Dari segi bahasa (etimologis), semua sekte telah meng-iya-kan bahwa Islam memunyai arti selamat, damai, sejahtera, dan berserah diri. Berasal dari kata (bahasa) Arab aslama – yuslimu – aslim – islaman - taslimatan), Dalam bentuk lain disebut Silmun atau salam dan taslim, artinya keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, kepatuhan, dan penyerahan diri kepada yang di-Tuhankan. Sedangkan dari segi terminologis (disiplin ilmu), para Ulama dari berbagai ormas dan latar belakang keilmuannya berbeda-beda dalam merumuskan arti dan atau definisi Islam tersebut. Namun, dapat diyakini tidak ada perbedaan dalam dan dari segi fungsi Islam, yaitu sebagai agama yang menyelamatkan siapa saja yang memeluknya secara taslim dan taslimatan yakni Islam yang se-Islam-Islamnya. Secara terminologis (ta’rif Islam menurut Muhammadiyah) yaitu seperti yang tertera dalam buku atau kitab Himpunan Putusan Tarjih (selanjutnya disebut HPT): Agama yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. ialah apa yang diturunkan Allah di dalam al-Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat. Ta’rif atau definisi ini merupakan definisi khusus, dalam arti definisi (Islam) yang tertera dalam HPT yang berfungsi sebagai panduan dalam beribadah bagi keluarga Muhammadiyah. Sedangkan istilah berkemajuan, dalam khazanah Kemuhammadiyahan dipetik dari ungkapan K.H. Ahmad Dahlan begini: Dadijo Kjahi sing kemadjoean, lan odjo kesel- kesel anggonmoe njamboet gawe kanggo Moehammadijah. Saat ini, tepatnya sejak pada penghujung abad ke-1 hinga awal abad ke-2 Muhammadiyah, istilah berkemajuan yang bermakna pembaharuan atau tajdid itu digemakan kembali. Para elite Muhammadiyah, mulai dari M. Amien Rais, A. Syafii Maarif, M. Din Syamsuddin, Haedar Natsir, Abdul Mu’ti, Yunahar Ilyas, Agung Danarto, dan lainnya, termasuk para penulis muda Muhammadiyah yang terpantau penulis, banyak sekali, tak pernah lupa menyebut istilah itu dalam berbagai kesempatan. Ini menunjukkan, bahwa sesungguhnya istilah berkemajuan, bukan saja harus terus diungkap secara verbal melainkan juga secara aksional di muka bumi dalam segala tempat, waktu dan keadaan. Semua pengertian tadi jika ditelaah secara seksama, terdapat dua hal yang perlu diketahui, yaitu ada Islam yang dipandangnya sebagai agama (ad-Din) dan ada Islam yang dipandang-pahami sebagai ajaran (syariat). a. Islam sebagai agama, berarti Islam adalah konsep untuk Rahmatun li al-‘alamin, atau hudan li an-nas; meliputi pemikiran, rumusan, dan amal untuk membuat dunia ini menjadi damai, menjadi milik semua keluarga, semua wilayah, semua negara, dan semua-muanya, intinya untuk dan atau milik makhluk Allah SwT Dari manapun datangnya pemikiran dan rumusan tersebut, apakah dari umat Kristen (Katholik dan Protestan), dari Hindu, Budha, Kong Huchu, atau lebih utama dari umat Islam sendiri, Muhammadiyah akan menerimanya dengan terbuka, dengan senang hati, selama untuk tadi itu (Rahmatun li al-‘alamiin), Jadi, dalam menempatkan Islam sebagai agama, Muhammadiyah bersikap inklusif atau terbuka, toleran, demokratis, moderat, multikulturalis, dan bahkan liberalis; tidak membedakan suku, tidak membedakan budaya, tidak membedakan aliran, dan tidak membedakan agama berikut para Nabi dan kitab-kitab suci yang dibawanya. Inilah sebabnya, bahwa Agama Islam menurut Muhammadiyah adalah agama yang diwahyukan Allah SwT sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi pamungkas, Muhammad Rasulullah Saw. Dengan