Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Urtikaria adalah reaksi vascular pada kulit akibat berbagai macam sebab,
ditandai dengan adanya edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat atau kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
umumnya dikelilingi oleh halo kemerahan (flare) dan disertai rasa gatal yang
berat, rasa tersengat atau tertusuk. Dalam istilah awam lebih dikenal dengan
istilah “kaligata” atau “biduran”.
Urtikaria dapat terjadi akut maupun kronik, keadaan ini merupakan
masalah bagi dokter dan penderita. Walaupun patogenesis dan penyebab yang
dicurigai telah diketahui, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak
memberikan hasil seperti yang diharapkan. Diduga penyebab urtikaria
bermacam-macam, di antaranya: obat, makanan, gigitan/sengatan serangga,
bahkan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan infestasi
parasit, psikis, genetik, dan penyakit sistemik.
Mengingat penyakit ini sering dijumpai, penting untuk mengetahui
mekanisme terjadinya urtikaria, sehingga nantinya dapat menuntun
pemeriksaan yang rasional.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Urtikaria adalah reaksi vascular pada kulit akibat berbagai macam sebab,
ditandai dengan adanya edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat atau kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
umumnya dikelilingi oleh halo kemerahan (flare) dan disertai rasa gatal yang
berat, rasa tersengat atau tertusuk.
Angioedema adalah reaksi yang menyerupai urtikaria, namun terjadi
pada lapisan kulit yang lebih dalam, dapat di submukosa atau di subkutis, serta
dapat mengenai saluran nafas, saluran cerna, dan organ kardiovaskular. Secara
klinis ditandai dengan pembengkakan jaringan. Rasa gatal tidak lazim terdapat
pada angioedema, lebih sering diertai rasa terbakar. Angioedema dapat terjadi
di bagian tubuh manapun, namun lebih sering ditemukan di daerah perioral,
periorbital, lidah, genetalia, dan ekstremitas.
Sinonim dari urtikaria Hives, nettle rash, biduran, gidu dan kaligata.

Gambar 1. Urtikaria pada punggung

2
2.2 Epidemiologi
Urtikaria merupakan gangguan yang sering dijumpai. Faktor usia, ras,
jenis kelamin, pekerjaan, lokasi georafis, dan musim mempengaruhi jenis
pajanan yang akan dialami oleh seseorang. Urtikaria digolongkan sebagai akut
bila berlangsung kurang dari 6 minggu, dan dianggap kronis bila lebih dari 6
minggu. Urtikaria kronis umumnya dialami oleh orang dewasa, dengan
perbandingan perempuan : laki-laki adalah 2 : 1. Sebagian besar anak-anak
(85%) yang mengalami urtikaria, tidak disertai angioderma. Sedangkan 40%
dewasa yang mengalami urtikaria, juga mengalami angioderma. Sekitar 50%
pasien urtikaria kronis akan sembuh dalam waktu 1 tahun, 65% sembuh dalam
waktu 3 tahun dan 85 % akan sembuh dalam waktu 5 tahun. Pada kurang dari 5
% pasien, lesi akan meneatp lebih dari 10 tahun. Penderita atopi lebih mudah
mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang normal.

2.3 Etiologi
Pada penelitian, ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya.
Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, di antaranya: obat, makanan,
gigitan/sengatan serangga, bahkan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma
fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetik, dan penyakit sistemik.

1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara
imunologik maupun non-imunologik. Hampir semua obat sistemik
menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Contohnya ialah obat-
obatan golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan
diuretik. Ada pula obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel
mast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras.
Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari
asam arakidonat.

3
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya
akibat reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang
dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan
pengawet sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan yang
sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, cokelat,
tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka serta bahan yang dicampurkan
ke dalam makanan seperti asam nitrat, asam benzoat, dan ragi.

3. Gigitan/sengatan Serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat. Hal
ini sering diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe selular (tipe IV). Tetapi venom
dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk,
kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan urtikaria berbentuk papular di
sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh dengan sendirinya setelah beberapa
hari, minggu, atau bulan.

4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.

5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu
binatang, dan aerosol umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik
(tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan
pernapasan.

6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk
tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia seperti

4
insect repelent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini
disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.

