Anda di halaman 1dari 18

A.

Pendahuluan
Green Chemistry adalah paradigma yang menggiatkan
rancangan proses dan
produk yang bisa memperkecil bahkan menghilangkan
penggunaan maupun
pembentukan bahan kimia beracun dan berbahaya. Green
Chemistry mengembangkan
inovasi proses kimia yang menggeser, menambah/mengurangi
atau memperbaharui
proses kimia tradisional-konvensional menjadi lebih ramah
terhadap lingkungan
maupun manusia tanpa meninggalkan prinsip-prinsip optimasi
proses produksi.
Penerapan Green Chemistry adalah langkah penting menuju
pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Green chemistry
merupakan salah satu
upaya yang dilakukan manusia untuk penyelamatan bumi.
Beberapa konsep yang
terkandung dalam green chemistry adalah minimalisasi sampah,
pemilihan pelarut,
membuat reaksi yang efisien dan mencari rute sintesis
alternatif dari sumber daya
alam yang dapat diperbaharui.
Semakin banyak mengetahui senyawa kimia yang dapat
menghasilkan efek
toksik maupun bahaya lainnya, maka akan lebih banyak pilihan
yang bisa dilakukan
oleh peneliti untuk merancang senyawa kimia yang aman.
Peneliti saat ini memiliki
banyak akses informasi untuk mengetahui potensial toksisitas
dari suatu senyawa
yang mereka buat serta dari bahan yang mereka pilih. Kimiawan
berbasis green
chemistry dilatih untuk mengintegrasikan informasi yang
mereka dapat untuk
merancang senyawa yang dapat mengurangi sifat toksik.
Salah satu contoh yang dapat menggambarkan perbedaan
antara ilmu kimia
yang selama ini kita gunakan (traditional chemistry) dengan
green chemistry adalah
pada penggunaan minyak mentah hasil eksplorasi di lapisan
bumi. Saat ini sebagian
besar industri kimia masih menggunakan bahan baku yang tidak
dapat diperbaharui
untuk menghasilkan senyawa kimia turunannya. Karakteristik
sistem produksi yang
digunakan adalah konsumsi energi besar-besaran, tidak efisien,
dan toksik.
Akibatnya, banyak produk samping yang dihasilkan dan
berbahaya. Pada green
chemistry, karateristik sistem produksinya adalah
memprioritaskan penggunaan
bahan baku alternatif yang dapat diperbaharui termasuk
penggunaan sampah
pertanian atau biomass dan sampah makanan yang bukan
merupakan bioproduk.
Reaksi kimia dengan bahan-bahan tersebut tidak berbahaya
daripada direaksikan
dengan senyawa turunan hasil pemisahan minyak mentah.
Green Chemistry itu sendiri memiliki 12 asas, antara lain:
1. Menghindari penghasilan sampah
2. Desain bahan kimia dan produk yang aman
3. Desain sintesis kimia yang tak berbahaya
4. Penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui
(renewable)
5. Penggunaan katalis
6. Menghindari bahan kimia yang sifatnya derivatif (chemical
derivatives)
7. Desain sintesis dengan hasil akhir (produk) yang mengandung
proporsi
maksimum bahan mentah
8. Penggunaan pelarut dan kondisi reaksi yang aman
9. Peningkatan efisiensi energy
10. Desain bahan kimia dan produk yang dapat terurai
11. Pencegahan polusi
12. Peminimalan potensi kecelakaan kerja
Telah kita baca di atas, ada 12 asas green chemistry yang
mana keseluhan
merupakan satu kesatuan yang berkaitan satu sama lain untuk
mewujudkan visi misi
dari green chemistry itu yakni untuk menyelamatkan bumi kita
yang tercinta sehingga
generasi mendatang tetap bisa menikmati indahnya alam. Pada
makalah ini akan
membahas salah satu asas green chemistry yaitu Use of
renewable feedstocks
(Penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui).
Pemanfaatan sumber daya alam
yang dapat diperbaharui sebagai prekursor untuk sintesis
produk kimia yang aman.
Bahan baku yang tersedia di alam baik di darat maupun di laut
banyak yang
berpotensi sebagai prekursor yang aman dan dapat
diperbaharui sedangkan hasil
pertambangan dikatakan sebagai bahan tidak dapat
diperbaharui.
B. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam adalah potensi sumber daya yang
terkandung dalam bumi
(tanah), air, dan dirgantara yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan dan
kepentingan manusia. sumber daya alam berkaitan dengan
lingkungan hidup, karena
Lingkungan Hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang
mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
Klasifikasi serta Penggolongan Sumber daya Alam dan
Lingkungan Hidup
Sumber daya alam dapat diklafikasikan antara lain :
1) Berdasarkan sumbernya, sumber daya alam di bedakan atas
sumber daya alam
Biotik (organik) yaitu sumber daya alam yang berasal dari
mahkluk hidup
misalnya, kayu,ikan,batu bara ,minyak bumi, dan mamer.
Sumber daya alam
Abiotik (anargonik) yaitu sumber daya alam yang berasal bukan
dari mahkluk
hidup misalnya tima, besi, dan kwarsa.
2) Berdasarkan Penyebarannya, sumber daya alam dibedakan
menjadi dua jenis:
a) sumber daya alam yang terdapat di mana–mana misalnya
sinar
matahari,air,udara,areal pertanian, dan hutan.
b) Sumber daya alam yang hanya ditemukan di daerah tertentu
saja
misalnya Tambang uranium, tambang batu bara dan tambang
emas.
3) Berdasarkan tujuannya, sumber daya alam di bedakan atas 3
jenis yaitu :
a) Sumber daya alam bahan industri adalah sumber daya alam
yang
umumnya di gunakan sebagai bahan dasar atau bahan baku
industri misalnya
tanah liat, belerang dll.
b) Sumber daya alam bahan pangan adalah sumber daya alam
yang
digunakan sebagai bahan pangan baik langsung maupun melalui
pengelolahan
terlebih dahulu misalnya padi, jagung, dan kedelai.
c) Sumber daya alam bahan sandang adalah sumber daya alam
bahan
sandang adalah sumber daya alam yang dapat Di gunakan
sebagai bahan baku
pembuatan sandang misalnya sutra dan kapas.
4) Berdasarkan cara Pengolahan dan pemanfaatannya, sumber
daya alam di
bedakan menjadi Sumber Daya Alam Yang Dapat Di Perbaharui
(Renewable
Resources) dan Sumber Daya Alam yang Tidak Dapat Di
perbaharui
(Unrenewable Resource).
a) Sumber Daya Alam Yang Dapat Di Perbaharui (Renewable
Resources) Di sebut sebagai sumber daya alam yang dapat di
perbaharui,
karena alam mampu mengadakan pembentukan baru dalam
waktu relatif
cepat. Dengan demikian, sumber daya alam ini tidak dapat
habis.
b) Sumber Daya Alam yang Tidak Dapat Di perbaharui
(Unrenewable
Resource) sumber daya alam ini terdapat dalam jumlah yang
relatif statis
karena tidak ada penambahan atau pembentukannya sangat
lambat bila di
bandikan dengan umur manusia. Pembentukannya kembali
memerlukan
waktu ratusan bahkan jutaan tahun. Manusia tidak dapat
memanfaatkannya
selama 2-3 generasi. Sumber daya alam ini dapat habis. Contoh
: Bahan
mineral, batu bara, gas alam, dan sumber daya alam fosil
lainnya. Berdasarkan
daya pakai dan nilai konsumtifnya, sumber daya alam ini
dibedakan menjadi
dua golangan yaitu sebagai berikut :
 Sumber daya alam yang tidak cepat habis. Karena nilai
konsumtif
terhadap Barang itu relatif kecil. Manusia hanya
memanfaatkannya dalam
jumlah sedikit. Disamping itu, sumber daya alam ini dapat di
pakai secara
berulangulang hingga tidak cepat habis. Contoh : intan, batu
permata, dan
logam mulia (emas)
 Sumber daya alam yang cepat habis. Karena nilai konsumtif
akan
barang itu relatif tinggi. Manusia menggunakan dalam jumlah
yang
banyak, sehingga sumber daya alam ini akan cepat habis. Di
samping itu
daur ulangnya sukar di lakukan. Contoh : bensin, gas alam, dan
bahan
bakar lainnya
 Sumber daya alam yang tidak cepat habis. Karena nilai
konsumtif
terhadap Barang itu relatif kecil. Manusia hanya
memanfaatkannya dalam
jumlah sedikit. Disamping itu, sumber daya alam ini dapat di
pakai secara
berulangulang hingga tidak cepat habis. Contoh : intan, batu
permata, dan
logam mulia (emas)
 Sumber daya alam yang cepat habis. Karena nilai konsumtif
akan
barang itu relatif tinggi. Manusia menggunakan dalam jumlah
yang
banyak, sehingga sumber daya alam ini akan cepat habis. Di
samping itu
daur ulangnya sukar di lakukan. Contoh : bensin, gas alam, dan
bahan
bakar lainnya.
C. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui
1. Gula dan minyak sayur sebagai bahan baku cat
Bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi cat
sintesis adalah
resin, pelarut, pigmen dan ekstender.
• Resin : Alkid, Aklirik, Vinil dan lain-lain
• Pelarut : Aromatik, Alifatik, Ketone, Alkohol, dan lain-lain
• Pigmen : TiO2 - Anorganik - Organik
• Ekstender : Kalsium Karbonat, Kapur, Tanah Liat dan lain-lain;
• Bahan Pembantu: Minyak Goreng, Plasticizer dan lain-lain.
Proses produksi cat melalui beberapa proses, yaitu pre-mixing,
grinding, let-
down, filtering, color matching, dan packaging. Pre-mixing yaitu
proses
pencampuran awal dimana bagian padat dari cat seperti pigmen
dan extender/filler
didispersikan ke pelarutnya dengan tambahan aditif yang
sesuai seperti dispersing
agent dan wetting agent. Pada proses grinding partikel-
partikel pigmen dihaluskan
dengan mesin giling/grinder agar ukuran partikel menjadi lebih
kecil dan diperoleh
kehalusan dan warna yang diinginkan. Kemudian selanjutnya
adalah proses finishing
yang meliputi let-down, filtering, color matching sampai
packaging. Pada proses ini
cat diatur kekentalannya, ditambahkan zat aditif, disaring dari
kotoran saat
pengadukan, disesuaikan dan dipilah-pilah warnanya, dan pada
akhirnya di kemas.
Procter and Gamble mengembangkan cat yang yang dapat
diperbaharui.
Produsen cat biasanya memakai senyawa alkid sebagai bahan
baku cat karena
sifatnya tahan lama, mengkilap dan dapat digunakan untuk
berbagai keperluan
misalnya bahan bangunan, industri metal, alat pertanian dan
konstruksi. Namun
sayangnya senyawa ini beracun. Oleh karena itu Procter &
Gamble menciptakan
formulasi cat berbahan baku minyak Sefose
menggantikan bahan baku yang berasal
dari turunan minyak bumi. Minyak Sefose
dibuat dari gula dan minyak sayur yang
jauh lebih aman bahkan pemakaiannya hanya separuh dari
senyawa alkid. Minyak
sefose sama halnya dengan
Ester sukrosa .
Ester sukrosa adalah emulsifier ramah lingkungan, dan berasal
dari sumber
daya alam terbarukan yang dapat disintesis melalui reaksi
esterifikasi antara sukrosa
dengan asam lemak secara kimiawi maupun secara enzimatik.
Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa sintesis ester sukrosa secara enzimatik
dapat dilakukan dengan
menggunakan lipase dalam kondisi terdapat pelarut organik dan
kandungan air yang
sedikit. Pada penelitian ini, ester sukrosa disintesis melalui
reaksi esterifikasi antara
sukrosa dengan asam lemak hasil hidrolisis minyak sawit
menggunakan lipase
Candida rugosa dengan pelarut heksana
2. Mikroalga sebagai bahan baku biodiesel
Mikroalga atau yang lebih dikenal sebagai fitoplankton saat ini
menjadi salah
satu bahan baku biodiesel yang paling menjanjikan untuk
dikembangkan. Mikroalga
adalah organisme tumbuhan primitif berukuran seluler yang
memiliki habitat hidup
diperairan diseluruh dunia. Mikroalga memiliki berbagai
keunggulan diantaranya
dapat dipanen dalam waktu yang singkat, budidaya yang mudah
dan ramah
lingkungan.
Mikroalga memperoleh makanannya dengan mengikat CO
2
dan melakukan
fotosintesis. Hasil fotosintesis ini dikonversi menjadi energi
dan berbagai bahan
kimia. Mikroalga laut biasanya dimanfaatkan sebagai komponen
dasar produk kimia
dalam industri makanan dan farmasi, serta menjadi biomarker
untuk mengidentifikasi
komponen organik dalam sedimen laut. Selain hal diatas,
mikroalga berpotensi
menjadi bahan baku pembuatan biodiesel dari kandungan lipid
yang dihasilkannya.
Kandungan mikroalga yang dapat digunakan untuk biofuel
adalah lipid dan asam
lemak, khususnya polyunsaturated fatty acid (PUFA) dengan
empat atau lebih ikatan
ganda (double bonds) dan fatty acid methyl ester (FAME).
