BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gips pada dasarnya merupakan alat untuk menjamin ke akuratan dan kecocokan dalam
membalut, biasanya dipergunakan untuk imobilisasi fraktur, koreksi kelainan bawaan,
pencegahan deformitas, pencegahan kontraktur dan lain sebagainya. Dalam penggunaan gips
harus diperhatikan sejumlah faktor utama, antara lain teknik pemasangan, personil,
perlengkapan yang dibutuhkan dan perawatan. Pemasangan Gips dapat menimbulkan
komplikasi berupa gangguan sirkulasi syaraf, pressure / cast sore, kekakuan sendi, reaksi
alergi yang harus di tangani segera.
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur dimana
gips ini dipasang. Tujuan pemakaian gips adalah untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam
posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak
didalamnya. Dapat digunakan untuk mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi,
mengoreksi deformitas, memberikan tekanan merata pada jaringan lunak dibawahnya, atau
memberikan dukungan dan stabilitas bagi sendi yang mengalami kelemahan. Secara umum,
gips memungkinkan pasien sementara membatasi gerakan pada bagian tubuh tertentu.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah tentang Gips dan asuhan
keperawatannya.
C. Tujuan Penulisan
Mengetahui tentang apa itu Gips, bagaimana penatalaksanaan pasien dengan Gips dan
asuhan keperawatannya.
D. Manfaat Penulisan
Memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan pemahaman bagi kelompok maupun
pembaca mengenai konsep dasar pemasangan Gips dan asuhan keperawatannya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Gips dalam bahasaa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of paris,
dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di alam
berupa batu putih tang mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips adalah alat imobilisasi
eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner
& sunder, 2000).
Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan
mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999). Jadi gips adalah
alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan
formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass. Indikasi pemasangaan gips adalah pasien
dislokasi sendi , fraktur, penyakit tulang spondilitis TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis
TBC, dll
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat
menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras.
Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang
ekstremitasdan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang melingkari
ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah satu sisi
ekstremitas disebut gips bidai.
B. TUJUAN
Tujuan pemasangan gips
a. Imobilisasi kasus dislokasi sendi
b. Fiksasi fraktur yang telah di reduksi
c. Koreksi cacat tulang
d. Imobilisasi padakasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi
e. Mengoreksi
C. JENIS – JENIS GIPS
Kondisi yang ditangani dengan gips menentukan jenis dan ketebalangips yang dipasang.
Jenis-jenis gips sebagai berikut:
a. Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak
tanga, dan melingkar erat didasar ibu jari.
2
b. Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai
disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi tegak
lurus.
c. Gips tungkai pendek. Gi[s ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki,
kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral,
d. Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha
sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.
e. Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai
telapak untuk berjalan
f. Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh
g. Gips spika.gipsini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips
spika tunggal atau ganda)
h. Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku
i. Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips spika
tunggal atau ganda)
D. INDIKASI
a. Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
b. Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)
c. Baskom berisi air hangat
d. Gunting perban
e. Benkok
f. perlak dan alasnya
g. Waslap
h. pemotong gips
i. kasa dalam tempatnya
j. alat cukur
k. sabun dalam tempatnya
l. handuk
4
m. krim kulit
n. spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
o. padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)
H. PROSEDUR KERJA
I. PELEPASAN GIPS
5
2. Gergaji kecil manual
3. Gunting besar
4. Baskom berisi air hangat
5. Gunting perban
6. Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka
7. Sabun dalam tempatnya
8. Handuk
9. Perlak dan alasnya
10. Waslap
11. Krim atau minyak
6
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PEMASANGAN GIPS
A. PENGKAJIAN
Pengkajian secara umum perlu di lakukan sebelum pemasangan gips terhadap gejala dan
tanda, status emosional,pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi bagian tubuh yang
akan di pasang gips. Pengkajian fisik bagian tubuh yang akan di gips meliputi status
neurovaskuler, lokasi pembengkakan, memar , dan adanya abrasi. Data yang perlu di kaji
pasien setelah gips di pasang meliputi:
1. Data subyektif: adanya rasa gatal atau nyeri ,keterbatasan gerak, dan rasa panas pada daerah
yang di pasang gips
2. Data obyektif: apakah ada luka di bagian yang akan digips. Misalnya luka operasi , luka
akibat patah tulang; apakah ada sianosis;apakah ada pendarahan ;apakah ada iritasi
kulit;apakah atau bau atau cairan yang keluar dari bagian dari bagian tubuh yang di gips.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data pengkajian , diagnosis keperawatan utama pada pasien yang menggunakan
gips meliputi:
a. Cemas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan prosedur pemasangan gips
b. Gangguan rasa nyeri yang berhubungan dengan terpasangnya gips
c. Keterbatasan pemenuhan kebutuhan diri yang berhubungan dengan terpasangnya gips
d. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pemasangan gips
e. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan adanya penekanan akibat pemasangan
gips.
f. Kurangnya pengetahuan tentang pembatasan aktifitas, pemeriksaan diagnostik dan tujuan
tindakan yang diprogramkan berhubungan dengan kurangnya informasi yang akurat pada
klien
g. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan ferifer yang berhubungan dengan respons fisiologis
terhadap cederta atau gips restriksi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Cemas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan prosedur pemasangan gips
Intervensi :
7
a) Berikan dorongan terhadap tiap-tiap proses kehilangan status kesehatan yang timbul.
