Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih saat ini,
pengelasan telah dipergunakan secara luas dalam penyambungan batang-batang
dan perkapalan. Luasnya teknologi pengelasan disebabkan karena bangunan dan
mesin yang dibuat dengan menggunakan teknik penyambungan ini menjadi lebih
ringan dan proses pembuatannya juga lebih sederhana, sehingga biaya
keseluruhannya menjadi lebih murah.
Penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas, meliputi
perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran,
kendaraan rel dan lain sebagainya.
Di samping untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk
reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, membuat lapisan
keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan macam-
macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan utama dari konstruksi, tetapi
hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik,
karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan
kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan konstruksi serta keadaan di
sekitarnya.
Dalam merancang suatu konstruksi permesinan atau bangunan yang
menggunakan sambungan las banyak faktor yang harus diperhatikan seperti
keahlian dalam mengelas, pengetahuan yang memadai tentang prosedur
pengelasan, sifat-sifat bahan yang akan di las dan lain-lain. Prosedur pengelasan
kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya di dalamnya banyak
masalah- masalah yang harus diatasi di mana pemecahannya memrlukan
bermacam-macam pengetahuan. Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan harus
turut serta mendampingi praktek. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa
dalam perancangan konstruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus
direncanakan pula tentang cara pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las dan jenis
las yang akan dipergunakan, berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau

1
mesin yang dirancang. Yang ternasuk prosedur pengelasan adalah pemilihan
parameter las seperti: tegangan busur las, bentuk sambungan, besar sudut
sambungan besar arus las, penetrasi, kecepatan pengelasan dan beberapa kondisi
standar pengelasan seperti: bentuk alur las, tebal plat, jenis elektroda, diameter inti
elektroda, dimana parameter-parameter tersebut mempengaruhi sifat mekanik
logam las.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penelitian ini terbagi atas tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:

1.2.1 Tujuan Umum


Adapun tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu
syarat untuk mengambil gelar sarjana sains terapan pada Politeknik Negeri
Lhokseumawe.

1.2.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan proses pembuatan spesimen dan proses pengelasan.
2. Mengetahui sifat mekanik hasil pengelasan TIG akibat variasi sudut
kampuh v baja ST37. Sifat mekanik bahan yang meliputi pengujian tarik
dan kekerasan.
3. Membandingkan hasil lasan material baja ST 37 akibat variasi sudut
kampuh v tunggal.

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam melakukan penelitian ini adalah sebgai
berikut:

1. Jenis Las yang digunakan adalah las TIG.


2. Material yang digunakan adalah Baja ST37.
3. Menggunakan jenis sudut kampuh V tunggal dengan sudut 600, 700 dan 800.
4. Pengujian yang dilakukan adalah uji kekuatan tarik dan uji kekerasan bahan

2
1.4 Mentodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang diterapkan dalam Skripsi ini adalah dengan
membagi dalam beberapa tahap kegiatan. Adapun tahap kegiatan tersebut adalah:

a. Melihat Objek
Melihat objek ini ditunjukkan agar dapat mengetahui masalah apa saja
yang mempengaruhi objek.

b. Pengambilan Data
Pengambilan data yaitu untuk melengkapi penelitian yang merupakan
tugas utama dalam penyusunan Skripsi.

c. Konsultasi dan Diskusi


Dari konsultasi dan diskusi ini diharapkan adanya masukan-masukan
yang sangat berguna untuk menyelesaikan dan menyempurnakan
Skripsi.

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah memahami penulisan proposal pada penelitian ini,
maka metode penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. PENDAHULUAN
Menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan, batasan masalah, tujuan umum, tujuan khusus, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan proposal.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan teori – teori secara garis besar yang berhubungan dengan
penelitian, guna untuk memahami permasalahan yang berkaitan dengan
alat yang akan dibangun.

3
3. METODOLOGI
Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang akan digunakan
untuk menyelesaikan penulisan skripsi. Pada bab ini juga akan dibahas
mengenai langkah-langkah penelitian, pengolahan dan analisa data yang
akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dari topik yang
diangkat
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dianalisa dan dibahas mengenai data-data yang telah
diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian ini. Ringkasan lengkap
tentang isi penelitian ini terdapat di bagian ini, juga dituliskan beberapa
saran kepada para pembaca agar dapat perbaikan di masa yang akan
datang.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengerti Baja


2.1.1 Struktur Baja
Baja adalah seluruh macam besi yang dengan tidak dikerjakan terlebih dahulu
lagi, sudah dapat di tempa. Baja adalah bahan yang serba kesamaannya
(homogenitasnya) tinggi, terdiri terutama dari Fe dalam bentuk kristal dan C.
Pembuatannya di lakukan sebagai pembersihan dalam temperature yang tinggi
dari besi mentah yang di dapat dari proses dapur tinggi. Baja adalah besi mentah
tidak dapat ditempa.

1. Terdapat 3 macam besi mentah:


a. Besi mentah putih
b. Besi mentah kelabu
c. Besi mentah bentuk antar
2. Proses pembuatan baja:
a. Proses Bessemer
b. Proses Thomas
c. Proses martin
d. Proses dengan dapur elektro
e. Proses dengan mempergunakan kui
f. Proses aduk (proses puddle)

3. Sifat-sifat umum dari baja : sifat-sifat dari baja yaitu teristimewa kelakuannya
dalam berbagai macam keadaan pembebanan atau muatan terutama
tergantung:
a. Cara meleburnya
b. Macam dan banyakknya logam campuran
c. Cara (proses) yang di gunakan waktu pembuatannya

