PENDAHULUAN
Penyakit kusta atau dikenal juga dengan nama lepra dan Morbus Hansen
merupakan penyakit yang telah menjangkit manusia sejak lebih dari 4000 tahun
yang lalu. Kata lepra merupakan terjemahan dari bahasa Hebrew, zaraath, yang
sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya. Kusta juga dikenal dengan
istilah kusta yang berasal dari bahasa India, kushtha. Nama Morbus Hansen ini
sesuai dengan nama yang menemukan kuman, yaitu Dr. Gerhard Armauwer
saluran pernapasan atas dan sistem saraf perifer. Penyebab kusta adalah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat, dan pada tahun 2009
dikenal dengan penyakit yang tidak dapat sembuh dan diobati, namun sejak tahun
1980, dimana program Multi Drug Treamtment (MDT) mulai diperkenalkan, kusta
dapat didiagnosis dan diterapi secara adekuat, tetapi sayangnya meskipun telah
dilakukan terapi MDT secara adekuat, risiko untuk terjadi kerusakan sensorik dan
motorik yaitu disabilitas dan deformitas masih dapat terjadi sehingga gejala tangan
lunglai, mutilasi jari. Keadaan tersebut yang membuat timbulnya stigma terhadap
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan
gejala - gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen,
sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer
Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Kusta
yang juga disebut lepra merupakan penyakit infeksi granulomatous kronik yang
kulit, namun dapat juga terjadi mukosa traktus respiratorius bagian atas,
B. EPIDEMIOLOGI
perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau
2
Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan ± 13%,
tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat
terutama di Asia, Afrika, Amerika latin, daerah tropis dan subtropis, serta
seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita kusta. India
adalah negara dengan jumlah penderita terbesar, diikuti oleh Brasil dan
Myanmar. Distribusi angka penemuan kasus baru kusta di dunia yang terlapor
di WHO, diketahui jumlah kasus baru kusta pada tahun 2011 adalah sekitar
adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti
tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk,
dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem
imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari
wanita.1
C. ETIOLOGI
obligat intrasel, aerob, tidak dapat dibiakkan secara in vitro, berbentuk basil
3
Gram positif dengan ukuran 3 – 8 μm x 0,5 μm, bersifat tahan asam dan
minggu, kuman ini dapat bereproduksi optimal pada suhu 27°C – 30°C secara
in vivo, tumbuh dengan baik pada jaringan yang lebih dingin (kulit, sistem saraf
perifer, hidung, cuping telinga, anterior chamber of eye, saluran napas atas, kaki
dan testis), dan tidak mengenai area yang hangat (aksila, inguinal, kepala, garis
tengah punggung.1
tahun, akan tetapi dapat juga berlangsung hingga 40 tahun. Penularan dapat
terjadi apabila M. leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh pasien dan masuk
ke dalam tubuh orang lain. Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan
cara kontak yang lama dengan pasien, akan tetapi pasien yang sudah
4
D. KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS
sedangkan pada yang lainnya akan tetap pada bentuk ini sampai ketika
5
b. Tuberculoid leprosy (TT)
Lesi kulit minimal. Biasanya hanya berupa satu plak eritem dengan bagian
kepala. Lesi kering, skuama, hipohidrotik, dan tanpa rambut. Pada bentuk
Lesi sama dengan tipe tuberculoid, namun lesi lebih kecil dan banyak.
Berupa makula anestesi atau plak yang disertai lesi satelit di pinggirnya.
lepromatosa.
Tipe yang paling tidak stabil, disebut juga dimorfik dan jarang dijumpai.
Lesi kulit banyak, merah, berupa plak ireguler. Lesi sangat bervariasi baik
Lesi banyak dan terdiri atas makula, papula, plak dan nodul. Terdapat lesi
6
f. Lepromatous leprosy (LL)
Lesi awal berupa makula yang pucat. Makula kecil, difus dan simetris.
Anetesi tidak terjadi pada bentuk ini, saraf tidak menebal, dan hidrotik.
7
8
9
E. PATOGENESIS
setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh
karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala
tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin
dan melalui mukosa nasal. Pengaruh, M. leprae terhadap kulit bergantung pada
faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang
10
rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulens dan
nontoksis.3
Presenting Cell) dan melalui dua sinyal yaitu sinyal pertama dan sinyal kedua.
Sinyal pertama adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell
permukaan dari molekul kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel
berikatan dengan C3 melalui reseptor CR1, CR3, CR4 pada permukaannya lalu
akan difagositosis) dan proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan mengaktifkan
CTL lalu CD8+. Di dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri
dari penghancuran oksidatif oleh anion superoksida dan radikal hidroksil yang
sitokin dan growth factors akan terus dihasilkan dan akan merusak jaringan
akibatnya makrofag akan terus diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan
dengan sel epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk
11
mengaktifasi dari eosinofil. IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL
4 akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL 10, dan
Sinyal I tanpa adanya sinyal II akan menginduksi adanya sel T anergi dan
2. Pada Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih tinggi
F. FAKTOR RISIKO
1. Lingkungan
saraf tepi di tangan maupun kaki, dan selaput lendir pada hidung,
tenggorokan dan mata. Kuman ini satu genus dengan kuman TB dimana
di luar tubuh manusia, kuman kusta hidup baik pada lingkungan yang
lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari. Kuman kusta
dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab, gelap tanpa sinar
mati dalam waktu 2 jam, selain itu. Seperti halnya bakteri lain pada
kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel
12
bakteri dan merupakan hal esensial untuk pertumbuhan dan
yang tumbuh subur dalam rentang 25-400C, tetapi akan tumbuh secara
dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan
yang bisa menangkap kuman. Hal yang perlu diketahui tentang host atau
13
c. Environment Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri
host baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana
yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik,
penyakit).
14
yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10% dari jumlah
luas lantai.
iii. Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan
iv. Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak
luar rumah.
3 m3 ).
15
ii. Harus ada tempat penyimpanan sampah dan WC yang baik dan
dengan baik.
v. Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan
vi. Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup. vii. Luas kamar
16
2. Karakteristik Penduduk
a. Sosial Ekonomi
1997).
17
fisik baik pada, pencahayaan, ventilasi, kepadatan rumah, dan
b. Umur
Dengan kata lain kejadian penyakit sering terkait umur pada saat
terjadi pada semua umur mulai bayi sampai umur tua (3 minggu
18
sampai lebih dari 70 tahun), namun yang terbanyak adalah pada
tahun. Hal ini disebabkan oleh bahaya yang terpapar pada saat
beraktifitas.
c. Jenis kelamin
19
kecerdasan akhlak mulia keterampilan yang diperlukan dirinya,
20
sekunder, hal ini disebabkan karena Nepal adalah Negara pertanian,
dilakukan sendiri.
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
penentuan tipe, yang hasilnya baru dapat diketahui setelah 3 minggu. Kelainan
kulit pada penyakit kusta tanpa komplikasi dapat hanya berbentuk makula saja,
infiltrat, saja atau keduanya. Secara inspeksi mirip penyakit lain, ada tidaknya
jelas. Hal ini dengan mudah dilakukan dengan menggunakan jarum terhadap
rasa nyeri, kapas terhadap rasa raba, dan dapat juga dengan rasa suhu, yaitu
panas dan dingin dengan tabung reaksi. Perhatikan pula ada tidaknya dehidrasi
di daerah lesi yang dapat dipertegas dengan menggunakan pensil tinta (tanda
Gunawan). Cara menggoresnya mulai dari tengah lesi ke arah kulit normal.
konsistensi, dan nyeri atau tidak. Hanya beberapa saraf superfisial yang dapat
21
ulnaris, N. medianus, N. poplitea lateralis, dan N. tibialis posterior. Untuk tipe
langsung oleh granuloma yang terbentuk sebgai reaksi terhadap M. leprae, yang
1. N. ulnaris
Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis, clawing
kelingking dan jari manis, atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua
2. N. medianus
Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah,
tidak mampu aduksi ibu jari, clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, ibu
jari kontraktur, atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral.
3. N. radialis
gantung (wrist drop), tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan.
22
4. N. poplitea lateralis
Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis, kaki gantung
5. N. tibialis posterior
Anestesia telapak kaki, claw toes, paralisis otot intristik kaki dan kolaps
arkus pedis.
6. N. fasialis
servikal).
7. N. trigeminus
PEMERIKSAAN PASIEN
1. Anamnesis
- Keluhan pasien
2. Inspeksi
kulit.
3. Palpasi
- Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan
dan kaki
23
- Kelainan saraf :
kesakitan atau tidak pada waktu saraf diraba. Pemeriksaan saraf harus
Pemeriksaan saraf :
Untuk mendapat kesan saraf mana yang mulai menebal atau sudah
a. N. aurikularis magnus :
acapkali sudah bisa tertihat bila saraf membesar. Dua jari parneriksa
otot. Bila ada penebalan, maka pada perabaan secara seksama akan
24
b. N. ulnaris :
c. N. paroneus lateralis :
- Bila saraf yang dicari tensentuh oleh jari pemeriksa, sering pasien
saraf tersebut.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaaan bakterioskopik
Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa hidung yang
leprae. Pertama – tama harus ditentukan lesi di kulit yang diharapkan paling
padat oleh basil setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tepat yang
25
diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin sebaiknya
minimal 4-6 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi
lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling infiltratif.
leprae.2
menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).
