Anda di halaman 1dari 71

PERATURAN-PERATURAN DAN SYARAT-SYARAT TEKNIK ( BESTEK )

( SPESIFIKASI TEKNIS )
RUANG LINGKUP PROYEK
NAMA KEGIATAN : PEMELIHARAAN BERKALA JALAN TLANAK - KEDUNGPRING
SUMBER DANA : DAK (PAK) KABUPATEN LAMONGAN
LOKASI : KECAMATAN KEDUNGPRING
RUANG LINGKUP PEKERJAAN
1. Pekerjaan yang dilaksanakan meliputi :
Pekerjaan Galian badan jalan dengan menggunakan alat
Pekerjaan Timbunan Pilihan Bahu Jalan (agregat C)

Pekerjaan Timbunan Dgn Agregat Klas C dibawah telford

Pekerjaan Normalisasi Badan Jalan (telford)


Pekerjaan Normalisasi Lapis Penetrasi (Lapen)
Pekerjaan Lapis Perekat ( take coat )
Pekerjaan Laston Lapis Aus Perata ( AC-WCL )
2 Pekerjaan di laksanakan menurut :
Aturan dan syarat-syarat teknik uraian dalam peraturan / bestek
Gambar-gambar lampiran dan gambar penjelasan yang lain
Aturan-aturan dan penjelasan yang ditetapkan dalam Anwyzing
Segala petunjuk dan saran-saran Direksi
Pekerjaan harus diserahkan dalam keadaan selesai 100% dan baik.
BAB I
PEKERJAAN PERSIAPAN
Sebelum pekerjaan dimulai kontraktor bersama-sama Direksi untuk
mengadakan pengukuran di lapangan.
Untuk menentukan patok profil supaya ditanam patok kayu tahun ukuran
4/6 cm dan dicat menis ditulis per STA , dengan jarak per STA 50.00 m.
Sebelum mengirim material di lapangan kontraktor harus mengirimkan
contoh-contoh material kepada Direksi agar tidak terjadi penyimpangan
dalam spesifikasi Teknis Rencana yang ada.
Penempatan material harus aman dan tidak menganggu arus lalu lintas.
Pemasangan rambu – rambu lalu lintas untuk pengamanan pengguna jalan
dan pekerja proyek.
BAB II
PEKERJAAN TANAH
GALIAN TANAH
Pekerjaan ini dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pekerjaan galian yang disyaratkan dalam pekerjaan ini terdapat pada pekerjaan
galian pengelupasan permukaan aspal, galian tanah keras dan galian tanah biasa
yang digunakan untuk pekerjaan pelebaran / pemasangan batu telford.
b. Untuk galian pengelupasan aspal dilakukan dengan menggunakan alat excavator
yang disediakan dan dilakukan pada sepanjang jalan yang akan dikerjakan,
setelah pengelupasan bahan hasilnya harus dimuat dalam dump truck dan
dibuang sejauh jauhnya 5 km. Dimensi galian disesuaikan dengan gabar rencana
atau perintah direksi teknis.
c. Dalamnya Galian Struktur Badan Jalan harus sesuai gambar dan gambar detail.
Hal-hal yang menyimpang akan diperhitungkan sebagai pekerjaan lebih atau
kurang, galian harus cukup untuk dapatnya pekerja dengan baik serta sisinya
tidak mudah gugur.
d. Galian tanah keras adalah galian yang terdapat dibawah perkerasan aspal yang
sudah dikelupas dimana menurut direksi termasuk kondisi lapisan yang sudah
padat sehingga tidak bisa dilaksanakan dengan cara manual dan harus
menggunakan alat . Hasil galian harus segera dibersihkan dan dibuang dengan
sejauh jauhnya 30 m.
e. Galian tanah biasa adalah galian tanah yang biasanya untuk tepi jalan atau untuk
saluran atau untuk badan jalan yang belum ada pemadatan atau perkerasan
dimana menurut direksi bisa menggunakan alat excavator dan dimuat dalam
dump truck selanjutnya dibuang.
f. Untuk semua galian harus diperhatikan kelandaian dan keamanan kemiringan
serta kerapian sampai dengan persetujuan atau dianggap sudah baik oleh direksi.
g. Untuk semua item pekerjaan galian akan dibayar berdasarkan spesifikasi,
gambar dan penawaran harga satuan.
h. Semua galian yang berhubungan dengan pembayaran maka akan dianggap sama
yaitu dengan mata pembayaran per meter kubik (M3).

BAB. III
PELEBARAN PERKERASAN & BAHU JALAN
PEKERJAAN TIMBUNAN BAHU JALAN ,NORMALISASI BADAN JALAN
Bahu Jalan
Bahu jalan adalah sebagian dari perkerasan jalan yang terletak dikanan kiri jalan
dengan normalisasi material agregat klas C dan harus miring keluar 4 - 5 % agar
air hujan diatas permukaan cepat mengalir pada selokan.
Bahu jalan dengan menggunakan material agregat klas C dipadatkan dengan
menggunakan mesin gilas bergetar 1 ton dengan beberapa kali lintasan, sampai
benar - benar padat
Badan Jalan
Badan jalan dengan menggunakan material telford dipadatkan dengan
menggunakan mesin gilas bergetar 1 ton dengan beberapa kali lintasan, sampai
benar - benar padat
BAB IV
PEKERJAAN PERKERASAN BERBUTIR
4.1 LAPIS PONDASI BATU BELAH ( TELFORD )
4.1.1 UMUM
(1) Uraian
Pekerjaan ini meliputi pemasokan, pengangkutan, penyusunan, penghamparan
dan pemadatan material untuk konstruksi pondasi (base) sistem telford diatas
permukaan yang telah disiapkan dan telah diterima sesuai dengan perincian yang
ditunjukkan dalam Gambar Rencana atau sesuai dengan perintah Direksi Teknik,
dan memelihara lapis pondasi yang telah selesai sesuai dengan yang disyaratkan.
Pemasokan harus meliputi, bila perlu pemecahan, pengayakan, pemisahan,
pencampuran dan operasi lain yang perlu untuk menghasilkan suatu bahan yang
memenuhi persyaratan dari Seksi ini.
(2) Toleransi Dimensi
(a) Permukaan lapis akhir harus sesuai dengan Gambar Rencana dengan
toleransi tinggi permukaan + 1 cm terhadap tebal yang disyaratkan.
(b) Tidak boleh ada ketidak rataan pada permukaan sehingga dapat
menahan air dan semua punggung permukaan harus sesuai dengan
yang tercantum pada Gambar Rencana.
(3) Standar Rujukan
British Standard BS 812 Metode Pengambilan Contoh dan Pengujian
Agregat Mineral Pasir dan Filler.
SNI – 03 – 2417 – 1991 Pengujian keausan agregat dengan mesin Los
Angeles.
SII – 0457 – 1881 Pengujian butiran ringan dalam agregat
SNI – 1774 – 1989 F CBR
AASHTO T 112 – 1981 Bongkahan lempung dan partikel yang dapat
hancur dalam agregat.
(4) Pelaporan
Lapis Pondasi Batu Belah (Telford) tidak boleh dipasang atau disusun dan
dipadatkan sebelum formasi pekerjaan tersebut mendapat persetujuan
dari Direksi Teknik.
(5) Pembatasan oleh Cuaca
Lapis Pondasi Batu Belah (Telford) tidak boleh dipasang, dihampar atau dipadatkan
pada waktu hujan, atau setelah hujan dimana kandungan kadar air
dari material tidak memenuhi syarat.
(6) Perbaikan Lapis Pondasi Batu Belah (Telford) yang Tidak Memuaskan
a. Bagian-bagian dengan tebal dan keseragaman permukaan yang tidak
memenuhi syarat atau kesalahan yang terjadi pada material, maka
bagian tersebut harus diperbaiki dan bila perlu dengan mengganti
material sehingga memenuhi ketentuan yang disyaratkan.
b. Perbaikan Lapis Pondasi Batu Belah (Telford) yang tidak memenuhi
persyaratan kepadatan, kesalahan pekerjaan pelaksanaan yaitu pada
cara pemasangan batu utama (induk) yang tidak betul, tidak vertikal,
sehingga timbul tidak ada kerja sama antara batuan induk, sehingga
pemasangan yang tidak beraturan ini dianggap gagal menurut Direksi
Teknik, maka Kontraktor harus membongkar dan memasang kembali
dengan posisi yang betul dan mencakup pekerjaan pemadatan.
(7) Pemeliharaan Pekerjaan yang Telah Diterima
Tanpa mengurangi kewajiban Kontraktor untuk melaksanakan perbaikan
terhadap pekerjaan yang tidak memuaskan atau gagal sebagaimana
tercantum dalam Paragraf 5.5.1 (6) diatas, Kontraktor harus juga
bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dari semua Lapis Pondasi
Batu Belah (Telford) yang telah selesai dan diterima selama Periode
Kontrak termasuk Periode Pemeliharaan.
4.1.2 MATERIAL
(1) Sumber Material
Material Lapis Pondasi Batu Belah (Telford) harus dipilih dari sumber
yang disetujui sesuai persyaratan dan hasil pengujian material yang
tersedia.
(2) Persyaratan Sifat Material
Material yang dipilih untuk Lapis Pondasi Batu Belah (Telford) harus
terdiri dari batu kali atau batu gunung yang dibelah atau dipecah dengan
dimensi yang memadai dan harus bebas dari material organik, gumpalan
lempung atau benda lain yang tidak dikehendaki dan harus mempunyai
kualitas sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan lapis pondasi yang
kuat dan stabil.
(3) Jenis dan Dimensi Material
(a) Pasir urug dengan ketebalan lapisan 10-15 cm
(b) Batu belah ukuran 15-20 cm
(c) Batu tepi ukuran 25-30 cm
(d) Batu pengisi ukuran 5-7 cm
4.1.3 PEMASANGAN DAN PEMADATAN LAPIS PONDASI BATU BELAH (TELFORD)
(1) Penyiapan Formasi
Penyiapan badan jalan harus memenuhi Seksi 3.4 - Penyiapan Badan
Jalan dan diberi drainase secukupnya sehingga tidak akan terjadi
genangan air pada badan jalan.
(2) Penyiapan Alat
(a) Tandem Roller 4-8 ton
(b) Three Wheel Roller 6-8 ton
(c) Pneumatic Tire Roller 10-12 ton
(d) Truk, Sekop, Kereta dorong
(e) Sapu, Sikat, Karung
(f) Pengki, Emrat dan alat bantu lainnya.
(3) Cara Pelaksanaan
Metode pelaksanaan Lapis Pondasi Batu Belah (Telford) dilakukan secara
manual dengan menggunakan tenaga manusia.
Diatas tanah dasar yang sudah disiapkan, dihampar pasir urug setebal
10-20 cm dan diratakan kemudian disusun batu kali atau batu gunung
ukuran 15-20 cm secara berdiri dengan bidang memanjang arah vertikal,
rapi dan berurutan. Untuk susunan batu kali terlebih dahulu dipasang
batu samping (tepi luar) yang difungsikan sebagai batu pengikat.
Langkah selanjutnya ditaburkan batu pecah 5/7 sebagai batu pengunci,
kemudian dipadatkan sehingga rata, kuat dan padat.
Pelaksanaan terakhir, pada lapisan tersebut ditabur pasir kasar dan
dipadatkan dengan mesin gilas jenis Tandem Roller 6-8 ton dengan
kecepatan kurang lebih 3 km/jam sampai permukaan mencapai bidang
rata dan susunan konstruksi menjadi kuat dan kokoh.
(4) Pengujian
(a) Pengujian pengendalian mutu rutin harus dilakukan untuk mencapai
hasil pekerjaan yang sesuai dengan perencanaan dan Gambar
Rencana untuk memeriksa variabilitas material yang dikirim ke
tempat pekerjaan.
(b) Jumlah dan jenis pengujian harus sesuai dengan petunjuk Direksi
Teknik.
4.1.4 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN
(1) Metode Pengukuran
Lapis Pondasi Batu Belah (Telford) harus diukur sebagai jumlah meter
persegi material yang dipasang langsung diatas permukaan tanah dasar,
yang sesuai dengan Gambar Rencana dan diterima oleh Direksi Teknik.
Pembayaran tambahan tidak akan diberikan untuk pekerjaan yang
dianggap gagal termasuk penggantian material yang tidak memenuhi
syarat dan juga untuk pekerjaan perbaikan seperti yang diuraikan dalam
paragraph 5.5.1 (6).
(2) Dasar Pembayaran
Kuantitas yang ditentukan, sebagaimana diuraikan diatas, harus dibayar
menurut Harga Satuan per satuan pengukuran untuk Mata Pembayaran
yang terdaftar dibawah dan tercantum dalam Jadwal Penawaran. Harga
dan pembayaran ini harus merupakan kompensasi penuh untuk
pemasokan, pemasangan, pemadatan, perlengkapan dan perkakas
lainnya, penyelesaian akhir dan pengujian material yang diperlukan
untuk menyelesaikan dan memelihara pekerjaan dan biaya-biaya lain
yang perlu atau lazim untuk penyelesaian pekerjaan yang benar dari
pekerjaan yang diuraikan dalam Seksi ini.

Nomor Mata
Pembayaran
Uraian Satuan Pengukuran
5.5 Lapis Pondasi Batu Belah
(Telford)
Meter kubik
LAPIS PENETRASI MACADAM
6.6.1UMUM
1) Uraian
Pekerjaan ini terdiri dari penyediaan lapis permukaan atau lapis pondasi
terbuat dari agregat yang distabilisasi oleh aspal. Pekerjaan ini dilaksanakan
dimana biaya untuk menggunakan campuran aspal panas tidak mencukupi
dan/atau penyediaan instalasi campuran aspal sulit dilaksanakan akibat
situasi lingkungan.
2) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan dengan Seksi Ini
a) Pemeliharaan Lalu Lintas : Seksi 1.8
b) Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9
c) Bahan dan Penyimpanan : Seksi 1.11
d) Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat : Seksi 6.1
e) Pengembalian Kondisi Perkerasan Lama : Seksi 8.1
3) Standar Rujukan
Standar Nasional Indonesia (SNI) :
SNI 03-2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin
(AASHTO T96 - 87) Los Angeles.
SNI 03-2439-1991 : Metode Pengujian Kelekatan Agregat Terhadap
(AASHTO T182 - 84) Aspal.
Pd S-03-1995-03 : Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Cepat.
(AASHTO M81 - 90)
Pd S-02-1995-03 : Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Sedang.
(AASHTO M82 - 75)
Pd S-01-1995-03 : Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik.
(AASHTO M208 - 87)
AASHTO :
AASHTO M20 - 70 : Penetration Graded Asphalt Cement.
AASHTO M140 - 88 : Emulsified Asphalt.
British Standards :
BS 812 Part I : 1975 : Flakiness Index.
4) Kondisi Cuaca Yang Diijinkan Untuk Bekerja
Lapis Penetrasi Macadam tidak boleh dilaksanakan pada permukaan yang
basah, selama hujan atau hujan akan turun. Aspal emulsi tidak boleh
disemprotkan setelah jam 15.00. Bilamana digunakan aspal panas maka
temperatur perkerasan saat aspal disemprotkan tidak boleh kurang dari 25
°C.
5) Ketentuan Lalu Lintas
Tempat kerja harus ditutup untuk lalu lintas pada saat pekerjaan sedang
berlangsung dan selanjutnya sampai waktu yang ditentukan dimana Direksi
Pekerjaan menyetujui permukaan akhir dapat dibuka untuk lalu lintas.
6.6.2 BAHAN
1) Umum
Bahan harus terdiri dari agregat pokok, agregat pengunci, agregat penutup
(hanya
digunakan untuk lapis permukaan) dan aspal.
Setiap fraksi agregat harus disimpan terpisah untuk mencegah tercampurnya
antar fraksi agregat dan harus dijaga agar bersih dari benda-benda asing
lainnya.
2) Agregat
a) Agregat harus terdiri dari bahan yang bersih, kuat, awet, bebas dari
lumpur dan benda-benda yang tidak dikehendaki dan
harus memenuhi ketentuan yang diberikan dalam Tabel 6.6.2.(1).
Tabel 6.6.2.(1) Ketentuan Agregat Pokok dan Pengunci
Pengujian Standar Nilai
Abrasi dengan mesin Los Angeles
SNI 03-2417-1991 Maks. 40 %
pada 500 putaran

Kelekatan agregat terhadap


SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
aspal
BS 812 Part I 1975
Indeks Kepipihan Maks.25 %
Article 7.3

b) Agregat harus, bilamana diuji sesuai dengan SNI 03-1968-1990,


memenuhi
gradasi yang diberikan Tabel 6.6.2.(2).
Tabel 6.6.2.(2) Gradasi Agregat
Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos
Tebal Lapisan (cm)
ASTM (mm) 7 - 10 5-8 4-5
Agregat Pokok :
3" 75 100 100
21/2" 63 90 - 95 - 100
2" 50 100 100 95 - 70
11/2" 38 35 - 70 35 - 70 -
1" 25 0 - 15 0 - 15 0-5
¾" 19 0-5 0-5
-
Agregat Pengunci :
100 100 100
1" 25
95 - 95 - 95 -
¾" 19
100 100 100
3/8" 9.5
0-5 0-5 0-5
Agregat Pengunci :
100 100 100
½" 12.7
85 - 85 - 85 -
3/8" 9.5
100 100 100
No.4 4.75
10 - 30 10 - 30 10 - 30

No.8 2.36 0 - 10 0 - 10 0 - 10

3) Aspal
Bahan aspal haruslah salah satu dari berikut ini :
a) Aspal semen Pen.80/100 atau Pen.60/70 yang memenuhi AASHTO M20.
b) Aspal emulsi CRS1 atau CRS2 yang memenuhi ketentuan Pd S-01-1995-03
(AASHTO M208) atau RS1 atau RS2 yang memenuhi ketentuan AASHTO
M140.
c) Aspal cair penguapan cepat (rapid curing) jenis RC250 atau RC800 yang
memenuhi ketentuan Pd S-03-1995-03, atau aspal cair penguapan sedang
(medium curing) jenis MC250 atau MC800 yang memenuhi ketentuan Pd
S-02-1995-03.
Jenis aspal lainnya mungkin dapat digunakan dengan persetujuan Direksi
Pekerjaan.
6.6.3 KUANTITAS AGREGAT DAN ASPAL
Kuantitas agregat dan aspal harus diambil dari Tabel 6.6.3.(1) dan Tabel
6.6.3.(2) serta harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan
sebelum pekerjaan dimulai. Penyesuaian takaran ini mungkin diperlukan
selama Kontrak jika dipandang perlu oleh Direksi Pekerjaan untuk
memperoleh mutu pekerjaan yang disyaratkan.
Tabel 6.6.3.(1) : Lapen Sebagai Lapis Permukaan
Tebal Aspal Agregat Aspal Agregat
Agregat Pokok
Lapisan Residu Pengunci Residu Penutup
(kg/m2)
(cm) (kg/m2) (kg/m2) (kg/m2) (kg/m2)
7 - 10 5-8 4-5
8,5 25 1,5 14
200
10 7,5 25 1,5 14
180 152
988 6,5 25 1,5 14
160
6,0 25 1,5 14

133 5,5 25 1,5 14


77655 140 80
114 5,2 25 1,5 14
105 4,4 25 1,5 14
3,7 25 1,5 14
2,5 25 1,5 14
1.5 14

Tabel 6.6.3.(2) : Lapen sebagai Lapis Pondasi (Perata)


Tebal Aspal Agregat
Agregat Pokok
Lapisan Residu Pengunci
(kg/m2)
( cm ) (kg/m2) (kg/m2)
7 - 10 5-8 4-5
8,5 8,5 25
7,5 7,5 25
6,5 6,5 25
200 152
6,5 6,0 25
180 133
5,5 80 5,5 25
160 114
5,5 5,2 25
140 105
4,4 4,4 25
3,7 3,7 25
3,7 2,5 25

Catatan :
Aspal Residu adalah bitumen tertinggal setelah semua bahan pelarut atau
pengemulsi telah menguap.
6.6.4 PERALATAN
Peralatan berikut ini harus disediakan untuk :
a) Penumpukan Bahan
Dump Truck
Loader
b) Di Lapangan
i) Mekanis.
Penggilas tandem 6 - 8 ton atau penggilas beroda tiga 6 - 8 ton.
Penggilas beroda karet 10 - 12 ton (jika diperlukan).
Distributor aspal atau hand sprayer sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 6.1.3.
Truk Penebar Agregat.
ii) Manual.
Penyapu, sikat, karung, keranjang, kaleng aspal, sekop, gerobak
dorong, dan peralatan kecil lainnya.
Ketel aspal.
Penggilas seperti cara mekanis.
6.6.5 PELAKSANAAN
1) Persiapan Lapangan
Permukaan yang diperbaiki dengan Penetrasi Macadam harus disiapkan
seperti di bawah ini :
a) Profil memanjang atau melintang harus disiapkan menurut rancangan
potongan melintang.
b) Permukaan harus bebas dari benda-benda yang tidak diinginkan seperti
debu dan bahan lepas lainnya. Lubang-lubang dan retak-retak harus diperbaiki
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8.1.3.(2) dan 8.1.3.(3) dari
Spesifikasi Umum.
c) Permukaan aspal lama harus diberikan Lapis Perekat sesuai dengan
ketentuan dalam Seksi 6.1 dari Spesifikasi umum, sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
2) Penghamparan dan Pemadatan
a) Umum
Agregat dan aspal harus tersedia di lapangan sebelum pekerjaan dimulai.
Kedua bahan tersebut harus dijaga dengan hati-hati untuk menjamin
bahwa bahan tersebut bersih dan siap digunakan.
Selama pemadatan agregat pokok dan agregat pengunci, kerataan
permukaan harus dipelihara. Bilamana permukaan yang telah dipadatkan
tidak rata, maka agregat harus digaru dan dibuang atau agregat
ditambahkan seperlunya sebelum dipadatkan kembali.
Temperatur penyemprotan aspal harus sesuai dengan Tabel 6.6.5.(1)
Tabel 6.6.5.(1) Temperatur Penyemprotan Aspal
JENIS ASPAL TEMPERATUR PENYEMPROTAN (°C)
60/70 Pen 165 – 175
80/100 Pen 155 – 165
Emulsi kamar, atau sebagaimana petunjuk

Pabrik
Aspal Cair RC/MC 250 80 – 90
Aspal Cair RC/MC 800 105 – 115

Bilamana jenis aspal lain digunakan, temperatur penyemprotan harus disetujui


Direksi Pekerjaan sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai.
b) Metode Mekanis
i) Penghamparan dan Pemadatan Agregat Pokok
Truk penebar agregat harus dijalankan dengan kecepatan yang
sedemikian hingga kuantitas agregat adalah seperti yang disyaratkan dan
diperoleh permukaan yang rata.
Pemadatan awal harus menggunakan alat pemadat 6 - 8 ton yang
bergerak dengan kecepatan kurang dari 3 km/jam. Pemadatan dilakukan
dalam arah memanjang, dimulai dari tepi luar hamparan dan dijalankan
menuju ke sumbu jalan. Lintasan penggilasan harus tumpang tindih
(overlap) paling sedikit setengah lebar alat pemadat. Pemadatan harus
dilanjutkan sampai diperoleh permukaan yang rata dan stabil (minimum
6 lintasan).
ii) Penyemprotan Aspal diatas Agregat Pokok
Temperatur aspal dalam distributor harus dijaga pada temperatur yang
disyaratkan untuk jenis aspal yang digunakan. Temperatur penyemprotan
dan takaran penyemprotan harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan
sebelum pelaksanaan dimulai dan harus memenuhi rentang yang
disyaratkan masing-masing dalam Tabel 6.6.5.(1) dan 6.6.3.(1). Cara
penggunaan harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 6.1.4.(3)
Spesifikasi Umum.
iii) Penebaran dan Pemadatan Agregat Pengunci.
Segera setelah penyemprotan aspal, agregat pengunci harus ditebarkan
pada takaran yang disyaratkan dan dengan cara yang sedemikian hingga
tidak ada roda yang melintasi lokasi yang belum tertutup bahan aspal.
Takaran penebaran harus sedemikian hingga, setelah pemadatan,
rongga-rongga permukaan dalam agregat pokok terisi dan agregat pokok
masih nampak.
Pemadatan agregat pengunci harus dimulai segera setelah penebaran
agregat pengunci dan harus seperti yang diuraikan dalam Pasal
6.6.5(2)(b)(i) Bilamana diperlukan, tambahan agregat pengunci harus
ditambahkan dalam jumlah kecil dan disapu perlahan-lahan di atas
permukaan selama pemadatan. Pemadatan harus dilanjutkan sampai
agregat pengunci tertanam dan terkunci penuh dalam lapisan di
bawahnya.
iv) Penyemprotan Aspal diatas Agregat Pengunci (bilamana digunakan
Agregat Penutup)
Ketentuan Pasal 6.6.5(2)(b)(ii) di atas digunakan.
v) Penebaran dan Pemadatan Agregat Penutup (untuk Lapis Permukaan).
Segera setelah penyemprotan aspal, agregat penutup harus ditebarkan
pada takaran yang disyaratkan dan dengan cara yang sedemikian hingga
tidak ada roda yang melintasi lokasi yang belum tertutup bahan aspal.
Pemadatan agregat penutup harus dimulai segera setelah penebaran
agregat penutup. Bilamana diperlukan, tambahan agregat penutup harus
ditambahkan dalam jumlah kecil dan disapu perlahan-lahan di atas
permukaan sehingga seluruh rongga-rongga dalam permukaan agregat
pengunci terisi selama pemadatan. Pada saat penyelesaian pemadatan,
kelebihan agregat penutup harus disapu dari permukaan.
c) Metode Manual
i) Penghamparan dan Pemadatan Agregat Pokok.
Jumlah agregat yang ditebar di atas permukan yang telah disiapkan harus
sebagaimana yang disyaratkan. Kerataan permukaan dapat diperoleh
dengan keterampilan penebaran dan menggunakan perkakas tangan
seperti penggaru. Pemadatan harus dilaksanakan seperti yang
disyaratkan untuk metode mekanis.
ii) Penyemprotan Aspal diatas Agregat Pokok
Penyemprotan aspal dapat dikerjakan dengan menggunakan penyemprot
tangan (hand sprayer) dengan temperatur aspal yang disyaratkan.
Takaran penggunaan aspal harus serata mungkin dan pada takaran
penyemprotan yang disetujui, sesuai dengan Tabel 6.6.5.(1) dan
6.6.3.(1). Cara penggunaan harus memenuhi ketentuan dalam Pasal
6.1.4.(3) Spesifikasi Umum.
iii) Penebaran dan Pemadatan Agregat Pengunci
Penebaran dan pemadatan agregat pengunci harus dilaksanakan dengan
cara yang sama untuk agregat pokok. Takaran penebaran harus
sedemikian hingga, setelah pemadatan, rongga-rongga permukaan dalam
agregat pokok terisi dan agregat pokok masih nampak. Pemadatan harus
sebagaimana yang disyaratkan untuk metode mekanis.
iv) Penyemprotan Aspal diatas Agregat Pengunci (bilamana digunakan
Agregat Penutup)
Ketentuan Pasal 6.6.5(2)(c)(ii) di atas digunakan.
v) Penebaran dan Pemadatan Agregat Penutup (untuk Lapis Permukaan)
Ketentuan Pasal 6.6.5(2)(b)(v) di atas digunakan.
3) Pemeliharaan Agregat Pengunci
Bilamana terdapat keterlambatan antara pengerjaan lapis agregat pengunci
dan lapis berikutnya, Kontraktor harus memelihara permukaan agregat
pengunci dalam kondisi baik sampai lapis berikutnya dihampar.
6.6.6 PENGENDALIAN MUTU DAN PENGUJIAN DI LAPANGAN
1) Bahan dan Kecakapan Pekerja
Pengendalian mutu harus memenuhi ketentuan di bawah ini :
a) Penyimpanan untuk setiap fraksi agregat harus terpisah untuk
menghindarkan tercampurnya agregat, dan harus dijaga kebersihannya
dari benda asing.
b) Penyimpanan aspal dalam drum harus dengan cara tertentu agar supaya
tidak terjadi kebocoran atau kemasukan air.
c) Suhu pemanasan aspal harus seperti yang disyaratkan dalam Tabel
6.6.5.(1).
d) Tebal Lapisan.
Tebal padat untuk lapisan penetrasi macadam harus berada di dalam
toleransi
1 cm. Pemeriksaan untuk ketebalan lapis penetrasi macadam harus
seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
e) Kerataan Permukaan Sewaktu Pemadatan.
Pada setiap tahap pemadatan, kerataan permukaan harus dijaga. Bahan
harus
ditambah pada tiap tempat di mana terdapat penurunan.
f) Kerataan Pemadatan Agregat Pokok.
Kerataan harus diukur dengan menggunakan mistar lurus yang
panjangnya 3
meter. Punggung jalan yang ambles tidak melebihi dari 8 mm.
g) Sambungan memanjang dan melintang harus diperiksa dengan cermat.
2) Lalu Lintas
Lalu lintas dapat diijinkan melintasi permukaan yang telah selesai beberapa
jam setelah pekerjaan selesai, sebagaimana yang disetujui oleh Direksi
Pekerjaan. Periode tipikal ini antara 2 sampai 4 jam. Bilamana lalu lintas
diijinkan melintasi lapisan agregat pengunci ini, perhatian khusus harus
diberikan untuk memelihara kebersihan lapisan ini sebelum lapis berikutnya
dihampar. Pengendalian lalu lintas harus memenuhi ketentuan dalam Seksi
1.8 dari Spesifikasi umum.
6.6.7 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN
1) Pengukuran
a) Pekerjaan Minor
Kuantitas Lapis Penetrasi Macadam untuk pekerjaan minor yang diukur
untuk pembayaran harus merupakan volume padat yang dihampar, yang
ditentukan atas dasar luas permukaan yang diukur dan tebal Penetrasi
Macadam yang disetujui untuk setiap jenis perbaikan sebagaimana
didefinisikan dalam Seksi 8.1 dari Spesifikasi umum. Kontraktor harus
menyimpan catatan dari luas dan tebal bahan Penetrasi Macadam dan
kuantitas Lapis Perekat yang disemprot pada pekerjaan minor pada
setiap kilometer proyek. Arsip itu harus diserahkan kepada Direksi
Pekerjaan secara mingguan.
b) Lapis Pondasi/Perata, Lapis ulang dan Lapis Permukaan
i) Kuantitas yang diukur untuk pembayaran dari Lapis Penetrasi
Macadam yang digunakan sebagai lapis pondasi/perata, lapis ulang
dan lapis permukaan harus merupakan jumlah meter kubik bahan
yang dihampar dan diterima, yang dihitung sebagai hasil kali luas
yang diukur dan diterima dan tebal nominal rancangan.
ii) Kuantitas yang diterima untuk pengukuran tidak termasuk Lapis
Perata Penetrasi Macadam pada lokasi-lokasi tertentu yang lebih
tipis dari tebal minimum yang diterima atau bagian-bagian yang
lepas, terbelah, retak atau menipis sepanjang tepi perkerasan atau
di tempat lain.
iii) Lebar lokasi Penetrasi Macadam yang akan dibayar harus seperti yang
tercantum dalam Gambar atau yang telah disetujui Direksi Pekerjaan
dan harus ditentukan dengan survei pengukuran yang dilakukan
Kontraktor di bawah pengawasan Direksi Pekerjaan. Pengukuran
harus dilakukan tegak lurus sumbu jalan dan tidak boleh meliputi
lapisan yang tipis atau tidak memenuhi ketentuan sepanjang tepi
Lapis Penetrasi Macadam yang dihampar. Jarak antara pengukuran
memanjang harus seperti yang diperintahkan Direksi Pekerjaan
tetapi harus berjarak sama dan tidak boleh kurang dari 25 meter.
Lebar yang digunakan untuk menghitung luas pada setiap lokasi
perkerasan yang diukur harus merupakan lebar rata-rata dari
pengukuran lebar yang diukur dan disetujui.
iv) Panjang Lapis Penetrasi Macadam sepanjang jalan harus diukur
sepanjang sumbu jalan, dengan menggunakan prosedur survei
menurut ilmu ukur tanah.
2) Dasar Pembayaran
Kuantitas yang sebagaimana disyaratkan di atas harus dibayar menurut Harga
Kontrak per satuan pengukuran, untuk Mata Pembayaran yang tercantum di
bawah ini dan dalam Daftar Kuantitas dan Harga, dimana harga dan
pembayaran tersebut harus merupakan kompensasi penuh untuk pengadaan,
produksi, pencampuran dan penghamparan seluruh bahan, termasuk semua
pekerja, alat, pengujian, alat-alat kecil dan hal-hal yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan seperti yang diuraikan dalam Seksi ini.
1
Devisi .6
PERKERASAN ASPAL
LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT
Seksi 6.1
6.1.1 Umum
1. Uraian
Pekerjaan ini harus mencakup penyediaan dan penghamparan bahan aspal pada
permukaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk pemasangan lapisan beraspal
berikutnya. Lapis Resap Pengikat harus dihampar di atas permukaan yang bukan
beraspal (misalnya Lapis Pondasi Agregat), sedangkan Lapis Perekat harus
dihampar di atas permukaan yang beraspal (seperti Lapis Penetrasi Macadam,
Laston, Lataston dll).
2. Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini
a. Pemeliharaan dan Pengaturan Lalu Lintas : Seksi 1.8
b. Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9
c. Bahan dan Penyimpanan : Seksi 1.11
d. Pelebaran Perkerasan : Seksi 4.1
e. Bahu Jalan : Seksi 4.2
f. Lapis Pondasi Agregat : Seksi 5.1
g. Lapis Pondasi Semen Tanah : Seksi 5.4
h. Campuran Aspal Panas : Seksi 6.3
i. Lasbutag dan Latasbusir : Seksi 6.4
j. Campuran Aspal Dingin : Seksi 6.5
k. Pengembalian Kondisi Perkerasan Lama : Seksi 8.1
l. Pengembalian Kondisi Bahu Jalan Lama pada Jalan Berpenutup Aspal
3. Standar Rujukan
Standar Nasional Indonesia (SNI) :
Pd S-02-1995-03
(AASHTO M82 - 75) : Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Sedang
Pd S-01-1995-03
(AASHTO M208 - 87) : Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik
AASHTO :
AASHTO M20 - 70 : Penetration Graded Asphalt Cement
AASHTO M140 - 88 : Emulsified Asphalt
2
AASHTO M226 - 80 : Viscosity Graded Asphalt Cement
Brirish Standards :
BS 3403 : Industrial Tachometers
4. Kondisi Cuaca Yang Diijinkan Untuk Bekerja
Lapisan Resap Pengikat harus disemprot hanya pada permukaan yang kering
atau mendekati kering, dan Lapis Perekat harus disemprot hanya pada
permukaan yang benar-benar kering. Penyemprotan Lapis Resap Pengikat atau
Lapis Perekat tidak boleh dilaksanakan waktu angin kencang, hujan atau akan
turun hujan.
5. Mutu Pekerjaan dan Perbaikan dari Pekerjaan Yang Tidak Memenuhi Ketentuan
Lapisan yang telah selesai harus menutup keseluruhan permukaan yang dilapisi
dan tampak merata, tanpa adanya bagian-bagian yang beralur atau kelebihan
aspal. Untuk Lapis Perekat, harus melekat dengan cukup kuat di atas permukaan
yang disemprot. Untuk penampilan yang kelihatan berbintik-bintik, sebagai
akibat dari bahan aspal yang didistribusikan sebagai butir-butir tersendiri dapat
diterima asalkan penampilannya kelihatan rata dan keseluruhan takaran
pemakaiannya memenuhi ketentuan. Untuk Lapis Resap Pengikat, setelah proses
pengeringan, bahan aspal harus sudah meresap ke dalam lapis pondasi,
meninggalkan sebagian bahan aspal yang dapat ditunjukkan dengan permukaan
berwarna hitam yang merata dan tidak berongga (porous). Tekstur untuk
permukaan lapis pondasi agregat harus rapi dan tidak boleh ada genangan atau
lapisan tipis aspal atau aspal tercampur agregat halus yang cukup tebal sehingga
mudah dikupas dengan pisau. Perbaikan dari Lapis Resap Pengikat dan Lapis
Perekat yang tidak memenuhi ketentuan harus seperti yang diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan, termasuk
pembuangan bahan yang berlebihan, penggunaan bahan penyerap (blotter
material), atau penyemprotan tambahan seperlunya. Setiap kerusakan kecil
pada Lapis Resap Pengikat harus segera diperbaiki menurut Seksi 8.1 dan Seksi
8.2 dari Spesifikasi ini. Direksi Pekerjaan dapat memerintahkan agar lubang yang
besar atau kerusakan lain yang terjadi dibongkar dan dipadatkan kembali atau
penggantian lapisan pondasi diikuti oleh pengerjaan kembali Lapis Resap
Pengikat.
6. Pengajuan Kesiapan Kerja
Kontraktor harus mengajukan hal-hal berikut ini kepada Direksi Pekerjaan :
a) Lima liter contoh dari setiap bahan aspal yang diusulkan oleh Kontraktor
untuk digunakan dalam pekerjaaan dilengkapi sertifikat dari pabrik
pembuatnya dan hasil pengujian seperti yang disyaratkan dalam Pasal
1.11.1.(3).(c), diserahkan sebelum pelaksanaan dimulai. Sertifikat
tersebut harus menjelaskan bahwa bahan aspal tersebut memenuhi
ketentuan dari Spesifikasi dan jenis yang sesuai untuk bahan Lapis Resap
3
Pengikat atau Lapis Perekat, seperti yang ditentukan pada Pasal 6.1.2
dari Spesifikasi ini.
b) Catatan kalibrasi dari semua instrumen dan meteran pengukur dan
tongkat celup ukur untuk distributor aspal, seperti diuraikan dalam Pasal
6.1.3.(3) dan 6.1.3.(4) dari Spesifikasi ini, yang harus diserahkan paling
lambat 30 hari sebelum pelaksanaan dimulai. Tongkat celup ukur, alat
instrumen dan meteran pengukur harus dikalibrasi sampai memenuhi
akurasi, toleransi ketelitian dan ketentuan seperti diuraikan dalam Pasal
6.1.3.(4) dari Spesifikasi ini dan tanggal pelaksanaan kalibrasi harus tidak
melebihi satu tahun sebelum pelaksanaan dimulai.
c) Grafik penyemprotan harus memenuhi ketentuan Pasal 6.1.3.(5) dari
Spesifikasi ini dan diserahkan sebelum pelaksanaan dimulai.
d) Contoh-contoh bahan yang dipakai pada setiap hari kerja harus
dilaksanakansesuai dengan Pasal 6.1.6 dari Spesifikasi ini. Laporan harian
untuk pekerjaan pelaburan yang telah dilakukan dan takaran pemakaian
bahan harus memenuhi ketentuan Pasal 6.1.6 dari Spesifikasi ini
7. Kondisi Tempat Kerja
a) Pekerjaan harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga masih
memungkinkan lalu lintas satu lajur tanpa merusak pekerjaan yang
sedang dilaksanakan dan hanya menimbulkan gangguan yang minimal bagi
lalu lintas.
b) Bangunan-bangunan dan benda-benda lain di samping tempat kerja
(struktur,pepohonan dll.) harus dilindungi agar tidak menjadi kotor
karena percikan aspal.
c) Bahan aspal tidak boleh dibuang sembarangan kecuali ke tempat yang
disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
d) Kontraktor harus melengkapi tempat pemanasan dengan fasilitas
pencegahan
dan pengendalian kebakaran yang memadai, juga pengadaan dan sarana
pertolongan pertama.
8. Pengendalian Lalu Lintas
a) Pengendalian lalu lintas harus memenuhi ketentuan Seksi 1.8,
Pemeliharaan dan Pengaturan Lalu Lintas dan Pasal 6.1.5 dari Spesifikasi
ini.
b) Kontraktor harus bertanggung jawab terhadap dampak yang terjadi bila
lalu lintas yang dijinkan lewat di atas Lapis Resap Pengikat atau Lapis
Perekat yang baru dikerjakan.
c)
6.1.2 BAHAN
1) Bahan Lapis Resap Pegikat
a) Bahan aspal untuk Lapis Resap Pengikat haruslah salah satu dari berikut
ini :
i) Aspal emulsi reaksi sedang (medium setting) atau reaksi lambat
(slow setting) yang memenuhi AASHTO M140 atau Pd S-01-1995-03
(AASHTO M208). Umumnya hanya aspal emulsi yang dapat
4
menunjukkan peresapan yang baik pada lapis pondasi tanpa
pengikat yang disetujui. Aspal emulsi harus mengandung residu
hasil penyulingan minyak bumi (aspal dan pelarut) tidak kurang
dari 50 % dan mempunyai penetrasi aspal tidak kurang dari 80/100.
Aspal emulsi untuk Lapis Resap pengikat ini tidak boleh diencerkan
di lapangan.
ii) Aspal semen Pen.80/100 atau Pen.60/70, memenuhi AASHTO M20,
diencerkan dengan minyak tanah (kerosen). Proporsi minyak tanah
yang digunakan sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan,
setelah percobaan di atas lapis pondasi atas yang telah selesai
sesuai dengan Pasal 6.1.4.(2). Kecuali diperintah lain oleh Direksi
Pekerjaan, perbandingan pemakaian minyak tanah pada percobaan
pertama harus dari 80 bagian minyak per 100 bagian aspal semen
(80 pph kurang lebih ekivalen dengan viskositas aspal cair hasil
kilang jenis MC-30).
b) Bilamana lalu lintas diijinkan lewat di atas Lapis Resap Pengikat maka
harus digunakan bahan penyerap (blotter material) dari hasil pengayakan
kerikil atau batu pecah, terbebas dari butiran-butiran berminyak atau
lunak, bahan kohesif atau bahan organik. Tidak kurang dari 98 persen
harus lolos ayakan ASTM 3/8” (9,5 mm) dan tidak lebih dari 2 persen
harus lolos ayakan ASTM No.8 (2,36 m).
2) Bahan Lapis Perekat
a) Aspal emulsi jenis Rapid Setting yang memenuhi ketentuan AASHTO M140
atau Pd S-01-1995-03 (AASHTO M208). Direksi Pekerjaan dapat
mengijinkan enggunaan aspal emulsi yang diencerkan dengan
perbandingan 1 bagian air bersih dan 1 bagian aspal emulsi.
b) Aspal semen Pen.60/70 atau Pen.80/100 yang memenuhi ketentuan
AASHTO M20, diencerkan dengan 25 sampai 30 bagian minyak tanah per
100 bagian aspal.
6.1.3 PERALATAN
1) Ketentuan Umum
Kontraktor harus melengkapi peralatannya terdiri dari penyapu mekanis
dan atau kompresor, distributor aspal, peralatan untuk memanaskan
bahan aspal dan peralatan yang sesuai untuk menyebarkan kelebihan
bahan aspal.
2) Distributor Aspal - Batang Semprot
a) Distributor aspal harus berupa kendaraan beroda ban angin yang
bermesin penggerak sendiri, memenuhi peraturan keamanan jalan.
Bilamana dimuati penuh maka tekanan ban pada pengoperasian
dengan kecepatan penuh tidak boleh melampaui tekanan yang
direkomendasi pabrik pembuatnya.
5
b) Sistem tangki aspal, pemanasan, pemompaan dan penyemprotan
harus sesuai dengan ketentuan pengamanan dari Institute of
Petroleum, Inggris.
c) Alat penyemprot, harus dirancang, diperlengkapi, dipelihara dan
dioperasikan sedemikian rupa sehingga bahan aspal dengan panas
yang sudah merata dapat disemprotkan secara merata dengan
berbagai variasi lebar permukaan, pada takaran yang ditentukan
dalam rentang 0,15 sampai 2,4 liter per meter persegi.
d) Distributor aspal harus dilengkapi dengan batang semprot sehingga
dapat
mensirkulasikan aspal secara penuh yang dapat diatur ke arah
horisontal dan vertikal. Batang semprot harus terpasang dengan
jumlah minimum 24 nosel, dipasang pada jarak yang sama yaitu 10
± 1 cm. Distributor aspal juga harus dilengkapi pipa semprot tangan.
3) Perlengkapan
Perlengkapan distributor aspal harus meliputi sebuah tachometer
(pengukur kecepatan putaran), meteran tekanan, tongkat celup yang
telah dikalibrasi, sebuah termometer untuk mengukur temperatur isi
tangki, dan peralatan untuk mengukur kecepatan lambat. Seluruh
perlengkapan pengukur pada distributor harus dikalibrasi untuk
memenuhi toleransi yang ditentukan dalam Pasal 6.1.3.(4) dari
Spesifikasi ini. Selanjutnya catatan kalibrasi yang teliti dan memenuhi
ketentuan tersebut harus diserahkan kepada Direksi Pekerjaan.
4) Toleransi Peralatan Distributor Aspal
Toleransi ketelitian dan ketentuan jarum baca yang dipasang pada
distributor aspal dengan batang semprot harus memenuhi ketentuan
berikut ini :
Ketentuan dan Toleransi Yang Dijinkan
Tachometer pengukur : ± 1,5 persen dari skala putaran penuh sesuai
ketentuan Kecepatan KendaraanBS 3403
Tachometer pengukur : ± 1,5 persen dari skala putaran penuh sesuai
ketentuan kecepatan putaran pompa BS 3403
Pengukur suhu : ± 5 ºC, rentang 0 - 250 ºC, minimum garis tengah
arloji 70 mm
Pengukur volume atau : ± 2 persen dari total volume tangki, nilai maksimum
tongkat celup garis skala Tongkat Celup 50 liter.
5) Grafik Penyemprotan dan Buku Petunjuk Pelaksanaaan
6
Distributor aspal harus dilengkapi dengan Grafik Penyemprotan dan Buku
Petunjuk Pelaksanaan yang harus disertakan pada alat semprot, dalam
keadaan baik, setiap saat.
Buku petunjuk pelaksanaan harus menunjukkan diagram aliran pipa dan
semua petunjuk untuk cara kerja alat distributor.
Grafik Penyemprotan harus memperlihatkan hubungan antara kecepatan
dan jumlah takaran pemakaian aspal yang digunakan serta hubungan
antara kecepatan pompa dan jumlah nosel yang digunakan, berdasarkan
pada keluaran aspal dari nosel. Keluaran aspal pada nosel (liter per
menit) dalam keadaan konstan, beserta tekanan penyemprotanya harus
diplot pada grafik penyemprotan.
Grafik Penyemprotan juga harus memperlihatkan tinggi batang semprot
dari permukaan jalan dan kedudukan sudut horisontal dari nosel semprot,
untuk menjamin adanya tumpang tindih (overlap) semprotan yang keluar
dari tiga nosel (yaitu setiap lebar permukaan disemprot oleh semburan
tga nosel).
6) Kinerja Distributor Aspal
a) Kontraktor harus menyiapkan distributor lengkap dengan
perlengkapan dan operatornya untuk pengujian lapangan dan harus
menyediakan tenaga-tenaga pembantu yang dibutuhkan untuk
tujuan tersebut sesuai perintah Direksi Pekerjaan. Setiap
distributor yang menurut pendapat Direksi Pekerjaan kinerjanya
tidak dapat diterima bila dioperasikan sesuai dengan Grafik
Takaran Penyemprotan dan Buku Petunjuk Pelaksanaan atau tidak
memenuhi ketentuan dalam Spesifikasi dalam segala seginya, maka
peralatan tersebut tidak diperkenankan untuk dioperasikan dalam
pekerjaan. Setiap modifikasi atau penggantian distributor aspal
harus diuji terlebih dahulu sebelum digunakan dalam pelaksanaan
pekerjaan.
b) Penyemprotan dalam arah melintang dari takaran pemakaian aspal
yangdihasilkan oleh distributor aspal harus diuji dengan cara
melintaskan batang semprot di atas bidang pengujian selebar 25
cm x 25 cm yang terbuat dari lembaran resap yang bagian
bawahnya kedap, yang beratnya harus ditimbang sebelum dan
sesudah disemprot. Perbedaan berat harus dipakai dalam
menentukan takaran aktual pada tiap lembar dan perbedaan tiap
lembar terhadap takaran rata-rata yang diukur melintang pada
lebar penuh yang telah disemprot tidak boleh melampaui 15
persen takaran rata-rata.
7
c) Ketelitian yang dapat dicapai distributor aspal terhadap suatu
takaran sasaran pemakaian alat semprot harus diuji dengan cara
yang sama dengan pengujian distribusi melintang pada butir (b) di
atas. Lintasan penyemprotan minimum sepanjang 200 meter harus
dilaksanakan dan kendaraan harus dijalankan dengan kecepatan
tetap sehingga dapat mencapai takaran sasaran pemakaian yang
telah ditentukan lebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan. Dengan
minimum 5 penampang melintang yang berjarak sama harus
dipasang 3 kertas resap yang berjarak sama, kertas tidak boleh
dipasang dalam jarak kurang dari 0,5 meter dari tepi bidang yang
disemprot atau dalam jarak 10 m dari titik awal penyemprotan.
Takaran pemakaian, yang diambil sebagai harga rata-rata dari
semua kertas resap tidak boleh berbeda lebih dari 5 persen dari
takaran sasaran. Sebagai alternatif, takaran pemakaian rata-rata
dapat dihitung dari pembacaan tongkat ukur yang telah dikalibrasi,
seperti yang ditentukan dalam Pasal 6.1.4.(3).(g) dari Spesifikasi
ini. Untuk tujuan pengujian ini minimum 70 persen dari kapasitas
distributor aspal harus disemprotkan.
7) Peralatan Penyemprot Aspal Tangan (Hand Sprayer)
Bilamana diijinkan oleh Direksi Pekerjaan maka penggunaan perlatan
penyemprot aspal tangan dapat dipakai sebagai pengganti distributor
aspal. Perlengkapan utama peralatan penyemprot aspal tangan harus
selalu dijaga dalam kondisi baik, terdiri dari :
a) Tangki aspal dengan alat pemanas;
b) Pompa yang memberikan tekanan ke dalam tangki aspal sehingga
aspal dapat tersemprot keluar;
c) Batang semprot yang dilengkapi dengan lubang pengatur
keluarnya aspal
(nosel).
Agar diperoleh hasil penyemprotan yang merata maka Kontraktor
harus menyediakan tenaga operator yang terampil dan diuji coba
dahulu kemampuannya sebelum disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
6.1.4 PELAKSANAAN PEKERJAAN
8
1) Penyiapan Permukaan Yang Akan Disemprot Aspal
a) Apabila pekerjaan Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat akan
dilaksanakan pada permukaan perkerasan jalan yang ada atau bahu
jalan yang ada, semua kerusakan perkerasan maupun bahu jalan
harus diperbaiki menurut Seksi 8.1 dan Seksi 8.2 dari Spesifikasi
ini.
b) Apabila pekerjaan Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat akan
dilaksanakan pada perkerasan jalan baru atau bahu jalan baru,
perkerasan atau bahu itu harus telah selesai dikerjakan
sepenuhnya, menurut Seksi 4.1, 4.2, 5.1, 5.4, 6.3, 6.4, atau 6.6
dari Spesifikasi ini yang sesuai dengan lokasi dan jenis permukaan
yang baru tersebut.
c) Permukaan yang akan disemprot itu harus dipelihara menurut
standar butir (a) dan butir (b) di atas sebelum pekerjaan pelaburan
dilaksanakan.
d) Sebelum penyemprotan aspal dimulai, permukaan harus
dibersihkan dengan memakai sikat mekanis atau kompresor atau
kombinasi keduanya. Bilamana peralatan ini belum dapat
memberikan permukaan yang benar-benar bersih, penyapuan
tambahan harus dikerjakan manual dengan sikat yang kaku.
e) Pembersihan harus dilaksanakan melebihi 20 cm dari tepi bidang
yang akan disemprot.
f) Tonjolan yang disebabkan oleh benda-benda asing lainnya harus
disingkirkan dari permukaan dengan memakai penggaru baja atau
dengan cara lainnya yang telah disetujui atau sesuai dengan
perintah Direksi Pekerjaan dan bagian yang telah digaru tersebut
harus dicuci dengan air dan disapu.
g) Untuk pelaksanaan Lapis Resap Pengikat di atas Lapis Pondasi
Agregat Kelas A, permukaan akhir yang telah disapu harus rata,
rapat, bermosaik agregat kasar dan halus, permukaan yang hanya
mengandung agregat halus tidak akan diterima.
h) Pekerjaan penyemprotan aspal tidak boleh dimulai sebelum
perkerasan telah disiapkan dapat diterima oleh Direksi Pekerjaan.
2) Takaran dan Temperatur Pemakaian Bahan Aspal
a) Kontraktor harus melakukan percobaan lapangan di bawah
pengawasan
Direksi Pekerjaan untuk mendapatkan tingkat takaran yang tepat
(liter per meter persegi) dan percobaan tersebut akan diulangi,
sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, bila jenis dari
permukaan yang akan disemprot atau jenis dari bahan aspal
berubah. Biasanya takaran pemakaian yang didapatkan akan berada
dalam batas-batas sebagai berikut :
9
Lapis Resap Pengikat : 0,4 sampai 1,3 liter per meter persegi untuk
Lapis
Pondasi Agregat Kelas A
0,2 sampai 1,0 liter per meter persegi
untuk Lapis
Pondasi Semen Tanah.
Lapis Perekat : Sesuai dengan jenis permukaan yang akan
menerima
pelaburan dan jenis bahan aspal yang akan
dipakai. Lihat Tabel 6.1.4.(1) untuk jenis
takaran
pemakaian lapis aspal.
b) Suhu penyemprotan harus sesuai dengan Tabel 6.1.4.(1), kecuali
diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan. Suhu penyemprotan
untuk aspal cair yang kandungan minyak tanahnya berbeda dari
yang ditentukan dalam daftar ini, temperaturnya dapat diperoleh
dengan cara interpolasi.
Tabel 6.1.4.(1) Takaran Pemakaian Lapis Perekat
Jenis Aspal Takaran (liter per meter persegi) pada
Permukaan Baru atau Aspal Permukan Porous dan
Lama Yang Licin Terekpos Cuaca
Aspal Cair 0,15 0,15 - 0,35
Aspal Emulsi 0,20 0,20 - 0,50
Aspal Emulsi
yang diencerkan 0,40 0,40 - 1,00 *
(1:1)

Catatan :
* Takaran pemakaian yang berlebih akan mengalir pada bidang permukaan yang
terjal,
lereng melintang yang besar atau permukaan yang tidak rata.
Tabel 6.1.4.(2) Suhu Penyemprotan
10
Jenis Aspal Rentang Suhu Penyemprotan
Aspal cair, 25 pph minyak tanah 110 ± 10 ºC
Aspal cair, 50 pph minyak tanah (MC-70) 70 ± 10 ºC
Aspal cair, 75 pph minyak tanah (MC-30) 45 ± 10 ºC
Aspal cair, 100 pph minyak tanah 30 ± 10 ºC
Aspal cair, lebih dari 100 pph minyak
Tidak dipanaskan
tanah
Aspal emulsi atau aspal emulsi yang
Tidak dipanaskan
diencerkan

Catatan :
Tindakan yang sangat hati-hati harus dilaksanakan bila memanaskan setiap aspal
cair.
c) Frekuensi pemanasan yang berlebihan atau pemanasan yang
berulang-ulang pada temperatur tinggi haruslah dihindari. Setiap
bahan yang menurut pendapat Direksi Pekerjaan, telah rusak akibat
pemanasan berlebihan harus ditolak dan harus diganti atas biaya
Kontraktor.
3) Pelaksanaan Penyemprotan
a) Batas permukaan yang akan disemprot oleh setiap lintasan
penyemprotan
harus diukur dan ditandai. Khususnya untuk Lapis Resap Pengikat,
batas-batas lokasi yang disemprot harus ditandai dengan cat atau
benang.
b) Agar bahan aspal dapat merata pada setiap titik maka bahan aspal
harus disemprotkan dengan batang penyemprot dengan kadar
aspal yang diperintahkan, kecuali jika penyemprotan dengan
distributor tidaklah praktis untuk lokasi yang sempit, Direksi
Pekerjaan dapat menyetujui pemakaian penyemprot aspal tangan
(hand sprayer). Alat penyemprot aspal harus dioperasikan sesuai
grafik penyemprotan yang telah disetujui. Kecepatan pompa,
kecepatan kendaraan, ketinggian batang semprot dan penempatan
nosel harus disetel sesuai ketentuan grafik tersebut sebelum dan
selama pelaksanaan penyemprotan.
c) Bila diperintahkan, bahwa lintasan penyemprotan bahan aspal
harus satu lajur atau setengah lebar jalan dan harus ada bagian
yang tumpang tindih (overlap) selebar 20 cm sepanjang sisi-sisi
11
lajur yang bersebelahan. Sambungan memanjang selebar 20 cm ini
harus dibiarkan terbuka dan tidak boleh ditutup oleh lapisan
berikutnya sampai lintasan penyemprotan di lajur yang
bersebelahan telah selesai dilaksanakan. Demikian pula lebar yang
telah disemprot harus lebih besar dari pada lebar yang ditetapkan,
hal ini dimaksudkan agar tepi permukaan yang ditetapkan tetap
mendapat semprotan dari tiga nosel, sama seperti permukaan
yang lain.
d) Lokasi awal dan akhir penyemprotan harus dilindungi dengan
bahan yang
cukup kedap. Penyemprotan harus dimulai dan dihentikan sampai
seluruh
batas bahan pelindung tersemprot, dengan demikian seluruh
nosel ekerja
dengan benar pada sepanjang bidang jalan yang akan disemprot.
Distributor aspal harus mulai bergerak kira-kira 5 meter sebelum
daerah yang akan disemprot dengan demikian kecepatan lajunya
dapat dijaga konstan sesuai ketentuan, agar batang semprot
mencapai bahan pelindung tersebut dan kecepatan ini harus tetap
dipertahankan sampai melalui titik akhir.
e) Sisa aspal dalam tangki distributor harus dijaga tidak boleh kurang
dari 10
persen dari kapasitas tangki untuk mencegah udara yang
terperangkap (masuk angin) dalam sistem penyemprotan.
f) Jumlah pemakaian bahan aspal pada setiap kali lintasan
penyemprotan harus segera diukur dari volume sisa dalam tangki
dengan meteran tongkat celup.
g) Takaran pemakaian rata-rata bahan aspal pada setiap lintasan
penyemprotan, harus dihitung sebagai volume bahan aspal yang
telah dipakai dibagi luas
bidang yang disemprot. Luas lintasan penyemprotan didefinisikan
sebagai hasil kali panjang lintasan penyemprotan dengan jumlah
nosel yang digunakan dan jarak antara nosel. Takaran pemakaian
rata-rata yang dicapai harus sesuai dengan yang d iperintahkan
Direksi Pekerjaan menurut Pasal 6.1.4.(2).(a) dari
Spesifikasi ini, dalam toleransi berikut ini :
Toleransi 1 % dari volume tangki
12
Takaran = + (4 % dari takaran yg diperintahkan + ------------------
)
Pemakaian Luas yang disemprot
Takaran pemakaian yang dicapai harus telah dihitung sebelum
lintasan
penyemprotan berikutnya dilaksanakan dan bila perlu diadakan
penyesuaian untuk penyemprotan berikutnya .
h) Penyemprotan harus segera dihentikan jika ternyata ada
ketidaksempurnaan peralatan semprot pada saat beroperasi.
i) Setelah pelaksanaan penyemprotan, khususnya untuk Lapis
Perekat, bahan aspal yang berlebihan dan tergenang di atas
permukaan yang telah disemprot harus diratakan dengan
menggunakan alat pemadat roda karet, sikat ijuk atau alat
penyapu dari karet.
j) Tempat-tempat yang disemprot dengan Lapis Resap Pengikat
yang menunjukkan adanya bahan aspal berlebihan harus ditutup
dengan bahan penyerap (blotter material) yang memenuhi Pasal
6.1.2.(1).(b) dari Spesifikasi ini sebelum penghamparan lapis
berikutnya. Bahan penyerap (blotter material) hanya boleh
dihampar 4 jam setelah penyemprotan Lapis Resap Pengikat.
k) Tempat-tempat bekas kertas resap untuk pengujian kadar bahan
aspal harus dilabur kembali dengan bahan aspal yang sejenis secara
manual dengan kadar yang hampir sama dengan kadar di
sekitarnya.
6.1.5 PEMELIHARAAN DAN PEMBUKAAN BAGI LALU LINTAS
1) Pemeliharaan Lapis Resap Pengikat
a) Kontraktor harus tetap memelihara permukaan yang telah diberi
Lapis Resap Pengikat atau Lapis Perekat sesuai standar yang
ditetapkan dalam Pasal 6.1.1.(5) dari Spesifikasi ini sampai lapisan
berikutnya dihampar. Lapisan berikutnya hanya dapat dihampar
setelah bahan resap pengikat telah meresap sepenuhnya ke dalam
lapis pondasi dan telah mengeras.
Untuk Lapis Resap Pengikat yang akan dilapisi Burtu atau Burda,
waktu penundaan harus sebagaimana yang diperintahkan Direksi
Pekerjaan minimum dua hari dan tak boleh lebih dari empat belas
hari, tergantung dari lalu lintas, cuaca, bahan aspal dan bahan lapis
pondasi yang digunakan.
b) Lalu lintas tidak diijinkan lewat sampai bahan aspal telah meresap
dan mengering serta tidak akan terkelupas akibat dilewati roda
13
lalu lintas. Dalam keadaan khusus, lalu lintas dapat diijinkan lewat
sebelum waktu tersebut, tetapi tidak boleh kurang dari empat jam
setelah penghamparan Lapis Resap Pengikat tersebut. Agregat
penutup (blotter material) yang bersih, yang sesuai dengan
ketentuan Pasal 6.1.2.(1).(b) dari Spesifikasi ini harus dihampar
sebelum lalu lintas diijinkan lewat. Agregat penutup harus disebar
dari truk sedemikian rupa sehingga roda tidak melindas bahan
aspal yang belum tertutup agregat. Bila penghamparan agregat
penutup pada lajur yang sedang dikerjakan yang bersebelahan
dengan lajur yang belum dikerjakan, sebuah alur (strip) yang
lebarnya paling sedikit 20 cm sepanjang tepi sambungan harus
dibiarkan tanpa tertutup agregat, atau jika sampai tertutup harus
dibuat tidak tertutup agregat bila lajur kedua sedang dipersiapkan
untuk ditangani, agar memungkinkan tumpang tindih (overlap)
bahan aspal sesuai dengan Pasal 6.1.4.(3).(d) dari Spesifikasi ini.
Pemakaian agregat penutup harus dilaksanakan seminimum
mungkin.
2) Pemeliharaan dari Lapis Perekat
Lapis Perekat harus disemprotkan hanya sebentar sebelum
penghamparan lapis aspal berikut di atasnya untuk memperoleh kondisi
kelengketan yang tepat. Pelapisan lapisan beraspal berikut tersebut
harus dihampar sebelum lapis aspal hilang kelengketannya melalui
pengeringan yang berlebihan, oksidasi, debu yang tertiup atau lainnya.
Sewaktu lapis aspal dalam keadaan tidak tertutup, Kontraktor harus
melindunginya dari kerusakan dan mencegahnya agar tidak berkontak
dengan lalu lintas.
6.1.6 PENGENDALIAN MUTU DAN PENGUJIAN DI LAPANGAN
a) Contoh aspal dan sertifikatnya, seperti disyaratkan dalam Pasal
6.1.1.(6).(a) dari Spesifikasi ini harus disediakan pada setiap
pengangkutan aspal ke lapangan pekerjaan.
b) Dua liter contoh bahan aspal yang akan dihampar harus
diambil dari distributor aspal, masing-masing pada saat awal
penyemprotan dan pada saat menjelang akhir penyemprotan.
c) Distributor aspal harus diperiksa dan diuji, sesuai dengan ketentuan
Pasal 6.1.3.(6) dari Spesifikasi ini sebagai berikut :
i) Sebelum pelaksanaan pekerjaan penyemprotan pada
Kontrak tersebut;
ii) Setiap 6 bulan atau setiap penyemprotan bahan aspal
sebanyak 50.000 liter, dipilih yang lebih dulu tercapai;
iii) Apabila distributor mengalami kerusakan atau modifikasi,
perlu dilakukan pemeriksaan ulang terhadap distributor
tersebut.
14
d) Gradasi agregat penutup (blotter material) harus diajukan kepada
Direksi
Pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan sebelum agregat
tersebut digunakan.
1.10 Catatan harian yang terinci mengenai pelaksanaan penyemprotan
permukaan, termasuk pemakaian bahan aspal pada setiap lintasan
penyemprotan dan takaran pemakaian yang dicapai, harus dibuat
dalam formulir standar Lembar 1: 10 seperti terdapat pada
Gambar.
PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN
1) Pengukuran Untuk Pembayaran
a) Kuantitas dari bahan aspal yang diukur untuk pembayaran adalah
nilai terkecil di antara berikut ini : jumlah liter pada 15 ºC
menurut takaran yang diperlukan sesuai dengan Spesifikasi dan
ketentuan Direksi Pekerjaan, atau jumlah liter aktual pada 15 ºC
yang terhampar dan diterima. Pengukuran volume harus diambil
saat bahan berada pada temperatur keseluruhan yang merata dan
bebas dari gelembung udara. Kuantitas dari aspal yang digunakan
harus diukur setelah setiap lintasan penyemprotan.
b) Setiap agregat penutup (blotter material) yang digunakan harus
dianggap
termasuk pekerjaan sementara untuk memperoleh Lapis Resap
Pengikat yang memenuhi ketentuan dan tidak akan diukur atau
dibayar secara terpisah.
c) Pekerjaan untuk penyiapan dan pemeliharaan formasi yang di
atasnya diberi Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat, sesuai
dengan Pasal 6.1.4.(a) dan 6.1.4.(b) tidak akan diukur atau dibayar
di bawah Seksi ini, tetapi harus diukur dan dibayar sesuai dengan
Seksi yang relevan yang disyaratkan untuk pelaksanaan dan
rehabilitasi, sebagai rujukan di dalam Pasal 6.1.4 dari Spesifikasi
ini.
d) Pembersihan dan persiapan akhir pada permukaan jalan sesuai
dengan Pasal 6.1.4.(3).(d) sampai 6.1.4.(3).(g) dari Spesifikasi ini
dan pemeliharaan permukaan Lapis Resap Pengikat atau Lapis
Perekat yang telah selesai menurut Pasal 6.1.5 dari Spesifikasi ini
harus dianggap merupakan satu kesatuan dengan pekerjaan Lapis
Resap Pengikat atau Lapis Perekat yang memenuhi ketentuan dan
tidak boleh diukur atau dibayar secara terpisah.
2) Pengukuran Untuk Pekerjaan Yang Diperbaiki Bila perbaikan
pekerjaan Lapis Resap Pengikat atau Lapis Perekat yang tidak
memenuhi ketentuan telah dilaksanakan sesuai perintah Direksi
15
Pekerjaan menurut Pasal 6.1.1.(5) di atas, maka kuantitas yang
diukur untuk pembayaran haruslah merupakan pekerjaan yang
seharusnya dibayar jika pekerjaan yang semula diterima. Tidak ada
pembayaran tambahan yang akan dilakukan untuk pekerjaan
tambahan, kuantitas maupun pengujian yang diperlukan oleh
perbaikan ini.
3) Dasar Pembayaran Kuantitas yang sebagaimana ditetapkan di atas
harus dibayar menurut Harga Satuan Kontrak per satuan
pengukuran untuk Mata Pembayaran yang tercantum di bawah ini
dan dalam Daftar Kuantitas dan Harga, dimana pembayaran
tersebut harus merupakan kompensasi penuh untuk pengadaan dan
penyemprotan seluruh bahan, termasuk bahan penyerap (blotter
material), penyemprotan ulang, termasuk seluruh pekerja,
peralatan, perlengkapan, dan setiap kegiatan yang diperlukan untuk
menyelesaikan dan memelihara pekerjaan yang diuraikan dalam
Seksi ini.
Nomor Mata Pengukuran
Uraian
Pembayaran Satuan
6.1.(1) Lapis Resap Pengikat Liter
6.1.(2) Lapis Perekat Liter

16
SEKSI 6.3
CAMPURAN BERASPAL PANAS
6.3.1 UMUM
Uraian
Pekerjaan ini mencakup pengadaan lapisan padat yang awet berupa lapis
perata, lapis pondasi atau lapis aus campuran aspal yang terdiri dari agregat
dan bahan aspal yang dicampur secara panas di pusat instalasi
pencampuran, serta menghampar dan memadatkan campuran tersebut di
atas pondasi atau permukaan jalan yang telah
disiapkan sesuai dengan Spesifikasi ini dan memenuhi garis, ketinggian dan
potongan memanjang yang ditunjukkan dalam Gambar Rencana.
Semua campuran dirancang dalam Spesifikasi ini untuk menjamin bahwa
asumsi
rancangan yang berkenaan dengan kadar aspal, rongga udara, stabilitas,
kelenturan dan keawetan sesuai dengan lalu-lintas rencana.
1) Jenis Campuran Aspal
Jenis campuran dan ketebalan lapisan harus seperti yang ditentukan pada
Gambar
Rencana.
a) Latasir (Sand Sheet) Kelas A dan B
Campuran-campuran ini ditujukan untuk jalan dengan lalu lintas ringan,
khususnya pada daerah dimana agregat kasar sulit diperoleh. Pemilihan
Kelas A atau B terutama tergantung pada tebal nominal minimum.
Campuran Latasir biasanya memerlukan penambahan filler agar
memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang disyaratkan.
b) Lataston (HRS)
Lataston terdiri dari dua macam campuran, Lataston Lapis Pondasi (HRSBase) dan
Lataston Lapis Permukaan (HRS-Wearing Course) dan ukuran
17
maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm. Lataston
Lapis Pondasi (HRS-Base) mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih
besar daripada Lataston Lapis Permukaan (HRS - Wearing Course). Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, maka campuran harus dirancang
sampai memenuhi semua ketentuan yang diberikan dalam Spesifikasi. Dua
kunci utama adalah :
i) Gradasi yang benar-benar senjang. Agar diperoleh gradasi
senjang, maka hampir selalu dilakukan pencampuran pasir halus
dengan agregat pecah mesin. Bilamana pasir (alam) halus tidak
tersedia untuk memperoleh gradasi senjang maka campuran
Laston bisa digunakan.
ii) Sisa rongga udara pada kepadatan membal (refusal density)
harus memenuhi ketentuan yang ditunjukkan dalam Spesifikasi
ini.
c) Laston (AC)
Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (ACWC), Laston Lapis
Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base)
dan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19
mm, 25,4 mm, 37,5 mm. Setiap jenis campuran AC yang menggunakan
bahan Aspal Polimer atau Aspal dimodifikasi dengan Aspal Alam atau
Aspal Multigrade disebut masing-masing sebagai AC-WC Modified, ACBC Modified, dan
AC-Base Modified.
2) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini.
a) Pemeliharaan Lalu Lintas : Seksi 1.8
b) Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9
c) Bahan dan Penyimpanan : Seksi 1.11
d) Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat : Seksi 6.1
3) Tebal Lapisan dan Toleransi
a) Tebal setiap lapisan campuran aspal harus dipantau dengan benda uji
"inti" (core) perkerasan yang diambil oleh Kontraktor di bawah
pengawasan Direksi Pekerjaan. Jarak dan lokasi pengambilan benda uji
inti harus sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan tetapi
paling sedikit harus diambil dua buah dalam arah melintang dari masingmasing
penampang lajur yang diperiksa. Jarak memanjang dari
penampang melintang yang diperiksa tidak lebih dari 200 m dan harus
sedemikian rupa hingga jumlah total benda uji inti yang diambil dalam
setiap ruas yang diukur untuk pembayaran tidak kurang dari 6 (enam).
Toleransi tebal lapisan ditunjukkan pada Tabel 6.3.1(1). Bilamana tebal
lapis an tidak memenuhi persyaratan toleransi maka Direksi Pekerjaan
18
dapat memerintahkan pengambilan benda uji inti tambahan pada lokasi
yang tidak memenuhi syarat ketebalan sebelum pembongkaran dan
pelapisan kembali.
b) Tebal aktual campuran aspal yang dihampar di setiap ruas dari
pekerjaan,
didefinisikan sebagai tebal rata-rata dari semua benda uji inti yang
diambil
dari ruas tersebut.
c) Tebal aktual campuran aspal yang dihampar, sebagaimana ditetapkan
dalam
Pasal 6.3.1.(4).(b) di atas, harus sama atau lebih besar dari tebal nominal
rancangan pada Tabel 6.3.1.(1). khusus untuk lapis aus harus sama
dengan atau lebih besar dari tebal nominal rancangan yang ditentukan
dalam Gambar Rencana.
d) Bilamana campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh
tebal
campuran aspa tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing yang
disyaratkan dalam Tabel 6.3.1(1) dan tebal nominal rancangan yang
disyaratkan dalam Gambar Rencana.
Tabel 6.3.1.(1) Tebal Nominal rancangan Campuran Aspal dan Toleransi
Tebal Nominal Toleransi
Jenis Campuran Simbol
Minimum (cm) Tebal (mm)
Latasir Kelas A SS-A 1,5 ± 2.0
Latasir Kelas B SS-B 2,0
Lataston Lapis Aus HRS - WC 3,0 ± 3.0
Lapis Pondasi HRS - Base 3,5
Laston Lapis Aus AC-WC 4,0 ± 3.0
Lapis Antara AW-BC 5,0 ± 4.0
Lapis Pondasi AC Base 6,0 ± 5.0

a. Untuk semua jenis campuran, berat aktual campuran aspal yang


dihampar harus dipantau dengan menimbang setiap muatan truk yang
meninggalkan pusat instalasi pencampur aspal. Untuk setiap ruas
19
pekerjaan yang diukur untuk pembayaran, bilamana berat aktual bahan
terhampar yang dihitung dari timbangan adalah kurang ataupun lebih
lima persen dari berat yang dihitung dari ketebalan rata-rata dan
kepadatan rata-rata benda uji inti (core), maka Direksi Pekerjaan harus
mengambil tindakan untuk menyelidiki sebab terjadinya selisih berat ini
sebelum menyetujui pembayaran bahan yang telah dihampar. Investigasi
oleh Direksi Pekerjaan dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada hal-hal
berikut ini :
i) Memerintahkan Kontraktor untuk lebih sering mengambil atau
lebih
banyak mengambil atau mencari lokasi lain benda uji inti (core);
ii) Memeriksa peneraan dan ketepatan timbangan serta peralatan
dan
prosedur pengujian di laboratorium
iii) Memperoleh hasil pengujian laboratorium yang independen dan
pemeriksaan kepadatan campuran aspal yang dicapai di lapangan.
iv) Menetapkan suatu sistem perhitungan dan pencatatan truk secara
terinci.
Biaya untuk setiap penambahan atau meningkatnya frekwensi
pengambilan benda uji inti (core), untuk survei geometrik tambahan
ataupun pengujian laboratorium, untuk pencatatan muatan truk,
ataupun tindakan lainnya yang dianggap perlu oleh Direksi Pekerjaan
untuk mencari penyebab dilampauinya toleransi berat harus
ditanggung oleh Kontraktor sendiri.
e) Perbedaan kerataan permukaan campuran lapis aus (HRS-WC dan
AC-WC)
yang telah selesai dikerjakan, harus memenuhi berikut ini :
i) Kerataan Melintang
Bilamana diukur dengan mistar lurus sepanjang 3 m yang
diletakkan tepat di atas permukaan jalan tidak boleh melampaui
5 mm untuk lapis aus dan lapis antara atau 10 mm untuk lapis
pondasi. Perbedaan setiap dua titik pada setiap penampang
melintang tidak boleh melampaui 5 mm dari elevasi yang dihitung
dari penampang melintang yang ditunjukkan dalam Gambar
Rencana.
ii) Kerataan Memanjang
20
Setiap ketidakrataan individu bila diukur dengan mistar lurus
sepanjang 3 m yang diletakkan sejajar dengan sumbu jalan tidak
boleh melampaui 5 mm.
f) Bilamana campuran aspal digunakan sebagai lapis perata sekaligus
sebagai lapis perkuatan (strengthening) maka tebal lapisan tidak
boleh melebihi 2,5 kali tebal nominal yang diberikan dalam Tabel
6.3.1.(1)
4) Standar Rujukan
SNI 03-2417-1991 : Metoda Pengujian Keausan Agregat Dengan Mesin
Abrasi
Los Angeles
SNI 03-4142-1996 : Metoda Pengujian Jumlah Bahan Dalam Agregat
Yang
Lolos Saringan No. 200 (0,075 Mm)
SNI 03-1968-1990 : Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat
Halus Dan Kasar
SNI 03-4428-1997 : Metode Pengujian Agregat Halus Atau Pasir
Yang
Mengandung Bahan Plastis Dengan Cara Setara
Pasir
SNI 03-4141-1996 : Metode Pengujian Gumpalan Lempung Dan ButirButir Mudah Pecah
Dalam Agregat
SNI 03-1969-1990 : Metode Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Air
Agregat Kasar
SNI 03-1970-1990 : Metode Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Air
Agregat Halus
SNI-06-2439-1991 : Metode Pengujian Kelekatan Agregat Terhadap
Aspal Pensylvania DoT Test Method, No.621
Determining the Percentage of Crushed Fragments
in Gravel.
ASTM D4791 : Standard Test Method for Flat or Elonngated
Particles in
Coarse Aggregate.
SNI 06-2456-1991 : Metoda Pengujian Penetrasi Bahan-bahan Bitumen
SNI 06-2434-1991 : Metoda Pengujian Titik Lembek Aspal dan Ter
SNI 06-2432-1991 : Metode Pengujian Daktilitas Bahan-bahan Aspal
SNI 06-2433-1991 : Metoda Pengujian Titik nyala dan Titik Bakar
dengan alat Cleveland Open Cup
SNI 06-2441-1991 : Metoda Pengujian Berat Jenis Aspal Padat
SNI 06-2440-1991 : Metoda Pengujian Kehilangan
berat Minyak dan Aspal dengan Cara A
SNI 06-2490-1991 : Metoda Pengujian Kadar air Aspal dan Bahan yang
21
mengandung Aspal
SNI 03-3426-1994 : Survai Kerataan Permukaan Perkerasan Jalan
Dengan Alat
Ukur NAASRA
SNI 03-4797-1998 : Metode Pengujian Pemulihan Aspal Dengan Alat
Penguap Putar
SNI 06-6890-2002 : Tata Cara Pengambilan Contoh Aspal
SNI 03-3640-1994 : Metode Pengujian Kadar Aspal Dengan Cara Ekstraksi
Menggunakan Alat Soklet
SNI 03-6894-2002 : Metode Pengujian Kadar Aspal Dan Campuran
Beraspal Cara Sentrifius
SNI 03-6411-2000 : Temperatur Pencampuran Dan Pemadatan
SNI-06-2489-1991 : Pengujian Campuran Beraspal Dengan Alat Marshall
AASHTO T44-90 : Solubility of Bituminous Materials
AASHTO T166-1988 : Bulk spesific gravity of compacted bituminous
mixes
AASHTO T168-82 : Sampling for bituminous paving mixture
AASHTO T209-1990 : Maximum Spesific Gravity Of Bituminous Paving
Mixtures
AASHTO T245 – 90 : Resistance to Plastic Flow of Bituminous Mixtures
Using Marshall Apparatus
AASHTO T165 – 86 : Effect of Water on Cohesion of Compacted
Bituminous Paving Mixtures.
AASHTO M17 – 77 : Mineral Filler for Bituminous Paving Mixtures.
AASHTO M29 – 90 : Fine Aggregate for Bituminous Paving Mixtures.
AASHTO TP-33 : Test Method for Uncompacted Voids Content of
Fine Aggregate (as influenced by Particle Shape,
Surface Texture and Grading)
AASHTO T283-89 : Resistance of Compacted Bituminous Mixture to
Moisture Induced Damaged
AASHTO T301-95 : Elastic Recovery Test Of Bituminous Materials By
Means Of A Ductilometer
ASTM E 102-93 : Saybolt Furol Viscosity of Asphaltic Materials at
High Temperature
ASTM C-1252-1993 : Uncompacted void content of fine aggregate (as
influenced by particle shape, surface texture,
and grading)
ASTM D5581 : Marshall Prosedure Test for Large Stone Asphalt.
BS 598 Part 104 (1989) The Compaction
Procedure Used in the Percentage Refusal Density
Test.
5) Pengajuan Kesiapan Kerja
Sebelum dan selama pekerjaan, Kontraktor harus menyerahkan kepada
22
Direksi Pekerjaan :
a) Contoh dari seluruh bahan yang disetujui untuk digunakan, yang
disimpan oleh Direksi Pekerjaan selama periode Kontrak untuk keperluan
rujukan;
b) Setiap bahan aspal yang diusulkan Kontraktor untuk digunakan, berikut
keterangan asal sumbernya bersama dengan data pengujian sifatsifatnya, baik
sebelum maupun sesudah Pengujian Penurunan.
c) Laporan tertulis yang menjelaskan sifat-sifat hasil pengujian dari seluruh
bahan, seperti disyaratkan dalam Pasal 6.3.2;
d) Laporan tertulis setiap pemasokan aspal beserta sifat-sifat bahan seperti
yang disyaratkan dalam Pasal 6.3.2.(6);
e) Rumus Perbandingan Campuran dan data pengujian yang mendukungnya;
seperti yang disyaratkan dalam Pasal 6.3.3, dalam bentuk laporan
tertulis;
f) Pengukuran pengujian permukaan seperti disyaratkan dalam Pasal
6.3.7.(1) dalam bentuk laporan tertulis;
g) Laporan tertulis mengenai kepadatan dari campuran yang dihampar,
seperti yang disyaratkan dalam Pasal 6.3.7.(2);
h) Data pengujian laboratorium dan lapangan seperti yang disyaratkan
dalam Pasal 6.3.7.(4) untuk pengendalian harian terhadap takaran
campuran dan mutu campuran, dalam bentuk laporan tertulis;
i) Catatan harian dari seluruh muatan truk yang ditimbang di alat
penimbang,seperti yang disyaratkan dalam Pasal 6.3.7.(5);
j) Catatan tertulis mengenai pengukuran tebal lapisan dan dimensi
perkerasan seperti yang disyaratkan dalam Pasal 6.3.8;
k) Hasil pemeriksaan kelaikan peralatan laboratorium dan pelaksanaan yang
ditunjukkan dengan sertifikat, contoh: AMP, Finisher, Pemadat, Alat
Uji Marshall dll.
6) Kondisi Cuaca Yang Dijinkan Untuk Bekerja
Campuran hanya bisa dihampar bila permukaan yang telah disiapkan
keadaan kering dan diperkirakan tidak akan turun hujan.
7) Perbaikan Pada Campuran Aspal Yang Tidak Memenuhi Ketentuan
23
Lokasi dengan tebal atau kepadatan atau kerataan yang kurang dari yang
disyaratkan, juga lokasi yang tidak memenuhi ketentuan dalam segi lainnya,
tidak akan dibayar sampai diperbaiki oleh Kontraktor seperti yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Perbaikan dapat meliputi
pembongkaran dan penggantian, penambahan lapisan "Campuran Aspal"
dan/atau tindakan lain yang dianggap perlu oleh Direksi Pekerjaan.
Bila perbaikan telah diperintahkan maka jumlah volume yang diukur untuk
pembayaran haruslah volume yang seharusnya dibayar bila pekerjaan aslinya
dapat diterima. Tidak ada waktu dan atau pembayaran tambahan yang akan
dilakukan untuk pekerjaan atau volume tambahan yang diperlukan untuk
perbaikan.
8) Pengembalian Bentuk Pekerjaan Setelah Pengujian
Seluruh lubang uji yang dibuat dengan mengambil benda uji inti (core) atau
lainnya harus segera ditutup kembali dengan bahan campuran aspal oleh
Kontraktor dan dipadatkan hingga kepadatan serta kerataan permukaan
sesuai dengan toleransi yang diperkenankan dalam Seksi ini.
9) Lapisan Perata
Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, maka setiap jenis campuran dapat
digunakan sebagai lapisan perata. Semua ketentuan dari Spesifikasi ini harus
berlaku kecuali : Bahan harus disebut HRS-WC(L), HRS-Base(L), AC-WC(L),
AC-BC(L) atau AC-Base(L) dsb.
6.3.2 BAHAN
1) Agregat - Umum
a) Agregat yang akan digunakan dalam pekerjaan harus sedemikian rupa
agar campuran aspal, yang proporsinya dibuat sesuai dengan rumus
perbandingan campuran (lihat Pasal 6.3.3), memenuhi semua
ketentuan yang disyaratkan dalam Tabel 6.3.3(1a) sampai dengan
Tabel 6.3.3(1d).
b) Agregat tidak boleh digunakan sebelum disetujui terlebih dahulu oleh
Direksi Pekerjaan. Bahan harus ditumpuk sesuai dengan ketentuan
dalam Seksi 1.11 dari Spesifikasi ini.
c) Sebelum memulai pekerjaan Kontraktor harus sudah menumpuk setiap
fraksi agregat pecah dan pasir untuk campuran aspal, paling sedikit
untuk kebutuhan satu bulan dan selanjutnya tumpukan persediaan
harus dipertahankan paling sedikit untuk kebutuhan campuran aspal
satu bulan berikutnya
24
d) Dalam pemilihan sumber agregat, Kontraktor dianggap sudah
memperhitungkan penyerapan aspal oleh agregat. Variasi kadar aspal
akibat tingkat penyerapan aspal yang berbeda, tidak dapat diterima
sebagai alasan untuk negosiasi kembali harga satuan dari Campuran
Aspal.
e) Penyerapan air oleh agregat maksimum 3 %.
f) Berat jenis (spesific gravity) agregat kasar dan halus tidak boleh berbeda
lebih dari 0,2.
2) Agregat Kasar
a) Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan
ayakan No.8 (2,36 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih,
keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki
lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam Tabel 6.3.2.(1).
b) Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah dan disiapkan dalam ukuran
nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan. Ukuran
maksimum (maximum size) agregat adalah satu ayakan yang lebih besar
dari ukuran nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal
maksimum adalah satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama
(teratas) dengan bahan tertahan kurang dari 10 %.
c) Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan
dalam Tabel 6.3.2.(1). Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai
persen terhadap berat agregat yang lebih besar dari 4,75 mm dengan
muka bidang pecah satu atau lebih. (Pennsylvania DoT’s Test Method
No.621 dalam Lampiran 6.3.B).
d) Agregat kasar untuk Latasir kelas A dan B boleh dari kerikil yang bersih.
Tabel 6.3.2.(1) Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap
larutan SNI 03-3407-1994 Maks.12 %
natrium dan magnesium sulfat
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40%
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) ASTM D-4791 Maks. 10%
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %

Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah
25
satu atau lebih dan 90% agregat kasar mmepunyai muka bidang pecah dua
atau lebih.
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5.
e) Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke
instalasi pencampur aspal dengan menggunakan pemasok penampung
dingin (cold bin feeds) sedemikian rupa sehingga gradasi gabungan
agregat dapat dikendalikan dengan baik.
f) Batas-batas yang ditentukan dalam Tabel 6.3.2.(1) untuk partikel
kepipihan dan kelonjongan dapat dinaikkan oleh Direksi Pekerjaan
bilamana agregat tersebut memenuhi semua ketentuan lainnya dan
semua upaya yang dapat dipertanggungjawabkan telah dilakukan
untuk memperoleh bentuk partikel agregat yang baik.
3) Agregat Halus
a) Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir
atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos
ayakan No.8 (2,36 mm). Fraksi agregat halus pecah mesin dan
pasir harus ditempatkan terpisah dari agregat kasar.
b) Pasir dapat digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum
yang disarankan untuk Laston (AC) adalah 15%.
c) Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah
halus harus diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu
dalam Pasal 6.3.2.(1). Agar dapat memenuhi ketentuan Pasal ini batu
pecah halus harus diproduksi dari batu yang bersih. Bahan halus dari
pemasok pemecah batu (crusher feed) harus diayak dan ditempatkan
tersendiri sebagai bahan yang tak terpakai (kulit batu) sebelum
proses pemecahan kedua (secondary crushing).
d) Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus
dipasok ke instalasi pencampur aspal dengan menggunakan pemasok
penampung dingin (cold bin feeds) yang terpisah sedemikian rupa
sehingga rasio agregat pecah halus dan pas ir dapat dikontrol dengan
baik.
e) Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 6.3.2.(2).
Tabel 6.3.2.(2) Ketentuan Agregat Halus
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50 %
Material Lolos Saringan No.
SNI 03-4428-1997 Maks. 8 %
200

26
Angularitas SNI 03-6877-2002 Min 45

4) Bahan Pengisi (Filler) Untuk Campuran Aspal


a) Bahan pengisi yang ditambahkan terdiri atas debu batu kapur
(limestone dust), semen portland, abu terbang, abu tanur semen atau
bahan non plastis lainnya dari sumber yang disetujui oleh Direksi
Pekerjaaan. Bahan tersebut harus bebas dari bahan yang tidak
dikehendaki.
b) Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari
gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SK SNI
M-02-1994-03 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75
micron) tidak kurang dari 75 % terhadap beratnya.
c) Bilamana kapur tidak terhidrasi atau terhidrasi sebagian, digunakan
sebagai bahan pengisi yang ditambahkan maka proporsi maksimum
yang diijinkan adalah 1,0 % dari berat total campuran aspal.
5) Gradasi Agregat Gabungan
Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam persen
terhadap berat agregat, harus memenuhi batas-batas dan harus berada di
luar Daerah Larangan (Restriction Zone) yang diberikan dalam Tabel
6.3.2.(3). Gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batasbatas
toleransi yang diberikan dalam Tabel 6.3.2.(3) dan terletak di luar
Daerah Larangan.
Tabel 6.3.2.(3) : Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal
Ukuran
% Berat Yang Lolos
ayakan
Latasir LASTON
Lataston (HRS)
(SS) (AC)
Kelas Kelas
ASTM (mm) WC Base WC BC Base
A B
1½” 37,5 100
90 -
1" 25 100
100
90 - Maks.
3/4" 19 100 100 100 100 100
100 90
90 - 90 - 90 - Maks.
1/2" 12,5
100 100 100 90
90 - 75 - 65 - Maks.
3/8" 9,5
100 85 100 90
75 - 50 - 35 - 28 - 23 - 19 -
No. 8 2,36
100 72ˡ 55ˡ 58 39 45
No.16 1,18
15 -
No.30 0,600 35 - 60
35

27
10 -
No.200 0,075 8 - 13 6 - 12 2 - 9 4 - 10 4 - 8 3-7
15
DAERAH LARANGAN
N0. 4 4,75 - - 39,5
26,8 -
No. 8 2,36 39,1 34,6
30,8
25,6 - 22,3 - 18,1 -
No. 16 1,18
31,6 28,3 24,1
19,1 - 16,7 - 13,6 -
No. 30 0,600
23,1 20,7 17,6
No. 50 0,300 15,5 13,7 11,4

Catatan :
1. Untuk HRS-WC dan HRS-Base, paling sedikit 80 % agregat lolos ayakan
No.8 (2,36 mm) harus juga loloas ayakan No.30 (0,600 mm). Lihat contoh
batas-batas “bahan bergradasi senjang” yang lolos ayakan No.8 (2,36
mm) dan tertahan ayakan No.30 (0,600 mm) dalam Tabel 6.3.2.(4).
2. Untuk AC, digunakan titik kontrol gradasi agregat, berfungsi sebagai
batas-batas rentang utama yang harus ditempati oleh gradasi-gradasi
tersebut. Batas-batas gradasi ditentukan pada ayakan ukuran nominal
maksimum, ayakan menengah (2,36 mm) dan ayakan terkecil (0,075 mm).
Tabel 6.3.2.(4) : Contoh Batas-batas “Bahan bergradasi senjang
% lolos No.8 40 50 60 70
Paling
Paling sedikit Paling sedikit Paling sedikit
% lolos No.30 sedikit
32 40 48
56

