Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL REMAJA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik

Dosen:Dr.H.Idad Suhada, M.Pd

Disusun:

Shenny Arianthy (1152060097)

Tanti Dharmawati (1152060114)

Umi Habibah (1152060119)

Yeni wulansari (1152060128)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN MIPA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan merupakan suatu proses yang dilalui seseorang selama masa perkembangan
hidupnya. Berkaitan dengan perkembangan remaja, perlu disadari bahwa proses perkembangan
itu terjadi melalui pengalaman dalam belajar. Para orangtua, guru, dan para pendidik lainnya
yang bertanggung jawab dalam perkembangan remaja perlu memahami tugas-tugas
perkembangan anak dan cara melayani anak yang sedang mengalami perkembangan. Apalagi
hal yang berkaitan dengan perkembangan emosi dan sosial remaja yang merupakan suatu hal
yang perlu dipahami oleh para guru maupun orang-orang yang bertugas mendidik remaja,
karena perkembangan emosi dan sosial sangat penting untuk mengembangkan kepribadian dan
prestasi belajar remaja.
Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh
gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perkembangan
emosi remaja merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Pada usia remaja cenderung
memperhatikan penampilannya dan mulai tertarik dengan lawan jenis sehingga perlu
pengawasan dari orang tua agar perkembangan emosi anaknya mengarah pada emosi yang
positif.
Perkembangan sosial remaja juga sangat penting bagi kehidupan remaja selanjutnya.
Perkembangan sosial mempengaruhi remaja dalam hubungan sosialnya dengan teman sebaya
dan orang tua dan yang paling essensial dari perkembangan sosial remaja adalah pencarian
identitas atau jati diri.Apabila perkembangan sosial tidak mengalami kesuksesan maka remaja
tidak akan dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan sosialnya dengan baik, sehingga
pada masa dewasa akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sosialnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik perkembangan emosi dan sosial pada remaja?
2. Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial remaja?
3. Bagaimana pengaruhnya terhadap tingkah laku?
4. Bagaimana upaya pengembangan dan implikasinya terhadap pendidikan?
C. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik perkembangan emosi dan sosial pada remaja?
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial remaja?
3. Mengetahui pengaruhnya terhadap tingkah laku?
4. Mengetahui upaya pengembangan dan implikasinya terhadap pendidikan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Emosi Remaja


