PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup
masyarakat, maka semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang sebaik-baiknya. Pelayanan kesehatan ini berarti setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dam mengobati penyakit, serta memulihkan
kesehatan perseorangan, kelompok, ataupun masyarakat.
HIV/AIDS merupakan salah satu topik yang sangat diperlukan dalam bidang
kesehatan dalam suatu masyarakat. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah
virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. HIV yang tidak
terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome.
AIDS merupakan sekumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh karena infeksi HIV. Menurunnya kekebalan tubuh orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) menyebabkan orang tersebut sangat mudah terkena berbagai
penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang berakibat kematian.
HIV/AIDS merupakan penyakit infeksi yang dapat ditularkan ke orang lain
melalui darah, cairan genital dan air susu ibu (ASI). Darah ODHA dapat masuk ke
orang lain melalui injeksi atau tranfusi darah dan menginfeksi orang tersebut.
Kelompok berisiko tinggi pada hal ini adalah pengguna narkoba atau Injecting Drug
Users (IDU). HIV juga menular melalui cairan genital (sperma dan cairan vagina)
penderita dan masuk ke orang lain melalui jaringan epitel sekitar uretra, vagina dan
anus akibat hubungan seks bebas tanpa kondom, baik heteroseksual ataupun
homoseksual. Ibu yang menderita HIV/AIDS sangat berisiko tinggi menularkan HIV
ke bayi yang dikandungnya jika tidak ditangani secara kompeten. Penggunaan obat
antivirus dan persalinan berencana dengan seksio sesaria telah menurunkan angka
transmisi perinatal penyakit ini dari 30% menjadi 20%.
Dengan adanya upaya terjun langsung di wahana praktik dengan pasien sebagai
subjek, diharapkan mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang diperoleh dari
pembelajaran akademik dan mampu mengaplikasikannya pada situasi nyata, serta
peka terhadap masalah-masalah penyakit yang terdapat dalam masyarakat, terutama
HIV/AIDS. Sehingga dengan diadakannya praktik ini, mahasiswa mampu
meningkatkan konsistensinya, semakin bertambah ilmu pengetahuannya, serta
mampu meningkatkan mutu, ketrampilan dalam kebidanan.
Berdasarkan latar belakang tersebut laporan pendahuluan ini disusun untuk
membahas mengenai praktik terintegrasi yang mahasiswa lakukan di Puskesmas I
Denpasar Barat mengenai Asuhan Kebidanan Pada ODHA.
B. Tujuan Praktik
Adapun tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini, yaitu:
1. Melakukan asuhan kehamilan komprehensif pada perempuan dengan HIV/AIDS.
2. Melakukan asuhan persalinan pada perempuan dengan HIV/AIDS.
3. Melakukan asuhan postpartum pada perempuan dengan HIV/AIDS.
4. Melakukan asuhan pada bayi baru lahir dari ibu dengan HIV/AIDS.
5. Melakukan asuhan pada anak dengan HIV positif.
6. Melakukan asuhan pasien dewasa dengan HIV/AIDS.
7. Melakukan promosi dan pencegahan HIV/AIDS.
C. Metode Praktik
Dalam melakukan observasi terhadap pelayanan yang diberikan oleh bidan di
Puskesmas I Denpasar Barat, terdapat beberapa metode praktik yang digunakan,
antara lain :
1. Studi Kepustakaan
Metode kepustakaan dilakukan melalui penelitian langsung ke perpustakaan,
guna mencari informasi dan teori-teori yang berkaitan dengan asuhan kebidanan
berupa buku-buku serta dokumen yang ada relevansinya dengan asuhan kebidanan
pada ODHA.
2. Observasi
Metode observasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data dengan
mengadakan pengamatan yang sistematis, pengamatan yang dimaksud bisa secara
langsung pada dokumen atau catatan khusus. Dengan metode observasi, mahasiswa
melakukan pengamatan yang sistematis terhadap asuhan kebidanan pada ODHA
3. Studi Dokumentasi
Metode studi dokumentasi merupakan metode dengan mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, agenda dan
sebagainya. Dalam metode ini mahasiswa mencari data mengenai pelayanan yang
diberikan oleh bidan dari catatan maupun buku-buku yang ada.
