KEHAMILAN EKTOPIK
1. Ansori (14201.06.14001)
PAJARAKAN - PROBOLINGGO
1
TAHUN AKADEMIK 2016-2017
HALAMAN PENGESAHAN
MAKALAH
KEHAMILAN EKTOPIK
Sistem Reproduksi II
Mengetahui,
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.
atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar
menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.
2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep. Ns., M.Kes. sebagai Ketua STIKES
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................2
1.3 Tujuan ..................................................................................................2
1.4 Mamfaat ..............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi................................................................................................5
2.2 Epidemiologi.......................................................................................5
2.3 Klasifikasi............................................................................................6
2.4 Etiologi................................................................................................8
2.5 Patofisiologi.........................................................................................9
2.6 Manifestasi Klinis................................................................................13
2.7 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................14
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................15
2.9 Komplikasi...........................................................................................17
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian............................................................................................18
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................21
3.3 Rencana Keperawatan.........................................................................21
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan.......................................................................................23
4.2 Saran..................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
dua di tuba, kadang sulit dilihat vilichorealis menembus endosapling dan masuk
dalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya, tergantung dari beberapa faktor, yaitu: tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya pendarahan yang terjadi oleh
invasi trovoblas (Fauziyah, 2012).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
6
10. Untuk mengetahui pengkajian yang dilakukan pada penderita kehamilan
ektopik.
1.4 Manfaat
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar rongga
rahin, janin tidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali.
Kehamilan ektopik mengalami abortus atau ruptur apabila apabila kapasitas
melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba. Kehamilan ektopik merupakan
istilah yang lebih luas dari pada kehamilan ekstrauteri; karena istilah ini juga
mencangkup kehamilan di pars interstisialis tuba, kehamilan di kornu, dan
kehamilan di serviks. Kehamilan ektopik disebut juga ectopic gestation dan
eceecyesis (Fauziyah, 2012).
2.2 Epidemiologi
Sepertiga dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, untuk
selanjutnya dapat hamil kembali pada sepertiga wanita dan beberapa wanita tidak
hamil lagi. Kemungkinan wanita dapat berhasil hamil, tergantung dari: faktor usia,
apakah sudah memiliki anak dan mengapa kehamilan ektopik pertama terjadi.
8
Sedangkan tingkat kematian akibat kehamilan ektopik telah terjadi penurunan
dalam 30 tahun terakhir menjadi kurang dari 0,1% (Fauziyah, 2012).
2.3 Klasifikasi
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba. Tempat
implantasiyang paling sering adalah ampula, kemudian isthmus, fimbriae, serta
uterus intersisialis. Sedangkan kehamilan ektopik non-tuba sangat jarang terjadi,
tetapi dapat terjadi pada abdomen, ovarium, atau servik. Beberapa klasifikasi
kehamilan ektopik adalah:
1. Kehamilan interstisial (kornual)
Kehamilan interstisial merupakan kehamilan yang implantasi
embrionya di tuba falopi. Pasien menunjukkan gejala yang cukup lama,
sulit didiagnosa dan lesi menyebabkan perdarahan masif ketika terjadi
ruptur. Pada usia kehamilan 6-10 minggu akan terganggu. Hasil konsepsi
dapatmati dan diresorbsi, abortus spontan, ruptur tuba. Angka kematian
ibu akibat kehamilan interstisial adalah 2% penanganan pada kasus ini
dengan laparotomi.
2. Kehamilan ovarium
Kehamilan di ovarium lebih sering di kaitkan dengan perdarahan
dalam jumlah banyak dan pasien sering mengalami ruptur kista korpus
luteum secara klinis, pecahnya ovarium, torsi, endometriosis.
3. Kehamilan servik
Kehamilan servik merupakan kehamilan dengan nidasi di kanalis
servikalis, dinding servik menjadi tipis dan membesar. Dan kehamilan di
servikalis ini jarang dijumpai. Tanda dari kehamilan ini adalah kehamilan
terganggu, perdarahan, tanpa nyeri, abortus spontan. Terapinya adalah
histeroktomi.
4. Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal terbagi menjadi: primer (implantasi dibuahi,
langsung pada peritonium/kavum abdominal) dan sekunder (embrio masih
hidup dari tempat primer). Kehamilan dapat aterm dan fetus hidup, namun
didapatkan cacat. Fetus mati, degenerasi dan maserasi, infiltrasi lemak jadi
9
lithopedion/fetus papyraceus. Terapi kehamilan abdominal adalah
laparatomi, plasenta di biarkan (terbsorsi). (Fauziyah, 2012)
2.4 Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik belum diketahui secara pasti. Namun deikian,
penyebab kehamilan ektopik yang paling sering adalah faktor tuba (95%).
Dibawah ini merupakan penyebab kehamilan ektopik:
1. Faktor dalam lumen tuba
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan menyebabkan endosalping,
sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
b. Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk keluk dan hal ini
sering disertai fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastik stenlisasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab
lumen tuba menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba
a. Endometrios tuba (tuba terkutuk) dapat memudahkan implantasi telur
yang dibuahi dalam tuba.
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium asesorius tubae dapat menahan
telur yang dibuahi di tempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain
a. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari luar ovarium kanan ke tuba kii
atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke
uterus. Pertumbuhan yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
prematur.
10
Dari beberapa studi factor resiko yang di perkirakan penyebabnya adalah :
2.5 Patofisiologi
Proses implantasi ovum di ekstrauterin, pada dasarnya sama dengan yang
terjadi di intarauterin. Pada patofisiologi ini, akan diambil contoh implantasi di
tuba. Telur di tuba berimplantasi secara kolumnar atau interklumnar. Pada nidasi
secara kolumnar telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosaiping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskulararisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan di reabrorsi. Pada implantasi interkolumnar,
telur berimplantasi pada dua jonjot endosapling. Setelah tempat implantasi
tertutup, maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desi
dua di tuba, kadang sulit dilihat vilichorealis menembus endosapling dan masuk
dalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya, tergantung dari beberapa faktor, yaitu: tempat
11
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya pendarahan yang terjadi oleh
invasi trovoblas.
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
dari graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lebak, endometrium dapat
berubah menjadi desidua. Beberapa peubahan pada endometrium yaitu: sel epitel
membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi lobuler, dan bentuknya ireguler.
Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi
menempelsel lumial. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dapat juga
ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan, disebut sebagai
reaksiarias-stella
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
di keluarkan secara utuh atau berkeping–keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik berasal dari uterus di sebabkan pelepasan desidua yang
degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba hanya berumur 6-10 minggu, karena
tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh
secara utuh seperti uterus. Beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu:
1. Hasil konsepsi mati dini dan resorbsi
Pada imlantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasiyang kurang dan dengan mudah direpsorsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanyanya dinding pembuluh darah
oleh villi oleh korealis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan embrio dari dinding tersebut bersama–sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta
dan membran terhadap dinding tuba terpisah bila terjadi pemisahan
sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melaui ujung fimbrae tuba
ke dalam kavum peritoniun. Dalam keadaan tersebut, perdarahan berhenti
dan gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dariruptur dinding tuba adalah penembusan dinding
vilikorialis ke dalam lapisan muskuralis tuba ke peritonium. Ruptur tuba
sering terjadi bila ovum dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya
terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars
12
intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Rupteur dapat terjadi secara
spontan, atau yang disebabkan oleh trauma ringan seperti pada koitus dan
pemeriksaan vagina.
(Fauziyah, 2012)
13
2.6 Manifestasi Klinis
Ibu hamil yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan gejala pada
usia kehamilan 6-10 minggu. Adapun gejala dan tanda yang dirasakan antara lain:
amonerea/tidak haid; nyeri perut bagian bawah; perdarahan per vaginam ireguler
(biasanya dalam bentuk bercak–bercak darah); rasa sakit pada salah satu sisi
panggul; tampak pucat; tekanan darah rendah, denyut nadi meningkat, ibu hamil
mengalami pingsan dan terkadang disertai nyeri bahu akibat iritasi diagfragma
dari hemoperitoneum.
14
b. Bersihkan vulva dan vagina dengan antiseptic.
c. Pasang speculum dan jepit bibir belakang porsio dengan cunam
serviks. Lakukan teraksi ke depan sehiingga foniks posterior tampak.
d. Suntikan jarum spinal no.18 ke cavum Duoglasi dan lakukan
pengisapan dengan semprit 10 ml.
e. Bila pada penghisapan keluar darh, perhatikan apakan darahnya
berwarna coklat kehitaman, tidak membeku atau beupa bekuan kecil
yang merupakan tanda hematokel retrounterina.
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan agar bergeser dari mencegah kematian menjadi
mengurangi kesakitan dan mempertahankan kesuburan, apabila dilakukan
diagnosis yang lebih awal. Adapun penatalaksanaan pada kasus kehamilan ektopik
antara lain:
1. Terapi Farmakologi
Protokol untuk terapi MTX meliputi dosis tunggal dan dosis multiplel.
Dosis tunggal lebih sering digunskan. Dosis tunggsl memiliki sedikit efek
samping, namun kurang efektif. Efek samping dari MTX yaitu supresi
15
sumsum tulang, peningkatan enzim hepar, ruam kulit, mual, stomatitis, dan
alipecia. Waktu untuk penyembuhan yaitu tiga sampai tujuh minggu setelah
terapi MTX. Adapun kontra indikasinya adalah: imunodefisiensi, ibu
menyusui, alkoholisme, leukopenia, penyakit paru aktif, disfumgsi hati,
disfungsi ginjal, gerakan jantung embrio dan kantung kehamilan lebih dari 3,4
cm. (Fauziyah, 2012)
16
3) Laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan
dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal
yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu,
keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik.
Hasil ini akan menentukan apakah perlu dilakukan samplingektomi
(pemotongan banian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. (ubay)
3. Penatalaksanaan Medis
17
hCG Estimasi, dapat mengkonfirmasi kehamilan ektopik pada tahap awal. Hal ini
dapat dilakukan USG abdomen atau vagina, tapi vagina dapat memberikan detail
lebih lanjut. Tujuan dari ultrasonografi adalah untuk menemukan kehamilan.
Kantong kehamilan harus terdeteksi antara lima dan enam minggu kehamilan.
Namun, beberapa kehamilan ektopik mungkin tidak terdeteksi dengan USG
vagina saja (McQueen, 2011).
Ada sedikit perubahan progesteron konsentrasi dalam pertama delapan
sampai sepuluh minggu kehamilan. Namun, karena wanita dengan layak
kehamilan intrauterin memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan
mereka dengan kehamilan ektopik atau keguguran, kadar progesteron serum bisa
digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan ektopik. Progesteron serum
kurang dari 16nmol / L menunjukkan kehamilan non-layak, tapi ini terlepas dari
lokasi.
Ketika kehamilan intrauterin tidak divisualisasikan pada ultrasound
dengan hCG di atas diskriminatif zona, dianggap bahwa kehamilan adalah non-
layak atau ektopik. Dalam keadaan ini dilatasi dan kuretase dilakukan untuk
mengkonfirmasi intrauterine kehamilan. Dilatasi dan kuretase dilakukan di bawah
anestesi umum, serviks melebar dan kuretase diambil oleh gesekan jaringan dari
lapisan rahim. Jika tidak ada kuretase endometrium dengan villi chorionic ini
dapat menandakan kehamilan ektopik. Meskipun penggunaan hCG Estimasi dan
transvaginal USG telah mengurangi kebutuhan untuk laparoskopi, ketika dilatasi
dan kuretase menunjukkan tidak adanya villi chorionic, laparoskopi dilakukan
untuk tersangka kehamilan ektopik
Laparoskopi memungkinkan visualisasi langsung organ panggul
menggunakan teleskop dan serat optik cahaya. Prosedur ini dilakukan di
operasi teater di bawah anestesi umum. Setelah kateterisasi pasien ditempatkan di
posisi Trendelenburg. Posisi ini digunakan untuk menggantikan organ perut ke
atas dari panggul. Dua sampai tiga liter gas karbon dioksida diperkenalkan ke
dalam rongga perut untuk melindungi organ-organ perut dari kerusakan selama
prosedur. Teleskop dimasukkan melalui sayatan kecil di bawah umbilikus.
instrumen lain, dilakukan melalui sayatan kecil di dekat garis rambut panggul,
memungkinkan manipulasi dalam rongga panggul untuk membantu visualisasi.
18
Setelah menyelesaikan prosedur, karbon dioksida dilepaskan dan sayatan
kecil dijahit atau tertutup dengan klip. Ini jelas prosedur invasif dan di samping
untuk risiko yang terkait dengan anestesi umum, di pemulihan pasien mungkin
mengalami kembung dan sakit bahu. Hal ini karena gas sisa iritasi saraf frenikus,
tapi harus menyelesaikan dalam beberapa hari sebagai gas yang tersisa diserap.
Analgesik ringan seperti parasetamol biasanya cukup untuk meringankan
ketidaknyamanan. Hal ini juga penting untuk memberikan wanita dan keluarganya
dengan informasi, jaminan, dan dukungan emosional dan psikologis.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat akibat kehamilan ektopik, yaitu: ruptur tuba atau
uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan
masif, syok,DIC, dan kematian. Komplikasi yang timbul akibat pembedahan
antara lain: perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih,
ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan
anastesi (Fauziyah, 2012).
19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 Pengkajian
Data Subyektif
1. Biodata
Nama istri/suami, umur istri/suami, agama istri/suami, pendidikan
istri/suami, pekerjaan istri/suami, penghasilan istri/suami, alamat
istri/suami.
2. Keluhan Utama
a. Amenorea
c. Perdarahan
20
Terjadi abortus atau ruptura kehamilan tuba terdapat perdarahan ke
dalam kavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi.
Asma/sesak nafas
Jantung
Kencing manis
21
a) Persalinan premature (belum cukup bulan, > 37 minggu)
b) Hidramnion
c) Kelainan bawaan
Asma/sesak nafas
Jantung
Kencing manis
b) Hidramnion
c) Kelainan bawaan
22
d) Kelahiran bayi > 4000 gram
6. Riwayat Ginekologi
Untuk mengetahui adakah kelainan pada alat kandungan seperti ibu yang
mengalami penyakit radang panggul (akut/kronik) dan kista ovari.
7. Riwayat Haid
Perlu ditanyakan dan dicatat antara lain: umur, menarche, frekuensi atau
siklus menstruasi, lamanya menstruasi, disminore atau keluhan saat
menstruasi, dan HPHT sebelum hamil untuk menghitung tanggal tafsiran
persalinan serta menghitung usia kehamilan.
8. Riwayat Pernikahan
23
Jika lama menikah > 4 tahun tetapi belum hamil bisa menyebabkan
masalah pada kehamilan (persalinan preterm), persalinan tidak lancar,
dan pre eklamsia.
Lama menikah < 2 tahun sudah punya > anak bahaya perdarahan
setelah bayi lahir karena kondisi ibu masih lemah, bayi premature,
BBLR.
Jika hamil > 35 tahun bahayanya bisa terjadi hipertensi, pre eklamsia,
KPD, persalinan tidak lancar atau macet, perdarahan setelah bayi lahir
dan BBLR.
24
Gerakan janin: umumnya gerakan janin dirasakan ibu pada kehamilan
18 minggu pada primigravida dan kehamilan 16 minggu pada
kehamilan multigravida. Pengamatan pergerakan janin dilakukan
setiap hari setelah usia kehamilan > 28 minggu.
Masalah dan tanda bahaya seperti perdarahan yang keluar dari vagina,
penglihatan kabur, bengkak pada muka atau kaki, nyeri perut, sakit
kepala yang hebat, muntah-muntah yang hebat, tidak merasakan
gerakan janin.
Pemberian vitamin zat besi: tablet sehari segera rasa mual hilang,
minimal sebanyak 90 tablet selama kehamilan.
11. Riwayat KB
a. Keadaan psikologi
25
Perasaan ibu menghadapi kehamilan ini, kehamilan ini direncanakan
atau tidak, harapan kehamilan saat ini.
b. Keadaan social
c. Keadaan spiritual
a. Pola nutrisi
b. Pola istirahat
c. Pola aktivitas
Ibu hamil dianjurkan untuk aktifitas fisik secara teratur, jangan sampai
lelah atau kelebihan karena akan membuat perfusi darah berkurang
sehingga penyaluran oksigen ke plasenta menurun.
d. Pola eliminasi
26
Perlu dikaji terakhir kali ibu BAB dan BAK, karena kandung kemih
penuh akan mengganggu pemeriksaan begitu juga dengan BAB.
e. Pola hygiene
f. Pola seksualitas
g. Kebiasaan lain
Suhu : 36,1-37,6
Pernafasan : 16-24x/menit.
27
2. Pemeriksaan fisik(inspeksi dan palpasi)
Inspeksi
Wajah : adakah oedem/tidak,pucat atau tidak.
Kepala : adakah oedem/tidak adakah benjolan/tidak distribusi rambut,
kebershan kulit kepala
Mata : apakah sclera ikterus/tidak, konjungtiva anemis/tidak
Telinga : ada secret/tidak ada cearies/tidak dalam kehamilan sering timbul
stomatis dan gingivitis yang mengandung pembuluh darah .
Leher : adakah pembesar kelenjar tyroid dan kelenjar limfe, adakan
bendungan vena jugularis.
Dada : payudara tegang, hiperpigmentasi areola mamae, puting susu
menonjol/datar/masuk, napas teratur/tidak sesak/tidak.
Abdomen : apakah ada luka , bekas operasi, apakah tampak striae livide,
striae albican, linea nigra, apakah pembaesaran perut membujur
sesuai umur kehamilan.
Genetalia : bersih/tidak ada kelainan atau tidak ada varies/tidak ada
oedeme/tidak.
Ektermitas :oedeme/tidak , varises/tidak.
Palpasi
Abdomen :
Leopold I : UK 28 minggu TFU 3 jari atas pusat
UK 32 minggu TFU pertengahan pusat-px
UK 36 minggu TFU jari di bawah px
UK 38 minggu TFU setinggi px
UK 40 minggu TFU pertengahan pusat px
Bagian apa yang teraba di fundus apabila keras, bulat,
melenting(kepala) atau bulat , lunak tidak melenting (bokong)
Leopold II : apakah yang ada disamping kanan dan kiri perut ibu apabila
teraba keras memanjang seperti papan (punggung)dan bagian-
bagian kecil janin.
Leopold III : untuk menentukan bagian terbawah janin , apakah sudah masuk
PAP atau belum.
28
Leopold IV: untuk menentukan seberapa jauh bagian terbawah janin masuk
PAP.
TBJ: menggunakan rumus Mc. Donald
TBJ: (TFU-letak janin)x155
Keterangan letak janin:
13= kepala belum masuk PAP
12=kepala merapat PAP
11=kepala masuk PAP
Ekstremitas : Oedem/tidak, whezing ada/tidak
DJJ : Ronchi ada/tidak frekuensi 120-160 x/menit jelas terdengar
disebelah mana.
3. Tes laboratorium
Apakah dilakukan tes laboratorium untuk menegakan diagnose.
3.3 Intervensi
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan perdarahan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam
volume cairan dan elektrolit di dalam tubuh pasien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil:
a. TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
29
c. Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
Intervensi:
a. Pertahankan cairan intake dan output yang akurat
b. Dorong pasien untuk disiplin minum obat oral
c. Berikan pengganti nasogatrik sesuai output
d. Monitor tingkat Hb dan Ht
e. Kolaborasikan pemberian cairan IV
2. Resiko syok
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam tidak
terjadi perdarahan pada pasien
Kriteria Hasil:
a. Irama jantung, frekuensi nafas, irama pernapasan dalam batas normal
b. Natrium serum, kalium serum, klorida serum, kalsium serum,
magnesium serum dalam batas normal
c. PH darah serum dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau nilai lab: Hb, Ht, AGD dan elektrolit
b. Monitor tanda awal gejala syok
c. Monitor fungsi neorologis
d. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok
e. Ajarkan keluarga dan pasien tentang lankah untuk megatasi gejala
syok
f. Koaborasikan pemberian cairan IV dan atau oral serta vasodilator yang
tepat
3. Resiko infeksi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam tidaka
ada tanda gejala infeksi di daerah genetalia
Kriteria Hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
30
d. Menunjukkan perilaku sehat
Intervensi:
a. Pertahankan teknik isolasi
b. Cuci tangan tiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
c. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasanagn alat
d. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
e. Monitor hitung granulosit, WBC
f. Kolaborasikan pemberian antibiotik
31
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
33