PROLAPS UTERI
Perceptor :
Penyaji :
I Wayan Ardana Putra, S.Ked
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Prolaps
Uteri” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Ody Wijaya, Sp.OG yang telah
meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Saya
menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapapun yang membacanya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 5
2.1 Definisi KPD........................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi KPD.................................................................................. 5
2.3 Klasifikasi KPD...................................................................................... 6
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko KPD............................................................. 7
2.5 Patofisiologi KPD................................................................................. 10
2.6 Diagnosis KPD...................................................................................... 14
2.7 Penatalaksanaan KPD........................................................................... 17
2.8 Komplikasi KPD................................................................................... 20
2.9 Prognosis KPD...................................................................................... 21
BAB III. PENUTUP........................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 22
3
BAB I
PENDAHULUAN
Peningkatan bertahap dalam harapan hidup di negara maju selama abad terakhir
telah menghasilkan peningkatan permintaan pada sistem perawatan kesehatan
bagi praktisi dengan gangguan dari populasi lansia. Prolaps organ panggul dan
inkontinensia urin adalah kondisi umum yang mempengaruhi banyak wanita
dewasa saat ini. Prolapas organ panggul adalah kondisi abnormal atau herniasi
organ panggul dari posisi normal di panggul (George, 2013).
Prolaps uteri merupakan salah satu dari prolaps organ pelvis dan menjadi kasus
nomor dua tersering setelah cystourethrocele (bladder and urethral prolapse).
Prolapsus organ genitalia masih menjadi masalah kesehatan pada wanita yang
insidennya mencapai 40% pada wanita usia diatas 50 tahun (Detollenaere, 2011).
Jumlah kasus prolapsus uteri selama empat tahun di Rumah Sakit Umum
DR.Zainoel Abidin Banda Aceh adalah 71 kasus. Distribusi kasus pertahun adalah
19 kasus pada tahun 2007, 9 kasus di tahun 2008, 22 kasus ditahun 2009 dan 21
kasus di tahun 2010. Terbanyak dari kasus adalah pada usia 60-80 tahun (57,74%)
dan usia termuda adalah 7 bulan. Kasus terbanyak ditemukan pada pasien yang
sudah menopause (90,14 %). Seluruh kasus disertai dengan sistokel dan rektokel.
Sebagian besar penderita diterapi dengan histerektomi pervaginam yaitu sebesar
90,14 % (Khailullah, 2011)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
penggantung ini dengan syaraf-syarafnya penting untuk mempertahankan
posisi organ pelvis dan merupakan penyangga yang aktif. Dengan kata
lain, penyangga beban dilakukan oleh otot-otot pelvis. Di sisi lain
jaringan ikat (fasia) berfungsi untuk mempertahankan dan menstabilkan
organ pelvis.
Jaringan – jaringan penyangga yang mempertahankan posisi dan
letak uterus dan vagina terdiri dari (Manuaba, 1998):
Tulang Panggul
o 2 tulang pangkal paha (os coxae)
o 1 tulang Kelangkang (os Sacrum)
o 1 tulang tungging (os coccygis)
Ligamentum latum dan ligamentum rotundum (teres uteri)
Ligamentum latum merupakan lipatan peritoneum kanan dan
kiri uterus meluas sampai dinding panggul,ligamentum latum seolah-
olah tergantung pada tuba fallopii. Tempat dimana terdapat banyak
pembuluh darah dan pembuluh limfe. ligmentum ini tidak berfungsi
dalam menyangga uterus untuk tetap dalam posisinya (tidak prolaps)
kecuali bila terdapat fibrosis atau radang.
Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis
inguinalis dan mencapai labium mayus. Ligamentum rotundum yang
termasuk dalam ligamentum latum ini berfungsi terutama untuk
mempertahankan uterus dalam anteflexsi serta memberikan
stabilisasi pada sumbu dengan sudutnya yang relatif sempit di atas
vagina.
Ligamentum kardinale dan ligamentum sacro-uterinum
Terdiri dari serabut otot yang kuat dan merupakan bagian
yang penting untuk mempertahankan kedudukan serviks dan vagina
bagian atas. Ligamentum ini menggantung serviks dan vagina bagian
atas pada dinding samping panggul. Sementara itu, ligamentum
sakrouterina menggantung serviks setinggi ostium uteri internum ke
daerah tulang sakrum. Di dalam kedua ligamentum ini terdapat
pembuluh darah dan saluran limfe.
6
Kedua ligamentum dapat mengalami hipertrofi akibat
tekanan intraabdominal yang terus-menerus hingga menyebabkan
lemahnya kedua ligamentum ini.
