Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stasiun Pengepresan (Pressing Station)

Pada stasiun pengepresan atau pengempaan terdapat dua unit sistem yang
memegang peranan penting dalam operasi pengolahan kelapa sawit, yang terdiri
atas mesin digester dan mesin screw press pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Digester dan screw press

Secara umum buah kelapa sawit jenis Tenera (gambar 2.2) terdiri dari daging
buah, cangkang dan inti sawit. Tebal daging buah dari buah yang cukup baik atau
normal berkisar antara 2 hingga 8 mm sesuai dengan ukuran buahnya. Panjang
buah 2-5 cm, beratnya sampai 30 gram, tebal cangkang 0,5-4 mm
(Mangoensoekarjo, 2003, hlm 98-100).
Gambar 2.2 Buah Kelapa Sawit

2.1.1. Digester (Pengadukan)

Digester berasal dari kata dasar “digest” yang berarti mencabik atau
melumat. Jadi yang dimaksud dengan mesin digester adalah suatu mesin yang
digunakan untuk mencabik dan melumatkan. Dalam hal ini dilakukan pencabikan
sambil pengadukan terhadap buah sawit yang telah lepas (rontok) dari tandannya
setelah melewati stasiun penebahan (Threshing).
Lalu buah sawit yang telah menjadi berondolan tersebut dilumatkan
dengan cara disayat-sayat daging buahnya dan diaduk dalam ketel adukan
(digester). Buah menjadi hancur akibat adukan pisau-pisau (stirring arm) yang
berputar 25-26 rpm. Sehingga buah sawit bergesekan dengan buah sawit lainnya,
pisau digester dan juga dinding digester (Mangoensoekarjo, 2003, hlm 347).

Proses pengadukan dalam digester dibantu oleh uap (steam) yang berasal
dari Back Preassure Vessel (BPV) dengan suhu uap sebesar 900C. Uap tersebut
dimasukkan kedalam digester dengan cara diinjeksikan menggunakan pipa uap.
Uap (steam) tersebut bertekanan 3 kg/cm2. Pengadukan dalam digester
berlangsung selama 30 menit supaya daging buah sawit tercabik sempurna.
Minyak yang mulai keluar dari bottom digester ditampung ditalang minyak untuk
selanjutnya di kirim ke vibrating sceen. Setelah sampai pada tingkat terbawah
maka buah sawit selanjutnya di kirim oleh expeller arm ke bagian chute untuk
selanjutnya diperas minyaknya di mesin pengempa (screw press). Buah yang
diperas berupa lumatan buah sawit yang disayat-sayat dimana struktur jaringan
buah telah rusak dan membuka sel - sel yang mengandung inti minyak, daging
buah (pericarp) pecah dan terlepas dari biji (nut), serat-serat buah harus masih
jelas kelihatan dan bersifat homogen (Mangoensoekarjo, 2003, hlm 348).

Gambar 2.3 Instalasi digester dan screw press pada pabrik kelapa sawit

Tujuan utama dari proses pengadukan adalah untuk mempersiapkan


daging buah untuk diperas. Sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari
daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya. Untuk mencapai tujuan itu
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut (Mangoensoekarjo, 2003, hlm 348):

1. Pengadukan harus menghasilkan cincangan yang baik sehingga daging buah


terlepas seluruhnya dari bijinya dan tidak boleh ada lagi terdapat buah yang
utuh, dimana daging buah masih melekat pada bijinya.

2. Pengadukan harus menghasilkan massa yang sama rata dan biji-biji tidak boleh
terpisah dari daging buah dan turun ke bagian bawah ketel.

3. Daging buah tidak boleh teremas terlalu lumat menjadi bubur, harus tampak
struktur serabut dari daging buah.
Penelitian terhadap syarat-syarat diatas adalah penting sekali, sebagian
besar diperoleh dari pengelihatan dan pengamatan minyak yang keluar dari bejana
pengadukan. Untuk mencapai hasil pengadukan yang baik maka pengadukan
harus dilakukan pada digester yang berisi 75 persen saja. Jika digester terisi 75
persen, maka tekanan yang ditimbulkan oleh beban berat isian itu sendiri
mempertinggi gaya-gaya gesekan yang diperlukan untuk memperoleh hasil yang
optimal. Jangka waktu pengadukan yang dialami oleh digester sebelum dikempa
atau di-press juga merupakan faktor yang cukup penting untuk dapat memenuhi
syarat-syarat pengadukan yang baik. Semakin banyak isian suatu digester maka
semakin lama buah teraduk sebelum masuk ke screw press. Jadi gabungan kedua
faktor diatas dapat disimpulkan bahwa isian digester dan jangka waktu
pengadukan harus diusahakan sejauh mungkin untuk dipenuhi secara simultan.