Kasus HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun terutama dari tahun
2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup tajam hal ini disebabkan sudah
semakin baiknya teknologi informasi sehingga pencatatan dan pelaporan kasus
HIV/AIDS yang terjadi di masyarakat sudah semakin baik, serta kerjasama yang baik
dari pemerintah dan masyarakat sehingga populasi komunitas yang beresiko dapat
dijangkau dan diketahui. Kemudian di tahun 2011 terjadi sedikit penurunan kasus
HIV/AIDS hal ini dapat disebabkan penderita yang sudah meninggal dunia dan efek
dari diperkenalkan dan dijalankannya program CUP (Condom Use 100 Persen).
Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang dilaporkan sampai dengan tahun
2011 sebanyak 76.879 kasus HIV dan 29.879 kasus AIDS. Jumlah kasus HIV
tertinggi yaitu DKI Jakarta (19.899 kasus), diikuti Jawa Timur (9.950 kasus), Papua
(7.085 kasus), Jawa Barat (5.741 kasus) dan Sumatera Utara (5.027 kasus). Jumlah
kasus AIDS tertinggi yaitu DKI Jakarta (5.177 kasus), diikuti Jawa Timur (4.598
kasus), Papua (4.449 kasus), Jawa Barat (3.939 kasus) dan Bali (2.428
kasus).Persentase kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 70,8% dan perempuan 28,2%.
Angka kematian (CFR) menurun dari 40% pada tahun 1987 menjadi 2,4% pada tahun
2011.
Setiap daerah diharapkan menyediakan semua komponen layanan HIV yang terdiri
dari:
1. Informed consent untuk tes HIV seperti tindakan medis lainnya.
2. Mencatat semua kegiatan layanan dalam formulir yang sudah ditentukan.
3. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap oleh dokter.
4. Skrining TB dan infeksi oportunistik.
5. Konseling bagi Odha perempuan usia subur tentang KB dan kesehatan
reproduksi termasuk rencana untuk mempunyai anak.
6. Pemberian obat kotrimoksasol sebagai pengobatan pencegahan infeksi
oportunistik.
7. Pemberian ARV untuk Odha yang telah memenuhi syarat.
8. Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah dilahirkan oleh ibu hamil
dengan HIV.
9. Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan kotrimoksasol pada bayi
yang lahir dari ibu dengan HIV positif.
10. Anjuran rutin tes HIV, malaria, sifilis dan IMS lainnya pada perawatan
antenatal (ANC).
11. Konseling untuk memulai terapi.
12. Konseling tentang gizi, pencegahan penularan, narkotika dan konseling
lainnya sesuai keperluan.
13. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (IMS), dan
kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
14. Pendampingan oleh lembaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
Sesuai dengan unsur tersebut maka perlu terus diupayakan untuk
meningkatkan akses pada perangkat pemantau kemajuan terapi, seperti pemeriksaan
CD4 dan tes viral load. Komponen layanan tersebut harus disesuaikan dengan
ketersediaan sumber daya setempat. Semakin dini Odha terjangkau di layanan
kesehatan untuk akses ARV, maka semakin kurang risiko untuk mendapatkan
penyakit infeksi oportunistik maupun menularkan infeksi HIV.
Tabel Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV
Keadaan Umum
Kehilangan berat badan >10% dari berat badan dasar
Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral >37,5oC) yang lebih dari
satu bulan
Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan
Limfadenopati meluas
Kulit
PPE* dan kulit kering yang luas* merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa
kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi
pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV
Infeksi
Infeksi jamur Kandidiasis oral*
Dermatitis seboroik*
Kandidiasis vagina berulang
Infeksi viral Herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu
dermatom)*
Herpes genital (berulang)
Moluskum kontagiosum
Kondiloma
A1
Antibodi HIV
Ya Tes Antibodi HIV
Positif pada
A3
salah satu?
A1 +, A2+,
Ya Ya
A3+?
Tidak Tidak
A1 +, dan sala
satu A2/ A3
Tidak +?
A1 +, A2+, A1 +, A2+,
Ya Ya
Anggap tidak
Indeterminate Diagnosis Pasti
ditemukan infeksi HIV
antibodi HIV
Tabel Interpretasi dan tindak lanjut hasil tes A1
A1 (+) A2 (+) A3 (+) Reaktif Lakukan konseling hasil tes positif dan
atau rujuk untuk mendapatkan paket layanan
Positif PDP
D. Diagnosis
Diagnosis dini untuk menemukan infeksi HIV dewasa ini diperlukan mengingat
kemajuan-kemajuan yang diperoleh dalam hal pathogenesis dan perjalanan penyakit
dan juga perkembangan pengobatan.
Keuntungan menemukan diagnosis dini ialah:
1. Intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat diperpanjang
2. Menghambat perjalanan penyakit ke arah AIDS
3. Pencegahan infeksi oportunistik, Konseling dan pendidikan untuk kesehatan
umum
4. Penyembuhan (bila mungkin) hanya dapat terjadi bila pengobatan pada fase
dini.
Pada orang yang akan melakukan tes HIV atas kemauan sendiri atau karena
saran dokter, terlebih dahulu perlu dilakukan konseling sebelum dilakukan tes. Bila
semua berjalan baik, maka tes HIV dapat dilaksanakan pada individu tersebut dengan
persetujuan yang bersangkutan.
Diagnosis dini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk
dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku risiko tinggi individu tertentu.
Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan 2 metode:
1. Langsung: yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan
menggunakan mikroskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara
deteksi antigen virus yang makin populer belakangan ini ialah polymerase
chain reaction (PCR)
2. Tidak langsung: dengan melihat respon zat anti spesifik misalnya dengan
ELISA, Western Blot immunofluorescent assay (IFA), atau
radioimmunoprecipitation assay (RIPA).
AIDS merupakan stadium akhir infeksi HIV, penderita dinyatakan sebagai
AIDS bila dalam perkembangan infeksi HIV selanjutnya menunjukkan infeksi-infeksi
dan kanker oportunistik yang mengancam jiwa penderita, selain infeksi dan kanker
dalam penetapan CDC 1993, juga termasuk ensefalopati, sindrom kelelahan yang
berkaitan dengan AIDS dan hitungan CD4 <200/ml. CDC menetapkan kondisi
dimana infeksi HIV sudah dinyatakan sebagai AIDS.
Sangat penting untuk disadari bahwa penurunan jumlah virus akibat terapi
ARV harus disertai dengan perubahan perilaku berisiko. Dengan demikian terapi
ARV harus disertai dengan pencegahan lain seperti, penggunaan kondom, perilaku
seks dan NAPZA yang aman, pengobatan IMS dengan paduan yang tepat.
Odha
Langkah tatalaksana terdiri dari :
Pemeriksaan fisik lengkap dan lab
untuk mengidentifikasi IO
Penentuan stadium klinis
Skrining TB (dengan format skrining
TB)
Skrining IMS, sifilis, dan malaria
untuk BUMIL
Pemeriksaan CD4 (bila tersedia)
untuk menentukan PPK dan ART
Pemberian PPK bila tidak tersedia
tes CD4
Identifikasi solusi terkait adherence
Konseling positive prevention
Konseling KB (jika rencana
Cari solusi
terkait kepatuhan
MULAI
secara tim hingga
TERAPI ARV Odha dapat patuh
dan mendapat
Obati IO 2 minggu akses Terapi ARV
Berikan rencana
pengobatan dan
pemberian Terapi ARV
Ronsen dada (utamanya bila curiga (bila tersedia dan bila pasien
Target Stadium
Jumlah sel CD4 Rekomendasi
Populasi Klinis
ODHA dewasa Stadium klinis 1 > 350 sel/mm3 Belum mulai terapi.
dan 2 Monitor gejala klinis
dan jumlah sel CD4
setiap 6- 12 bulan
H. Memulai Terapi ARV pada Keadaan Infeksi Oportunistik (IO) yang Aktif
Infeksi oportunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlu pengobatan
atau diredakan sebelum terapi ARV dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
2 NRTI + 1 NNRTI
Mulailah terapi antiretroviral dengan salah satu dari paduan di bawah
ini: