada 80% penderita diabetes

melitus tipe 1 yang baru terdiagnosis. Selain itu, antibodi anti insulin juga

dapat ditemukan pada penderita diabetes melitus tipe 1.(4)

(8)

Gambar 1 Faktor genetik, proses autoimun, dan lingkungan sebagai etiologi

DMT1

Selain proses autoimun yang telah dijelaskan diatas, terdapat beberapa

hipotesis yang mencoba menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 yang

sebagian besar masih dianggap idopatik, yaitu sebagai berikut: (9)


1. Hipotesis sinar matahari

Teori terbaru yang dikemukakan tentang etiologi dibetes melitus tipe 1

adalah "hipotesis sinar matahari," yang menyatakan bahwa waktu kurangnya

paparan sinar matahari pada anak akan mengakibatkan berkurangnya kadar

vitamin D. Kurangnya kadar vitamin D akan berpengaruh pada sensitivitas insulin

karena vitamin D memiliki peran yang penting dalam sensitivitas dan sekresi

insulin. Berdasarkan teori tersebut, seseorang yang kurang terpapar sinar matahari

akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami diabetes melitus tipe 1.

2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan"

Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kebiasaan terlalu

bersih atau kurang terpapar dengan zat patogen akan memiliki hipersensitivitas

autoimun. Hipersensitivitas autoimun yang terjadi inilah yang akan menyerang sel

β pankreas dan menyebabkan penurunan produksi hormon insulin.

3. Hipotesis Susu Sapi

Teori ini menjelaskan bahwa anak yang diberikan susu formula (susu sapi)

dalam 6 bulan pertama kehidupannya akan mengalami kekacauan dalam

pengaturan dalam sistem imunnya, sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya

diabetes melitus tipe 1. Hal tersebut karena protein susu sapi memiliki struktur

yang mirip dengan protein pada sel β pankreas, sehingga anak-anak yang sensitive

terhadap susu sapi akan membentuk suatu antibodi terhadap protein susu sapi

tersebut dan secara tidak langsung juga dapat menyerang protein pada permukaan

sel β pankreas. Apabila sel β pankreas diserang oleh antibody yang terbentuk,

maka akan terjadi destruksi pada sel β pankreas yang akan menyebabkan
penurunan produksi hormone insulin dan peningkatan risiko terjadinya diabetes

melitus tipe 1.

4. Hipotesis Polutan Organik Persisten (POP)

Hipotesis ini menjelaskan bahwa seseorang yang terpapar oleh polutan

organic persisten akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita diabetes

melitus tipe 1. Hal tersebut dinyatakan berdasarkan hasil publikasi jurnal oleh

Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan yang menyatakan bahwa terjadi

peningkatan jumlah pasien diabetes melitus tipe 1 secara signifikan pada populasi

yang bertempat tinggal pada daerah yang tercemar limbah beracun.

D. Patogenesis

Patogenesis dari diabetes melitus tipe 1 belum sepenuhnya diketahui,

tetapi diyakini bahwa terdapat keterlibatan faktor genetik dan lingkungan dalam

proses autoimun yang terjadi (lihat gambar 1).(8) Proses autoimun tersebut akan

menyebabkan destruksi pada sel β pankreas yang pada akhirnya akan

menyebabkan penurunan produksi hormon insulin.

Penurunan produksi hormon insulin akan menyebabkan gangguan

metabolisme glukosa. Hal tersebut karena hormon insulin memiliki peranan yang

sangat penting dalam metabolisme glukosa. Terdapat tiga mekanisme kerja utama

hormon insulin dalam metabolisme glukosa, yakni menstimulasi terjadinya proses

glikogenesis, menghambat sekresi hormon glukagon sehingga menghambat proses

glukoneogenesis dan glikogenolisis, dan yang terpenting adalah meningkatkan

jumlah uptake glukosa perifer.(10)


