Anda di halaman 1dari 11

3.

ASKEP HIPERBILIRUBINEMIA

a. Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah
berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon,
1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan
tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)
yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.
(Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
pathologis. (Markum, 1991:314)

b. Klasifikasi

a) Ikterus prehepatik

Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama
pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak
terkonjugasi.

b) Ikterus hepatic

Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati
maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta
gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke
dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.

c) Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya
adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam
urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.

d) Ikterus neonatus fisiologi

Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin

d) Ikterus neonatus patologis

Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang
tinggi dan berat badan tidak bertambah.

c. Etiologi

1. Peningkatan produksi :

 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian


golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.

 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.

 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang


terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .

 Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).

 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek


meningkat misalnya pada berat lahir rendah.

 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.


2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.

3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau


toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi ,
Toksoplasmosis, Siphilis.

4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.

5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

d. Manifestasi Klinis

 Kulit berwarna kuning sampai jingga

 Pasien tampak lemah

 Nafsu makan berkurang

 Refleks hisap kurang

 Urine pekat

 Perut buncit

 Pembesaran lien dan hati

 Gangguan neurologic

 Feses seperti dempul

 Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

 Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa. Jaundice yang
tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.Jaundice yang tampak pada hari ke
2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang
biasanya merupakan jaundice fisiologi.
e. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan


peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y
dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya
sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah ,
Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

f. Penata Laksanaan Medis


Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :

1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi

3. Meningkatkan Badan Serum Albumin

4. Menurunkan Serum Bilirubin

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi


Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

a) Fototherapi

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti


untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan
intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light
spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal
ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak
terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin
bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil
Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan
melalui urine.

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,


tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg /
dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

b) Tranfusi Pengganti

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :

1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.


2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.

4. Tes Coombs Positif

5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.

6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.

9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

c) Therapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang


meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan
karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
g. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

 Pengawasan antenatal yang baik

 Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.

 Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonates.

 Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

 Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir

 Pemberian makanan yang dini.

 Pencegahan infeksi.

h. Komplikasi

• Retardasi mental

• Gangguan pendengaran dan penglihatan

• Kematian.

• Kernikterus.

i. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian

1. Identitas pasien dan keluarga


2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan
ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi
sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau Data Obyektifkter. Lahir prematur /
kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin dan aspixin
c. Riwayat Post natl
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran
cerna dan hati ( hepatitis )
e. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih saying karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu Þ bayi yang ikterus
3. Kebutuhan Sehari – hari
a. Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah )
sehingga BB bayi mengalami penurunan.
b. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan
tinja berwarna pucat
c. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun
d. Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan mudah
terusik.
e. Personal hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum lemah, Ttv tidak stabil terutama suhu tubuh ( hipo / hipertemi ).
Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ).
Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas ( skin resh)
bronze bayi syndrome, sclera mara kuning ( kadang –kadang terjadi kerusakan pada
retina ) perubahan warna urine dan feses.

Anda mungkin juga menyukai