7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat disebabkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau
memegang benda dingin; faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV,
radiasi dan panas pembakaran; faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat,
ikat pinggang, atau semprotan air; faktor vibrasi dan tekanan yang berulang-
ulang contohnya pijatan dapat menyebabkan urtikaria fisik baik secara
imunologik maupun non-imunologik. Dapat timbul urtikaria setelah goresam
benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini
disebut dermografisme atau fenomena Darier.

8. Infeksi dan Infestasi


Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi
bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri contohnya
infeksi pada tonsil, gigi, dan sinus paranasal. Masih merupakan pertanyaan
apakah urtikaria muncul karena toksin bakteri atau oleh sensitisasi. Infeksi
virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus Coxsackie pernah dilaporkan
sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu
dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis. Infeksi jamur kandida dan
dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria. Infestasi cacing pita,
cacing tambang, cacing gelang, Schistosoma atau Echinococcus dapat
menyebabkan urtikaria.

9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11.5%
penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan
memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria.

5
Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang
eritema meningkat.

10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema,
walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya
ialah angioneurotik edema herediter, familial cold urticaria, familial localized
heat urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial syndrome of urticaria
deafness and amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria.

11. Penyakit sistemik


Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria
dan lebih sering disebabkan oleh reaksi komplek antigen-antibodi. Penyakit
vesikobulosa seperti pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring sering
menimbulkan urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai
urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, artritis reumatoid, urtikaria
pigmentosa, demam reumatik dan lupus eritematosus sistemik.

2.4 Klasifikasi
Terdapat berbagai macam paham golongan urtikaria, berdasarkan
lamanya serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik. Dikatakan
akut bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama
4 minggu tetapi timbul setiap hari; bila melebihi waktu tersebut digolongkan
sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut lebih sering terjadi pada anak muda,
umumnya laki-laki lebih sering pada perempuan. Urtikaria kronik lebih sering
pada wanita usia pertengahan. Penyebab urtikaria akut lebih mudah diketahui,
sedang pada urtikaria kronik sulit ditemukan. Ada kecenderungan urtikaria
lebih sering diderita oleh penderita atopik.
Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya,
yaitu urtikaria papular bila berbentuk papul, gutata bila besarnya sebesar
tetesan air, dan girata bila ukurannya besar-besar. Terdapat pula anular dan

6
arsinar. Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena dibedakan
urtikaria lokal, generalisata, dan angioedema. Ada pula menggolongkan
berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya, maka dikenal
urtikaria imunologik, non imunolgik dan idiopatik seperti berikut :
1. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik
a. Bergantung pada IgE (reaksi alaergik tipe I)
i. Pada atopi
ii. Antigen spesifik (polen, obat, venom)
b. Ikut sertanya komplemen
i. Pada reaksi sitotoksik ( reaksi alergi tipe II )
ii. Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III)
iii. Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik)
c. Reaksi alergi tipe IV ( urtikaria kontak )
2. Urtikaria atas reaksi non-imunologik
a. Langsung memacu sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator
(misalnya obat golongan opiat dan bahan kontras)
b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam
arakidonat (misalnya aspirin, obat anti inflamasi non-steroid,
golongan azodyes)
c. Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas
atau sinar, dan bahan kolinergik.
3. Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya digolongkan
idiopatik

2.5 Patofisiologi
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan
pengumpulan cairan setempat yang secara klinis tampak edema lokal disertai
eritema. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator, misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting
substance of anaphylaxis (SRSA) dan prostaglandin oleh sel mast dan atau

7
basofil. Sel mast adalah sel efektor utama pada urtikaria. Selain itu terjadi pula
inhibis proteinase oleh enzim proteolitik misalnya kalikrin, tripsin, plamin, dan
hemotripsin di dalam sel mast. Baik faktor imunologi maupun non-imunologi
mampu merangsang sel mast maupun basofil untuk melepaskan mediator
tersebut.

