Anda di halaman 1dari 33

1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada dilema
besar dalam dunia pendidikan, yakni tentang bagaimana cara terbaik
untuk mendidik generasi muda dan mempersiapkan mereka dalam
menghadapi tantangan global di masa mendatang. Proses pendidikan
yang dilaksanakan harus mampu mencetak sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, pelaksanaan
pendidikan harus dimaksimalkan oleh guru sebagai tenaga pendidik dan
siswa sebagai peserta didik. Guru memegang peranan sentral dalam
proses pembelajaran, untuk itu mutu pendidikan suatu sekolah sangat
ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru. Guru harus
mampu menciptakan pengalaman belajar yang tepat, mampu mendorong
siswa untuk aktif dan kritis selama proses pembelajaran berlangsung.
Guru juga harus berusaha membimbing anak didik agar dapat
menemukan berbagai potensi yang dimilikinya (Subini, 2012: 110).
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa sebagai hasil dari
proses pendidikan adalah kemampuan penalaran matematika.
Kemampuan penalaran merupakan salah satu dari beberapa
kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah belajar matematika.
Melalui belajar matematika, siswa dapat menggunakan penalaran pada
pola atau sifat, melakukan manipulasi matematika, membuat generalisasi,
menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
(BSNP, 2006: 140). Menurut Depdiknas (Shadiq, 2004: 3), materi
matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran
dan penalaran dipahami dan dilatih melalui belajar materi matematika.
Penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas
berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru
yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya
telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya (Shadiq, 2004: 2).
2

Berdasarkan hasil observasi dan studi pendahuluan yang dilakukan


peneliti pada tanggal 21 November 2016 di kelas VIII C menunjukkan
bahwa kemampuan penalaran matematika siswa masih tergolong rendah.
29,4% dari 34 siswa mampu menjawab soal penalaran, namun masih
kurang tepat dan hanya 5,88% siswa yang mampu mengemukakan ide
untuk menjawab soal dengan tepat. Soal yang diberikan terdiri dari 5 soal
Teorema Pythagoras yang mencakup beberapa indikator penalaran yaitu
(1) menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan
diagram, (2) mengajukan dugaan, (3) menentukan pola, (4) melakukan
manipulasi matematika, dan (5) menarik kesimpulan. Hal ini dapat
ditunjukkan pada salah satu jawaban siswa di kelas VIII C berikut ini.

Soal : Panjang diagonal suatu persegi panjang adalah 25 cm. Apabila


lebar dari persegi panjang adalah 7 cm, berapa cm panjangnya?
Jawaban :

Gambar. 1. Jawaban Nomor 3 Soal Investigasi

Berdasarkan jawaban soal investigasi tersebut, terlihat bahwa siswa


masih belum memahami maksud dari soal, siswa masih bingung dalam
menyajikan pernyataan matematika, mengajukan dugaan, menentukan
pola, melakukan manipulasi matematika, dan menarik kesimpulan
sehingga siswa melakukan kesalahan dalam langkah penyelesaian yang
pada akhirnya menghasilkan jawaban yang salah.
3

Masih banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam


melakukan langkah penyelesaian, juga dinyatakan oleh Ibu Okty
Restiani, S.Pd. selaku guru matematika kelas VIII SMP Negeri 2
Gumelar. Siswa kurang memahami isi dari soal yang diberikan sehingga
tidak tahu apa yang diketahui, ditanyakan, dan operasi hitung apa yang
digunakan dalam menjawab soal tersebut sehingga memberikan jawaban
yang salah. Hal ini dapat dilihat pada jawaban siswa berikut ini.

Soal : Diketahui segitiga KLM siku-siku di K mempunyai luas 64 cm2.


Jika panjang KL = 2x cm dan KL = 4x cm, berapa cm nilai x ?
Jawaban :

Gambar. 2. Jawaban Nomor 4 Soal Investigasi

Berdasarkan dua jawaban soal investigasi di atas, diperoleh


kesimpulan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa masih
tergolong rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah guru
masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Guru lebih
mendominasi kelas dan siswa hanya menerima apa yang disampaikan
oleh guru. Selain model pembelajaran konvensional, bahan ajar yang
digunakan dalam pembelajaran matematika juga turut berpengaruh
terhadap rendahnya kemampuan penalaran matematika siswa. Bahan ajar
yang digunakan berupa LKS dan buku cetak matematika yang dibuat
oleh penerbit. Ditinjau dari segi isi, materi yang terkandung di dalamnya
memiliki tingkat pemahaman yang tinggi sehingga sulit dipahami oleh
siswa. Bahasa yang digunakan dalam bahan ajar tersebut belum dapat
menyampaikan materi secara komunikatif, sehingga siswa mengalami
kesulitan dalam memahami materi yang terkandung di dalamnya.
4

Selain kemampuan penalaran, keterampilan proses yang dimiliki


siswa juga masih tergolong rendah. Menurut Wahyana (Trianto, 2011:
144), keterampilan proses merupakan keterampilan yang diperoleh dari
latihan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai
penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Rendahnya
keterampilan proses yang dimiliki siswa ditunjukkan dengan sikap siswa
yang cenderung diam saat guru mengajukan pertanyaan. Siswa juga
kurang memperhatikan penjelasan guru dan kurang memahami isi dari
soal yang diajukan oleh guru. Usman (2011: 42) mengemukakan bahwa
indikator keterampilan proses terdiri dari mengamati, menggolongkan,
menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan, dan
mengkomunikasikan. Siswa cenderung diam saat guru mengajukan
pertanyaan menunjukkan keterampilan komunikasinya rendah, siswa
yang tidak memperhatikan penjelasan guru menunjukkan keterampilan
mengamatinya rendah, siswa kurang memahami isi dari soal yang
diajukan guru menunjukkan keterampilan menafsirkan rendah, dan hasil
jawaban siswa menunjukkan kemampuan menerapkan masih rendah.
Bertolak dari beberapa masalah di atas dapat disimpulkan bahwa
kemampuan penalaran matematika dan keterampilan proses siswa masih
tergolong rendah. Hal tersebut mengakibatkan siswa mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan dan berakibat
pada rendahnya nilai ulangan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
mengujicobakan model pembelajaran yang student oriented dimana
siswa menjadi subyek aktif belajar yakni model pembelajaran Discovery
Learning. Model pembelajaran ini lebih menitikberatkan pada aktivitas
siswa dalam belajar dan memberikan kesempatan untuk berpartisipasi
aktif dalam kegiatan penemuan dan melatih berpikir sendiri melalui
pengetahuan yang telah dimiliki. Guru berperan sebagai fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan. Melalui model
ini diharapkan materi pelajaran dapat bertahan lama dalam ingatan siswa
karena siswa menemukan sendiri konsep dari materi yang dipelajarinya.
5

Selain menggunakan model pembelajaran Discovery Learning,


peneliti juga menggunakan bahan ajar yang dinamakan Math Module,
yaitu suatu kumpulan materi pembelajaran yang dibuat oleh peneliti
untuk menunjang proses pembelajaran matematika dan dilengkapi
dengan soal-soal latihan baik yang bersifat individu maupun kelompok.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan model Discovery
Learning dan bahan ajar Math Module diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan penalaran matematika dan keterampilan proses siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Discovery
Learning Berbantuan Math Module Terhadap Kemampuan
Penalaran Matematika Siswa”.

B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti membatasi masalah
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Kemampuan penalaran matematika siswa dalam penelitian ini
dibatasi pada kemampuan matematika tertulis yaitu siswa mencapai
KKM pada tes kemampuan penalaran matematika.
2. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2
Gumelar semester genap tahun pelajaran 2016/2017.
3. Materi dalam penelitian ini adalah materi lingkaran.
4. Indikator penalaran matematika siswa yang digunakan dalam
penelitian ini adalah (a) menyajikan pernyataan matematika secara
lisan, tertulis, gambar, dan diagram, (b) mengajukan dugaan, (c)
menentukan pola, (d) melakukan manipulasi matematika, dan (e)
menarik kesimpulan dari pernyataan (Wardhani, 2008: 14).
5. Indikator keterampilan proses dengan model Discovery Learning
berbantuan Math Module terhadap kemampuan penalaran
matematika siswa dalam penelitian ini adalah mengamati,
menafsirkan, menerapkan, mengkomunikasikan (Usman, 2011: 42).
6

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang
diajar menggunakan model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module dapat mencapai KKM?
2. Apakah rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang
diajar menggunakan model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module lebih dari rata-rata kemampuan penalaran
matematika siswa yang diajar menggunakan model konvensional?
3. Apakah terdapat pengaruh positif keterampilan proses dengan model
pembelajaran Discovery Learning berbantuan Math Module terhadap
kemampuan penalaran matematika?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui tingkat ketuntasan rata-rata kemampuan penalaran
matematika siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning berbantuan Math Module.
2. Mengetahui perbandingan rata-rata kemampuan penalaran
matematika siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning berbantuan Math Module dengan rata-rata
kemampuan penalaran matematika siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran konvensional.
3. Mengetahui adanya pengaruh positif keterampilan proses dengan
model pembelajaran Discovery Learning berbantuan Math Module
terhadap kemampuan penalaran matematika.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini ada dua macam
yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat tersebut
adalah sebagai berikut.
7

1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut.
a. Menambah kajian ilmiah dalam dunia pendidikan mengenai
penggunaan model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module untuk meningkatkan kemampuan
penalaran matematika siswa.
b. Memberikan sumbangan keilmuan tentang efektivitas model
pembelajaran Discovery Learning berbantuan Math Module
terhadap kemampuan penalaran matematika siswa.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut.
a. Bagi Siswa
1) Meningkatkan kemampuan penalaran matematika.
2) Meningkatkan keterampilan proses siswa.
3) Menambah pengetahuan tentang model pembelajaran
Discovery Learning dalam pembelajaran matematika.
b. Bagi Guru
1) Menambah wawasan tentang penggunaan model
pembelajaran agar KBM dapat berjalan dengan efektif.
2) Sebagai solusi alternatif pemilihan model pembelajaran
yang tepat untuk meningkatkan kualitas pengajaran.
c. Bagi Sekolah
1) Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas
akademik siswa khususnya mata pelajaran matematika.
2) Dapat dijadikan acuan dalam membuat kebijakan tentang
peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.
d. Bagi Peneliti
1) Mengetahui efektivitas model pembelajaran Discovery
Learning berbantuan Math Module.
2) Mampu mengidentifikasi penyebab rendahnya kemampuan
penalaran matematika siswa.
8

II. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI


A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan informasi dasar rujukan yang digunakan
penulis dalam penelitian ini agar tidak terjadi plagiat dan pengulangan
penelitian. Adapun penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Maarif (2014)
menunjukkan bahwa kemampuan analogi matematis siswa yang
belajar dengan metode discovery lebih baik daripada siswa yang
belajar dengan metode ekspositori. Siswa yang belajar dengan
metode discovery memiliki skor rerata kemampuan analogi
matematis yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar
dengan metode ekspositori. Persamaan penelitian terdahulu dengan
penelitian ini adalah menggunakan model pembelajaran yang sama
yaitu model pembelajaran Discovery Learning. Sedangkan
perbedaannya terletak pada kemampuan yang diteliti yaitu
kemampuan analogi matematis. Kemampuan dalam penelitian ini
adalah kemampuan penalaran matematika siswa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Widiadnyana, Sadia, dan Suastra
(2014) menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan nilai rata-rata
pemahaman konsep secara signifikan antara kelompok siswa yang
belajar menggunakan model Discovery Learning dengan kelompok
siswa yang belajar menggunakan model pengajaran langsung; dan
(2) terdapat perbedaan nilai rata-rata sikap ilmiah secara signifikan
antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model Discovery
Learning dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model
pengajaran langsung. Persamaan penelitian terdahulu dengan
penelitian ini adalah menggunakan model pembelajaran yang sama
yaitu model Discovery Learning. Sedangkan perbedaannya terletak
pada kemampuan yang diteliti yaitu pemahaman konsep dan sikap
ilmiah siswa. Kemampuan yang diteliti dalam penelitian ini adalah
kemampuan penalaran matematika siswa.
9

3. Penelitian yang dilakukan oleh Zuhri, Purwosetiyono, dan Syahidah


(2014) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan model
discovery berbasis scientific learning berbantuan buku siswa
kurikulum 2013 mencapai efektif yang ditandai oleh: a) Rataan
kreativitas dan nilai akhir siswa secara individu melebihi KKM = 70,
dan secara klasikal lebih dari 85% siswa memperoleh nilai 65, b)
Pengaruh kreativitas terhadap nilai akhir dengan persamaan Ŷ = -
13,793 + 1,191X artinya variabel kreativitas (X) memberikan
pengaruh positif terhadap nilai akhir (Y) juga dengan R Square 0,165
artinya variabel kreativitas (X) memberikan kontribusi terhadap nilai
akhir (Y) sebesar 16,5 %, Persamaan penelitian terdahulu dengan
penelitian ini adalah menggunakan model pembelajaran yang sama
yaitu model Discovery Learning. Sedangkan perbedaannya terletak
pada bahan ajar yang digunakan yaitu buku siswa kurikulum 2013.
Bahan ajar dalam penelitian ini adalah Math Module.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Sa’adah (2010) menunjukkan bahwa
kemampuan penalaran matematis siswa kelas VIII-A SMP Negeri 3
Banguntapan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II
setelah dilaksanakan pembelajaran dengan pendekatan PMRI. Hal
ini ditunjukkan oleh sebanyak 30 siswa atau 96,77% mengalami
peningkatan kemampuan penalaran matematis berdasarkan skor total
aspek kemampuan penalaran matematis. Persentase rata-rata nilai tes
mengalami peningkatan dari 53,71% pada siklus I menjadi 68,39%
pada siklus II dan dalam kategori tinggi. Persamaan penelitian
terdahulu dengan penelitian ini adalah kemampuan yang diteliti yaitu
kemampuan penalaran. Sedangkan perbedaannya terletak pada
penggunaan model pembelajaran dan kelas yang dikaji.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, peneliti bermaksud
melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning berbantuan Math Module terhadap kemampuan
penalaran matematika siswa.
10

B. Landasan Teori
1. Efektivitas
Efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian
suatu tujuan. Suatu upaya dikatakan efektif apabila upaya tersebut
mampu mencapai tujuannya. Efektivitas berasal dari kata efektif
yang berarti memiliki efek, pengaruh, atau akibat (KBBI, 2008:
374). Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang
melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju (Mulyasa, 2012:
82). Evektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok
dan tercapainya tujuan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Efektivitas merupakan gambaran tingkat keberhasilan atau
keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian suatu tujuan, dalam hal
ini adalah tujuan dari pembelajaran yakni ketercapaian suatu
kompetensi. Pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran
tersebut memudahkan peserta didik untuk dapat belajar sesuatu yang
bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, cara hidup
serasi dengan sesama, atau sesuatu hasil belajar yang diinginkan
(Warsita, 2008: 288). Pembelajaran tersebut mampu membawa
perubahan tingkah laku yang baru pada diri peserta didik.
Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
efektivitas penggunaan model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module terhadap kemampuan penalaran
matematika siswa. Model pembelajaran ini dikatakan efektif apabila
rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan
Math Module dapat mencapai ketuntasan dan rata-rata kemampuan
penalaran matematika siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning berbantuan Math Module lebih
dari rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran konvensional.
11

2. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan salah satu komponen penunjang
keberhasilan suatu pendidikan. Pembelajaran dapat diartikan sebagai
kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang
mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu
proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan
evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar (Sagala, 2010: 64-
65). Menurut Subini (2012: 8), pembelajaran adalah suatu proses
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Sehingga pembelajaran merupakan kegiatan yang dirancang oleh
guru untuk membantu seseorang mempelajari kemampuan melalui
proses yang sistematis dan diperoleh perubahan tingkah laku.
Pembelajaran di sekolah tidak lepas dari mata pelajaran, salah
satunya matematika. Menurut Hudojo (Hasratuddin, 2014: 30),
matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol
dan tersusun secara hierarkis serta penalarannya deduktif, sehingga
belajar matematika membutuhkan kegiatan mental yang tinggi.
Matematika juga dideskripsikan sebagai (1) struktur yang
terorganisir, (2) alat untuk mencari solusi berbagai masalah
kehidupan sehari-hari, (3) pola pikir deduktif, (4) cara bernalar, (5)
bahasa artifisial, dan (6) seni yang kreatif (Sumardyono, 2004: 28)
Jadi, matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-
simbol yang strukturnya terorganisir dan bersifat deduktif serta
digunakan sebagai alat untuk mencari solusi berbagai masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika merupakan
kegiatan pembelajaran yang berpusat pada mata pelajaran
matematika yang memiliki objek kajian abstrak yang strukturnya
terorganisir sehingga dalam kegiatannya membutuhkan mental yang
tinggi serta metode dan model pembelajaran yang relevan.
12

3. Model Pembelajaran Discovery Learning


Model pembelajaran Discovery Learning lebih menekankan
pada pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap
suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam
pembelajaran. Menurut Irham (2011: 69), konsep dasar model
pembelajaran Discovery Learning adalah siswa didorong untuk
belajar dengan diri mereka sendiri, melalui kegiatan aktif memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip dengan didukung pengalaman-
pengalaman serta menghubungkan antara pengalamannya dengan
konsep-konsep yang mereka pelajari.
Model pembelajaran Discovery Learning merupakan teori
belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi
bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya,
tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri (Kemendikbud, 2013: 1).
Siswa diberi kesempatan untuk menjadi seorang problem solver,
seorang scientist atau ahli matematika. Hasibuan (2014: 39)
mengemukakan bahwa model pembelajaran Discovery Learning
merupakan cara mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian
rupa sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang belum
diketahuinya tidak melalui pemberitahuan tetapi sebagian atau
seluruhnya ditemukan oleh diri mereka sendiri.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Discovery Learning adalah model pembelajaran
dimana peserta didik berpikir sendiri sehingga dapat menemukan
prinsip umum materi yang dipelajari dengan bimbingan dari guru.
Ciri utama belajar menemukan yaitu mengeksplorasi dan
memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan
menggeneralisasi pengetahuan; berpusat pada peserta didik; kegiatan
untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada. Guru berperan sebagai pembimbing atau fasilitator jika
siswa mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan penemuan.
13

Tahapan dalam menerapkan model pembelajaran Discovery


Learning adalah sebagai berikut (Kemendikbud, 2013: 6).
1) Stimulation (stimulasi atau pemberian rangsangan)
Siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi,
agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat
memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan,
anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya.
2) Problem statement (pernyataan atau identifikasi masalah)
Siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin masalah yang relevan dengan pelajaran, kemudian
dipilih salah satu dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
3) Data collection (pengumpulan data)
Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis. Tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
4) Data processing (pengolahan data)
Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi suatu
informasi yang runtut, jelas, dan bermakna. Pengolahan data
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi
sehingga siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang
pilihan jawaban yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5) Verification (pembuktian)
Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan kebenaran hipotesis awal dengan temuan
alternatif, kemudian dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
6) Generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi)
Siswa menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum
dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama
dengan memperhatikan hasil verifikasi.
14

4. Math Module
Math Module merupakan sebuah modul pembelajaran
matematika yang disusun secara kreatif oleh peneliti untuk keperluan
penelitian dan pembelajaran di sekolah tempat penelitian. Math
Module bertujuan untuk mendukung terciptanya kegiatan belajar
mengajar yang efektif sehingga dapat meningkatkan kemampuan
penalaran matematika dan keterampilan proses siswa. Math Module
dilengkapi dengan latihan soal-soal baik yang bersifat individu
maupun kelompok untuk melatih siswa berpikir kreatif, sistematis,
logis dan kritis dalam memecahkan masalah yang berhubungan
dengan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Modul merupakan salah satu bentuk media cetak yang berisi
satu unit pembelajaran, dilengkapi dengan berbagai komponen
sehingga memungkinkan siswa-siswa yang menggunakannya dapat
mencapai tujuan secara mandiri, dengan sekecil mungkin bantuan
dari guru, mereka dapat mengontrol dan mengevaluasi kemampuan
sendiri, yang selanjutnya dapat menentukan mulai dari mana
kegiatan belajar selanjutnya harus dilaksanakan (Wena, 2010: 232).
Melalui pembelajaran menggunakan modul memungkinkan siswa
dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan sistematis
sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi
dengan utuh dan terpadu (Depdiknas, 2008: 6).
Penyusunan isi sebuah bahan ajar termasuk di dalamnya modul
harus berdasarkan pada panduan yang telah ditetapkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Menurut Panduan Pengembangan
Bahan Ajar, sebuah bahan ajar paling tidak mencakup: (1) petunjuk
belajar baik untuk siswa maupun guru, (2) kompetensi yang akan
dicapai, (3) content atau isi materi pembelajaran, (4) informasi
pendukung, (5) latihan-latihan, (6) petunjuk kerja dapat berupa
Lembar Kerja, (7) evaluasi, dan (8) respon atau balikan terhadap
hasil evaluasi (Depdiknas, 2008: 8).
15

5. Langkah-langkah Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan


Math Module
Proses pembelajaran dengan model Discovery Learning
berbantuan Math Module dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel. 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Discovery Learning


Berbantuan Math Module

Tahap Kegiatan pembelajaran Discovery Learning berbantuan


Discovery Math Module
Learning Guru Siswa
Tahap 1 Menyampaikan beberapa Mendengarkan dan
Pemberian informasi yang berkaitan memperhatikan penjelasan
rangsangan dengan konsep materi yang serta arahan dari guru
akan dipelajari dan
mengarahkan siswa untuk
mengamati uraian materi yang
terdapat dalam Math Module

Tahap 2 Membimbing siswa dalam Merumuskan jawaban


Identifikasi merumuskan jawaban atas sementara atas pertanyaan
masalah pertanyaan yang terdapat yang terdapat dalam Math
dalam Math Module Module

Tahap 3 Memberikan kesempatan Melakukan kegiatan


Pengumpulan kepada siswa untuk pengumpulan data dan
data mengumpulkan informasi informasi yang berhubungan
sesuai dengan hipotesis melalui dengan hipotesis melalui
kegiatan diskusi kelompok kegiatan diskusi kelompok

Tahap 4 Membimbing siswa untuk Mengolah data dan


Pengolahan mengolah informasi dan data informasi yang diperoleh
data yang telah diperoleh dengan bimbingan guru

Tahap 5 Membimbing siswa dalam Membuktikan hipotesis


Pembuktian membuktikan hipotesis dan secara cermat bersama-sama
menyuruh beberapa kelompok anggota kelompok dan
untuk mempresentasikannya di mempresentasikannya di
depan kelas depan kelas

Tahap 6 Membantu siswa membuat Membuat kesimpulan


Penyimpulan kesimpulan berdasarkan berdasarkan hipotesis yang
hipotesis yang telah dibuktikan telah dibuktikan
16

6. Model Pembelajaran Konvensional


Pembelajaran konvensional merupakan istilah yang paling
sering digunakan dalam proses pembelajaran. Konvensional artinya
berdasarkan kebiasaan atau tradisional (KBBI, 2008: 752). Jadi,
pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa
dilakukan oleh guru dan umumnya lebih terpusat pada guru sehingga
pembelajaran kurang optimal karena guru membuat siswa pasif
dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Sanjaya (2006: 261),
karakteristik dari pembelajaran konvensional diantaranya (1) siswa
ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima
informasi, (2) siswa lebih banyak belajar secara individual dengan
menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran, (3)
pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak, (4) kemampuan diperoleh
melalui latihan, (5) tujuan akhir adalah nilai atau angka, (6) tindakan
atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, dan
(7) pengetahuan individu tidak berkembang sesuai pengalaman
masing-masing karena dikonstruksi oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang
berpusat pada guru, dimana guru mengajar secara klasikal dan lebih
mendominasi kelas. Pembelajaran konvensional bersifat ceramah,
maksudnya siswa menerima semua materi yang dijelaskan oleh guru,
pemahaman siswa dibangun berdasarkan hafalan, metode yang
digunakan berupa ceramah, contoh, dan latihan soal sehingga kurang
dapat mengembangkan kemampuan penalaran matematika dan
keterampilan proses yang dimiliki oleh siswa dalam mata pelajaran
matematika. Pembelajaran konvensional lebih menekankan pada
tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan dan resitasi
konten tanpa memberikan waktu kepada siswa untuk merefleksikan
materi-materi yang dipresentasikan dan menghubungkannya dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
17

7. Kemampuan Penalaran Matematika


Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa,
sanggup melakukan sesuatu atau dapat. Kemudian mendapatkan
imbuhan ke-an sehingga kata kemampuan berarti kesanggupan untuk
melakukan sesuatu hal (KBBI, 2008: 909). Kemampuan merupakan
kapasitas seorang individu untuk melakukan suatu hal. Sedangkan
penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu
aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan
yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya
(Shadiq, 2004: 2). Berdasarkan dua pengertian di atas, maka
kemampuan penalaran adalah kesanggupan seseorang yang
ditunjukkan dengan proses berpikir yang digunakan untuk menarik
kesimpulan berupa pengetahuan dengan menghubung-hubungkan
fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui sebelumnya.
Wardhani (2008: 14) mengemukakan bahwa indikator siswa
yang memiliki kemampuan penalaran menurut Peraturan Dirjen
Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 adalah mampu:
(1) menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar,
dan diagram; (2) mengajukan dugaan; (3) melakukan manipulasi
matematika; (4) menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan
alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi; (5) menarik kesimpulan
dari pernyataan; (6) memeriksa kesahihan suatu argumen; dan (7)
menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi atau kesimpulan.
Indikator kemampuan penalaran matematika yang digunakan
dalam penelitian ini adalah: (1) menyajikan pernyataan matematika
secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram; (2) mengajukan dugaan;
(3) menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi; (4) melakukan manipulasi matematika; dan (5) menarik
kesimpulan dari suatu pernyataan.
18