1. Pengertian Emosi
Perbuatan atau perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-
perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak
senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut dengan warna
efektif. Warna efektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau kadang-kadang
tidak jelas (samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan
menjadi lebih mendalam, lebih luas dan lebih terarah. Perasaan-perasaan tersebut disebut
dengan emosi (Sunarto, 2008: 149).
Secara umum, emosi dan perasaan merupakan gejala emosional yang secara
kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Menurut Crow dalam Sunarto
(2008: 150), emosi adalah warna efektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu
tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Selain itu
emosi juga adalah warna efektif yang kuat dan ditandai dengan perubahan-perubahan fisik,
antara lain berupa:
a. Reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona.
b. Peredaran darah: bertambah cepat bila marah.
c. Denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut.
d. Pernafasan: bernapas panjang apabila kecewa.
e. Pupil mata: membesar bila marah.
f. Liur: mengering apabila takut atau tegang.
g. Bulu roma: berdiri apabila takut.
h. Pencernaan: mencret-mencret apabila tegang.
i. Otot: ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar
(tremor).
j. Komposisi darah: komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang
menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.
2. Karakteristik Perkembangan Emosi
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”,
suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar. Menurut Muhibbin (2016), pola emosi remaja adalah sama dengan pola emosi
masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah: cinta (kasih sayang),
gembira, amarah, taku dan cemas, cemburu, sedih dan lain-lain. Perbedaannya terletak
pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola
pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
a. Cinta (Kasih sayang)
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai
orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan
untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya
walaupun kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi.
Tampaknya tidak ada manusia, termasuk remaja yang dapat hidup bahagia dan sehat
tanpa mendapatkan cinta dari orang lain. Para remaja berontak secara terang-terangan,
ankal, dan mempunyai sikap permusuhan yang besar yang diperkirakansebabnya
adalah kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.
b. Gembira
Pada umumnya individu dapat mengingat kembali pengalaman-pengalaman
yang menyenangkan yang dialami selama remaja. Perasaan gembira sedikit mendapat
perhatian dari petugas peneliti daripada perasaan marah dan takut atau tingkah laku
problema lain yang memantulkan kesedihan. Rsa gembira akan dialami apabila segala
sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan
jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya itu
mendapat sambtuan (diterima) oleh yang ia cintai.
c. Kemarahan
Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang
memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. Rasa marah
juga merupakan hal yang penting dalam kehidupan, karena melalui rasa marahnya
seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri.
Dalam upaya memahami remaja, ada 4 faktor yang sangat penting sehubungan dengan
rasa marah:
1) Adanya kenyataan bahwa perasaan marahj berhubungan dengan usaha manusia
untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri.
2) Mempunyai sikap dimana ada sisa kemarahan masa lalu dalam bentuk
permusuhan.
3) Menyembunyikan perasaan marah dan tampak dalam bentuk yang samar-samar.
4) Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri.
d. Ketakutan dan Kecemasan
Pada usia remaja banyak rasa ketakutan-ketakuta yang muncul karena adanya
kecemasan-kecemasan dan rasa berana bersamaan dengan perkembangan remaja itu
sendiri. Beberapa orang diantara mereka merasa takut pada kejadian bila mereka
dalam bahaya atau karena mimpi-mimpi bahkan karena pikiran-pikiran mereka
sendiri. Banyak diantara mereka dapat mengalami rasa takut itu sampai berhari-hari
atau bahkan berminggu-minggu. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa
takut adalah menyerah terhadap rasa takut itu.
Menurut Biehler dalam Sunarto (2008: 155) ciri-ciri emosional remaja dapat
dibagi menjadi dua tahap rentang usia yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
1) Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun : Cenderung murung dan tidak
dapat di terka, bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa
percaya diri, bisa terjadinya ledakan kemarahan, tidak toleran terhadap orang
lain serta senantiasa mengamati orangtua dan guru secara lebih objektif.
2) Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun: terjadinya pemberontakan yang
merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke
dewasa, mengalami konflik dengan orangtua mereka serta sering kali melamun
untuk memikirkan masa depan mereka.
Menurut Santrock dalam Syamsu (2012: 99) terdapat beberapa kompetensi
emosi yang penting bagi remaja, dan perlu dikembangkan yaitu sebagai berikut:
KOMPETENSI EMOSI CONTOH
1. Menyadari bahwa pengungkapan Mengetahui bahwa mengekspresikan
rasa marah kepada tema dapat merusak
(ekspresi) emosi memainkan
persahabatan.
peranan penting dalam
berhubungan sosial.
2. Kemampuan mengatasi emosi Mengurangi rasa marah dengan
menjauhi situasi negative dan
yang negative dengan strategi
melakukan aktivitas yang dapat
regulasi diri dapat mengurangi melupakan emosi tersebut.
intensitas dan durasi kondisi
emosi.
3. Memahami bahwa kondisi emosi Memahami bahwa dirinya bia marah,
tetapi masih dapat menelola emosi
dari dalam tidak selalu
tersebut, sehingga terlihat biasa-biasa
berhubungan dengan saja (netral).
pengungkapan (ekspresi) ke luar
(Remaja menjadi lebih matang,
dimulai dengan memahami
bahwa ekspresi emosinya
memberikan dampak kepada
orang lain).
4. Menyadari kondisi emosi sendiri Membedaan natara sedih dan cemas,
dan focus mengatasi daripada
tanpa terpengaruh oleh emosi
terpengaruh oleh perasaan-perasaan
tersebut. tersebut.
5. Dapat membedakan emosi orang Dapat membedakan bahwa orang lain
itu sedang sedih bukan takut.
lain.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja


Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukan bahwa perkembangan emosi
mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock,1960:266). Reaksi
emosional akan muncul dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar
terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Menurut Mohammad Ali, dkk (2011) ada sejumlah faktor yang mempengaruhi
perkembangan emosi remaja, yaitu sebagai berikut:
a. Perubahan Jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang
sangat cepat dari anggota tubuh pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas
pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak
seimbang ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak terduga
pada perkembangan emosi remaja.
b. Perubahan Pola Interaksi dengan Orang Tua
Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada
pola asuh menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada
yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan
penuh cinta kasih.
c. Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya
Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas
dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk
semacam geng. Interaksi antar anggota dalam suatu kelompok geng biasanya sangat
intem serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Tujuan
pembentukan kelompok dalam bentuk geng, yaitu untuk memenuhi minat mereka
bersama. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah
hubungan cinta dengan teman lawan jenis.
d. Perubahan Pandangan Luar
Ada sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan
konflik-konflik emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
1) Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten.
2) Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk
remaja laki-laki dan perempuan.
3) Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak
bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut dalam
kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
e. Perubahan Interaksi dengan Sekolah
Para guru disekolah merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan
remaja karna selain tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para
peserta didiknya. Posisi guru semacam ini sangat srategis apabila digunakan untuk
pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi-materi yang positif dan
konstruktif.
Namun demikian, tidak jarang terjadi bahwa dengan figur sebagai tokoh
tersebut, guru memberikan ancaman-ancaman tertentu kepada peserta didiknya.
Peristiwa tersebut dapat menambah permusuhan dari anak-anak setelah menginjak
masa remaja. Cara-cara seperti ini akan memberikan stimulus negatif bagi
perkembangan emosi anak.
Hurlock, 1960 (dalam Sunarto, 2008) mengemukakan bahwa perkembangan
emosi remaja bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Sunarto (2008)
mengemukakan bahwa kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi.
Metode belajar yang dapat menunjang perkembangan emosi, antara lain:
1) Belajar dengan coba-coba
2) Belajar dengan cara meniru
3) Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)
4) Belajar melalui pengkondisian.
5) Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek
reaksi.
Hurlock, 1980 dan Cole, 1963 (dalam Elida Prayitno, 2006) menyatakan beberapa
penyebab yang sering menimbulkan emosi negatif yaitu:
a. Memperlakukan remaja sebagai anak kecil sehingga mereka merasa harga dirinya
dilecehkan.
b. Dihalangi membina keakraban dengan lawan jenis.
c. Terlalu sering disalahkan atau dikritik.
d. Mersa diperlakukan secara tidak adil.
e. Merasa kebutuhan mereka tidak dipenuhi oleh orang tua.
f. Diperlakukan secara otoriter, seperti dituntut harus patuh, lebih banyak dicela,
dihukum dan dihina.
Menurut Elida Prayitno (2006) remaja yang mengalami gangguan emosi akan
menyebabkan mereka bertingkah laku nakal. Beberapa sebab gangguan emosi yang
dialami remaja adalah sebagai berikut:
a. Merasa kebutuhan fisik mereka tidak terpenuhi secara layak sehingga timbul
ketidakpuasan, kecemasan dan kebencian terhadap nasib mereka sendiri.
b. Merasa dibenci, disia-siakan dan tidak diterima oleh siapapun termasuk orang tua
mereka sendiri.
c. Merasa lebih banyak dirintangi, dibantah, dihina serta dipatahkan dari pada disokong,
disayangi dan ditanggapi khususnya mengenai ide-ide mereka.
d. Merasa tidak mampu atau bodoh
e. Merasa tidak senang terhadap kehidupan keluarga mereka yang tidak harmonis.
f. Merasa menderita dan iri yang mendalam terhadap saudara-saudara kandung karena
dibedakan dan diperlakukan secara tidak adil.
4. Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan
Pendidikan
Dalam kaitanna dengan emosi remaja awal yang cenderung banyak melamun, maka
hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan
memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Guru-guru dapat
membantu mereka yang bertingkah laku kasar dengan jalan mencapai keberhasilan dalam
tugas-tugas sekolah sehingga mereka menjadi lebih tenang dan lebih mudah ditangani.
Apabila ada ledakan-ledakan kemarahan sebaiknya kita memperkeci ledakan emosi
tersebut, misalnya dengan tindakan yang lemah lembut dan bijaksana. Jika kemarahan
siswa tidak juga reda, guru dapat meminta bantuan kepada petugas bimbingan penyuluhan.
Guru-guru di SMA terperangkap oleh kemampuan siswa ang baru dalam menentukan
dan mengangkat ke permukaan tentang kelemahan-kelemahan orang dewasa.
Bertambahnya kebebasan dari remaja seperti menambah “bahan bakar terhadap api”, bila
banyak dari keinginan-keinginannya langsung di hambat oleh guru-guru dan orang tua.
Satu cara untuk mengatasinya adalah meminta siswa mendiskusikan atau menulist tentang
perasaan mereka ang negatif. Meskipun penting bagi guru untuk memahami alasan-alasan
pemberontakan sama pentingnya bagi remaja untuk belajar mengendalikan dirinya, karena
hidup di masyarakat adalah juga menghormati dan menghargai keterbatasan-keterbatasan,
dan kebebasan individual.
Cara paling baik untuk menghadapi pemberontakan para remaja adalah pertama,
mencoba untuk mengerti mereka dan kedua, melakukan segala sesuatu ang dapat dilakukan
untuk membantu siswa berhasil berprestasi dalam bidan yang diajarkan. Seorang siswa
yang merasa bingung terhadap raintai peristiwa mungkin merasa perlu menceritakan
penderitaanna, termasuk mungkin rahasia-rahasia pribadina kepada orang lain. Karena itu
seorang guru diminta untuk berfungsi dan bersikap seperti pendengar yang simpatik.
Siswa sekolah menengah atas banyak mengisipikirannya dengan hal-hal yang lain
daripada tugas-tugas sekolah. Misalnya seks, konflik dengan orang tua, dan apa yang akan
dilakukan dalam hidupnya setelah ia tamat sekolah. Salah satu hal yang dihadapi guru ialah
bagaimana menghadapi siswa yang hanya mempunyai kecakapan terbatas tetapi yang
selalu ”memimpikan kejayaan”. Seorang guru tidak ingin membuat mereka putus asa,
tetapi jika ia mendorong siswa tersebut untuk berusaha apa yang tidak mungkin dilakukan,
walaupun mungkin pernah mencoba namun gagal, dapat terjadi kegagalan ini malah
menambah kesengsaraan dalam hidupnya. Penyesalan yang paling baik adalah mendorong
anak itu untuk berusaha namun tetap mengingatkan dia untuk menghadapi kenyataan-
kenyataan. Menyarankan tujuan-tujuan pengganti yang mungkin merupakan alternatif cara
membuat ambisi-ambisinya lebih realistik dan mudah mengatasinya apabila mengalami
kegagalan.
Jadi, terdapat berbagai cara mengendalikan lingkungan untuk menjamin pembinaan
pola emosi yang diinginkan dan menghilangkan reaksi-reaksi emosional yang tidak
diinginkan sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat (Sunarto,
2008:165-168).
B. Perkembangan Sosial Remaja
1. Pengertian Perkembangan Sosial
Manusia tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan. Lingkungan itu dapat
dibedakan atas tiga lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial memberikan
banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan
sosio-psikologis. Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan sesama
manusia. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap
lingkungan kehidupan sosial, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok masyarakat
luas (Sunarto, 2008:127).
Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas, yang didasai oleh
kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia
menjadi kompleks dan tingkat kebutuhan sosial juga berkembang menjadi amat kompleks.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat
hubungan antaramanusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan kehidupan manusia
(Sunarto, 2008:128).
2. Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Pada jenjang ini, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas.
Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memerhatikan dan
mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku
sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja
bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami
norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa dan
kelompok orang tua (Sunarto, 2008:128).
Dalam menetapkan pilihan kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai
penimbangan, seperti moral, sosial ekonomi, minat dan kesamaan bakat dan juga
kemampuan. Baik di dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, masalah yang umum
dihadapi oleh remajadan paling rumit adalah faktor penyesuaian diri. Di dalam kelompok
besar akan terjadi persaingan yang berat, masing-masng individu bersaing untuk tampil
menonjol, memperlihatkan akunya. Oleh karena itu, sering terjadi perpecahan dalam
kelompok tersebut yang disebabkan oleh menonjolnya kepentingan pribadi setiap orang.
Tetapi sebaliknya dii adalm kelompok itu terbentuk suatu persatuan yang kokoh, yang
diikat oleh norma kelompok yang telah disepakati (Sunarto, 2008:129-130).
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosila manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor Orang Tua
Orang tua sangat mempengaruhi perkembangan tingkah laku sosial remaja.
Remaja telah diperkenalkan tingkah laku-tingkah laku sosial, dan nilai-nilai bertingkah
laku yang dijunjung tinggi oleh orang tua. Disamping itu hubungan dengan orang tua
merupakan hubungan paling akrab dibandingkan dengan siapapun dalam kehidupan
remaja. Hubungan yang mendalam dan akrab besar pengaruhnya terhadap proses
sosialisasi remaja. Namun, karena remaja menjadi mandiri dan tidak mau lagi bergaul,
diatur serta dituntut patuh oleh orang tua dalam kehidupan sosial, maka terjadi konflik
antara orang tua dan remaja.
Selain itu, status orang tua juga mempengaruhi hubungan sosial remaja. Status
orang tua yang dimaksud adalah status pernikahan tanpa suami atau tanpa istri. Jika
remaja wanita hanya dibesarkan oleh ibu saja maka hubungan sosialnya dengan pria
kurang lancar karena memiliki perasaan malu yang berlebihan, merasa tidak nyaman
kalau berhadapan dengan pria dan bahkan ada yang bersikap keras terhadap pria.
Remaja pria yang dibesarkan tanpa ayah kurang menampakkan sikap yang tegas dalam
berhubungan sosial dengan teman sebaya, terutama lawan jenis.
b. Faktor Pendidikan
Sekolah merupakan lembaga pendidikan resmi yang bertanggung jawab untuk
memberikan pendidikan kepada siapapun yang berhak. Oleh karena itu remaja banyak
menghabiskan waktunya di sekolah semenjak berumur 4 tahun. Dengan demikian,
sekolah mempengaruhi tingkah laku remaja khususnya tingkah laku sosial remaja. Di
sekolah seharusnya banyak dilakukan kegiatan kelompok untuk mengembangkan
tingkah laku sosial seperti kerjasama, saling membantu, saling menghormati dan
menghargai misalnya kelompok belajar, kelompok pengembangan bakat khusus
seperti kelompok menyanyi, menari, olahraga dan keterampilan khusus lainnya.
Fungsi sekolah lainnya dalam mengembangkan tingkah laku sosial adalah
menyiapkan model-model bertingkah laku sosial baik itu guru, petugas administrasi
maupun siswa-siswa lainnya.