Diafragma Pelvis
Diafragma ini dibentuk oleh otot-otot pubokoksigeus dan otot
iliokoksigeus. Otot ini berawal pada tulang pubis bagian dalam dan
menyebar ke arah panggul dan terus ke belakang dan berakhir di
tulang koksigeus. Sebagian menyebar ke vagina sehingga disebut
juga pubovaginalis, sedangkan yang menyebar ke rektum disebut
puborektalis.
Diafragma urogenital
Otot pubokoksigeus kanan dan kiri bersatu dibelakang
rektum seperti membentuk huruf “U”. Tugas otot ini adalah menarik
uretra, vagina dan rektum ke arah atas, ke daerah simfisis.
Perineum (perineal body)
Otot iliokoksigeus berasal dari arkus pubis tendinius, berjalan
ke belakang, bersama-sama dengan otot puborektalis, sebagian
serabut-serabutnya kanan dan kiri, terus berjalan menuju mediorafe
dan ikut membentuk perineum (perineal body). Otot levator ani
berfungsi membuat keseimbangan tekanan intrabdominal dan
tekanan luar. Bila otot ini melemah atau rusak, maka tekanan
abdominal akan lebih tinggi dari pada tekanan luar, dan ini akan
menjadi faktor pendorong timbulnya prolapsus uteri atau turunnya
uterus ke dalam vagina.
7
Prolaps uteri tingkat II,sebagian besar uterus keluar vagina
Prolaps Uteri tingkat III atau prosidensia uteri, uterus keluar
seluruhnya dari vagina, disertai dengan inversio vaginae.
8
Gambar 3. Pembagian sistem POP-Q
Sumber : http://www.medscape.com/viewarticle/814321_2
9
Gambar 4. klasifikasi Baden-Walker
Sumber : http://www.medandlife.ro/medandlife498.html
10
disfungsi dari satu atau kedua komponen ini dapat menyebabkan terjadinya
prolaps. Kompleks otot levator ani berkontraksi dengan kuat saat istirahat
dan menutupi hiatus genitalis serta memberikan dasar yang stabil untuk
viseral panggul. Penurunan tonus otot levator ani yang disebabkan oleh
denervasi atau kerusakan otot secara langsung menimbulkan pembukaan
hiatus genitalis, kelemahan levator plate dan pembentukan konfigurasi seperti
mangkok. Defek yang nyata pada daerah puboviceral dan iliococcygeal dari
kompleks otot levator ani sesudah melahirkan pervaginam terjadi pada 20%
wanita primipara dengan pemeriksaan MRI, sedangkan pada wanita nulipara
tidak terjadi. Hal ini membuktikan bahwa melahirkan pervaginam
berkontribusi untuk terjadinya prolaps melalui cedera pada otot levator ani
(Barsoom, 2013).
Cedera neuropati dari otot levator ani juga dapat disebabkan oleh melahirkan
pervaginam. Wanita yang pernah melahirkan pervaginam memiliki resiko
lebih tinggi mengalami defek neuropati dibandingkan dengan yang
melahirkan melalui seksio sesaria tanpa cedera. Mengedan terlalu sering saat
BAB juga dihubungkan dengan denervasi otot-otot panggul. Mengedan
berlebihan dapat menyebabkan cedera peregangan saraf pudendal sehingga
menimbulkan neuropati (Putra, 2010).
11
adanya perubahan metabolisme kolagen, meliputi penurunan kolagen tipe I
dan peningkatan kolagen tipe III (Putra, 2010).
12
b. Pemeriksaan Fisik (POGI, 2013) :
Pasien dalam posisi terlentang pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi.
Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain
Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
- Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
- Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera,ulkus
yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi
pada terapi.
- Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk
mengetahui derajat prolaps uteri dengan inspeksi terlebih dahulu
sebelum dimasukkan inspekulum.
Manuver Valsava.
- Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan
melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan
manuver Valsava.
- Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior
vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan
perineum perlu dievaluasi secara sistematis dan terpisah.
- Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengedan pada
posisi berdiri di atas meja periksa.
- Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan
untuk menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi
prolaps.
Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan
kekuatan otot levator ani
Pemeriksaan rektovagina : untuk memastikan adanya rektokel yang
menyertai prolaps uteri.
13
- Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan
mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung
kemih yang penuh, kemudian diikutin dengan pengukuran volume
urin residu pasca berkemih dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
Skrining infeksi saluran kemih
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes
Papanicolaou (Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada
kasus yang jarang terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus
ditangguhkan ke dokter perawatan primer atau dokter kandungan
(Barsoom, 2013).
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari
kelainan-kelainan lain (Barsoom, 2013).
14
Pada Kehamilan awal untuk mencegah gejala penyempitan dari 10
sampai 14 minggu akibat prolaps uterus digunakan pesarium (pesary)
yang sesuai dan digunakan sampai bulan ke 4. Apabila dasar panggul
terlalu lemah hingga pessarium terus jatuh maka pasien di anjurkan
istirahat rebah sampai bulan ke 4. Pernah dilaporkan keberhasilan
kehamilan dan pelahiran per vagina setelah fiksasi uterosakrum
sakrospinosum yang dilakukan sebelum kehamilan (Cunningham,
2012).
15
Ada banyak jenis dan bentuk pesarium untuk mempertahankan uterus
pada tempatnya. Pesarium dapat dipakai bertahun-tahun asal diawasi
secara teratur. Penempatan pesarium bila tidak tepat atau bila
ukurannya terlalu besar dapat menyebabkan perlukaan pada dinding
vagina dan dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahan. Pesarium
diindikasikan bagi mereka yang belum siap untuk dilakukan tindakan
operatif atau bagi mereka yang lebih suka pengobatan konservatif
(POGI, 2013).
Stimulasi otot-otot dengan listrik.
Kontraksi otot dasar panggul dapat pula di timbulkan dengan alat
listrik, elektrodanya di pasang dalam pesarium yang dimasukan ke
dalam vagina (Junizaf, 2011).
Estrogen
Estrogen diduga dapat mencegah atau membantu pentalaksanaan
prolaps bila dikombinasikan dengan intervensi lainnya melalui
mekanisme penguatan struktur penunjang dan mencegah penipisan
jaringan vagina dan panggul (Barsoom, 2013).
16
3. Terapi Bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani
pula. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri vagina ialah
bila ada keluhan berikut (Junizaf, 2011) :
Sistokel
Operasi yang lazimnya dilakukan ialah kolporafi anterior. Kadang-
kadang operasi ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stress
incontinence yang berat. Dalam hal ini perlu diadakan tindakan
khusus. Untuk kasus berat sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis
uroginekologi.
Retrokel dan entrokel
Operasi yang dilakukan disini adalah kolpoperineoplastik. Retrokel
yang berat sering menjadi satu entrokel. Tindakan operatif sebaiknya
dirujuk ke dokter spesialis uroginekologi.
Prolapsus uteri
Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti
umur penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak atau
mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.
17
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan
anak, dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara
memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks
dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi
serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elo
ngasio kolli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus,
partus prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang
penting dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale
di depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale
diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi
anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps uterus dalam tingkat
lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan
kiri, atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi
akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk
mencegah prolaps vagina di kemudian hari.
Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan
pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang seksualnya tidak
aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahit dinding
vagina depan dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagina
tertutup dan uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini
tidak memperbaiki sistokel dan retrokel sehingga dapat menimbulkan
inkontinensia urinae. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga
tidak hilang.
18
2.9 Komplikasi Prolaps Uteri
Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah (Badash, 2011) :
Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri.
Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina (inversio);
karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut,
dan berwarna keputih-putihan.
Dekubitus.
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha
dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan
lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu
dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia
lanjut
Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli.
Jika serviks uteri turun ke dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, karena tarikan ke bawah di bagian uterus
yang turun serta pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami
hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan
elongasio kolli.
Kemandulan.
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama
sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
Infeksi Saluran Kemih
Hemoroid
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang
diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan
penyokong (fasia).
2. Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit, merupakan penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps
yang sudah ada.
3. Prolapsus uteri tingkat I,dimana serviks uteri turun sampai introitus
vaginae; Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari
introitus vaginae; Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari
vagina, prolapsus ini juga dinamakan prosidensia uteri.
4. Gejala yang sering mucul adalah Perasaan adanya suatu benda yang
mengganjal atau menonjol di genialia eksterna. Rasa sakit di panggul dan
pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring, keluhan
menghilang atau menjadi kurang.
5. Penatalaksanaan pada prolaps uterus yaitu: observasi, konservarif, dan
terapi pembedahan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Doshani A, Teo R, Mayne CJ, Tincello DG. Uterine Prolapse. Clinical Review
2007. [database on the NCBI]. [cited on mei 25, 2015]; 335:819-823.
Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2034734/pdf/bmj-335-7624-
cr-00819.pdf.
Khailullah SA, Masnawati, Saputra RW, dan Hayati M. 2011. Prolapsus Uteri
pada Rumah Sakit Umum DR.Zainoel Abidin Banda Aceh, Indonesia selama
2007 sampai 2010. Departemen Obsgyn FK Univ Syiahkuala.
Manuaba I.B.G. 1998. Anatomi dan Fisiologi Alat Reproduksi. Dalam : Ilmu
Kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana untuk pendidikan
bidan. Jakarta : EGC.
Putra IGM, Pratiwi KY. 2010. Prolaps Organ Panggul. Bagian Obsgyn FK
Udayana / RSU Pusat Sanglah. Denpasar.
21