Anda di halaman 1dari 121

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam hidup ini manusia perlu mempertahankan keseimbangan tubuh. Akan tetapi,
terkadang manusia juga mengalami penurunan dalam mempertahankan keseimbangan tubuh.
Maka dari itu, kita perlu mempelajari kebutuhan mekanika tubuh dan postur tubuh yang baik.
Mekanika tubuh meliputi pengetahuan tentang bagaimana dan mengapa kelompok otot
tertentu digunakan untuk menghasilkan dan mempertahankan gerakan secara aman. Dalam
menggunakan mekanika tubuh yang tepat perawat perlu mengerti pengetahuan tentang
pergerakan, termasuk bagaimana mengoordinasikan gerakan tubuh yang meliputi fungsi
integrasi dari system skeletal, otot skelet, dan system saraf. Selain itu, ada kelompok otot
tertentu yang terutama digunakan unutk pergerakan dan kelompok otot lain membentuk
postur/bentuk tubuh.
Manusia dapat bergerak berpindah tempat sesuai keinginannya. Gerak bebas tersebut
terjadi sebagia hasil kerja sama antara dua sistem organ, yaitu kerangka atau rangka dan otot.
Rangka yang tersusun atas tulang-tulang dapat bergerak karena di gerakkan otot. Jadi
sebenarnya rangka tidak mempunyai kemampuan untuk menggerakkan dirinya. Oleh sebab itu,
rangka disebut alat gerak pasif.
Otot mempunyai kemampuan untuk berkontraksi atau memendek dan berlelaksasi atau
mengendur. Jika otot memendek akan dihasilkan tenaga dan terjadilah gerakan organ-organ
yang dilekati atau pun organ disekitarnya kearah tertentu. Bila otot mengendur maka organ-
organ akan bergerak kearah yang berlawanan. Berdasarkan ini maka otot disebut alat gerak
aktif.
Postur tubuh/body aligment merupakan susunan geometris dari bagian-bagian tubuh
yang berhubungan dengan bagian tubuh lain. Bagian yang dipelajari dari postur tubuh adalah
persendian, tendon, ligamen, dan otot. Apabila keempat bagian tersebut digunakan dengan
benar dan terjadi keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi tubuh maksimal, seperti dalam
posisi duduk, berdiri dan berbaring yang benar.
Body alignment yang buruk dapat mengurangi penampilan individu dan mempengaruhi
kesehatan yang dapat mengarah pada gangguan. Perawat merupakan role model yang penting
dalam mengajarkan kebiasaan yang sehat/baik.

1
Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik, mengurangi
jumlah energi yang digunakan, mempertahankan keseimbangan, mengurangi kecelakaan,
memperluas ekspansi paru, dan memingkatkan sirkulasi renal dan gastrointestinal.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan body mekanik?
2. Bagaimna prinsip pergerakan/mekanik?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi pergerakan dan ambulasi?
4. Bagaimana konsekuensi kurangnya ambulasi?
5. Apa saja struktur abnormal yang pengaruh pergerakan dan ambulasi?
6. Bagaiman asuhan keperaatan body mekanik?
7. Apa yang dimaksud dengan body alligment?
8. Apa prinsip body alligment?
9. Apa yng dimaksud dengan gravity?
10. Apa yang dimaksud dengan postural reflekxes dan opposing muscle group?
11. Bagaiman perubahan dalam postur dan struktur anatomi?
12. Apa saja struktur abnormal yang mempengaruhi posisi dan konsekuensi posisi tubuh
yang kurang baik?
13. Bagaimna asuhan keperawatan gangguan BA?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan dari penulisan Makalah ini adalah Agar mahasiswa keperawatan dapat mengetahui
dan memahami serta dapat menerapkan konsep body mekanik dan body alligment.
.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Body Mekanik


Merupakan usaha koordinasi dari muskuloskeletal dan system saraf untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan tepat. Mekanika tubuh adalah cara
menggunakan tubuh secara efesien, yaitu tidak banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi,
serta aman dalam menggerakkan dan mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas.

2
2.1.1 Prinsip Pergerakan Mekanik
Body mekanik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
digunakannya tubuh dan bagian-bagianya secara effisien , aman dan terkoordinasi untuk
memindahkan suatu obyek dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Dalam hal ini difokuskan
pada penggunaan body mekanik oleh perawat pada saat mengatur posisi pasien diatas bed ,
memindahkan pasien diantara bed,kursi roda dan brankat.
Perawat menggunakan berbagai kelompok otot untuk setiap aktivitas keperawatan,
seperti berjalan selama ronde keperawatan, memberikan obat, mengangkat dan memindahkan
klien, dan menggerakan objek. Gaya fisik dari berat dan friksi dapat mempengaruhi pergerakan
tubuh. Jika digunakan dengan benar, kekuatan ini dapat meningkatkan efisiensi perawat.
Penggunaan yang tidak benar dapat mengganggu kemampuan perawat unuk mengangkat,
memindahkan, dan mengubah posisi klien. Perawat juga mengganbungkan pengetahuan
tentang pengaruh fisiologis dan patologis pada mobilisasi dan kesejajaran tubuh. Prinsip yang
digunakan dalam mekanik tubuh adalah sebagai berikut :
a. Gravitasi
Merupakan prinsip yang pertama yang harus diperhatikan dalam melakukan mekanika
tubuh dengan benar, yaitu memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh.
Terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam gravitasi :
1) Pusat gravitasi (center of grafity), titik yang berada dipertengahan bulan.
2) Garis gravitasi (line of gravity), merupakan garis imajiner vertikal melalui pusat gravitasi.
3) Dasar dari tumpuan (base of support), merupakan dasar tempat seseorang dalam posisi istirahat
untuk menopang/menahan tubuh.
b. Keseimbangan
Keseimbangan dalam penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan cara
mempertahankan posisi garis gravitasi di antara pusat gravitasi dan dasar tumpuan.
c. Berat
Dalam menggunakan mekanika tubuh, yang sangat diperhatikan adalah berat atau
bobot benda yang akan diangkat karena berat benda tersebut akan mempengaruhi mekanika
tubuh.

2.1.2 Pergerakan dasar dalam mekanika tubuh

3
Mekanika tubuh dan ambulasi merupakan bagian dari kebutuhan aktivitas manusia.
Sebelum melakukan mekanika tubuh, terdapat beberapa pergerakan dasar yang harus
diperhatikan, di antaranya:
a. Gerakan ( ambulating ).
Gerakan yang benar dapat membantu mempertahankan keseimbangan tubuh. Contoh:
keseimbangan orang saat berdiri dan saat jalan akan berbeda. Orang yang berdiri akan lebih
mudah stabil disbandingkan dalam posisi jalan. Dalam posisi jalan akan terjadi perpindahan
dasar tumpuan dari sisi satu ke sisi yang lain, dan posisi gravitasi akan selalu berubah pada
posisi kaki.
b. Menahan ( squatting ).
Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah.contoh : posisi orang
duduk akan berbeda dengan orang jongkok, dan tentunya berbeda dengan posisi membungkuk.
Gravitasi adalah hal yang perlu diperhatikan untuk memberikan posisi yang tepat dalam
menahan. Dalam menahan diperlukan dasar tumpuan yang tepat.
c. Menarik ( pulling ).
Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda. Yang perlu
diperhatikan adalah ketinggian, letak benda, posisi kaki dan tubuh dalam menarik, sodorkan
telapak tangan dana lengan atas dipusat gravitasi pasien, lengan atas dan siku diletakkan pada
permukaan tempat tidur, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki ditekuk, lalu dilakukan
penarikan.

d. Mengangkat ( lifting ).
Mengangkat merupakan pergerakan daya tarik. Gunakan otot-otot besar besar dari
tumit, paha bagian atas, kaki bagian bawa, perut, dan pinggul untuk mengurangi rasa sakit pada
daerah tubuh bagian belakang.
e. Memutar ( Pivoting ).
Merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada tulang belakang.
Gerakan memutar yang baik memerhatikan ketiga unsur gravitasi agar tidak berpengaruh buruk
pada postur tubuh.

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi pergerakan dan ambulasi

4
Ambulasi (ambulation) adalah tindakan berjalan atau bergerak dari satu tempat ke
tempat lain tanpa perangkat seperti tongkat atau kruk atau usaha seseorang untuk melakukan
latihan jalan atau berpindah tempat.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Mekanika Tubuh dan Ambulasi
 Status Kesehatan.
. Perubahari status kesehatan dapat memengaruhi sistem muskuloskeletal dan sistcm saraf
berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit,
berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, dan lain-lain.
 Nutrisi.
Salah satu fungsi nutrisi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan tulang dan
perbaikan sel. Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan kelemahan otot dari
memudahkan terjadinya penyakit. Sebagai contoh, tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih
mudah mengalami fraktur.
 Emosi.
Kondisi psikologis sesearang dapat memudahkan perubahan perilaku yang dapat menurunkan
kemampuan mekanika tubuh dari ambulasi baik. Seseorang yang mengalami perasaan tidak
aman, tidak bersemangat, dan harga diri yang rendah, akan mudah mengalami perubahan dalam
mekanika tubuh dan ambulasi.
 Situasi dan Kebiasaan.
Situasi dan kebiasaan yang dilakukan sesorang misalnya sering mengangkat benda-benda
yang berat.

 Gaya Hidup.
Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stres dan kemungkinan besar akan
menimbulkan kecerobohan dalam beraktivitas, sehingga dapat mengganggu koordinasi antara
sistem muskuloskeletal dan neurologi, yang akhirnya mengakibatkan perubahan mekanika
tubuh.
 Pengetahuan.
kurang memadai dalam penggunaan mekanika tubuh akan menjadikan seseorang berisiko
mengalami gangguan koordinasi sistem neurolobri dan muskuloskcletal. Pengetahuan yang
baik terhadap penggunaan mekanika tubuh akan mendorong seseorang untuk
mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang dikeluarkan. Sebaliknya,

5
pcngetahuan yang buruk tentang penggunaan mekanika tubuh akan memperbanyak tenaga
yang di keluarkan.
2.1.4 Konsekuensi kurangnya ambulasi
Penggunaan mekanika tubuh secara benar dapat mengurangi pengeluaran energi secara
berlebihan. Dampak yang dapat ditimbulkan dari penggunaan mekanika tubuh yang salah
adalah sebagai berikut :
 Terjadi ketegangan sehingga memudahkan timbulnya kelelahan dan gangguan dalam system
muskuloskletal.
Resiko terjadinya kecelakaan pada sistem muskulusletal. Seseorang salah dalam berjongkok
atau berdiri, maka akan memudahkan terjadinya gangguan dalam struktur
muskulusletal, misalnya kelainan pada tulang vertebrata.
1. Jatuh
2. Cidera belakang
Harber (1985), memberikan daftar penyebab cidera belakang yang paling sering terjadi pada
perawat yang bekerja di rumah sakit yaitu :
a. Mengangkat pasien ke atas tempat tidur (48%)
b. Membantu pasien turun dari tempat tidur (30%)
c. Memindahkan bed (27%)
d. Mengangkat pasien keatas brankat(22%)
2.1.5 Struktur abnormal yang mempengaruhi pergerakan dan ambulasi
Beberapa gangguan pada muskuloskeletal dapat merangsang pergerakan:
a. Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang
yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.
b. Compression fraktur pada vertebra
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
c. Osteoartritis
Osteoartritis (OA, dikenal juga sebagai artritis degeneratif, penyakit degeneratif sendi), adalah
kondisi di mana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-
ujung tulang penyusun sendi.
Pada sendi, suatu jaringan tulang rawan yang biasa disebut dengan nama kartilago biasanya
menutup ujung-ujung tulang penyusun sendi. Suatu lapisan cairan yang disebut cairan sinovial

6
terletak di antara tulang-tulang tersebut dan bertindak sebagai bahan pelumas yang mencegah
ujung-ujung tulang tersebut bergesekan dan saling mengikis satu sama lain.
Pada kondisi kekurangan cairan sinovial lapisan kartilago yang menutup ujung tulang akan
bergesekan satu sama lain. Gesekan tersebut akan membuat lapisan tersebut semakin tipis dan
pada akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri.
d. Osteomyelitis
adalah peradangan sumsum tulang dan jaringan tulang disekitarnya yang di sebabkan oleh
infeksi mikroganisme pathogen (yang dapat menyebabkan penyakit), umunya oleh jenis
staphylococcus bakteri biasanya mencapai tulang secara langsung melalui luka terbuka tapi
dapat pula melalui hematogen (penyebaran melalui peredaran darah) osteomyelitis banyak
terjadi pada anank
e. Ankylosing spondilitis
Merupakan penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan peradangan pada tulang belakang
dan sendi-sendi yang besar, menyebabkan kekakuan dan nyeri. Penyebabnya tidak diketahui,
tetapi penyakit ini cenderung menyerang anggota keluarga, menunjukkan adanya peran dari
genetik.

f. Rhematoid artritis
Merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh
sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada
sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai
dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan
penipisan tulang. RA dapat mengakibatkan nyeri, kemerahan, bengkok dan panas di sekitar
sendi. Berdasarkan studi, RA lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan rasio
kejadian 3 : 1.
Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan,
bahu, lutut, dan kaki. Pada penderita stadium lanjut akan membuat si penderita tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang lain yaitu berupa
demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah dan kurang darah. Namun kadang
kala si penderita tidak merasakan gejalanya. Diperkirakan kasus Rheumatoid Arthritis diderita
pada usia di atas 18 tahun dan berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk
Indonesia.
g. Skoliosis

7
Skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang.
Sebanyak 75-85% kasus skoliosis merupakan idiofatik, yaitu kelainan yang tidak diketahui
penyebabnya. Sedangkan 15-25% kasus skoliosis lainnya merupakan efek samping yang
diakibatkan karena menderita kelainan tertentu, seperti distrofi otot, sindrom Marfan, sindrom
Down, dan penyakit lainnya. Berbagai kelainan tersebut menyebabkan otot atau saraf di sekitar
tulang belakang tidak berfungsi sempurna dan menyebabkan bentuk tulang belakang menjadi
melengkung.
Ahli bedah tulang (ortopedi) mengklasifikasikan idiofatik skoliosis ke dalam empat
kategori berdasarkan usia penderita ketika kelengkungan tulang terlihat untuk pertama kalinya.
Keempat kategori tersebut adalah skoliosis idiofatik anak-anak, remaja, pada remaja yang
berada di sekitar masa pubertas, dan dewasa.
i. Atropi otot
Atrofi (bahasa Inggris: atrophy) merupakan simtoma penyusutan jaringan atau organ.
Atrofi berkemungkinan berlaku akibat tindak balas adaptasi terhadap tekanan sehingga isi padu
sel mengerut dan seterusnya keperluan tenaga diturunkan ke tahap yang minimum. penyebab
lain yang mungkin ialah sel kurang digunakan seperti dalam otot rangka. selain penurunan
keperluan sesuatu fungsi, kekurangan bekalan oksigen atau nutrisin, inflamasi kronik dan
proses penuaan juga menyumbang kepada fenomena atropi. Begitu juga dengan gangguan
isyarat dalam tindakan hormon berakibat fungsi sesuatu organ berkurangan.
j. Ketegangan dan keseleo.

2.1.6 pengkajian mekanik tubuh dan ambulasi


Pengkajian keperawatan pada masalah mekaika tubuh dan ambulasi, antara lain menilai
adanya kemampuan dan keterbatasan dalam bergerak dengan cara bangkit dari posisi berbaring
ke posisi duduk, kemudian bangkit dari kursi ke posisi berdiri, atau perubahan posisi.
Selanjutnya, menilai adanya kelainan dalam mekanika tubuh pada saat duduk, beraktivitas atau
saat pasien mengalami bergerakan serta pengkajian terhadap status ambulasinya. Kemudian,
menilai gaya berjalan pasien (mantap atau tegak lurus), ayunan lengan atas (pantas atau tidak),
kaki ikut siap pada saat ayunan atau tidak, langkah jatuh jauh dari garis gravitasi atau tidak
serta berjalan apakah diawali dan diakhiri dengan mudah atau tidak.
1.Pengkajian
Menilai kemampuan dan keterbatasan dalam bergerak dengan cara :
 Bangkit dari posisi berbaring ke posisi duduk .

8
 Bangkit dari kursi ke posisi berdiri
 Menilai gaya berjalan
 Perubahan posisi
 Saat pasien bergerak
 Saat beraktifitas
 Status ambulasi

2.1.7 Diagnosa keperawatan


 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengam adanya kelemahan akibat spasme pada
extremitas, nyeri akibat arthritis, penggunaan alat bantu dalam waktu yang lama.
 Resiko cedera berhubungan dengan adanya paralysis, gaya berjalan tidak stabil, penggunaan
tongkat yang tidak benar.
 Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik secara umum.