kata lain, semua umat manusia sejak Nabi Adam dan kerabatnya hingga Muhammad Saw. dalam konteks Islam sebagai agama, adalah sebagai ummat Islam (umat Nabi Isa a.s. misalnya, umatnya bukan umat Kristen Protestan atau Katholik, tetapi umat Islam juga). Hanya saja, ajaran Islam yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul-Nya belum dilengkapi, belum disempurnakan seperti Islam yang diwahyukan kepada dan dibawa oleh Nabi dan Rasul terakhir, Muhammad Saw. b. Di samping sebagai agama, Islam menurut Muhammadiyah adalah juga sebagai ajaran. Sebagai ajaran atau syari’at, Muhammadiyah meyakini bahwa Islam adalah sebuah ajaran yang kaffah (lengkap), mudah dan menyenangkan; berkonten tuntunan hidup, arahan hidup, bimbingan hidup, dan petunjuk kehidupan yang dapat dan wajib diamalkan untuk penyelamatan hidup di dunia dan akhirat kelak. Islam sebagai ajaran, berarti Islam membutuhkan pengajar atau dosen yang bertugas sebagai pengajar, pembimbing, pengarah, dan petunjuk atau penasehat. Tokoh sentral yang berkedudukan demikian – yang pertama dan utama – yaitu Nabi Muhammad Saw. yang diyakini Muhammadiyah sebagai Rasulullah yang terakhir dan tiada duanya.
II. CIRI-CIRI ISLAM BERKEMAJUAN
Menurut Haedar Nashir ada 6 ciri yaitu : 1. Punya jiwa keagamaan yang kokoh 2. Bangsa tersebut memiliki akhlak atau tingkah laku yang baik 3. Bangsa yang berilmu 4. Islah bil muammalah atau kecemerlangan membangun dimensi muammalah 5. ukhuwah islamiyah 6. selalu bersyukur kepada allah
III. PRINSIP ISLAM BERKEMAJUAN
Berikut beberapa prinsip saat Muhammadiyah berdialektika dengan realitas sosial, apakah itu realitas keberagamaan, realitas kebudayaan, ekonomi, dan politik. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengakuan akan kesatuan organik antara pengetahuan dan aksi atau praksis, adanya relasi komplementer antara teori dan praksis. Praksis membutuhkan teori sebagai usaha awal untuk memetakan medan aksi bagi Muhammadiyah, untuk menjelaskan terma-terma kunci bagi sebuah persoalan, menentukan prioritas-prioritas bagi pengambilan keputusan. Sebaliknya pula pengetahuan , atau teori, berkembang seiring dengan pengalaman eksistensial yang dihadapi Muhammadiyah saat bergulat dengan realitas social. Ada aksi dan refleksi yang bergulir secara terus menerus yang seharusnya inhern dalam gerakan Muhammadiyah. Dalam bahasa yang lebih sempurna adanya persenyawaan antara ilmu dan amal , tetapi dalam artian yang luas. Setiap refleksi yang dilakukan Muhmmadiyah terhadap realitas sosial, menuntut tanggung jawab untuk mengubahnya menjadi tatanan yang labih baik dan adil. 2. Pengetahuan bukanlah refleksi semata terhadap realitas. Tetapi pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Prinsip ini sangat signifikan pada saat Muhammadiyah berhadapan dengan wacana-wacana, diskursus-diskursus yang berkembang. Wacana tidaklah netral begitu pula dengan diskursus-diskursus pengetahuan, tetapi mereka adalah sesuatu yang sangat rentan akan intervensi kekuasaan. Hal ini juga membuat Muhammadiyah lebih arif dalam menghadapi perbedaan pendapat mengenai sesuatu hal atau persoalan, sebab setiap tawaran wacana atau pendapat atau pengetahuan akan sesuatu hal, tidak ada yang merupakan refleksi transparan atau apa adanya akan realitas, setiap wacana atau pengetahuan merupakan usaha memandang sesatu dari perspektif tertentu. 3. Optimisme terhadap masa depan yang lebih baik dibanding masa kini dan masa lalu yang penuh dengan dominasi dan ketidak adilan. Masa depan memiliki potensi- potensi kebaikan yang harus diaktualisaikan melalui aksi-aksi politik dan sosial. Muhammadiyah harus menjadi agen dan pendorong perubahan sosial demi merengkuh masa depan yang lebih baik. 4. Persoalan sosial bukanlah persoalan individu an-sich, tetapi lebih banyak disebabkan oleh sebab-sebab struktural. Artinya peranan institusi sosial yang besar semisal politik, ekonomi, politik,bahasa, ras serta gender memiliki andil politik yang lebih besar. Muhammadiyah semestinya melakukan analisis secara kritis terhadap struktur- struktur sosial tersebut agar bisa mengungkap akar rasional dan global, segala bentuk problem, dan penindasn yang terjadi. 5. Struktur sosial yang dominatif, dipelihara atau dilanggengkan atau direproduksi melalui kesadaran palsu, reifikasi , ideologi tertutup, al-Turats yang jumud atau habitus tertentu. Sturuktur sosial yang dominatif direproduksi melalui pengetahuan, wacana-wacana, teks-teks ataupun diskursus-diskursus yang mengelilingi kita. Sehingga yang didominasi berpikir bahwa satu-satunya jalan adalah menyesuaikan diri dengan struktur sosial yang ada. Muhammadiyah seharus percaya terhadap subjektivitas manusia dan potensi kreatifnya sebagai agen atau khalifah dalam mematahkan dominasi. 6. Perubahan sosial dimulai dari hal-hal yang kecil, dari rumah, dari interaksi kita dengan pasangan, dengan anak-anak, saudara-sudara, dari hal-hal sepele semisal selera belanja kita, selera tontonan TV kita dan sebagainya. Hal ini untuk mendukung voluntorisme secara kritis dan menghindari determinisme mekanis. Perubahan sosial yang diawali dari hal-hal kecil menjadi signifikan sebab dominasi dan hegemoni merasuk hingga ke hal-hal subtil semacam pembagian kerja, relasi seksualitas, gaya hidup dan hal-hal remeh lainnya. 7. Adanya hubungan yang dialektis antara agen dan struktur sosial. Walaupun struktur sosial dapat mengkondisikan perilaku sosial kita, tetapi pengetahuan mengenai struktur sosial dapat menjadi potensi kreatif dalam mematahkan dominasi. 8. Dengan mengakui hubungan yang kompleks dan dialektis antara kehidupan sehari- hari dengan struktur sosial skala besar, Muhammadiyah meyakini bahwa jalan untuk mecapai tujuan akhir yakni “Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” tidaklah linear dan merupakan proses tiada henti. “Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” merupakan utopia yang dibangun oleh Muhammaiyah, setiap langkah yang dilakukan menuju utopia tersebut, akan direfleksikan ulang secara kritis agar lahir langkah yang lebih baik dan efektif. Usaha menuju utopia juga tidak boleh sama sekali membuka peluang sedikit pun mengorbankan hak-hak, kebebasan mendasar ,fitrah ataupun hidup manusia. Muhammadiyah harus meyakini bahwa setiap manusia adalah khalifah, bertanggung jawab atas kebebasannya sendiri dan tidak melakukan penindasan ataupun penaklukan bagaimanapun bentuknya terhadap sesama atas nama tujuan, utopia atau kebebasan jangka panjang- kebebasan adalah kondisi yang optimal yang paling fitrah dimana manusia mampu mengaktualisasikan secara maksimal segala bentuk potensi kemanusiaannya menuju kemuliaan ilahiah. Muhammadiyah dalam menuntun umat dan menjadi tauladan bagi umat manusia, tidak membenarkan adanya kediktatoran elit terhadap orang banyak, ini juga terlihat jelas dalam sejarah Muhammad SAW dimana beliau tidak pernah menjadi Nabi dengan tangan besi.
Dokumen Serupa dengan Pengertian Islam Berkemajuan