Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau
minuman. Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh
terhadap eksistensi dan ketahanan hidupnya, baik dipandang dari segi kuantitas dan
kualitasnya. Mengingat kadar kepentingan yang demikian tinggi, pada dasarnya pangan
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sepenuhnya menjadi hak asasi setiap
rakyat Indonesia (Depkes RI, 2004).
Bidang pertanian saat ini merupakan salah satu bagian yang terus diupayakan untuk
pengembangan agribisnis dalam rangka meningkatkan pertanian yang modern. Indonesia
sebagai Negara agraris banyak menyadarkan kebutuhan hidupnya dari hasil bertani, karena
itu sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang terus diandalkan untuk menunjang laju
pertumbuhan ekonomi nasional.
Pembangunan agribisnis di Indonesia didukung dengan sumber daya alam dan sumber
daya manusia yang secara kuantitas sangat mendukung namun dari segi kualitas masih kurang
mendukung, karena pelaku agribisnis yang didominasi oleh petani dan berdomisili di
pedesaan masih memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah, dengan keterampilan yang
masih rendah, serta kemampuan mengakses teknologi rendah, yang menjadikannya faktor
penghambat dalam pembangunan agribisnis di Indonesia.
Salah satu komoditi tanaman pangan yang mampu mendukung berdirinya beberapa
industri adalah buah pisang. Pisang mempunyai daya guna yang luas karena selain sebagai
bahan baku industri pangan dan non pangan juga sebagai konsumsi rumah tangga.
Pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia merupakan
salah satu negara yang dikenal sebagai produsen pisang dunia. Untuk meningkatkan nilai
ekonomis dari buah pisang dapat dibuat berbagai macam produk olahan yang sekaligus
menjadi salah satu cara untuk mempertahankan daya simpan buah pisang
(SuyantidanSupriyadi, 2008).
Salah satu produk olahan buah pisang yang digemari masyarakat dan mampu
meningkatkan perekonomian adalah keripik pisang. Selain bahan pembuatannya yang mudah
didapat, cara membuatnya juga merupakan hal yang mudah dan tidak terlalu membutuhkan
banyak tenaga dan waktu. Oleh karena itu, hasil penjualan dari keripik pisang tersebut mampu
memberikan keuntungan untuk para penjualnya.
Namun, sebagian besar produsen menggunakan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
pada proses pembuatan keripik tersebut. Menurut Peraturan Nomor 28 tahun 2004 tentang
keamanan, mutu, dan gizi pangan pada Bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan
Bahan Tambah Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan (Saparinto C., dan Diana
H.,2006).
Akhir-akhir ini produsen makanan sering menggunakan boraks sebagai bahan
pengawet, khususnya pada bakso, kerupuk, pempek, pisang molen, pangsit, tahu, dan bakmi.
Hal ini bisa terjadi terutama karena minimnya pengetahuan, lemahnya pengawasan dari
lembaga.
Menurut SNI No. 01-4307-1996 dalam pembuatan keripik tidak boleh ditemukan
adanya boraks, karena boraks itu sendiri bukan merupakan bahan tambahan pangan
melainkan zat kimia yang biasa digunakan untuk industri. Boraks merupakan racun bagi
semua sel. Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu
setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis boraks biasanya ditandai
dengan epigastrik, cyanotis, anuria, anoreksia dan sakit kepala (Saparinto C.,dan Diana H.,
2006). Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui tentang
penggunaan zat kimia yaitu boraks pada keripik pisang hasil uji BPOM, Laboratorium Pangan
periode September 2017.

1.2 Tujuan Pelaksanaan


Untuk mengetahui apakah keripik pisang mengandung boraks.