2.1.2. Pengempaan (Presser)

Pengempaan bertujuan untuk mengambil minyak dari adukan hasil output


digester, dimana buah sawit yang dilumatkan dengan bantuan pisau-pisau stirring
arm di digester dimasukkan ke dalam feed screw conveyor dan mendorongnya
masuk ke dalam mesin pengempa (twin screw press) seperti dijelaskan pada
gambar 2.4 berikut.

a. Mesin Screw Press


b. Worm Screw Press

Gambar 2.4. (a). Model mesin screw press dan (b). Worm screw press yang
digunakan pada Pengolahan Kelapa Sawit

Screw press memiliki dua batang ulir (screw) yang berputar saling berlawanan.
Sawit yang telah dilumatkan akan terdorong dan ditekan oleh cone pada sisi
lainnya, sehingga buah sawit menjadi terperas (Mangoensoekarjo, 2003, hlm 348).
Melalui lubang-lubang press cage minyak dipisahkan dari daging buah / serabut.
Hasil dari proses berupa ampas dan biji yang keluar melalui celah antara sliding/
adjusting cone dan press cage yang selanjutnya masuk ke Cake Breaker
Conveyor. Minyak sawit kasar yang masih mengandung kotoran seperti serat-serat
dan air yang selanjutnya akan melewati tahap klarifikasi berupa Sand Trap Tank
untuk memisahkan kotoran dari minyak kasar. Lalu ke Vibrating Screen untuk
memisahkan serat-serat dari minyak kasar tersebut dan selanjutnya dikirim ke
Crude Oil Tank sebagai tangki penampungan minyak kasar. Pada PMKS PT.
Sisirau terdapat 3 unit mesin screw press dan yang beroperasi setiap hari hanya 2
unit mesin, sedangkan 1 unit menjadi cadangan dan operasinya bergantian setiap
hari.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengempaan ini antara lain:
1. Ampas kempa (press cake) harus merata keluar di sekitar cone.

2. Tekanan hydrolic pada kumulator dijaga dengan tekanan 30-40 bar.

3. Bila screw press harus berhenti pada waktu yang lama, screw press
harus dikosongkan.

4. Tekanan kempa cone yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kadar biji
dan inti pecah bertambah. Tentunya kerugian inti bertambah.

5. Tekanan kempa cone yang terlalu rendah akan mengakibatkan cake


masih basah. Kerugian (looses) pada ampas dan biji bertambah,
pemisahan ampas dan biji tidak sempurna, bahan bakar ampas basah
sehingga pembakaran dalam boiler pun menjadi tidak sempurna.

2.2. Jenis-jenis Manajemen Pemeliharaan Pabrik

2.2.1. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Sistem pemeliharaan ini adalah melakukan pemeliharaan pada selang waktu yang
ditentukan sebelumnya, atau terhadap kriteria lain yang diuraikan dan
dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan bagian-bagian lain tidak memenuhi
kondisi yang bisa diterima (Corder A.S, 1992, hlm 4). Seperti dalam industri
motor masih dikenal istilah ‘servis’. Istilah ini meliputi semua pemeriksaan dan
penyetelan yang tercakup dalam buku petunjuk pemeliharaan, terutama
pelumasan, pengisian kembali, pemeriksaan minor dan sebagainya. Dalam setiap
kejadian, pemeliharaan korektif biasanya memerlukan keadaan berhenti,
sedangkan pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) dapat dilakukan
pada waktu berhenti maupun waktu berjalan

2.2.2. Pemeliharaan Setelah Rusak (Breakdown Maintenance)


Pemeliharaan setelah rusak (Breakdown) merupakan pemeliharaan yang dilakukan
terhadap peralatan setelah peralatan mengalami kerusakan sehinggga terjadi
kegagalan yang menghasilkan ketidaktersediaan suatu alat. Pada mulanya semua
industri menggunakan sistem ini. Jika industri memakai sistem ini maka
kerusakan mesin akan berulang dan frekuensi kerusakannya sama setiap tahunnya.
Industri yang menggunakan sistem ini dianjurkan menyiapkan cadangan mesin
(stand by machine) bagi mesin-mesin yang vital. Sifat lain dari sistem ini adalah
data dan file informasi, dimana data dan file informasi perbaikan mesin/peralatan
harus tetap dijaga. Pada sistem ini untuk pembongkaran tahunan tidak ada karena
pada saat dilakukan penyetelan dan perbaikan, unit-unit cadanganlah yang dipakai.
Sistem Breakdown Maintenance ini sudah banyak ditinggalkan oleh industri-industri
karena sudah ketinggalan zaman karena tidak sistematik secara keseluruhannya dan
banyak mengeluarkan biaya.