c. Pengaruh teman sebaya


Kelompok teman sebaya memungkinkan remaja belajar keterampilan sosial,
mengembangkan minat yang sama dan saling membantu dalam mengatasi kesulitan
dalam rangka mencapai kemandirian. Teman sebaya dijadikan tempat memperoleh
sokongan dan penguatan, guna melepaskan diri dari ketergantungan terhadap orang
tua. Begitu pentingnya peranan teman sebaya bagi perkembangan sosial remaja, maka
apabila terjadi penolakan dari kelompok teman sebaya dapat menghambat kemajuan
dalam hubungan sosial.
4. Pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku
Dalam perkembangan sosial remaja, mereka dapat memikirkan perihal dirinya dan
orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian
diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak
akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau
merahasiakannya.
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan
sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Setiap pendapat
orang lain dibandingkan dengan teori yang diikuti atau diharapkan.

Kemampuan abstraksi remaja sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan


kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut
alam pikirannya.

Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa:

a. Cita-cita dan idealisme yang baik,terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa
memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitung kesulitan praktik yang
mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
b. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri,belum disertai pendapat orang lain
dalam penilaiannya (Sunarto, 2008:133-134).
5. Perubahan Sosial Remaja
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam
hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang
dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan dari pola
sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan
tersulit adalah:
a. Kuatnya Pengaruh Kelompok Sebaya
Karena remaja lebih banyal berada diluar rumah bersama dengan teman-teman
sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman
sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada
pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka
memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer,
maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi teman lebih besar.
Karena keremajaan itu selalu maju, maka pengaruh kelompok sebaya pun mulai
akan berkurang, dan ada dua faktor penyebabnya. Pertama, sebagian besar remaja ingin
menjadi individu yang berdiri diatas kaki sendiri dan ingin dikenal sebagai individu
yang mandiri. Faktor kedua timbul dari akibat pemilihan sahabat. Remaja tidak lagi
berminat dalam berbagai kegiatan besar seperti pada waktu berada pada masa kanak-
kanak. Pada masa remaja ada kecenderungan untuk mengurangi jumlah teman
meskipun sebagian besar remaja menginginkan menjadi anggota kelompok sosial yang
lebih besar. Karena kegiatan sosial kurang berarti dibandingkan dengan persahabatan
yang lebih erat, maka pengaruh kelompok sosial yang lebih besar menjadi kurang
menonjol dibandingkan pengaruh teman-teman.
b. Perubahan dalam Perilaku Sosial
Dari semua perubahan yang terjadi dalam sikap dan perilaku sosial, yang paling
menonjol terjadi di bidang hubungan heteroseksual. Dalam waktu yang singkat remaja
mengadakan perubahan radikal, yaitu dari yang tidak menyukai lawan jenis sebagai
teman menjadi lebih menyukai teman dari lawan jenisnya daripada teman sejenis.
Berbagai kegiatan sosial, baik kegiatan dengan sesama jenis atau lawan jenis biasanya
mencapai puncaknya selama tahun-tahun tingkat sekolah menengah atas.
Dengan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam berbagai kegiatan
sosial, maka wawasan sosial semakin membaik pada remaja yang lebih besar. Semakin
banyak partisipasi sosial, semakin besar kompetensi sosial remaja, seperti terlihat dalam
kemampuan berbicara, dalam melakukan kegiatan olahraga serta berprilaku baik dalam
berbagai situasi sosial (Hurlock, 1980: 214).
c. Pengelompokkan sosial baru
Geng pada masa kanak-kanak berangsur-angsur bubar pada masa puber dan masa
awal remaja ketika minat individu beralih dari kegiatan bermain yang melelahkan
menjadi minat pada kegiatan sosial yang lebih formal dan kurang melelahkan. Maka
terjadi pengelompokkan sosial anak laki-laki biasanya lebih besar dan tidak terlampau
akrab dibandingkan dengan pengelompokkan anak perempuan yang kecil dan terumus
secara lebih pasti.
Terdapat lima jenis pengelompokkan pada masa remaja. Yaitu ada teman dekat,
kelompok kecil, kelompok besar, kelompok yang terorganisir dan kelompok geng.
d. Nilai baru dalam memilih teman
Para remaja tidak lagi memilih teman-teman berdasarkan kemudahannya, entah
disekolah atau di lingkunagn tetanggan sebagaimana halnya pada masa kanak-kanak.
Remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang
dapat mengerti dan membuatnya merasa aman dan yang kepadanya ia dapat
mempercayakan masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan
dengan orang tua maupun guru.
e. Niali baru dalam Penerimaan Sosial
Nilai ini terutama didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk
menilai anggota-anggota kelompok. Remaja segera mengerti bahwa ia dinilai dengan
standar yang sama dengan yang digunakan untuk menilai orang lain.
Tidak ada satu sifat atau pola perilaku khas yang akan menjamin penerimaan
sosial selama masa remaja. Penerimaan bergantung pada sekumpulan sifat dan pola
perilaku yang disenangi remaja dan dapat menambha gengsi dari klik atau kelompok
besar yang diidentifikasinya.
Demikian pula, tidak ada satu sifat atau pola perilaku khas yang akanmenjauhkan
remaja dari teman-teman sebayanya. Namun ada pengelompokkan sifat yang membuat
orang lain tidak menyukai dan menolaknya (Hurlock, 1980:215)
Kondisi-kondisi yang menyebabkan remaja diterima atau ditolak
a. Sindrema penerimaan
1) Kesan pertama yang menyenangkan sebagai akibat dari penampilan yang
menarik perhatian,sikap yang tenang,dan gembira
2) Reputasi sebagai orang yang sportif dan menyenangkan.
3) Penampilan diri dengan sesuai penampilan teman-teman sebaya.
4) Perilaku sosial yang di tandai dengan kerja sma,tanggung jawab,panjang
akal,kesenangan bersama orang-orang lain,bijaksana dan sopan.
5) Matang, terutama dalam hal pengendalian emosi serta kemauan untuk
mrengikuti peraturan-peraturan.
6) Sifat kepribadian yang menimbulkan penyesuaian sosiak yang baik seperti
jujur, setia, tidak mementingkan diri sendiri dan ekstraversi.
7) Status soaial ekonomi yang sama atau tidak diatas anggota-anggota lain
dalam kelompoknya dan hubungan yang baik dengan anggota keluarganya.
8) Tempat tiggal yang ekat dengan kelompok sehingga mempermudah
hubungan dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.
b. Sistem Alienasi
1) Kesan pertama yang kurang baikkarena penampilan diri yang kurang menarik
atau sikap menjauhkan diri,yang mementingkan diri sendiri.
2) Terkenal sebagai seorang yang tidak sportif.
3) Penampilan yang tidak sesuai dengan standar kelompok dalam hal daya tarik
fisik atau tentang kerapihan.
4) Perilaku sosial yang di tandai oleh perilaku yang menonjolkan diri,men
5) gganggu dan menggertak orang lain,senang memerintah,tidak dapat
bekerjasama dan kurang bijaksana.
6) Kurangnya kematangan,terutama dalam pengendalian
emosi,ketengangan,kepercayaan diri dan kebijaksanaan.
7) Sifat-sifat kepribadian yang mengganggu orang lain seperti mementingkan
diri sendiri,keras kepala, gelisah dan mudah marah.
8) Status sosioekonomis barada di bawah status sosioekonomis kelompok dan
hubungan yang buruk dengan anggota-anggota keluarga.
9) Tempat tinggal yang terpencil dari kelompok atau ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok karena tanggung jawab keluarga atau
karena bekerja sambilan.
6. Upaya pengembangan Hubunagn Sosial Remaja dan Implikasinya dalam
Penyelenggaaraan Pendidikan
Remaja dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap
yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Mereka belum memahami benar
tentang norma-norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya
dapat menimbulkan hu ungan sosial yang kurang serasi, karena mereka sukar untuk
menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap
menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak.
Kesepakatan norma kehidupan remaja yang berda dengan kelompok lain, mungkin
kelompok remaja lain, kelompok dewasa dan kelompok anak-anak akan dapat
menimbulkan perilaku sosial yang kurang atau tidak dapat diterima oleh umum. Tidak
sedikit perilaku yang berlebihan (over acting) akan muncul.
Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan
rangsangan kepada mereka ke arah perilaku yang bermanfaat dan dapat di terima
khalayak. Kelompok olahraga, koperasi, kesenian dan semacamnya dibawah asuhan
para pendidik di sekolah atau para tokoh masyrakat di dalam kehidupan masyarakat
perlu banyak dibentuk. Khusus di dalam sekolah perlu sering diadakan kegiatan bakti
sosial, bakti karya dan kelompok-kelompok belajar di bawah asuhan para guru
pembimbing kegiatan ini hendaknya dikembangluaskan (Sunarto, 2008:135-136).
BAB III

SIMPULAN

Perkembangan emosi remaja dalam tumbuh kembangnya memberikan pengaruh yang


besar dalam kehidupannya. Dengan adanya ciri-ciri serta usaha untuk mengembangkan emosi
remaja secara tepat, secara bertahap diharapkan seorang remaja mampu mengaktualisasikan
dirinya sebagai generasi harapan bangsa. Untuk itu hendaknya orang tua, guru dan lingkungan
masyarakat harus benar-benar dapat memahami bagaimana tumbuh kembang remaja termasuk
emosinya. Pembentukan emosi remaja yang sehat yang bertolak pada pembangunan karakter
remaja hendaklah dilaksanakan selain jalur pendidikan, keluarga dan sekolah juga dilaksanakan
pada lingkungan.

Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain
demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi juga melakukan tahap dalam perkembangan
sosial.Perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan
dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.

Dalam masa Remaja cakrawala interaksi sosial telah meluas dan kompleks. Perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam interaksi sosial. Perkembangan sosial manusia
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor orang tua, pendidikan dan teman sebaya.
Kemampuan abstraksi remaja sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam
pikirannya.Khusus di sekolah perlu sering diadakan kegiatan bakti sosial, bakti karya dan
kelompok-kelompok belajar di bawah asuhan para guru pembimbing kegiatan ini hendaknya
dikembangluaskan.
Daftar Pustaka

Sunarto dan A, Hartono (2008) Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Syah, Muhibbin (2016) Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Yusuf, S dan S. Nani (2012) Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Prayitno, Elida(2006)Psikologi Perkembangan Remaja. Padang: Angkasa Raya.

Ali, Mohammad dkk(2011)Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

Mudjiran (2007)Perkembangan Peserta Didik. Padang: UNP Press.

Hurlock, Elizabeth B (1980)PSIKOLOGI PERKEMBANGAN “Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai