Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

PROLAPS UTERI

Perceptor :

Penyaji :
I Wayan Ardana Putra, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Prolaps
Uteri” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Ody Wijaya, Sp.OG yang telah
meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Saya
menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapapun yang membacanya.

Bandar Lampung, Desember 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 5
2.1 Definisi KPD........................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi KPD.................................................................................. 5
2.3 Klasifikasi KPD...................................................................................... 6
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko KPD............................................................. 7
2.5 Patofisiologi KPD................................................................................. 10
2.6 Diagnosis KPD...................................................................................... 14
2.7 Penatalaksanaan KPD........................................................................... 17
2.8 Komplikasi KPD................................................................................... 20
2.9 Prognosis KPD...................................................................................... 21
BAB III. PENUTUP........................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

Peningkatan bertahap dalam harapan hidup di negara maju selama abad terakhir
telah menghasilkan peningkatan permintaan pada sistem perawatan kesehatan
bagi praktisi dengan gangguan dari populasi lansia. Prolaps organ panggul dan
inkontinensia urin adalah kondisi umum yang mempengaruhi banyak wanita
dewasa saat ini. Prolapas organ panggul adalah kondisi abnormal atau herniasi
organ panggul dari posisi normal di panggul (George, 2013).

Prolaps uteri merupakan salah satu dari prolaps organ pelvis dan menjadi kasus
nomor dua tersering setelah cystourethrocele (bladder and urethral prolapse).
Prolapsus organ genitalia masih menjadi masalah kesehatan pada wanita yang
insidennya mencapai 40% pada wanita usia diatas 50 tahun (Detollenaere, 2011).
Jumlah kasus prolapsus uteri selama empat tahun di Rumah Sakit Umum
DR.Zainoel Abidin Banda Aceh adalah 71 kasus. Distribusi kasus pertahun adalah
19 kasus pada tahun 2007, 9 kasus di tahun 2008, 22 kasus ditahun 2009 dan 21
kasus di tahun 2010. Terbanyak dari kasus adalah pada usia 60-80 tahun (57,74%)
dan usia termuda adalah 7 bulan. Kasus terbanyak ditemukan pada pasien yang
sudah menopause (90,14 %). Seluruh kasus disertai dengan sistokel dan rektokel.
Sebagian besar penderita diterapi dengan histerektomi pervaginam yaitu sebesar
90,14 % (Khailullah, 2011)

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Prolaps Uteri


Prolaps (dari kata latin Prolapsus) atau dikenal juga dengan desensus atau
prosidentia adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis (Barsoom, 2013).

Gambar 1. Normal Uterus dan prolaps Uterus.


Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/797295- overview#showall.

2.2 Anatomi Panggul


Dasar panggul mempunyai 3 lapisan fungsional (Junizaf, 2011):
 Fasia (fasia endopelvik), yang melekat dan mengelilingi semua organ
pelvis (kandung kemih, uterus, rektum).
 Otot (levator ani dan koksigeus atau juga disebut difragma pelvis)
berbentuk otot yang terus menerus berkontraksi, terutama bila ada
tekanan abdominal yang meningkat.
 Membrana perineal (terdiri dari diafragma urogenital dan otot-otot yang
membentuk badan perineal dan sfingter uretra). otot yang aktif sebagai

5
penggantung ini dengan syaraf-syarafnya penting untuk mempertahankan
posisi organ pelvis dan merupakan penyangga yang aktif. Dengan kata
lain, penyangga beban dilakukan oleh otot-otot pelvis. Di sisi lain
jaringan ikat (fasia) berfungsi untuk mempertahankan dan menstabilkan
organ pelvis.
Jaringan – jaringan penyangga yang mempertahankan posisi dan
letak uterus dan vagina terdiri dari (Manuaba, 1998):
 Tulang Panggul
o 2 tulang pangkal paha (os coxae)
o 1 tulang Kelangkang (os Sacrum)
o 1 tulang tungging (os coccygis)
 Ligamentum latum dan ligamentum rotundum (teres uteri)
Ligamentum latum merupakan lipatan peritoneum kanan dan
kiri uterus meluas sampai dinding panggul,ligamentum latum seolah-
olah tergantung pada tuba fallopii. Tempat dimana terdapat banyak
pembuluh darah dan pembuluh limfe. ligmentum ini tidak berfungsi
dalam menyangga uterus untuk tetap dalam posisinya (tidak prolaps)
kecuali bila terdapat fibrosis atau radang.
Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis
inguinalis dan mencapai labium mayus. Ligamentum rotundum yang
termasuk dalam ligamentum latum ini berfungsi terutama untuk
mempertahankan uterus dalam anteflexsi serta memberikan
stabilisasi pada sumbu dengan sudutnya yang relatif sempit di atas
vagina.
 Ligamentum kardinale dan ligamentum sacro-uterinum
Terdiri dari serabut otot yang kuat dan merupakan bagian
yang penting untuk mempertahankan kedudukan serviks dan vagina
bagian atas. Ligamentum ini menggantung serviks dan vagina bagian
atas pada dinding samping panggul. Sementara itu, ligamentum
sakrouterina menggantung serviks setinggi ostium uteri internum ke
daerah tulang sakrum. Di dalam kedua ligamentum ini terdapat
pembuluh darah dan saluran limfe.

6
Kedua ligamentum dapat mengalami hipertrofi akibat
tekanan intraabdominal yang terus-menerus hingga menyebabkan
lemahnya kedua ligamentum ini.
 Diafragma Pelvis
Diafragma ini dibentuk oleh otot-otot pubokoksigeus dan otot
iliokoksigeus. Otot ini berawal pada tulang pubis bagian dalam dan
menyebar ke arah panggul dan terus ke belakang dan berakhir di
tulang koksigeus. Sebagian menyebar ke vagina sehingga disebut
juga pubovaginalis, sedangkan yang menyebar ke rektum disebut
puborektalis.
 Diafragma urogenital
Otot pubokoksigeus kanan dan kiri bersatu dibelakang
rektum seperti membentuk huruf “U”. Tugas otot ini adalah menarik
uretra, vagina dan rektum ke arah atas, ke daerah simfisis.
 Perineum (perineal body)
Otot iliokoksigeus berasal dari arkus pubis tendinius, berjalan
ke belakang, bersama-sama dengan otot puborektalis, sebagian
serabut-serabutnya kanan dan kiri, terus berjalan menuju mediorafe
dan ikut membentuk perineum (perineal body). Otot levator ani
berfungsi membuat keseimbangan tekanan intrabdominal dan
tekanan luar. Bila otot ini melemah atau rusak, maka tekanan
abdominal akan lebih tinggi dari pada tekanan luar, dan ini akan
menjadi faktor pendorong timbulnya prolapsus uteri atau turunnya
uterus ke dalam vagina.

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Prolaps Uteri


Terdapat perbedaan pendapat antara para ahli ginekologi. Friedman dan little
(1961) mengemukakan beberapa macam klasifikasi, tetapi klasifikasi yang
dianjurkan adalah sebagai berikut (Junizaf, 2011) :
 Desensus uteri, uterus turun, tetapi serviks masih dalam vagina.\
 Prolaps uteri tingkat I, uterus turun, dengan serviks uteri turun paling
rendah sampai introitus vagina.

7
 Prolaps uteri tingkat II,sebagian besar uterus keluar vagina
Prolaps Uteri tingkat III atau prosidensia uteri, uterus keluar
seluruhnya dari vagina, disertai dengan inversio vaginae.