8. Keterampilan Proses
Keterampilan proses merupakan pendekatan belajar-mengajar
yang mengarah pada pengembangan kemampuan mental, fisik, dan
sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih
tinggi dalam diri individu siswa (Usman, 2011: 42). Menurut
Wahyana (Trianto, 2011: 144), keterampilan proses merupakan
keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan mental, fisik,
dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-
kemampuan yang lebih tinggi. Usman (2011: 42) mengemukakan
bahwa keterampilan dalam penilaian proses adalah sebagai berikut.
a. Mengamati, yaitu keterampilan mengumpulkan data atau
informasi melalui penerapan dengan indera seperti melihat,
mendengarkan, merasa, menyimak, membaca, dan sebagainya.
b. Mengklasifikasikan, yaitu keterampilan menggolongkan benda,
kenyataan, konsep, nilai, atau kepentingan tertentu seperi
mencari persamaan, membedakan, dan membandingkan.
c. Menafsirkan (menginterpretasikan), yaitu keterampilan
menafsirkan sesuatu berupa benda, kenyataan, peristiwa, atau
konsep yang telah dikumpulkan seperti menaksirkan, memberi
arti, memposisikan, menemukan pola, dan sebagainya.
d. Meramalkan, yaitu menyimpulkan suatu hal yang akan terjadi
pada waktu yang akan datang berdasarkan perkiraan seperti
mengantisipasi berdasarkan pola atau hubungan antar data.
e. Menerapkan, yaitu menggunakan hasil belajar berupa informasi,
kesimpulan, konsep, hukum, teori, dan ketrampilan seperti
menggunakan, menghitung, merumuskan, dan membuat model.
f. Merencanakan, yaitu keterampilan menentukan masalah, tujuan,
ruang lingkup, sumber data, dan analisis dalam penelitian.
g. Mengkomunikasikan, yaitu menyampaikan perolehan atau hasil
belajar kepada orang lain seperti berdiskusi, bertanya,
merenungkan, mengarang, meragakan, dan mengungkapkan.
19

Indikator keterampilan proses dalam penelitan ini adalah


mengamati, menafsirkan, menerapkan, dan mengkomunikasikan.
Keterampilan proses pada model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module adalah sebagai berikut.

Tabel. 2. Keterampilan Proses pada Model Pembelajaran Discovery


Learning Berbantuan Math Module
Tahap Kegiatan pembelajaran Discovery Learning Bentuk
Discovery berbantuan Math Module Keterampilan
Learning Guru Siswa Proses
Tahap 1 Menyampaikan informasi Mendengarkan dan Mengamati
Pemberian yang berkaitan dengan memperhatikan
rangsangan materi yang akan dipelajari penjelasan serta arahan
dan mengarahkan siswa dari guru
untuk mengamati uraian
materi yang dalam Math
Module
Tahap 2 Membimbing siswa dalam Merumuskan jawaban Mengamati
Identifikasi merumuskan jawaban atas sementara atas pertanyaan Menafsirkan
masalah pertanyaan yang terdapat yang terdapat dalam Math
dalam Math Module Module
Tahap 3 Memberikan kesempatan Melakukan kegiatan Mengamati
Pengumpulan kepada siswa untuk pengumpulan data dan Menafsirkan
data mengumpulkan informasi informasi yang Menerapkan
sesuai dengan hipotesis berhubungan dengan Mengkomuni-
melalui kegiatan diskusi hipotesis melalui kegiatan kasikan
kelompok diskusi kelompok
Tahap 4 Membimbing siswa untuk Mengolah data dan Mengamati
Pengolahan mengolah informasi dan informasi yang diperoleh Menafsirkan
data data yang telah diperoleh dengan bimbingan guru Menerapkan
Tahap 5 Membimbing siswa dalam Membuktikan hipotesis Mengamati
Pembuktian membuktikan hipotesis dan secara cermat bersama- Menafsirkan
menyuruh beberapa sama anggota kelompok Menerapkan
kelompok untuk dan Mengkomuni-
mempresentasikannya di mempresentasikannya di kasikan
depan kelas depan kelas
Tahap 6 Membantu siswa membuat Membuat kesimpulan Mengamati
Penyimpulan kesimpulan berdasarkan berdasarkan hipotesis Menafsirkan
hipotesis yang telah yang telah dibuktikan Mengkomuni-
dibuktikan kasikan
20

C. Kerangka Berpikir
Kemampuan penalaran matematika merupakan salah satu tujuan
dari pembelajaran matematika. Siswa harus mampu menalar suatu
konsep dan permasalahan dari masalah-masalah yang ada. Materi
pelajaran matematika yang dianggap sulit disebabkan oleh penggunaan
nalar yang kurang baik dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan.
Selain kemampuan penalaran matematika yang rendah, keterampilan
proses juga masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi
siswa yang sulit untuk diajak berdiskusi, tidak memperhatikan penjelasan
dari guru dan cenderung diam saat guru mengajukan pertanyaan.
Kemampuan penalaran matematika siswa dan keterampilan proses
yang masih rendah disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya guru
masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Guru lebih
mendominasi kelas dan siswa menjadi pasif karena hanya menerima apa
yang disampaikan oleh guru. Selain itu, bahan ajar berupa LKS dan buku
cetak matematika yang dibuat oleh penerbit juga turut berpengaruh.
Ditinjau dari segi isi, materi yang terkandung di dalamnya memiliki
tingkat pemahaman yang tinggi sehingga sulit dipahami oleh siswa.
Bahasa yang digunakan dalam bahan ajar tersebut belum dapat
menyampaikan materi secara komunikatif sehingga siswa mengalami
kesulitan dalam memahami materi yang terkandung di dalamnya.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran
matematika dan keterampilan proses siswa adalah menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning. Model pembelajaran ini lebih
menitikberatkan pada aktivitas siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan penemuan, dan melatih berpikir sendiri melalui pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya. Selain menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning, peneliti juga menggunakan bahan ajar
yang dinamakan Math Module. Bahan ajar ini dilengkapi dengan
pembahasan materi dan soal-soal latihan yang diharapkan dapat melatih
siswa untuk berpikir kreatif, sistematis, kritis dan logis.
21

Penggunaan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan


Math Module diharapkan rata-rata kemampuan penalaran matematika
siswa dapat mencapai KKM dan rata-rata kemampuan penalaran
matematika siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning berbantuan Math Module lebih dari rata-rata
kemampuan penalaran matematika siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran konvensional serta terdapat pengaruh positif
keterampilan proses dengan model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module terhadap kemampuan penalaran matematika.
Berikut adalah gambar kerangka berpikir dalam penelitian ini.

MASALAH
1. Kemampuan penalaran matematika siswa rendah
2. Keterampilan proses yang dimiliki siswa rendah

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


1. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional
2. Bahan ajar yang digunakan berupa LKS dan buku paket
3. Siswa pasif dalam proses pembelajaran

SOLUSI
Guru menerapkan model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module dalam kegiatan belajar mengajar

HASIL
1. Rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module dapat mencapai KKM
2. Rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module lebih dari rata-rata kemampuan
penalaran matematika siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran konvensional
3. Terdapat pengaruh positif keterampilan proses dengan model
pembelajaran Discovery Learning berbantuan Math Module
terhadap kemampuan penalaran matematika

Gambar. 3. Kerangka Berpikir


22

D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan
Math Module dapat mencapai KKM.
2. Rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan
Math Module lebih dari rata-rata kemampuan penalaran matematika
siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
3. Terdapat pengaruh positif keterampilan proses dengan model
pembelajaran Discovery Learning berbantuan Math Module terhadap
kemampuan penalaran matematika.

III. METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode
eksperimen karena akan mengujicobakan model pembelajaran Discovery
Learning berbantuan Math Module terhadap kemampuan penalaran
matematika siswa. Kemudian membandingkan hasil tes kemampuan
penalaran matematika siswa antara kelas yang menggunakan model
Discovery Learning berbantuan Math Module dengan kelas yang
menggunakan model pembelajaran konvensional.

B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menguji teori,
membangun fakta, menunjukkan hubungan antara variabel, memberikan
deskripsi statistik, menaksir dan meramalkan hasilnya. Bahan kajian
yang dideskripsikan adalah data-data yang diperoleh dengan
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan Math
Module terhadap kemampuan penalaran matematika siswa.
23

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Menurut Sudjana dan Ibrahim (2009: 84), populasi merupakan
kumpulan dari sejumlah elemen, yakni unit tempat diperolehnya
informasi. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP
Negeri 2 Gumelar semester genap yang terdiri dari enam kelas.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang
memiliki sifat yang sama dengan populasi (Sudjana dan Ibrahim,
2009: 85). Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara
simple random sampling. Kelas yang diambil sebanyak tiga kelas
yakni kelas VIII A sebagai kelas ujicoba, kelas VIII B sebagai kelas
eksperimen dengan model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module serta kelas VIII C sebagai kelas kontrol
dengan model pembelajaran konvensional.

D. Variabel Penelitian
Variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek
pengamatan dalam penelitian. Variabel penelitian dalam hipotesis
pertama adalah kemampuan penalaran matematika siswa dengan
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan Math
Module. Variabel penelitian dalam hipotesis kedua adalah model
pembelajaran Discovery Learning berbantuan Math Module dan model
pembelajaran konvensional. Sedangkan variabel penelitian dalam
hipotesis ketiga adalah keterampilan proses sebagai variabel bebas (X)
dan kemampuan penalaran matematika sebagai variabel terikat (Y).

E. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 2 Gumelar
yang beralamat di Jalan Raya Paningkaban Kecamatan Gumelar
Kabupaten Banyumas Jawa Tengah pada semester genap yaitu bulan
Maret sampai Mei 2017.
24

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Teknik dan instrumen pengumpulan datanya adalah sebagai berikut.
1. Observasi
Observasi atau pengamatan digunakan untuk mengukur
tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan
(Sudjana dan Ibrahim, 2009: 109). Observasi dalam penelitian ini
dilakukan dengan mengamati pelaksanaan proses pembelajaran
matematika yang meliputi pengamatan keterampilan proses siswa
baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
2. Wawancara
Menurut Sudjana dan Ibrahim (2009: 103), terdapat dua jenis
wawancara, yakni wawancara berstruktur dan wawancara bebas (tak
berstruktur). Penelitian ini menggunakan wawancara bebas, yakni
responden bebas mengungkapkan pendapatnya. Wawancara dalam
penelitian ini dilakukan pada saat investigasi dan digunakan untuk
memperoleh data awal sebagai pendahuluan penelitian.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan, pemilihan,
pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan
(KBBI, 2008: 361). Dokumentasi dapat dilakukan melalui buku-
buku, dokumen, dan lain sebagainya untuk memperoleh data awal
sebagai bahan penelitian. Selain itu, juga berfungsi sebagai bukti
telah melaksanakan penelitian di SMP Negeri 2 Gumelar.
4. Tes
Tes merupakan alat ukur yang diberikan kepada individu untuk
mendapatkan jaawaban-jawaban yang diharapkan baik secara
tertulis, lisan atau perbuatan (Sudjana dan Ibrahim, 2009: 100).
Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis
berbentuk uraian berjumlah 5 soal. Sebelum soal diberikan, terlebih
dahulu soal diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas,
taraf kesukaran, dan daya pembeda dari tiap butir soal.
25

G. Teknik Analisis Data


1. Analisis Soal Ujicoba
Analisis soal ujicoba dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a) Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-
butir soal dalam suatu daftar pertanyaan. Uji validitas ini
dilakukan menggunakan teknik korelasi product moment dengan
rumus sebagai berikut.
𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 }{𝑁 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 }
(Arikunto, 2015: 87)

Keterangan:
rxy = koefisien korelasi skor butir soal dan skor total
𝑁 = banyak subjek
∑X = jumlah skor tiap butir soal
∑Y = jumlah skor total
∑ 𝑋𝑌 = jumlah perkalian antara skor butir dengan skor total
∑ X2 = jumlah kuadrat skor butir soal
∑ Y2 = jumlah kuadrat skor total

Kritetia valid suatu soal ditentukan dari hasil korelasi


masing-masing soal. Apabila rxy > rtabel maka alat ukur tersebut
dinyatakan “valid” dan sebaliknya jika rxy < rtabel maka alat ukur
dinyatakan “tidak valid” dengan 𝛼 = 5% (Arikunto, 2015: 89).

b) Reliabilitas
Reliabilitas merupakan ketetapan atau ketelitian suatu alat
ukur. Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama
terhadap seluruh butir pertanyaan. Uji reliabilitas ini dilakukan
menggunakan Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut.
𝑛 ∑ 𝜎𝑖2
𝑟=[ ] [1 − 2 ]
(𝑛 − 1) 𝜎𝑡
(Arikunto, 2015: 122)
26

Keterangan :
r 11 = reliabilitas tes secara keseluruhan,
n = banyaknya butir soal,
 i
2
= jumlah varians butir,
 t2 = varians total,

Rumus varians butir soal Rumus varians total


(∑ 𝑋)2 (∑ 𝑌)2
∑ 𝑋2 − ∑ 𝑌2 −
𝑁 𝜎𝑡 2 = 𝑁
𝜎𝑖 2 = 𝑁
𝑁

Keterangan:

N = Jumlah peserta tes


X = Skor pada tiap butir soal
Y = Jumlah skor total

Apabila nilai r11 > rtabel dengan taraf signifikan 5% maka


dikatakan reliabel atau soal tersebut dapat digunakan.

c) Taraf Kesukaran
Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat kesukaran
soal bentuk uraian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
𝐵
𝑃=
𝐽𝑆
(Arikunto, 2015: 223)
Keterangan:
𝑃 = indeks kesukaran
𝐵 = banyak siswa yang menjawab soal dengan benar
𝐽𝑆 = jumlah seluruh siswa peserta tes

Interpretasi koefisien indeks kesukaran adalah sebagai berikut.

Tabel. 3. Interpretasi Koefisien Taraf Kesukaran


Interval Interpretasi
0,71 < 𝑇𝐾 ≤ 1,00 Mudah
0,31 < 𝑇𝐾 ≤ 0,70 Sedang
0,00  𝑇𝐾 ≤ 0,30 Sukar
Arikunto (2015: 225)
27

d) Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan sesuatu soal untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan
siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan
besarnyan daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D)
dengan rumus sebagai berikut.
𝐵𝐴 𝐵𝐵
D= - = 𝑃𝐴 - 𝑃𝐵
𝐽𝐴 𝐽𝐵

(Arikunto, 2015: 228)


Keterangan :
𝐷𝑃 = daya pembeda
𝐽𝐴 = jumlah peserta kelompok atas
𝐽𝐵 = jumlah peserta kelompok bawah
𝐵𝐴 = jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar
𝐵𝐴 = jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar
𝑃𝐴 = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
𝑃𝐴 = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Interpretasi koefisien daya pembedanya adalah sebagai berikut.


Tabel. 4. Interpretasi Koefisien Daya Pembeda
Interval Interpretasi
0,00 ≤ 𝐷𝑃 ≤ 0,20 Jelek
0,21 ≤ 𝐷𝑃 ≤ 0,40 Cukup
0,41 ≤ 𝐷𝑃 ≤ 0,70 Baik
0,71 ≤ 𝐷𝑃 ≤ 1,00 Baik Sekali
Arikunto (2015: 232)

2. Analisis Data Awal


a) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kedua
kelompok sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau tidak. Hipotesisnya adalah sebagai berikut.
𝐻0 : rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa
berdistribusi normal
𝐻1 : rata-rata kemampuan penalaran matematika siswa
tidak berdistribusi normal
28

Pengujian ini menggunakan SPSS 16.0. Kriteria


penerimaan 𝐻0 dapat dilihat dari output Normality Plot with Test
pada kolom Kolmogorof-Smirnov. Jika nilai Sig > 0,05 maka H0
diterima dan sebaliknya jika nilai Sig < 0,05 maka H0 ditolak.

b) Uji Homogenitas
Uji Homogenitas dilakukan untuk melihat kedua sampel
mempunyai varians yang homogen atau tidak. Hipotesisnya
adalah sebagai berikut
𝐻0 : 𝜎1 2 = 𝜎2 2 , artinya kedua varians homogen.
𝐻1 : 𝜎1 2 ≠ 𝜎2 2 , artinya kedua varians tidak homogen.
Pengujian ini menggunakan SPSS 16.0. Kriteria
penerimaan 𝐻0 dapat dilihat dari output Independents Sample T
Test pada kolom Levene’s Test for Equality of Variances. Jika
nilai Sig > 0,05 maka H0 diterima dan digunakan uji t dengan
varians homogen sebaliknya jika nilai Sig < 0,05 maka H0
ditolak dan digunakan uji t dengan varians tidak homogen.

3) Analisis Data Akhir


a) Uji Hipotesis 1 (Uji Ketuntasan)
1) Uji ketuntasan rata-rata kemampuan penalaran matematika
Uji ini dilakukan untuk mengetahui ketuntasan rata-rata
kemampuan penalaran matematika siswa. Hipotesisnya
adalah sebagai berikut.
𝐻0 : 𝜇 ≤ 72,9 rata-rata kemampuan penalaran matematika
siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning berbantuan
Math Module belum mencapai KKM 73.
𝐻1 : 𝜇 > 72,9 rata-rata kemampuan penalaran matematika
siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning berbantuan
Math Module telah mencapai KKM 73.
29

Pengujian ini menggunakan SPSS 16.0. Kriteria


Penolakan 𝐻0 dengan membandingkan 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 pada output
One Sample T-test 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . 𝐻0 ditolak jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡(𝛼,𝑛−1)
dengan taraf signifikan 𝛼 < 0,05 (Sukestiyarno, 2010: 135).

2) Uji proporsi ketuntasan belajar


Uji ini digunakan untuk mengetahui keberhasilan
siswa di kelas eksperimen dalam mencapai ketuntasan
belajar apabila 75% siswa mencapai nilai ketuntasan yaitu
73. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.
𝐻0 : 𝜋 ≤ 74,9% (proporsi siswa yang nilainya ≥ 73
belum mencapai 75%)
𝐻1 : 𝜋 > 74,9% (proporsi siswa yang nilainya ≥ 73
telah mencapai 75%)
Pengujian ini menggunakan rumus sebagai berikut.
𝑥
−𝜋
𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑛
√𝜋(1 − 𝜋)
𝑛
(Sundayana, 2014: 93)
Keterangan:
x = banyak data yang termasuk hipotesis
n = banyak siswa
𝜋 = proporsi pada hipotesis

Kriteria pengujian: Tolak 𝐻0 jika 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑧𝛼 dimana 𝑧𝛼


diperoleh dari daftar normal baku dengan 𝛼 = 0,05.

c) Uji Hipotesis 2
Uji ini dilakukan untuk mengetahui hasil tes kemampuan
penalaran matematika siswa yang diajar menggunakan model
Discovery Learning berbantuan Math Module lebih baik dari
siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.
Hipotesisnya adalah sebagai berikut.
30

𝐻0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2 rata-rata hasil tes kemampuan penalaran


matematika siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module kurang dari atau sama
dengan rata-rata hasil tes kemampuan penalaran
matematika siswa yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional
𝐻1 : 𝜇1 > 𝜇2 rata-rata hasil tes kemampuan penalaran
matematika siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan Math Module lebih dari rata-rata hasil
tes kemampuan penalaran matematika siswa yang
diajar dengan model pembelajaran konvensional

Keterangan:
𝜇1 = rata-rata hasil tes kemampuan penalaran
matematika siswa yang diajar menggunakan model
Discovery Learning berbantuan Math Module
𝜇2 = rata-rata hasil tes kemampuan penalaran
matematika siswa yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional

Jika pengujian homogenitas dihasilkan kedua kelompok


homogen maka digunakan rumus sebagai berikut.

𝑋̅1 −𝑋̅2 (𝑛1 −1)𝑆1 2 +(𝑛2 −2)𝑆2 2


𝑡= 𝑆2 =
𝑆√
1
+
1 𝑛1 +𝑛2 −2
𝑛1 𝑛2
(Sukestiyarno, 2010: 133)
Keterangan:
𝑋̅1 = nilai rata-rata kelas eksperimen
𝑋̅2 = nilai rata-rata kelas kontrol
S1 = standar deviasi kelas eksperimen
S2 = standar deviasi kelas kontrol
S = standar deviasi gabungan
n1 = jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = jumlah siswa kelas kontrol
31

Jika pengujian homogenitas dihasilkan kedua kelompok


tidak homogen maka digunakan rumus sebagai berikut.
𝑥̅1 − 𝑥̅2
𝑡′ =
𝑠12 𝑠22

𝑛1 + 𝑛2
(Sugiyono, 2012: 138-139)
Keterangan:
𝑋̅1 = nilai rata-rata kelas eksperimen
𝑋̅2 = nilai rata-rata kelas kontrol
S1 = standar deviasi kelas eksperimen
S2 = standar deviasi kelas kontrol
n1 = jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = jumlah siswa kelas kontrol

Pengujian ini menggunakan SPSS 16.0. Kriteria penolakan


𝐻0 dengan membandingkan 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 pada output One Sample T-
test. 𝐻0 ditolak jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan taraf signifikan <
0,05 (Sukestiyarno, 2010: 135).

b) Uji Hipotesis 3 (Uji Regresi Sederhana)


Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh positif
keterampilan proses terhadap kemampuan penalaran matematika
siswa. Hipotesisnya adalah sebagai berikut.
𝐻0 : 𝛽 = 0 tidak terdapat pengaruh positif keterampilan proses
terhadap kemampuan penalaran matematika siswa
𝐻1 : 𝛽 ≠ 0 terdapat pengaruh positif keterampilan proses
terhadap kemampuan penalaran matematika siswa
Pengujian ini menggunakan SPSS 16.0. Besarnya koefisien
regresi dan persamaan regresi dapat dilihat melalui output
coefficients regression sedangkan pengaruh keterampilan proses
dapat diketahui dengan melihat nilai F pada output ANOVA
Regresi. Besar kecilnya pengaruh keterampilan proses siswa
juga dapat dilihat dari nilai R2 (R Square) pada output model
summary (Sukestiyarno, 2010: 119-120).
32

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2015. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:


Pusat Bahasa Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar.


Jakarta: Depdiknas.

Hasibuan, Haryani. 2014. “Penerapan Metode Penemuan Terbimbing pada


Pembelajaran Matematika Kelas XI IPA SMAN 1 Lubuk Alung”. Jurnal
Pendidikan Matematika. Vol. 3 (1). 38-44.

Hasratuddin. 2014. “Pembelajaran Matematika Sekarang dan yang akan Datang


Berbasis Karakter”. Jurnal Didaktik Matematika. Vol. 1 (2). 30-42.

Irham, Muhamad. 2011. Psikologi Pendidikan. Bumiayu: STKIP Islam Bumiayu.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Model Pembelajaran Penemuan


(Discovery Learning). Jakarta: Kemendikbud.

Mulyasa, Enco. 2012. Manajemen Berbasis Sekolah : Konsep, Strategi, dan


Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rahman, Risqi & Samsul Maarif. 2014. “Pengaruh Penggunaan Metode


Discovery Terhadap Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al-Ikhsan
Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat”. Infinity. Vol. 3 (1). 33-58.

Sa’adah, Widayanti Nurma. 2010. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis


Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Banguntapan dalam Pembelajaran
Matematika Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI). Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Sagala, Syaeful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Shadiq, Fajar. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam


Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.
33

Subini, Nini., dkk. 2012. Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Mentari Pustaka.

Sudjana, Nana & Ibrahim. 2009. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (mixed methods). Bandung:


Alfabeta.

Sukestiyarno. 2010. Statistika Dasar. Semarang: UNNES.

Sumardyono. 2004. Paket Pembinaan Penataran: Karakteristik Matematika dan


Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika. Yogyakarta : PPPG
Matematika.

Sundayana, Rostina. 2014. Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Usman, Moh. Uzer. 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Wardhani, Sri. 2008. Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika:


Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs Untuk
Optimalisasi Pencapaian Tujuan. Yogyakarta : P4TK Matematika.

Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya.


Jakarta: Rineka Cipta.

Wena, Made. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer : Suatu


Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Widiadnyana, dkk. 2014. “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap


Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP”. e-Journal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 4. 1-13.

Zuhri, M. Saifuddin, dkk. 2014. “Efektivitas Pembelajaran Matematika dengan


Model Discovery Berbasis Scientific Learning Berbantuan Buku Siswa
Kurikulum 2013 Materi Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linier pada
Siswa Kelas X”. Prosiding Mathematics and Sciences Forum. 611-616.

Anda mungkin juga menyukai