Syarat perhitungan IM adalah jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA,
I.B 1+ tidak perlu dibuat IM karena untuk mendapatkan 100 BTA harus
26
2. Pemeriksaan histopatologi
Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada
yang mempunyai nama khusus, dan yang dari kulit disebut histiosit. Apabila
adanya faktor kemotaktik. Kalau datangnya berlebihan dan tidak ada lagi
yang harus difagosit, makrofag akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid
yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel
datia Langhans.2,3
cacat. Pada penderita dengan SIS rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat
tempat berkembang biak dan disebut sebagai sel Virchow atau sel lepra atau
saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan non solid. Tipe
patologik. Bisa dijumpai sel Virchow dengan banyak basil. Pada tipe
27
3. Pemeriksaan serologik
antiprotein 16kD serta 35kD. Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara
kuman M. tuberculosis.2,3
4. Tes lepromin
Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis
lepra tapi tidak untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem
kalau penderita bereaksi terhadap M. leprae, yaitu respon imun tipe lambat
H. DIAGNOSIS BANDING
28
I. PENATALAKSANAAN
bakteri kusta tidak akan mampu berkembang biak secara maksimal di dalam
Daya tahan tubuh penderita penyakit kusta sangatlah penting untuk selalu
dijaga, mengingat bakteri kusta akan sangat mudah sekali berkembang biak
jika penderita mengalami daya tubuh yang lemah, seperti sering sakit
demam, pilek dan segala macam. Anda bisa menjaga daya tahan tubuh
kusta, agar bakteri yang dibawa tidak dapat lagi menularkan pada orang lain.
5. Menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka waktu yang lama
29
6. Meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan
7. Meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh, dengan cara berolahraga dan
8. Tidak bertukar pakaian dengan penderita, karena basil bakteri juga terdapat
10. Untuk penderita kusta, usahakan tidak meludah sembarangan, karena basil
11. Isolasi pada penderita kusta yang belum mendapatkan pengobatan. Untuk
12. Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta.
di puskesmas.
Farmakologi
Obat antikusta diberikan secara kombinasi 2 atau 3 obat yang terdiri dari
sejak 1948 dan di Indonesia digunakan tahun 1952. Klofazimin dipakai sejak
1962 oleh Brown dan Hogerzeil, dan rifampisin dipakai sejak tahun 1970. Pada
30
A. Program Multi Drug Therapy (MDT)
1. DDS (Diamino-difenil-sulfon)
enzim sintase yang terlalu tinggi pada kuman kusta, Dapson biasanya
2. Rifampisin
Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta, dan
Dosis tunggal 600 mg/hari (atau 5-15 mg/kg berat badan). Pemberian
Obat ini adalah obat yang menjadi salah satu komponen kombinasi
DDS dengan dosis 10 mg/kg berat badan diberikan setiap hari atau
31
karena memperbesar kemungkinan terjadinya resistensi, tetapi pada
2011).
3. Klofazimin (Lamprene)
efek bakteriostatik setara dengan dapson. Disamping itu obat ini juga
reaksi kusta. Dosis untuk kusta adalah 50mg/hari atau 100 mg tiga kali
(Soebono, 2003).
Kedua obat ini merupakan obat tuberkolosis dan hanya sedikit dipakai
Skema rejimen Multi Drug Therapy (MDT) WHO terdiri atas obat-
sebagai berikut:
32
a. Rejimen PB dengan lesi kulit 2-5 buah, terdiri atas rifampisin 600
1. Ofloksasin
obat. Penggunaan pada anak, remaja, wanita hamil dan menyusui harus
2. Minosiklin
33
Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi
sistem saluran cerna dan susunan saraf pusat, termasuk dizziness dan
selama kehamilan.
3. Klaritomisin
membunuh 99% kuman hidup dalam 28 hari dan lebih dari 99,9% dalam
terbukti sering ditemukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg
(Kosasih, 2011).
J. KOMPLIKASI
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik
akibat kerusakanfungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi
kusta. Selain itu, penderita dengan reaksi kusta, terutama reaksireversal, lesi
kulit multiple dan dengan saraf yang membesar atau nyeri juga memili resiko
34
K. PROGNOSIS
Prognosis penyakit kusta bergantung pada deteksi dini apa yang dialami pasien,
akses ke pelayanan kesehatan dan penanganan awal yang diterima oleh pasien.
Relaps pada penderita kusta terjadi sebesar 0,01 – 0,14 % per tahun dalam 10
Secara keseluruhan, prognosis kusta pada anak lebih baik karena pada anak
35
BAB III
KESIMPULAN
leprae yang bersifat intraseluler obligat dan menyerang kulit, saraf tepi.
Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi dengan spektrum yang
berada diantara dua bentuk klinis dari lepra yaitu bentuk lepromatosa dan
tuberkuloid.
terdapat tiga tanda kardinal yang khas yaitu lesi kulit yang mati rasa
(hipopigmentasi atau eritema yang mati rasa atau anestesi), penebalan saraf
(MDT), yang direkomendasikan oleh WHO sejak 1981. Tujuan dari program
hilangnya sensitifitas terutama pada kulit. Prognosis penyakit ini dengan adanya
sederhana.
36