1.3 Manfaat Penulisan


Memberikan informasi dan bahan masukan kepada masyarakat dan pedagang keripik
pisang tentang bahaya kandungan boraks bagi kesehatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran umum Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BPOM di Kupang berlokasi di Jalan R.A. Kartini-Kota Baru, Kelurahan Kelapa Lima.
Fasilitas di BPOM cukup memadai dilengkapi dengan Laboratorium Teranokoko
(Teraupetik, Napza, Kosmetik, Obat Tradisional dan Produk Kompkemen), Laboratorium
Pangan dan Bahan Berbahaya dan Laboratorium Mikrobiologi. Unit pelaksanaan teknis
lingkungan BPOM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dibidang pengawasan produk
terapeutik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya. Pelaksanaan tugas tersebut berdasarkan
konsep wilayah atau catehment area. Konsep pelaksanaan ini dijalankan dengan prinsip
tindakan pengamanan yang cepat, dan akurat berdasarkan data ilmiah (scientific based
decision) kegiatan berskala nasional atau lintas provinsi dengan networking nasional-
internasional.
Pengawasan obat dan makanan mempunyai aspek permasalahan dengan dimensi yang
sangat luas. Pengawasan di lakukan hanya produk akhir yang ada di masyarakat, tetapi harus
dilakukan sejak awal proses, mulai bahan baku, proses produksi, proses setengah jadi, produk
jadi sampai produk tersebut beredar dimasyarakat. Oleh karena itu, pengawasan obat dan
makanan dikembangkan dalam pendekatan sistem pengawasan oleh masyarakat. Pengawasan
oleh masyarakat tak kala pentingnya karena masyarakat yang memutuskan untuk membeli
atau mengonsumsi suatu produk. Oleh karena itu, akses informasi mengenai mutu, keamanan
dan cara penggunaan produk yang rasional merupakan kunci keberhasilan dalam usaha
melindungi konsumen.
Secara hukum produsen bertanggung jawab pada mutu dan keamanan produk yang
dihasilkan. Untuk itu produsen harus memiliki sistem pengawasan internal atau manejemen
pengawasan mutu yang dapat mengontrol dan mendeteksi mutu produknya sejak awal proses
sampai produk tersebut beredar di masyarakat. Penerapan cara-cara produksi yang baik atau
good manufacturing practice mutlak perlu untuk mendeteksi penyimpangan mutu dari awal.
Pengawasan oleh pemerintah BPOM mencakup pengaturan, standarisasi, penilaian
keamanan, khasiat, mutu produk sebelum diizinkan beredar dilanjutkan dengan pemeriksaan,
penyelidikan, pengawasan peredaran, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium,
informasi dan public warning yang didukung penegakan hukum.

2.2 Visi dan Misi BPOM

2.2.1 Visi

Obat dan makanan aman meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa.

2.2.2 Misi

1. Meningkatkan sistem pengawasan obat dan makanan berbasis resiko untuk melindungi
masyarakat.
2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan obat dan
makanan serta memperkuat komitmen dengan pemangku kepentingan.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM.

2.3 Keripik Pisang

Keripik pisang adalah makanan olahan dari buah pisang yang diiris tipis kemudian
digoreng menggunakan minyak hingga buah pisang berubah warna dan teksturnya menjadi
renyah. Menurut SNI 01-4315-1996, keripik pisang adalah produk makanan ringan dibuat
dari irisan buah pisang dan digoreng, dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang
diizinkan.

2.3.1 Pengertian tanaman pisang

Bahan baku pembuatan keripik pisang tersebut adalah buah pisang khususnya buah
yang masih mentah dan sudah tua. Pisang adalah salah satu jenis tanaman atau tumbuhan
terna yang memiliki ukuran relatif besar atau raksasa yang berdaun besar dengan suku
Musaceae. Tanaman pisang ini juga merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat
dibudidayakan dengan baik pada iklim tropis maupun sub tropis.
Tanaman pisang ini ada juga yang dapat dikonsumsi dan tidak dapat dikonsumsi seperti
pisang abaka, pisang hias, dan pisang kipas, sedangkan pisang yang dapat dikonsumsi pisang
kepok, pisang raja, dan pisang lainnya.
2.3.2 Klasifikasi tanaman pisang

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Family : Musaceae
Genus : Musa
Species : Musa paradisiaca

2.3.3 Morfologi tanaman pisang

Gambar 1.1 Pohon pisang


Sumber: Berkah Khair, 2016

1. Akar
Akar tanaman pisang berserabut, tidak berakar tunggang, berwarna kecoklatan
kotor, dan tumbuh dengan baik namun menyamping kepurmakaan tanah.
2. Batang
Batang tanaman pisang berbentuk bulat silindris berlapis, batang tanaman ini
memiliki dua bagian yaitu batang asli atau utama dan batang semu atau batang palsu.
Batang bagian bawah ini akan tumbuh tunas baru, dan batang palsu akan membantu
menutupi atau membentuk lapisan baru pada batang tanaman pisang. Pada umumnya,
batang tanaman ini berwarna hijau muda dengan lapisan berwarna kecoklatan.
3. Daun
Daun tanaman ini berbentuk bulat memanjang dan melebar, dengan pertulangan daun
yang besar yang terbentuk dari pelepah, bagian ujung daun tumpul dan bagian tepi
merata. Pada umumnya, daun ini memiliki warna kehijuan, dan juga tampak garis
berwarna keputihan pada permukaan daun.
4. Bunga
Bunga tanaman ini berbentuk hampir menyerupai jantung, juga berwarna kemerahan
muda, dan mahkota berwarna kekuning–kuningan serta berserabut halus berwarna
kehitaman. Pada umumnya, bunga tanaman ini disebut bunga berani dan juga muncul
pada ketiak daun.
5. Buah
Buah tanaman ini tersusun dari tandan, dalam satu tandan terdapat dari beberapa sisir
dan juga buah ini berwarna hijau jika belum matang dan berwarna kekuingan jika
sudah matang. Dalam satu sisir buah pisang ini sekitar 8-10 buah bahkan lebih
tergantung varietesnya. Dalam buah, ada terdapat bintik–bintik kehitaman berbentuk
bulat kecil dan juga hanya terdapat di pisang–pisang tertentu saja.

2.4 Boraks

Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai Sodium tetraborate decahydrate
merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk mengawetkan kayu,
antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk kristal
putih. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium serta tidak larut
dalam alkohol. Indeks keasaman dari boraks diuji dengan kertas lakmus adalah 9,5, ini
menunjukkan tingkat keasaman boraks cukup tinggi (Bambang, 2008).

Gambar 1.2 Boraks bubuk; Sumber: Anonim, 2010


Boraks merupakan senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan nama kimia
natrium tetrabonat. Dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi
natrium hidroksida dan asam borat. Boraks atau asam borat biasa digunakan sebagai bahan
pembuat deterjen, bersifat antiseptik dan mengurangi kesadahan (kandungan mineral-mineral
tertentu) air. Bahan berbahaya ini haram digunakan untuk makanan. Bahaya boraks jika
terhirup, mengenai kulit dan tertelan bisa menyebabkan iritasi saluran pernapasan, iritasi
kulit, iritasi mata dan kerusakan ginjal. Jika boraks 5-10 gram tertelan oleh anak-anak bisa
menyebabkan shock dan kematian. Efek akut dari boraks bisa menyebabkan badan berasa
tidak enak, mual, nyeri hebat pada perut bagian atas, diare, lemah, mengantuk, demam, dan
sakit kepala.
Asam borat atau boraks merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan
digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia berbentuk kristal
putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah
menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005). Asam borat sering digunakan
dalam dunia pengobatan dan kosmetika. Misalnya, larutan asam borat dalam air digunakan
sebagai obat cuci mata dan dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai
obat kumur, semprot hidung, dan salep luka kecil. Namun, bahan ini tidak boleh diminum
atau digunakan pada luka luas, karena beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.
Asam borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan kimia yang
dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan
senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi
kesehatan ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan dalam
makanan, karena boraks dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal
dan lebih disukai konsumen (Mujianto, 2003).
Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur
makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada kerupuk ataupun keripik, jika
digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah.
Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, sulit untuk
dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di
Laboratorium (Depkes RI, 2003).
2.5 Spektrofotometri

2.5.1 Definisi

Spektrofotometri adalah suatu metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk
mengukur konsentrasi sampel secara kuantitatif, berdasarkan interaksi materi dengan cahaya.
Cahaya yang diserap oleh materi ini akan terukur sebagai Transmitans ataupun Absorbans.
Dalam analisis cara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang gelombang
elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200-380 nm), daerah visible (380-700
nm) dan daerah inframerah (700-3000 nm).

2.5.2 Prinsip kerja spektrofotometri

Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert-Beer, bila cahaya


monokromatik (I0) melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan diserap
(Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi diteruskan (It).
Secara eksperimen hukum Lambert-beer akan terpenuhi jika:
Radiasi yang digunakan harus monokromatik
Energi radiasi yang di absorpsi oleh sampel tidak menimbulkan reaksi kimia
Penyerapan sinar oleh suatu molekul yang ada di dalam larutan tidak dipengaruhi oleh
molekul lain yang ada dalam larutan.
Penyerapan tidak menghasilkan pemancaran sinar pendafluor. Artinya larutan yang
diukur harus benar-benar jernih agar tidak terjadi hamburan cahaya oleh partikel-partikel
koloid atau suspensi yang ada di dalam larutan.
Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan menggangu kelinearan
grafik absorbansi versus konsentrasi.

2.5.3 Spektrofotometer

Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk menerapkan metode


spektrofotometri, yaitu pengukuran konsentrasi sampel yang didasarkan pada interaksi
antara materi dengan cahaya.
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan
cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau
kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan
dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan
konsentrasi larutan di dalam kuvet.
 Komponen utama spektrofotometer
1. Sumber cahaya polikromatis
Sumber cahaya polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan
berbagai macam rentang panjang gelombang.
2. Monokromator
Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah
cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monaokromatis.
3. Sel (Kuvet)
Kuvet adalah tempat yang digunakan untuk meletakkan larutan yang hendak diukur.
Kuvet yang digunakan umumnya tidak menyerap sinar. Pada pengukuran daerah sinar
tampak (visible) kuvet kaca dapat digunakan, tapi untuk daerah UV kita harus
menggunakan kuvet kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Untuk
daerah IR dapat digunakan kuvet kristal garam.
4. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah energi sinar yang diteruskan oleh sampel menjadi
besaran listrik yang terukur. Detektor yang ideal harus memiliki kepekaan yang tinggi,
perbandingan sinyal-noise yang tinggi dan sifat tanggap yang stabil pada daerah
panjang gelombang pengamatan.
5. Penguat/Amplifier
Berfungsi untuk memperbesar arus yang dihasilkan oleh detektor agar dapat dibaca oleh
indikator.
6. Read-Out (alat pembaca)
Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik yang
berasal dari detektor. Hasil yang dikeluarkan dapat melalui printer, digital recorder, atau
komputer yang dilengkapi layar monitor.

 Prinsip Kerja Spektrofotometer


Cahaya polikromatis dari sumber cahaya masuk ke dalam monokromator dan
mengalami penguraian menjadi cahaya monokromatis. Cahaya tersebut kemudian
diteruskan memalui sel yang berisi sampel. Cahaya sebagian diserap oleh sel dan
sebagiannya lagi diteruskan ke fotosel yang berfungsi untuk mengubah energi cahaya
menjadi energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan oleh fotosel memberikan sinyal pada
detektor yang kemudian diubah menjadi nilai serapan atau transmitans dari zat yang
dianalisis.
Gambar 1.3 Skema prinsip kerja spektrofotometer
Sumber: Wacono, 2015
BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksaan

a. Waktu
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan dari tanggal 4 September-4 Oktober 2017.
b. Tempat
PKL tersebut dilaksanakan di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kupang,
Nusa Tenggara Timur.