Apabila produksi hormon insulin mengalami penurunan, maka fungsi

hormon insulin dalam metabolisme glukosa terutama untuk meningkatkan uptake

perifer akan terganggu, sehingga akan menghambat glukosa untuk bisa masuk ke

dalam sel. Apabila glukosa tidak tersebut tidak dapat masuk ke dalam sel, maka

glukosa tersebut tidak dapat dimetabolisme untuk menjadi ATP dan akan tetap

berada di dalam vaskular sehingga akan terjadi hiperglikemia.(11)

E. Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu

kriteria berikut, yaitu :(12)

1. Kadar glukosa puasa > 126 mg/dl (>70 mmol/l), atau

2. Ditemukan adanya gejala klinis berupa poliuria, polidipsia, polipagi,

penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas disertai dengan kadar gula

sewaktu (GDS) > 200 mg/dl (11,1 mmol/l), atau

3. Pada penderita asimptomatis ditemukan ditemukan kadar glukosa darah

sewaktu (GDS) > 200 mg/dl atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari

normal dengan tes toleransi glukosa terganggu pada lebih dari satu kali

pemeriksaan.

F. Epidemiologi

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang paling cepat

berkembang. Diabetes saat ini telah menyerang kurang lebih 371 juta jiwa orang

di dunia, suatu peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan jumlah penderita

diabetes melitus pada akhir tahun 2011 adalah sekitar 366 juta jiwa. Peningkatan

jumlah penderita diabetes secara umum tersebut juga diikuti oleh peningkatan
jumlah penderita diabetes melitus tipe 1, yakni dari sekitar 5% dari total seluruh

penderita diabetes menjadi total 20% dari seluruh jumlah penderita diabetes dan

hal tersebut juga berkorelasi dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, serta

kebutuhan biasa kesehatan penderita diabetes melitus. Secara keseluruhan, 4,8

juta jiwa meninggal karena diabetes melitus dan 471 miliar telah dihabiskan untuk

perawatan diabetes melitus pada tahun 2012. Tidak hanya itu, di masa depan

diperkirakan bahwa akan terjadi peningkatan jumlah penderita diabetes melitus

dari 371 juta jiwa pada tahun 2012 menjadi 552 juta jiwa pada tahun 2030.

G. Manifestasi Klinis

Sebagian besar penderita DM tipe-1 mempunyai riwayat perjalanan klinis

yang akut. Biasanya gejala-gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan

yang cepat menurun terjadi antara 1 sampai 2 minggu sebelum diagnosis

ditegakkan. Apabila gejala-gejala klinis ini disertai dengan hiperglikemia maka

diagnosis DM tidak diragukan lagi. (5)

Perjalanan alamiah penyakit DM tipe-1 ditandai dengan adanya fase remisi

(parsial/total) yang dikenal sebagai honeymoon periode. Fase ini terjadi akibat

berfungsinya kembali jaringan residual pankreas sehingga pankreas

mensekresikan kembali sisa insulin. Fase ini akan berakhir apabila pankreas sudah

menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara klinis ada tidaknya fase ini harus

dicurigai apabila seorang penderita baru DM tipe-1 sering mengalami serangan

hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk menghindari

hipoglikemia. Apabila dosis insulin yang dibutuhkan sudah mencapai < 0,25

U/kgBB/hari maka dapat dikatakan penderita berada pada fase “remisi total”.
Adanya fase ini perlu dijelaskan kepada penderita agar tidak muncul anggapan

bahwa penderita telah “sembuh” dan akhirnya tidak melanjutkan terapi kembali.