Faktor non-imunologik siklik AMP (adenosine monophosphate)


memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin dan
kodein serta beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik
misalnya asetil kolin dilepaskan oleh saraf kolinergik secara tidak diketahui
mekanisme nya, langsung dapat memperngaruhi sel mast melepaskan meditor.
Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan
dapat secara langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya
demam, panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh
darah kapiler sehingga trjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut dibandingkan
kronik. Biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast atau sel basofil karena
adanya reseptor Fc, bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka
terjadi degranulasi sel sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini
jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis) misalnya alergi obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun
secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu
merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin
bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi
sitotoksik dan kompleks imun. Pada keadaan ini juga dilepaskan zat
anafilatoksin. Urtikaria akibata kontak dapat juga terjadi, misalnya setelah
pemakaian kosmetik dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara
genetik menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.

8
Faktor
Bahan
Efek
FAKTOR fisik
Alkohol, kimia
Kolinergik
(panas,
pelepas
dingin,
NON-IMUNOLOGIK
Idiopatik
Emosi, Demam Pelepasan Mediator:
Vasodilatasi,
Sel Mas
URTIKARIA Reaksi
Pengaruh
Reaksi
Aktivasi
Tipe
Tipe
Reaksi
Reaksi
FAKTOR II inhalan,
komplemen
komplemen
ITipe
(IgE)
IV (kontaktan)
Tipe
IMUNOLOGIK
Faktor III
Genetik:
mediator
trauma, (morfin,
sinar X, cahaya
kodein) Peningkatan obat, makanan, infeksi
H1Permeabilitas
, SRSA, Basofil
serotonin,
Kapiler - (Ag-Ab, venom,
Defisiensi toksin)
C1 esterase
kinin, PEG, PAF inhibitor
Basofil
- Familial cold urticaria
- Familial heat urticaria

Skema 1 . Skema patofisiologi faktor imunologik dan non imunologik yang


menimbulkan urtikaria

2.6 Gejala Klinis


Rasa gatal yang hebat hampir selalu merupakan keluhan subyektif
urtikaria, dapat juga timbul rasa terbakar atau rasa tertusuk. Secara klinis
tampak lesi urtika (eritema dan edema setempat yang berbatas tegas) dengan
berbagai bentuk dan ukuran, lentikular, numular hingga plakat. Kadang-kadang
bagian tengah lesi tampak lebih pucat. Bila terlihat urtika dengan bentuk
popular, patut dicurigai adanya gigitan serangga atau sinar ultraviolet sebagai
penyebab.

9
Bila lesi melibatkan jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan
subkutis atau submukosa, akan terlihat edema dengan batas difus dan disebut
angioedema. Pada keadaan ini yang lebih sering terkena adalah bagian muka
disertai sesak nafas, serak dan rhinitis. Angioedema di saluran cerna
bermanifestasi sebagai rasa mual, muntah, kolik abdomen dan diare.
Urtikaria akibat tekanan mekanis dapat dijumpai pada tempat-tempat
yang tertekan pakaian misalnya di sekitar pinggang, bentuknya sesuai dengan
tekanan yang menjadi penyebab. Pada pasien seperti ini, uji dermografisme
menimbulkan lesi urtika yang linier pada kulit setelah digores dengan benda
tumpul.
Urtikaria kolinergik memberikan gambaran klinis yang khas, yaitu urtika
dengan ukuran kecil 2-3 mm, folikular, dan dipicu oleh peningkatan suhu
tubuh akibat latihan fisik, suhu lingkungan yang sangat panas dan emosi.
Urtikaria kolinergik memberikan gambaran klinis yang khas, yaitu urtika
dengan ukuran kecil 2-3 mm, folikular, dan dipicu oleh peningkatan suhu
tubuh akibat latihan fisik, suhu lingkungan yang sangat panas dan emosi.
Urtikaria kolinergik terutama dialami oleh remaja dan dewasa muda. Urtikaria
akibat obat atau makanan umumnaya timbul secara akut dan generalisata.

2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat, serta
pemeriksaan penunjang umumnya diagnosis urtikaria dapat ditegakkan dengan
mudah. Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menyokong diagnosis dan
mencari penyebab. Perlu pula dipertimbangkan beberapa penyakit sebagai
diagnosis banding karena memiliki gejala yang mirip urtikaria dalam
perjalanan penyakitnya, yaitu vaskulitis, mastositosis, pemfigoid, bulosa,
pitiriasis rosea tipe papular, lupus eritematosus kutan, anafilaktoid purpura
(Henoch-Schonlein), dan morbus Hansen. Untuk menyingkirkan diagnosis
banding ini, perlu dilakukan pemeriksaan histopatologis kulit.