2.1.8 Rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan mekanik tubuh dan ambulasi
Tujuan :
 Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh pada saat melakukan aktifitas.
 Memulihkan dan memperbaiki ambulasi
 Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh

Perencanaan :
 Terapi latihan : Mobilitas Sendi : pergerakan tubuh aktif atau pasif untuk mempertahankan atau
memperbaiki fleksibilitas sendi.
 Penaturan Posisi : tempatkan pasien yang sesuai untuk meningkatkan kenyamanan,
meningkatkan integritas kulit, dan mendukung kemandirian.
 Berikan penguatan positif selama aktivitas
 Dukung pasien / keluarga untuk memandang keterbatasan secara realistis.
 Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas
 Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
 Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
 Kolaborasi dengan dokter dan fisioterapi dalam katihan aktivitas
 Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan aktivitas
 Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet

9
 Berikan pendidikan kesehatan tentang :
 Perubahan gaya hidup untuk menyimpan energy
 Penggunaan alat bantu pergerakan.
2.1.9 Tindakan keperawatan
a. Latihan ambulasi
 Membantu klien duduk diatas tempat tidur
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badannya dengan telapak tangan
menghadap ke bawah
 Berdirilah di samping tempat tidur kemudian letakkan tangan pada bahu pasien.
 Bantu pasien untuk duduk dan beri penopang / bantal.
b. Turun dan berdiri
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Atur kursi roda dalam posisi terkunci
 Berdirilah menghadap pasien dengan kedua kaki merenggang
 Fleksikan lutut dan pinggang Anda.
 Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya di bahu Anda dan letakkan kedua tangan
Anda di samping kanan dan kiri pinggang pasien
 Etika pasien melangkah ke lantai tahan lutut Anda pada lutut pasienBantu pasien tegak dan
 jalan sampai ke kursi
 Bantu pasien duduk di kursi dan atur posisi agar nyaman
 Membantu berjalan
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak tangan
Anda.
 Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien
 Bantu pasien berjalan
2) Membantu Ambulasi dengan Memindahkan Pasien

10
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau
tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
Cara :
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Atur branchard dalam posisi terkunci
 Bantu pasien dengan 2-3 perawat
 Berdiri menghadap pasien
 Silangkan tangan di depan dada
 Tekuk lutut Anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
 Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher / bahu dan bawah pinggang, perawat kedua
meletakkan tangan di bawah pinggang dan panggul pasien, sedangkan perawat ketiga
meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
 Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
 Atur posisi pasien di branchard

2.1.10 Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah mekanika
tubuh dan ambulasi adalah :
- Masalah mekanika tubuh dan ambulasi teratasi dengan baik.
- Klien mampu menggunakan mekanika tubuh dengan baik.
- Klien mampu menggunakan alat bantu gerak dengan baik.
- Klien mampu mengambil benda, naik turun, tidur dan berjalan dengan mandiri.

2.2 Pengertian Body Alligment


Body alignment adalah susunan geometric bagian-bagian tubuh dalam hubungannya
dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Body alignmen baik akan meningkatkan keseimbangan
yang optimal dan fungsi tubuh yang maksimal, baik dalam posisi berdiri, duduk, maupun tidur.
Body aligment yang baik: keseimbangan pada persendian otot, tendon, ligamen.
Body Alignment yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan yang baik,
mengurangi jumlah energi yang digunakan untuk mempertahankan keseimbangan, mengurangi
kelelahan, memperlyas ekspansi paru Meningkatkan sirkulasi renal dan fungsi gastrointestinal

11
Body alignment yang buruk dapat: Mengurangi penampilan individu dan mempengaruhi
kesehatan yang dapat mengarah pada gangguan. Perawat merupakan role model yang penting
dalam mengajarkan kebiasaan yang sehat/baik: postur tubuh yang baik.

2.2.1 Prinsip body alligment


Prinsip body alligment adalah sebagai berikut:
1.Keseimbangan dapat dipertahankan jika line of gravity melewati dan base of support.
2. The base of support lebih luas dan pusat gravity lebih rendah kestabilan dan keseimbangan
lebih besar.
3.Jika line gravity berada diluar pusat dari base of support, energi lebih banyak digunakan
untuk mempertahankan keseimbangan.
4.The base of support yang luas dan bagian-bagian dari body alignment baik akan menghemat
energi dan mencegah kelelahan otot.
5. Perubaan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan otot-otot.
6.Body alignment yang jelek dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa nyeri kelelahan
otot dan kontraktur.
7.Karena struktur enatomi individu berbeda maka intervensi keperawatan harus secara
individual dan sesuai dengan kebutuhan individu tersebut.
8.Memperkuat otot-otot yang lemah, membantu mencegah kekakuan otot dan ligament ketika
body alignment jelek baik secara temporal maupun penggunaan yang kurang hati-hati.
2.2.2 Gravity
Gravity adalah atraksi timbal balik antara tubuh dan bumi. Pusat gravity adalah titik
pusat seluruh massa dari suatu objek. Memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan
tubuh. Garis gravitasi, merupakan garis imaginer vertical melalui pusat gravitasi. Dasar
tumpuan, merupakan dasar tempat seseorang dalam posisi istirahat untuk menopang atau
menahan tubuh.
2.2.3 Postural reflekxes dan opposing muscle group
Merupakan aksi dari otot postural (ekstensor) yang terus menerus menahan seseorang
pada posisi tegak melawan grafitasi bumi.
Jenis dari postural reflex :
a.Otot ekstensor: otot-otot anti gravity.
b. Kontraksi otot-otot menyokong posisi tegak disebut postural tonus.

12
c.Numorous postural/Righting reflek merangsang dan mempertahankan postural tonus adalah:
1. Labryn sense
Organ sensor yang terdapat dalam organ telinga bagian dalam
2. Visual /optic reflek
Sensasi visual membantu seseorang dalam mendapatkan kesadaran mengenai tata ruang dan
hubungan antara satu subyek dengan lingkungannya.
3. Proprioceptor /kinestetik sense
Ini sering disebut sebagai indera keenam .
4. Ekstensor atau anti grafitasi reflex
Yang termasuk otot-otot ekstensor diantaranya otot-otot pada ekstremitas bawah,otot-otot
abdomal,otot-otot adductor pada scapula dan otot-otot kaki bawah.
5. Plantar reflex
Tekanan melawan telapak kaki oleh permukaan tanah akan menimbulkan reflex kontraksi otot-
otot ekstensor dari otot-otot kaki bagian bawah

Pembentukan postur tubuh dapat dipengaruhi juga oleh beberapa faktor, di antaranya:
1. Status Kesehatan. Perubahan status keschatan dapat mc;nimbulkan keadaan yang tiidak
optimal terdapat organ atau bagian tubuh yang mengalami kelelahan atau kelemahan sehingga
dapat memengaruhi pembentukan postur tubuh.
2. Nutrisi. Nutrisi merupakan bahan untuk menghasilkan yang digunakan dalam membantu
proses pengaturan keseimbangan organ, otot, tendon, ligamen dan persendian. Apabila status
nutrisi kurang, kebutuhan energi pada organ tersebut akan kurang sehingga dapat proses
keseimbangan.
3.Emosi. Emosi dapat menyebabkan kurangnya kendali dalam menjaga kescimbangan tubuh.
Ilal tersebut dapat mcmcngaruhi proses koordinasi pada otot, ligamen, sendi dan tulang.
4. Gaya Hidup. Perilaku gaya hidup dapat membuat seseorang jadi lebih baik atau bahkan
sebaliknya menjadi buruk. Seseorang yang memiliki gaya hidup yang tidak sehat misalnya
selalu menggunakan alat bantu dalam melakukan kcgiatan sehari-hari, dapat mengalami
ketergantungan sehingga postur tubuh tidak berkcmbang dengan baik.
5.Perilaku dan Nilai. Adanya perubahan perilaku dan nilai seseorang dapat memengaruhi
pembentukan postur tubuh. Sebagai contoh, perilaku dalam membuang sampah di sembarang
tempati dapat memengaruhi proses pembcntukan postur tubuh orang lain yang berupaya untuk
selalu bersih dari sampah.

13
2.2.4 Perubahan dalam postur dan struktur anatomi
Beberapa posisi tubuh dalam aktivitas tertentu benar ataupun salah, jika berlangsung lama
akan menyebabkan kerusakan syaraf-syaraf superfasialis,kerusakan pembuluh darah serta
kontraktur. Setiap orang mempunyai anatomi yang berbeda, ini akan membawa pengaruh pada
postur tubuh sesorang , meskipun hanya sedikit.
2.2.5 Struktur abnormal yang mempengaruhi posisi dan Konsekuensi posisi tubuh yang
kurang baik
a. Tortikolis
Diskripsi: mencondongkan kepala ke sisi yang sakit, dimana otot sternokleidomastoideus
berkontraksi.
Penyebab: kondisi congenital.
Penatalaksanaan: operasi, pemanasan, topangan, atau imobilisasi berdasarkan penyebab dan
tingkat keparahan.
b. Kifosis

Diskripsi : peningkatan kelengkungan pada kurva spinal torakal.


Penyebab : kondisi congenital, penyakit tulang atau ricket tuberkolosis spinal.
Penatalaksanaan: latihan peregangan spinal, tidur tanpa bantal, menggunakan papan tempat
tidur, memakai jaket, penggabungan spinal (berdasarkan penyebab dan tingkat keparahan).

c.Kifolordosis
Diskripsi: kombinasi dari kifosis dan lordosis.
Penyebab: kondisi congenital.

Penatalaksanaan: sama dengan metode yang digunakan untuk kifosis dan lordosis berdasarkan
penyebab.

d.Skoliosis

Diskripsi: kurvatura spinal lateral, tinggi pinggul dan bahu tidak sama.
Penyebab: kondisi congenital, poliomyelitis, paralisis spastic, panjang kaki tidak sama
Penatalaksanaan: immobilisasi dan operasi (berdasarkan penyebab dan tingkat keparahan).

e.Kifoskoliosis
Diskripsi: tidak normalnya kurva spinal anteroposteriol dan lateral.
Penyebab: kondisi congenital, poliomyelitis, kor pulmonal.
Penatalaksanaan: immobilisasi dan operasi (berdasarkan penyebab dan tingkat keparahan).

14
f.Dysplasia Pnggung Kongenital

Diskripsi: ketidakstabilan pinggul dengan keterbatasan abduksi pinggul, dan kadang-kadang


kontraktur adduksi (kaput vemur tidak bersambung dengan assetatbulum karena abnormal
kedangkalan assetatbulum).

Penyebab: kondisi congenital (biasanya dengan kelahiran sungsang). Penatalaksanaan:


mempertahankan abduksi paha yang terus menerus sehingga kaput vemur menekan ke bagian
tengah assetatbulum, beban abduksi, gips, pembedahan.

g. Knock-knee (genu varum)

diskripsi: kurva kaki yang masuk ke dalam sehingga lutut rapat jika seseorang berjalan.
Penyebab: kondisi congenital, penyakit tulang atau ricket.Penatalaksanaan: knee braces,
operasi jika tidak dapat diperbaiki oleh pertumbuhan.

H.Lordosis

adalah kelainan pada tulang belakang dimana hyperekstensi dari tulang lumbal.
Diskripsi: kurva anterior pada spinal lumbal yang melengkung berlebihan.
Penyebab: kondisi congenital, kondisi temporer missal, kehamilan.
Penatalaksanaan: latihan peregangan spinal berdasarkan penyebab.

2.2.6 Askep gangguan Body alligment


A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Untuk melakukan pengkajian body alignment lakukan inspeksi terhadap pada pasien pada saat
berdiri,duduk maupun berbaring. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji antara
lain :

1. Posisi berdiri

Lakukan inspeksi melalui sudut pandang secara : Anterior,Lateral dan posterior. Pasien dalam
posisi berdiri dengan kepala tegak dan mata lurus kedepan serta bahu dan pinggul harus lurus
dan sejajar, apabila posisi tidak sesuai dengan posisi berdiri yang benar maka dapat
diidentifikasikan bahwa ada gangguan pada otot dan tulang pasien.

15
2. Posisi duduk

Pada saat keadaan ini normalnya kepala dan dada akan akan memiliki keadaan yang sama pada
saat posisi berdiri yaitu kepala pasien harus tegak lurus dengan leher dan verterba kolumna
telapak kaki lurus berpijak pada lantai. Pasien yang dalam keadaan abnormal akan mengalami
kelemahan otot atau pralis otot serta adanya sensasi (kerusakan saraf)

3. Posisi berbaring

Letakan pasien pada posisi lateral semua bantal dan penyokong posisi dipindahkan dari tempat
tidur, kemudian tubuh ditopang dengan kasur yang cukup dan vertebra harus lurus dengan alas
yang ada . apabila dijumpai kelainan pada pasien, maka terdapat penurunan sensasi atau
gangguan sirkulasi serta adanya kelemahan.

4. Cara berjalan

Dikaji untuk mengetahui mobilitas dan kemungkinan resiko cedera akibat dari terjatuh, pasien
diminta berjalan sepanjang 10 langkah kemudian perawat memperhatikan hal-hal berikut ini :

a. Kepala tegak, pandangan lurus kedepan, punggung tegak.

b. Tumit menyentuh tanah terlebih dahulu sebelum jari-jari kaki.

c. Langkah lembut, terkoordinasi dan ritmik

d. Mudah untuk memulai dan mengakhiri berjalan

e. Jumlah langkah per menit (pace) 70-100 X per menit, kecuali pada orang tua mungkin 40
X per menit.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri yang berhubungan dengan posisi duduk, berdiri dan berbaring yang salah akibat
pemakaian gips pada daerah ekstremitas

2. Gangguan mobilitas berhubungan dengan drop foot lutut akibat kontraktur

3. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang disertai kelemahan


otot

C. PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Pertahankan posisi tubuh yang tepat dengan pengaturan posisi yang tepat

16
2. Perbaiki postur tubuh pada tingkat optimal dengan melatih berdiri, duduk dan berbaring
secara optimal.

3. Kurangi cedera akibat posisi tubuh yang tidak tepat dengan membantu pasien melakukan
aktifitas sehari-hari

4. Kurangi beban otot dengan cara meletakan alat dekat dengan pasien dan bantu pasien
pada saat melakukan kegiatan yang bersifat berat.

5. Cegah komplikasi akibat postur tubuh yang tidak tepat.

D. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatanuntuk mengatasi gangguan postur
tubuh adalah tidak terjadi perubahan atau kesalahan dalam postur tubuh dan pasien mampu
melaksanakan aktifitas dengan mudah serta tidak merasakan kelemahan.

iNTERVENSI

Untuk masalah standing alignment:

• Jika kontraktur fleksi pada spina servikal: cegah kontraktur yang lebi lanjut lurangi kontraktur
yang ada

• Jika tidak mengalami kontraktur: cegah jangan sampai terjadi ontraktur

• Kondosis

• Latihan mengempeskan perut

• Latihan menguatkan dan menyokong otot-otot tulang belakang yang menyokong spina
lumbaris dan otot-otot abdomen

Latihan untuk meningkatkan body alignment yang baik:

• Berjalan

• Berenang

Intervensi Untuk masalah pada sitting alignment:

• Duduk dikursi

• Duduk dikursi roda

• mempengaruhi tulang belakang danàDuduk disamping tempat tidur berhubungan dengan


ukuran dan bentuk objek yangàekstremitas atas digunakan

Tempat duduk dan sandaran kursi harus aps utuk individu tersebut:

17
• Tempat duduk tidak terlalu tinggi

• Tempat duduk tidak terlalu rendah

• Sandaran kursi tidak terlalu jauh

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Body mekanik merupakan cara menggunakan tubuh secara efesien, yaitu tidak banyak
mengeluarkan tenaga, terkoordinasi, serta aman dalam menggerakkan dan mempertahankan
keseimbangan selama beraktivitas. Prinsip pergerakan mekanik meliputi :
 Gravitasi
 Keseimbanagan
 Berat
Ambulasi adalah Gerakan yang benar dapat membantu mempertahankan keseimbangan
tubuh.Faktor yang mempengaruhi pergerakan dan ambulasi yaitu:
 Status Kesehatan.
Terjadi penurunan koordinasi yang disebabkan oleh penyakit berupa berkurangya melakukan
aktifitas sehari-hari.
 Nutrisi.
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan memudahkan terjadi
penyakit.contoh: tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih mudah fraktur.
 Emosi.
Kondisi psikologi seseorang dapat mudah memudahkan perubahan perilaku yang dapat
menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi yang baik.

18
• Situasi dan Kebiasaan.
Situasi dan kebiasaan yang dilakukan sesorang misalnya sering mengangkat benda-benda
yang berat.
• Gaya Hidup.
Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan kemungkinan besar akan
menyebabkan kecerobohan dalam beraktifitas.
• Pengetahuan.
Pengetahuan yang baik dalam pengguanaan mekanika tubuh akan mendorong seseorang untuk
mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang dikeluarkan.

Body alignment adalah susunan geometric bagian-bagian tubuh dalam hubungannya


dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Prinsip body alligment adalah sebagai berikut:
1.Keseimbangan dapat dipertahankan jika line of gravity melewati dan base of support.
2. The base of support lebih luas dan pusat gravity lebih rendah kestabilan dan keseimbangan
lebih besar.
3.Jika line gravity berada diluar pusat dari base of support, energi lebih banyak digunakan
untuk mempertahankan keseimbangan.
4.The base of support yang luas dan bagian-bagian dari body alignment baik akan menghemat
energi dan mencegah kelelahan otot.
5. Perubaan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan otot-otot.
6.Body alignment yang jelek dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa nyeri kelelahan
otot dan kontraktur.
7.Karena struktur enatomi individu berbeda maka intervensi keperawatan harus secara
individual dan sesuai dengan kebutuhan individu tersebut.
8.Memperkuat otot-otot yang lemah, membantu mencegah kekakuan otot dan ligament ketika
body alignment jelek baik secara temporal maupun penggunaan yang kurang hati-hati.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat menjadikan tambahan ilmu bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya . Namun , penulis juga membutuhkan kritik yang membangun untuk
menjadikan tambahan ilmu bagi penulisnya dan menjadikan lebih baik dalam penulisan
makalah berikutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Alimul ,Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Potter and perry volume 2. 2006. Fundamental of Nursing . Jakarta : EGC
http//:www.google.com
Nurma ningsih,Lukman.2009.asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
musculoskeletal.jakarta :salemba medika
Potter, Perry.2006.Konsep Proses dan praktik, Fundamental Keperawatan, vol. 2, edisi 4.
Penerbit buku kedokteran EGC.
Perry,A,G.& Potter,P.A. 1999.Fundamental Keperawatan,buku kedokteran.Jakarta:EGC

20
Macam-macamTransportasi

A. PengertianTransportasiPasien
TransportasiPasienadalahsarana yang
digunakanuntukmengangkutpenderita/korbandarilokasibencanakesaranakesehatan yang
memadaidenganamantanpamemperberatkeadaanpenderitakesaranakesehatan yang
memadai..
Seperticontohnyaalattransportasi yang
digunakanuntukmemindahkankorbandarilokasibencanake RS ataudari RS yang satuke RS
yang lainnya.Padasetiapalattransportasi minimal terdiridari 2 orang paramedikdan 1
pengemudi (bilamemungkinkanada 1 orang dokter).Proseduruntuk transport
pasienantaralainyaitu:
1. Lakukanpemeriksaanmenyeluruh.
Pastikanbahwapasien yang sadarbisabernafastanpakesulitansetelahdiletakan di
atasusungan.Jikapasientidaksadardanmenggunakanalatbantujalannafas (airway).
2. Amankanposisitandu di dalamambulans.
PastikanselalubahwapasiendalamposisIamanselamaperjalanankerumahsakit.
3. Posisikandanamankanpasien.
Selamapemindahankeambulans, pasienharusdiamankandengankuatkeusungan.
4. Pastikanpasienterikatdenganbaikdengantandu. Taliikatkeamanandigunakanketikapasie
nsiapuntukdipindahkankeambulans,
sesuaikankekencangantalipengikatsehinggadapatmenahanpasiendenganaman.
5. Persiapkanjikatimbulkomplikasipernafasandanjantung.
Jikakondisipasiencenderungberkembangkearahhentijantung, letakkan spinal board
pendekataupapan RJP di bawahmatrassebelumambulansdijalankan.
6. Melonggarkanpakaian yang ketat.
7. Periksaperbannya.
8. Periksabidainya.
9. Naikkankeluargaatautemandekat yang harusmenemanipasien
10. Naikkanbarang-barangpribadi.
11. Tenangkanpasien.

B. Jenis-JenisdariTransportasiPasien
Transportasipasienpadaumumnyaterbagiatasdua :Transportasigawatdaruratdankritis

21
1. TransportasiGawatDarurat :
Setelahpenderitadiletakandiatastandu (atau Long Spine Board
biladidugapatahtulangbelakang)
penderitadapatdiangkutkerumahsakit.Sepanjangperjalanandilakukan Survey Primer,
Resusitasijikaperlu.
Mekanikansaatmengangkattubuhgawatdarurat:
Tulang yang paling kuatditubuhmanusiaadalahtulangpanjangdan yang paling
kuatdiantaranyaadalahtulangpaha (femur).Otot-otot yang
beraksipadatutlangtersebutjuga paling kuat.
Dengandemikianmakapengangkatanharusdilakukandengantenagaterutamapadapahada
nbukandenganmembungkukangkatlahdenganpaha, bukandenganpunggung.
Panduandalammengangkatpenderitagawatdarurat
a. Kenalikemampuandiridankemampuanpasangankita. Nilaibeban yang akan
b. Diangkatsecarabersamadanbilamerasatidakmampujangandipaksaka
c. Ke-dua kaki berjaraksebahukita, satu kaki sedikitdidepan kaki sedikitsebelahnya
d. Berjongkok, janganmembungkuk, saatmengangkat
e. Tangan yang memegangmenghadapkedepan
f. Tubuhsedekatmungkinkebeban yang harusdiangkat.
Bilaterpaksajarakmaksimaltangandengantubuhkitaadalah 50 cm
g. Janganmemutartubuhsaatmengangkat
h. Panduandiatasberlakujugasaatmenarikataumendorongpenderita

2. TransportasiPasienKritis :
Transport intra hospital pasienkritisharusmengikutibeberapaaturan, yaitu:
a. Koordinasisebelum transport

22
1) Informasibahwa area
tempatpasienakandipindahkantelahsiapuntukmenerimapasientersebutsertamem
buatrencanaterapi
2) Dokter yang
bertugasharusmenemanipasiendankomunikasiantardokterdanperawatjugaharus
terjalinmengenaisituasimedispasien
3) Tuliskandalamrekammediskejadian yang berlangsungselama transport
danevaluasikondisipasien
b. Profesionalbesertadenganpasien: 2 profesional (dokteratauperawat)
harusmenemanipasiendalamkondisiserius.
1) Salah satuprofesionaladalahperawat yang bertugas,
denganpengalamanCPRataukhususterlatihpada transport pasienkondisikritis
2) Profesioanlkeduadapatdokteratauperawat.
Seorangdokterharusmenemanipasiendenganinstabilitasfisiologikdanpasien
yang membutuhkan urgent action
c. Peralatanuntukmenunjangpasien
1) Transport monitor
2) Blood presurereader
3) Sumberoksigendengankapasitasprediksi transport, dengantambahan
cadangan30 menit
4) Ventilator portable, dengankemampuanuntukmenentukan volume/menit,
pressure FiO2 of 100% and PEEP with disconnection alarm and high airway
pressure alarm.
5) Mesin suction dengankatetersuction
6) Obatuntukresusitasi: adrenalin, lignocaine, atropine dan sodium bicarbonate
7) Cairanintravenadaninfusobatdengan syringe ataupompainfusdenganbaterai
8) Pengobatantambahansesuaidenganresepobatpasientersebut

d. Monitoring selama transport.


Tingkat monitoring dibagisebagaiberikut: Level 1=wajib,level
2=Rekomendasikuat, level 3=ideal
1) Monitoring kontinu: EKG, pulse oximetry (level 1)

23
2) Monitoring intermiten: Tekanandarah, nadi , respiratory rate (level 1
padapasienpediatri, Level 2 padapasien lain).

3. Transport PasienRujukan
Rujukanadalah penyerahantanggungjawabdarisatupelayanankesehatan ken
pelayanankesehatanlainnya.
System rujukanupayakesehatanadalahsuatu system
jaringanfasilitaspelayanankesehatan yang
memungkinkanterjadnyapenyerangantanggungjawabsecara timbale-balikatasmasalah
yang timbul, baiksecara vertical maupun horizontal kefasilitaspelayanan yang
lebihkompeten, terjangkau, rasional, da tidakdibatasiolehwilayahadministrasi.
Tujuan Rujukan: Tujuan system rujukanadalah agar
pasienmendapatkanpertolonganpadafasilitaspelayanankeseshatan yang
lebihmampusehinnggajiwanyadapatterselamtkan, dengandemikiandapatmeningkatkan
AKI dan AKB.
Langkah-langkahrujukanadalah :
a. Menentukankegawatdaruratanpenderita
1) Padatingkatkaderataudukunbayiterlatih ditemukanpenderita yang
tidakdapatditanganisendiriolehkeluargaataukader/dukunbayi,
makasegeradirujukkefasilitaspelayanankesehatan yang
terdekat,olehkarenaitumerekabelumtentudapatmenerapkanketingkatkegawatda
ruratan.
2) Padatingkatbidandesa, puskesmaspembatudanpuskesmas.
Tenagakesehatan yang
adapadafasilitaspelayanankesehatantersebutharusdapatmenentukantingkatkega
watdaruratankasus yang ditemui,
sesuaidenganwewenangdantanggungjawabnya,
merekaharusmenentukankasusmanayangbolehditanganisendiridankasusmana
yang harusdirujuk.

b. Menentukantempatrujukan
Prinsipdalammenentukantempatrujukanadalahfasilitaspelayanan yang
mempunyaikewenangandanterdekattermasukfasilitaspelayananswastadengantidak
mengabaikankesediaandankemampuanpenderita.

24
c. Memberikaninformasikepadapenderitadankeluarga
d. Mengirimkaninformasipadatempatrujukan yang dituju
1) Memberitahukanbahwaakanadapenderita yang dirujuk.
2) Memintapetunjukapa yang
perludilakukandalamrangkapersiapandanselamadalamperjalananketempatrujuk
an.
3) Memintapetunjukdancarapenanganuntukmenolongpenderitabilapenderitatidak
mungkindikirim.
e. Persiapanpenderita (BAKSOKUDA)
f. PengirimanPenderita
g. Tindaklanjutpenderita :
1) Untukpenderita yang telahdikembalikan
2) Haruskunjunganrumah, penderita yang
memerlukantindakanlanjuttapitidakmelapor

25
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Discharge planning


Discharge planning adalah suatu proses yang digunakan untuk memutuskan apa yang perlu
pasien lakukan untuk dapat meningkatkan kesehatannya. Dahulu, disharge planning sebagai
suatu layanan untuk membantu pasien dalam mengatur perawatan yang diperlukan setelah
tinggal di rumah sakit. Ini termasuk layanan untuk perawatan di rumah, perawatan rehabilitatif,
perawatan medis rawat jalan, dan bantuan lainnya. Sekarang discharge planning dianggap
sebagai proses yang dimulai saat pasien masuk dan tidak berakhir sampai pasien dipulangkan.
Keluar dari rumah sakit tidak berarti bahwa pasien telah sembuh total. Ini hanya berarti bahwa
dokter telah menetapkan bahwa kondisi pasien cukup stabil untuk melakukan perawatan
dirumah. (Ali Birjandi, 2008)

Kozier (2004) mendefinisikan discharge planning sebagai proses mempersiapkan pasien untuk
meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang lain di dalam atau di luar suatu agen
pelayanan kesehatan umum. Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup
pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan
pasien yang berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan
kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan.

Sedangkan definisi discharge planning menurut Bull (2000) merupakan suatu proses
interdisiplin yang menilai perlunya sebuah perawatan tindak lanjut dan seseorang untuk
mengatur perawatan tindak lanjut tersebut kepada pasien, baik perawatan diri yang diberikan
oleh anggota keluarga, perawatan dari tim profesional kesehatan atau kombinasi dari keduanya
untuk meningkatkan dan mempercepat kesembuhan pasien.

3.2 Tujuan Discharge planning


Tujuan dari dilakukannya discharge planning sangat baik untuk kesembuhan dan pemulihan
pasien pasca pulang dari rumah sakit. Menurut Nursalam (2011) tujuan discharge
planning/perencanaan pulang antara lain sebagai berikut:

1. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial.


2. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga.
3. Meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien.
4. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain
26
5. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan serta sikap
dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien
6. Melaksanakan rentang keperawatan antara rumah sakit dan masyarakat.

Di dalam perencanaan pulang, terdapat pemberian edukasi atau discharge teaching dari tim
kesehatan. Menurut William & Wilkins (2009) discharge teaching harus melibatkan keluarga
pasien atau perawat lainnya untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan home care yang
tepat. Discharge teaching bertujuan agar pasien :

1. Memahami mengenai penyakitnya


2. Melakukan terapi obat secara efektif
3. Mengikuti aturan diet secara hati-hati
4. Mengatur level aktivitasnya
5. Mengetahui tentang perawatan yang dilakukan
6. Mengenali kebutuhan istirahatnya
7. Mengetahui komplikasi yang mungkin dialami
8. Mengetahui kapan mencari follow up care

3.3 Manfaat Discharge planning


Perencanaan pulang mempunyai manfaat antara lain sebagai berikut (Nursalam, 2011) :

1. Memberi kesempatan kepada pasien untuk mendapat panjaran selama di rumah sakit
sehingga bisa dimanfaatkan sewaktu di rumah.
2. Tindak lanjut yang sistematis yang digunakan untuk menjamin kontinutas keperawatan
pasien.
3. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan pasien dan
mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan keperawatan baru.
4. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan keperawatan rumah.

Sedangkan menurut Doengoes, Moorhouse & Murr (2007) banyak sekali manfaat yang
didapatkan dari discharge planning, diantaranya adalah:

1. Menurunkan jumlah kekambuhan


2. Penurunan perawatan kembali ke rumah sakit dan kunjungan ke ruangan kedaruratan
yang tidak perlu kecuali untuk beberapa diagnosa
3. Membantu pasien untuk memahami kebutuhan setelah perawatan dan biaya pengobatan
4. Setelah pasien dipulangkan, pasien dan keluarga dapat mengetahui apa yang telah
dilaksanakan, apa yang harus dan tidak boleh dilakukan dan bagaimana mereka dapat
meneruskan untuk meningkatkan status kesehatan pasien
5. Ringkasan pulang dapat disampaikan oleh perawat praktisi atau perawat home care
dan mungkin dapat dikirim ke dokter yang terlibat untuk dimasukkan dalam catatan
institusi untuk meningkatkan kesinambungan perawatan dengan kerja yang kontinu ke
arah tujuan dan pemantauan kebutuhan.

3.4 Prinsip Discharge planning


Tingkat keberhasilan dari discharge planning serta penyembuhan pasien harus didukung
terhadap adanya prinsi-prinsip yang mendasari, yang juga merupakan tahapan dari proses yang
nantinya akan mengarah terhadap hasil yang diinginkan. Menurut Department of health (2004)

27
dalam buku karya Liz Lees (2012) disebutkan ada beberapa prinsip dalam discharge planning,
diantaranya adalah:

1. Mempunyai pengetahuan yang spesifik terhadap suatu proses penyakit dan kondisinya
2. Dapat memperkirakan berapa lama recovery pasien, serta perbaikan kondisi yang
muncul dari proses penyembuhan tersebut
3. Melibatkan serta selalu berkomunikasi dengan pasien, keluarga atau pengasuh dalam
proses discharge planning
4. Turut serta dalam menangani masalah dan kesulitan yang mungkin akan muncul
terhadap pasien
5. Melibatkan suatu proses dalam tim multidisiplin
6. Selalu mengkomunikasikan rencana yang akan dilakukan dengan tim multidisiplin
untuk menghindari adanya kesalahan
7. Membuat suatu arahan yang tepat dan tindak lanjut yang sesuai dengan hasil
8. Memiliki suatu koordinasi tim untuk tindak lanjut rencana perawatan berkelanjutan dan
memiliki informasi tentang nama tim kesehatan yang bertanggung jawab untuk setiap
tindakan, serta dalam kasusu yang kompleks dilakukan identifikasi satu pemimpin
kasus
9. Disiplin, tegas serta selalu melaksanakan aktivitas dari discharge planning
10. Meninjau dan selalu memperbarui rencana untuk progress yang lebih baik
11. Selalu memberikan informasi yang akurat terhadap semua yang terlibat.

Sedangkan beberapa prinsip pada pelaksanaan discharge planning menurut Nursalam (2011),
yaitu:

1. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan kebutuhan
dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi.
2. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi. Kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang
mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang
mungkin timbul di rumah dapat segera diantisipasi.
3. Perencanaa pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang merupakan
pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama.
4. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada. Tindakan
atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari
tenaga yang tersedia atau fasilitas yang tersedia di masyarakat.
5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan. Setiap pasien
masuk tatanan pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan.

3.5 Jenis Discharge planning


Chesca (1982) dalam Nursalam (2011) mengklasifikasikan jenis pemulangan pasien sebagai
berikut:

1. Conditioning discharge (pulang sementara atau cuti), keadaan pulang ini dilakukan
apabila kondisi pasien baik dan tidak terdapat komplikasi. Pasien untuk sementara
dirawat di rumah namun harus ada pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas
terdekat.
2. Absolute discharge (pulang mutlak atau selamanya), cara ini merupakan akhir dari
hubungan pasien dengan rumah sakit. Namun apabila pasien perlu dirawat kembali,
maka prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.

28
3. Judicial discharge (pulang paksa), kondisi ini pasien diperbolehkan pulang walaupun
kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi pasien harus dipantau
dengan melakukan kerja sama dengan perawat puskesmas terdekat.

3.6 Komponen Discharge planning


Ada beberapa komponen spesifik dari discharge planning yang harus didokumentasikan
menurut Kowalski (2008), meliputi:

1. Peralatan atau barang yang diperlukan dirumah; pastikan bahwa keluarga dapat
memperoleh atau mengetahuinya dimana keluarga dapat mendapatkan segala peralatan
atau barang yang dibutuhkan pasien
2. Perkenalkan cara penggunaan peralatan atau barang yang diperlukan pasien, termasuk
ajarkan dan demonstrasikan cara perawatan pasien kepada keluarga
3. Untuk diet, sarankan pada ahli nutrisi untuk mengajarkan pasien dan keluarga agar
memahami makanan yang seharusnya dikonsumsi maupun tidak.
4. Obat-obatan selalu dipastikan selalu tersedia di rumah
5. Untuk prosedur tertentu, seperti penggantian dresssing, dapat dilakukan dirumah. Pada
kondisi awal, prosedur harus didampingi oleh perawat supervisi dan klien atau keluarga
dapat mengikuti untuk mempraktekkan dibawah pengawasan perawat supervisi
6. Pada setiap kunjungan, perawat selalu mendokumentasikan apakah pasien dan keluarga
mendapatkan atau menyediakan obat atau alat yang dibutuhkan pasien dirumah
7. Membuat janji untuk kunjungan rumah selanjutnya
8. Ajarkan mengenai aktivitas yang dianjurkan dan boleh dilakukan serta yang tidak
diperbolehkan
9. Dokumentasikan setiap edukasi yang telah diajarkan pada pasien dan keluarga

Menurut CADPACC (1995) dalam Gielen (2015) ada beberapa komponen sebelum
dilakukannya discharge planning, yaitu:

1. Identifikasi dan kaji apa yang kebutuhan pasien yang harus dibantu pada discharge
planning
2. Kolaborasikan bersama pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya untuk memfasilitasi
dilakukannya discharge planning
3. Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang strategi pencegahan agar tidak terjadi
kekambuhan atau komplikasi
4. Rekomendasikan beberapa pelayanan rawat jalan atau rehabilitasi pada pasien dengan
penyakit kronis
5. Komunikasi dan koordinasikan dengan tim kesehatan lainnya tentang langkah atau
rencana dari discharge planning yang akan dilakukan

3.7 Mekanisme Discharge planning


Discharge planning mencakup kebutuhan seluruh pasien, mulai dari fisik, psikologis, sosial,
budaya, dan ekonomi. Proses ini tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan
berkelanjutan. Pada fase akut, diutamakan upaya medis untuk segera melaksanakan discharge
planning. Pada fase transisional, ditahap ini semua cangkupan pada fase akut dilaksankan
tetapi urgensinya berkurang. Dan pada fase pelayanan berkelanjutan, pasien mampu untuk
berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang
dibutuhkan setelah pemulangan. (Perry & Potter, 2005).

29
Perry dan Potter (2005), menyusun format discharge planning sebagai berikut:

a. Pengkajian

1. Sejak pasien masuk kaji kebutuhkan discharge planning pasien, focus pada terhadap
kesehatan fisik, status fungsional, sistem pendukung sosial, finansial, nilai kesehatan,
latar belakang budaya dan etnis, pendidikan, serta tintangam terhadap keperawatan.
2. Kaji pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan berhubunga dengan kondisi
yang akan diciptakan di rumah tempat tinggal pasien setelah keluar dari rumah sakit
sehingga terhindar dari komplikasi
3. Kaji cara pembelajaran yang disukai oleh pasien agar pendidikan kesehatan yang
diberikan bermanfaat dan dapat ditangkap oleh pasien maupun keluarga. Tipe materi
pendidikan yang berbeda- beda dapat mengefektifkan cara pembelajaran yang berbeda
pada pasien.
4. Kaji bersama-sama dengan pasien dan keluarga terhadap setiap faktor lingkungan di
dalam rumah yang mungkin menghalangi dalam perawatan diri seperti ukuran ruangan,
kebersihan jalan menuju pintu, lebar jalan, fasilitas kamar mandi, ketersediaan alat-alat
yang berguna (seorang perawat perawatan di rumah dapat dirujuk untuk membantu
dalam pengkajian).
5. Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam mengkaji kebutuhan untuk
rujukan pelayanan kesehatan rumah maupun fasilitas lain.
6. Kaji persepsi pasien dan keluarga terhadap keberlanjutan perawatan kesehatan di luar
rumah sakit. Mencakup pengkajian terhadap kemampuan keluarga untuk mengamati
care giver dalam memberikan perawatan kepada pasien. Dalam hal ini
sebelum mengambil keputusan, mungkin perlu berbicara secara terpisah dengan pasien
dan keluarga untuk mengetahui kekhawatiran yang sebenarnya atau keragu-raguan
diantara keduanya.
7. Kaji penerimaan pasien terhadap penyakit yang sedang diderita berhubungan dengan
pembatasan.
8. Konsultasikan tim pemberi layanan kesehatan yang lain tentang kebutuhan setelah
pemulangan (seperti ahli gizi, pekerja sosial, perawat klinik spesialis, perawat pemberi
perawatan kesehatan di rumah). Tentukan kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda.

b. Diagnosa Keperawatan

Perry dan Potter (2005) adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain:

1. Kecemasan, hal ini dapat menginterupsi proses keluarga.


2. Tekanan terhadap care giver, hal yang menyebabkannya adalah ketakutan.
3. Kurang pengetahuan terhadap pembatasan perawatan di rumah, pasien mengalami defisit
perawatan diri
4. Stres sindrom akibat perpindahan, hal ini berhubungan dengan upaya
meningkatkan pertahanan/pemeliharaan di rumah.

c. Perencanaan

Perry dan Potter (2005) hasil yang diharapkan jika seluruh prosedur telah dilaksanakan adalah
sebagai berikut:

30
1. Pasien atau keluarga sebagai caregiver mengerti akan keberlangsungan pelayanan
kesehatan di rumah (atau fasilitas lain), penatalaksanaan atau pengobatan apa
yang dibutuhkan, dan .
2. Pasien dan keluarga mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri.
3. Rintangan kepada pergerakan pasien dan ambulasi telah diubah dalam setting rumah.

d. Penatalaksanaan

Perry dan Potter (2005) penatalaksanaan dapat dibedakan dalam dua bagian,
yaitu penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari pemulangan, dan penatalaksanaan yang
dilakukan pada hari pemulangan.

a. Persiapan Sebelum Hari Pemulangan Pasien

1. Menganjurkan cara untuk merubah keadaan rumah demi memenuhi kebutuhan


pasien.
2. Mempersiapkan pasien dan keluarga dengan memberikan informasi tentang
sumber-sumber pelayanan kesehatan komunitas. Rujukan dapat dilakukan
sekalipun pasien masih di rumah.
3. Setelah menentukan segala hambatan untuk belajar serta kemauan untuk belajar,
mengadakan sesi pengajaran dengan pasien dan keluarga secepat mungkin selama
dirawat di rumah sakit. Pamflet, buku-buku, atau rekaman video dapat diberikan
kepada pasien muapun sumber yang yang dapat diakses di internet.
4. Komunikasikan respon pasien dan keluarga terhadap penyuluhan dan usulan
perencanaan pulang kepada anggota tim kesehatan lain yang terlibat dalam
perawatan pasien.

b. Penatalaksanaan pada Hari Pemulangan

Perry dan Potter (2005) berpendapat apabila beberapa aktivitas berikut ini dapat dilakukan
sebelum hari pemulangan, maka perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif. Adapun
aktivitas yang dilakukan yaitu:

1. Biarkan pasien dan keluarga bertanya dan diskusikan isu-isu yang berhubungan
dengan perawatan di rumah. Kesempatan terakhir untuk mendemonstrasikan
kemampuan juga bermanfaat.
2. Periksa instruksi pemulangan dokter, masukkan dalam terapi, atau kebutuhan
akan alat-alat medis yang khusus. (Instruksi harus dituliskan sedini mungkin).
Persiapkan kebutuhan yang mungkin diperlukan pasien selama perjalanan pulang
(seperti tempat tidur rumah sakit, oksigen, feeding pump).
3. Pastikan pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam kebutuhan transportasi
menuju ke rumah.
4. Tawarkan bantuan untuk memakaikan baju pasien dan semua barang milik pasien.
Jaga privasi pasien sesuai kebutuhan.
5. Periksa seluruh ruangan dan laci untuk memastikan barang-barang pasien.
Dapatkan daftar pertinggal barang-barang berharga yang telah ditandatangani
oleh pasien, dan instruksikan penjaga atau administrator yang tersedia
untuk menyampaikan barang-barang berharga kepada pasien.

31
6. Persiapkan pasien dengan prescription atau resep pengobatan pasien sesuai
dengan yang diinstruksikan oleh dokter. Lakukan pemeriksaan terakhir untuk
kebutuhan informasi atau fasilitas pengobatan yang aman untuk administrasi diri.
7. Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji follow up ke kantor dokter.
8. Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah pasien membutuhkan
daftar pengeluaran untuk kebutuhan pembayaran. Anjurkan pasien dan keluarga
mengunjungi kantornya.
9. Dapatkan kotak untuk memindahkan barang-barang pasien. Kursi roda untuk
pasien yang tidak mampu ke mobil ambulans. Pasien yang pulang dengan
menggunakan ambulans diantarkan oleh usungan ambulans.
10. Bantu pasien menuju kursi roda atau usungan dan gunakan sikap tubuh dan
teknik pemindahan yang sopan. Dampingi pasien memasuki unit dimana
transportasi yang dibutuhkan sedang menunggu. Kunci roda dari kursi roda.
Bantu pasien pindah ke mobil pribadi atau kendaraan untuk transportasi. Bantu
keluarga menempatkan barang-barang pribadi pasien ke dalam kendaraan.
11. Kembali ke bagian, dan laporkan waktu pemulangan kepada departemen
pendaftaran/penerimaan. Ingatkan bagian kebersihan untuk membersihkan
ruangan pasien.

e. Evaluasi

1. Minta pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang penyakit, pengobatan yang
dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala yang harus dilaporkan kepada dokter.
2. Minta pasien atau anggota keluarga mendemonstrasikan setiap pengobatan yang akan
dilanjutkan di rumah.
3. Perawat yang melakukan perawatan rumah memperhatikan keadaan rumah,
mengidentifikasi rintangan yang dapat membahayakan bagi pasien, dan menganjurkan
perbaikan.

3.8 Alur Discharge Planning

32
Sumber : Nursalam, 2011

Keterangan :

1. Tugas Keperawatan Primer

a. Membuat rencana discharge planning.


b. Membuat leaflet.
c. Memberikan konseling.
d. Memberikan pendidikan kesehatan.
e. Menyediakan format discharge planning.
f. Mendokumentasikan discharge planning.

2. Tugas Keperawatan Associate

Melaksanakan agenda discharge planning (pada saat keperawatan dan diakhiri ners).

DAFTAR PUSTAKA

Azimatunnisa & Kirnantoro. 2011. Hubungan Discharge planning dengan Tingkat Kesiapan
Klien dalam Menghadapi Pemulangan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta

Birjandi, Ali & Lisa M. Bragg. 2008. Discharge planning Handbook for Healthcare: Top 10
Secrets to Unlocking a New Revenue Pipeline. London: CRC Press.

Bull, M.J. 2000. Discharge planning for older people: A Review of Current Research. British
Journal of Community Nursing, 5(2), pp 70

33
Ernita, Dewi, Rahmalia & Riri. 2015. Pengaruh Perencanaan Pasien Pulang (Discharge
planning) yang dilakukan oleh Perawat terhadap Kesiapan Pasien TB Paru Menghadapi
Pemulangan. JOM Vol 2 No 1, Februari 2015. Riau

Kozier, B., et al. 2004. Fundamentals of Nursing Concepts Process and Practice. 1 st
volume, 6 th edition. New Jersey : Pearson/prentice Hall.

Lees, Liz. 2012. Timely Discharge from Hospital. m&k publishing: England NHS
Foundation Trust, Birmingham

Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek Keperawatan


Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek Keperawatan


Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Potter P.A & Perry A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik Volume 1. Alih bahasa: Yasmin Asih et al. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Purnamasari, Liliana Dewi & Chandra Bagus Ropyanto. 2012. Evaluasi Pelaksanaan
Perencanaan Pulang. Jurnal Nursing Studies, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Hal.213-218.

Williams, Lippincot., Wilkins. 2009. Lippincott’s Nursing Procedures 5th Edition. London:
Williams & Wilkins Inc.

Contoh Form Pasien

No. Reg : 121 3111456


DISCHARGE PLANNING Nama : Ny.N
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal MRS : 20-11-2015 Tanggal KRS : 27-11-2015
Bagian : Bagian :
Dipulangkan dari RSUA dengan keadaan
Sembuh Pulang paksa
Meneruskan dengan obat jalan Lari
Pindah ke RS lain Meninggal
A. Kontrol :

a. Waktu : -
b. Tempat : -

B. Lanjutan keperawatan di rumah (luka operasi, pemasangan gift,


pengobatan, dan lain-lain

Melakukan diet teratur dan stres control sebagai pencegahan kekambuhan

34
C. Aturan diet/nutrisi :

Dianjurkan makan 3x sehari, makan tepat waktu, menghindari makanan pedas,


menghindari makanan setengah matang.

D. Obat-obat yang masih diminum dan jumlahnya :

Obat Analgesik @10


Obat Mual @10

E. Aktivitas dan istirahat :

Istirahat yang teratur, menghindari stress

Hal yang dibawa pulang (hasil laboratorium, foto, EKG, obat, lainnya) :
Hasil lab, obat analgesik dan anti mual serta leaflet tentang GEA

Lain-lain :

Surabaya, 27 November 2015


Pasien/Keluarga Ners

(Ny.N) (Ners Jaya)

35
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan
dari lingkungan,

tingkat kesadaran dibedakan menjadi :


1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan
dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya
aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).
Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran
ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
Penyebab Penurunan Kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat
menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah
(seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis)
; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan,
alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena
perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.
Mengukur Tingkat Kesadaran
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik
(alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau
pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri
(unresponsive).
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang
lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik
(alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon
(unresponsiveness).

Penilaian kesadaran dengan GCS


Glasgow Coma Scale.Penilaian :

36
* Refleks Membuka Mata (E)
4 : membuka secara spontan
3 : membuka dengan rangsangan suara
2 : membuka dengan rangsangan nyeri
1 : tidak ada respon
* Refleks Verbal (V)
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan
3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak ada respon
* Refleks Motorik (M)
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi.
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada respon
cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar =
compos mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCSnya 3 (1-1-1).
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal,
penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya 4-X-6.Atau
bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa dipakai untuk
menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun. Atau jika ditotal skor GCS
dapat diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma
Derajat Kesadaran
– Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
– Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
– Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran
dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu
atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
– Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang
menghindar (contoh menghindari tusukan).
– Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.
Kualitas Kesadaran
– Compos mentis : bereaksi secara adekuat
– Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian
terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
– Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu.
– Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan
pikirannya.
– Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa.
Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan
perilaku dan gangguan emosi.

37
Pengkajian position mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu),
memori, interpretasi dan komunikasi.

Bab I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia memerlukan kemampuan untuk bergerak.Ketika orang dapat berdiri dan

bergerak,mereka lebih sehat.Paru-paru mereka mengembang lebih mudah. Mereka mencerna

makanan secara seksama lebih baik.Mereka mampu berdefekas idengan baik, fungsi

ginjalmereka lebih baik dan tulang sertaotot merekalebih sehat.Dan sebaliknya, jika sedang

sakit mereka sering tidak dapat bergerak atau hanya dapat bergerak sedikit.

Untuk mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat harus dengan tepat

mengangkat klien, menggunakan teknik pemberian posisi yang tepat, dan memindahkan klien

dengan aman.Banyak kondisi patologi yang memengaruhi kesejajaran dan mobilitas

tubuh.Abnormalitas postur kongenital atau didapat memengaruhi efisiensi sistem

muskuloskeletal, serta kesejajaran, keseimbangan, dan penampilan tubuh.Selama pengkajian

fisik, perawat mengobservasi kesejajaran tubuh dan rentang gerak.Abnormalitas postur dapat

menghambat kesejajaran, mobilitas, atau keduanya sehingga membatasi rentang gerak pada

beberapa sendi, perawat mempertahankan rentang gerak maksimum pada sendi yang tidak

sakit.

Sebelum melakukan semua tindakan yang berkenaan dengan mobilitas, perawat harus

melakukan persiapan termasuk mengkaji kekuatan otot, mobilitas sendi pasien, adanya

paralisis atau paresis, hipotensi ortostastik, toleransi aktivitas, tingkat kesadaran, tingkat

kenyamanan, dan kemampuan untuk mengikuti instruksi. Selain itu menyiapkan alat yang

diperlukan untuk melakukan mobilitas ( kursi roda, kruk, tongkat, dll ). Perawat juga harus

memahami prinsip mekanika tubuh dalam membantu pasien bermobilisasi.Ini diperlukan

untuk mempertahankan fungsi sendi dan muskuloskeletal perawat.

38
Kebanyakanorang

menggantiposisimerekasecarakonstandanbergerakmeskipundiatastempattidur. Namun, ketika

klien lemah atau nyeri, atau mengalami fraktur, atau paralisis atau tidak sadar, mereka tidak

dapat mengubah posisi seperti orang normal.Mereka memerlukan bantuan untuk mengubah

posisi seperti posisi sim’s , semi fowler, miring, dorsal recumbent dan lithomi.

B. Rumusan Masalah

1. bagaimana teknik mobilisasi?

2. bagaimana pengaturan posisi ditas tempat tidur?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui teknik mobilisasi

2. untuk mengetahui pengaturan posisi ditas tempat tidur

39
Bab II

PEMBAHASAN

1. TEKNIK AMBULASI

A. MEMINDAHKAN PASIEN DARI TEMPAT TIDUR KEKURSI RODA

a) PENGERTIAN:

Suatu kegiatan yang dilakuan pada klien dengan kelemahan kemampuan fungsional untuk

berpindah dari tempat tidur kekursi roda

b) PERSIAPAN

1. Persiapan Alat :

Kursi roda dan handscun atau sarung tangan (jika perlu)

2. Persiapan Pasien :

Pasien berada di tempat tidur

Jelaskan prosedur pada pasien

3. Persiapan Tempat :

Atur posisi tempat tidur pada posisi paling rendah, sampai kaki pasien bias

menyentu pasien, kunci semua roda ban

Letakkan kursi roda sejajar atau sedekat mungkin dengan tempat tidur, kunci

semua roda kursi

c) PROSEDUR KERJA:

1. Bantu pasien di tempat duduk di tepi tempat tidur

2. kaji postural hipotensi

3. itruksikan pasien untuk bergerak ke depan dan duduk di tepi bed

4. intruksikan mencondongkan tubuh ke depan mulai dari pinggul

5. intruksikan meletakkan kaki yang kuat di bawah tepi bed, sedangkan kaki

40
yang lemah berada di depannya

6. meletakkan tangan pasien di atas permukaan bed atau diatas kedua bahu

perawat

7. berdiri tepat di depan pasien, condogkan tubuh ke depan, fleksikan pinggul,

lutut, dan pergelangan kaki. Lebarkan kaki dengan salah satu di depan dan yang

lainnya di belakang

8. lingkari punggung pasien dengan kedua tangan perawat

9. tangan otot gluteal, abdominal, kaki dan otot lengan anda. Siap untuk

melakukan gerakan

10.Bantu pasien untuk berdiri, kemudian bergerak-gerak bersama menuju korsi

roda

11.Bantu pasien untuk duduk, minta pasien untuk membelakangi kursi roda,

meletakkan kedua tangan di atas lengan kursi roda atau tetap pada bahu perawat

12.minta pasien untuk menggeser duduknya sampai pada posisi yang paling

aman

13. turunkan tatakan kaki, dan letakkan kedua kaki pasien di atasnya

d) EVALUASI

1.dokumentasikan hasil tindakan

2. pastikan posisi pasien berada pada posisi yang paling aman dan nyaman

3. mencuci tangan

B. MEMINDAHKAN PASIEN DARI KURSI RODA KETEMPAT TIDUR

a) PENGERTIAN:

Suatu kegiatan yang dilakuan pada klien dengan kelemahan kemampuan fungsional untuk

berpindah dari kursi roda ke tempat tidur.

41
b) PERSIAPAN

1. Persiapan Alat :

Kursi roda dan handscun atau sarung tangan (jika perlu)

2. Persiapan Pasien :

Pasien berada di kursi roda

Jelaskan prosedur pada pasien

3. Persiapan Tempat :

Atur posisi kursi roda pada posisi yang tepat,

Letakkan kursi roda sejajar atau sedekat mungkin dengan tempat tidur, kunci

semua roda kursi

c) PROSEDUR KERJA

1. jelaskan prosedur yang akan dilakukan

2. cuci tangan

3. minta pasien untuk meletakkan tangan disamping badan atau memegang telapak tangan

perawat

4. berdiri disamping pasien berpegang telapak dan lengan tangan pada bahu pasien

5. bantu pasien untuk jalan ketempat tidur

6. observasi respon pasien saat berdiri dari kursi roda

7. cuci tangan setelah prosedur dilakukan

8. catat tindakan dan respon pasien

C. MEMINDAHKAN KLIEN DARI TEMPAT TIDUR KEBRANKART

a) PENGERTIAN:

42
Adalah memindahkan pasien yang mengalami ketidakmampuan, keterbatasan, tidak boleh

melakkukan sendiri, atau tidak sadar dari tempat tidur ke brankar yang dilakukan oleh dua

atau tiga orang perawat.

b) PERSIAPAN

1. Persiapan Alat :

brankart dan handscun atau sarung tangan (jika perlu)

2. Persiapan Pasien :

Pasien berada di tempt tidur

Jelaskan prosedur pada pasien

3. Persiapan Tempat :

Atur posisi tempat tidur pada posisi yang tepat,

Letakkan brankart sejajar atau sedekat mungkin dengan tempat tidur,

c) PROSEDUR KERJA:

1. Ikuti protokol standar

2. Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap tempat tidur

3. Dua atau tiga orang perawat menghadap ke tempat tidur/pasien

4. Silangkan tangan pasien ke depan dad

5. Tekuk lutut anda , kemudian masukkan tangan anda ke bawah tubuh pasien

6. Perawat pertama meletakkan tangan dibawah leher/bahu dan bawah

pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang danpanggulpasien,

sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan dibawah pinggul dan kaki.

7. Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindahkan ke brankar

8. Atur posisi pasien, dan pasang pengaman.

9. Lengkapi akhir protocol

43
D. MEMINDHKAN KLIEN DARI BRANKART KE TEMPAT TIDUR

a) PENGERTIAN:

Adalah memindahkan pasien yang mengalami ketidakmampuan, keterbatasan, tidak boleh

melakkukan sendiri, atau tidak sadar dari brankar ke tempat tidur Letakkan kursi roda

sejajar atau sedekat mungkin dengan tempat tidur, kunci semua roda kursi

b) PERSIAPAN

1. Persiapan Alat :

brankart dan handscun atau sarung tangan (jika perlu)

2. Persiapan Pasien :

Pasien berada di brankart

Jelaskan prosedur pada pasien

3. Persiapan Tempat :

Atur posisi brankart pada posisi yang tepat,

Letakkan brankart sejajar atau sedekat mungkin dengan tempat tidur,

c) PROSEDUR KERJA:

1. Ikuti protokol standar

2. Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap tempat tidur

3. Dua atau tiga orang perawat menghadap ke tempat tidur/pasien

4. Silangkan tangan pasien ke depan dada

5. Tekuk lutut anda , kemudian masukkan tangan anda ke bawah tubuh pasien

6. Perawat pertama meletakkan tangan dibawah leher/bahu dan bawah

pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan

panggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan dibawah pinggul dan kaki.

7. Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindahkan ke brankar

8. Atur posisi pasien, dan pasang pengaman.

44
9. Lengkapi akhir protocol

2. PENGATURAN POSISI DIATAS TEMPAT TIDUR

A. Posisi Fowler

a) Pengertian

Posisi powler adalah posisi setengah duduk atau duduk dimana bagian kepala tempat tidur lebih

tinggi atau dinaikkan.Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan

memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.

b) Tujuan

a. Mempertahankankenyaman

b. Memfasilitasifungsipernapasan

(A. AzisAlimutHidayat, 2005 : 122)

c. Untuk memudahkan pasien ketika minum obat

d. Untuk membantu mengatasi masalah kesulitan pernapasan

e. Untuk melakukan aktivitas tertentu (makan, membaca atau menonton)

c) Alat dan bahan

a. Tempat tidur khusus

b. Selimut

c. Bantal kecil

d. Bantalan kaki

e. Sarung tangan (bila diperlukan)

d) Pelaksanaan

a. Untuk pasien yang mengalamimasalahpernapasan (sesaknapas)

45
b. Untukpasiengangguanjantung

c. Pasien pasca operasi struma dan hidung

e) Cara Kerja

No. Prosedur Tindakan Rasional

Cuci tangan sebelum melakukan Menurunkantransmisi mikroorganisme


1.
pemeriksaan

Jelaskan prosedur yang akan Agar pasien mengerti bahwa tindakan yang
2.
dilakukan kepada pasien kita lakukan sesuai prosedur yang berlaku

3. Dudukkan pasien Menyiapkanpasienpadaposisi yang tepat.

Berikan sandaran atau bantal pada Untukmenyanggaposisipasien agar

4. tempat tidur pasien atau atur tempat tetapdanuntukmemberikan rasa

tidur nyamanpadapasien.

Untuk posisi semifowler (30-45º) Agar pasienmudahbernapas.


5.
dan untuk powler (90º)

Anjurkan pasien untuk tetap Agar

6. berbaring setengah duduk pernapasanpasienlancardanmemberikan rasa

nyaman

Cuci tangan sesudah prosedur Menurunkantransmisi mikroorganisme


7.
selesai dilakukan

Dokumentasikan tindakan Untuk memudahkan jika nanti data


8.
diperlukan

B. Posisi Sim

a) Pengertian

46
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri, posisi ini dilakukan untuk memberi

kenyamanan dan memberikan obat melalui anus (supositoria)

b) Tujuan

a. Cairan pasca operasi tonsil dapat mengalir keluar dengan lancar

b. Memudahkan perawatan dan pemeriksaan pada area perineal

c. Untuk memfasilitasi drainase dari mulut pasien yang tidak sadar

d. Mengurangi penekanan pada sakrum dan trokhanter besar pada pasien yang

mengalami paralisis.

e. Untuk tindakan pemberian enema.

c) Alat dan bahan

a. Tempat tidur khusus

b. Selimut

c. 3 buah bantal kecil\Gulungan handuk / bantalpasir

d. Sarung tangan ( bila diperlukan)

d) Pelaksanaan

a. Pada pasien dengan pemeriksaan rectalataudaerah anus

b. Untuk pasien yang akan di huknah

c. Untuk pasien yang akan diberikan obat melalui anus

d. Tindakaninjeksi IM (intra muskular)

e) Cara kerja

No
Prosedur Tindakan Rasional
.

Cuci tangan sebelum Menurunkantransmisi mikroorganisme


1.
melakukan tindakan

47
Jelaskan prosedur yang Agar pasien mengerti bahwa tindakan yang kita lakukan

2. akan dilakukan kepada sesuai prosedur yang berlaku

pasien

Pasien dalam keadaan Menempatkanklienpadaposisisims yang benar,

berbaring, kemudian untukmempermudahpemeriksamelihatdaerahrektalatau

miringkan kekiri dengan anus.

posisi badan setengah


3.
telungkup dan kaki kiri

lurus lutut, paha kanan

ditekuk diarahkan ke

dada.

Tempatkan bantal kecil Mencegahketidaknyamananpadaotot – ototleher.


4.
di bawah kepala

Tangan kiri diatas kepala Agar tangantidakmenopangtubuh.

atau dibelakang
5.
punggung dan tangan

kanan diatas tempat tidur.

Letakkanbantal di Mencegahterjadinyapenekanansecaralangsung abdomen

ruangantara dada, dengantempattidur.

6. abdomen,

lenganatasdantempattidur

Letakkanbantal di Mencegahterjadinyapenekananlangsungdengantempatti

7. antararuang pelvis, dur.

pahaatasdantempattidur.

48
Cuci tangan sesudah Menurunkantransmisi mikroorganisme

9. prosedur selesai

dilakukan

Dokumentasikan Untuk memudahkan jika nanti data diperlukan


10.
tindakan

C. Posisi Trendelenburg

a) Pengertian:

Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari pada bagian

kaki.

b) Tujuan:

Dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak, dan pada pasien shock dan pada

pasien yang dipasang skin traksi pada kakinya.

c) Cara Pelaksanaan :

a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

b. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang. Letakkan bantal di antara kepala dan ujung

tempattidur pasien, serta berikan bantal dibawah lipatan lutut

c. Pada bagian kaki tempat tidur, berikan balok penopang atau atur tempat tidur secara

khususdengan meninggikan bagian kaki pasien.

D. Posisi Dorsal Recumbent

a) Pengertian

49
Pada posisi ini pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut flexi

(ditarikataudirenggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan

memeriksa genetalia serta pada proses persalinan. (A. AzisAlimut H, 2009 : 186).

Area yang dikajiadalahkepaladanleher, punggung, toraks anterior danparu – paru, payudara,

aksila, jantung, abdomen.(Patricia A. Potter, 2005 : 823)

b) Tujuan

a. Perawatan daerah genetalia

b. Pemeriksaan daerah genetalia

c. Posisi pada proses persalinan

c) Alat dan bahan

a. Tempat tidur khusus

b. Selimut

c. Bantal

d) Pelaksanaan

a. Pasien yang akan melakukan perawatan dan pemeriksaan genetalia

b. Untuk persalinan

c. Untukmemudahkanpemeriksaandanmelakukantindakan, seperti :

◊ Pemasangankateter

◊ Pembersihan vulva (vulva hygiene)

◊ Pemeriksaanginekologi/urologi

◊ Pengobatanuretradankandungkemih

◊ Pemeriksaan vagina (vaginal touché)

◊ Melahirkan

e) Cara kerja

50
N Prosedur Tindakan Rasional

Cuci tangan sebelum Menurunkantransmisi mikroorganisme


1
melakukan pemeriksaan

Jelaskan prosedur yang akan Agar pasien mengerti bahwa tindakan yang kita
2
dilakukan kepada pasien lakukan sesuai prosedur yang berlaku

Pasien dalam keadaan Pakaian di bukauntukmempermudah proses

3 berbaring telentang, pakaian pemeriksaanatauperawatanataupersalinan.

bawah dibuka

Tekuk lutut, renggangkan Kliendengangangguannyerimerasalebihnyamandeng

paha, telapak kaki menghadap anfleksilutut. (Patricia A. Potter, 2005 : 823)


4
ketempat tidur dan

renggangkan kedua kaki.

Pasang selimut untuk Untukmengurangi rasa

5 menutupi daerah genetalia malupadakliendanmemberikan rasa

nyamansaatpemeriksaan

Pada proses melahirkan, Untukmempermudahpasiendalam proses

keduatangandiletakkan di pemeriksaan.

sampingkepala. Pada proses


6
pemeriksaankeduatanggandile

takkan di

sampingpinggulpasien

Cuci tangan setelah prosedur Menurunkantransmisi mikroorganisme


7
dilakukan

8 Dokumentasikan tindakan Untuk memudahkan jika nanti data diperlukan

51
E. Posisi Litotomi

a) Pengertian

Pada posisi ini pasien ditempatkan pada posisi berbaring telentang dengan mengangkat

kedua kaki dan menariknya keatas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa

genitalia pada proses persalinan dan memasang alat kontrasepsi.

b) Tujuan

a. Memudahkanpemeriksaandaerahronggapanggul, misalnyapemeriksaan vagina/vaginal

touché, cystoscopy, rectoscopy.Atau curettage.

b. Memudahkanpelaksanaantindakan, misalnyamenolongpersalinan/pratus, operasihemoroid,

pemasangan IUD, atau curettage.(YuliaSuparmi, dkk. 2010 : 34)

c) Alat dan bahan

a. Bantal

b. Tempat tidur khusus

c. Selimut / kain penutup

d) Pelaksanaan

a. Untuk ibu hamil

b. Untuk persalinan

c. Untuk wanita yang ingin memasang alat kontrasepsi

e) Cara kerja

No. Prosedur Tindakan Rasional

52
Jelaskan prosedur yang Agar pasien mengerti bahwa tindakan yang kita
1.
akan dilakukan lakukan sesuai prosedur yang berlaku

Cuci tangan sebelum Menurunkantransmisi mikroorganisme


2.
melakukan pemeriksaan

Pasien dalam keadaan Memudahkanpemeriksaan, proses

berbaring telentang, persalinandanpemasanganalatkontrasepsi.


3.
kemudian angkat kedua

paha dan tarik kearah perut

Tungkai bawah membentk Mempermudahpemeriksauntukmelihatdaerah yang


4.
sudut 90º terhadap paha akandiberikantindakan.

Letakkan bagian lutut/kaki Agar

pada penyangga kaki di klientidakusahmenopangkakinyapadaposisimenekuk


5.
tempat tidur khusus untuk dank lien dapatmerasanyaman

posisi litotomi

Pasang selimut Untukmengurangi rasa malukliendanmemberikan


6.
rasa nyamansaatpemeriksaan

Cuci tangan setelah Menurunkantransmisi mikroorganisme


7.
prosedur dilakukan

8. Dokumentasikan tindakan Untuk memudahkan jika nanti data diperlukan

f) Posisi Genu Pektoral

a) Pengertian :

Posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian atastempat

tidur.

b) Tujuan :

53
Dilakukan untuk memeriksa daerah rectum dan sigmoid dan untuk membantumerubah letak

kepala janin pada bayi yang sungsang.

c) Cara kerja :

a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

b. Anjurkan pasien untuk berada dalam posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada

c. menempel pada kasur tempat tidur Pasang selimut pada pasien

Bab III

Penutup

KESIMPULAN

Ada berbagai macam teknik ambulasi salah satu nya memindahkan pasien dari tempat tidur ke

kursi roda,hal yang harus diperhatikan ketika ingin memindahkan pasien adalah ksiapan alat

dan perawat itu sendiri dan ada berbagai macam mobilisasi diatas tempat tidur antara lain :

posisi fowler,sims,tronde burg,dorsal recumbent,litotomi,genopectoral

Daftar Pusaka

Marizkaa.2013.pemberian posisi pada klien.pada:

Http://rifayanie.fileswordspress.com/2012

diaksespadatanggal 01 November 2013 pukul 01:23

Marlisa.2013.prosedur tindakan mobilisasi.pada:

Marlisanurse.blogspot.com

Anonym.2013.memindahkan pasien dari tempat tidur

11:54:00http://skepalir2010.blogspot.com/2011/10/memindahkan-pasien-dari-tempat-tidur-ke.html
diakses pada tanggal 01 November 2013 pukul 12:59

54
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik mereka berdasarkan
aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas fungsi tubuh sangat bergantung
pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat seseorang berdiri tegak, paru lebih muda untuk
mengembang, aktivitas usus (peristaltik) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu
mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan
otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah di
lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus bergerak untuk
melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat
penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak secara total sama rentan dan
bergantungnya dengan seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Bagi sebagian
besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau perasaan berguna atau merasa
dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan
membebani orang lain. Citra tubuh dapat terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan
motorik lain. Reaksi orang lain terhadap gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau
mengganggu harga diri dan citra tubuh secara bermakna. Ambulais adalah salah satu cara untuk
mencegah terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi,
mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien
pasca operasi. (kozier, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar ambulasi?
2. Apa saja tindakan-tindakan ambulasi?
3. Apa alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi?

55
4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi?
5. Apa konsep dasar mobilisasi dan imobilisasi?
6. Bagaimana etiologi imobilisasi?
7. Bagaimana patofisiologi imobilisasi?
8. Bagaimana tanda dan gejala imobilisasi?
9. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi?
10. Bagaimana askep dan dokumentasi gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi dan
mobilisasi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami konsep dasar ambulasi
2. Untuk memahami tindakan-tindakan ambulasi
3. Untuk memahami alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
4. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi
5. Untuk memahami konsep dasar mobilisasi dan imobilisasi
6. Untuk memahami etiologi imobilisasi
7. Untuk memahami patofisiologi imobilisasi
8. Untuk memahami tanda dan gejala imobilisasi
9. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
10. Untuk memahami askep dan dokumentasi gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi dan
mobilisasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Ambulasi dan Mobilisasi


1. Konsep Dasar Ambulasi
Definisi Ambulasi

56
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi
dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan
dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008).
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien.
Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan
berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien menunjukkan
tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier 2005 ambulasi adalah aktivitas berjalan.
Tujuan Ambulasi
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah:
1) Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a) Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang terlambat yang
menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor kulit.
b) Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung,
hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c) Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter maksimal,
penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun.
d) Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
e) Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi saluran kemih,
hiperkalsiuria
f) Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot
g) Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf pada bagian distal,
nyeri yang hebat.
Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis
(thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi,
mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika pasien
membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien
akan semakin sulit untuk memulai berjalan (Kozier, 2010).
2. Tindakan-tindakan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur

57
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur di belakang
kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong kepalanya dan
vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat dari depan kaki ke
belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat tidur tempat ia akan
duduk.
3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan menjauh dari sudut
tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di depan kaki yang
lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu pasien, sokong
kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas pasien memutar ke
bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai dan angkat pasien.
13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi
1) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut 45 derajat
terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi
terkunci.
2) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
3) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.

58
4) Regangkan kedua kaki perawat.
5) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan pasien
6) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien dan tempatkan tangan
pada skapula pasien.
7) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul dan kaki,
pertahankan lutut agak fleksi.
8) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut perawat.
9) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara langsung ke depan
kursi
10) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk menyokong.
11) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
12) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
13) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
14) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan dan penampilannya.
d. Membantu Berjalan
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak tangan
perawat.
2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
3) Bantu pasien berjalan
e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau
tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
2) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
3) Berdiri menghadap pasien
4) Silangkan tangan di depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah pinggang, perawat kedua
meletakkan tangan di bawah pinggang dan pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga
meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
f. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien. Melatih
berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan team fioterapi. Namun

59
perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin bahwa perawatan
yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan.
3. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
a. Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen untuk
meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh dalam keseimbangan pasien. Misalnya:
Conventional, Adjustable dan lofstrand
b. Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi pinggang yang digunakan
pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi tongkat berkaki panjang lurus
(single stight-legged) dan tongkat berkaki segi empat (quad cane).
c. Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang kokoh
digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu
menopang tubuh.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi
a. Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah kronik
menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b. Tingkat Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan tingkat
kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c. Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan subkutan
yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien juga akan mengalami
defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada kuatnya asupan vitamin C.
d. Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri sendiri akan
mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi.
e. Tingkat Pendidikan
Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada
ketrampilan yang lebih baik dalam mengevaluasi informasi. Pendidikan dapat meningkatkan
kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran
kesehatan.
f. Pengetahuan
Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan
bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Kozier, 2010)

60
5. Konsep Dasar Mobilisasi
Definisi Mobilisasi
1) Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas
(Kosier, 2010)
2) Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan
untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan
tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Asmadi, 2008)
Definisi Imobilisasi
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit
yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan
fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke,
klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan
pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).
Tujuan Mobilisasi
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b. Mencegah terjadinya trauma
c. Mempertahankan derajat kesehatan
d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
Batasan karakteristik
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan membolak-balik posisi
c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis., meningkatkan perhatian pada
aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit)
d. Dispnea setelah beraktifitas
e. Perubahan cara berjalan
f. Gerakan bergetar
g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus

61
h. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
i. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j. Tremor akibat pergerakan
k. Ketidakstabilan postur
l. Pergerakan lambat
m. Pergerakan tidak terkoordinasi
(NANDA, 2012)
Jenis Mobilitas dan Imobilitas
a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh
ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada
ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini
dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik. (Potter, 2010)
b. Jenis Imobilitas
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir
3) Imobilitas emosional

62
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri
4) Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial. (Potter, 2010)
6. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama
kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan
fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik
di rumah maupun dirumah sakit (Kozier, 2010).
Penyebab secara umum:
 Kelainan postur
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan system saraf pusat
 Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
 Kekakuan otot
7. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan
tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek,
namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik.

Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan

63
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah
rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler
(tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital,
membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
(Potter, 2010)
8. Tanda Dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK HASIL
Penurunan konsumsi 
oksigen Intoleransi ortostatik
maksimum
 Penurunan fungsi ventrikel kiri  Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Penurunan volume sekuncup  Penurunan kapasitas kebugaran
 Perlambatan fungsi usus  Konstipasi
 Pengurangan miksi  Penurunan evakuasi kandung kemih
 Gangguan tidur  Bermimpi pada siang hari, halusinasi

b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ


ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT
IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan
otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor,
degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan
intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
pembuluh darah miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan
oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung,
penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru,
atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena,
peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis
endokrin dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),

64
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral
(Potter, 2010)
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan
gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya
misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula
orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak
lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit
tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya;
seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak
kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda
mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan
berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang
remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat
kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
f. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia
lanjut. (Kozier, 2010)
B. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis

65
1) Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan
kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai
dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan
atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak imobilisasi
terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien
terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan
klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang
terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya
bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial
dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut
klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan
keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan
fisiknya? Dan lain-lain.
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan
tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal.
Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan
intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang
perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat
diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema,
nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan

66
untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat,
tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia.
Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan
dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya
perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan
didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit
setelah tekanan dihilangkan.
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa
berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang
dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk
berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah,
rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah,
depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah,
kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang
tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang,
tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan
hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas.
Pengkajian Masalah
Sistem Muskuloskeletal
Mengukur lingkar lengan dan tungkai Penurunan lingkar otot akibat
Mempalpasi dan mengamati sendi tubuh penurunan massa otot
Kekauan atau nyeri sendi

67
Melakukan pengukuran goniometrik
pada rentang pergerakan sendi Penurunan rentang pergerakan sendi,
kontraktur sendi
Sistem Kardiovaskuler
Mengauskultasi jantung Peningkatan frekuensi jantung
Mengukur tekanan darah Hipotensi ortostatik
Mempalpasi dan mengobservasi Edema tergantung perifer,
sakrum, tungkai, dan kaki peningkatan pembengkakan vena
perifer
Mempalpasi perifer Kelemahan denyut nadi perifer
Mengukur lingkar otot betis Edema
Mengamati otot betis apakah ada Tromboflebitis
kemerahan, nyeri tekan, dan
pembengkakan

Sistem Pernafasan
Mengamati pergerakan dada Pergerakan dada asimetris, dispnea
Mengauskultasi dada Penurunan bunyi napas, ronki basah,
mengi, dan peningkatan frekuensi
pernapasan

Sistem Metabolisme
Mengukur tinggi dan berat badan Penurunan berat badan akibat atrofi
otot dan kehilangan lemak subkutan
Mempalpasi kulit Edema umum akibat penurunan
kadar protein darah
Sistem Perkemihan
Mengukur asupan dan haluaran cairan Dehidrasi
Menginspeksi urine
Urine pekat, keruh; berat jenis urine
Mempalpasi kandung kemih tinggi

68
Distensi kandung kemih akibat
retensi urine
Sistem Pencernaan
Mengamati feses Feses kering, kecil, keras
Mengauskultasi bising usus Penurunan bising usus karena
penurunan motilitas usus
Sistem Integumen
Menginspeksi kulit Kerusakan integritas kulit
(Kozier, 2010)
Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor
tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran
anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
Pemeriksaan fisik sendi terdiri dari inspekstang pergerakan aktif, dan jika pergerakan aktif
tidak memungkinkan, kaji rentang pergerakan pasif. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut:
 Apakah ada pembengkakan atau kemerahan sendi, yang dapat menunjukan keberadaan cedera
atau inflamasi.
 Apakah ada deformitas, seperti pembesaran atau kontraktur tulang, dan simetrisitas tulang
yang terkena.
 Perkembangnan otot yang berhubungan dengan tiap sendi dan ukuran relatif serta simetrisitas
otot di setiap sisi tubuh.
 Apakah ada nyeri tekan tekan yang dilaporkan atau yang dipalpasi.
 Krepitasi (teraba atau terdengar sensasi krek atau gesekan yang dihasilkan oleh pergerakan
sendi).
 Peningkatan suhu pada sendi. Palpasi sendi dengan menggunakan bagian punggung jari dan
bandingkan dengan suhu pada sendi simetrisnya.

69
 Derajat pergerakan sendi. Minta klien menggerakkan bagian tubuh tertentu. Jika
diindikasikan, ukur besarnya pergerakan dengan menggunakan goniometer, sebuah peralatan
yang mengukur sudut sendi dalam ukuran derajat.
Pengkajian rentang gerak tidak boleh menyebabkan terlalu letih dan pergerakan sendi perlu
dilakukan secara halus, pelan dan berirama. Tidak ada sendi yang harus digerakkan secara
paksa. Pergerakan yang tidak sama dan tersentak-sentak dan pemaksaan dapat menyebabkan
cedera pada sendi dan otot serta ligamen yang ada di sekitarnya.
d. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing
otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih
pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan
abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah –
penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari
lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna,
suhu dan waktu pengisian kapiler.

g. Mengkaji fungsional klien (Kozier, 2010)


Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

Rentang gerak (range of motion-ROM)


GERAK SENDI DERAJAT RENTANG
NORMAL

Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari 180


posisi samping ke atas kepala, telapak

70
tangan menghadap ke posisi yang paling
jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan 80-90
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 70-90
arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke 0-20
sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke 30-50
arah kelingking telapak tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20
posisi abduksi

Derajat kekuatan otot


SKALA PERSENTASE KEKUATAN KARAKTERISTIK
NORMAL (%)

0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

71
KATZ INDEX
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA pemantauan, perintah Dengan pemantauan, perintah,
ataupun didampingi pendampingan personal atau
perawatan total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpa Mandi dengan bantuan lebih dari
bantuan, atau hanya memerlukan satu bagian tuguh, masuk dan keluar
bantuan pada bagian tubuh tertentu kamar mandi. Dimandikan dengan
(punggung, genital, atau ekstermitas bantuan total
lumpuh)
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap mandiri. Bisa Membutuhkan bantuan dalam
jadi membutuhkan bantuan unutk berpakaian, atau dipakaikan baju
memakai sepatu secara keseluruhan
TOILETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar kecil (toilet), Butuh bantuan menuju dan keluar
mengganti pakaian, membersihkan toilet, membersihkan sendiri atau
genital tanpa bantuan menggunakan telepon
PINDAH (1 poin) (0 poin)
POSISI Masuk dan bangun dari tempat tidur Butuh bantuan dalam berpindah dari
/ kursi tanpa bantuan. Alat bantu tempat tidur ke kursi, atau dibantu
berpindah posisi bisa diterima total
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol secara baik Sebagian atau total inkontinensia
perkemihan dan buang air besar bowel dan bladder
MAKAN (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan makanan ke Membutuhkan bantuan sebagian
mulut tanpa bantuan. Persiapan atau total dalam makan, atau
makan bisa jadi dilakukan oleh memerlukan makanan parenteral
orang lain.

Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah (Sangat tergantung)

Indeks ADL BARTHEL (BAI)

72
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan 0 Tak terkendali/ tak teratur (perlu
rangsang pembuangan pencahar).
tinja 1 Kadang-kadang tak terkendali (1x
seminggu).
2 Terkendali teratur.
2 Mengendalikan 0 Tak terkendali atau pakai kateter
rangsang berkemih 1 Kadang-kadang tak terkendali (hanya
1x/24 jam)
2 Mandiri
3 Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan orang lain
(seka muka, sisir 1 Mandiri
rambut, sikat gigi)
4 Penggunaan jamban, 0 Tergantung pertolongan orang lain
masuk dan keluar 1 Perlu pertolongan pada beberapa
(melepaskan, memakai kegiatan tetapi dapat mengerjakan
celana, membersihkan, sendiri beberapa kegiatan yang lain.
menyiram) 2 Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri
6 Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
berbaring ke duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bias
2 duduk
3 Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda.
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang.
3 Mandiri
8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
2 Mandiri.
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri

73
Skor BAI :
20 : Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan
9 - 11 : Ketergantungan sedang
5 - 8 : Ketergantungan berat
0 - 4 : Ketergantungan total

Pemeriksaan Penunjang
1) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena
dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan
untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang
menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑,
kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot. (Potter, 2010)
2. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang muncul pada gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi
dan mobilisasi yaitu:
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan sensori persepsi
b. Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik
c. Kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi fisik
d. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum
e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ganggaun muskuloskeletal
f. Konstipasi yang berhubungan dengan: penurunan aktivitas, penurunan motilitas kolon
sekunder akibat peningkatan produksi adrenalin
g. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan: Pribadi yang rentan dalam krisis situasi,
ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi peran yang biasa dilakukan, ketergantungan pada
orang lain, harga diri rendah (kronik, situasional)
h. Risiko disuse syndrome yang berhubungan dengan paralisis, imobilisasi mekanis, anjuran
imobilisasi, nyeri hebat, dan perubahan tingakt kesadaran

74
i. Defisiensi aktivitas pengalihan yang berhubungan dengan: Tirah baring dalam waktu yang
lama
j. Disrefleksia otonom yang berhubungan dengan: Cedera medulla spinalis T7 atau diatasnya
k. Inkontenensia Urine:fungsional/total yang berhubungan dengan: gangguan neurologis
l. Insomnia yang berhubungan dengan; kurang aktivitas fisik, nyeri dan ketidaknyamanan,
ketidakmampuan untuk mengubah posisi secara mandiri atau mengambil posisi tidur yang
biasa dilakukan
m. Retensi urine yang berhubungan dengan: Penurunan tonus otot kandung kemih,
ketidakmampuan untuk merelaksasi otot perineal, malu menggunakan pispot, kurang privasi,
posisi yang tidak alami untuk berkemih. (NANDA, 2012)
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(NANDA) (NOC) (NIC)
1 Hambatan Mobilitas Tujuan/Kriteria Evaluasi: Promosi Mekanika
Fisik yang berhubungan  Memperlihatkan Tubuh: memfasilitasi
dengan gangguan sensori penggunaan alat bantu penggunaan postur dan
persepsi secara benar dengan pergerakan dalam
pengawasan aktivitas sehari-hari
 Meminta bantuan untuk untuk mencegah
aktivitas mobilisasi, jika keletihan dan ketegangan
diperlukan atau cedera

 Melakukan aktivitas muskuloskeletal.

kehidupan sehari-hari secara Promosi Latihan Fisik:


mandiri dengan alat bantu. Latihan

 Menyangga berat badan Kekuatan:Memfasilitasi


pelatihan otot resistif
 Berjalan dengan
secara rutin untuk
menggunakan langkah-
mempertahankan atau
langkah yang benar sejauh
meningkatkan kekuatan
 Berpindah dari dan ke kursi
otot.
atau kursi roda
Terapi latihan fisik:
 Menggunkan kursi roda
Ambulasi:Meningkatkan
secara efektif
dan membantu dalam

75
berjalan untuk
mempertahankan atau
mengembalikan fungsi
tubuh autonom dan
volunter selama
pengobatan dan
pemulihan dari kondisi
sakit atau cedera.
Terapi Latihan
Fisik:Keseimbangan:
Menggunakan aktivitas,
postur dan gerakan
tertentu untuk
mempertahankan,
meningkatkan atau
memulihkan
keseimbangan.
Terapi Latihan Fisik:
Mobilitas Sendi:
Menggunakan gerakan
tubuh aktif dan pasif
untuk mempertahankan
atau mengembalikan
fleksibiltas sendi.
Terapi Latihan Fisik:
Pengendalian Otot:
Menggunakan aktivitas
tertentu atau protokol
latihan yang sesuai untuk
meningkatkan atau
mengembalikan gerakan
tubuh yang terkendali.

76
Pengaturan Posisi:
Mengatur posisi pasien
atau bagian tubuh pasien
secara hati-hati untuk
meningkatkan
kesejahteraan fisiologis
dan psikologis.
Pengaturan Posisi:
Kursi Roda: Mengatur
posisi pasien dengan
benar di kursi roda
pilihan untuk mencapai
rasa nyaman,
meningkatkan integritas
kulit, dan menumbuhkan
kemandirian pasien.
Bantuan Perawatan
Diri:Berpindah:
Membantu individu
untuk mengubah posisi
tubuhnya.
2 Nyeri akut yang Tujuan/Kriteria evaluasi Pemberian
berhubungan dengan  Memperlihatkan teknik Analgesik:Menggunakan
cedera fisik relaksasi secara individual agens-agens farmakologi
yang efektif untuk mencapai untuk mengurangi atau
kenyamanan menghilangkan nyeri
 Mempertahankan tingkat Manajemen Medikasi:
nyeri dengan skala 0-10 Memfasilitasi

 Melaporkan kesejahteraan penggunaan obat resep

fisik dan psikologis atau obat bebas secara

 Mengenali faktor penyebab aman dan efektif

dan menggunakan tindakan Manajemen Nyeri:


Meringankan atau

77
untuk memodifikasi faktor mengurangi nyeri sampai
tersebut pada tingkat kenyamanan
 Melaporkan nyeri kepada yang dapat diterima oleh
penyedia layanan kesehatan pasien
 Menggunakan tindakan Bantuan Analgesia
meredakan nyeri dengan yang dikendalikan oleh
analgesik dan nonanalgesik pasien PCA(Pateint-
secara tepat Controlled Analgesia):

 Tidak mengalami gangguan Memudahkan

dalam frekuensi pernafasan, pengendalian pemberian

frekuensi jantung, atau dan pengaturan analgesik

tekanan darah oleh pasien

 Mempertahankan selera Manajemen sedasi:

makan yang baik Memberikan sedatif,


memantau respons pasien
 Melaporkan pola tidur yang
dan memberikan
baik
dukungan fisiologis yang
 Melaporkan kemampuan
dibutuhkan selama
untuk mempertahankan
prosedur diagnostik atau
perfoma peran dan
terapeutik.
hubungan interpersonal
3 Kerusakan intergritas Tujuan/Kriteria evaluasi Pemeliharaan akses
kulit yang berhubungan  Pasien/keluarga dialisis: memelihara area
dengan imobilisasi fisik menunjukkan rutinitas akses pembuluh darah
perawatan kulit atau arteri
perawatan luka yang Kewaspadaan Lateks:
optimal Menurunkan resiko
 Drainase purulen atau bau reaksi sistematik
luka minimal terhadap lateks

 Tidak ada lepuh atau Pemberian Obat:

maserasi pada kulit Mempersiapkan,

 Nekrosis, selumur, lubang, memberikan dan

perluasan luka ke jaringan mengevaluasi keefektifan

78
di bawah kulit atau obat resep dan obat
pembentukan saluran sinus nonresep
berkurang atau tidak ada Perawatan Area Insisi:
 Eritema kulit dan eritema di Membersihkan,
sekitar luka minimal memantau dan
meningkatkan proses
penyembuhan pada luka
yang ditutup dengan
jahitan, klip atau staples
Manajemen Area
Penekanan:
Meminimalkan
penekanan pada bagian
tubuh
Perawatan Ulkus
Dekubitus:
Memfasilitasi
penyembuhan ulkus
dekubitus
Manajemen Pruritus:
Mencegah dan
mengobati gatal
Surveilans Kulit:
Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien
untuk mempertahankan
integritas kulit dan
membaran mukosa
Perawatan Luka:
Mencegah komplikasi
luka dan meningkatkan
penyembuhan luka.

79
4 Intoleran Aktivitas yang Tujuan/kriteria evaluasi Terapi Aktivitas:
berhubungan dengan  Mengidentifikasi aktivitas Memberi anjuran tentang
kelemahan umum atau situasi yang dan bantuan dalam
menimbulkan kecemasan aktivitas fisik, kognitif,
yang dapat mengakibatkan sosial, dan spritual yang
intoleran aktivitas spesifik untuk
 Berpartisipasi dalam meningkatkan rentang,
aktivitas fisik yang frekuensi, atau durasi
dibutuhkan dengan aktivitas individu atau
peningkatan normal denyut kelompok
jantung, frekuensi Manajemen Energi:
pernafasandan tekanan Mengatur penggunaan
darah serta memantau pola energi untuk mengatasi
dengan batas normal atau mencegah kelelahan

 Mengungkapkan secara dan mengoptimalkan

verbal pemahaman tentang fungsi

kebutuhan oksigen, obat dan Manajemen


atau peralatan yang dapat Lingkungan:

meningkatkan toleransi Memanipulasi

terhadap aktivitas lingkungan sekitar pasien

 Menampilkan aktivitas utnuk memperoleh

kehidupan sehari-hari manfaat terapeutik,

(AKS) dengan beberapa stimulasi sensorik, dan

bantuan (misalnya eliminasi kesejahteraan psikologis

dengan bantaun ambulasi Terapi Latihan Fisik:

untuk ke kamar mandi) Mobilitas Sendi:


Menggunakan gerakan
 Menampilkan manajemen
tubuh aktif atau pasif
pemeliharaan rumah dengan
untuk mempertahankan
beberapa bantuan (misalnya,
atau memperbaiki
membutuhkan bantuan
fleksibilitas sendi
untuk kebersihan setiap
Terapi Latihan Fisik:
minggu)
Pengendalian Otot:

80
Menggunakan aktivitas
atau protokol latihan
yang spesifik untuk
meningkatkan atau
memulihkan gerakan
tubuh yang terkontrol
Promosi Latihan
Fisik:Latihan
Kekuatan: Memfasilitasi
latihan otot resistif secara
rutin untuk
mempertahankan
meningkatkan kekuatan
otot
Bantuan Pemeliharaan
Rumah: Membantu
pasien dan keluarga
untuk menjaga rumah
sebagai tempat tinggal
yang bersih, aman dan
menyenangkan
Manajemen Alam
Perasaan: Memberi rasa
keamanan, stabilitas,
pemulihan dan
pemeliharaan pasien
yang mengalami
disfungsi alam perasaan
baik depresi maupun
peningkatan alam
perasaan

81
Bantuan Perawatan
Diri: Membantu individu
untuk melakukan AKS
Bantuan Perawatan
diri: AKSI: Membantu
dan mengarahkan
individu untuk
melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari
instrumental (AKSI)
yang diperlukan untuk
berfungsi di rumah atau
di komunita.
5 Defisit Perawatan Diri Tujuan/kriteria evaluasi Mandi: Membersihkan
yang berhubungan  Menerima bantuan atau tubuh yang berguna
dengan ganggaun perawatan total dari pemberi untuk relaksasi,
muskuloskeletal asuhan, jika diperlukan kebersihan dan
 Mengungkapkan secara penyembuhan
verbal kepuasan tentang Pemeliharaan
kebersihan tubuh dan Kesehatan Mulut:
higiene oral Pemeliharaan dan

 Mempertahankan mobilitas promosi hgiene oral dan

yang diperlukan untuk ke kesehatan gigi untuk

kamar mandi dan pasien yang berisiko

menyediakan perlengkapan mengalami lesi mulut

mandi dan gigi

 Mampu menghidupkan dan Perawatan Ostomi:

mangatur pancaran dan suhu Pemeliharaan eliminasi


air melalui stoma dan
perawatan jaringan
 Membersihkan dan
sekitar
mengeringkan tubuh
Bantuan Perawatan
 Melakukan perawatan
Diri, Mandi/Hygine:
mulut

82
 Menggunakan deodoran Membantu pasien untuk
memenuhi hygine pribadi

4. Implementasi
a. Terapi
1) Penatalaksanaan Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan
bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana
terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang
mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan
kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta
suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi
latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan),
latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan,
dan ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
2) Tata laksana Khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang
kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit atau
dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang
mengalami disabilitas permanen.
3) Penatalaksanaan lain yaitu:
a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
83
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu:
1) Posisi fowler (setengah duduk)
2) Posisi litotomi
3) Posisi dorsal recumbent
4) Posisi supinasi (terlentang)
5) Posisi pronasi (tengkurap)
6) Posisi lateral (miring)
7) Posisi sim
8) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
b) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara
melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-
lain.
c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara
mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat
dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static
exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
e) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.

Latihan-latihan itu, yaitu :


1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
2) Fleksi dan ekstensi siku
3) Pronasi dan supinasi lengan bawah
4) Pronasi fleksi bahu
5) Abduksi dan adduksi
6) Rotasi bahu
7) Fleksi dan ekstensi jari-jari
8) Infersi dan efersi kaki

84
9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
10) Fleksi dan ekstensi lutut
11) Rotasi pangkal paha
12) Abduksi dan adduksi pangkal paha
f) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak terjadinya
imobilitas.
g) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk
mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran
sekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti
dengan perkusi dan vibrasi dada.
h) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi
perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya,
memberikan dukungan moril, dan lain-lain. (Potter, 2010)
5. Evaluasi
Tujuan yang diterapkan selama fase perencanaan dievaluasi sesuai dengan hasil tertentu yang
diharapkan, dan juga diterapkan pada fase tersebut. Saat hasil yang diharapkan tidak terpenuhi,
pertimbangkan pertanyaan berikut ini:
1) Beritahu saya mengapa Anda tidak mampu menigkatkan aktivitas yang telah kita rencanakan.
2) Aktivitas apa yang menghambat Anda melakukan tugas tersebut saat ini.
3) Beritahu saya bagaimana perasaan Anda terkait ketidakmampuan berpakaian sendiri dan
membuat makanan sendiri.
4) Latihan apa yang Anda rasakan paling membantu
5) Tujuan apa yang Anda inginkan untuk disusun pada aktivitas Anda. (Potter, 2010)
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan tindakan mencatat setiap data yang didapat oleh
perawat dalam sebuah dokumen yang sisitematis. Proses mencatat tidak hanya menulis data
pada format yang tersedia. Dokumentasi keperawatan menitikberatkan pada proses dan hasil
pencatatan (Potter & Perry, 2006). Hal tersebut berarti bahwa mulai dari proses mencatat

85
sampai mempertahankan kualitas catatan harus diperhatikan, karena dokumen keperawatan
memegang perannan yang sangat penting.
Selama fase implementasi, perawat mendokumentasikan tindakan keperawatan seperti:
pemberian obat, perawatan luka, pengaturan posisi, infus IV, kateterisasi urine, dll. (Iyer, 2004)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

86
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik mereka berdasarkan
aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas fungsi tubuh sangat bergantung
pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat seseorang berdiri tegak, paru lebih muda untuk
mengembang, aktivitas usus (peristaltik) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu
mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan
otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah di
lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus bergerak untuk
melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat
penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak secara total sama rentan dan
bergantungnya dengan seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Bagi sebagian
besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau perasaan berguna atau merasa
dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan
membebani orang lain. Citra tubuh dapat terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan
motorik lain. Reaksi orang lain terhadap gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau
mengganggu harga diri dan citra tubuh secara bermakna. Ambulais adalah salah satu cara untuk
mencegah terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi,
mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien
pasca operasi. (kozier, 2010).
B. Saran
Segala usaha telah kami lakukan. Namun dalam pembuatan makalah ini terdapat
kekurangan . Oleh karena itu, kami sangat memerlukan kritik dan saran saudara(i) demi
kesempurnaan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawaran. Edisi 4. Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta
: EGC.

Potter & Perry. 2010. Fundamental keperawatan. Edisis 7. Jakarta: Elsevier

Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Herdman, T.H. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA. Jakarta: EGC

87
Wilkinson, M. Judith, Ahern, R. Nanchy. 2011. Buku Saku Diagnosis ------------------- -
Keperawatan Diagnosis NANDA Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. ---------Edisi 9.
Jakarta: EGC
Iyer, P.W, Camp, N.H. 2004. Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik mereka berdasarkan
aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas fungsi tubuh sangat bergantung
pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat seseorang berdiri tegak, paru lebih muda untuk
mengembang, aktivitas usus (peristaltik) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu
mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan
otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah di
lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus bergerak untuk
melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat
penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak secara total sama rentan dan
bergantungnya dengan seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Bagi sebagian
besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau perasaan berguna atau merasa
dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan
membebani orang lain. Citra tubuh dapat terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan
motorik lain. Reaksi orang lain terhadap gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau
mengganggu harga diri dan citra tubuh secara bermakna. Ambulais adalah salah satu cara untuk
mencegah terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi,
mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien
pasca operasi. (kozier, 2010).

88
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar ambulasi?
2. Apa saja tindakan-tindakan ambulasi?
3. Apa alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi?
4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi?
5. Apa konsep dasar mobilisasi dan imobilisasi?
6. Bagaimana etiologi imobilisasi?
7. Bagaimana patofisiologi imobilisasi?
8. Bagaimana tanda dan gejala imobilisasi?
9. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi?
10. Bagaimana askep dan dokumentasi gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi dan
mobilisasi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami konsep dasar ambulasi
2. Untuk memahami tindakan-tindakan ambulasi
3. Untuk memahami alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
4. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi
5. Untuk memahami konsep dasar mobilisasi dan imobilisasi
6. Untuk memahami etiologi imobilisasi
7. Untuk memahami patofisiologi imobilisasi
8. Untuk memahami tanda dan gejala imobilisasi
9. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
10. Untuk memahami askep dan dokumentasi gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi dan
mobilisasi

BAB II

89
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Ambulasi dan Mobilisasi


1. Konsep Dasar Ambulasi
Definisi Ambulasi
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi
dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan
dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008).
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien.
Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan
berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien menunjukkan
tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier 2005 ambulasi adalah aktivitas berjalan.
Tujuan Ambulasi
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah:
1) Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a) Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang terlambat yang
menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor kulit.
b) Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung,
hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c) Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter maksimal,
penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun.
d) Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
e) Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi saluran kemih,
hiperkalsiuria
f) Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot
g) Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf pada bagian distal,
nyeri yang hebat.
Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis
(thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi,
mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika pasien
membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien
akan semakin sulit untuk memulai berjalan (Kozier, 2010).
2. Tindakan-tindakan Ambulasi

90
a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur di belakang
kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong kepalanya dan
vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat dari depan kaki ke
belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat tidur tempat ia akan
duduk.
3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan menjauh dari sudut
tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di depan kaki yang
lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu pasien, sokong
kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas pasien memutar ke
bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai dan angkat pasien.
13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi
91
1) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut 45 derajat
terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi
terkunci.
2) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
3) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
4) Regangkan kedua kaki perawat.
5) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan pasien
6) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien dan tempatkan tangan
pada skapula pasien.
7) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul dan kaki,
pertahankan lutut agak fleksi.
8) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut perawat.
9) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara langsung ke depan
kursi
10) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk menyokong.
11) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
12) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
13) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
14) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan dan penampilannya.
d. Membantu Berjalan
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak tangan
perawat.
2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
3) Bantu pasien berjalan
e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau
tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
2) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
3) Berdiri menghadap pasien
4) Silangkan tangan di depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.

92
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah pinggang, perawat kedua
meletakkan tangan di bawah pinggang dan pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga
meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
f. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien. Melatih
berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan team fioterapi. Namun
perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin bahwa perawatan
yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan.
3. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
a. Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen untuk
meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh dalam keseimbangan pasien. Misalnya:
Conventional, Adjustable dan lofstrand
b. Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi pinggang yang digunakan
pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi tongkat berkaki panjang lurus
(single stight-legged) dan tongkat berkaki segi empat (quad cane).
c. Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang kokoh
digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu
menopang tubuh.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi
a. Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah kronik
menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b. Tingkat Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan tingkat
kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c. Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan subkutan
yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien juga akan mengalami
defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada kuatnya asupan vitamin C.
d. Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri sendiri akan
mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi.
e. Tingkat Pendidikan

93
Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada
ketrampilan yang lebih baik dalam mengevaluasi informasi. Pendidikan dapat meningkatkan
kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran
kesehatan.
f. Pengetahuan
Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan
bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Kozier, 2010)
5. Konsep Dasar Mobilisasi
Definisi Mobilisasi
1) Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas
(Kosier, 2010)
2) Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan
untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan
tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Asmadi, 2008)
Definisi Imobilisasi
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit
yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan
fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke,
klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan
pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).
Tujuan Mobilisasi
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b. Mencegah terjadinya trauma
c. Mempertahankan derajat kesehatan
d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
Batasan karakteristik
a. Penurunan waktu reaksi

94
b. Kesulitan membolak-balik posisi
c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis., meningkatkan perhatian pada
aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit)
d. Dispnea setelah beraktifitas
e. Perubahan cara berjalan
f. Gerakan bergetar
g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
h. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
i. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j. Tremor akibat pergerakan
k. Ketidakstabilan postur
l. Pergerakan lambat
m. Pergerakan tidak terkoordinasi
(NANDA, 2012)
Jenis Mobilitas dan Imobilitas
a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh
ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada
ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini
dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik. (Potter, 2010)
b. Jenis Imobilitas
95
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir
3) Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri
4) Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial. (Potter, 2010)
6. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama
kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan
fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik
di rumah maupun dirumah sakit (Kozier, 2010).
Penyebab secara umum:
 Kelainan postur
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan system saraf pusat
 Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
 Kekakuan otot
7. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan
tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi

96
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek,
namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik.

Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah
rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler
(tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital,
membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
(Potter, 2010)
8. Tanda Dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK HASIL
Penurunan konsumsi 
oksigen Intoleransi ortostatik
maksimum
 Penurunan fungsi ventrikel kiri  Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Penurunan volume sekuncup  Penurunan kapasitas kebugaran
 Perlambatan fungsi usus  Konstipasi
 Pengurangan miksi  Penurunan evakuasi kandung kemih
 Gangguan tidur  Bermimpi pada siang hari, halusinasi

b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ


ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT
IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan
otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor,
degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan
intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
pembuluh darah miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan

97
oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung,
penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru,
atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena,
peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis
endokrin dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral
(Potter, 2010)
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan
gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya
misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula
orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak
lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit
tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya;
seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak
kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda
mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan
berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang
remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat
kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

98
f. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia
lanjut. (Kozier, 2010)
B. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis
1) Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan
kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai
dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan
atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak imobilisasi
terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien
terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan
klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang
terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya
bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial
dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut
klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan
keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan
fisiknya? Dan lain-lain.
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan
tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal.

99
Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan
intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang
perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat
diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema,
nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan
untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat,
tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia.
Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan
dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya
perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan
didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit
setelah tekanan dihilangkan.
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa
berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang
dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk
berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah,
rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah,
depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah,
kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang
tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang,

100
tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan
hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas.
Pengkajian Masalah
Sistem Muskuloskeletal
Mengukur lingkar lengan dan tungkai Penurunan lingkar otot akibat
Mempalpasi dan mengamati sendi tubuh penurunan massa otot
Melakukan pengukuran goniometrik Kekauan atau nyeri sendi
pada rentang pergerakan sendi
Penurunan rentang pergerakan sendi,
kontraktur sendi
Sistem Kardiovaskuler
Mengauskultasi jantung Peningkatan frekuensi jantung
Mengukur tekanan darah Hipotensi ortostatik
Mempalpasi dan mengobservasi Edema tergantung perifer,
sakrum, tungkai, dan kaki peningkatan pembengkakan vena
perifer
Mempalpasi perifer Kelemahan denyut nadi perifer
Mengukur lingkar otot betis Edema
Mengamati otot betis apakah ada Tromboflebitis
kemerahan, nyeri tekan, dan
pembengkakan

Sistem Pernafasan
Mengamati pergerakan dada Pergerakan dada asimetris, dispnea
Mengauskultasi dada Penurunan bunyi napas, ronki basah,
mengi, dan peningkatan frekuensi
pernapasan

Sistem Metabolisme
Mengukur tinggi dan berat badan Penurunan berat badan akibat atrofi
otot dan kehilangan lemak subkutan
Mempalpasi kulit

101
Edema umum akibat penurunan
kadar protein darah
Sistem Perkemihan
Mengukur asupan dan haluaran cairan Dehidrasi
Menginspeksi urine
Urine pekat, keruh; berat jenis urine
Mempalpasi kandung kemih tinggi
Distensi kandung kemih akibat
retensi urine
Sistem Pencernaan
Mengamati feses Feses kering, kecil, keras
Mengauskultasi bising usus Penurunan bising usus karena
penurunan motilitas usus
Sistem Integumen
Menginspeksi kulit Kerusakan integritas kulit
(Kozier, 2010)
Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor
tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran
anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
Pemeriksaan fisik sendi terdiri dari inspekstang pergerakan aktif, dan jika pergerakan aktif
tidak memungkinkan, kaji rentang pergerakan pasif. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut:
 Apakah ada pembengkakan atau kemerahan sendi, yang dapat menunjukan keberadaan cedera
atau inflamasi.
 Apakah ada deformitas, seperti pembesaran atau kontraktur tulang, dan simetrisitas tulang
yang terkena.

102
 Perkembangnan otot yang berhubungan dengan tiap sendi dan ukuran relatif serta simetrisitas
otot di setiap sisi tubuh.
 Apakah ada nyeri tekan tekan yang dilaporkan atau yang dipalpasi.
 Krepitasi (teraba atau terdengar sensasi krek atau gesekan yang dihasilkan oleh pergerakan
sendi).
 Peningkatan suhu pada sendi. Palpasi sendi dengan menggunakan bagian punggung jari dan
bandingkan dengan suhu pada sendi simetrisnya.
 Derajat pergerakan sendi. Minta klien menggerakkan bagian tubuh tertentu. Jika
diindikasikan, ukur besarnya pergerakan dengan menggunakan goniometer, sebuah peralatan
yang mengukur sudut sendi dalam ukuran derajat.
Pengkajian rentang gerak tidak boleh menyebabkan terlalu letih dan pergerakan sendi perlu
dilakukan secara halus, pelan dan berirama. Tidak ada sendi yang harus digerakkan secara
paksa. Pergerakan yang tidak sama dan tersentak-sentak dan pemaksaan dapat menyebabkan
cedera pada sendi dan otot serta ligamen yang ada di sekitarnya.
d. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing
otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih
pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan
abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah –
penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari
lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna,
suhu dan waktu pengisian kapiler.

g. Mengkaji fungsional klien (Kozier, 2010)


Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain

103
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

Rentang gerak (range of motion-ROM)


GERAK SENDI DERAJAT RENTANG
NORMAL

Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari 180


posisi samping ke atas kepala, telapak
tangan menghadap ke posisi yang paling
jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan 80-90
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 70-90
arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke 0-20
sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke 30-50
arah kelingking telapak tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20
posisi abduksi

Derajat kekuatan otot


SKALA PERSENTASE KEKUATAN KARAKTERISTIK
NORMAL (%)

0 0 Paralisis sempurna

104
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

KATZ INDEX
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA pemantauan, perintah Dengan pemantauan, perintah,
ataupun didampingi pendampingan personal atau
perawatan total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpa Mandi dengan bantuan lebih dari
bantuan, atau hanya memerlukan satu bagian tuguh, masuk dan keluar
bantuan pada bagian tubuh tertentu kamar mandi. Dimandikan dengan
(punggung, genital, atau ekstermitas bantuan total
lumpuh)
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap mandiri. Bisa Membutuhkan bantuan dalam
jadi membutuhkan bantuan unutk berpakaian, atau dipakaikan baju
memakai sepatu secara keseluruhan
TOILETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar kecil (toilet), Butuh bantuan menuju dan keluar
mengganti pakaian, membersihkan toilet, membersihkan sendiri atau
genital tanpa bantuan menggunakan telepon
PINDAH (1 poin) (0 poin)
POSISI Masuk dan bangun dari tempat tidur Butuh bantuan dalam berpindah dari
/ kursi tanpa bantuan. Alat bantu tempat tidur ke kursi, atau dibantu
berpindah posisi bisa diterima total
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol secara baik Sebagian atau total inkontinensia
perkemihan dan buang air besar bowel dan bladder

105
MAKAN (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan makanan ke Membutuhkan bantuan sebagian
mulut tanpa bantuan. Persiapan atau total dalam makan, atau
makan bisa jadi dilakukan oleh memerlukan makanan parenteral
orang lain.

Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah (Sangat tergantung)

Indeks ADL BARTHEL (BAI)


NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan 0 Tak terkendali/ tak teratur (perlu
rangsang pembuangan pencahar).
tinja 1 Kadang-kadang tak terkendali (1x
seminggu).
2 Terkendali teratur.
2 Mengendalikan 0 Tak terkendali atau pakai kateter
rangsang berkemih 1 Kadang-kadang tak terkendali (hanya
1x/24 jam)
2 Mandiri
3 Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan orang lain
(seka muka, sisir 1 Mandiri
rambut, sikat gigi)
4 Penggunaan jamban, 0 Tergantung pertolongan orang lain
masuk dan keluar 1 Perlu pertolongan pada beberapa
(melepaskan, memakai kegiatan tetapi dapat mengerjakan
celana, membersihkan, sendiri beberapa kegiatan yang lain.
menyiram) 2 Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri
6 Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
berbaring ke duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bias
2 duduk
3 Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda.

106
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang.
3 Mandiri
8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
2 Mandiri.
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri

Skor BAI :
20 : Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan
9 - 11 : Ketergantungan sedang
5 - 8 : Ketergantungan berat
0 - 4 : Ketergantungan total

Pemeriksaan Penunjang
1) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena
dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan
untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang
menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑,
kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot. (Potter, 2010)
2. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang muncul pada gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi
dan mobilisasi yaitu:
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan sensori persepsi
b. Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik
c. Kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi fisik
d. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum

107
e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ganggaun muskuloskeletal
f. Konstipasi yang berhubungan dengan: penurunan aktivitas, penurunan motilitas kolon
sekunder akibat peningkatan produksi adrenalin
g. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan: Pribadi yang rentan dalam krisis situasi,
ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi peran yang biasa dilakukan, ketergantungan pada
orang lain, harga diri rendah (kronik, situasional)
h. Risiko disuse syndrome yang berhubungan dengan paralisis, imobilisasi mekanis, anjuran
imobilisasi, nyeri hebat, dan perubahan tingakt kesadaran
i. Defisiensi aktivitas pengalihan yang berhubungan dengan: Tirah baring dalam waktu yang
lama
j. Disrefleksia otonom yang berhubungan dengan: Cedera medulla spinalis T7 atau diatasnya
k. Inkontenensia Urine:fungsional/total yang berhubungan dengan: gangguan neurologis
l. Insomnia yang berhubungan dengan; kurang aktivitas fisik, nyeri dan ketidaknyamanan,
ketidakmampuan untuk mengubah posisi secara mandiri atau mengambil posisi tidur yang
biasa dilakukan
m. Retensi urine yang berhubungan dengan: Penurunan tonus otot kandung kemih,
ketidakmampuan untuk merelaksasi otot perineal, malu menggunakan pispot, kurang privasi,
posisi yang tidak alami untuk berkemih. (NANDA, 2012)
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(NANDA) (NOC) (NIC)
1 Hambatan Mobilitas Tujuan/Kriteria Evaluasi: Promosi Mekanika
Fisik yang berhubungan  Memperlihatkan Tubuh: memfasilitasi
dengan gangguan sensori penggunaan alat bantu penggunaan postur dan
persepsi secara benar dengan pergerakan dalam
pengawasan aktivitas sehari-hari
 Meminta bantuan untuk untuk mencegah
aktivitas mobilisasi, jika keletihan dan ketegangan
diperlukan atau cedera

 Melakukan aktivitas muskuloskeletal.

kehidupan sehari-hari secara Promosi Latihan Fisik:


mandiri dengan alat bantu. Latihan

 Menyangga berat badan Kekuatan:Memfasilitasi

108
 Berjalan dengan pelatihan otot resistif
menggunakan langkah- secara rutin untuk
langkah yang benar sejauh mempertahankan atau
 Berpindah dari dan ke kursi meningkatkan kekuatan
atau kursi roda otot.

 Menggunkan kursi roda Terapi latihan fisik:

secara efektif Ambulasi:Meningkatkan


dan membantu dalam
berjalan untuk
mempertahankan atau
mengembalikan fungsi
tubuh autonom dan
volunter selama
pengobatan dan
pemulihan dari kondisi
sakit atau cedera.
Terapi Latihan
Fisik:Keseimbangan:
Menggunakan aktivitas,
postur dan gerakan
tertentu untuk
mempertahankan,
meningkatkan atau
memulihkan
keseimbangan.
Terapi Latihan Fisik:
Mobilitas Sendi:
Menggunakan gerakan
tubuh aktif dan pasif
untuk mempertahankan
atau mengembalikan
fleksibiltas sendi.

109
Terapi Latihan Fisik:
Pengendalian Otot:
Menggunakan aktivitas
tertentu atau protokol
latihan yang sesuai untuk
meningkatkan atau
mengembalikan gerakan
tubuh yang terkendali.
Pengaturan Posisi:
Mengatur posisi pasien
atau bagian tubuh pasien
secara hati-hati untuk
meningkatkan
kesejahteraan fisiologis
dan psikologis.
Pengaturan Posisi:
Kursi Roda: Mengatur
posisi pasien dengan
benar di kursi roda
pilihan untuk mencapai
rasa nyaman,
meningkatkan integritas
kulit, dan menumbuhkan
kemandirian pasien.
Bantuan Perawatan
Diri:Berpindah:
Membantu individu
untuk mengubah posisi
tubuhnya.
2 Nyeri akut yang Tujuan/Kriteria evaluasi Pemberian
berhubungan dengan  Memperlihatkan teknik Analgesik:Menggunakan
cedera fisik relaksasi secara individual agens-agens farmakologi

110
yang efektif untuk mencapai untuk mengurangi atau
kenyamanan menghilangkan nyeri
 Mempertahankan tingkat Manajemen Medikasi:
nyeri dengan skala 0-10 Memfasilitasi
 Melaporkan kesejahteraan penggunaan obat resep
fisik dan psikologis atau obat bebas secara

 Mengenali faktor penyebab aman dan efektif

dan menggunakan tindakan Manajemen Nyeri:

untuk memodifikasi faktor Meringankan atau

tersebut mengurangi nyeri sampai

 Melaporkan nyeri kepada pada tingkat kenyamanan

penyedia layanan kesehatan yang dapat diterima oleh


pasien
 Menggunakan tindakan
Bantuan Analgesia
meredakan nyeri dengan
yang dikendalikan oleh
analgesik dan nonanalgesik
pasien PCA(Pateint-
secara tepat
Controlled Analgesia):
 Tidak mengalami gangguan
Memudahkan
dalam frekuensi pernafasan,
pengendalian pemberian
frekuensi jantung, atau
dan pengaturan analgesik
tekanan darah
oleh pasien
 Mempertahankan selera
Manajemen sedasi:
makan yang baik
Memberikan sedatif,
 Melaporkan pola tidur yang
memantau respons pasien
baik
dan memberikan
 Melaporkan kemampuan
dukungan fisiologis yang
untuk mempertahankan
dibutuhkan selama
perfoma peran dan
prosedur diagnostik atau
hubungan interpersonal
terapeutik.
3 Kerusakan intergritas Tujuan/Kriteria evaluasi Pemeliharaan akses
kulit yang berhubungan  Pasien/keluarga dialisis: memelihara area
dengan imobilisasi fisik menunjukkan rutinitas akses pembuluh darah
perawatan kulit atau arteri

111
perawatan luka yang Kewaspadaan Lateks:
optimal Menurunkan resiko
 Drainase purulen atau bau reaksi sistematik
luka minimal terhadap lateks
 Tidak ada lepuh atau Pemberian Obat:
maserasi pada kulit Mempersiapkan,

 Nekrosis, selumur, lubang, memberikan dan

perluasan luka ke jaringan mengevaluasi keefektifan

di bawah kulit atau obat resep dan obat

pembentukan saluran sinus nonresep

berkurang atau tidak ada Perawatan Area Insisi:

 Eritema kulit dan eritema di Membersihkan,


sekitar luka minimal memantau dan
meningkatkan proses
penyembuhan pada luka
yang ditutup dengan
jahitan, klip atau staples
Manajemen Area
Penekanan:
Meminimalkan
penekanan pada bagian
tubuh
Perawatan Ulkus
Dekubitus:
Memfasilitasi
penyembuhan ulkus
dekubitus
Manajemen Pruritus:
Mencegah dan
mengobati gatal
Surveilans Kulit:
Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien

112
untuk mempertahankan
integritas kulit dan
membaran mukosa
Perawatan Luka:
Mencegah komplikasi
luka dan meningkatkan
penyembuhan luka.
4 Intoleran Aktivitas yang Tujuan/kriteria evaluasi Terapi Aktivitas:
berhubungan dengan  Mengidentifikasi aktivitas Memberi anjuran tentang
kelemahan umum atau situasi yang dan bantuan dalam
menimbulkan kecemasan aktivitas fisik, kognitif,
yang dapat mengakibatkan sosial, dan spritual yang
intoleran aktivitas spesifik untuk
 Berpartisipasi dalam meningkatkan rentang,
aktivitas fisik yang frekuensi, atau durasi
dibutuhkan dengan aktivitas individu atau
peningkatan normal denyut kelompok
jantung, frekuensi Manajemen Energi:
pernafasandan tekanan Mengatur penggunaan
darah serta memantau pola energi untuk mengatasi
dengan batas normal atau mencegah kelelahan

 Mengungkapkan secara dan mengoptimalkan

verbal pemahaman tentang fungsi

kebutuhan oksigen, obat dan Manajemen


atau peralatan yang dapat Lingkungan:

meningkatkan toleransi Memanipulasi

terhadap aktivitas lingkungan sekitar pasien

 Menampilkan aktivitas utnuk memperoleh

kehidupan sehari-hari manfaat terapeutik,

(AKS) dengan beberapa stimulasi sensorik, dan

bantuan (misalnya eliminasi kesejahteraan psikologis

dengan bantaun ambulasi Terapi Latihan Fisik:

untuk ke kamar mandi) Mobilitas Sendi:

113
 Menampilkan manajemen Menggunakan gerakan
pemeliharaan rumah dengan tubuh aktif atau pasif
beberapa bantuan (misalnya, untuk mempertahankan
membutuhkan bantuan atau memperbaiki
untuk kebersihan setiap fleksibilitas sendi
minggu) Terapi Latihan Fisik:
Pengendalian Otot:
Menggunakan aktivitas
atau protokol latihan
yang spesifik untuk
meningkatkan atau
memulihkan gerakan
tubuh yang terkontrol
Promosi Latihan
Fisik:Latihan
Kekuatan: Memfasilitasi
latihan otot resistif secara
rutin untuk
mempertahankan
meningkatkan kekuatan
otot
Bantuan Pemeliharaan
Rumah: Membantu
pasien dan keluarga
untuk menjaga rumah
sebagai tempat tinggal
yang bersih, aman dan
menyenangkan
Manajemen Alam
Perasaan: Memberi rasa
keamanan, stabilitas,
pemulihan dan
pemeliharaan pasien

114
yang mengalami
disfungsi alam perasaan
baik depresi maupun
peningkatan alam
perasaan
Bantuan Perawatan
Diri: Membantu individu
untuk melakukan AKS
Bantuan Perawatan
diri: AKSI: Membantu
dan mengarahkan
individu untuk
melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari
instrumental (AKSI)
yang diperlukan untuk
berfungsi di rumah atau
di komunita.
5 Defisit Perawatan Diri Tujuan/kriteria evaluasi Mandi: Membersihkan
yang berhubungan  Menerima bantuan atau tubuh yang berguna
dengan ganggaun perawatan total dari pemberi untuk relaksasi,
muskuloskeletal asuhan, jika diperlukan kebersihan dan
 Mengungkapkan secara penyembuhan
verbal kepuasan tentang Pemeliharaan
kebersihan tubuh dan Kesehatan Mulut:
higiene oral Pemeliharaan dan

 Mempertahankan mobilitas promosi hgiene oral dan

yang diperlukan untuk ke kesehatan gigi untuk

kamar mandi dan pasien yang berisiko

menyediakan perlengkapan mengalami lesi mulut

mandi dan gigi


Perawatan Ostomi:
Pemeliharaan eliminasi

115
 Mampu menghidupkan dan melalui stoma dan
mangatur pancaran dan suhu perawatan jaringan
air sekitar
 Membersihkan dan Bantuan Perawatan
mengeringkan tubuh Diri, Mandi/Hygine:

 Melakukan perawatan Membantu pasien untuk

mulut memenuhi hygine pribadi

 Menggunakan deodoran

4. Implementasi
a. Terapi
1) Penatalaksanaan Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan
bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana
terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang
mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan
kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta
suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi
latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan),
latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan,
dan ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
2) Tata laksana Khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.

116
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang
kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit atau
dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang
mengalami disabilitas permanen.
3) Penatalaksanaan lain yaitu:
a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu:
1) Posisi fowler (setengah duduk)
2) Posisi litotomi
3) Posisi dorsal recumbent
4) Posisi supinasi (terlentang)
5) Posisi pronasi (tengkurap)
6) Posisi lateral (miring)
7) Posisi sim
8) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
b) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara
melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-
lain.
c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara
mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat
dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static
exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
e) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.

Latihan-latihan itu, yaitu :

117
1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
2) Fleksi dan ekstensi siku
3) Pronasi dan supinasi lengan bawah
4) Pronasi fleksi bahu
5) Abduksi dan adduksi
6) Rotasi bahu
7) Fleksi dan ekstensi jari-jari
8) Infersi dan efersi kaki
9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
10) Fleksi dan ekstensi lutut
11) Rotasi pangkal paha
12) Abduksi dan adduksi pangkal paha
f) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak terjadinya
imobilitas.
g) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk
mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran
sekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti
dengan perkusi dan vibrasi dada.
h) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi
perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya,
memberikan dukungan moril, dan lain-lain. (Potter, 2010)
5. Evaluasi
Tujuan yang diterapkan selama fase perencanaan dievaluasi sesuai dengan hasil tertentu yang
diharapkan, dan juga diterapkan pada fase tersebut. Saat hasil yang diharapkan tidak terpenuhi,
pertimbangkan pertanyaan berikut ini:
1) Beritahu saya mengapa Anda tidak mampu menigkatkan aktivitas yang telah kita rencanakan.
2) Aktivitas apa yang menghambat Anda melakukan tugas tersebut saat ini.
3) Beritahu saya bagaimana perasaan Anda terkait ketidakmampuan berpakaian sendiri dan
membuat makanan sendiri.

118
4) Latihan apa yang Anda rasakan paling membantu
5) Tujuan apa yang Anda inginkan untuk disusun pada aktivitas Anda. (Potter, 2010)
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan tindakan mencatat setiap data yang didapat oleh
perawat dalam sebuah dokumen yang sisitematis. Proses mencatat tidak hanya menulis data
pada format yang tersedia. Dokumentasi keperawatan menitikberatkan pada proses dan hasil
pencatatan (Potter & Perry, 2006). Hal tersebut berarti bahwa mulai dari proses mencatat
sampai mempertahankan kualitas catatan harus diperhatikan, karena dokumen keperawatan
memegang perannan yang sangat penting.
Selama fase implementasi, perawat mendokumentasikan tindakan keperawatan seperti:
pemberian obat, perawatan luka, pengaturan posisi, infus IV, kateterisasi urine, dll. (Iyer, 2004)

119
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik mereka berdasarkan
aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas fungsi tubuh sangat bergantung
pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat seseorang berdiri tegak, paru lebih muda untuk
mengembang, aktivitas usus (peristaltik) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu
mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan
otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah di
lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus bergerak untuk
melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat
penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak secara total sama rentan dan
bergantungnya dengan seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Bagi sebagian
besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau perasaan berguna atau merasa
dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan
membebani orang lain. Citra tubuh dapat terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan
motorik lain. Reaksi orang lain terhadap gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau
mengganggu harga diri dan citra tubuh secara bermakna. Ambulais adalah salah satu cara untuk
mencegah terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi,
mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien
pasca operasi. (kozier, 2010).
B. Saran
Segala usaha telah kami lakukan. Namun dalam pembuatan makalah ini terdapat
kekurangan . Oleh karena itu, kami sangat memerlukan kritik dan saran saudara(i) demi
kesempurnaan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawaran. Edisi 4. Jakarta: EGC

120
Potter & Perry. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta
: EGC.

Potter & Perry. 2010. Fundamental keperawatan. Edisis 7. Jakarta: Elsevier

Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Herdman, T.H. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA. Jakarta: EGC

Wilkinson, M. Judith, Ahern, R. Nanchy. 2011. Buku Saku Diagnosis ------------------- -


Keperawatan Diagnosis NANDA Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. ---------Edisi 9.
Jakarta: EGC
Iyer, P.W, Camp, N.H. 2004. Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

PERHITUNGAN TENAGA KEPERAWATAN.


1.Peraturan Menkes RI No. 262/Menkes/Per/VII/1979, tentang perbandingan tempat tidur dengan
jumlah perawat :
RS tipe A – B, perbandingan minimal.
3 – 4 perawat : 2 tempat tidur.

121

Anda mungkin juga menyukai