2.2.3. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)


Pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan yang perlu segera dilakukan untuk
mencegah akibat yang serius (Corder A.S, 1992, hlm 4). Misalnya sebuah mesin
sedang beroperasi namun tiba-tiba mesin tersebut mati. Berapa kalipun
dihidupkan ternyata tidak mau hidup lagi. Ketika tutup mesin dibuka, diketahuilah
bahwa air radiator mesin habis. Setelah diperiksa didapat kerusakan di bagian pipa
radiator dan ada juga bagian mesin yang retak. Akibat kerusakan tersebut maka
diperlukan adanya reparasi besar atau penggantian unit yang mengakibatkan
operasi mesin harus terhenti selama reparasi besar dikerjakan.

2.2.4. Pemeliharaan Korektif (Corrective Maintenance)


Pemeliharaan korektif adalah pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki
suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk
memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. Pemeliharaan korektif meliputi
reparasi minor terutama untuk rencana jangka pendek. Reparasi mesin setelah
mengalami kerusakan bukanlah kebijaksanaan pemeliharaan yang paling baik.
Biaya pemeliharaan terbesar biasanya bukan biaya reparasi, bahkan bila hal itu
dilakukan dengan kerja lembur. Lebih sering unsur biaya pokok adalah biaya
berhenti untuk reparasi. Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada mesin walaupun
reparasi dilakukan secara cepat akan menghentikan operasi, para karyawan dan
mesin menganggur, produksi terganggu bahkan dapat menghentikan jalannya
produksi. Pemeliharaan korektif merupakan perbaikan peningkatan kemampuan
peralatan mesin kedepan karena kegagalan atau pengurangan kemampuan mesin
selama pemeliharaan preventive dikerjakan atau sebaliknya, demi perbaikan mesin
dan optimal dalam penggunaannya. Pemeliharaan korektif terdiri dari beberapa
bagian (Dhillon, 2006, hlm 143) seperti:
1. Perbaikan karena rusak.
Bagian ini fokus dengan perbaikan pada bagian kerusakan peralatan
supaya kembali kepada kondisi operasionalnya.
2. Overhaul.
Bagian ini fokus dengan perbaikan atau memulihkan kembali (restoring)
peralatan ke keadaan yang semula yang dapat dipergunakan (complete
serviceable) untuk seluruh peralatan di pabrik tersebut.
3. Salvage.
Bagian ini fokus dengan pembuangan dari material yang tidak dapat
diperbaiki dan pemanfaatan material yang masih bisa dipakai dari.
4. Servicing.
Tipe bagian pemeliharaan korektif ini mungkin dibutuhkan karena adanya
tindakan pemeliharaan korektif, seperti pengelasan, dan lainnya.
5. Rebuild.
Bagian ini fokus dengan pemulihkan kembali (restoring) peralatan ke
keadaan yang standard sedekat mungkin ke keadaan aslinya berkenaan
dengan keadaan fisik, daya guna dan perpanjangan masa pakai.

2.2.5. Maksud dan Tujuan Manajemen Pemeliharaan Pabrik


Adapun maksud pemeliharaan adalah untuk meningkatkan efektivitas serta porsi
keuntungan bagi perusahaan. Hal ini bisa dimungkinkan karena dengan
dilakukannya perawatan maka dapat ditekan ongkos produksi disamping dapat
pula ditingkatkan kapasitas produksi suatu mesin.
Adapun tujuan utama dilakukannya pemeliharaan adalah:
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset yaitu setiap bagian dari suatu
tempat kerja, bangunan dan isinya. Hal ini terutama penting di negara
berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantinya. Di
negara yang sudah maju, lebih murah mengganti daripada memelihara.

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk


produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return on investment)
semaksimum mungkin.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan,
unit pemadam kebakaran dan penyelamat dan sebagainya.
4. Untuk menjamin keselamatan orang-orang yang menggunakan sarana
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai