Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

KEHAMILAN EKTOPIK

Dosen Pembimbing: Ns. Shinta Wahyusari, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh Kelompok 01:

1. Ansori (14201.06.14001)

2. Fathur Rozak (B) (14201.06.140)

3. Intan Yuli T. (14201.06.14021)


4. Istatutik Nabillah (14201.06.14022)
5. Ubaidillah Hasan (14201.06.14041)

PROGRAM STUDI SI-KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PAJARAKAN - PROBOLINGGO

1
TAHUN AKADEMIK 2016-2017

HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

KEHAMILAN EKTOPIK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar

Sistem Reproduksi II

Mengetahui,

Dosen Mata Ajar

Ns. Shinta Wahyusari, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.
atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar
menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.

Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Sistem


Kardiovaskuler yang disusun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Klien Kehamilan Ektopik” dan dengan selesainya
penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok


pesantren Zainul Hasan Genggong.

2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep. Ns., M.Kes. sebagai Ketua STIKES
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.

3. Shinta Wahyusari, S.Kep.Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat. sebagai Ketua Prodi


S1 Keperawatan sekaligus dosen mata ajar Sistem Reproduksi II.

4. Santi Damayanti, A.Md. sebagai Ketua perpustakaan STIKES Hafshawaty


Zainul Hasan Genggong.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh


karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak dosen
dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, Maret 2017

Penyusun

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................2
1.3 Tujuan ..................................................................................................2
1.4 Mamfaat ..............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi................................................................................................5
2.2 Epidemiologi.......................................................................................5
2.3 Klasifikasi............................................................................................6
2.4 Etiologi................................................................................................8
2.5 Patofisiologi.........................................................................................9
2.6 Manifestasi Klinis................................................................................13
2.7 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................14
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................15
2.9 Komplikasi...........................................................................................17
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian............................................................................................18
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................21
3.3 Rencana Keperawatan.........................................................................21
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan.......................................................................................23
4.2 Saran..................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kematian karena kehamilan ektopik terganggu, cenderung turun dengan
pemeriksaan diagnosis secara dini dan persediaan darah yang cukup. Tetapi bila
pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Penderita mempunyai
kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali.
Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang
pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0-14%. Kemungkinan melahiran bayi cukup bulan
adalah sekitar 50% (ubay).
Sepertiga dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, untuk
selanjutnya dapat hamil kembali pada sepertiga wanita dan beberapa wanita tidak
hamil lagi. Kemungkinan wanita dapat berhasil hamil, tergantung dari: faktor usia,
apakah sudah memiliki anak dan mengapa kehamilan ektopik pertama terjadi.
Sedangkan tingkat kematian akibat kehamilan ektopik telah terjadi penurunan
dalam 30 tahun terakhir menjadi kurang dari 0,1% (Fauziyah, 2012).
Prinsip patofisiologisnya adalah adanya gangguan mekanik terhadap ovum
yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat
kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi oleh suplai darah dari
vaskularisasi tuba itu (ubay).
Proses implantasi ovum di ekstrauterin, pada dasarnya sama dengan yang
terjadi di intarauterin. Pada patofisiologi ini, akan diambil contoh implantasi di
tuba. Telur di tuba berimplantasi secara kolumnar atau interklumnar. Pada nidasi
secara kolumnar telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosaiping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskulararisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan di reabrorsi. Pada implantasi interkolumnar,
telur berimplantasi pada dua jonjot endosapling. Setelah tempat implantasi
tertutup, maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desi

5
dua di tuba, kadang sulit dilihat vilichorealis menembus endosapling dan masuk
dalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya, tergantung dari beberapa faktor, yaitu: tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya pendarahan yang terjadi oleh
invasi trovoblas (Fauziyah, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus kehamilan
ektopik?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memahami tentang asuhan keperawatan pasien dengan kasus


kehamilan ektopik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui definisi dari kehamilan ektopik.

2. Untuk mengetahui epidemiologi dari kehamilan ektopik.

3. Untuk mengetahui klasifikasi dari kehamilan ektopik.

4. Untuk mengetahui etiologi dari kehamilan ektopik.

5. Untuk mengetahui patofisiologi dari kehamilan ektopik.

6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari kehamilan ektopik.

7. Untuk menegatahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada


penderita kehamilan ektopik.

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita


kehamilan ektopik.

9. Untuk mengetahui komplikasi dari kehamilan ektopik.

6
10. Untuk mengetahui pengkajian yang dilakukan pada penderita kehamilan
ektopik.

11. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada penderita kehamilan


ektopik.
12. Untuk mengetahui intervensi yang akan dilakukan pada penderita
kehamilan ektopik.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa


1. Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun dan pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang kehamilan
ektopik dan mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien
kehamilan ektopik.
2. Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun maupun pembaca
adalah untuk menambah wawasan tentang penatalaksanaan secara
keperawatan pada pasien kehamilan ektopik.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar rongga
rahin, janin tidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali.
Kehamilan ektopik mengalami abortus atau ruptur apabila apabila kapasitas
melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba. Kehamilan ektopik merupakan
istilah yang lebih luas dari pada kehamilan ekstrauteri; karena istilah ini juga
mencangkup kehamilan di pars interstisialis tuba, kehamilan di kornu, dan
kehamilan di serviks. Kehamilan ektopik disebut juga ectopic gestation dan
eceecyesis (Fauziyah, 2012).

Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah gangguan yang muncul akibat


implantasi hasil konsepsi (blastosit) diluar endometrium kavum uteri (95%) yang
terjadi abortus tubariia atau rupture tuba muoun yang belum (kehamilan ektopik
belum terganggu) (ubay).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar
ronnga uteru,tuba falopi, merupakan tempat tersering untuk terjadi implantasi
kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang
terjadi implantasi pada ovarium, ronnga perut, kanalis servikalisuteri, tanduk
uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Sebagian besar wanita yang
mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata
30 tahun, frekwensi kehamilan yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-
14,6% (Norma & Dwi, 2013).

2.2 Epidemiologi
Sepertiga dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, untuk
selanjutnya dapat hamil kembali pada sepertiga wanita dan beberapa wanita tidak
hamil lagi. Kemungkinan wanita dapat berhasil hamil, tergantung dari: faktor usia,
apakah sudah memiliki anak dan mengapa kehamilan ektopik pertama terjadi.

8
Sedangkan tingkat kematian akibat kehamilan ektopik telah terjadi penurunan
dalam 30 tahun terakhir menjadi kurang dari 0,1% (Fauziyah, 2012).

2.3 Klasifikasi
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba. Tempat
implantasiyang paling sering adalah ampula, kemudian isthmus, fimbriae, serta
uterus intersisialis. Sedangkan kehamilan ektopik non-tuba sangat jarang terjadi,
tetapi dapat terjadi pada abdomen, ovarium, atau servik. Beberapa klasifikasi
kehamilan ektopik adalah:
1. Kehamilan interstisial (kornual)
Kehamilan interstisial merupakan kehamilan yang implantasi
embrionya di tuba falopi. Pasien menunjukkan gejala yang cukup lama,
sulit didiagnosa dan lesi menyebabkan perdarahan masif ketika terjadi
ruptur. Pada usia kehamilan 6-10 minggu akan terganggu. Hasil konsepsi
dapatmati dan diresorbsi, abortus spontan, ruptur tuba. Angka kematian
ibu akibat kehamilan interstisial adalah 2% penanganan pada kasus ini
dengan laparotomi.
2. Kehamilan ovarium
Kehamilan di ovarium lebih sering di kaitkan dengan perdarahan
dalam jumlah banyak dan pasien sering mengalami ruptur kista korpus
luteum secara klinis, pecahnya ovarium, torsi, endometriosis.
3. Kehamilan servik
Kehamilan servik merupakan kehamilan dengan nidasi di kanalis
servikalis, dinding servik menjadi tipis dan membesar. Dan kehamilan di
servikalis ini jarang dijumpai. Tanda dari kehamilan ini adalah kehamilan
terganggu, perdarahan, tanpa nyeri, abortus spontan. Terapinya adalah
histeroktomi.
4. Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal terbagi menjadi: primer (implantasi dibuahi,
langsung pada peritonium/kavum abdominal) dan sekunder (embrio masih
hidup dari tempat primer). Kehamilan dapat aterm dan fetus hidup, namun
didapatkan cacat. Fetus mati, degenerasi dan maserasi, infiltrasi lemak jadi

9
lithopedion/fetus papyraceus. Terapi kehamilan abdominal adalah
laparatomi, plasenta di biarkan (terbsorsi). (Fauziyah, 2012)

2.4 Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik belum diketahui secara pasti. Namun deikian,
penyebab kehamilan ektopik yang paling sering adalah faktor tuba (95%).
Dibawah ini merupakan penyebab kehamilan ektopik:
1. Faktor dalam lumen tuba
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan menyebabkan endosalping,
sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
b. Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk keluk dan hal ini
sering disertai fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastik stenlisasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab
lumen tuba menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba
a. Endometrios tuba (tuba terkutuk) dapat memudahkan implantasi telur
yang dibuahi dalam tuba.
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium asesorius tubae dapat menahan
telur yang dibuahi di tempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain
a. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari luar ovarium kanan ke tuba kii
atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke
uterus. Pertumbuhan yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
prematur.

b. Fentilasi in vitro (pembuahan sel telur dalam kondisi laboratorium, sel


telur yang sudah di buahi itu kemudian di tempakan di dalam rahim
wanita). (Fauziyah, 2012)

10
Dari beberapa studi factor resiko yang di perkirakan penyebabnya adalah :

1. Infeksi saluran telur (saplingitis), dapat menimbulkan gangguan pada


motilitas saluraan telur

2. Riwayat operasi tuba

3. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang

4. Kehamilan ektopik sebelumnya

5. Absorbs tuba dan pemakaian IUD

6. Kelainan zigot yaiu kelainan kromosom

7. Bekas radang pada tuba; disini radang dapat menyebabkan perubahan-


perubahan pada endosampling, shingga walaupun filtrasi dapat terjadi,
gerakan ovum ke uterus terlambat.