Gambar. 2 : Derajat Prolaps Uteri


Sumber : http://herminahospitalgroup.com/home/produk/78

Selain Klasifikasi di atas ada juga standar penentuan derajat prolaps


berdasarkan Standarisasi Terminologi POP-Q yang di adaptasi oleh
International Continence Society oleh American Urogynecology Society dan
Society of Gynecologic Surgeons dan klasifikasi menurut Baden-Walker
(Doshani, 2007):

8
Gambar 3. Pembagian sistem POP-Q
Sumber : http://www.medscape.com/viewarticle/814321_2

9
Gambar 4. klasifikasi Baden-Walker
Sumber : http://www.medandlife.ro/medandlife498.html

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Prolaps Uteri


Etiologi bersifat multifaktorial. Penyebab prolpas organ pelvis sulit untuk di
cari etiologinya karena secara teknis sulit membedakan mana yang disebut
normal dan mana yang abnormal. Secara hipotetik penyebab utamanya adalah
persalinan pervaginam dengan bayi aterm. Keadaan ini akibat terjadinya
kerusakan pada fasia penyangga dan inervasi syaraf otot dasar panggul.
Faktor lain seperti lemahnya kualitas jaringan ikat, penyakit neurologik,
keadaan penyakit menahun yang menyebabkan meningkatnnya tekanan intra
abdominal (seperti penyakit paru-paru obstruktif kronis, komstipasi menahun)
atau obesitas, asites, tumor pelvis, faktor genetik, faktor anatomi, biokimiawi
dan metabolisme jaringan penunjang, menopause, defisiensi estrogen, dan
riwayat pembedahan mempermudah terjadinya prolapsus genitalis (Doshani,
2007).

2.5 Patofisiologi Prolaps Uteri


Uterine Prolaps terjadi ketika otot-otot dasar panggul dan ligamen meregang
menjadi rusak dan lemah, sehingga mereka tidak lagi dapat mendukung
organ-organ panggul, memungkinkan uterus jatuh ke dalam vagina.
Penyokong utama viseral panggul terdiri atas kompleks otot levator ani dan
jaringan ikat pelekat organ-organ panggul (fasia endopelvic). Kerusakan atau

10
disfungsi dari satu atau kedua komponen ini dapat menyebabkan terjadinya
prolaps. Kompleks otot levator ani berkontraksi dengan kuat saat istirahat
dan menutupi hiatus genitalis serta memberikan dasar yang stabil untuk
viseral panggul. Penurunan tonus otot levator ani yang disebabkan oleh
denervasi atau kerusakan otot secara langsung menimbulkan pembukaan
hiatus genitalis, kelemahan levator plate dan pembentukan konfigurasi seperti
mangkok. Defek yang nyata pada daerah puboviceral dan iliococcygeal dari
kompleks otot levator ani sesudah melahirkan pervaginam terjadi pada 20%
wanita primipara dengan pemeriksaan MRI, sedangkan pada wanita nulipara
tidak terjadi. Hal ini membuktikan bahwa melahirkan pervaginam
berkontribusi untuk terjadinya prolaps melalui cedera pada otot levator ani
(Barsoom, 2013).

Cedera neuropati dari otot levator ani juga dapat disebabkan oleh melahirkan
pervaginam. Wanita yang pernah melahirkan pervaginam memiliki resiko
lebih tinggi mengalami defek neuropati dibandingkan dengan yang
melahirkan melalui seksio sesaria tanpa cedera. Mengedan terlalu sering saat
BAB juga dihubungkan dengan denervasi otot-otot panggul. Mengedan
berlebihan dapat menyebabkan cedera peregangan saraf pudendal sehingga
menimbulkan neuropati (Putra, 2010).

Fasia endopelvic merupakan jaringan ikat yang membungkus semua organ-


organ panggul dan menghubungkannya dengan otot-otot penyokong dan
tulang-tulang panggul. Jaringan ikat ini menahan vagina dan uterus pada
posisi normalnya sehingga memungkinkan pergerakan visceral untuk
menyimpan urin dan feses, berhubungan seksual, melahirkan, dan BAB.
Kerusakan atau peregangan jaringan ikat ini terjadi pada saat melahirkan
pervaginam atau histerektomi, dengan mengedan terlalu sering atau dengan
proses penuaan normal. Bukti tentang abnormalitas jaringan ikat dan proses
perbaikannya pasca cedera menjadi faktor predisposisi beberapa wanita
mengalami prolaps. Wanita yang mengalami prolaps dapat menunjukkan

11
adanya perubahan metabolisme kolagen, meliputi penurunan kolagen tipe I
dan peningkatan kolagen tipe III (Putra, 2010).

2.6 Manifestasi Klinis Prolaps Uteri


Gejala klinik sangat berbeda dan bersifat individual ada penderita dengan
prolaps cukup berat tidak menunjukan keluhan apa pun. Sebaliknya, ada yang
dengan prolaps ringan, tetapi keluhannya banyak (Junizaf, 2011).

Keluhan yang dijumpai pada umumnya adalah perasaan mengganjal di vagina


atau adanya yang menonjol di genitalia eksterna, rasa sakit di panggul atau
pinggang dan bila pasien berbaring keluhan berkurang, bahkan menghilang.
Sistokel yang sering menyertai prolaps menyebabkan gejala-gejala polimiksi
mula-mula ringan pada siang hari, lama kelamaan bila prolaps lebih berat
gejalanya juga timbul pada malam hari. Adanya perasaan kandung kemih
tidak dapat dikosongkan secara tuntas, tidak dapat menahan kencing bila
batuk (stress incontinence) dan kadang dapat terjadi pula retensio urinae.
Retrokel dapat menyebabkan gangguan defekasi. Prolapsus uteri derajat III
dapat menyebabkan gejala gangguan bila berjalan dan bekerja. Gesekan
porsio uteri pada celana menimbulkan luka dan dekubitus pada porsio uteri.
Selain itu prolaps dapat menimbulkan kesulitan bersenggama (Badash, 2011).

2.7 Diagnosis Prolaps Uteri


a. Anamnesis (POGI, 2013) :

12
b. Pemeriksaan Fisik (POGI, 2013) :
 Pasien dalam posisi terlentang pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi.
 Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain
 Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
- Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
- Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera,ulkus
yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi
pada terapi.
- Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk
mengetahui derajat prolaps uteri dengan inspeksi terlebih dahulu
sebelum dimasukkan inspekulum.
 Manuver Valsava.
- Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan
melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan
manuver Valsava.
- Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior
vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan
perineum perlu dievaluasi secara sistematis dan terpisah.
- Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengedan pada
posisi berdiri di atas meja periksa.
- Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan
untuk menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi
prolaps.
 Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan
kekuatan otot levator ani
 Pemeriksaan rektovagina : untuk memastikan adanya rektokel yang
menyertai prolaps uteri.

c. Pemeriksaan Penunjang (POGI, 2013) :


 Urin residu pasca berkemih

13
- Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan
mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung
kemih yang penuh, kemudian diikutin dengan pengukuran volume
urin residu pasca berkemih dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
 Skrining infeksi saluran kemih
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes
Papanicolaou (Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada
kasus yang jarang terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus
ditangguhkan ke dokter perawatan primer atau dokter kandungan
(Barsoom, 2013).
 Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari
kelainan-kelainan lain (Barsoom, 2013).

2.8 Penatalaksanaan Prolaps Uteri


1. Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala. Mempertahankan
prolaps tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang lebih tepat.
Beberapa wanita mungkin lebih memilih untuk mengobservasi lanjutan
dari prolaps. Mereka juga harus memeriksakan diri secara berkala untuk
mencari perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air kecil
atau buang air besar terhambat, erosi vagina) (Putra, 2010).
2. Terapi Konservatif
 Latihan otot dasar panggul (kegel exercises)
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi
miksi. Caranya dengan menahan otot-otot panggul seolah-olah sedang
mencoba untuk menahan urin. Tahan posisi ini selama sepuluh
hitungan, kemudian lepaskan perlahan-lahan. Lakukan selama sepuluh
kali, empat kali sehari (George, 2013).
 Pemasangan pessarium

14
Pada Kehamilan awal untuk mencegah gejala penyempitan dari 10
sampai 14 minggu akibat prolaps uterus digunakan pesarium (pesary)
yang sesuai dan digunakan sampai bulan ke 4. Apabila dasar panggul
terlalu lemah hingga pessarium terus jatuh maka pasien di anjurkan
istirahat rebah sampai bulan ke 4. Pernah dilaporkan keberhasilan
kehamilan dan pelahiran per vagina setelah fiksasi uterosakrum
sakrospinosum yang dilakukan sebelum kehamilan (Cunningham,
2012).

Prisip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut membuat


tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina
tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
bawah. Pessarium yang paling baik untuk prolaps genitalia ialah
pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah
dapat digunakan pessarium Napier (Doshani, 2007).

Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan prolaps


tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolaps. Alat ini digunakan
oleh 75%-77% ahli ginekologi sebagai penatalaksanaan lini pertama
prolaps. Pesarium tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran, serta
dapat dikategorikan menjadi suportif (seperti pesarium ring) atau desak
ruang(seperti pesarium donat). Pesarium yang biasa digunakan pada
prolaps adalah pesarium ring (dengan dan tanpa penyokong), Gellhorn,
donat, dan pesarium cube. Tipe pesarium yang bisa dipasang
berhubugnan dengan derajat prolaps (POGI, 2013).

15
Ada banyak jenis dan bentuk pesarium untuk mempertahankan uterus
pada tempatnya. Pesarium dapat dipakai bertahun-tahun asal diawasi
secara teratur. Penempatan pesarium bila tidak tepat atau bila
ukurannya terlalu besar dapat menyebabkan perlukaan pada dinding
vagina dan dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahan. Pesarium
diindikasikan bagi mereka yang belum siap untuk dilakukan tindakan
operatif atau bagi mereka yang lebih suka pengobatan konservatif
(POGI, 2013).
 Stimulasi otot-otot dengan listrik.
Kontraksi otot dasar panggul dapat pula di timbulkan dengan alat
listrik, elektrodanya di pasang dalam pesarium yang dimasukan ke
dalam vagina (Junizaf, 2011).
 Estrogen
Estrogen diduga dapat mencegah atau membantu pentalaksanaan
prolaps bila dikombinasikan dengan intervensi lainnya melalui
mekanisme penguatan struktur penunjang dan mencegah penipisan
jaringan vagina dan panggul (Barsoom, 2013).

16
3. Terapi Bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani
pula. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri vagina ialah
bila ada keluhan berikut (Junizaf, 2011) :
 Sistokel
Operasi yang lazimnya dilakukan ialah kolporafi anterior. Kadang-
kadang operasi ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stress
incontinence yang berat. Dalam hal ini perlu diadakan tindakan
khusus. Untuk kasus berat sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis
uroginekologi.
 Retrokel dan entrokel
Operasi yang dilakukan disini adalah kolpoperineoplastik. Retrokel
yang berat sering menjadi satu entrokel. Tindakan operatif sebaiknya
dirujuk ke dokter spesialis uroginekologi.
 Prolapsus uteri
Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti
umur penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak atau
mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.

Ada kemungkinan terdapat prolaps vagina yang membutuhkan


pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada
belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006,
22.274 operasi dilakukan untuk prolaps vagina. Beberapa literatur
melaporkan bahwa dari operasi prolaps rahim, disertai dengan perbaikan
prolaps vagina pada waktu yang sama. Indikasi untuk melakukan operasi
pada prolaps uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita,
keinginan untuk masih mendapat anak atau untuk mempertahankan uterus,
tingkat prolaps, dan adanya keluhan. Macam-macam operasi untuk prolaps
uterus sebagai berikut (Junizaf) :
 Ventrofiksasi

17
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan
anak, dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara
memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
 Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks
dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi
serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elo
ngasio kolli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus,
partus prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang
penting dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale
di depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale
diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi
anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
 Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps uterus dalam tingkat
lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan
kiri, atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi
akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk
mencegah prolaps vagina di kemudian hari.
 Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan
pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang seksualnya tidak
aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahit dinding
vagina depan dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagina
tertutup dan uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini
tidak memperbaiki sistokel dan retrokel sehingga dapat menimbulkan
inkontinensia urinae. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga
tidak hilang.

18
2.9 Komplikasi Prolaps Uteri
Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah (Badash, 2011) :
 Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri.
Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina (inversio);
karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut,
dan berwarna keputih-putihan.
 Dekubitus.
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha
dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan
lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu
dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia
lanjut
 Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli.
Jika serviks uteri turun ke dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, karena tarikan ke bawah di bagian uterus
yang turun serta pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami
hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan
elongasio kolli.
 Kemandulan.
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama
sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
 Infeksi Saluran Kemih
 Hemoroid

2.10 Prognosis Prolaps Uteri


Pada prolaps uteri jika dilakukan management konservatif dan terapi operatif yang
tepat dapat membuat prognosis jangka panjang yang baik (Barsoom, 2013).

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang
diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan
penyokong (fasia).
2. Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit, merupakan penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps
yang sudah ada.
3. Prolapsus uteri tingkat I,dimana serviks uteri turun sampai introitus
vaginae; Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari
introitus vaginae; Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari
vagina, prolapsus ini juga dinamakan prosidensia uteri.
4. Gejala yang sering mucul adalah Perasaan adanya suatu benda yang
mengganjal atau menonjol di genialia eksterna. Rasa sakit di panggul dan
pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring, keluhan
menghilang atau menjadi kurang.
5. Penatalaksanaan pada prolaps uterus yaitu: observasi, konservarif, dan
terapi pembedahan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Badash M. 2011. Uterine Prolapse. Ebsco Publishing. [cited on mei 25,2015].

Barsoom RS, Dyne PL. Uterine Prolapse in Emergency Medicine. Medscape


Article. [database on the medscape] 2013. [cite on mei 25, 2015]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/797295- overview#showall.

Cunningham, F.G et al. 2012. Kelainan saluran reproduksi. Dalam : Obstetri


Williams vol 2 ed 23. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Detollenaere RJ, Boon J, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA, et al.


Treatment of Uterine Prolapse Stage 2 or Higher: A Randomized
Multicenter Trial Comparing Sacrospinnosus Fixation with Vaginal
Hysterectomy (SAVE U Trial). BMC Womens Health Journals 2011.
[database on the NCBI]. [cited on mei 25, 2015]; 02:1402. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3045971/pdf/1472-6874-11-
4.pdf.

Doshani A, Teo R, Mayne CJ, Tincello DG. Uterine Prolapse. Clinical Review
2007. [database on the NCBI]. [cited on mei 25, 2015]; 335:819-823.
Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2034734/pdf/bmj-335-7624-
cr-00819.pdf.

George, Lazarou. Uterine Prolapse. Medscape Article. [database on the


medscape] 2013. [cite on mei 25, 2015]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/264231-overview#showall.

Junizaf, Soejoenoes A. 2011. Kelainan Letak Alat-Alat Genital. Dalam : Ilmu


Kandungan edisi ke 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardj.

Khailullah SA, Masnawati, Saputra RW, dan Hayati M. 2011. Prolapsus Uteri
pada Rumah Sakit Umum DR.Zainoel Abidin Banda Aceh, Indonesia selama
2007 sampai 2010. Departemen Obsgyn FK Univ Syiahkuala.

Manuaba I.B.G. 1998. Anatomi dan Fisiologi Alat Reproduksi. Dalam : Ilmu
Kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana untuk pendidikan
bidan. Jakarta : EGC.

POGI. 2013. Panduan Penatalaksanaan Organ Panggul.

Putra IGM, Pratiwi KY. 2010. Prolaps Organ Panggul. Bagian Obsgyn FK
Udayana / RSU Pusat Sanglah. Denpasar.

21

Anda mungkin juga menyukai