3.2 Alat dan Bahan


a. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan saat pengujian, antara lain:
1. Spektrofotometer
2. Labu propilen
3. Kurs porselin
4. Oven
5. Tanur
6. Labu tentukur 50 ml
7. Pipet volume 0,5 ml
b. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian tersebut, antara lain:
1. Larutan natrium karbonat 1% b/v
2. Larutan kurkumin 0,125%
3. Larutan asam asetat : asam sulfat (1 : 1)
4. Larutan ammonium asetat
5. Larutan HCl : aquadest (1 : 4)

3.3 Prosedur Kerja


a. Larutan Uji
 Timbang 1 gram sampel yang telah dihomogenkan.
 Masukkan ke dalam kurs porselin.
 Tambahkan 4 ml Natrium karbonat 1%
 Campur hingga homogen dan uapkan di atas tangas air.
 Keringkan dalam oven dengan suhu 100 derajat Celcius.
 Arangkan dengan kompor listrik atau api bunsen sampai tidak mengeluarkan asap.
 Pijarkan dalam tanur suhu 550 derajat Celcius hingga abu berwarna putih.
 Abu putih ditambah 2 ml HCl : aquadest (1 :4) dan panaskan di atas tangas air.
 Pindahkan di dalam labu tentukur 50 ml dan setelah dingin encerkan dengan aquadest
sampai tanda.
b. Larutan Baku
 Timbang sejumlah baku induk Asam borat, dilarutkan dalam aquadest.
 Dipipet sejumlah larutan baku induk untuk dibuat larutan baku kerja dengan rentang
kadar 1,5-12 μg/ml, masukkan ke dalam kurs porselin yang berbeda.
 Tambahkan 4 ml larutan Natrium karbonat 1% b/v, dicampur sampai homogen dan
diperlakukan sama seperti larutan uji.
c. Cara Penetapan
 Masing-masing larutan uji dan larutan baku dipipet 0,5 ml dan dimasukkan ke dalam
labu propilen yang berbeda.
 Tambahkan 3,0 ml larutan kurkumin 0,125%.
 Tambakan 3.0 ml larutan asam asetat glacial : asam sulfat (1: 1) dicampur hingga
homogen.
 Diamkan selama 1-4 jam.
 Tambahkan 15.0 ml larutan ammonium asetat dan dicampur hingga homogen.
 Larutan akan berwarna merah jingga dan ukur serapan larutan tersebut pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm menggunakan aquadest yang
diperlakukan sama seperti larutan uji sebagai blanko.
 Buat kurva baku dan hitung kadar asam borat.

3.4 Perhitungan
Kadar asam borat dalam cuplikan dihitung dan ditetapkan menggunakan kurva
kalibrasi dengan persamaan garis lurus:
y = bx + a
kadar asam borat dalam cuplikan adalah:
𝒙
× 𝑭𝒑
𝑩𝒖
Keterangan:
X : Mikro gram asam borat yang diperoleh dari kurva baku
Fp : Faktor pengenceran sampel
Bu : Bobot zat uji (gram)

3.5 Pesyaratan
Dilarang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berikut ini merupakan tabel hasil pengujian penetapan kadar boraks dalam sampel
keripik pisang nomor 157:

No Sampel Metode Pengujian Hasil pengujian

1 Baku Pembanding Spektrofotometri Positif

2 Sampel no. 157-A Spektrofotometri Negatif

3 Sampel no. 157-B Spektrofotometri Negatif

Tabel 1 Hasil uji penetapan kadar boraks

4.2 Pembahasan

Peningkatan kualitas hidup manusia tidak hanya melalui peningkatan pendidikan dan
ilmu pengetahuan, tetapi juga ditentukan oleh kualitas pangannya. pangan yang dikomsumsi
harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah aman, bergizi, bermutu dan dapat
terjangkau oleh daya beli masyarakat. Aman yang dimaksud mencakup bebas dari pencemaran
biologis, mikrobiologi, logam berat dan pencemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan
dan membahayakan kesehatan manusia (Asterina, dkk, 2008).
Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk melindungi
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, serta membahayakan kesehatan manusia. Mendapatkan pangan yang aman
merupakan hak asasi setiap individu (Triatama J, 2014).
Namun, para produsen masa sekarang sering menambahkan bahan pengawet makanan
ke dalam olahan pangan mereka. Bahan Tambahan Pengawet (BTP) merupakan bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk memengaruhi sifat atau bentuk pangan. Bahan Tambahan
Pengawet (BTP) berupa zat atau bahan kimia dalam penggunaannya mempertimbangkan faktor
keamanan pangan.
Setiap Bahan Tambahan Pengawet (BTP) penggunaannya diatur pada dosis tertentu.
Beberapa bahan kimia seperti boraks dan zat warna tekstil seperti rodamin bukan merupakan
Bahan Tambahan Pengawet (BTP). Sehingga meskipun dalam dosis kecil, penggunaannya
tidak diperbolehkan dalam bahan pangan (Rauf R, 2015). Bahan pengawet yang diizinkan
untuk digunakan pada bahan pangan terdiri atas dua kelompok, yaitu pengawet kimia atau
sintetis dan pengawet alami.
Keripik adalah salah satu jenis makanan yang disukai masyarakat Indonesia. Terkhusus
di Nusa Tenggara Timur, salah satu jenis keripik yang sangat digemari adalah keripik yang
terbuat dari pisang. Selain rasanya yang sangat renyah dan enak, cara pembuatannya yang
tergolong mudah dengan bahan-bahan yang mudah didapat merupakan faktor mengapa keripik
pisang adalah salah satu jenis keripik yang digemari di Indonesia, khususnya NTT.
Meskipun diperjual-belikan, keripik pisang tersebut bisa didapatkan dengan harga yang
sangat murah. Namun, kebanyakan produsen masa sekarang sering melakukan hal yang
melanggar peraturan pangan dan kesehatan, yaitu menambahkan bahan-bahan berbahaya yang
tidak diperbolehkan ke dalam bahan olahan mereka. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan rasa bahan olahan tersebut ataupun tekstur dari bahan olahan tersebut.
Salah satu bahan kimia yang sering dimasukkan ke dalam bahan olahan makanan oleh
produsen yaitu boraks. Sudah dijelaskan pada bagian tinjauan pustaka mengenai bahaya dari
boraks tersebut, sehingga dalam keadaan sengaja ataupun tidak senagaja boraks tidak
diperbolehkan ditambahkan dalam bahan makanan, apalagi sampai masuk ke dalam tubuh.
Pada pengujian penetapan kadar boraks kali ini, sampel yang diuji adalah keripik pisang
nomor 157 dengan metode spektrofometri.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa, sampel keripik pisang tidak
mengandung boraks.
5.2 Saran
Sebaiknya lembaga-lembaga yang bekerja di bidang pangan lebih meningkatkan usaha
pengawasan jajanan berhubung maraknya pemakaian bahan tambahan pangan dan bahan-
bahan kimia berbahaya yang melanggar peraturan.
DAFTAR PUSTAKA

Bambang, 2008. Boraks. UNMER: Malang.

Depkes RI. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 942 Tahun 2003 Tentang
Makanan Jajanan. Depkes RI, Jakarta.

Depkes RI. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004
Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Depkes RI: Jakarta.

Saparinto, Cahyo dan Diana H. 2006. Bahan Tambahan Pangan. P61: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai