Cemas Menyeluruh
ABSTRAK
1. Pendahuluan
Adanya stres psikologis yang kronis atau berulang sudah sejak lama
diasosiasikan dengan adanya keadaan abnormal pada hormon stres dan penanda
inflamasi. Abnormalitas dari hormon dan sistem imun ini secara bergantian
memiliki hubungan negatif dengan kesehatan seperti resiko penyakit
kardiovaskular dan sindrom metabolik. Sebagai contoh, sekresi berlebihan yang
kornis dari kortisol dihubungkan dengan gangguan metabolik dan hemodinamik
seperti gangguan pada tekanan darah sistolik, gula darah puasa, dan insulin.
Sebagai tambahan, adanya peningkatan dari sitokin pro-inflamasi dalam tubuh
seperti interleukin-6 (IL-6) diasosiasikan dengan elemen sindrom metabolik
lainnya meliputi peningkatan index massa tubuh (IMT) dan pengembangan dari
diabetes tipe 2, dan serta peningkatan dari resiko adanya penyakit arteri koroner.
2. Metode
2.1 Peserta dan prosedur
2.2 TSST
TSST dan prosedur pengumpulan darah telah dilakukan di antara pukul 13.00
dan 1.30 untuk mengontrol variasi diurnal dari hormon. TSST tersebut terdiri dari
tugas berbicara di depan publik selama 8 menit dan tugas artimatik selama 5
menit (pengurangan serial) yang dilakukan di depan penilai yang menggunakan
jas berwarna putih dan membawa papan besar, direkam oleh kamera. Prosedur
TSST mengikuti naskah yang detail untuk memastika penyampaian hasil yang
sistematik dan terkontrol.
2.3 Pengobatan
Untuk menilai efek dari stres akut pada aksis Hipotalamus Pituitari Adrenal
(HPA), kami mengukur level kortisol dan ACTH dalam darah. Untuk menilai efek
dari inflamasi stres akut, kai menilai IL-6 dan TNF-alpha.
3. Hasil
4. Diskusi
Hal yang menarik lagi, partisipan yang tidak melakukan praktek meditasi
(kelompok SME) mengalami peningkatan stres sebagai antisipasi dari TSST,
bukannya mendapatkan penurunan level stres akibat adanya kebiasaan, seperti
telah ditunjukkan pada studi dari TSST berulang pada orang dewasa. Observasi
ini konsisten dengan penelitian yang menggunakan partisipan yang mengalami
depresi, trauma, atau mengalami kelelahan tinggi; kelompok ini memiliki baik
rekativitas kortisol yang tinggi dibandingkan TSST pada kelompok kontrol, atau
terdapat peningkatan sensitivitas terhadap TSST kedua kalinya, pasien dengan
riwayat depresi yang tidak menerima pengobatan yang memiliki bukti
sebelumnya meningkatkan kecemasan antisipasi, menunjukkan adanya model
untuk peningkatan resiko untuk mengalami efek stres kumulatif pada individu
dengan gangguan afektif.
Observasi terhadap penanda stres meningkat selama TSST pada data kami dan
data lain dapat menjelaskan sirkulasi kronis dari tingginya level hormon stres dan
sitokin yang diobservasi pada individu dengan gangguan cemas, yang mengalami
stres berulang karena gejala selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
Hubungan antara keadaan medis negatif dan peningkatan jangka panjang dari
penanda inflamasi dan hormon stres dapat membantu menjelaskan adanya
peningkatan penyakit kardiovaskular dan sindrom metabolik pada pasien dengan
gangguan cemas. Sebagai contoh, gangguan cemas menyeluruh yang berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan resiko lebih besar terhadap mortalitas dari
penyakit kardiovaskular. Sehingga, apabila hubungan ini merupakan penyebab
semuanya, pengobatan yang sukses terhadap gangguan cemas seperti gangguan
cemas menyeluruh dapat meningkatkan kesehatan psikoogi namun juga
meningkatkan keadaan kesehatan medis, meningkatkan relevansi kesehatan
masyarakat dari pengobatan gangguan cemas ini. Lebih lanjut, beberapa data
menunjukkan bahwa normalisasi dari stres dan jalan terjadinya inflamasi dapat
menyebabkan pengobatan yang berhasil terhadap kecemasan kronis atau kondisi
dengan stres kronis; namun determinasi dari jalur mekanisme alami kesusahan
akibat adanya efek penyerta dari pengobatan farmakologi dan penyakit medis
lainnya.
Terdapat beberapa keterbatasan dari studi ini. Pertama, kesimpulan terbatas
karena adanya ukuran sampel yang kecil, dan kriteria eksklusi dari studi dapat
membatasi generalisasi dari temuan ini. Juga hal ini tidak jelas mengapa tidak ada
perbedaan signifikan dari perubahan kortisol AUC antara kelompok, ketika
perubahan ACTH alami perbedaan signifikan. Suatu kemungkinan adalah karena
waktu paruh dari kortisol yang lambat (dibandingkan dengan ACTH) sehingga
persistensi yang lebih lama di dalam darah, kortisol jadi bukan suatu penanda
yang dapat diandalkan. Sebagai contoh, pada studi oleh Jezova et al., ACTH
ditemukan meningkat dengan stres namun pengukuran kortisol tidak dilakukan
pada waktu yang bersamaan. Lebih lanjut, nilai hormon pada plasma
menunjukkan adanya variasi dibandingkan dnegan laporan yang dipublikasi
lainnya; namun, percobaan mayor lainnya menggunakan TSST pada populasi
sehat seperti mahasiswa, dan bukan populasi dengan gangguan psikiatri seperti
sampel gangguan cemas menyeluruh. Terakhir, kami tidak mengikutsertakan
pengukuran dari faktor penyerta yang berpotensi lainnya meliputi kepercayaan
religius, stressful life events, atau keadaan sosioekonomi, namun, karena
partisipan diacak ke dalam kelompok MBSR dan SME, kami tidak mengharapkan
bahwa kedua kelompok alami perbedaan yag signifikan pada variabel ini.