H. Tata Laksana

Hal pertama yang harus dipahami oleh semua pihak adalah bahwa DM

tipe-1 tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup penderita dapat

dipertahankan seoptimal mungkin dengan kontrol metabolik yang baik. Kontrol

metabolik yang baik adalah apabila kadar glukosa darah berada dalam batas

normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia. Walaupun

masih dianggap ada kelemahan, parameter HbA1c merupakan parameter kontrol

metabolik standar pada diabetes melitus. Nilai HbA1c < 7% berarti kontrol

metabolik baik; HbA1c < 8% cukup dan HbA1c > 8% dianggap buruk. Kriteria

ini pada anak perlu disesuaikan dengan usia karena semakin rendah HbA1c

semakin tinggi risiko terjadinya hipoglikemia. (5)

Untuk mencapai kontrol metabolik yang baik, pengelolaan DM tipe-1 pada

anak sebaiknya dilakukan secara terpadu oleh suatu tim yang terdiri dari ahli

endokrinologi anak/dokter anak/ahli gizi/ahli psikiatri/psikologi anak, pekerja

sosial, dan edukator. Kerjasama yang baik antar tim dan pihak penderita akan

lebih menjamin tercapainya kontrol metabolik yang baik.(5)

Sasaran dan tujuan pengobatan pada DM tipe-1 perlu dijelaskan oleh tim

pelaksana dan dimengerti oleh penderita maupun keluarga. Berikut adalah sasaran

dan tujuan khusus pengelolaan DM tipe 1 pada anak.(5)


Tabel 1 Sasaran dan Tujuan Khusus Pengelolaan DM Tipe1 pada Anak. (5)
Sasaran Tujuan Khusus
1. Bebas dari gejala penyakit 1. Tumbuh kembang optimal
2. Dapat menikmati 2. Perkembangan emosional normal
kehidupan sosial 3. Kontrol metabolik yang baik tanpa
3. Terhindar dari komplikasi menimbulkan hipoglikemia
4. Hari absensi sekolah rendah dan aktif
berpartisipasi dalam kegiatan sekolah
5. Pasien tidak memanipulasi penyakit
6. Pada saatnya mampu mandiri
mengelola penyakitnya

Untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, terdapat beberapa komponen

pengelolaan DM tipe-1 yang harus dilakukan, diantaranya adalah pemberian

insulin, pengaturan makan, olahraga, dan edukasi, yang didukung oleh

pemantauan mandiri (home monitoring). Keseluruhan komponen tersebut harus

berjalan secara terintegrasi untuk mendapatkan kontrol metabolik yang baik. Akan

tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat banyak faktor yang dapat menghambat

penatalaksaan yang akan dilakukan, diantaranya adalah faktor kepercayaan

masyarakat, sosial, ekonomi, dan tingkat pendidikan orang tua.(5)

Terkait dengan beberapa kendala yang telah disebutkan sebelumnya, mutu

pengelolaan DM tipe-1 sangat bergantung pada proses dan hasil konsultasi

penderita/keluarga penderita dengan tim, antara lain dengan dokter. Hubungan

timbal balik dokter-pasien yang baik, jujur, terbuka, dan tegas akan sangat

membantu penderita menanamkan kepercayaan kepada dokter sehingga

memudahkan pengelolaan selanjutnya. Dalam pengelolaan diabetes melitus,

dokter tidak hanya bertugas untuk mengatur dosis insulin, tetapi juga

menyesuaikan komponen-komponen pengelolaan lainnya sehingga sejalan dengan

proses tumbuh kembang. Wawancara yang tidak bersifat interogatif akan


merangsang keterbukaan penderita sehingga memudahkan dokter untuk mengerti

gaya hidup dan cita-cita penderita. Dalam hal ini dokter akan dengan mudah

menjalankan peran sebagai ”kapten” dari seluruh komponen pelaksana sehingga

secara bersama-sama mampu mempertahankan kualitas hidup penderita.(5)

 Penatalaksanaan spesifik diabetes melitus tipe 1

Secara umum, penatalaksanaan diabetes melitus tipe 1 dibedakan atas 2,

yaitu pentalaksanaan diabetes melitus tipe 1 tanpa disertai ketoasidosis diabetikum

dan diabetes melitus yang disertai ketoasidosis diabetikum. Tatalaksana yang

diberikan pada pasien dengan diabetes melitus tipe 1 yang tanpa disertai

ketoasidosis diabetikum antara lain hormon insulin, pengaturan diet, olahraga, dan

edukasi, sedangkan untuk pasien diabetes melitus tipe 1 yang disertai dengan

ketoasidosis diabetikum penatalaksanaannya antara lain terapi cairan, koreksi

gangguan elektrolit, dan pemberian hormone insulin.(12)

a. Diabetes melitus tanpa ketoasidosis diabetik

 Insulin

Dosis total insulin harian adalah 0,5 – 1,0 U/kgBB. Terdapat beberapa

pilihan regimen insulin yang dapat digunakan, salah satunya adalah split mix

(kombinasi insulin kerja pendek dan menengah dalam satu siringe). Insulin

diberikan secara subkutan dengan cara 2/3 dosis total diberikan 30 menit

sebelum makan pagi dan 1/3 dosis sisanya diberikan 30 menit sebelum makan

malam dan regimen basal bolus.(12)


 Diet

Diet untuk pasien diabetes melitus tipe 1 diberikan berdasarkan formula :

Total kalori = 1000 + umur (tahun) x 100 kal dengan komposisi karbohidrat 45-

55%, lemak 35-40%, dan protein 15-20%.(12)

 Olahraga

Olahraga dapat meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin,

olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang bersifat aerobik. (12),(13)

 Edukasi

Edukasi sangat penting dalam manajemen diabetes melitus tipe 1. Edukasi

yang dilakukan adalah tentang pengobatan yang harus dilakukan seumur hidup,

cara pemberian obat dan dosis obat. (12)

 Penilaian dan monitor kontrol glukosa (12)

b. Diabetes melitus dengan ketoasidosis diabetik

Diagnosis ketoasidosis metabolik ditegakkan jika terdapat gula darah

mencapai > 300 mg/dl, ketonemia dan asidosis (pH < 7,32 & kadar bikarbonat <

15 mg/l). Apabila terjadi ketoasidosis diabetik, tatalaksana yang terpenting adalah

terapi cairan dan monitor adanya gangguan elektrolit. (12)

 Terapi cairan : (12)

- Atasi syok dengan memberikan cairan NaCl 0,9% 20 ml/kg dalam waktu 1

jam sampai syok teratasi.

- Lanjutkan resusitasi cairan dengan memberikan cairan rumatan secara

perlahan dalam waktu 36-48 jam. Berikut cara perhitungan kebutuhan

cairan pada DKA


Tentukan derajat dehidarasi …% (A)
Tentukan defisit cairan A x BB (kg) x 1000 = B ml
Tentukan kebutuhan rumatan (48 jam) C ml
Tentukan kebutuhan total 48 jam (B+C) ml
Tentukan dalam tetsan perjam (B+C)/48 = … ml/jam

Perhitungan cairan rumatan :


3-10 kg : 100 ml/kg
10-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kg setiap kg bb diatas 10 kg
> 20 kg : 1500 + 20 ml/kg setiap kg bb diatas 20 kg
 Atasi gangguan elektrolit, pertimbangkan pemebrian bikarbonat bila pH

darah < 7. (12)

 Pemberian insulin (12)

- Insulin diberikan dengan dosis 0,05 – 0,1 U/kg/jam dengan cara 0,1

U/ml atau 1 U dalam 10 ml atau 50 U insulin dimasukkan dalam 500

ml salin fisiologis dan dibrikan melalui infus sampai gula darah 250-

300 mg/dl.

- Apabila selama pemberian insulin kadar gula darah mencapai ≤ 250

mg/dl, segera berikan cairan dextrose 5% dan apabila gula darah

mencapai ≤ 150 mg/dl segera berikan cairan dextrose 10% dan dosis

insulin secara perlahan diturunkan menjadi 0,05 U/KgBB/Jam.

- Apabila kadar glukosa darah sudah mencapai < 250 mg/dl, pH > 7,30,

HCO3 > 15 mmol/l, keton urine negative dan pasien dapat makan

peroral, pertimbangkan pemberian insulin secara subkutan 30 menit

sebelum makan dan insulin drip dipertahankan minimal penderita


sudah dapat makan satu kali, kira-kira 90 menit setelah diberikan

insulin subkutan.

I. Pemantauan

Ditujukan untuk mengurangi morbiditas akibat komplikasi akut maupun

kronis, baik dilakukan selama perawatan di rumah sakit maupun secara mandiri di

rumah, meliputi : (9)

 keadaan umum, tanda vital.

 kemungkinan infeksi.

 kadar gula darah (juga dapat dilakukan di rumah dengan menggunakan

glukometer) setiap sebelum makan utama dan menjelang tidur malam hari.

 kadar HbA1C (setiap 3 bulan).

 pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar gula > 250 mg/dl).

 mikroalbuminuria (setiap 1 tahun).

 fungsi ginjal.

 funduskopi untuk memantau terjadinya retinopati (biasanya terjadi setelah

3-5 tahun menderita DM tipe-1, atau setelah pubertas).

 tumbuh kembang.

J. Komplikasi

Secara umum, komplikasi diabetes melitus tipe 1 dibagi atas 2, yakni

komplikasi makrovaskular dan komplikasi mikrovaskular. Komplikasi

makrovaskular adalah suatu komplikasi yang ditimbulkan akibat kerusakan

pembuluh darah besar, sedangkan komplikasi mikrovaskular adalah komplikasi


yang ditimbulkan akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah yang kecil atau

kapiler. Berikut adalah contoh komplikasi diabetes melitus baik makrovaskular

dan mikrovaskular.(14),(15)

Tabel 2 Komplikasi Makrovaskular dan Mikrovaskular DMT1


Komplikasi Makrovaskular Komplikasi Mikrovaskular

1. Penyakit jantung coroner 1. Retinopati diabetikum

2. Penyakit arteri perifer 2. Nefropati diabetikum

3. Stroke 3. Neuropati diabetikum

K. Prognosis

Prognosis diabetes melitus tipe 1 sangat bergantung pada kepatuhan

penderita dalam menjalani pengobatan, pengaturan pola hidup dan pola diet

penderita, da nada tidaknya komplikasi yang telah terjadi.


BAB III

PENUTUP

Diabetes melitus tipe 1 merupakan suatu kelainan metabolik yang ditandai

oleh adanya hiperglikemia yang diakibatkan oleh kerusakan sel β beta pankreas

oleh suatu proses autoimun yang menyebabkan penurunan produksi hormon

insulin yang mengakibatkan terjadinya hiperglikemia. Proses autoimun yang

terjadi pada diabetes melitus tipe 1 dapat disebabkan oleh faktor genetik, kelainan

sistem imun, maupun faktor lingkungan seperti adanya paparan virus.

Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu

kriteria berikut, yaitu :(12)

4. Kadar glukosa puasa > 126 mg/dl (>70 mmol/l), atau

5. Ditemukan adanya gejala klinis berupa poliuria, polidipsia, polipagi,

penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas disertai dengan kadar gula

sewaktu (GDS) > 200 mg/dl (11,1 mmol/l), atau

6. Pada penderita asimptomatis ditemukan ditemukan kadar glukosa darah

sewaktu (GDS) > 200 mg/dl atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari

normal dengan tes toleransi glukosa terganggu pada lebih dari satu kali

pemeriksaan.

Dalam penatalaksaan diabetes melitus, hal penting yang harus bisa

dipahami oleh keluarga maupun tenaga medis adalah bahwa diabetes melitus tipe

1 bukanlah suatu penyakit yang dapat disembuhkan, tetapi dengan penatalaksaan

yang tepat kualitas hidup pasien akan dapat ditingkatkan dan mencegah terjadinya
peningkatan morbiditas akibat diabetes melitus. Terapi utama utama dalam

penatalaksaan diabetes melitus tipe 1 adalah pemberian hormon insulin eksogen

untuk menggantikan hormone insulin endogen yang pengalami penurunan

produksi.

Anda mungkin juga menyukai