6) Bahan Aspal Untuk Campuran Beraspal


a) Bahan aspal yang dapat digunakan terdiri atas jenis Aspal Keras Pen 60,
Aspal Polimer, Aspal dimodifikasi dengan Asbuton dan Aspal Multigrade
yang memenuhi persyaratan pada Tabel 6.3.2.(5), Tabel 6.3.2.(6), Tabel
6.3.2.(7) dan Tabel 6.3.2.(8), dan campuran yang dihasilkan memenuhi
ketentuan campuran beraspal yang diberikan pada salah satu Tabel
6.3.3(1a) sampai dengan Tabel 6.3.3(1d) sesuai dengan jenis campuran
yang ditetapkan dalam Gambar Rencana atau petunjuk Direksi Teknik.
Pengambilan contoh bahan aspal harus dilaksanakan sesuai dengan SNI
06-6890-2002. Pengambilan contoh bahan aspal dari tiap truk tangki harus
dilaksanakan pada bagian atas, tengah dan bawah. Contoh pertama yang
diambil harus langsung diuji di laboratorium lapangan untuk memperoleh
nilai penetrasi dan titik lembek. Bahan aspal di dalam truk tangki tidak
boleh dialirkan ke dalam tangki penyimpan sebelum hasil pengujian
contoh pertama tersebut memenuhi ketentuan dari Spesifikasi ini.
Bilamana hasil pengujian contoh pertama tersebut lolos pengujian, tidak
28
berarti bahan aspal dari truk tangki yang bersangkutan diterima secara
final kecuali bahan aspal dari contoh yang mewakili telah memenuhi
semua sifat-sifat bahan aspal yang disyaratkan dalam Spesifikasi ini
Tabel 6.3.2.(5) Persyaratan Aspal Keras Pen 60
No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan
Penetrasi 25°C, 100 gr, 5 detik; 0,1 SNI 06-2456-
1. 60 - 79
mm 1991
SNI 06-2434-
2. Titik Lembek; ºC 48 - 58
1991
3. Titik Nyala; ºC SNI 06-2433- Min. 200
1991
SNI 06-2432-
4. Daktilitas, 25 ºC; cm Min. 100
1991
SNI 06-2441-
5. Berat jenis Min. 1,0
1991
Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % SNI 06-2438-
6. Min. 99
berat 1991
Penurunan Berat (dengan TFOT); % SNI 06-2440-
7. Maks. 0,8
berat 1991
Penetrasi setelah penurunan berat;
SNI 06-2456-
8. % Min. 54
1991
asli
Daktilitas setelah penurunan berat;
SNI 06-2432-
9. % Min. 50
1991
asli
Uji bintik (spot Tes)
- Standar Naptha
10. AASHTO. 102 Negatif
- Naptha Xylene
- Hephtane Xylene

Catatan : Penggunaan pengujian spot tes adalah pilihan (optional). Apabila


disyaratkan direksi dapat menentukan pelarut yang akan digunakan,
naptha, naptha xylene atau heptane xylane.
Tabel 6.3.2.(6) Persyaratan Aspal Polimer
No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan
Penetrasi 25°C, 100 gr, 5 detik; 0,1
1. SNI 06-2456-1991 50 - 80
mm
2. Titik Lembek; ºC SNI 06-2434-1991 Min. 54
3. Titik Nyala; °C SNI 06-2433-1991 Min. 225
4. Daktilitas, 25 °C; cm SNI 06-2432-1991 Min. 50
5. Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
6. Kekentalan pada 135: cSt SNI 06-6721-2002 Min. 300-2000
Stabilitas Penyimpanan pada 163
oC
7. selama SNI 06-2434-1991 Max. 2
48 jam
- Perbedaan Titik Lembek;ºC
Kelarutan dalam Trichlor Ethylen;
8. % SNI 06-2438-1991 Min. 99
berat
Penurunan Berat (dengan TFOT);
9. SNI 06-2440-1991 Max. 1,0
berat
Pebedaan Penetrasi setelah TFOT;
10. % SNI 06-2456-1991 Maks. 40
asli
Perbedaan Titik Lembek setelah
11. SNI 06-2434-1991 Maks. 6,540
TFOT; %

29
asli
12. Elastic recovery pada 25 ºC; % Max. 1,0

Tabel 6.3.2.(7) Persyaratan Aspal Dimodifikasi Dengan Aspal Alam


No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan
Penetrasi 25°C, 100 gr, 5 detik; 0,1
1. SNI 06-2456-1991 40 - 55
mm
2. Titik Lembek; ºC SNI 06-2434-1991 Min. 55
3. Titik Nyala; ºC SNI 06-2433-1991 Min. 225
4. Daktilitas, 25 ºC; cm SNI 06-2432-1991 Min. 1,0
5. Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
Kelarutan dalam Trichlor Ethylen;
6. % SNI 06-2438-1991 Min. 90
berat
Penurunan Berat (dengan TFOT); %
7. SNI 06-2440-1991 Max. 2
berat
Penetrasi setelah penurunan berat;
8. % SNI 06-2456-1991 Min. 55
asli
9. Daktilitas setelah TFOT; % asli SNI 06-2432-1991 Min. 50
10. Mineral Lolos Saringan No. 100; % * SNI 03-1968-1990 Min. 90

Catatan : * Hasil Ekstraksi


Tabel 6.3.2.(8) Persyaratan Aspal Multigrade
No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan
Penetrasi 25°C, 100 gr, 5 detik; 0,1
1. SNI 06-2456-1991 50 - 70
mm
2. Titik Lembek; ºC SNI 06-2434-1991 Min. 55
3. Titik Nyala; ºC SNI 06-2433-1991 Min. 225
4. Daktilitas, 25 ºC; cm SNI 06-2432-1991 Min. 100
5. Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; %
6. SNI 06-2438-1991 Min. 99
berat
Penurunan Berat (dengan TFOT); %
7. SNI 06-2440-1991 Max. 0,8
berat
Penetrasi setelah penurunan berat;
8. % SNI 06-2456-1991 Min. 60
asli
Daktilitas setelah penurunan berat;
9. SNI 06-2432-1991 Min. 50
%
asli

b) Bahan aspal harus diekstraksi dari benda uji sesuai dengan cara SNI
03-6894-2002. Setelah konsentrasi larutan aspal yang terekstraksi
mencapai 200 mm, partikel mineral yang terkandung harus
dipindahkan ke dalam suatu sentrifugal. Pemindahan ini dianggap
memenuhi bilamana kadar abu dalam bahan aspal yang diperoleh
kembali tidak melebihi 1 % (dengan pengapian). Bahan aspal harus
diperoleh kembali dari larutan sesuai dengan prosedur SNI 03-4797-
1988.
7) Bahan Aditif
a) Bahan aditif untuk aspal
30
Aditif kelekatan dan anti pengelupasan harus ditambahkan kedalam
bahan aspal bilamana diperintahkan dan disetujui oleh Direksi
Pekerjaan. Jenis aditif yang digunakan haruslah yang disetujui Direksi
Pekerjaan dan persentase aditif yang diperlukan harus dicampur ke
dalam bahan aspal serta waktu pencampurannya harus sesuai dengan
petunjuk pabrik pembuatnya.
b) Bahan aditif untuk campuran
Aditif yang digunakan untuk meningkatkan mutu campuran harus
ditambahkan kedalam campuran beraspal bilamana diperintahkan dan
disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Jenis aditif yang dapat digunakan
adalah salah satu tipe Aspal Alam butir yang memenuhi ketentuan
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.3.2.(9) dan harus yang
disetujui Direksi Pekerjaan. Takaran pemakaian aditif, metoda kerja
proses pencampuran (di pugmill) serta waktu pencampurannya harus
sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.
Tabel 6.3.2.(9). Ketentuan Aspal Alam Butir
Metoda Tipe Tipe
Sifat-sifat Asbuton
Pengujian 5/20 20/25
SNI 03-3640-
Kadar aspal; % 18 - 22 23 - 27
1994
SNI 03-1968-
Ukuran butir maksimum; mm 1,18 1,18
1990
Kadar air; % SNI 06-249-1991 Maks 2 Maks 2
Penetrasi aspal aspal alam pada 25
SNI 06-2456-
°C, ≤ 10 19 – 22
1991
100 g, 5detik; 0,1 mm

Keterangan :
1. Aspal Alam butir Tipe 5/20 : Kelas penetrasi 5 (0,1 mm) dan kelas kadar
bitumen 20 %.
2. Aspal Alam butir Tipe 20/25 : Kelas penetrasi 20 (0,1 mm) dan kelas
kadar bitumen 25 %.
8) Sumber Pasokan
Persetujuan sumber pemasokan agregat, aspal dan bahan pengisi (filler)
harus
disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjan sebelum pengiriman bahan.
Setiap jenis bahan harus diserahkan, seperti yang diperintahkan Direksi
Pekerjaan, paling sedikit 60 hari sebelum usulan dimulainya pekerjaan
pengaspalan.
6.3.3 CAMPURAN
1. Komposisi Umum Campuran
Campuran beraspal terdiri dari agregat dan aspal. Filler dan atau bahan
aditif yang ditambahkan bilamana diperlukan untuk menjamin sifat-sifat
campuran memenuhi ketentuan yang disyaratkan Tabel 6.3.3.(1).
31
2. Kadar Aspal dalam Campuran
Persentase aspal yang aktual ditambahkan ke dalam campuran akan
bergantung pada penyerapan agregat yang digunakan.
3. Prosedur Rancangan Campuran
a) Sebelum diperkenankan untuk menghampar setiap campuran aspal
dalam Pekerjaan, Kontraktor disyaratkan untuk menunjukkan
semua usulan metoda kerja, agregat, aspal, dan campuran yang
memadai dengan membuat dan menguji campuran percobaan di
laboratorium dan juga dengan penghamparan campuran percobaan
yang dibuat di instalasi pencampur aspal.
b) Pengujian yang diperlukan meliputi analisa saringan, berat jenis
dan penyerapan air untuk semua agregat yang digunakan. Juga
semua pengujian sifat-sifat agregat yang diminta oleh Direksi
Pekerjaan. Pengujian pada campuran aspal percobaan akan
meliputi penentuan Berat Jenis Maksimum campuran aspal
(AASHTO T209-90), pengujian sifat-sifat Marshall (SNI 06-2489-
1990) dan Kepadatan Membal (Refusal Density) campuran
rancangan (BS 598 Part 104 - 1989).
c) Contoh agregat diambil dari penampung panas (hot bin) untuk
pencampur
jenis takaran berat (weight batching plant) maupun pencampur
dengan pemasok menerus (continous feed plant) yang mempunyai
penampung panas Untuk pencampur dengan pemasok menerus
yang tidak mempunyai ayakan di penampung panas, contoh diambil
dari corong pemasok dingin (cold feed hopper). Meskipun demikian
setiap Rumus Perbandingan Campuran yang ditentukan dari
campuran di laboratorium harus dianggap berlaku sampai diperkuat
oleh hasil percobaan pada instalsi pencampur aspal.
d) Pengujian percobaan campuran laboratorium harus dilaksanakan
dalam tiga langkah dasar berikut ini :
i) Memperoleh Gradasi Agregat yang Cocok
Suatu gradasi agregat yang cocok diperoleh dari penentuan
persentase yang memadai dari setiap fraksi agregat.
Bilamana campuran adalah HRS yang bergradasi halus
(mendekati batas amplop atas), maka akan diperoleh Rongga
dalam Agregat (VMA) yang lebih besar. Pasir halus yang digabung
dengan agregat
32
pecah akan mempunyai bahan antara 2,36 mm dan 600 mikron
yang
sesedikit mungkin. Bahan yang lolos ayakan 2,36 mm dan juga
tertahan ayakan 600 mikron sebesar 20 % masih dapat diterima,
akan lebih baik bila 10 - 15 %. Bahan bergradasi senjang harus
memenuhi ketentuan dalam Tabel 6.3.2.(4).
Campuran Aspal Beton (AC) dapat dibuat bergradasi halus
(mendekati batas titik-titik kontrol atas), tetapi akan sulit
memperoleh Rongga dalam Agregat (VMA) yang disyaratkan.
Lebih baik digunakan aspal beton bergradasi kasar (mendekati
batas titik-titik kontrol bawah).
ii) Membuat Rumus Campuran Rancangan (Design Mix Formula)
Lakukan rancangan dan pemadatan Marshall sampai membal
(refusal). Perkiraan awal kadar aspal rancangan dapat
diperoleh dari rumus di bawah ini.
Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% Filler) + Konstanta.
dimana : Pb = kadar aspal perkiraan
CA = agregat kasar tertahan saringan No. 8
FA = agregat halus lolos saringan No. 8 dan
tertahan No. 200
F = agregat halus lolos saringan No. 200
Nilai konstanta sekitar 0,5 - 1,0 untuk AC dan 2,0 - 3,0 untuk
HRS.
Buatlah benda uji dengan kadar aspal di atas, dibulatkan
mendekati 0,5 %, dengan tiga dua kadar aspal di atas dan dua
kadar aspal di bawah kadar aspal perkiraan awal yang sudah
dibulatkan mendekati 0,5 % ini. (Contoh, bilamana rumus
memberikan nilai 5,7 %, dibulatkan menjadi 5,5%, buatlah
benda uji dengan kadar aspal 5,5 %, dengan 6 %, 6,5 %, dan 7
%, dengan 4,5 % dan 5 %). Ukurlah berat isi benda uji,
stabilitas Marshall, kelelehan dan stablitas sisa setelah
perendaman. Ukur atau hitunglah kepadatan benda uji pada
rongga udara nol. Hitunglah Rongga dalam Agregat (VMA),
Rongga Terisi Aspal (VFB), dan Rongga dalam Campuran (VIM).
Gambarkan semua hasil tersebut dalam grafik seperti yang
ditunjukkan dalam Lampiran 6.3.E.
Buatlah benda uji tambahan dan dipadatkan sampai membal
33
(refusal) dengan menggunakan prosedur PRD - BS 598 untuk
empat kadar aspal (satu yang memberikan rongga dalam
agregat di atas 6 %, satu yang 6 % dan dua yang di bawah 6
%). Ukur berat isi benda uji dan/atau hitung kepadatan pada
rongga udara nol.
Gambarkanlah batas-batas yang disyaratkan dalam grafik
untuk setiap parameter yang terdaftar dalam Tabel 6.3.3.(1),
dan tentukan rentang kadar aspal yang memenuhi semua
ketentuan dalam Spesifikasi. Gambarkan rentang ini dalam
skala balok seperti yang ditunjukkan dalam Lampiran 6.3.F.
Rancangan kadar aspal umumnya mendekati tengah-tengah
rentang kadar aspal yang memenuhi semua parameter yang
disyaratkan.
Suatu campuran yang cocok harus memenuhi semua kriteria
dalam Tabel 6.3.3.(1) dengan Suatu Rentang Kadar Aspal
Praktis. Rentang kadar aspal untuk campuran aspal yang
memenuhi semua kriteria rancangan harus mendekati (atau
lebih besar dari) satu persen. Rentang kadar aspal ini
dimaksudkan untuk mengakomodir fluktuasi yang
sesungguhnya dalam produksi campuran aspal.
iii) Memperoleh persetujuan Rumus Campuran Rancangan (DMF)
sebagai Rumus Perbandingan Campuran (JMF)
Nyatakan bahwa rancangan campuran laboratorium telah
memenuhi
ketentuan dengan membuat campuran di instalasi pencampur
aspal dan penghamparan percobaan serta dengan
pengulangan pengujian kepadatan laboratorium Marshall dan
membal (refusal) pada benda uji yang diambil dari instalasi
pencampur aspal.
e) Petunjuk Khusus
i) Latasir (Sand Sheet)
Carilah sumber pasir yang memadai. Gunakan pasir yang
mempunyai angularitas yang lebih besar agar dapat
memberikan campuran yang lebih kuat danm lebih tahan
terhadap deformasi. Latasir Kelas B dapat dibuat dengan
atau tanpa penambahan agregat kasar, tergantung gradasi
pasir yang tersedia. Ketentuan sifat-sifat campuran Latasir
ditunjukkan pada Tabel 6.3.3.(1.a.).
ii) Lataston (HRS)
34
Semua campuran bergradasi senjang akan menggunakan
suatu campuran agregat kasar dan halus. Biasanya dua
ukuran untuk agregat kasar dan juga dua ukuran untuk
agregat halus dimana salah satunya adalah pasir bergradasi
halus. Perhatikan ketentuan batas-batas bahan bergradasi
senjang yaitu bahan yang lolos ayakan 2,36 mm tetapi
tertahan ayakan 0,600 mm. Buatlah campuran yang
mempunyai rongga dalam campuran pada kepadatan
membal (refusal) sebesar 2%. Lihat Tabel 6.3.3.(1.b.).
iii) Campuran Laston
Buatlah campuran dengan rongga dalam campuran pada
kepadatan membal (refusal) sebesar 2,5. Lihat Tabel
6.3.3.(1.c.) dan Tabel
6.3.3.(1.d.).
Tabel 6.3.3.(1.a.) Ketentuan Sifat-sifat Campuran Latasir
(untuk Lalu-lintas < 0,5 juta ESA/tahun)
Sifat-sifat Campuran Latasir
Kelas A & B
Penyerapan aspal (%) Maks. 2,0
Jumlah tumbukan per bidang 50
Rongga dalam campuran (%)(3) Min. 3,0
Maks. 6,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 20
Rongga terisi aspal (%) Min. 75
Stabilitas Marshall (kg) Min. 200
Pelelehan (mm) Min. 2
Maks 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 80
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
perendaman Min 75
selama 24 jam, 60 ºC (4)

Tabel 6.3.3.(1.b.) Ketentuan Sifat-sifat Campuran Lataston


(untuk Lalu-lintas < 1 juta ESA/tahun)
Sifat-sifat Campuran Lataston
WC BC
Penyerapan aspal (%) Maks. 1,7
Jumlah tumbukan per bidang 75
Rongga dalam campuran (%) (3) Min. 3,0
Maks. 6,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 18 17
Rongga terisi aspal (%) Min. 68
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800
Pelelehan (mm) Min. 3

35
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah
perendaman Min. 75
selama 24 jam, 60 ºC (4)
Rongga dalam campuran (%) pada (2)
Min. 2
Kepadatan membal (refusal)

Tabel 6.3.3.(1.c.) Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC)


Sifat-sifat Campuran Laston
WC BC Base
Penyerapan aspal (%) Maks. 1,2
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rongga dalam campuran (%)(3) Min. 3,5
Maks. 3,5
Rongga dalam Agregat (VMA)
Min. 15 14 13
(%)
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1500
(1)
Maks - -
Pelelehan (mm) Min. 3 5 (1)
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250
Stabilitas Marshall Sisa (%)
setelah
Min. 75
perendaman
selama 24 jam, 60 ºC (4)
Rongga dalam campuran (%)
pada (2) Min. 2,5
Kepadatan membal (refusal)

Tabel 6.3.3.(1.d.) Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Dimodifikasi


(AC Modified)
Sifat-sifat Campuran Laston ( AC )
WC BC Base
Mod. Mod. Mod.
Penyerapan aspal (%) Maks. 1,7
Jumlah tumbukan per bidang 75 112 (1)
Rongga dalam campuran (%)(3) Min. 3,5
Maks. 3,5
Rongga dalam Agregat (VMA)
Min. 15 14 13
(%)
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60
Stabilitas Marshall (kg) Min. 1000 1800
(1)
Maks - -
Kelelehan (mm) Min. 3 5(1)
Maks - -
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 300 350
Stabilitas Marshall Sisa (%)
setelah
Min. 75
perendaman
selama 24 jam, 60 ºC (4)
36
Rongga dalam campuran (%) pada
(2) Min. 2,5
Kepadatan membal (refusal)
Stabilitas Dinamis, Lintsan / mm Min. 2500

Catatan :
1) Modifikasi Marshall (lihat Lampiran 6.3.B).
2) Untuk menentukan kepadatan membal (refusal), penumbuk
bergetar (vibratory hammer) disarankan digunakan untuk
menghindari pecahnya butiran agregat dalam campuran. Jika
digunakan penumbukan manual jumlah tumbukan per bidang harus
600 untuk cetakan berdiamater 6 in dan 400 untuk cetakan
berdiamater 4 in
3) Berat jenis efektif agregat akan dihitung berdasarkan pengujian
Berat Jenis Maksimum Agregat (Gmm test, AASHTO T-209).
4) Direksi Pekerjaan dapat menyetujui prosedur pengujian AASHTO
T283 sebagai alternatif pengujian kepekaan kadar air.
Pengondisian beku cair (freeze thaw conditioning) tidak
diperlukan. Standar minimum untuk diterimannya prosedur T283
harus 75% Kuat Tarik Sisa.
4. Rumus Campuran Rancangan (Design Mix Formula)
Paling sedikit 30 hari sebelum dimulainya pekerjaan aspal, Kontraktor
harus menyerahkan secara tertulis kepada Direksi Pekerjaan, usulan
Rumus Campuran Rancangan (DMF) untuk campuran yang akan digunakan
dalam pekerjaan. Rumus yang diserahkan harus menentukan untuk
campuran berikut ini:
a) Ukuran nominal maksimum partikel.
b) Sumber-sumber agregat.
c) Persentase setiap fraksi agregat yang cenderung akan digunakan
Kontraktor, pada penampung dingin maupun penampung panas.
d) Gradasi agregat gabungan yang memenuhi gradasi yang
disyaratkan dalam
Tabel 6.3.2.(3).
e) Kadar aspal total dan efektif terhadap berat total campuran .
f) Suatu temperatur tunggal saat campuran dikeluarkan dari alat
pengaduk.
Kontraktor harus menyediakan data dan grafik campuran percobaan
laboratorium untuk menunjukkan bahwa campuran memenuhi semua
kriteria dalam Tabel 6.3.3.(1). Sifat-sifat benda uji yang sudah
dipadatkan harus dihitung menggunakan metode dan rumus yang
ditunjukkan dalam Asphalt Institute MS-2 (1994), atau Petunjuk
Rancangan Campuran Aspal, Puslitbang Jalan (1999).
Dalam tujuh hari Direksi Pekerjaan akan :
37
a) Menyatakan bahwa usulan tersebut yang memenuhi Spesifikasi dan
mengijinkan Kontraktor untuk menyiapkan instalasi pencampur aspal
dan penghamparan percobaan.
b) Menolak usulan tersebut jika tidak memenuhi Spesifikasi.
Selanjutnya Kontraktor harus melakukan percobaan campuran
tambahan dengan biaya sendiri untuk memperoleh suatu
campuran rancangan yang memenuhi Spesifikasi. Direksi
Pekerjaan, menurut pendapatnya, dapat menyarankan Kontraktor
untuk memodifikasi sebagian rumus rancangannya atau mencoba
agregat lainnya. Bagaimanapun juga pembuatan suatu rumus
campuran rancangan yang memenuhi ketentuan merupakan
tanggungjawab Kontraktor.
5. Rumus Perbandingan Campuran (Job Mix Formula)
Percobaan campuran di instasi pencampur aspal dan penghamparan
percobaan yang memenuhi ketentuan akan menjadikan rancangan
campuran dapat dis etujui sebagai Rumus Perbandingan Campuran (JMF).
Segera setelah Rumus Campuran Rancangan (DMF) disetujui oleh Direski
Pekerjaan, Kontraktor harus melakukan penghamparan percobaan paling
sedikit 50 ton untuk setiap jenis campuran dengan menggunakan
produksi, penghamparan, peralatan dan prosedur pemadatan yang
diusulkan. Kontraktor harus menunjukkan bahwa setiap alat penghampar
(paver) mampu menghampar bahan sesuai dengan tebal yang disyaratkan
tanpa segregasi, tergores, dsb. dan kombinasi penggilas yang diusulkan
mampu mencapai kepadatan yang disyaratkan dengan waktu yang
tersedia untuk pemadatan selama penghamparan produksi normal.
Contoh campuran harus dibawa ke laboratorium dan digunakan untuk
membuat benda uji Marshall maupun untuk pemadataan membal
(refusal). Hasil pengujian ini harus dibandingkan dengan Tabel 6.3.3.(1).
Bilamana percobaan tersebut gagal memenuhi Spesifikasi pada salah satu
ketentuannya maka perlu dilakukan penyesuaian dan percobaan harus
diulang kembali. Direksi pekerjaan tidak akan menyetujui campuran
rancangan sebagai Rumus Perbandingan Campuran (JMF) sebelum
penghamparan percobaan yang dilakukan memenuhi semua ketentuan
dan disetujui.
Pekerjaan pengaspalan yang permanen belum dapat dimulai sebelum
38
diperoleh rumus perbandingan campuran (JMF) yang disetujui oleh Direksi
Pekerjaan. Bilamana telah disetujui, Rumus Perbandingan Campuran
(JMF) menjadi definitif sampai Direksi Pekerjaan menyetujui JMF
penggantinya. Mutu campuran harus dikendalikan, terutama dalam
toleransi yang diijinkan, seperti yang diuraikan pada Tabel 6.3.3.(2) di
bawah ini.
Dua belas benda uji Marshall harus dibuat dari setiap penghamparan
percobaan. Contoh campuran aspal dapat diambil dari instalasi
pencampur aspal atau dari truk di AMP, dan dibawa ke laboratorium
dalam kotak yang terbungkus rapi. Benda uji Marshall harus dicetak dan
dipadatkan pada temperatur yang disyaratkan dalam Tabel 6.3.5.(1) dan
menggunakan jumlah penumbukan yang disyaratkan dalam Tabel
6.3.3.(1). Kepadatan rata-rata (Gmb) dari semua benda uji yang diambil
dari penghamparan percobaan yang memenuhi ketentuan harus menjadi
Kepadatan Standar Kerja (Job Standard Density), yang harus dibandingkan
dengan pemadatan campuran aspal terhampar dalam pekerjaan.
6. Penerapan Rumus Perbandingan Campuran dan Toleransi Yang Diijinkan
a) Seluruh campuran yang dihampar dalam pekerjaan harus sesuai
dengan Rumus Perbandingan Campuran, dalam batas rentang
toleransi yang disyaratkan dalam Tabel 6.3.3.(2) di bawah ini :
b) Setiap hari Direksi Pekerjaan akan mengambil benda uji baik
bahan maupun campurannya seperti yang digariskan dalam Pasal
6.3.7.(3) dan 6.3.7.(4) dari Spesifikasi ini, atau benda uji
tambahan yang dianggap perlu untuk pemeriksaan keseragaman
campuran. Setiap bahan yang gagal memenuhi batas-batas yang
diperoleh dari Rumus Perbandingan Campuran (JMF) dan Toleransi
Yang Diijinkan harus ditolak.
Tabel 6.3.3.(2) Toleransi Komposisi Campuran :
Agregat Gabungan Lolos Ayakan Toleransi Komposisi Campuran
Sama atau lebih besar dari 2,36
± 5 % berat total agregat
mm
2,36 mm sampai No.50 ± 3 % berat total agregat
No.100 dan tertahan No.200 ± 2 % berat total agregat
No.200 ± 1 % berat total agregat

Kadar aspal Toleransi


± 0,3 % berat total
Kadar aspal
campuran

Temperatur Campuran Toleransi


Bahan meninggalkan AMP dan
± 10 ºC
dikirim
ke tempat penghamparan

39
c) Bilamana setiap bahan pokok memenuhi batas-batas yang
diperoleh dari Rumus Perbandingan Campuran (JMF) dan Toleransi
Yang Diijinkan, tetapi
menunjukkan perubahan yang konsisten dan sangat berarti atau
perbedaan yang tidak dapat diterima atau jika sumber setiap
bahan berubah, maka suatu Rumus Perbandingan Campuran (JMF)
baru harus diserahkan dengan cara seperti yang disebut di atas dan
atas biaya Kontraktor sendiri untuk disetujui, sebelum campuran
aspal baru dihampar di lapangan.
d) Interpretasi Toleransi Yang Diijinkan
Batas-batas absolut yang ditentukan oleh Rumus Perbandingan
Campuran maupun Toleransi Yang diijinkan menunjukkan bahawa
kontraktor harus bekerja dalam batas-batas yang digariskan pada
setiap saat..
6.3.4 KETENTUAN INSTALASI PENCAMPUR ASPAL
1. Umum
Instalasi pencampur aspal dapat berupa pusat pencampuran dengan sistem
penakaran (batching) atau sistem menerus (continuous), harus memiliki
kapasitas yang cukup untuk memasok mesin penghampar secara terus
menerus bilamana menghampar campuran pada kecepatan normal dan
ketebalan yang dikehendaki. Instalasi ini harus dirancang, dikoordinasi dan
dioperasikan sedemikian hingga dapat menghasilkan campuran dalam
rentang toleransi perbandingan campuran.
Instalasi pencampuran aspal harus dipasang di lokasi yang jauh dari
pemukiman dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan sehingga tidak
mengganggu ataupun protes dari penduduk di sekitarnya.
Instalasi pencampur aspal (AMP) harus dilengkapi dengan alat pengumpul
debu (dust collector) yang lengkap yaitu sistem pusaran kering (dry
cyclone) dan pusaran basah (wet cyclone) sehingga tidak menimbulkan
pencemaran debu ke atmosfir. Bilamana salah satu sistem di atas rusak
atau tidak berfungsi maka instalasi pencampur aspal tidak boleh
dioperasikan.
2) Timbangan Pada Instalasi Pencampuran
a) Timbangan untuk setiap kotak timbangan atau penampung (hopper)
harus berupa jenis jam (pembacaan jarum) tanpa pegas dan
40
merupakan produksi standar serta dirancang dengan ketelitian
berkisar antara setengah sampai satu persen dari beban maksimum
yang diperlukan.
b) Ujung jarum harus dipasang sedekat mungkin dengan permukaan
jam dan harus berupa jenis yang bebas dari paralaks (pembiasan
sinar) yang
berlebihan. Timbangan harus dilengkapi dengan tanda (skala) yang
dapat
disetel untuk mengukur berat masing-masing bahan yang akan
ditimbang pada setiap kali pencampuran. Timbangan harus
terpasang kokoh dan bilamana mudah berubah harus segera diganti.
Semua jam (pembacaan jarum) timbangan harus diletakkan
sedemikian hingga mudah terlihat oleh operator pada setiap saat.
c) Timbangan yang digunakan untuk menimbang bahan aspal harus
memenuhi
ketentuan untuk timbangan agregat. Skala pembacaan jam
(pembacaan jarum) timbangan tidak boleh melebihi dari 1 kilogram
dan harus memiliki kapasitas dua kali lebih besar dari bahan yang
akan ditimbang serta harus dapat dibaca sampai satu kilogram yang
terdekat.
d) Bilamana dianggap perlu oleh Direksi Pekerjaan, maka timbangan
yang telah disetujuipun tetap akan diperiksa berulang kali sehingga
ketepatananya dapat selalu dijamin. Kontraktor harus senantiasa
menyediakan tidak kurang dari 10 buah beban standar 20 kg untuk
pemeriksaan semua timbangan.
3) Perlengkapan Untuk Penyiapan Bahan Aspal
Tangki penyimpan bahan aspal harus dilengkapi dengan pemanas yang
dapat
dikendalikan dengan efektif dan handal sampai suatu temperatur dalam
rentang yang disyaratkan. Pemanasan harus dilakukan melalui kumparan
uap (steam coils), listrik, atau cara lainnya sehingga api tidak langsung
memanasi tangki pemanas. Sirkulasi bahan aspal harus yang lancar dan
terus menerus selama periode pengoperasian. Temperatur bahan aspal
yang disyaratkan di dalam pipa, meteran, ember penimbang, batang
semprot, dan tempat-tempat lainnya dari sistem saluran, harus
dipertahankan baik dengan selimut uap (steam jackets) ataupun cara
isolasi lainnya. Dengan persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan, bahan
aspal boleh dipanaskan terlebih dahulu di dalam tangki dan kemudian
temperatur dinaikkan sampai temperatur yang disyaratkan dengan
41
menggunakan alat pemanas "booster" (penguat) yang berada diantara
tangki dan alat pencampur.
Daya tampung tangki penyimpanan minimum adalah 30.000 liter dan paling
sedikit harus disediakan dua tangki yang berkapasitas sama. Tangki-tangki
tersebut harus dihubungkan ke sistem sirkulasi sedemikian rupa agar
masing-masing tangki dapat diisolasi secara terpisah tanpa mengganggu
sirkulasi aspal ke alat pencampur.
4) Pemasok Untuk Mesin Pengering (Feeder for Drier)
Pemasok yang terpisah untuk masing-masing agregat harus disediakan.
Pemasok untuk agregat halus harus dari jenis belt. Atas persetujuan Direksi
Pekerjaan, jenis lain diperkenankan hanya jika pemasok tersebut dapat
menyalurkan bahan basah pada kecepatan yang tetap tanpa menyebabkan
terjadinya penyumbatan. Seluruh pemasok (feeder) harus dikalibrasi.
Bukaan pintu dan pengatur kecepatan untuk setiap perbandingan campuran
yang telah disetujui harus ditunjukkan dengan jelas pada pintu-pintu dan
pada perlengkapan panel pengendali. Sekali ditetapkan, kedudukan
pemasok tak boleh diubah tanpa persetujuan dari Direksi Pekerjaan.
5) Alat Pengering (Drier)
Alat pengering berputar harus dirancang sedemikan hingga mampu
mengeringkan dan memanaskan agregat sampai ke temperatur yang
disyaratkan.
6) Ayakan
Ayakan harus mampu mengayak seluruh agregat sampai ukuran dan
proporsi yang disyaratkan dan memiliki kapasitas normal sedikit di atas
kapasitas penuh alat pencampur. Ayakan harus memiliki efisiensi
pengoperasian yang sedemikian rupa sehingga agregat yang tertampung
dalam setiap penampung (bin) tidak mengandung lebih dari 10 % bahan
yang berukuran terlampau besar (oversize) atau terlampau kecil
(undersize).
Maksud dari Pasal ini adalah :
a) Ukuran nominal maksimum dalam setiap penampung panas adalah
ukuran anyaman kawat dari ayakan terakhir, setelah melewati
ayakan ini agregat lolos masuk ke penampung panas.
b) Ukuran nominal minimum dalam setiap penampung panas adalah
ukuran anyaman kawat dari ayakan, sebelum ayakan ini agregat
dapat lolos masuk ke penampung panas (sebenarnya agregat juga
dapat lolos melewati ayakan ini).
42
Agregat yang terlalu besar (oversize), dalam penampung panas,
secara tidak langsung mengauskan atau merusak ayakan. Agregat
yang terlalu kecil (undersize) secara tidak langsung dapat
menyebabkan muatan berlebih (overload) pada ayakan.
7) Penampung (Bin) Panas
Penampung panas harus berkapasitas cukup dalam melayani alat
pencampur bila dioperasikan dengan kapasitas penuh. Jumlah penampung
minimum tiga buah sehingga dapat menjamin penyimpanan yang terpisah
untuk masing-masing fraksi agregat, tidak termasuk bahan pengisi (filler).
Setiap penampung panas harus dilengkapi dengan pipa pembuang yang
ukuran maupun letaknya sedemikian rupa sehingga dapat mencegah
masuknya kembali bahan ke dalam penampung lainnya. Penampung harus
dibuat sedemikian rupa agar benda uji dapat mudah diambil.
8) Unit Pengendali Aspal
a) Perlengkapan pengendali aspal yang handal, baik jenis
penimbangan ataupun meteran harus disediakan untuk memperoleh
jumlah bahan aspal yang tepat untuk campuran aspal dengan
rentang toleransi yang disyaratkan dalam rumus perbandingan
campuran.
b) Untuk instalasi pencampuran sistem penakaran (batching plant),
perangkat
timbangan atau meteran harus dapat menyediakan kuantitas aspal
rancangan untuk setiap penakaran campuran. Untuk instalasi
pencampuran sistem menerus (continous plant), pompa meteran
aspal haruslah jenis rotasi dengan sistem pengaliran yang handal
serta memiliki susunan nosel penyemprot yang teratur pada alat
pencampur. Kecepatan jalan dari pompa harus disinkronkan dengan
aliran agregat ke alat pencampur dengan pengendali kunci otomatis,
dan perangkat ini harus akurat dan mudah disetel. Perlengkapan
untuk memeriksa kuantitas atau kecepatan aliran bahan aspal ke
alat pencampur harus disediakan.
9) Perlengkapan Pengukur Panas
a) Termometer berlapis baja yang dapat dibaca dari 100 ºC sampai 200
ºC harus dipasang di tempat mengalirnya pasokan aspal dekat katup
penge-luaran (discharge) pada alat pencampur.
b) Instalasi juga harus dilengkapi dengan termometer, baik jenis
arloji (pembacaan jarum), air raksa (mercury-actuated), pyrometer
listrik ataupun perlengkapan pengukur panas lainnya yang disetujui,
yang dipasang pada corong pengeluaran dari alat pengering untuk
43
mencatat secara otomatis atau
menunjukkan temperatur agregat yang dipanaskan. Sebuah termo
elemen (thermo couple) atau bola sensor (resistance bulb) harus
dipasang di dekat dasar penampung (bin) untuk mengukur
temperatur agregat halus sebelum memasuki alat pencampur.
c) Direksi Pekerjaan dapat meminta penggantian setiap termometer
dengan alat pencatat temperatur yang disetujui. Selanjutnya
Direksi Pekerjaan dapat meminta grafik temperatur harian untuk
disediakan.
10) Pengumpul Debu (Dust Collector)
Instalasi pencampuran harus dilengkapi dengan alat pengumpul debu yang
dibuat sedemikian rupa agar dapat membuang atau mengembalikan secara
merata ke elevator, baik seluruh maupun sebagian bahan yang
dikumpulkan, sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
11) Pengendali Waktu Pencampuran
Instalasi harus dilengkapi dengan perlengkapan yang handal untuk
mengendalikan waktu pencampuran dan menjaga waktu pencampuran
tetap konstan kecuali kalau diubah atas perintah Direksi Pekerjaan.
12) Timbangan dan Rumah Timbang
Timbangan dan rumah timbang harus disediakan untuk menimbang truk
bermuatan yang siap dikirim ke tempat penghamparan. Timbangan
tersebut harus memenuhi ketentuan seperti yang dijelaskan di atas.
13) Ketentuan Keselamatan Kerja
a) Tangga yang memadai dan aman untuk naik ke landasan (platform)
alat
pencampur dan landasan berpagar yang digunakan sebagai jalan antar
unit perlengkapan harus dipasang. Untuk mencapai puncak bak truk,
perlengkapan untuk landasan atau perangkat lain yang sesuai harus
disediakan sehingga Direksi Pekerjaan dapat mengambil benda uji
maupun memeriksa temperatur campuran. Untuk memudahkan
pelaksanaan kalibrasi timbangan, pengambilan benda uji dan lainlainnya, maka suatu
sistem pengangkat atau katrol harus disediakan
untuk menaikkan peralatan dari tanah ke landasan (platform) atau
sebaliknya. Semua roda gigi, roda beralur (pulley), rantai, rantai gigi
dan bagian bergerak lainnya yang berbahaya harus seluruhnya dipagar
dan dilindungi.
b) Lorong yang cukup lebar dan tidak terhalang harus disediakan di
dan sekitar tempat pengisian muatan truk. Tempat ini harus selalu
dijaga agar bebas dari benda yang jatuh dari landasan (platform) alat
pencampur.
44
14) Ketentuan Khusus Untuk Instalasi Pencampuran Sistem Penakaran
(Batching Plant)
a) Kotak Penimbang atau Penampung (Hopper).
Instalasi harus memiliki perlengkapan yang akurat dan otomatis
(bukan manual) untuk menimbang masing-masing fraksi agregat
dalam kotak penimbang atau penampung yang terletak di atas
timbangan dan berkapasitas cukup untuk setiap penakaran tanpa
perlu adanya perataan dengan tangan atau tumpah karena penuh.
Kotak penimbang atau penampung harus ditunjang pada titik tumpu
dan penopang tipis, yang dibuat sedemikian rupa agar tidak mudah
terlempar dari kedudukannya atau setelannya. Semua tepi-tepi,
ujung-ujung dan sisi-sisi penampung timbangan harus bebas dari
sentuhan setiap batang penahan dan batang kolom atau perlengkapan
lainnya yang akan mempengaruhi fungsi penampung yang sebenarnya.
Ruang bebas yang memadai antara penampung dan perangkat
pendukung harus tersedia sehingga dapat dihindari terisinya celah
tersebut oleh bahan-bahan yang tidak dikehendaki. Pintu pengeluaran
(discharge gate) kotak penimbang harus terletak sedemikian rupa
agar agregat tidak mengalami segregasi saat dituang ke dalam alat
pencampur dan harus tertutup rapat bilamana penampung dalam
keadaan kosong sehingga tidak terdapat kebocoran bahan yang akan
masuk ke dalam alat pencampur pada saat proses penimbangan
campuran berikutnya.
b) Alat Pencampur (Mixer)
Alat pencampur sistem penakaran (batch) adalah jenis pengaduk
putar ganda ("twin pugmill") yang disetujui dan mampu menghasilkan
campuran yang seragam dan memenuhi toleransi rumus perbandingan
campuran. Alat pencampur harus dipanasi dengan selubung uap,
minyak panas, atau cara lainnya yang disetujui Direksi Pekerjaan.
Alat pencampur harus dirancang sedemikian rupa agar memudahkan
pemeriksaan visual terhadap campuran.
Alat pencampur harus memiliki kapasitas minimum 1 ton dan harus
dibuat sedemikian rupa agar kebocoran yang mungkin terjadi dapat
dicegah. Kotak pencampur harus dilengkapi dengan penutup debu
untuk mencegah hilangnya kandungan debu.
Alat pencampur harus memiliki suatu perangkat pengendali waktu
yang akurat untuk mengendalikan kegiatan dalam satu siklus
pencampuran yang lengkap dari penguncian pintu kotak timbangan
setelah pengisian ke alat pencampur sampai penutupan pintu alat
45
pencampur pada saat selesainya siklus tersebut.
Perangkat pengendali waktu harus dapat mengunci ember aspal
selama periode pencampuran kering maupun basah. Periode
pencampuran kering didefinisikan sebagai interval waktu antara
pembukaan pintu kotak timbangan dan waktu dimulainya pemberian
aspal. Periode pencam-puran basah
didefinisikan sebagai interval waktu antara penyemprotan bahan
aspal ke dalam agregat dan saat pembukaan pintu alat pencampur.
Perangkat pengendali waktu harus dapat disetel untuk suatu interval
waktu tidak lebih dari 5 detik sampai dengan 3 menit untuk
keseluruhan siklus. Penghitung (counter) mekanis penakar harus
dipasang sebagai bagian dari perangkat pengendali waktu dan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga hanya mencatat penakaran yang
telah selesai dicampur.
Alat pencampur harus dilengkapi pedal (paddle) atau pisau (blade)
dengan jumlah yang cukup dan dpasang dengan susunan yang benar
untuk menghasilkan campuran yang benar dan seragam. Ruang bebas
antara pisau-pisau (blades) dengan bagian yang tidak bergerak
maupun yang bergerak harus tidak melebihi 2 cm, kecuali bilamana
ukuran nominal maksimum agregat yang digunakan lebih besar dari 25
mm. Bilamana digunakan agregat yang memiliki ukuran nominal
maksimum lebih besar dari 25 mm, maka ruang bebas ini harus
disetel sedemikian rupa agar agregat kasar tidak pecah selama proses
pencampuran.
15) Ketentuan Khusus Untuk Instalasi Pencampuran Sistem Menerus
(Continuous Mixing
Plant)
a) Unit Pengendali Gradasi
Instalasi harus memiliki perlengkapan untuk mengatur proporsi
agregat yang akurat dan otomatis (bukan manual) dalam setiap
penampung (bin) baik dengan penimbangan maupun dengan
pengukuran volume.
Unit ini harus mempunyai sebuah pemasok (feeder) yang dipasang di
bawah penampung (bin). Masing-masing penampung (bin) harus
memiliki pintu bukaan yang dapat disetel untuk menyesuaikan volume
bahan yang keluar dari masing-masing lubang pintu penampung (bin).
46
Lubang tersebut harus berbentuk persegi panjang, kira-kira berukuran
20 cm x 25 cm, dengan salah satu sisinya dapat disetel secara
mekanis dan dilengkapi dengan pengunci.
Masing-masing lubang pintu penampung harus dilengkapi dengan
ukuran
berskala yang menunjukkan bukaan pintu dalam sentimeter.
b) Kalibrasi Berat Pemasokan Agregat
Instalasi ini harus dilengkapi kotak-kotak pengambilan benda uji
untuk
kalibrasi bukaan pintu dengan cara memeriksa berat benda uji yang
mengalir keluar dari setiap penampung sesuai dengan bukaan
pintunya. Benda uji harus mudah diperoleh dengan berat tidak kurang
dari 50 kg. Sebuah timbangan datar yang akurat dengan kapasitas 150
kg atau lebih harus disediakan.
c) Sinkronisasi Pemasokan Agregat dan Aspal
Suatu perlengkapan yang handal harus tersedia untuk memperoleh
pengendalian yang tepat antara aliran agregat dari penampung
dengan aliran aspal dari meteran atau sumber pengatur lainnya.
d) Alat Pencampur Pada Sistem Menerus
Alat pencampur sistem menerus (continous) adalah jenis pengaduk
putar ganda ("twin pugmill") yang disetujui dan mampu menghasilkan
campuran yang seragam dan memenuhi toleransi rumus perbandingan
campuran. Pedal (paddle) haruslah dari jenis yang sudut pedalnya
dapat disetel, baik posisi searah maupun berlawanan arah dengan
arah aliran campuran. Alat pencampur harus dilengkapi dengan sekat
baja yang dapat disetel dengan data volume neto untuk berbagai
ketinggian sekat dan grafik yang disediakan pabrik pembuatnya yang
menunjukkan jumlah pasokan agregat per menit pada kecepatan
jalan instalasi.
Penetapan waktu pencampuran harus dengan metode berat,
menggunakan rumus sebagai berikut : (beratnya harus ditentukan
untuk pekerjaan tersebut dengan pengujian yang dilakukan oleh
Direksi Pekerjaan).
Kapasitas Penuh Alat Pencampur
dalam kg
Waktu Pencampuran (dalam detik) = ---------------------------------------
--------------
Produksi Alat Pencampur dalam kg /
47
detik
e) Penampung (Hopper)
Alat pencampur harus dilengkapi dengan sebuah penampung pada
bagian pengeluaran, dengan ukuran serta rancangan yang tidak akan
mengakibatkan terjadinya segregasi. Setiap elevator yang digunakan
untuk memuat campuran aspal ke dalam bak truk harus memiliki
penampung yang memenuhi ketentuan.
16) Peralatan Pengangkut
a) Truk untuk mengangkut campuran aspal harus mempunyai bak terbuat
dari logam yang rapat, bersih dan rata, yang telah disemprot dengan
sedikit air
sabun, minyak bakar yang tipis, minyak parafin, atau larutan kapur
untuk
mencegah melekatnya campuran aspal pada bak. Setiap genangan
minyak pada lantai bak truk hasil penyemprotan sebelumnya harus
dibuang sebelum campuran aspal dimasukkan dalam truk. Tiap muatan
harus ditutup dengan kanvas/terpal atau bahan lainnya yang cocok
dengan ukuran yang sedemikian rupa agar dapat melindungi campuran
aspal terhadap cuaca.
b) Truk yang menyebabkan segregasi yang berlebihan pada campuran
aspal akibat sistem pegas atau faktor penunjang lainnya, atau yang
menunjukkan kebocoran oli yang nyata, atau yang menyebabkan
keterlambatan yang tidak semestinya, atas perintah Direksi Pekerjaan
harus dikeluarkan dari pekerjaan sampai kondisinya diperbaiki.
c) Bilamana dianggap perlu, bak truk hendaknya diisolasi dan seluruh
penutup
harus diikat kencang agar campuran aspal yang tiba di lapangan pada
temperatur yang disyaratkan.
d) Jumlah truk untuk mengangkut campuran aspal harus cukup dan
dikelola sedemikian rupa sehingga peralatan penghampar dapat
beroperasi secara menerus dengan kecepatan yang disetujui.
Penghampar yang sering berhenti dan berjalan lagi akan menghasilkan
permukaan yang tidak rata sehingga tidak memberikan kenyamanan
bagi pengendara serta mengurangi umur rencana akibat beban
dinamis. Kontraktor tidak diijinkan memulai penghamparan sampai
minimum terdapat tiga truk di lapangan yang siap memasok campuran
48
aspal ke peralatan penghampar. Kecepatan peralatan penghampar
harus dioperasikan sedemikian rupa sehingga jumlah truk yang
digunakan untuk mengangkut campuran aspal setiap hari dapat
menjamin berjalannya peralatan penghampar secara menerus tanpa
henti. Bilamana penghamparan terpaksa harus dihentikan, maka
Direksi Pekerjaan akan mengijinkan dilanjutkannya penghamparan
bilamana minimum terdapat tiga truk di lapangan yang siap memasok
campuran aspal ke peralatan penghampar. Ketentuan ini merupakan
petunjuk pelaksanaan yang baik dan Kontraktor tidak diperbolehkan
menuntut tambahan biaya atau waktu atas keterlambatan
penghamparan yang diakibatkan oleh kegagalan kontraktor untuk
menjaga kesinambungan pemasokan campuran aspal ke
peralatan penghampar.
17) Peralatan Penghampar dan Pembentuk
a) Peralatan penghampar dan pembentuk harus penghampar mekanis
bermesin sendiri yang disetujui, yang mampu menghampar dan
membentuk campuran aspal sesuai dengan garis, kelandaian serta
penampang melintang yang diperlukan.
b) Alat penghampar harus dilengkapi dengan penampung dan dua ulir
pembagi dengan arah gerak yang berlawanan untuk menempatkan
campuran aspal secara merata di depan "screed" (sepatu) yang dapat
disetel. Peralatan ini
harus dilengkapi dengan perangkat kemudi yang dapat digerakkan
dengan cepat dan efisien dan harus mempunyai kecepatan jalan
mundur seperti halnya maju. Penampung (hopper) harus mempunyai
sayap-sayap yang dapat dilipat pada saat setiap muatan campuran
aspal hampir habis untuk menghindari sisa bahan yang sudah
mendingin di dalamnya.
c) Alat penghampar harus mempunyai perlengkapan mekanis seperti
equalizing runners (penyeimbang), straightedge runners (mistar lurus),
evener arms (lengan perata), atau perlengkapan lainnya untuk
mempertahankan ketepatan kelandaian dan kelurusan garis tepi
perkerasan tanpa perlu menggunakan acuan tepi yang tetap (tidak
bergerak).
d) Alat penghampar harus dilengkapai dengan "screed" (sepatu) baik
dengan jenis penumbuk (tamper) maupun jenis vibrasi dan perangkat
untuk memanasi
"screed" (sepatu) pada temperatur yang diperlukan untuk menghampar
campuran aspal tanpa menggusur atau merusak permukaan hasil
hamparan.
49
e) Istilah "screed" (sepatu) meliputi pemangkasan, penekanan, atau
tindakan praktis lainnya yang efektif untuk menghasilkan permukaan
akhir dengan kerataan atau tekstur yang disyaratkan, tanpa terbelah,
tergeser atau beralur.
f) Bilamana selama pelaksanaan, hasil hamparan peralatan penghampar
dan pembentuk meninggalkan bekas pada permukaan atau cacat atau
ketidakrataan permukaan lainnya yang tidak diperbaiki dalam waktu
pengoperasian yang ditentukan, maka penggunaan peralatan tersebut
harus dihentikan dan peralatan penghampar dan pembentuk lainnya
yang memenuhi ketentuan harus disediakan oleh Kontraktor.
18) Peralatan Pemadat
a) Setiap alat penghampar harus disertai dua alat pemadat roda baja
(steel wheel
roller) dan satu alat pemadat roda karet. Semua alat pemadat harus
mempunyai tenaga penggerak sendiri.
b) Alat pemadat roda karet harus dari jenis yang disetujui dan memiliki
tidak
kurang dari sembilan roda yang permukaannya halus dengan ukuran
yang sama dan mampu dioperasikan pada tekanan ban pompa 6,0 -
6,5 kg/cm (85 - 2 90 psi). Roda-roda harus berjarak sama satu sama
lain pada kedua sumbu dan diatur sedemikian rupa sehingga tengahtengah roda pada
sumbu yang satu terletak di antara roda-roda pada
sumbu yang lainnya secara tumpang-tindih (overlap). Setiap roda
harus dipertahankan tekanan pompanya pada tekanan operasi yang
disyaratkan sehingga selisih tekanan pompa antara dua roda tidak
melebihi 0,350 kg/cm (5 psi). Suatu perangkat pengukur tekanan ban
harus 2 disediakan untuk memeriksa dan menyetel tekanan ban
pompa di lapangan pada setiap saat. Untuk setiap ukuran dan jenis
ban yang digunakan, Kontraktor harus memberikan kepada Direksi
Pekerjaan grafik atau tabel yang menunjukkan hubungan antara
beban roda, tekanan ban pompa, tekanan pada bidang kontak, lebar
dan luas bidang kontak. Setiap alat pemadat harus dilengkapi dengan
suatu cara penyetelan berat total dengan pengaturan beban
(ballasting) sehingga beban per lebar roda dapat diubah dari 300 -
375 kilogram per 0,1 meter. Tekanan dan beban roda harus disetel
sesuai dengan permintaan Direksi Pekerjaan, agar dapat memenuhi
ketentuan setiap aplikasi khusus. Pada umumnya pemadatan dengan
alat pemadat roda karet pada setiap lapis campuran aspal harus
dengan tekanan yang setinggi mungkin yang masih dapat dipikul
bahan.
50
c) Alat pemadat roda baja yang bermesin sendiri dapat dibagi atas tiga
jenis :
• Alat pemadat tiga roda
• Alat pemadat dua roda, tandem
• Alat pemadat tandem dengan tiga sumbu
Alat pemadat roda baja harus mampu memberikan tekanan pada roda
belakang tidak kurang dari 200 kg per lebar 0,1 meter di atas lebar
penggilas minimum 0,5 meter dan pemadat roda baja mempunyai
berat statis tidak kurang dari 6 ton. Roda gilas harus bebas dari
permukaan yang datar, penyok, robek-robek atau tonjolan yang
merusak permukaan perkerasan.
d) Dalam penghamparan percobaan, Kontraktor harus dapat
menunjukkan kom- binasi jenis penggilas untuk memadatkan setiap
jenis campuran sampai dapat diterima oleh Direksi Pekerjaan,
sebelum campuran standar kerja (job standard mix) disetujui.
Kontraktor harus melanjutkan untuk menyimpan dan menggunakan
kombinasi penggilas yang disetujui untuk setiap campuran. Tidak ada
alternatif lain yang diperkenankan kecuali jika Kontraktor dapat
menunjukkan kepada Direksi Pekerjaan bahwa kombinasi penggilas
yang baru paling tidak seefektif yang sudah disetujui.
6.3.5 PEMBUATAN DAN PRODUKSI CAMPURAN ASPAL
1) Kemajuan Pekerjaan
Campuran aspal tidak boleh diproduksi bilamana tidak cukup tersedia
peralatan pengangkutan, penghamparan atau pembentukan, atau pekerja,
yang dapat menjamin kemajuan pekerjaan dengan tingkat kecepatan
minimum 60 % kapasitas instalasi pencampuran.
2) Penyiapan Bahan Aspal
Bahan aspal harus dipanaskan dengan temperatur antara 140 ºC sampai 160
ºC di dalam suatu tangki yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah terjadinya pemanasan setempat dan mampu mengalirkan bahan
aspal ke alat pencampur secara terus menerus pada temperatur yang
merata setiap saat. Pada setiap hari sebelum proses pencampuran dimulai,
minimum harus terdapat 30.000 liter aspal panas yang siap untuk dialirkan
ke alat pencampur.
3) Penyiapan Agregat
a) Setiap fraksi agregat harus disalurkan ke instalasi pencampur aspal
51
melalui pemasok penampung dingin yang terpisah. Pra-pencampuran
agregat dari berbagai jenis atau dari sumber yang berbeda tidak
diperkenankan. Agregat untuk campuran aspal harus dikeringkan dan
dipanaskan pada alat pengering sebelum dimasukkan ke dalam alat
pencampur. Nyala api yang terjadi dalam
proses pengeringan dan pemanasan harus diatur secara tepat agar
dapat mencegah terbentuknya selaput jelaga pada agregat.
b) Bila agregat akan dicampur dengan bahan aspal, maka agregat harus
kering dan dipanaskan terlebih dahulu dengan temperatur dalam
rentang yang disyaratkan untuk bahan aspal, tetapi tidak melampaui
15 ºC di atas temperatur bahan aspal.
c) Bila diperlukan untuk memenuhi gradasi yang disyaratkan, maka
bahan pengisi (filler) tambahan harus ditakar secara terpisah dalam
penampung kecil yang dipasang tepat di atas alat pencampur. Bahan
pengisi tidak boleh ditabur di atas tumpukan agregat maupun dituang
ke dalam penampung instalasi pemecah batu. Hal ini dimaksudkan
agar pengendalian kadar filler dapat dijamin.
4) Penyiapan Pencampuran
a) Agregat kering yang telah disiapkan seperti yang dijelaskan di atas,
harus dicampur di instalasi pencampuran dengan proporsi tiap fraksi
agregat yang tepat agar memenuhi rumus perbandingan campuran.
Proporsi takaran ini harus ditentukan dengan mencari gradasi secara
basah dari contoh yang diambil dari penampung panas (hot bin)
segera sebelum produksi campuran dimulai dan pada interval waktu
tertentu sesudahnya, sebagaimana ditetapkan oleh Direksi Pekerjaan,
untuk menjamin pengendalian penakaran. Bahan aspal harus
ditimbang atau diukur dan dimasukkan ke dalam alat pencampur
dengan jumlah yang ditetapkan oleh Direksi Pekerjaan. Bilamana
digunakan instalasi pencampur sistem penakaran, seluruh agregat
kering harus dicampur terlebih dahulu, kemudian baru sejumlah aspal
yang tepat ditambahkan ke dalam agregat tersebut dan diaduk
dengan waktu sesingkat mungkin yang ditentukan dengan “pengujian
derajat penyelimutan aspal terhadap butiran agregat kasar” sesuai
dengan prosedur SNI 06-2439-1991 (biasanya sekitar 45 detik), untuk
menghasilkan campuran yang homogen dan semua butiran agregat
terselimuti aspal dengan merata. Waktu pencampuran total harus
ditetapkan oleh Direksi Pekerjaan dan diatur dengan perangkat
pengendali waktu yang handal. Untuk instalasi pencampuran sistem
menerus, waktu pencampuran yang dibutuhkan harus ditentukan
dengan “pengujian derajad penyelimutan aspal terhadap butiran
agregat kasar” sesuai dengan prosedur SNI 06-2439-1991, dan paling
52
lama 60 detik, dan dapat ditentukan dengan menyetel ketinggian
sekat baja dalam alat pencampur.
b) Temperatur campuran aspal saat dikeluarkan dari alat pencampur
harus dalam rentang absolut seperti yang dijelaskan dalam Tabel
6.3.5.(1). Tidak ada campuran aspal yang diterima dalam Pekerjaan
bilamana temperatur pencampuran melampaui temperatur
pencampuran maksimum yang disyaratkan.
5) Pengangkutan dan Penyerahan di Lapangan
a) Campuran aspal harus diserahkan ke lapangan untuk penghamparan
dengan temperatur campuran tertentu sehingga memenuhi ketentuan
Viskositas aspal absolut yang ditunjukkan dalam Tabel 6.3.5.(1).
Tabel 6.3.5.(1) Ketentuan Viskositas Aspal untuk Pencampuran dan Pemadatan
No PROSEDUR PELAKSANAAN VISKOSITAS ASPAL (PA.S)
1 Pencampuran benda uji Marshall 0,2
2 Pemadatan benda uji Marshall 0,4
3 Suhu pencampuran maks. di AMP tidak diperlukan
Pencampuran, rentang temperatur
4 0,2 - 0,5
sasaran
Menuangkan campuran aspal dari
5 alat 0,5 - 1,0
pencampur ke dalam truk
6 Pemasokan ke Alat Penghampar 0,5 - 1,0
7 Pemadatan Awal (roda baja) 1-2
8 Pemadatan Antara (roda karet) 2 - 20
9 Pemadatan Akhir (roda baja) < 20