8. Operasi pada tuba


9. Abortus buatan. (ubay)

2.5 Patofisiologi
Proses implantasi ovum di ekstrauterin, pada dasarnya sama dengan yang
terjadi di intarauterin. Pada patofisiologi ini, akan diambil contoh implantasi di
tuba. Telur di tuba berimplantasi secara kolumnar atau interklumnar. Pada nidasi
secara kolumnar telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosaiping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskulararisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan di reabrorsi. Pada implantasi interkolumnar,
telur berimplantasi pada dua jonjot endosapling. Setelah tempat implantasi
tertutup, maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desi
dua di tuba, kadang sulit dilihat vilichorealis menembus endosapling dan masuk
dalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya, tergantung dari beberapa faktor, yaitu: tempat

11
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya pendarahan yang terjadi oleh
invasi trovoblas.
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
dari graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lebak, endometrium dapat
berubah menjadi desidua. Beberapa peubahan pada endometrium yaitu: sel epitel
membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi lobuler, dan bentuknya ireguler.
Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi
menempelsel lumial. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dapat juga
ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan, disebut sebagai
reaksiarias-stella
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
di keluarkan secara utuh atau berkeping–keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik berasal dari uterus di sebabkan pelepasan desidua yang
degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba hanya berumur 6-10 minggu, karena
tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh
secara utuh seperti uterus. Beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu:
1. Hasil konsepsi mati dini dan resorbsi
Pada imlantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasiyang kurang dan dengan mudah direpsorsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanyanya dinding pembuluh darah
oleh villi oleh korealis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan embrio dari dinding tersebut bersama–sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta
dan membran terhadap dinding tuba terpisah bila terjadi pemisahan
sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melaui ujung fimbrae tuba
ke dalam kavum peritoniun. Dalam keadaan tersebut, perdarahan berhenti
dan gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dariruptur dinding tuba adalah penembusan dinding
vilikorialis ke dalam lapisan muskuralis tuba ke peritonium. Ruptur tuba
sering terjadi bila ovum dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya
terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars

12
intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Rupteur dapat terjadi secara
spontan, atau yang disebabkan oleh trauma ringan seperti pada koitus dan
pemeriksaan vagina.
(Fauziyah, 2012)

13
2.6 Manifestasi Klinis

Ibu hamil yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan gejala pada
usia kehamilan 6-10 minggu. Adapun gejala dan tanda yang dirasakan antara lain:
amonerea/tidak haid; nyeri perut bagian bawah; perdarahan per vaginam ireguler
(biasanya dalam bentuk bercak–bercak darah); rasa sakit pada salah satu sisi
panggul; tampak pucat; tekanan darah rendah, denyut nadi meningkat, ibu hamil
mengalami pingsan dan terkadang disertai nyeri bahu akibat iritasi diagfragma
dari hemoperitoneum.

Gejala Klinis Pada Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik yang tidak


Kehamilan ektopik yang ruptur
rupture
a. Gejala awal kehamilan a. Pucat
b. Kolaps dan kesadaran menurun/lemah
(bercak–bercak atau
c. Denyut nadi cepat dan lemah (110
perdarahan yang tidak
x/menit atau lebih)
teratur, perdarahan d. Hipotensi
e. Syok hipovolemia
pervaginam, amenorea, mual,
f. Nyeri akut pada abdomen dan panggul
pembengkakan payudara, g. Distensi abdomen
h. Nyeri tekan yang memantuk
vagina dan serviks menjadi
i. Nyeri goyang portio
kebiruan, perlunakan serviks, j. Perut kembung (adanya cairan bebas
uterus sedikit membesar intra abdomen)
k. Ruptur tuba
peningkatan frekuensi
berkemih).
b. Nyeri abdomen dan panggul.
(Fauziyah, 2012)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium : kadar hemoglobin, leukosit, test kehamilan


bila baru terganggu.
2. Dialstasi kuretasi
3. Kuldosentesis, yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah di
dalam kavum duoglasi terdapat darah. Teknik kuldosintesis:
a. Baringkan pasien pada posisi litotomi.

14
b. Bersihkan vulva dan vagina dengan antiseptic.
c. Pasang speculum dan jepit bibir belakang porsio dengan cunam
serviks. Lakukan teraksi ke depan sehiingga foniks posterior tampak.
d. Suntikan jarum spinal no.18 ke cavum Duoglasi dan lakukan
pengisapan dengan semprit 10 ml.
e. Bila pada penghisapan keluar darh, perhatikan apakan darahnya
berwarna coklat kehitaman, tidak membeku atau beupa bekuan kecil
yang merupakan tanda hematokel retrounterina.

4. Ultrasonografi berguna pada 5-10% kasus bila ditemukan kantong gestasi


di luar uterus
(ubay)
Prosedur diagnostik untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik,
antara lain: tes kehamilan urin, konsentrasi beta-manusia gonadotropin chorionic,
USG transvaginal, konsentrasi progesteron serum, dilatasi dan kuretase,
laparoscopy (McQueen, 2011).

2.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan agar bergeser dari mencegah kematian menjadi
mengurangi kesakitan dan mempertahankan kesuburan, apabila dilakukan
diagnosis yang lebih awal. Adapun penatalaksanaan pada kasus kehamilan ektopik
antara lain:
1. Terapi Farmakologi

Terapi medika mentosa dapat dilakukan dengan pemberian metrotexate


(MTX), injeksi intramuskular 50 mg/m2 merupakan pengobatan yang efektif
untuk pasien pasien yang memenuhi kriteria. MTX menonaktifkan hidrofolat,
berkurangnya kadar tetrahidrofolat, akan mengganggu pertumbuhan sel
tropoblas. Kriteria untuk terapi metotreksat adalah: stabil secara hemodinamik
tanpa perdarahan aktif, pasien ingin mempertahankan kesuburannya, tidak
ditemukan pergerakan janin beta-HCG tidak lebih 6000 mlU/ml.

Protokol untuk terapi MTX meliputi dosis tunggal dan dosis multiplel.
Dosis tunggal lebih sering digunskan. Dosis tunggsl memiliki sedikit efek
samping, namun kurang efektif. Efek samping dari MTX yaitu supresi

15
sumsum tulang, peningkatan enzim hepar, ruam kulit, mual, stomatitis, dan
alipecia. Waktu untuk penyembuhan yaitu tiga sampai tujuh minggu setelah
terapi MTX. Adapun kontra indikasinya adalah: imunodefisiensi, ibu
menyusui, alkoholisme, leukopenia, penyakit paru aktif, disfumgsi hati,
disfungsi ginjal, gerakan jantung embrio dan kantung kehamilan lebih dari 3,4
cm. (Fauziyah, 2012)

Protokol Terapi Metrotexate

Protokol Dosis Tunggal Dosis Multiple


Medikasi 50 mg/meter persegi 1 mg/Kg methotexate dan
permukaan tubuh 0.1 mg/Kg leocovorin
methotexate IM
Nilai laboratorium Kadar basal LFTs, Kadar basal LFTs, CBC,dan
CBC,dan fungsi ginjal fungsi ginjal
Medikasi ulang Mengulangi pengobatan Mengurangi pengobatan
jika kadar B-HCG tidak (hingga empat dosis setiap
menurun hingga 15% obat) jika kadar BHCG
antara lain hari ke-4 tidak menurun hingga 15%
sampai hari ke-7 pada masing–masing
pengukuran
Tindak lanjut Kadar B-HCG mulai Kadar B-HCG mulai
menurun dan berlanjut menurung dan berlanjut
sampai tidak terdeteksi sampai tidak terdeteksi
2. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan definitif berupa salpingektomi merupakan terapi
pilihan untuk wanita yang secara hemodinamik tidak stabil. Adapun terapi
pembedahan konservatif yang sepenuhnya sesuai untuk pasien dengan
hemodinamik stabil adalah:

1) Salpingostomi liniar laparoskopik adalah prosedur yang paling sering


digunakan.

2) Salpingektomi parsial merupakan pengankatan bagian tuba falopi yang


rusak dan di indikasikan ketika terdapat kerusakan yang luas atau
perdarahan lanjutan setelah salpingostomi. (Fauziyah, 2012)

16
3) Laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan
dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal
yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu,
keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik.
Hasil ini akan menentukan apakah perlu dilakukan samplingektomi
(pemotongan banian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. (ubay)
3. Penatalaksanaan Medis

Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfuse,


infuse, oksigen, atau dicurgai ada infeksi yang diberikan juga antibiotika dan
anti inflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sepadat mungkin
supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit
(ubay).
Prosedur diagnostik untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik,
antara lain: tes kehamilan urin, konsentrasi beta-manusia gonadotropin chorionic,
USG transvaginal, konsentrasi progesteron serum, dilatasi dan kuretase,
laparoscopy.
Kehamilan dan pada saat yang sama menilai risiko kehamilan ektopik atau
keguguran. Inexscreen tes diagnostik yang membutuhkan 5 tetes urin dan dapat
memberikan hasil dalam waktu lima menit tanpa perlu peralatan spesialis. Dalam
kehamilan normal, ada sekitar 90% utuh hCG di serum atau urin dan 10% atau
kurang dimodifikasi hCG. Tes Inexscreen dapat mendeteksi hCG utuh dan beta
gratis, hCG dalam urin wanita hamil, karena itu memungkinkan diagnosis
kehamilan serta penilaian dari risiko kehamilan ektopik atau keguguran
(McQueen, 2011).
Ketika tes kehamilan urin standar negatif, tapi sejarah atau fisik
pemeriksaan menunjukkan mungkin kehamilan ektopik, maka tingkat serum
subunit hCG harus diukur untuk menyingkirkan tes urine palsu negatif.
Kebanyakan wanita dengan nilai-nilai yang sangat rendah, hCG (<200 IU / L)
akan menyelesaikan kehamilan ektopik tanpa pengobatan, tetapi karena wanita ini
dengan berbagai nilai hCG. Prosedur diagnostik dan, dikombinasikan dengan

17
hCG Estimasi, dapat mengkonfirmasi kehamilan ektopik pada tahap awal. Hal ini
dapat dilakukan USG abdomen atau vagina, tapi vagina dapat memberikan detail
lebih lanjut. Tujuan dari ultrasonografi adalah untuk menemukan kehamilan.
Kantong kehamilan harus terdeteksi antara lima dan enam minggu kehamilan.
Namun, beberapa kehamilan ektopik mungkin tidak terdeteksi dengan USG
vagina saja (McQueen, 2011).
Ada sedikit perubahan progesteron konsentrasi dalam pertama delapan
sampai sepuluh minggu kehamilan. Namun, karena wanita dengan layak
kehamilan intrauterin memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan
mereka dengan kehamilan ektopik atau keguguran, kadar progesteron serum bisa
digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan ektopik. Progesteron serum
kurang dari 16nmol / L menunjukkan kehamilan non-layak, tapi ini terlepas dari
lokasi.
Ketika kehamilan intrauterin tidak divisualisasikan pada ultrasound
dengan hCG di atas diskriminatif zona, dianggap bahwa kehamilan adalah non-
layak atau ektopik. Dalam keadaan ini dilatasi dan kuretase dilakukan untuk
mengkonfirmasi intrauterine kehamilan. Dilatasi dan kuretase dilakukan di bawah
anestesi umum, serviks melebar dan kuretase diambil oleh gesekan jaringan dari
lapisan rahim. Jika tidak ada kuretase endometrium dengan villi chorionic ini
dapat menandakan kehamilan ektopik. Meskipun penggunaan hCG Estimasi dan
transvaginal USG telah mengurangi kebutuhan untuk laparoskopi, ketika dilatasi
dan kuretase menunjukkan tidak adanya villi chorionic, laparoskopi dilakukan
untuk tersangka kehamilan ektopik
Laparoskopi memungkinkan visualisasi langsung organ panggul
menggunakan teleskop dan serat optik cahaya. Prosedur ini dilakukan di
operasi teater di bawah anestesi umum. Setelah kateterisasi pasien ditempatkan di
posisi Trendelenburg. Posisi ini digunakan untuk menggantikan organ perut ke
atas dari panggul. Dua sampai tiga liter gas karbon dioksida diperkenalkan ke
dalam rongga perut untuk melindungi organ-organ perut dari kerusakan selama
prosedur. Teleskop dimasukkan melalui sayatan kecil di bawah umbilikus.
instrumen lain, dilakukan melalui sayatan kecil di dekat garis rambut panggul,
memungkinkan manipulasi dalam rongga panggul untuk membantu visualisasi.

18
Setelah menyelesaikan prosedur, karbon dioksida dilepaskan dan sayatan
kecil dijahit atau tertutup dengan klip. Ini jelas prosedur invasif dan di samping
untuk risiko yang terkait dengan anestesi umum, di pemulihan pasien mungkin
mengalami kembung dan sakit bahu. Hal ini karena gas sisa iritasi saraf frenikus,
tapi harus menyelesaikan dalam beberapa hari sebagai gas yang tersisa diserap.
Analgesik ringan seperti parasetamol biasanya cukup untuk meringankan
ketidaknyamanan. Hal ini juga penting untuk memberikan wanita dan keluarganya
dengan informasi, jaminan, dan dukungan emosional dan psikologis.

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat akibat kehamilan ektopik, yaitu: ruptur tuba atau
uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan
masif, syok,DIC, dan kematian. Komplikasi yang timbul akibat pembedahan
antara lain: perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih,
ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan
anastesi (Fauziyah, 2012).

19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian
Data Subyektif
1. Biodata
Nama istri/suami, umur istri/suami, agama istri/suami, pendidikan
istri/suami, pekerjaan istri/suami, penghasilan istri/suami, alamat
istri/suami.

2. Keluhan Utama

a. Amenorea

 Lamanya amenorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa


bulan.

 Dengan amenorea dapat dijumpai tanda-tanda hamil muda, yaitu


morning sickness, mual muntah, terjadi perasaan ngidam.

b. Terjadi nyeri abdomen

 Nyeri abdomen disebabkan kehamilan tuba yang pecah.

 Rasa nyeri dapat menjalar ke seluruh abdomen tergantung dari


pendarahan di dalamnya.

 Bila rangsangan darah pada abdomen mencapai diafragma dapat


terjadi nyeri di daerah tuba.

 Bila darahnya membentuk hematokel yaitu timbunan di daerah


kavum doubglas akan terjadi rasa nyeri di bagian bawah dan saat
buang air besar.

c. Perdarahan

20
 Terjadi abortus atau ruptura kehamilan tuba terdapat perdarahan ke
dalam kavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi.

 Darah yang tertimbun dalam kavum abdomen tidak berfungsi


sehingga terjadi gangguan dan sirkulasi umum yang menyebabkan
nadi meningkat, TD menurun sampai jatuh dalam keadaan syok.

 Hilangnya darah dari peredaran darah umum yang mengakibatkan


penderita tampak anemis, daerah ekstremitas dingin, berkeringat
dingin, kesadaran menurun, dan pada abdomen terdapat timbunan
darah.

 Setelah kehamilannya mati desidua dalam kavum uteri dikeluarkan


dalam bentuk desidua spuria, seluruhnya dikeluarkan bersama dan
dalam bentuk perdarahan hitam seperti hitam.