Komponen yang diekstrak
dari mikroalga untuk bahan biofuel adalah molekul trigliserida
atau lebih dikenal
sebagai triasilgliserol (triacylglycerol/TAG) yaitu gliserol yang
teresterifikasi dengan
tiga asam lemak. Trigliserida dicirikan oleh tiga karbon alkohol
(gliserol) dan tiga
rantai 18 karbon atau 16 karbon asam lemak. Rantai karbon
tersebut adalah asam
linoleat, asam stearat, dan asam oleat.
Untuk memproduksi biodiesel mikroalga secara umum
didapatkan dengan dua
tahapan. Pertama adalah tahap kultivasi dan kedua adalah
tahap produksi.Tahap
kulitivasi skala percobaan dapat dilakukan dengan
mengkultivasi 20% kultur segar
mikroalga pada 80 liter media menggunakan matahari sebagai
sumber cahaya dengan
suhu 30-38
o
C. Media yang digunakan adalah berupa N dan P dengan
perbandingan
yang disesuaikan. Pemanenan dapat dilakukan saat OD telah
mencapai 0.5. Biomassa
basah hasil pemanenan kemudian dikeringkan dengan
menggunakan oven. Setelah
biomassa dikeringkan dilakukan uji terhadap kadar air, kadar
abu, kadar lemak,
analisis FFA dan perhitungan rendemen untuk dilanjutkan pada
proses pembuatan
biodiesel.
Tahap pembuatan biodiesel mikroalga dapat menggunakan dua
metode yakni
metode mekanik dan metode kimia. Metode mekanik dapat
menggunakan
pengepresan dan ultrasonic-assisted extraction, sedangkan
metode kimia
menggunakan chemical solvent oil extraction dan supercritical
fluid extraction,
namun yang paling sering digunakan adalah metode chemical
solvent oil extraction.
Metode ini menggunakan pelarut kimia untuk mengekstraksi
minyak misalnya
dengan menggunakan, eter, hexana, atau metanol.
Pada metode ini trigliserida biomassa kering mikroalga
diekstaksi
menjadi fatty acid metil ester atau biodiesel dengan
menuangkan larutan KOH-
metanol secara perlahan dan digoyangkan secara kontinyu
dengan kecepatan 100 rpm
selama 5 jam pada suhu 100
0
C. Setelah proses tersebut selesai, diamkan hingga
dingin kemudian filtrat yang didapatkan dievaporasi dan
didekantansi untuk
memisahkan biodiesel. Pada lapisan bawah akan didapatkan
gliserol sedang pada
lapisan atas akan didapatkan biodiesel. Biodiesel mikroalga
kemudian dianalisis
kesesuaiannya dengan SNI biodiesel melalui uji bilangan asam,
uji densitas, uji
bilangan iod, uji bilangan penyabunan, perhitungan rendemen
dan perhitungan
bilangan setana.
Keunggunlan alga dibanding bahan baku nabati lainnya dalam
pembuatan
biodiesel adalah proses pengambilan minyaknya dilakukan tanpa
penggilingan dan
langsung diekstrak dengan bantuan zat pelarut (ekstraksi CO
2
, ekstraksi ultrasonik
dan osmotik). Dengan kandungan 30-70% minyak, mikroalga
dapat menghasilkan
58.700 – 136.900 liter biodiesel/ha, lebih besar dibandingkan
produktivitas bahan
baku lain seperti jagung (172 L/ha), kedelai (446 L/ha), canola
(1.190 L/ha), jarak
(1.892 L/ha), kelapa (2.689 L/ha) dan kelapa sawit (5.950
L/ha).
3. Pemakaian enzim untuk pembuatan bahan dasar kosmetik
Eastman Chemical dikenal sebagai perusahaan yang membuat
kosmetik dan
perlengkapan mandi. Perusahaan seperti ini seringkali memakai
asam kuat dan
pelarut yang beracun. Pemakaian bahan–bahan jenis ini
membutuhkan proses yang
mahal . untuk mengatasi masalah ini Eastman Chemical
mengembangkan teknologi
pembuatan ester yang biasa digunakan sebagai bahan baku
dengan secara enzimatis.
Pembuatan ester dengan cara ini ternyata lebih hemat dan
aman karena berbahan
baku alami.
4. Pembuatan lem perekat dari bahan alami
Berdasarkan unsur kimia utama, perekat dibagi menjadi dua
kategori yaitu:
 Perekat alami
a. Berasal dari tumbuhan, seperti starches (pati), dextrins
(turunan pati)
dan vegetable gums (getah-getahan dan tumbuh-tumbuhan).
b. Berasal dari protein, seperti kulit, tulang, urat daging, blood
(albumin
dan darah keseluruhan), casein (susu) serta soybean meal
(termasuk kacang
tanah dan protein nabati seperti biji – bijian pohon dan biji
durian.
c. Berasal dari material lain, seperti asphalt, shellac (lak),
rubber (karet),
sodium silicate, magnesium oxychloride dan bahan anorganik
lainnya.
 Perekat sintesis
a. Perekat thermoplastis yaitu resin yang akan kembali menjadi
lunak
ketika dipanaskan dan mengeras ketika kembali didinginkan.
Contohnya
seperti polyvinyl alcohol (PVA), polyvinyl acetat (PVac),
copolymers,
cellulose esters dan ethers, polyamids, polystyrene, polyvinyl
butyral serta
polyvinil formal.
b. Perekat thermosetting yaitu resin yang pada pemanasan
mengalami
reaksi kimia dengan pengaruh katalis, sinar ultraviolet dan
sebagainya,
sehingga mengalami perubahan bentuk yang permanen.
Contohnya seperti
urea, melamine, phenol, resorcinol, epoxy, polyurethane dan
unsaturated
polyesters (poliester tidak jenuh). Untuk perekat urea,
melamine, phenol dan
resorcinol menjadi perekat setelah dreaksikan dengan
formaldehid (CH
2
O).
Reaksi antara asam sitrat dan gliserol merupakan reaksi
esterifikasi,
sehingga diperlukan katalis berupa asam sulfat. Hasil dari
reaksi esterifikasi
asam sitrat dan gliserol ini adalah polyester yang merupakan
polimer
Thermosetting adhesives.
Di Indonesia telah berdiri lebih dari ratusan industry
pengelolahan
kayu (komposit) yang sebagian besar menggunakan perekat
urea
formaldehida (UF), fenol formaldehida (PF) dan melamin
formaldehida (MF).
Formaldehid yang diketahui memiliki sifat perekatan yang baik,
tapi
ketersediaanya semakin terbatas dan sebagian mengandung
zat kimia yang
dapat pencemar lingkungan dan cukup berbahaya, bisa
menyebabkan kanker,
dapat menyebabkan gejala pusing, sakit kepala dan insomnia.
Professor
Kaichang Li dari Oregon State University bersama perusahaan
pengolahan
hutan Columbia and Hercules Inc. Mengembangkan bahan
perkat berbahan
dasar kacang kedelai sebagai pengganti 47 juta pon perekat
berbahan dasar
formaldehid.
Selain kacang kedelai lignin merupakan komponen utama
penyusun
kimia kayu selain selulosa dan hemiselulosa. Lignin merupakan
polimer alami
yang terdiri dari molekul-molekul polifenol yang berfungsi
sebagai pengikat
sel-sel kayu satu sama lain, sehingga kayu menjadi keras dan
kaku. Dengan
adanya lignin maka kayu mampu meredam kekuatan mekanis
yang
dikenakan terhadapnya, sehingga memungkinkan usaha
pemanfaatan lignin
sebagai bahan perekat dan pengikat (binder) pada papan
partikel dan kayu
lapis.
Secara garis besar, kegunaan lignin dapat digolongkan menjadi
tiga
kelompok, yitu sebagai bahan bakar, sebagai produk polimer
dan sebagai
sumber bahan-bahan kimia dengan berat molekul rendah. Pada
dasarnya
pembuatan lignin sebagai perekat hamper sama dengan fenol
formaldehida,
karena keduanya mempunyai komponen kimia yang hamper sama
yaitu gugus
fenolik, sehingga menyebabkan lignin dapat digunakan untuk
mensubtitusi
fenol formaldehida.
Sifat perekat lignin yang tidak disukai adalah warnanya yang
kecoklatan sehingga akan mempengaruhi penampilan produk
yang dihasilkan.
Kelebihan lignin dibandingkan perekat sintetik adalah tidak
menimbulkan
emisi formaldehida, selain itu lignin merupakan produk alam
yang dapat
diperbaharui (renewable). Walaupun mempunyai struktur yang
sama dengan
fenol, lignin resin tidak seefektif fenol formaldehida, yang
disebabkan antara
lain karena rendahnya jumlah posisi bebas gugus aromatik
lignin dan
reaktivitasnya yang rendah dibandingkan fenol.

Anda mungkin juga menyukai