Temperatur pencampuran dan pemadatan untuk setiap jenis aspal


yang digunakan sesuai Pasal 6.3.2.(6) adalah berbeda. Untuk
menentukan temperatur pencampuran dan pemadatan masing-masing
jenis aspal tersebut harus dilakukan pengujian di laboratorium sesuai
ASTM E 102-93. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium jenis
aspal tersebut akan diperoleh hubungan antara viskositas (sesuai
Tabel 6.3.5.(1)) dengan temperatur. Contoh grafik hubungan antara
viskositas dan temperature ditunjukkan pada Gambar 6.3.5.(1).
100,0
10,0
1
,0
0,1
70 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 185 190 200
RENTANG
TEMPERATUR
PEMADATAN
RENTANG TEMPERATUR PENCAMPURAN

80
TEMPERATUR ( °C )
VISCOSITAS ( PA.S )
53
Gambar 6.3.5.(1). Contoh Hubungan antara Viskositas dan
Temperatur
Khusus untuk aspal polimer berdasarkan hubungan viskositas dengan
temperatur yang diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium, maka
untuk temperatur pencampuran harus dikurangi antara 12°C sampai
dengan 25°C
b) Setiap truk yang telah dimuati harus ditimbang di rumah timbang dan
setiap
muatan harus dicatat berat kotor, berat kosong dan berat neto.
Muatan campuran aspal tidak boleh dikirim terlalu sore agar
penghamparan dan pemadatan hanya dilaksanakan pada saat masih
terang terkecuali tersedia penerangan yang dapat diterima oleh
Direksi Pekerjaan.
6.3.6 PENGHAMPARAN CAMPURAN
1) Menyiapkan Permukaan Yang Akan Dilapisi
a) Bilamana permukaan yang akan dilapisi termasuk perataan setempat
dalam kondisi rusak, menunjukkan ketidakstabilan, atau permukaan
aspal lama telah berubah bentuk secara berlebihan atau tidak
melekat dengan baik dengan lapisan di bawahnya, harus dibongkar
atau dengan cara perataan kembali lainnya, semua bahan yang lepas
atau lunak harus dibuang, dan permukaannya dibersihkan dan/atau
diperbaiki dengan campuran aspal atau bahan lain yang disetujui oleh
Direksi Pekerjaan. Bilamana permukaan yang akan dilapisi terdapat
atau mengandung sejumlah bahan dengan rongga dalam campuran
yang tidak memadai, sebagimana yang ditunjukkan dengan adanya
kelelehan plastis dan/atau kegemukan (bleeding), seluruh lapisan
dengan bahan plastis ini harus dibongkar. Pembongkaran semacam ini
harus diteruskan ke bawah sampai diperoleh bahan yang keras
(sound). Toleransi permukaan setelah diperbaiki harus sama dengan
yang disyaratkan untuk pelaksanaan lapis pondasi agregat.
b) Sesaat sebelum penghamparan, permukaan yang akan dihampar harus
dibersihkan dari bahan yang lepas dan yang tidak dikehendaki dengan
sapu mekanis yang dibantu dengan cara manual bila diperlukan. Lapis
perekat (tack coat) atau lapis resap pengikat (prime coat) harus
diterapkan sesuai dengan
Seksi 6.1 dari Spesifikasi ini.
54
2) Acuan Tepi
Balok kayu atau acuan lain yang disetujui harus dipasang sesuai dengan
garis dan
serta ketinggian yang diperlukan oleh tepi-tepi lokasi yang akan dihampar.
3) Penghamparan Dan Pembentukan
a) Sebelum memulai penghamparan, sepatu (screed) alat penghampar
harus
dipanaskan. Campuran aspal harus dihampar dan diratakan sesuai
dengan
kelandaian, elevasi, serta bentuk penampang melintang yang
disyaratkan.
b) Penghamparan harus dimulai dari lajur yang lebih rendah menuju
lajur yang lebih tinggi bilamana pekerjaan yang dilaksanakan lebih
dari satu lajur.
c) Mesin vibrasi pada alat penghampar harus dijalankan selama
penghamparan dan pembentukan.
d) Penampung alat penghampar tidak boleh dikosongkan, tetapi
temperatur sisa campuran aspal harus dijaga tidak kurang dari
temperatur yang disyaratkan dalam Tabel 6.3.5(1).
e) Alat penghampar harus dioperasikan dengan suatu kecepatan yang
tidak menyebabkan retak permukaan, koyakan, atau bentuk
ketidakrataan lainnya pada permukaan. Kecepatan penghamparan
harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan ditaati.
f) Bilamana terjadi segregasi, koyakan atau alur pada permukaan, maka
alat penghampar harus dihentikan dan tidak boleh dijalankan lagi
sampai penyebabnya telah ditemukan dan diperbaiki.
Penambalan tempat-tempat yang mengalami segregasi, koyakan atau
alur dengan menaburkan bahan halus dari campuran aspal dan
diratakan kembali sebelum penggilasan sedapat mungkin harus
dihindari. Butiran kasar tidak boleh ditaburkan di atas permukaan
yang dihampar dengan rapi.
g) Harus diperhatikan agar campuran tidak terkumpul dan mendingin
pada tepitepi penampung alat penghampar atau tempat lainnya.
h) Bilamana jalan akan dihampar hanya setengah lebar jalan atau hanya
55
satu lajur untuk setiap kali pengoperasian, maka urutan
penghamparan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga perbedaan
akhir antara panjang penghamparan lajur yang satu dengan yang
bersebelahan pada setiap hari produksi dibuat seminimal mungkin.
4) Pemadatan
a) Segera setelah campuran aspal dihampar dan diratakan, permukaan
tersebut harus diperiksa dan setiap ketidaksempurnaan yang terjadi
harus diperbaiki. Temperatur campuran aspal yang terhampar dalam
keadaan gembur harus dipantau dan penggilasan harus dimulai dalam
rentang viskositas aspal yang ditunjukkan pada Tabel 6.3.5.(1)
b) Pemadatan campuran aspal harus terdiri dari tiga operasi yang
terpisah berikut ini :
1. Pemadatan Awal
2. Pemadatan Antara
3. Pemadatan Akhir
c) Pemadatan awal atau breakdown harus dilaksanakan baik dengan
alat pemadat roda baja. Pemadatan awal harus dioperasikan dengan
roda penggerak berada di dekat alat penghampar. Setiap titik
perkerasan harus menerima minimum dua lintasan pengilasan awal.
Pemadatan kedua atau utama harus dilaksanakan dengan alat
pemadat roda karet sedekat mungkin di belakang penggilasan awal.
Pemadatan akhir atau penyelesaian harus dilaksanakan dengan alat
pemadat roda baja tanpa penggetar (vibrasi).
d) Pertama-tama pemadatan harus dilakukan pada sambungan melintang
yang telah terpasang kasau dengan ketebalan yang diperlukan untuk
menahan pergerakan campuran aspal akibat penggilasan. Bila
sambungan melintang dibuat untuk menyambung lajur yang
dikerjakan sebelumnya, maka lintasan awal harus dilakukan
sepanjang sambungan memanjang untuk suatu jarak yang pendek.
e) Pemadatan harus dimulai dari tempat sambungan memanjang dan
kemudian dari tepi luar. Selanjutnya, penggilasan dilakukan sejajar
dengan sumbu jalan berurutan menuju ke arah sumbu jalan, kecuali
untuk superelevasi pada tikungan harus dimulai dari tempat yang
terendah dan bergerak kearah yang lebih tinggi. Lintasan yang
berurutan harus saling tumpang tindih (overlap) minimum setengah
lebar roda dan lintasan-lintasan tersebut tidak boleh berakhir pada
titik yang kurang dari satu meter dari lintasan sebelumnya.
56
f) Bilamana menggilas sambungan memanjang, alat pemadat untuk
pemadatan awal harus terlebih dahulu memadatkan lajur yang telah
dihampar sebelumnya sehingga tidak lebih dari 15 cm dari lebar roda
pemadat yang memadatkan tepi sambungan yang belum dipadatkan.
Pemadatan dengan lintasan yang berurutan harus dilanjutkan dengan
menggeser posisi alat pemadat sedikit demi sedikit melewati
sambungan, sampai tercapainya sambungan yang dipadatkan dengan
rapi.
g) Kecepatan alat pemadat tidak boleh melebihi 4 km/jam untuk roda
baja dan 10 km/jam untuk roda karet dan harus selalu dijaga rendah
sehingga tidak mengakibatkan bergesernya campuran panas tersebut.
Garis, kecepatan dan arah penggilasan tidak boleh diubah secara
tiba-tiba atau dengan cara yang menyebabkan terdorongnya
campuran aspal.
h) Semua jenis operasi penggilasan harus dilaksanakan secara menerus
untuk memperoleh pemadatan yang merata saat campuran aspal
masih dalam kondisi mudah dikerjakan sehingga seluruh bekas jejak
roda dan ketidak-rataan dapat dihilangkan.
i) Roda alat pemadat harus dibasahi secara terus menerus untuk
mencegah pelekatan campuran aspal pada roda alat pemadat, tetapi
air yang berlebihan tidak diperkenankan. Roda karet boleh sedikit
diminyaki untuk menghindari lengketnya campuran aspal pada roda,
j) Peralatan berat atau alat pemadat tidak diijinkan berada di atas
permukaan yang baru selesai dikerjakan, sampai seluruh permukaan
tersebut dingin.
k) Setiap produk minyak bumi yang tumpah atau tercecer dari
kendaraan atau perlengkapan yang digunakan oleh Kontraktor di atas
perkerasan yang sedang dikerjakan, dapat menjadi alasan
dilakukannya pembongkaran dan perbaikan oleh Kontraktor atas
perkerasan yang terkontaminasi, selanjutnya semua biaya pekerjaaan
perbaikan ini menjadi beban Kontraktor.
l) Permukaan yang telah dipadatkan harus halus dan sesuai dengan
lereng melintang dan kelandaian yang memenuhi toleransi yang
disyaratkan. Setiap campuran aspal padat yang menjadi lepas atau
rusak, tercampur dengan kotoran, atau rusak dalam bentuk apapun,
harus dibongkar dan diganti dengan campuran panas yang baru serta
dipadatkan secepatnya agar sama dengan lokasi sekitarnya. Pada
57
tempat-tempat tertentu dari campuran aspal terhampar dengan luas
1000 cm atau lebih yang menunjukkan kelebihan atau 2 kekurangan
bahan aspal harus dibongkar dan diganti. Seluruh tonjolan setempat,
tonjolan sambungan, cekungan akibat ambles, dan segregasi
permukaan yang keropos harus diperbaiki sebagaimana diperintahkan
oleh Direksi Pekerjaan.
m) Sewaktu permukaan sedang dipadatkan dan diselesaikan, Kontraktor
harus memangkas tepi perkerasan agar bergaris rapi. Setiap bahan
yang berlebihan harus dipotong tegak lurus setelah pemadatan akhir,
dan dibuang oleh Kontraktor di luar daerah milik jalan sehingga tidak
kelihatan dari jalan yang lokasinya disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
5) Sambungan
a) Sambungan memanjang maupun melintang pada lapisan yang
berurutan harus diatur sedemikian rupa agar sambungan pada lapis
satu tidak terletak segaris yang lainnya. Sambungan memanjang harus
diatur sedemikian rupa agar sambungan pada lapisan teratas berada
di pemisah jalur atau pemisah lajur lalu lintas.
b) Campuran aspal tidak boleh dihampar di samping campuran aspal
yang telah dipadatkan sebelumnya kecuali bilamana tepinya telah
tegak lurus atau telah dipotong tegak lurus. Sapuan aspal sebagai
lapis perekat untuk melekatkan permukaan lama dan baru harus
diberikan sesaat sebelum campuran aspal dihampar di sebelah
campuran aspal yang telah digilas sebelumnya.
6.3.7 PENGENDALIAN MUTU DAN PEMERIKSAAN DI LAPANGAN
1) Pengujian Permukaan Perkerasan
a) Pemukaan perkerasan harus diperiksa dengan mistar lurus sepanjang
3, yang disediakan oleh Kontraktor, dan harus dilaksanakan tegak
lurus dan sejajar dengan sumbu jalan sesuai dengan petunjuk Direksi
Pekerjaan untuk memeriksa seluruh permukaan perkerasan.
Toleransi harus sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6.3.1.(4).(f).
b) Pengujian untuk memeriksa toleransi kerataan yang disyaratkan
harus dilaksanakan segera setelah pemadatan awal, penyimpangan
yang terjadi harus diperbaiki dengan membuang atau menambah
bahan sebagaimana diperlukan.
Selanjutnya pemadatan dilanjutkan seperti yang dibutuhkan.
Setelah penggilasan akhir, kerataan lapisan ini harus diperiksa
kembali dan setiap ketidak rataan permukaan yang melampaui
58
batas-batas yang disyaratkan dan setiap lokasi yang cacat dalam
tekstur, pemadatan atau komposisi harus diperbaiki sebagaiamana
yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
c) Kerataan permukaan perkerasan
i) Kerataan permukaan lapis perkerasan penutup atau lapis aus
segera setelah pekerjaan selesai harus diperiksa kerataannya
dengan menggunakan alat ukur kerataan NAASRA-Meter sesuai
SNI 03-3426-1994.
ii) Cara pengukuran/pembacaan kerataan harus dilakukan setiap
interval 100m.
2) Ketentuan Kepadatan
a) Kepadatan semua jenis campuran aspal yang telah dipadatkan,
seperti yang ditentukan dalam AASHTO T 166, tidak boleh kurang
dari 97 % Kepadatan Standar Kerja (Job Standard Density) untuk
Lataston (HRS) dan 98 % untuk semua campuran aspal lainnya.
b) Cara pengambilan benda uji campuran aspal dan pemadatan benda
uji di laboratorium masing-masing harus sesuai dengan AASHTO T
168 dan SNI-06-2489-1991 untuk ukuran butir maksimum 25 mm atau
ASTM D5581 untuk ukuran maksimum 50 mm.
c) Kontraktor dianggap telah memenuhi kewajibannya dalam
memadatkan campuran aspal bilamana kepadatan lapisan yang telah
dipadatkan sama atau lebih besar dari nilai-nilai yang diberikan
Tabel 6.3.7.(1). Bilamana rasio kepadatan maksimum dan minimum
yang ditentukan dalam serangkaian benda uji inti pertama yang
mewakili setiap lokasi yang diukur untuk pembayaran, lebih besar
dari 1,08 maka benda uji inti tersebut harus dibuang dan
serangkaian benda uji inti baru harus diambil.
Tabel 6.3.7.(1) Ketentuan Kepadatan
Kepadatan Nilai Minimum
Kepadatan yg Jumlah benda
Minimum Rata setiap pengujian
disyaratakan uji
rata tunggal
(% JSD) per pengujian
( % JSD ) ( %JSD )
98,1 95
3-4
98 98,3 94,9
56
98,5 94,8
97,1 94
3-4
97 97,3 93,9
56
97,5 93,8

59
3) Jumlah Pengambilan Benda Uji Campuran Aspal
a) Pengambilan Benda Uji Campuran Aspal
Pengambilan benda uji umumnya dilakukan di instalasi pencampuran
aspal, tetapi Direksi Pekerjaan dapat memerintahkan pengambilan
benda uji di lokasi penghamparan bilamana terjadi segregasi yang
berlebihan selama pengangkutan dan penghamparan campuran
aspal.
b) Pengendalian Proses
Frekwensi minimum pengujian yang diperlukan dari Kontraktor
untuk maksud pengendalian proses harus seperti yang ditunjukkan
dalam Tabel 6.3.7.(2) di bawah ini atau sampai dapat diterima oleh
Direksi Pekerjaan.
Contoh yang diambil dari penghamparan campuran aspal setiap hari
harus dengan cara yang diuraikan di atas dan dengan frekuensi yang
diperintahkan dalam Pasal 6.3.7.(3) dan 6.3.7.(4). Enam cetakan
Marshall harus dibuat dari setiap contoh. Benda uji harus
dipadatkan pada temperatur yang disyaratkan dalam Tabel 6.3.5.(1)
dan dalam jumlah tumbukan yang disyaratkan dalam Tabel
6.3.3.(1). Kepadatan benda uji rata-rata (Gmb) dari semua cetakan
Marshall yang dibuat setiap hari akan menjadi Kepadatan Marshall
Harian.
Direksi Pekerjaan harus memerintahkan Kontraktor untuk
mengulangi proses campuran rancangan dengan biaya Kontraktor
sendiri bilamana Kepadatan Marshall Harian rata-rata dari setiap
produksi selama empat hari berturut-turut berbeda lebih 1 % dari
Kepadatan Standar Kerja (JSD).
Untuk mengurangi kuantitas bahan terhadap resiko dari setiap
rangkaian pengujian, Kontraktor dapat memilih untuk mengambil
contoh di atas ruas yang lebih panjang (yaitu, pada suatu frekuensi
yang lebih besar) dari yang diperlukan dalam Tabel 6.3.7.(2).
Tabel 6.3.7.(2) Pengendalian Mutu
Bahan dan Pengujian Frekwensi Pujian
Aspal :
Aspal berbentuk Drum 3√dari jumlah drum
Aspal Curah Setiap tangki aspal
Jenis pengujian aspal drum dan curah
mencakup:
Penetrasi dan titik lembek

60
Asbuton butir / Aditif Asbuton 3√dari jumlah kemasan
- Kadar air
- Ekstraksi (kadar aspal)
- Ukuran butir maksimum
- Penetrasi aspal asbuton
Agregat :
- Abrasi dengan mesin Los Angeles Setiap 5.000 m3
- Gradasi agregat yang ditambahkan ke
Setiap 1.000 m3
tumpukan
- Gradasi agregat dari penampung panas (hot Setiap 250 m3 ( min. 2
bin) pengujian per hari)
- Nilai setara pasir (sand equivalent) Setiap 250 m3
Campuran :
- Suhu di AMP dan suhu saat sampai di Setiap batch dan
lapangan pengiriman
Setiap 200 ton ( min 2
- Gradasi dan kadar aspal pengujian
per hari )
- Kepadatan, stabilitas, kelelehan, Marshall Setiap 200 ton (min. 2
Quotient, rongga dalam campuran pd. 75 pengujian
tumbukan Per hari )
- Rongga dalam campuran pd. Kepadatan
Setiap 3.000 ton
Membal
Setiap perubahan
- Campuran Rancangan (Mix Design) Marshall aggregat
/rancangan
Lapisan yang dihampar :
- Benda uji inti (core) berdiameter 4” untuk
partikelukuran maksimum 1” dan 5” untuk
partikel
ukuran di atas 1”, baik untuk pemeriksaan Setiap 200 meter
pemadatan maupun tebal lapisan : paling panjang
sedikit 2 benda uji inti per lajur dan 6 benda
uji inti per
200 meter panjang.
Toleransi Pelaksanaan :
Paling sedikit 3 titik
yang
diukur
Elevasi permukaan, untuk penampang melintang pada paling
melintang sedikit
dari setiap jalur lalu lintas. setiap
12,5 meter memanjang
sepanjang
jalan tersebut

c) Pemeriksaan dan Pengujian Rutin


Pemeriksaan dan pengujian rutin harus dilaksanakan oleh Kontraktor
di bawah pengawasan Direksi Pekerjaan untuk menguji pekerjaan
yang sudah diselesaikan sesuai toleransi dimensi, mutu bahan,
kepadatan pemadatan dan setiap ketentuan lainnya yang disebutkan
61
dalam Seksi ini.
Setiap bagian pekerjaan, yang menurut hasil pengujian tidak
memenuhi ketentuan yang disyaratkan harus diperbaiki sedemikian
rupa sehingga setelah diperbaiki, pekerjaan tersebut memenuhi
semua ketentuan yang disyaratkan, semua biaya pembongkaran,
pembuangan, penggantian bahan maupun perbaikan dan pengujian
kembali menjadi beban Kontraktor.
d) Pengambilan Benda Uji Inti Lapisan Beraspal
Kontraktor harus menyediakan mesin bor pengambil benda uji inti
(core) yang mampu memotong benda uji inti berdiameter 4”
maupun 6” pada lapisan beraspal yang telah selesai dikerjakan.
Biaya ektraksi benda uji inti untuk pengendalian proses harus sudah
termasuk ke dalam harga satuan Kontraktor untuk pelaksanaan
perkerasan lapis beraspal dan tidak dibayar secara terpisah.
4) Pengujian Pengendalian Mutu Campuran Aspal
a) Kontraktor harus menyimpan catatan seluruh pengujian dan catatan
tersebut harus diserahkan kepada Direksi Pekerjaan tanpa
keterlambatan.
b) Kontraktor harus menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan hasil dan
catatan pengujian berikut ini, yang dilaksanakan setiap hari
produksi, beserta lokasi penghamparan yang sesuai :
i) Analisa ayakan (cara basah), paling sedikit dua contoh agregat
dari setiap penampung panas.
ii) Temperatur campuran saat pengambilan contoh di instalsi
pencampur aspal (AMP) maupun di lokasi penghamparan (satu
per jam).
iii) Kepadatan Marshall Harian dengan detil dari semua benda uji
yang diperiksa.
iv) Kepadatan hasil pemadatan di lapangan dan persentase
kepadatan lapangan relatif terhadap Kepadatan Campuran
Kerja (Job Mix Density) untuk setiap benda uji inti (core).
v) Stabilitas, kelelehan, Marshall Quotient, paling sedikit dua
contoh.
62
vi) Kadar aspal dan gradasi agregat yang ditentukan dari hasil
ekstraksi kadar aspal paling sedikit dua contoh. Bilamana cara
ekstraksi sentrifugal digunakan maka koreksi abu harus
dilaksanakan seperti yang disyaratkan SNI 03-3640-1994.
vii) Rongga dalam campuran pada kepadatan membal (refusal),
yang dihitung berdasarkan Berat Jenis Maksimum campuran
perkerasan aspal (AASHTO T209-90).
viii) Kadar aspal yang terserap oleh agregat, yang dihitung
berdasarkan Berat jenis Maksimum campuran perkerasan aspal
(AASHTO T209-90).
5) Pengendalian Kuantitas dengan Menimbang Campuran Aspal
Dalam pemeriksaan terhadap pengukuran kuantitas untuk pembayaran,
campuran aspal yang dihampar harus selalu dipantau dengan tiket
pengiriman campuran aspal dari rumah timbang sesuai dengan Pasal
6.3.1.(4).(e) dari Spesifikasi ini.
6.3.8 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN
1) Pengukuran Pekerjaan
a) Kuantitas yang diukur untuk pembayaran campuran aspal haruslah
berdasarkan pada beberapa penyesuaian di bawah ini :
i) Untuk bahan lapisan permukaan (misalnya SS, HRS-WC,
AC-WC dan AC-WC Mod) jumlah per meter persegi dari
bahan yang dihampar dan diterima, yang dihitung sebagai
hasil perkalian dari panjang ruas yang diukur dan lebar yang
diterima.
ii) Untuk bahan lapisan perkuatan (misalnya HRS-Base, AC-BC,
AC-BC Mod. AC-Base, dan AC-Base Mod) jumlah meter kubik
dari bahan yang telah dihampar dan diterima, yang dihitung
sebagai hasil perkalian luas lokasi dan tebal yang diterima .
iii) Untuk bahan lapisan perata (misalnya HRS-WC(L), HRSBase(L), AC-WC(L), AC-
BC(L), dsb) jumlah tonase dari bahan
yang telah dihampar dan diterima sesuai dengan ketentuan
pada Pasal 6.3.8 (1)(c).
b) Kuantitas yang diterima untuk pengukuran tidak boleh meliputi
63
lokasi dengan tebal hamparan kurang dari tebal minimum yang
dapat diterima atau setiap bagian yang terkelupas, terbelah, retak
atau menipis (tapered) di sepanjang tepi perkerasan atau di
tempat lainnya. Lokasi dengan kadar aspal yang tidak memenuhi
ketentuan toleransi yang diberikan dalam Spesifikasi tidak akan
diterima untuk pembayaran.
c) Campuran aspal yang dihampar langsung di atas permukaan aspal
lama yang dilaksanakan pada kontrak yang lalu, menurut pendapat
Direksi Pekerjaan memerlukan koreksi bentuk yang cukup besar,
harus dihitung berdasarkan nilai terkecil antara a) jumlah tonase
dari bahan yang telah dihampar dan diterima berdasarkan berat
campuran aspal yang diperoleh dari penimbangan muatan di rumah
timbang, dan b) hasil perkalian antara tebal rata-rata yang
diterima dengan luas penghamparan aktual yang diterima dan
kepadatan lapangan hasil pengujian benda uji inti (core), Bilamana
tebal rata-rata campuran aspal yang telah diperhitungkan,
melebihi dari tebal aktual dibutuhkan (diperlukan untuk perbaikan
bentuk), maka tebal rata-rata yang ditentukan dan diterima oleh
Direksi Pekerjaan harus berdasarkan atas suatu perhitungan yang
tidak berat sebelah dari tebal rata-rata yang dibutuhkan.
d) Kecuali yang disebutkan dalam (c) di atas, maka tebal campuran
aspal yang diukur untuk pembayaran tidak boleh lebih besar dari
tebal nominal rancangan yang ditunjukkan dalam Tabel 6.3.1.(1) di
atas atau tebal rancangan yang ditentukan dalam Gambar
Rencana.
Direksi Pekerjaan dapat menyetujui atau menerima suatu
ketebalan yang kurang berdasarkan pertimbangan teknis atau
suatu ketebalan lebih untuk lapis perata seperti yang diijinkan
menurut Pasal 6.3.8.(1).(c) dari Spesifikasi ini maka pembayaran
campuran aspal akan dihitung berdasarkan luas atau volume
hamparan yang dikoreksi menurut butir (h) di bawah dengan
menggunakan faktor koreksi berikut ini :
Tebal nominal yang diterima
Ct = ----------------------------------- =
Tebal nominal rancangan
Diagram penggunaan rumus di atas diberikan terdapat dalam
Lampiran 6.3.A dari Spesifikasi ini.
Tidak ada penyesuaian luas atau volume hamparan seperti di atas
yang dapat diterapkan untuk ketebalan yang melebihi tebal nominal
64
rancangan bila campuran aspal tersebut dihampar di atas
permukaan yang juga dikerjakan dalam kontrak ini, kecuali jika
diperintahlan lain oleh Direksi Pekerjaan atau ditunjukkan dalam
Gambar Rencana
e) Lebar hamparan campuran aspal yang akan dibayar harus seperti
yang
ditunjukkan dalam Gambar Rencana dan harus diukur dengan pita
ukur oleh Kontraktor di bawah pengawasan Direksi Pekerjaan.
Pengukuran harus dilakukan tegak lurus sumbu jalan dan tidak
termasuk lokasi hamparan yang tipis atau tidak memenuhi
ketentuan sepanjang tepi hamparan.. Interval jarak pengukuran
memanjang harus seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan
tetapi harus selalu berjarak sama dan tidak kurang dari 25 meter.
Lebar yang akan digunakan dalam menghitung luas untuk
pembayaran setiap lokasi perkerasan yang diukur, harus merupakan
lebar rata-rata yang diukur dan disetujui.
f) Pelapisan campuran aspal dalam arah memanjang harus diukur
sepanjang sumbu jalan dengan menggunakan prosedur pengukuran
standar ilmu ukur tanah.
g) Bilamana Direksi Pekerjaan menerima setiap campuran aspal dengan
kadar aspal rata-rata yang lebih rendah dari kadar aspal yang
ditetapkan dalam rumus perbandingan campuran. Pembayaran
campuran aspal akan dihitung berdasarkan luas atau volume
hamparan yang dikoreksi menurut dalam butir (h) di bawah dengan
menggunakan faktor koreksi berikut ini. Tidak ada penyesuaian yang
akan dibuat untuk kadar aspal yang melampaui nilai yang
disyaratkan dalam Rumus Perbandingan Campuran.
Kadar aspal rata-rata yang diperoleh dari hasil ekstraksi
C b = --------------------------------------------------------------------
Kadar aspal yang ditetapkan dalam Rumus Perbandingan
Campuran
h) Luas atau volume yang digunakan untuk pembayaran adalah:
Luas atau volume seperti disebutkan pada butir (a) di atas x Ct x Cb
Bilamana tidak terdapat penyesuaian maka faktor koreksi Ct dan Cb
diambil satu.
i) Bilamana perbaikan pada campuran aspal yang tidak memenuhi
ketentuan telah diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan sesuai dengan
65
Pasal 6.3.1.(8) dari Spesifikasi ini, maka kuantitas yang diukur untuk
pembayaran haruslah kuantitas yang akan dibayar bila pekerjaan
semula dapat diterima. Tidak ada pembayaran tambahan untuk
pekerjaan atau kuantitas tambahan yang diperlukan untuk
perbaikan tersebut.
j) Kadar aspal aktual (kadar aspal efektif + penyerapan aspal)
yang digunakan Kontraktor dalam menghitung harga satuan untuk
berbagai campuran aspal yang termasuk dalam penawarannya
haruslah berdasarkan perkiraannya sendiri. Tidak ada penyesuaian
harga yang akan dibuat sehubungan dengan perbedaan kadar aspal
yang disetujui dalam Rumus Perbandingan Campuran dan kadar
aspal dalam analisa harga satuan dalam penawaran.
2) Dasar Pembayaran
Kuantitas yang sebagaimana ditentukan di atas harus dibayar menurut
Harga Kontrak per satuan pengukuran, untuk Mata Pembayaran yang
ditunjukkan di bawah ini dan dalam Daftar Kuantintas dan Harga, dimana
harga dan pembayaran tersebut harus merupakan kompensasi penuh
untuk mengadakan dan memproduksi dan mencampur serta menghampar
semua bahan, termasuk semua pekerja, peralatan, pengujian, perkakas
dan pelengkapan lainnya yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan
yang diuraikan dalam Seksi ini
Nomor
Mata Nomor
Uraian
Pembayara Pengukuran
n
6.3.(1) Meter Persegi
Latasir Kelas A (SS-A)
6.3.(2) Meter Persegi
Latasir Kelas B (SS-B)
6.3.(3) Meter Persegi
Lataston Lapis Aus (HRS-WC)
6.3.(3a) Ton
Lataston Lapis Aus (HRS-WC) Leveling
6.3.(4) Meter kubik
Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base)
6.3.(4a) Ton
Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base) Leveling
6.3.(5a) Meter Persegi
Laston Lapis Aus (AC-WC)
6.3.(5b) Meter Persegi

66
Laston Lapis Aus (AC-WC) Modifikasi
6.3.(5c) Ton
Laston Lapis Aus (AC-WC) Leveling
6.3.(5d) Ton
Laston Lapis Aus (AC-WC) Modifikasi
6.3.(6a) Meter kubik
Leveling
6.3.(6b) Meter kubik
Laston Lapis Antara (AC-BC)
6.3.(6c) Ton
Laston Lapis Antara (AC-BC) Modifikasi
6.3.(6d) Ton
Laston Lapis Antara (AC-BC) Leveling
6.3.(7a) Meter kubik
Laston Lapis Antara (AC-BC) Modifikasi
6.3.(7b) Meter kubik
Leveling
6.3.(7c) Ton
Laston Lapis Pondasi (AC-Base)
6.3.(7d) Ton
Laston Lapis Pondasi (AC-Base) Modifikasi
Laston Lapis Pondasi (AC-Base) Leveling
Laston Lapis Pondasi (AC-Base) Modifikasi
Leveling

PEMBERITAHUAN PENYERAHAN PEKERJAAN YANG PERTAMA


Apabila dalam waktu pelaksanaan dalam kontrak atau tanggal baru akibat
perpanjangan waktu sesuai dengan addendum kontrak telah berakhir,
pemborong harus telah menyerahkan pekerjaannya dengan baik sesuai dengan
kontrak kepada Kuasa Pengguna Anggaran secara tertulis dan pengawas
berkewajiban :
- Membuat evaluasi tentang hasil seluruh pelaksanaan sesuai dengan
kontrak pemborongan.
- Menanggapi / melaporkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran tentang
hasil pekerjaan pemborong tersebut secara tertulis.
Kuasa Pengguna Anggaran akan mengadakan rapat proyek mengenai pekerjaan
penyerahan tersebut diatas berdasarkan :
a. Kontrak pemborong
b. Surat penyerahan pekerjaan dari pemborong
c. Surat tanggapan dari pengawas, setelah dapat menerima penyerahan
pekerjaan tersebut
PEMELIHARAAN BANGUNAN SEBELUM PENYERAHAN KEDUA
Terhitung mulai dari tanggal diterimanya penyerahan pekerjaan yang pertama,
hingga serah terima yang kedua adalah merupakan masa pemeliharaan yang
masih menjadi tanggung jawab pemborong sepenuhnya, antara lain :
- Penyempurnaan dan pemeliharaan
- Pembersihan
- Keamanan dan penjagaan
Apabila pemborong telah melaksanakan hal tersebut diatas sesuai dengan kontrak,
maka penyerahan pekerjaan yang kedua dapat dilaksanakan seperti pada tata
cara (prosedur) pada penyerahan pekerjaan yang pertama.

Anda mungkin juga menyukai