5
d. Dalam proses pembuatan baja maka logam campuran baja sebagian
sudah ada dalam bahan mentah itu namun masih perlu di tambahkan
pada waktu pembuatan baja seperti :C, Mn, Si termasuk bahan utama S
dan P.
4. Sifat-sifat utama baja untuk dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan :
a. Keteguhan (solidity) artinya m empunyai ketahanan terhadap tarikan,
tekanan atau lentur
b. Elastisitas (elasticity) artinya kemampuan atau kesanggupan untuk dalam
batas- batas pembebanan tertentu, sesudahnya pembebanan ditiadakan
kembali kepeda bentuk semula.
c. Kekenyalan/ keliatan (tenacity) artinya kemampuan atau kesanggupan
untuk dapat menerima perubahan bentuk yang besar tanpa menderita
kerugian- kerugian berupa cacat atau kerusakan yang terlihat dari luar
dan dalam untuk jangka waktu pendek.
d. Kemungkinan ditempa (malleability) sifat dalam keadaan merah pijar
menjadi lembek dan plastis sehingga dapat di rubah bentuknya.
e. Kemunggkinan dilas (weklability) artinya sifat dalam keadaan panas
dapat digabungkan satu sama lain dengan memakai atau tidak memakai
bahan tambahan, tanpa merugikan sifat-sifat keteguhannya.
f. Kekerasan (hardness) kekuatan melawan terhadap masuknya benda lain.

2.1.2 klasifikasi baja


1. Menurut kekuatannya terdapat beberapa jenis baja, diantaranya: ST 37, ST
42, ST 50, dst. Standart DIN (Jerman) St X X kekuatan dalam kg/mm2 steel
(baja). Contoh : ST37: baja dengan kekuatan 37 kg/mm2.
2. Menurut komposisinya
a. Baja karbon rendah (low carbon steel): C~0,25 %
b. Baja karbon menengah (medium carbon steel): C=0,25%-0,55%
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel): C>0,55%
d. Baja paduan rendah (low alloysteell):unsur paduan < 10 %
e. Baja paduan tinggi (high alloy steel): unsure paduan >10%

6
3. Menurut mikrostrukturnya:
a. Baja hipoeutektoik: ferit dan ferlit
b. Baja eutektoit: perlit
c. Baja bainit
d. Baja martensit
4. Menurut cara pembuatannya
a. Baja Bessemer
b. Baja siemen- martin
c. Baja listrik dan lain-lain
5. Menurut penggunaannya :
a. Baja konstruksi
b. Baja mesin
c. Baja pegas
d. Baja ketel
e. Baja perkakas
6. Menurut bentuknya
a. Baja pelat
b. Baja strip
c. Baja sheet
d. Baja pipa
e. Baja batang fropil

2.1.3. Jenis – jenis Baja


Baja secara umum dapat dikelompokkan atas 2 jenis yaitu :
Baja karbon (Carbon steel)
Baja paduan (Alloy steel

1) Baja Karbon (carbon steel) Baja karbon dapat terdiri atas :


a. Baja karbon rendah (low carbon steel)
Machine, machinery dan mild steel (0,05 % – 0,30% C ) Sifatnya mudah
ditempa dan mudah di mesin. Penggunaannya:
• 0,05 % – 0,20 % C : automobile bodies, buildings, pipes, chains, rivets,

7
screws, nails.
• 0,20 % – 0,30 % C : gears, shafts, bolts, forgings, bridges, buildings
b. Baja karbon menengah (medium carbon steel )
• Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah.
• Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong.
Penggunaan:

0,30 % – 0,40 % C : connecting rods, crank pins, axles.

 0,40 % – 0,50 % C : car axles, crankshafts, rails, boilers, auger bits,


screwdrivers.

0,50 % – 0,60 % C : hammers dan sledges

c. Baja karbon tinggi (high carbon steel)


Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Kandungan 0,60 % – 1,50 %
C.
2) Baja Paduan (Alloy steel)
Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:
Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik
dan sebagainya).
Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah.
Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan
reduksi).
Untuk membuat sifat-sifat spesial.Baja paduan yang diklasifikasikan
menurut kadar karbonnya dibagi menjadi:
Low alloy steel, jika elemen paduannya ≤ 2,5 % .
Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 – 10 %.
High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %.
Baja paduan juga dibagi menjadi dua golongan yaitu baja campuran khusus
(special alloy steel) & high speed steel.

8
3) Baja Paduan Khusus (special alloy steel)

Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam seperti nikel,
chromium, manganese, molybdenum, tungsten dan vanadium. Dengan
menambahkan logam tersebut ke dalam baja maka baja paduan tersebut akan
merubah sifat-sifat mekanik dan kimianya seperti menjadi lebih keras, kuat dan
ulet bila dibandingkan terhadap baja karbon (carbon steel).

4) High Speed Steel (HSS) Self Hardening Steel

Kandungan karbon : 0,70 % – 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong


seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters. Disebut
High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat
dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan carbon steel. Sedangkan
harga dari HSS besarnya dua sampai empat kali dari pada carbon steel.

Jenis Lainnya:

Baja dengan sifat fisik dan kimia khusus:


Baja tahan garam (acid-resisting steel)
Baja tahan panas (heat resistant steel) Baja tanpa sisik (non scaling
steel)
Electric steel Magnetic steel
Non magnetic steel
Baja tahan pakai (wear resisting steel)
Baja tahan karat/korosi

Dengan mengkombinasikan dua klasifikasi baja menurut kegunaan dan


komposisi kimia maka diperoleh lima kelompok baja yaitu:
Baja karbon konstruksi (carbon structural steel) Baja karbon
perkakas (carbon tool steel)

9
Baja paduan konstruksi (Alloyed structural steel) Baja paduan
perkakas (Alloyed tool steel)
Baja konstruksi paduan tinggi (Highly alloy structural steel)

2.2.5 Baja ST 37

Baja ST 37 banyak digunakan untuk kontruksi umum karena mempunyai


sifat mampu las dan kepekan terhadap retak las. Baja ST 37 adalah berarti baja
yang mempunyai kekuatan tarik antara 37 kg/mm2 sampai 45kg/mm2. Kekuatan
tarik ini adalah maksimum kemampuan sebelum material mengalami patah.
Kekuatan tarik yield (σy) baja harganya dibawah kekuatan tarik maksimum. Baja
pada batas kemampuan yield merupakan titik awal dimana sifatnya mulai
berubah dari elastis menjadi plastis, Perubahan sifat material baja tersebut pada
kondisi tertentu sangat membahayakan fungsi konstruksi mesin. Kemungkinan
terburuk konstruksi mesin akan mengalami kerusakan ringan sampai
serius.Kepekaan retak yang rendah cocok terhadap proses las, dan dapat
digunakan untuk pengelasan plat tipis maupun plat tebal. Kualitas daerah las hasil
pengelasan lebih baik dari logam induk. Baja St 37 dijelaskan secara umum
merupakan baja karbon rendah, disebut juga baja lunak, banyak sekali digunakan
untuk pembuatan baja batangan, tangki, perkapalan, jembatan, menara, pesawat
angkat dan dalam permesinan. Pada pengelasan akan terjadi pembekuan laju las
yang tidak serentak, akibatnya timbul tegangan sisa terutama pada daerah HAZ
(Heat Affected Zone) dan las. Tegangan sisa dapat diturunkan dengan cara
pemanasan pasca las pada daerah tersebut, yang sering disebut post heat.

2.2. Pengelasan
Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam
keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat
dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.
Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktifitas menyambung dua
bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan
dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh.

10
Penyambungan bisa dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama
atau berbeda titik cair maupun strukturnya.
Mawardi (2005), Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan
dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan
bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas.
Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang
dipanaskan.
Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan
membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara
memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga
mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las
dipengaruhi beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda
dan jenis kampuh yang digunakan.

2.2.1. Prinsip Kerja Las Listrik


Pada dasarnya las listrik yang menggunakan elektroda karbon maupun logam,
menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Busur listrik yang terjadi
antara ujung elektroda dan benda kerja dapat mancapai temperatur tinggi yang
dapat melelehkan sebagian bahan merupakan perkalian antara tegangan listrik (E)
dangan kuat arus (I) dan waktu (t) yang dinyatakan dalam satuan panas joule, atau
kalori seperti rumus dibawah ini :
H = E x I x t …………………………………..(1)

dimana :

H = Panas Dalam Satuan Joule.


E = Tegangan Listrik Dalam Volt. I = Kuat Arus Dalam Amper.
t = Waktu Dalam Detik.

A. Las Listrik Dengan Elektroda Karbon (Carbon Arc Welding)

11
Carbon Arc Welding mungkin adalah proses las listrik yang dikembangkan
pertama kali menurut catatan, eksperimen las listrik pertama kali dilakukan pada
tahun 1881, ketika Auguste de Meritens (Perancis) menggunakan busur karbon
sebagai sumber pengelasan dengan aki sebagai sumber listriknya. Dalam
eksperimennya, dia menghubungkan benda kerja dengan kutub positif. Walaupun
kurang efisien, proses ini berhasil menyatukan timah dengan timah. Carbon Arc
Welding adalah proses untuk menyatukan logam dengan menggunakan panas dari
busur listrik, tidak memerlukan tekanan dan batang pengisi (filler metal) dipakai
jika perlu. Carbon Arc Welding banyak digunakan dalam pembuatan aluminium

dan besi. Mula-mula elektroda kontak/bersinggungan dengan logam yang dilas


sehingga terjadi aliran arus listrik, kemudian elektroda diangkat sedikit sehingga
timbullah busur. Panas pada busur bisa mencapai 5.5000 C. Sumber arusnya bias
DC maupun AC. Dengan menggunakan DC/AC, proses Carbon Arc Welding bisa
dipakai secara manual ataupun otomatis. Pendinginannya tergantung besarnya
arus, bila penggunaan arus di atas 200 Ampere digunakan air pendingin (Water
Cooled). Dan sebaliknya bila di bawah 200 Ampere digunakan pendingin dengan
udara bebas (Air cooled). Jenis bahan elektroda yang banyak digunakan adalah
elektroda jenis logam walaupun ada juga jenis elektroda dari bahan karbon namun
sudah jarang digunakan.

Elektroda berfungsi sebagai logam pengisi pada logam yang dilas sehingga
jenis bahan elektroda harus disesuaikan dengan jenis logam yang dilas. Untuk las
biasa mutu lasan antara arus searah dengan arus bolak-balik tidak jauh berbeda,
namun polaritas sangat berpengaruh terhadap mutu lasan. Elektroda yang
digunakan pada pengelasan jenis ini ada 3 macam yaitu: elektroda polos,
elektroda fluks dan elektroda berlapis tebal.

Elektroda polos adalah elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan


elektroda jenis ini terbatas antara lain untuk besi tempa dan baja lunak. Elektroda
fluks adalah elektroda yang mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini
berguna melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat

12
pengelasan. Kawat las berlapis tebal paling banyak digunakan terutama pada
proses pengelasan komersil. Lapisan pada elektroda berlapis tebal mempunyai
fungsi :
1. Membentuk lingkungan pelindung.

2. Membentuk terak dengan sifat-sifat tertentu untuk melindungi logam cair.


3. Memungkinkan pengelasan pada posisi diatas kepala dan tegak lurus.

Kecepatan pengelasan dan keserbagunaan mesin las arus bolak-balik dan arus
searah hampir sama, namun untuk pengelasan logam/pelat tebal, las arus bolak-
balok lebih cepat.
B. Las Elektroda Terbungkus (Coated Electrode Welding)
Cara Pengelasan dimana elektrodanya dibungkus dengan fluks merupakan
pengembangan lebih lanjut dari pengelasan dengan eletroda logam tanpa
pelindung (Bare Metal Electrode). Dengan elektroda logam tanpa pelindung,
busur sulit dikontrol dan mengalami pendinginan terlalu cepat sehingga O2 dan N2
dari atmosfir diubah menjadi oksida dan nitrida, akibatnya sambungan menjadi
rapuh dan lemah. Prinsip Las Elektroda Terbungkus adalah akibat dari busur
listrik yang terjadi antara elektroda dan logam induk yang mengakibatkan logam
induk dan ujung elektroda mencair dan kemudian membeku bersama-sama.
lapisan (pembungkus) elektroda terbakar bersama dengan meleburnya elektroda.
Fungsi Fluks ini antara lain:
- Melindungi logam cair dari lingkungan udara.
- Menghasilkan gas pelindung
- Menstabilkan busur
- Sumber unsur paduan (V, Zr, Cs, Mn).

C. Las Busur Rendam (Submerged Arc Welding)


Dalam pengelasam busur rendam otomatis, busur dan material yang
diumpankan untuk pengelasan tidak diperlukan seorang operator yang ahli.
Pengelasan otomatis ini pertama kali diusulkan oleh Bernardos dan N. Slavianoff
dan las busur rendam dipraktekkan pertama kali oleh D. Dulchevsky. Las busur

13
rendam adalah pengelasan dimana logam cair tertutup dengan fluks yang diatur
melalui suatu penampung fluks dan logam pengisi yang berupa kawat pejal
diumpankan secara terus menerus. Dalam pengelasan ini busur listriknya
terendam dalam fluks. Karena dalam pengelasan ini, busur listriknya tidak
kelihatan, maka sangat sukar untuk mengatur jatuhnya ujung busur. Di samping
itu karena mempergunakan kawat elektroda yang besar maka sangat sukar untuk
memegang alat pembakar dengan tangan tepat pada tempatnya. Karena kedua hal
tersebut maka pengelasan selalu dilaksanakan secara otomatis penuh. Mesin las
ini dapat menggunakan sumber listrik AC yang lamban dan DC dengan tegangan
tetap.
Bila menggunakan listrik AC perlu adanya pengaturan kecepatan
pengumpanan kawat las yang dapat diubah-ubah untuk mendapatkan panjang
busur yang diperlukan. Bila menggunakan sumber listrik DC dengan tegangan
tetap, kecepatan pengumpanan dapat dibuat tetap dan biasanya menggunakan
polaritas balik (DCRP). Mesin las dengan listrik DC kadang-kadang digunakan
untuk mengelas pelat tipis dengan kecepatan tinggi atau untuk pengelasan dengan
eletroda lebih dari satu.

D. Tungsten Inert Gas (TIG)


Pengelasan ini pertama kali ditemukan diAmerika Serikat (1940), berawal
dari pengelasan paduan untuk bodi pesawat terbang. Prinsipnya : Panas dari busur
terjadi diantara elektrode tungsten dan logam induk akan meleburkan logam
pengisi ke logam induk di mana busurnya dilindungi oleh gas mulia (Ar atau He).
Las ini memakai elektroda tungsten yang mempunyai titik lebur yang sangat
tinggi (3260 C) dan gas pelindungnya Argon/Helium. Sebenarnya masih ada gas
lainnya, seperti xenon. Tetapi karena sulit didapat maka jarang digunakan. Dalam
penggunaannya tungsten tidak ikut mencair karena tungsten tahan panas melebihi
dari logam pengisi. Karena elektrodanya tidak ikut mencair maka disebut
elektroda tidak terumpan.
Keuntungan : Digunakan untuk Alloy Steel, Stainless Steel maupun paduan
Non Ferrous : Ni, Cu, Al (Air Craft). Disamping itu mutu las bermutu tinggi, hasil
las padat, bebas dari porositas dan dapat untuk mengelas berbagai posisi dan

14
ketebalan. Dibandinkan dengan Carbon Arc Welding, tungsten inert gas memiliki
beberapa keunggulan. Pada umumnya Tungsten Arc Welding hampir sama
dengan Carbon Arc Welding. Persamaannya:

- Sumber arusnya sama (Power Supply/Welding Circuit)


- Memakai elektroda kawat
- Dikhususkan hanya untuk las.
Perbedaannya:
- Carbon Arc Welding memakai fluks, TIG memakai gas pelindung.
- Elektroda pada Carbon Arc Welding ikut mencair sebagai logam pengisi, TIG
elektrodanya tidak ikut mencair.

- Carbon Arc Welding tidak perlu filler metal, TIG diperlukan filler metal.
Perincian lebih lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Klasifikasi cara pengelasan

15
2.2.2 Pengelasan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW)
Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) atau sering juga disebut Tungsten Inert
Gas (TIG) merupakan salah satu dari bentuk las busur listrik (Arc Welding) yang
menggunakan inert gas sebagai pelindung dengan tungsten atau wolfram sebagai
elektroda. Pengelasan ini dikerjakan secara manual maupun otomatis serta tidak

memerlukan fluks ataupun lapisan kawat las untuk melindungi sambungan.


Elektroda pada GTAW termasuk elektroda tidak terumpan (non consumable)
berfungsi sebagai tempat tumpuan terjadinya busur listrik. GTAW mampu
menghasilkan las yang berkualitas tinggi pada hampir semua jenis logam mampu
las. Biasanya ini digunakan pada stainless steel dan logam ringan lainnya seperti
alumunium, magnesium dan lain-lain. Hasil pengelasan pada teknik ini cukup
baik tapi membutuhkan kemampuan yang tinggi. Metode pengelasan ini
sebelumnya dikenal dengan nama Tungsten Inert Gas (TIG). Gas Inert yang biasa
digunakan adalah wolfram untuk pelindung yang bagus sehingga atmosfir udara
tidak masuk ke daerah lasan. Namun sekarang digunakan Co2 (tidak inert) karena
lebih murah dan stabil. Elektroda tungsten bukan sebagai filler metal, sehingga
perlu filler metal dari luar untuk mengisi gap sambungan. Filler metal bersama
logam induk akan dicairkan oleh busur listrik yang terjadi antara elektroda dengan
logam induk. Las busur yang menggunakan elektroda wolfram (elektroda tak
terumpan) dikenal pula dengan sebutan las busur wolfram gas. Pada proses ini las
dilindungi oleh selubung gas mulia yang dialirkan melalui pemegang elektroda
yang didinginkan dengan air.
TIG (Tungsten Inert Gas) adalah suatu proses pengelasan busur listrik
elektroda tidak terumpan, dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung
terhadap pengaruh udara luar, pada proses pengelasan TIG peleburan logam
terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda dengan
logam induk.
Pada jenis ini logam pengisi dimasukkan kedalam daerah arus busur sehingga
mencair dan terbawa kelogam induk. Las TIG dapat dilaksanakan secara manual

atau secara otomatis dengan mengotomatiskan cara pengumpamaan logam

16
pengisi.
Penggunaan las TIG mempunyai dua keuntungan, pertama kecepatan
pengumpanan logam pengisi dapat diatur terlepas dari besarnya arus listrik
sehingga penetrasi kedalam logam induk dapat diatur semuanya. Cara pengaturan
ini memungkinkan las TIG dapat digunakan dengan memuaskan baik untuk pelat
baja tipis maupun pelat baja tebal. Sedangkan untuk aluminium karena
permukaannya selalu dilapisi dengan oksida yang mempunyai titik cair yang
tinggi, maka sebaiknya memakai arus bolak – balik berfrekuensi tinggi.
Sumber listrik yang digunakan untuk pengelasan TIG dapat berupa listrik DC
atau listrik AC. Pada umumnya pada proses pengelasan TIG sumber listrik yang
digunakan mempunyai karakteristik yang lamban, sehingga dapat menggunakan
listrik DC untuk memulai menimbulkan busur perlu ditambah dengan listrik AC
frekuensi tinggi. Elektroda yang digunakan terbuat dari wolfram murni atau
paduan antara wolfram – torium, yang berbentuk batang dengan garis tengah
antara 1,0 mm sampai 4,8 mm. gas yang dipakai untuk pelindung adalah gas
argon murni, karena pencampuran dengan O2 atau CO2 yang bersifat oksidator
akan mempercepat keausan ujung elektroda.
Penggunaan las pengisi tidak ada batasnya, biasanya logam pengisi diambil
logam yang memiliki komposisi yang sama dengan logam induk. Penggunaan
mesin las TIG untuk beberapa jenis logam dapat dilihat pada tabel 2.1.
Logam Listrik ac Listrik dc Listrik dc
Polaritas Polaritas lurus Polaritasbalik
lurus
Baja terbatas Sesuai
Bajja tahan karat Terbatas Sesuai
Besi cor Terbatas sesuai
Aumunium dan Sesuai Untuk plat tipis
paduannya
Magnesium dan sesuai Untuk plat tipis
paduanya

17
Tembga dan Terbatas sesuai
paduannya
Alumunium brons sesuai Terbatas

Tabel 2.1 Penggunaan Mesin Las TIG untuk Beberapa Logam

2.3 Klasifikasi Kawat Elektroda Dan Fluksi

2.3.1 Fluksi
Fluksi merupakan pembungkus elektroda yang sangat diperlukan untuk
meningkatkan mutu sambungan karna fluksi bersifat melindungi metal cair dari
udara bebas serta menstabilkan busur.
Terdapat 2 macam Fluksi sesuai dengan pembuatannya :
- Fused Fluksi.
- Bonded Fluksi.

A). Fused Fluksi

Fused Fluksi terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan,


kapur, boxit, kwarsa dan fluorpar didalam suatu tungku pemanas. Cairan terak
yang terbentuk akan diubah ke dalam bentuk fluksi dengan jalan :
- Dituang di suatu cetakan dalam bentuk beberapa lapis / susun yang tebal
kemudian dipecah serta disaring sesuai dengan ukuran butiran yang
diinginkan.
- Dari kondisi panas dituang ke dalam air, sehingga timbul percikan -
percikan yang kemudian disaring sesuai ukurannya. Metode ini lebih
effisien, tetapi kualitas fluksi yang dihasilkan mengandung hidrogen yang
cukup tinggi yang memerlukan prose lebih lanjut untuk mengurangi kadar
hidrogen tersebut.

B). Bonded Fluksi

18
Bonded Fluksi ini dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiran-butiran
material yang ukurannya jauh lebih halus seperti mineral, ferroalloy, water glass
sebagi pengikat dalam suatu pengaduk (mixer) yang khusus. Campuran tersebut
kemudian akan dikeringkan dalam suatu pengering yang berputar pada temperatur
6000 – 8000 C.

2.4. Kawat Elektroda


Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik
manurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E
XXXX yang artinya sebagai berikut :
E menyatakan elaktroda busur listrik.

XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan
Ib/in2 lihat table.
X (angka ketiga) menyatakan posisi pangelasan angka 1 untuk pengelasan
segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan.
X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai
untuk pengelasan.
Contoh : E 6013 Artinya sebagai berikut:
Kekuatan tarik minimum dan deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/mm2
Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi
Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC
+ atau DC –.

2.4 Elektroda Las Listrik


2.4.1 Elektroda Berselaput

Elektroda berselaput yang dipakai pada Ias busur listrik mempunyai


perbedaan komposisi selaput maupun kawat Inti. Pelapisan fluksi pada kawat inti
dapat dengah cara destrusi, semprot atau celup. Ukuran standar diameter kawat
inti dari 1,5 mm sampai 7 mm dengan panjang antara 350 sampai 450 mm. Jenis-
jenis selaput fluksi pada elektroda misalnya selulosa, kalsium karbonat (CaCO3),

19
titanium dioksida (rutil), kaolin, kalium oksida mangan, oksida besi, serbuk besi,
besi silikon, besi mangan dan sebagainya dengan persentase yang berbeda-beda,
untuk tiap jenis elektroda. Tebal selaput elektroda berkisar antara 70% sampai
50% dari diameter elektroda tergantung dari jenis selaput. Pada waktu pengelasan,
selaput elektroda ini akan turut mencair dan menghasilkan gas CO 2 yang
melindungi cairan las, busur listrik dan sebagian benda kerja terhadap udara luar.
Udara luar yang mengandung O2 dan N akan dapat mempengaruhi sifat mekanik
dari logam Ias. Cairan selaput yang disebut terak akan terapung dan membeku
melapisi permukaan las yang masih panas.

2.4.2. Jenis Elektroda Baja Lunak

a) E 6011

Jenis elektroda ini adalah jenis elektroda selaput selulosa yang dapat dipakai
untuk pengelasan dengan penembusan yang dalam. Pengelasan dapat pada segala
posisi dan terak yang tipis dapat dengan mudah dibersihkan. Deposit las biasanya
mempunyai sifat sifat mekanik yang baik dan dapat dipakai untuk pekerjaan
dengan pengujian radiografi. E6011 mengandung kalium untuk membantu
menstabilkan busur listrik bila dipakai arus AC.

b) E 6012 dan E6013

Kedua elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat menghasilkan
penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi,
tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelasan tegak dan
bawah. Jenis E 6012 umumnya dapat dipakai pada ampere yang relatif lebih
tinggi dari E 6013. E6013 yang mengandung lebih banyak kalium memudahkan
pemakaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil
kebanyakan dipakai untuk pengelasan pelat tipis.
c) E6020

20
Elektroda jenis ini dapat menghasilkan penembusan sedang dan teraknya
mudah dilepas dari lapisan las. Selaput elektroda terutama mengandung oksida
besi dan mangan. Cairan terak yang terlalu cair dan mudah mengalir menyulitkan
pada pengelasan dengan posisi lain dari pada bawah tangan atau datar pada las
sudut.
d) E6027, E7014, E7018, E7024, dan E7028

Jenis elektroda ini mengandung serbuk besi untuk meningkatkan efisiensi


pengelasan. Umumnya selaput elektroda akan lebih tebal dengan bertambahnya
persentase serbuk besi. Dengan adanya serbuk besi dan bertambahnya tebal
selaput akan memerlukan ampere yang lebih tinggi.
e) Elektroda Hidrogen Rendah

Selaput elektroda jenis ini mengandung hidrogen yang rendah ( kurang dari
0,5 % ), sehingga deposit las juga dapat bebas dari porositas. Elektroda ini dipakai
untuk pengelasan yang memerlukan mutu tinggi, bebas porositas, misalnya untuk
pengelasan bejana dan pipa yang akan mengalami tekanan. Jenis - jenis elektroda
hidrogen rendah misalnya E7015, E 7016, dan E 7018.

2.5. Desain Sambungan Las

Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor yang
harus diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk menampung
bahan pengisi agar lebih banyak yang merekat pada benda kerja, dengan demikian
kekuatan las akan terjamin. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
pemilihan jenis kampuh adalah:
1. Ketebalan benda kerja.
2. Jenis benda kerja.
3. Kekuatan yang diinginkan.
4. Posisi pengelasan.

21
Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis
sambungan las yang akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa
sambungan yang dibuat akan mampu menerima beban (beban statis, beban
dinamis, atau keduanya).
Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las,
maka terdapat beberapa jenis sambungan las, yaitu sebagai berikut:
1. Kampuh V Tunggal

Sambungan V tunggal juga dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini juga
lebih kuat dari pada sambungan persegi, dan dapat dipakai untuk menerima gaya
tekan yang besar, serta lebih tahan terhadap kondisi beban statis dan dinamis.
Pada pelat dengan tebal 5 mm–20 mm penetrasi dapat dicapai 100%.

2. Kampuh Persegi

Sambungan ini dapat dibuat menjadi 2 kemungkinan, yaitu sambungan tertutup


dan sambungan terbuka.Sambungan ini kuat untuk beban statis tapi tidak kuat
untuk beban tekuk.
3. Kampuh V Ganda

Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk kondisi beban
statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk kelengkungan sekecil
mungkin.dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm.

4. Kampuh Tirus Tunggal


Sambungan ini digunakan untuk beban tekan yang besar.Sambungan ini lebih
baik dari sambungan persegi, tetapi tidak lebih baik dari pada sambungan V.
Letaknya disarankan terbuka dan dipakai pada ketebalan pelat 6 mm-20 mm.

5. Kampuh U Tunggal
Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka.Sambungan ini lebih kuat

22
menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan berkualitas
tinggi.Dipakai pada ketebalan 12 mm-25 mm.

6. Kampuh U Ganda
Sambungan U ganda dapat jg dibuat secara tertutup dan terbuka, sambungan ini
lebih kuat menerima beban statis maupun dinamis dengan ketebalan pelat 12 mm-
25 mm dapat dicapai penetrasi 100%.

7. Kampuh J Ganda
Sambungan J ganda digunakan untuk keperluan yang sama dengan sambungan V
ganda, tetapi tidak lebih baik untuk menerima beban tekan. Sambungan ini dapat
dibuat secara tertutup ataupun terbuka.

Gambar 2.2 Jenis-jenis sambungan las (Wiryosumarto, Harsono 2004)

23
2.5 Pengujian Hasil Pengelasan

2.5.1 Uji Tarik (Tensile)


Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik
benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk
mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah
atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas
kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan
dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah
pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik
berlawanan arah pada salah satu ujung benda.

Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya


perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi
pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang
mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga
terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.
Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan perlahan
bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan terhadap mengenai
perpanjangan yang dialami benda uji sehingga dihasilkan kurva tegangan-
regangan dari hasil pengujian tersebut, kurva regangan-tegangan aluminium dapat
dilihat pada gambar 2.3.

24
Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan

Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati


tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan
mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastik yang berlangsung sedikit

demi sedikit, akan tetapi titik di mana terjadinya deformasi plastik sangat sukar
ditentukan secara teliti. Untuk mengukur regangan yang terjadi digunakan
criteria permulaan batas luluh sebagai berikut:
1. Batas Elastis σE (Elastic Limit)

Berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X 10 -6


inchi/inchi. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan dengan
gerakan beberapa ratus dislokasi.
2. Batas Proporsional σp (Proportional Limit)

Tegangan tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara tegangan-


regangan. Harga ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan dari
berbagai garis lurus kurva tegangan-regangan.

25
3. Deformasi Plastis (Plastic Deformation)

Tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi
regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan.
Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas
elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik sejati
yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro.
4. Tegangan Luluh Atas σuy (Upper Yield Stress)

Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing


peralihan deformasi elastis ke plastis.
5. Tegangan Luluh Bawah σly (Lower Yield Stress)

Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase


deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka
yang dimaksud adalah tegangan ini.
6. Regangan Luluh εy (Yield Strain)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

7. Regangan Elastis εe (Elastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban


dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
8. Regangan Plastis εp (Plastic Strain)
Reganganyang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
9. Regangan Total (Total Strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp.
10. Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength)
Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
11. Kekuatan Patah (Breaking Strength) Merupakan besar tegangan dimana

26
bahan yang diuji putus atau patah.

Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan
antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan
panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang
terjadi adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan
adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Atau secara matematis
dapat ditulis:
........................................................(2.1)

...........................................(2.2)

Dimana: = Tegangan (MPa) = Regangan

P = Gaya (Kgf) =Pertambahan Panjang (cm)


A = Luas Penampang (cm2) L0= Panjang mula-mula (cm)

2.5.2. Uji Kekerasan (Hardness)

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical


properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan
(frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan
dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro
dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material
tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan
didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi
atau penetrasi (penekanan).

27
Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua
pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan
melihat mutu untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas
tertentu. Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam
metode pengujian kekerasan, yakni :

1. Brinnel (HB / BHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan


kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).
Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki
permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola
baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
Tungsten. Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan

........................(5)

Dimana :

D = Diameter bola (mm)

d = impression diameter (mm)


F = Load (beban) (kgf)
HB = Brinell result (HB)

28
Gambar 2.4 Pengujian brinell

Gambar 2.5 Perumusan untuk pengujian brinell

2. Rockwell (HR / RHN)


Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut.
Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell
dijelaskan pada gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor
dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor
(major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil

29
sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor
ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.6 pengujian Rockwell

Gambar 2.7 Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell

Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya


kekerasan dengan metode Rockwell.

HR = E – e …………………………..….(6)

30
Dimana :

F0 = Beban Minor (Minor Load) (kgf)

F1 = Beban Mayor (Major Load) (kgf)

F = Total beban (kgf)

e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm

E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line
yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias.
HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness.

Tabel dibawah ini merupakan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell
skala dan range uji dalam skala Rockwell. Besarnya minor load maupun major
load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat
pada Tabel 2.2.

F0 F1 F
Scale Indentor (kgf) (kgf) (kgf) E Jenis Material Uji

A Diamond 10 50 60 100 Exremely hard materials, tugsen


cone carbides, dll
B 1/16" steel ball 10 90 100 130 Medium hard materials, low dan
medium carbon steels, kuningan,
perunggu, dll
C Diamond 10 140 150 100 Hardened steels, hardened and
cone tempered alloys
D Diamond 10 90 100 100 Annealed kuningan dan tembaga
cone
E 1/8" steel ball 10 90 100 130 Berrylium copper,phosphor bronze, dll

31
F 1/16" steel 10 50 60 130 Alumunium sheet
ball
G 1/16" steel 10 140 150 130 Cast iron, alumunium alloys
ball
H 1/8" steel ball 10 50 60 130 Plastik dan soft metals seperti timah
K 1/8" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
L 1/4" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale
M 1/4" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale
P 1/4" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
R 1/2" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale
S 1/2" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale
V 1/2" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale

Tabel 2.2 Rockwell Hardness Scales

3. Vikers (HV / VHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan


kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan
yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti
ditunjukkan pada gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil
dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000
gram. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien)
dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari
indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk
menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu.

32
Gambar 2.8 Pengujian Vikers

Gambar 2.9 Bentuk indicator vikers


Pengujian Vikers dapat dirumuskan :

..............................................(7)

..............................................(8)

33
Dimana,

HV = Angka kekerasan Vickers

d = diagonal (mm)

F = Beban (kgf)

34
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jadwal Penelitian dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Pengujian Departmen Teknik Mesin.
Penelitian ini dilaksanakan mulai september - september 2017.

3.2 Metode Penelitian


Adapun beberapa proses pelaksanaan pengujian sebagai berikut:
 Proses pengujian dilaksanakan sepenuhnya, terhadap variable-variabel yang
mempengaruhi variasi sudut kampuh V tunggal, dalam hal ini elektroda las
tungsten inert gas yang ditinjau dari uji mekanis meliputi uji tarik (tensile) dan uji
kekerasan (hardness).
 Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari proses pengelasan yang dilakukan
dari hasil pengujian tarik (tensile) dan uji kekerasan (hardness) terhadap benda uji
sebanyak 12 spesimen dimana 9 spesimen uji tarik dan 3 spesimen uji kekerasan
dengan variasi sudut kampuh 600, 70 0 dan 800
 Metode analisa dan evaluasi data yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan
dilaboratorium pada masing-masing spesimen adalah kualitatif. Dari data inilah
akan dicari harga untuk uji tarik masing-masing specimen

3.3. Bahan dan Alat Penelitian

a. Alat Penelitian

1. Mesin las listrik 7. Sikat baja

2. Gerinda tangan 8. Penggaris besi

3. Ragum 9. Jangka sorong

4. Gergaji besi 10. Peralatan Uji impact

5. Topeng las 11. Kikir

6. Palu terak 13. Peralatan foto micro

35
b. Bahan

3.3.1. Proses Pengelasan Spesimen


Spesimen yang digunakan pada penelitian adalah plat baja ST37 dengan
pertimbangan:
1. Material baja ST37 banyak digunakan di industri,

2. Proses pengelasan material baja ST37 memerlukan keterampilan khusus


dalam proses lasan.
3. Proses pembuatan baja ST37 dilakukan dengan pengecoran tradisional.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengelasan adalah:

1. Mempersiapkan mesin las TIG sesuai dengan pemasangan.

2. Mempersiapkan benda kerja yang akan dilas.

3. Pembentukan sudut kampuh, dimana yang digunakan jenis kampuh V


tunggal, dengan sudut 600, 700, dan 800.

Gambar 3.1 Bentuk dan posisi sudut kampuh (a) sudut 600. (b) Sudut 700, (c) Sudut 800

36
1. Mempersiapkan elektroda sesuai dengan daya api dan ketebalan spesimen.
2. Menyalakan dan menyetel arus yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan
pengelasan.

Setelah menyalakan mesin las dan menyetel kuat arus , maka dilakukan
pengelasan pada spesimen yang menyala sampai kawat las menyatu dengan
spesimen.

3.3.2. Pembentukan Spesimen Uji Tarik (Tensile Test)

Sebelum diuji, pada masing-masing spesimen dipotong dan dibentuk


dengan menggunakan mesin skrap sehingga sesuai dengan standar uji tarik
lembaran yaitu ASTM E-8M, spesimen ditunjukkan pada gambar 3.7.
Pembentukan spesimen dengan sudut kampuh 600, 700 dan 800 berdasarkan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Spesimen dipotong menjadi 9 bagian yang ukurannya sesuai dengan
kebutuhan pengujian.
b. Setelah dipotong dilakukan pembentukan sudut kampuh dengan sudut
masing-masing 600, 700 dan 800, yang dimana menggunakan sudut
kampuh V tunggal.

Dilakukan penyambungan dengan pengelasan pada sudut kampuh V


dengan ukuran panjang 200 mm dan lebar 20 mm. Berikut ini adalah prosedur
percobaan yang dilakukan pada pengujian tarik dengan menggunakan alat uji tarik.

a) Spesimen dibentuk sesuai ukuran menurut standar ASTM E-8M.


b) Mesin uji tarik dihidupkan kemudian disetting alat pembaca grafik dan
jarum skala beban pada panel.
c) Spesimen dicekam pada chuck atas, kemudian chuck bawah dinaikkan
dengan menekan tombol UP hingga mencekam spesimen secara

37
keseluruhan.
d) Katup hidrolik (load valve) dibuka kemudian mesin (pompa
hidrolik/PUMP) dijalankan sampai spesimen putus.
e) Setelah spesimen putus katup hidrolik (load valve) ditutup dan katup
pembuka (unload valve) dibuka, kemudian chuck bawah diturunkan
dengan menekan tombol down.
f) Spesimen yang putus dilepas , kemudian diukur besar pertambahan
panjangnya dan besar nilai regangan yang diperoleh dari grafik hasil uji
tarik seperti yang terlihat pada lampiran uji tarik kemudian dicatat data
hasil pengujian.

3.3.3 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

Percobaan uji kekerasan (Hardness Test) yang akan dilakukan adalah


percobaan kekerasan dengan cara mekanis statis (bukan mekanis dinamis) dan itu
meliputi cara-cara Rockwell, Brinell dan Vickers. Ketiga cara tersebut diatas
berdasarkan pada cara penekanannya (indentation) suatu benda yang tidak
terdeformasi kedalam permukaan logam yang diuji (specimen) kekerasannya,
sehingga terjadi suatu bekas penekanan (lekukan) yang kemudian dijadikan dasar
untuk penilaian kekerasannya. Penekanan dilakukan sampai lekukan yang bersifat
tetap. Logam yang diuji akan lebih keras bila bekas yang terjadi lebih kecil.

Alat yang dipergunakan untuk melakukan uji kekerasan suatu logam yang
dilakukan dengan menggunakan uji kekerasan Rockwell digunakan alat yang
bernama Rockwell Hardness Test. Alat pengujian Brinnel dapat dilihat pada
gambar 3.12.

38
Gambar 3.2 Alat uji Brinell

Spesifikasi:

Type : BH-3CF

Kapasitas max : 3500 Kg

Bola indentasi : 3, 5, dan 10 mm

Keterangan Gambar :

1. Panel beban

2. Tuas Hidrolik

3. Indentor/bola indentor

4. Katup hidrolik

5. Beban

6. Landasan uji

39
Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian
kekerasan dengan metode Brinell :
1. Spesimen dibersihkan permukaannya dengan mesin polish hingga
permukaannya rata dan mengkilap.
2. Setelah bersih, spesimen diletakkan pada landasan uji dan bola indentor yang
digunakan adalah bola dengan diameter 10 mm.
3. Spesimen dinaikkan hingga menyentuh bola indentor, kemudian katup hidrolik
dikunci.
4. Tuas hidrolik ditekan berulang-ulang hingga skala pada panel menunjukkan angka
3000 kg kemudian ditahan selama 15 detik.
5. Setelah 15 detik katup hidrolik dibuka untuk mengembalikan beban ke posisi
semula (0 kg).

6. Pengamatan diameter indentasi dilakukan dengan menggunakan teropong


Indentor dan data diameternya disesuaikan dengan tabel kekerasan BHN.
7. Pengambilan data kekerasan diulang sebanyak 5 kali untuk masing-masing
spesimen dan diambil data rata-ratanya.

40
Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian ditunjukan oleh Gambar 3.8.

MULAI

PEMBENTUKAN

SPESIMEN UJI TARIK


KAMPUH 600, 700 DAN 800

PROSES PENGELASAN

TIG KAMPUH 600, 700, 800

PENGUJIAN TARIK dan

KEKERASAN KAMPUH
600, 700, 800

TIDAK
BERHASIL

YA

DATA PENGUJIAN

ANALISA DATA

SELESAI

Gambar 3.3 Diagram alir penelitian

41

Anda mungkin juga menyukai