3. Riwayat Penyakit yang Lalu

 Asma/sesak nafas

Dapat membuat sirkulasi O2 menurun, potensial terjadi gawat janin.

 Jantung

Pengaruh penyakit jantung pada kehamilan dapat menyebabkan


gangguan pertumbuhan janin dan bahaya yang terjadi: payah jantung
semakin berat, kelahiran premature, dalam persalinan (bayi tidak
segera menangis dan bayi dapat lahir mati).

 Tekanan darah tinggi

Potensial terjadi eklamsia dan pre-eklamsia.

 Kencing manis

Kehamilan akan memperberat kencing manis, bahaya yang dapat


terjadi:

21
a) Persalinan premature (belum cukup bulan, > 37 minggu)

b) Hidramnion

c) Kelainan bawaan

d) Kelahiran bayi > 4000 gram

e) Kematian bayi prenatal (bayi baru lahir > 7 hari)

4. Riwayat Kesehatan Sekarang

 Asma/sesak nafas

Dapat membuat sirkulasi O2 menurun, potensial terjadi gawat janin.

 Jantung

Pengaruh penyakit jantung pada kehamilan dapat menyebabkan


gangguan pertumbuhan janin dan bahaya yang terjadi: payah jantung
semakin berat, kelahiran premature, dalam persalinan (bayi tidak
segera menangis dan bayi dapat lahir mati).

 Tekanan darah tinggi

Jika TD ≥ 140/90 mmHg atau terjadi kenaikan sistole ≥ 30 mmHg dan


diastole ≥ 15 mmHg maka potensia terjadi PE, jika terjadi pre eklamsia
potensial terjadi eklamsia.

 Kencing manis

Kehamilan akan memperberat kencing manis, bahaya yang dapat


terjadi:

a) Persalinan premature (belum cukup bulan, > 37 minggu)

b) Hidramnion

c) Kelainan bawaan

22
d) Kelahiran bayi > 4000 gram

e) Kematian bayi prenatal (bayi baru lahir > 7 hari)

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Ditanyakan mengenai latar belakang terutama:

 Anggota keluarga yang mempunyai penyakit tertentu terutama


penyakit menular seperti TBC, hepatitis.

 Penyakit keluarga yang diturunkan seperti kencing manis, kelainan


pembekuan darah, penyakit jiwa, dan asma.

 Riwayat kehamilan kembar. Faktor yang meningkatkan kemungkinan


hamil kembar adalah faktor ras, keturunan, umur, wanita, dan paritas.
Oleh karena itu, apabila yang pernah melahirkan atau hamil dengan
anak kembar harus diwaspadai karena hal ini bisa menurun pada ibu.

 Riwayat persalinan preterm, yang juga diwaspadai karena juga dapat


menrun pada ibu.

6. Riwayat Ginekologi

Untuk mengetahui adakah kelainan pada alat kandungan seperti ibu yang
mengalami penyakit radang panggul (akut/kronik) dan kista ovari.

7. Riwayat Haid

Perlu ditanyakan dan dicatat antara lain: umur, menarche, frekuensi atau
siklus menstruasi, lamanya menstruasi, disminore atau keluhan saat
menstruasi, dan HPHT sebelum hamil untuk menghitung tanggal tafsiran
persalinan serta menghitung usia kehamilan.

8. Riwayat Pernikahan

Ibu menikah berapa kali, lamanya, umur pertama kali menikah

23
 Jika lama menikah > 4 tahun tetapi belum hamil bisa menyebabkan
masalah pada kehamilan (persalinan preterm), persalinan tidak lancar,
dan pre eklamsia.

 Lama menikah < 2 tahun sudah punya > anak bahaya perdarahan
setelah bayi lahir karena kondisi ibu masih lemah, bayi premature,
BBLR.

 Umur pertama kali menikah < 18 tahun pinggulnya belum cukup


pertumbuhannya sehingga jika hamil mengalami kesulitan waktu
melahirkan.

 Jika hamil > 35 tahun bahayanya bisa terjadi hipertensi, pre eklamsia,
KPD, persalinan tidak lancar atau macet, perdarahan setelah bayi lahir
dan BBLR.

9. Riwayat Kehamilan, Persalian, Nifas yang Lalu

Kehamilan yang lalu mengalami gangguan atau tidak, seperti mual


muntah, perdarahan yang banyak, nyeri kepala, gangguan penglihatan,
anak lahir spontan atau tidak, aterm atau premature atau dismature,
ditolong oleh dokter, bidan atau dukun. Berat badan bayi lahir, PBL, jenis
kelamin, hidup/meninggal, bila meninggal sebabnya apa, bagaimana
plasenta lahir, perdarahan atu tidak, masa nifas terdapat penyulit/tidak
(seperti perdarahan/demam), laktasi.

10. Riwayat Kehamilan Sekarang

 Berapa kali periksa dan dimana

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan setiap 4 minggu jika segala sesuatu


normal sampai kehamilan 28 minggu, sesuadah itu pemriksaan
dilakukan tiap 2 minggu dan sesudah 36 minggu pemeriksaan
dilakukan tiap minggu.

24
 Gerakan janin: umumnya gerakan janin dirasakan ibu pada kehamilan
18 minggu pada primigravida dan kehamilan 16 minggu pada
kehamilan multigravida. Pengamatan pergerakan janin dilakukan
setiap hari setelah usia kehamilan > 28 minggu.

 Masalah dan tanda bahaya seperti perdarahan yang keluar dari vagina,
penglihatan kabur, bengkak pada muka atau kaki, nyeri perut, sakit
kepala yang hebat, muntah-muntah yang hebat, tidak merasakan
gerakan janin.

 Keluhan-keluhan yang lazim pada kehamilan.

 Imunisasi TT diberikan sekurang-kurangnya diberikan 2 kali dengan


interval minimal 4 minggu, kecuali bila sebelumnya ibu pernah
mendapat TT 2 kali pada kehamilan yang lalu atau pada calon
pengantin. Maka TT cukup diberikan 1 kali (TT boster). Pemberian TT
pada ibu hamil tidak membahayakan janin walaupun diberikan pada
hamil muda.

 Pemberian vitamin zat besi: tablet sehari segera rasa mual hilang,
minimal sebanyak 90 tablet selama kehamilan.

 Riwayat kehamialan sekarang membantu bidan untuk menentukan usia


kehamilan, memberikan konseling tentang keluhan hamil yang biasa,
dan dapat mendeteksi adanya komplikasi.

11. Riwayat KB

Untuk mengetahui jenis KB yang dipakai ibu sebelum hamil, sudah


beberapa lama ibu menggunakan KB tersebut, apa yang ibu keluhkan
selam mengguanakan KB tersebut. Hal tersebut untuk meniali resiko KB
yang dipakai.

12. Resiko Psiko Sosial Spiritual

a. Keadaan psikologi

25
Perasaan ibu menghadapi kehamilan ini, kehamilan ini direncanakan
atau tidak, harapan kehamilan saat ini.

b. Keadaan social

Hubungan dengan suami, hubungan dengan anggota keluarga yang


lain, hubungan dengan nakes, rencana melahirkan, dukungan dari
suami, pengambil keputusan dalam keluarga.

c. Keadaan spiritual

Pola peribadatan (sholat, berdoa, keagamaan yang lain).

13. Pola Kebiasaan Sehari-hari

a. Pola nutrisi

Aspek ini adalah komponen penting dalam riwayat prenatal. Status


nutrisi memiliki efek samping langsung pada pertumbuhan dan
perkembangan janin dan bumil. Jumlah kategori yang dibutuhkan ibu
hamil adalah 300 kalori/hari dengan komposisi menu seimbang.

b. Pola istirahat

Ibu hamil dianjurkan untuk aktif, berjalan dan terlibat aktifitas-aktifitas


yang normal. Tetapi tidak melelahkan memastikan bayi yang
dikandung sehat dan tidak terlalu besar. Ibu hamil idealnya istirahat
kurang lebih 6-7 jam tiap harinya.

c. Pola aktivitas

Ibu hamil dianjurkan untuk aktifitas fisik secara teratur, jangan sampai
lelah atau kelebihan karena akan membuat perfusi darah berkurang
sehingga penyaluran oksigen ke plasenta menurun.

d. Pola eliminasi

26
Perlu dikaji terakhir kali ibu BAB dan BAK, karena kandung kemih
penuh akan mengganggu pemeriksaan begitu juga dengan BAB.

e. Pola hygiene

Ibu hamil harus selalu menjaga kebersihan.

f. Pola seksualitas

Aktivitas seksualitas tidak dilarang samapi akhir kehamilan. Umumnya


pada ibu TM I mengalami penurunan libido. Pada TM II libido
kembali normal tetapi harus hati-hati karena dapat menyebabkan
keguguran. Pada TM III akan menurun kembali karena kekhawatiran
dari si ibu untuk mempersiapkan persalinan.

g. Kebiasaan lain

Bahaya tersebut akibat penggunaan obat-obatan yaitu menyebabkan


efek pada pertumbuhan janin, peningatan mortalitas dan morbiditas
bayi dan perinatal. Dapat juga meningkatkan frekuensi persalinan
prematur, KPD, plasenta previa, dan kematian janin.
Data Objektif
1. Pemeriksaan umum

Untuk mengetahui keadaan umum ibu, tanda-tanda vital , yang akan


brtpengaruh pada langkah asuhan berikutnya.

Keadaan umum : baik/cukup/ lemah.

Kesadaran : Composmentis/ samnolen/ apatis/soporocoma/koma

Tekanan darah 90/60-140/90mmHg

Nadi : 60-80 x/menit.

Suhu : 36,1-37,6

Pernafasan : 16-24x/menit.

27
2. Pemeriksaan fisik(inspeksi dan palpasi)
Inspeksi
Wajah : adakah oedem/tidak,pucat atau tidak.
Kepala : adakah oedem/tidak adakah benjolan/tidak distribusi rambut,
kebershan kulit kepala
Mata : apakah sclera ikterus/tidak, konjungtiva anemis/tidak
Telinga : ada secret/tidak ada cearies/tidak dalam kehamilan sering timbul
stomatis dan gingivitis yang mengandung pembuluh darah .
Leher : adakah pembesar kelenjar tyroid dan kelenjar limfe, adakan
bendungan vena jugularis.
Dada : payudara tegang, hiperpigmentasi areola mamae, puting susu
menonjol/datar/masuk, napas teratur/tidak sesak/tidak.
Abdomen : apakah ada luka , bekas operasi, apakah tampak striae livide,
striae albican, linea nigra, apakah pembaesaran perut membujur
sesuai umur kehamilan.
Genetalia : bersih/tidak ada kelainan atau tidak ada varies/tidak ada
oedeme/tidak.
Ektermitas :oedeme/tidak , varises/tidak.
Palpasi
Abdomen :
Leopold I : UK 28 minggu TFU 3 jari atas pusat
UK 32 minggu TFU pertengahan pusat-px
UK 36 minggu TFU jari di bawah px
UK 38 minggu TFU setinggi px
UK 40 minggu TFU pertengahan pusat px
Bagian apa yang teraba di fundus apabila keras, bulat,
melenting(kepala) atau bulat , lunak tidak melenting (bokong)
Leopold II : apakah yang ada disamping kanan dan kiri perut ibu apabila
teraba keras memanjang seperti papan (punggung)dan bagian-
bagian kecil janin.
Leopold III : untuk menentukan bagian terbawah janin , apakah sudah masuk
PAP atau belum.

28
Leopold IV: untuk menentukan seberapa jauh bagian terbawah janin masuk
PAP.
TBJ: menggunakan rumus Mc. Donald
TBJ: (TFU-letak janin)x155
Keterangan letak janin:
13= kepala belum masuk PAP
12=kepala merapat PAP
11=kepala masuk PAP
Ekstremitas : Oedem/tidak, whezing ada/tidak
DJJ : Ronchi ada/tidak frekuensi 120-160 x/menit jelas terdengar
disebelah mana.
3. Tes laboratorium
Apakah dilakukan tes laboratorium untuk menegakan diagnose.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan perdarahan
2. Resiko syok
3. Resiko infeksi
4. Nyeri akut berhubungan dengan kemajuan kehamilan tuba
5. Ansietas berhubungan dengan prosedur tindakan operasi yang akan
dilakukan

3.3 Intervensi
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan perdarahan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam
volume cairan dan elektrolit di dalam tubuh pasien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil:
a. TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

29
c. Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
Intervensi:
a. Pertahankan cairan intake dan output yang akurat
b. Dorong pasien untuk disiplin minum obat oral
c. Berikan pengganti nasogatrik sesuai output
d. Monitor tingkat Hb dan Ht
e. Kolaborasikan pemberian cairan IV
2. Resiko syok
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam tidak
terjadi perdarahan pada pasien
Kriteria Hasil:
a. Irama jantung, frekuensi nafas, irama pernapasan dalam batas normal
b. Natrium serum, kalium serum, klorida serum, kalsium serum,
magnesium serum dalam batas normal
c. PH darah serum dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau nilai lab: Hb, Ht, AGD dan elektrolit
b. Monitor tanda awal gejala syok
c. Monitor fungsi neorologis
d. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok
e. Ajarkan keluarga dan pasien tentang lankah untuk megatasi gejala
syok
f. Koaborasikan pemberian cairan IV dan atau oral serta vasodilator yang
tepat
3. Resiko infeksi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam tidaka
ada tanda gejala infeksi di daerah genetalia
Kriteria Hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal

30
d. Menunjukkan perilaku sehat
Intervensi:
a. Pertahankan teknik isolasi
b. Cuci tangan tiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
c. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasanagn alat
d. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
e. Monitor hitung granulosit, WBC
f. Kolaborasikan pemberian antibiotik

31
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah gangguan yang muncul akibat


implantasi hasil konsepsi (blastosit) diluar endometrium kavum uteri (95%) yang
terjadi abortus tubariia atau rupture tuba muoun yang belum (kehamilan ektopik
belum terganggu). Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam
hari ini ialah sebagai berikut: faktor tuba (salpingitis, perlekatan tuba, kelainan
kongenetal tuba, pembedahan sebelumnya, endometriosis, tumor yang mengubah
bentuk tuba dan kehamilan ektopik sebelumnya), kelainan zigot, faktor ovarium,
penggunaan hormone eksogen.
Adapun gejala dan tanda yang dirasakan antara lain: amonerea/tidak haid;
nyeri perut bagian bawah; perdarahan per vaginam ireguler (biasanya dalam
bentuk bercak–bercak darah); rasa sakit pada salah satu sisi panggul; tampak
pucat; tekanan darah rendah, denyut nadi meningkat, ibu hamil mengalami
pingsan dan terkadang disertai nyeri bahu akibat iritasi diagfragma dari
hemoperitoneum.

4.2 Saran

Penulis menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,


kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
dipertanggung jawabkan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Fauziya, Yulia. 2012. Obstetri Patologi. Yogyakarta: Nuha Medika


Norma, Nita & Dwi, Mustika. 2013. Asuhan Kebidanan: PATOLOGI. Yogyakarta:
Nuha Medika
Nurarif, Amin Huda & Kusuma Hardhi. 2015. NANDA NIC-NOC jilid 2.
Yoyakarta: Medi Action

33

Anda mungkin juga menyukai