b) Berikan privacy dan lingkungan yang nyaman.
c) Batasi staf perawat/petugas kesehatan yang menangani pasien.
d) Observasi bahasa non verbal dan bahasa verbal dari gejala-gejala kecemasan.
e) Temani klien bila gejala-gejala kecemasan timbul.
f) Berikan kesempatan bagi klien untuk mengekspresikan perasaannya .
g) Hindari konfrontasi dengan klien.
h) Berikan informasi tentang program pengobatan dan hal-hal lain yang mencemaskan klien.
i) Lakukan intervensi keperawatan dengan hati-hati dan lakukan komunikasi terapeutik.
j) Anjurkan klien istirahat sesuai dengan yang diprogramkan.
k) Berikan dorongan pada klien bila sudah dapat merawat diri sendiri untuk meningkatkan
harga dirinya sesuai dengan kondisi penyakit.
l) Hargai setiap pendapat dan keputusan klien.
e. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan adanya penekanan akibat pemasangan
gips.
Intervensi:
a) Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainage
b) Monitor suhu tubuh
c) Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
d) Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
e) Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
f) Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alcohol
g) Gunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
h) Kolaborasi pemberian antibiotik.
g. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan ferifer yang berhubungan dengan respons fisiologis
terhadap cederta atau gips restriksi
Intervensi :
9
a) Observasi ada tidaknya kualitas nadi periver dan bandingkan dengan pulses normal.
b) Observasi pengisian kapiler, warna kulit dan kehangatannya pada bagian distal daerah yang
fraktur.
c) Kaji adanya gangguan perubahan motorik/sensorik anjurkan klien untuk mengatakan lokasi
adanya rasa sakit/tidak nyaman.
d) Pertahankan daerah yang fraktur lebih tinggi kecuali bila ada kontra indikasi.
e) Kaji bila ada edema dan pembengkakan ekstrimitas yang fraktur.
f) Observasi adanya tanda-tanda ischemik daerah tungkai seperti : penurunan suhu, dingin dan
peningkatan rasa sakit.
g) Observasi tanda-tanda vital, catat dan laporkan bila ada gejala sianosis, dingin pada kulit dan
gejala perubahan status mental.
h) Berikan kompres es sekitar fraktur.
i) Kolaborasi untuk pemeriksaan Laboratorium, foto rontgen, pemberian cairan parenteral atau
transfusi darah bila perlu dan persiapan operasi jika perlu.
D. EVALUASI
1. Pasien secara aktif berpartisipasi dlm program terapi
a. meninggikan eksterimitas yang terkena
b. berlatih sesuai intruksi
c. Menjaga gips tetap kering
d. Melaporkan setiap masalah yg timbul
e. Tetap melakukan tindak lanjut atau mengadakan perjanjian dgn dokter
2. Melaporkan berkurangnya nyeri
a. meninggikan ekstremitas yang digips
b. meroposisi sendiri
c. menggunakan analgetik oral k/p
3. Memperlihatkan peningkatan kemampuan mobilitas
a. mempergunakan alat bantu yg aman
b. berlatih untuk meningkatkan kekuatan
c. Mengubah posisi sesering mungkin
d. melakukan lat. sesuai kisaran gerakan sendi yg tdk tertutup gips
4. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri
a. Melakukan aktivitas higiene dan kerapihan secara mandiri
b. makan sendiri secara mandiri
10
5. Memperlihatkan penyembuhan abrasi dan laserasi
a. tidak memperlihatkan tanda dan gejala infeksi
b. Memperlihatkan kulit yang utuh saat gips dibuka
6. Terjaganya peredaran darah yang adekuat pada ekstremitas
a. Memperlihatkan warna kulit yang normal
b. Mengalami pembengkakan minimal
c. Mampu memperlihatkan pengisian kapiler yang adekuat
d. Memperlihatkan gerakan aktif jari tangan dan kaki
e. Melaporkan sensasi normal pada bagian yang digips
f. Melaporkan bahwa nyeri dapat dikontro
7. Tidak memperlihatkan adanya komplikasi
a. Tidak terjadi ulkus akibat tekanan
b. Memperlihatkan pengecilan otot minimal
11
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat
menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras.
Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang
ekstremitasdan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang melingkari
ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah satu sisi
ekstremitas disebut gips bidai. Gips yang ideal adalah dapat membungkus tubuh sesuai
dengan bentuk tubuh. Penggunaan gips sesudah operasi lebih memungkinkan klien untuk
mobilisasi dari pada pasien ditraksi. Gips diindikasi kan untuk klien dengan Immobilisasi dan
penyangga fraktur, Stabilisasi dan istirahatkan, Koreksi deformitas, Mengurangi aktivitas
pada pada daerah yang terinfeksi serta untuk membuat cetakan tubuh orthotik.
B. Saran
Yang perlu diperhatikan pada pemasangan gips
a. Gips yang pas tidak akan menyebabkan perlukaan.
b. Gips patah tidak bisa digunakan
c. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
d. Sebelum pemasangan perlu dicatat apabila ada luka
e. Untuk mencegah masalah pada gips :
Jangan merusak atau menekan gips
Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/menggaruk.
Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Andaners.wordpress.com
2. Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 .
Jakarta : EGC.
3. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1959026-imobilisasi-gips/ tgl 13 April
2010
4. Suratun dkk (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal SAK. Jakarta:penerbit
buku kedokteran
13