10
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada urtikaria terutama ditujukan untuk mencari
penyebab atau pemicu urtikaria. Adapun pemeriksaan yang perlu dilakukan
adalah:
1. Pemerisaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi, infestasi, atau kelainan alat dalam.
2. Pemeriksaan kadar IgE total dan eosinophil untuk mencari kemungkinan
kaitannya dengan factor atopi.
3. Pemeriksaan gigi, THT, dan usapan genitalia interna wanita untuk mencari
focus infeksi.
4. Tes kulit dapat diggunakan untuk membantu diagnosis. Uji gores (scratch
test) dan uji tusuk (prick test), serta tes intradermal dapat dipergunakan
untuk mencari alergen inhalan, makanan dermatofit dan kandida.
5. Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makan yang
dicurigai untuk beberapa waktu lalu mencobanya kembali satu persatu.
6. Pemeriksaan histopatologis kulit perlu dilakukan bila terdapat
kemungkinan urtikaria sebagai gejala vaskulitis atau mastositosis.
7. Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakuakn tes foto tempel.
8. Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikari
kolinergik
9. Uji dermografisme dan uji dengan es batu (ice cube test) untuk mencari
penyebab fisik.
10. Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis untuk
membuktikan adanya kelainan autoimun.

11
2.10 Penatalaksanaan
Hal terpenting dalam penatalaksanaan urtikaria adalah identifikasi dan
eliminasi penyebab dan atau faktor pencetus. Pasien juga dijelaskan tentang
pentingnya menghindari konsumsi alkohol, kelelahan fisik dan mental, tekanan
pada kulit misalnya pakaian yang ketat, dan suhu lingkungan yang sangat
panas. Karena hal-hal tersebut dapat memperberat urtikaria.
Asian consensus guidelines yang diajukan oleh AADV pada tahun
2011 untuk pengelolaan urtikaria kronis dengan menggunakan antihistamin H1
non-sedasi, yaitu :
1. Anti histamine H1 non-sedasi (AH1-ns), bila gejala menetap setelah 2
minggu
2. AH1-ns dengan dosis ditingkatkan sampai 4x, bila gejala menetap
setelah 1-4 minggu.
3. AH1 sedasi atau AH1-ns golongan lain + antagonis leukotriene, bila
terjadi eksaserbasi gejala, tambahkan kortikosteroid sistemik 3-7 hari.
4. Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu, tambah siklosporin A, AH2,
dapson, omalizumab.
5. Eksaserbasi diatasi dengan kortikosteroid sistemik 3-7 hari.

Terapi lini pertama untuk urtikaria adalah antihistamin H1 generasi


baru (non-sedasi) yang dikonsumsi secara teratur, bukan hanya digunakan
ketika lesi muncul. Pemberian anti histasmin tersebut harus
mempertimbangkan usia, status kehamilan dan respon individu. Bila gejala
menetap setelah 2 minggu, diberikan terapi lini kedua, yaitu dosis AH1-ns
dinaikkan, dapat mencapai 4 kali dosis biasa, dengan mempertimbangkan
ukuran tubuh pasien. Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu, dianjurkan
penggunaan terapi lini ketiga, yaitu mengubah jenis antihistamin menjadi
AH1 sedasi atau AH1-ns golongan lain, ditambah dengan antagonis
leukotriene, misal zafirlukast atau montelukast.
Dalam terapi lini ketiga ini, bila muncul eksaserbasi lesi, dapat diberikan
kortikosteroid sistemik ( dosis 10-30 mg prednisone) selama 3-7 hari. Bila

12
gejala menetap setelah 1-4 minggu, dianjurkan terapi lini kempat yaitu
penambahan antihistamin H2 dan imunoterapi. Imunoterapi dapat beruka
siklosporin A, omalizumab, immunoglobulin intravena (IVIG), plasmaferesis,
takrolimus oral, metotreksat, hikroksiklorokuin dan dapson. Eksaserbasi lesi
yang terjadi selama terapi lini keempat diatasi dengan pemberian kortikosteroid
sistemik (prednisone 10-30 mg) selama 3-7 hari.
Dalam tatalaksana urtikaria, selain terapi sistemik dianjurkan untuk
pemberian terapi topical untuk mengurangi gatal, berupa bedak kocok atau
losio yang mengandung mentol 0.5-1% atau kalamin. Dalam praktek sehari-
hari, terapi lini pertama dan lini kedua dapat diberikan oleh dokter umum, dan
apabila penatalaksanaan tersebut tidak berhasil, sebaiknya pasien dirujuk untuk
penatalaksaanaan lebih lanjut.
Pada urtikaria yang luas atau disertai angioedema, perlu dilakukan rawat
inap dan selain pemberian antihistamin, juga diberikan kortikosteroid sistemik
( metilprednisolon dosis 40-200 mg) untuk waktu yang singkat. Bila terdapat
syok anafikalsis, dilakukan protocol anafilaksis termasuk pemberian epinefrin
1:1000 sebanyak 0,3 ml IM setiap 10-20 menit sesuai kebutuhan.

2.11 Prognosis
Prognosis urtikaria akut baik, karena penyebabnya dapat diketahui
dengan mudah, untuk selanjutnya dihindari. Urtikaria kronis merupakan
tantangan bagi dokter maupun pasien, karena membutuhkan penanganan yang
komprehensif untuk mencari penyebab dan menentukan jenis pengobatannya.
Walaupun umumnya tidak mengancam jiwa, namun dampaknya terhadap
kualitas hidup pasien sangan besar. Urtikaria yang luas atau disertai dengan
angioedema merupakan kedaruratan dalam ilmu kesehatan kulit dan kelamin,
sehingga membutuhkan penanganan yang tepat untuk menurunkan mortalitas.

13
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. X
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
Status : Menikah
Alamat : Bukittinggi
Suku : Minang

3.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama :
Timbul bentol kemerahan dan gatal dipunggung sejak tadi pagi.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Timbul bentol kemerahan dan gatal dipunggung sejak tadi pagi.
 Bentol kemerahan muncul tiba-tiba disertai rasa agak panas dikulit dan
gatal.
 Pasien sangat sibuk dikantor dan sering tidur larut malam.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat Penyakit yang sama tidak ada
 Riwayat alergi makanan tidak ada
 Riwayat alergi obat tidak ada
 Riwayat gigi berlobang tidak ada
 Riwayat mengoleskan / menggunakan zat di punggung tidak ada

14
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada Riwayat penyakit yang sama

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos Mentis Cooperative
Status Gizi : Baik
Pemeriksaan Thorax : Diharapkan dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen : Diharapkan dalam batas normal

3.4 STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi : Di punggung
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Konfluens
Ukuran : Lentikular sampai Plakat
Efloresensi : Makula eritema, urtika.
Status Venerologikus : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku : Kuku dan jaringan sekitar kuku tidak ditemukan
kelainan
Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan
Kelainan kelenjar limfe : Tidak terdapat pembesaran KGB.

15
Gambar 2. Urtikaria pada punggung

3.5 PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Pemerisaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi, infestasi, atau kelainan alat dalam.
2. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test)

3.6 DIAGNOSIS KERJA & DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis Kerja : Urtikaria Akut
Diagnosis Banding : Pitiriasis rosea tipe papular

3.7 PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan umum
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, kemungkinan faktor
penyebab atau pencetus dan pentingnya upaya menghindarinya serta
pengobatan penyakitnya
 Jangan menggaruk lesi

16
 Minum obat teratur
 Beristirahat yang cukup

2. Penatalaksanaan Khusus
 Sistemik :
Cetirizin HCL tablet 10 mg 1 kali sehari
 Topikal :
Caladine lotion 60 ml, dioleskan pada lesi 2 kali sehari sesudah mandi

Resep

RSUD Acmad Mochtar


Ruangan/poliklinik: kulit dan kelamin
Dokter: dr. YR
SIP No: 2808/SIP/2017
Bukittinggi, 28 Agustus 2017

R/ Citirizine Hcl tab 10 mg No. X


S1dd tab 1
R/ Caladine lotion 60 ml fls No. I
Sue

Pro : Tn.X
Umur : 50 tahun
Alamat : Bukittinggi

17
Gambar 3. Cetirizin tablet 10 mg

Gambar 4. Caladine Lotion 60ml

3.8 PROGNOSIS

Quo ad sanationam : Bonam


Quo ad vitam : Bonam
Quo ad kosmetikum : Bonam
Quo ad functionam : Bonam

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari laporan kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pasien


didiagnosa dengan urtikaria akut karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
mendukung kearah diagnosis tersebut. Beberapa faktor pencetus dari urtikaria
seperti obat, alergi makanan, inhalan, kontaktan, bahan fotosentitizer, gigitan
serangga, trauma fisik, infeksi dan psikis. Sehingga penatalaksanaan pertama
dari urtikaria yaitu menghindari faktor pencetusnya. Pemberian antihistamin
juga sangat membantu dalam proses penyembuhan penyakit dan jika
diperlukan dapat diberikan kortikosteroid.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aisah, Siti.dkk. 2013. Urtikaria. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke 6.
Jakarta: FK UI
Aisah, Siti.dkk. 2015. Urtikaria dan Angioedema. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi ke 7. Jakarta: FK UI
Siregar. 2013. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi ke-3. Jakarta:EGC

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Dislokasi Patella
    Dislokasi Patella
    Dokumen23 halaman
    Dislokasi Patella
    Kunthi Rahmawati
    100% (1)
  • Referat Dislokasi Patella
    Referat Dislokasi Patella
    Dokumen23 halaman
    Referat Dislokasi Patella
    Siti Hardiyanti Baharuddin
    100% (1)
  • BAB I Luka Bakar 1
    BAB I Luka Bakar 1
    Dokumen23 halaman
    BAB I Luka Bakar 1
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Parotitis
    Parotitis
    Dokumen25 halaman
    Parotitis
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Dka
    Dka
    Dokumen12 halaman
    Dka
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • CARA MENCUCI TANGAN YANG BAIK DAN BENAR
    CARA MENCUCI TANGAN YANG BAIK DAN BENAR
    Dokumen6 halaman
    CARA MENCUCI TANGAN YANG BAIK DAN BENAR
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Campak
    Penyuluhan Campak
    Dokumen16 halaman
    Penyuluhan Campak
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Mor Bili
    Mor Bili
    Dokumen17 halaman
    Mor Bili
    Rezky Koto
    Belum ada peringkat
  • IVA Pendahuluan
    IVA Pendahuluan
    Dokumen5 halaman
    IVA Pendahuluan
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen33 halaman
    PPT
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Parotitis
    Parotitis
    Dokumen18 halaman
    Parotitis
    FathulRachman
    0% (1)
  • Fluor Albus
    Fluor Albus
    Dokumen25 halaman
    Fluor Albus
    m4mba
    Belum ada peringkat
  • Kehamilan Gemelli
    Kehamilan Gemelli
    Dokumen38 halaman
    Kehamilan Gemelli
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen18 halaman
    Isi
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Gagal Jantung
    Gagal Jantung
    Dokumen48 halaman
    Gagal Jantung
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen18 halaman
    Isi
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Referat Gagal Jantung
    Referat Gagal Jantung
    Dokumen23 halaman
    Referat Gagal Jantung
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen18 halaman
    Isi
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Parotitis
    Parotitis
    Dokumen17 halaman
    Parotitis
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Tht-Anatomi Hidung
    Tht-Anatomi Hidung
    Dokumen21 halaman
    Tht-Anatomi Hidung
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Kti Sex N Health Rev
    Kti Sex N Health Rev
    Dokumen36 halaman
    Kti Sex N Health Rev
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • BAB II Refrat Paru
    BAB II Refrat Paru
    Dokumen43 halaman
    BAB II Refrat Paru
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Krisis (Difteri)
    Hipertensi Krisis (Difteri)
    Dokumen5 halaman
    Hipertensi Krisis (Difteri)
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Parotitis Referat 2
    Parotitis Referat 2
    Dokumen17 halaman
    Parotitis Referat 2
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • KP TB
    KP TB
    Dokumen5 halaman
    KP TB
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen13 halaman
    Tutorial
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Refarat Parotitis
    Refarat Parotitis
    Dokumen17 halaman
    Refarat Parotitis
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Case Epilepsi
    Case Epilepsi
    Dokumen15 halaman
    Case Epilepsi
    riski novika
    Belum ada peringkat
  • Kelenjar Saliva
    Kelenjar Saliva
    Dokumen2 halaman
    Kelenjar Saliva
    riski novika
    Belum ada peringkat