PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan
konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan terpenting dari seluruh
parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau
makanan, penampilannya baik , juga lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan
tersebut tidak ada nilainya lagi.
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit harus optimal dan sesuai dengan mutu
pelayanan standar kesehatan serta indikasi penyakit pasien. Penyelenggaraan makanan
yang kurang memenuhi syarat kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang
proses perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross infection) atau
infeksi nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang di antaranya dapat melalui
makanan. Data tentang terjadinya infeksi nosokomial khususnya yang berhubungan dengan
penyelenggaraan makanan di rumah sakit belum tercatat, akan tetapi timbulnya infeksi
nosokomial secara umum diketahui angkanya tergolong tinggi. Angka infeksi nosokomial di
Jakarta sebesar 41,1%, di Surabaya 73,3%, dan Yogyakarta kurang lebih 5,9% (Hasyim
dalam Nurlaela. 2011).
Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan sistematis melalui upaya
pengidentifikasian bahaya (hazard) baik fisik, kimiawi, dan mikrobiologis pada proses
pengolahan makanan dan melakukan pengendalian bahaya pada titik kritis, yang dikenal
dengan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Dalam penyelenggaraan makanan
di rumah sakit, HACCP adalah teknik yang dianjurkan untuk penyehatan makanan karena
HACCP merupakan pendekatan paling efektif dari segi biaya untuk menjamin keamanan
makanan di semua tahap penyediaannya dibandingkan dengan pengawasan tradisional
atau dengan pengujian hasil akhir produk. HACCP juga merupakan jaminan mutu terhadap
produk makanan yang diakui secara internasional.
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam hal
ini adalah pasian. Tujuan dari penyelanggaraan makanan rumah sakit ini adalah
menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai denagn kebutuhan
serta pelayanan yang layak dan memadai bagi klien (Depkes, 2003).
Instalasi gizi sebagai pusat penyelenggaraan makanan bagi pasien di rumah sakit
yang mungkin menjadi titik terjadinya keracunan makanan maupun penularan wabah
penyakit, baik karena terkontaminasi bakteri dari penjamah maupun alat-alat yang
digunakan untuk proses pengolahan.
Tahu memerlukan tindakan HACCP karena rentan terhadap bahaya dan terjadi
kontaminasi silang baik dari manusia ke bahan makanan, dari peralatan masak ke bahan
makanan dan dari satu bahan makanan ke bahan makanan lainnya. Kontaminasi dapat
terjadi dari proses persiapan, pengolahan, pemorsian, distribusi maupun penyajian.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan pengamatan mengenai mutu
keamanan pangan pada steam schotel tahu mini lapis sayur dengan menggunakan
penerapan HACCP di Instalasi Gizi RSUD Deli Serdang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “ Bagaimanakah penerapan HACCP pada
pengolahan hidangan steam schotel tahu mini lapis sayur di Instalasi Gizi RSUD Deli
Serdang.? ”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan HACCP pada pengolahan hidangan steam schotel tahu mini
lapis sayur di Instalasi Gizi RSUD Deli Serdang
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis permasalahan penerapan HACCP pada bahan mentah dan proses
pengolahan produk.
b. Mendeskripsikan produk dan spesifikasinya.
c. Mengidentifikasi jenis bahaya dan cara pencegahan.
d. Menganalisis risiko bahaya dan kategori risiko bahaya.Menetapkan Critical
Control Point (CCP) atau batas kritis.
e. Mampu melakukan penerapan HACCP pada produk.
f. Menganalisis hasil penerapan HACCP.
D. Manfaat
1. Bagi Instalasi Gizi
Laporan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam perbaikan mutu
makanan, sehingga diharapkan bagi pihak instalasi gizi dapat lebih meningkatkan
pentingnya penerapan HCCP dalam pengolahan makanan.
2. Bagi Peneliti
a. Menambah pengalaman dalam penerapan HACCP pada pembuatan steam
schotel tahu mini lapis sayur.
b. Memahami penerapan HACCP pada pembuatan hidangan steam schotel tahu
mini lapis sayur.
3. Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah
khususnya tentang HACCP di Instalasi Gizi RSUD Deli Serdang
4. Bagi Pasien
Menghindari kemungkinan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh produk
hidangan steam schotel tahu mini lapis sayur yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Prinsip HACCP
a. Identifikasi Bahaya
1) Pengelompokkan Bahaya
Tabel 1. Penggolongan pengelompokkan bahaya
Kelompok
Karakteristik
Bahaya
Kelompok makanan khusus yang terdiri dari makanan non steril yang
A ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi, seperti bayi, balita, orang
sakit/pasien, orang tua, ibu hamil, ibu menyusui, usia lanjut
Makanan yang mengandung bahan / ingridien yang sensitif terhadap bahaya
B
biologis, kimia, atau fisik
Di dalam proses pengolahan makanan tidak terdapat tahap yang dapat
C membunuh mikroorganisme berbahaya atau mencegah / menghilangkan
bahaya kimia / fisik
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali setelah
D
pengolahan sebelum pengemasan / penyajian
Kemungkinan dapat terjadi kontaminasi kembali atau penanganan yang
E salah selama distribusi, penanganan oleh konsumen / pasien, sehingga
makanan menjadi berbahaya bila dikonsumsi
Tidak ada proses pemanasan setelah pengemasan / penyajian atau waktu
dipersiapkan di tingkat konsumen / pasien yang dapat memusnahkan /
F menghilangkan bahaya biologis.
- Atau tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan,
atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik
2) Kategori Resiko
Tabel 2. Penggolongan tingkat resiko berdasarkan karakteristik bahaya
Kategori Karakteristik
Keterangan
Resiko Bahaya
0 (tidak ada Tidak mengandung bahaya A s.d F
0
bahaya)
1 (+) Mengandung satu bahaya A s.d F
2 (++) Mengandung dua bahaya A s.d F
3 (+++) Mengandung tiga bahaya A s.d F
4 (++++) Mengandung empat bahaya A s.d F
5 (+++++) Mengandung lima bahaya A s.d F
6 A + kategori khusus Kategori resiko paling tinggi (semua
makanan yang mengandung
bahaya A, baik dengan/tanpabahay
B s.d F)
b. Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP)
CCP (Critical Control Point) adalah suatu titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya
yang berhubungan dengan pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik
yang dapat diterima (diperbolehkan atau titik aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis
yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP 1) sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan
Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP2) dimana bahaya dapat dikurangi.
1. CCP 1: Pengolahan
Proses pengolahan sonde harus dipastikan sonde yang dimasak harus dengan suhu
≥ 60°𝑐 karena suhu aman untuk makanan yaitu ≤4°C dan ≥ 60° C, apabila suhu berkisar
4°C dan 60° C (danger zone) maka akan tumbuh bakteri.
. CCP 1 : Portioning (Hot Dishing)
Batas kritis :
Temperatur ruangan : 15 oC s/d 21 oC
Lama pemorsian : maksimal 45 menit
Suhu makanan : maksimal 15oC
Waktu pemorsian >45 menit cek suhu makanan
Jika suhu makanan ≤60oC = dibuang
Penerimaan bahan
baku
Sortasi Konsumsi
Penyimpanan Distribusi
Pengolahan Penyajian
(proses pemasakan)
Telur mempunyai kandungan protein tinggi dan mempunyai susunan protein yang lengkap,
akan tetapi lemak yang terkandung didalamnya juga tinggi.
Persyaratan tingkatan mutu fisik
Tabel 3. Syarat tingkatan mutu fisik telur
No Faktor Mutu Tingkatan mutu
1 aroma Normal
2 Rasa normal
3 Kadar air Maks 5%b/b
4 Tekstur Tidak menggumpal
5 Cemaran logam Maks 20 mg/kg
Sumber :Badan Standarisasi Nasional
1 aroma Normal
2 Rasa normal
4 Tekstur Tidak menggumpal
5 Cemaran logam Maks 20 mg/kg
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu untuk mengetahui gambaran
penerapan HACCP pada makanan enteral.
E. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, untuk mengetahui
penerapan HCCP pada pembuatan makanan enteral di Instalasi gizi RSUD Deli Serdang.
BAB IV
PEMBAHASAN
Penerapan HACCP yang dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Deli Serdang yaitu
mengenai pembuatan makanan enteral yang merupakan menu makanan cair dalam menu
untuk penderita yang mengalami gangguan saluran pencernaan yang tidak memungkinkan
mengonsumsi melalui oral. Pembuatan makanan enteral ini terdiri dari bahan bakukuning
telur ayam, gula pasir, tepung susu, tepung maizena, minyak kelapa sawit dan cairan. Pada
bahan yang ada terdapat beberapa potensi bahaya fisik, mikrobiologi, dan kimia. Analisis
bahaya pada makanan enteral sonde termasuk dalam kategori resiko bahaya
rendah sehingga berarti produk dapat diproses, penyimpangan harus dikoreksi atau
diperbaiki jika waktu memungkinkan dan pengawasan rutin harus dilakukan.
2. Penyimpanan
Penyimpanan bahan makanan disimpan pada gudang kering dan tidak datang
setiap hari karena menggunakan stok yang masih ada selama 2 hari.
3. Persiapan (Pencucian)
Bahan makanan yang disimpan pada ruang transit dikirim keruang persiapan oleh
petugas.Persiapan bahan makanan dilakukan dengan pencucian bahan makanan. Proses
persiapan bahan makanan dilakukan oleh tenaga pengolah. Proses persiapan (pencucian)
merupakan CCP 2 karena hanya dapat mengurangi bahaya yang ada. Pada tahap ini setiap
alat dicuci terlebih dahulu, begitu pula dengan telur ayam sebelum dipecah dan dicuci
terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan mengurangi potensi bahaya
yang ada pada telur ayam. Proses pencucian dilakukan dengan menggunakan air mengalir
yang berasal dari PDAM yang telah mendapat lisensi sehingga mutu dapat terjamin.
4. Pengolahan ( Pemasakan)
Pengolahanmakanan enteral sonde dilakukan oleh 1 tenaga pengolah. Sebelum
dilakukan pengolahan alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu. Tenaga pengolah
seharusnya wajib memakai clemek serta tutup kepala dan tidak wajib memakai masker
pada saat pengolahan tetapi harus meminimalkan frekuensi bicara kepada petugas lain
karena instalasi gizi RSUD. Deli Serdang mengadopsi sistem pengolahan dari eropa yaitu
tidak wajib memakai masker pada saat pengolahan tetapi pada saat pemorsian atau
berhadapan langsung dengan makanan yang telah matang wajib memakai masker. Proses
pengolahan merupakan CCP 1 karena pada proses ini diharapkan mampu menghilangkan
bahaya yang ada. Pada proses ini alat yang digunakan dicuci menggunakan air kran, yang
bersumber dari air tanah.
5. Pemorsian
Penyajian makanan enteral pada pengamatan ini yaitu untuk pasien yang dirawat
dengan kondisi system pencernaan terganggu, sedangkan untuk proses pemorisannya
dilakukan dengan menggunakan piring keramik tertutup. Selain itu penempatan pada piring
keramik tertutup gelas ukur yang telah dicuci sebelumnya sehingga dapat mengurangi
kontaminasi kotoran yang mungkin menempel pada alat. Proses pengemasan merupakan
CCP 2 karena pada proses pengemasan hanya dapat mengurangi bahaya yang ada.
6. Pendistribusian
Proses pendistribusian merupakan CCP 2 karena dapat mengurangi bahaya yang
ada, khususnya bahaya karena ada proses penyajian makanan, distribusi ke pasien
dilakuakn secepat mungkin agar makanan tidak terkontaminasi dengan mikrobia dan
disarankan meminimalkan berbicara pada saat penyajian. Makanan enteral sonde telah
ditempatkan pada piring keramik tertutup dan kemudian dimasukkan pada kereta / troli
makan tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi udara pada makanan didalamnya.
Dari semua uraian diatas, tingkat resiko produk makanan enteraluntuk pasien di
RSUD Deli Serdang dapat dikategorikan beresiko rendah Artinya makanan dapat terus
diolah tetapi perlu adanya pengawasan makanan dengan baik, karena makanan tersebut
dikonsumsi untuk pasien atau orang sakit. Penyimpangan yang terjadi perlu segera
diperbaiki, dan tindakan pengawasan rutin serta penerapan HACCP perlu dilakukan untuk
menjamin keamanan makanan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makanan enteral sonde merupakan menu makanan cair yang diolah di Instalasi
Gizi RSUD Deli Serdang dengan bahan mentah berupa telur ayam, tepung maizena, tepung
susu, minyak kelapa sawit, gula pasir dan cairan.
Cara pembuatan makanan enteral sonde adalah tepung susu dilarutkan dengan
air hangat, pecahkan telur ayam diambil kuningnya, masukkan gula pasir, tepung maizena,
minyak, dan air lalu diaduk dan dimasak sampai mendidih selama pemasakan makanan
harus tetap diaduk agar tidak terjadi penggumpalan. Setelah mendidih masukkan susu yang
telah dilarutkan kedalam masakan. Sebelum disajikan saring terlebih dahulu.
Beberapa bahan dan proses dari pembuatan makanan enteral sonde mempunyai
potensi bahaya fisik, kimia maupun biologi. Pada proses penerimaan bahan makanan
hingga proses pendistribusian terdapat beberapa titik kritis diantaranya yaitu :
1. CCP 1 : Proses pemasakan
2. CCP 2 : Proses penerimaan, sortasi, persiapan (pencucian) dan pendistribusian.
Pada proses persiapan sampai dengan proses pendistribusian terdapat beberapa
batas CCP serta toleransinya dari setiap proses yang dilakukan. Tindakan pemantauan
dalam pembuatan makanan enteral sondeterpantau aman dan prosesnya dilakukan dengan
baik tanpa melalui tahap penyimpanan. Tidak adanya tahap penyimpanan pada proses
pembuatannya sehingga juga tidak terdapat tindakan koreksi yang diperlukan.
Verifikasi kegiatan melihat kembali beberapa verifikasi yang sudah ditentukan. Pada
proses pembuatan makanan enteral sonde ini penetapan verifikasi sudah dilakukan dengan
cukup baik dan sesuai jadwal.
Pencatatan dan dokumentasi dilakukan dengan melihat kembali judul, tanggal
pengamatan dan pencatatan, keterangan produk, alat dan bahan, serta proses yang
dilakukan mulai dari proses penerimaan sampai dengan pendistribusian.
B. Saran
Meningkatkan pengawasan hygiene sanitasi terhadap tenaga pengolah dan
peralatan yang digunakan agar mendapatkan kualitas makanan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Djarismawati., Sugiharti. dan Riris Nainggolan. 2004. Pengetahuan dan Perilaku Pedagang
Cabe Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamine B di Pasar Tradisional di DKI
Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan. Jurnal Ekologi
Kesehatan Vol 3 (1): 7 – 12. Diakses tanggal 5 September 2013.
Nurlaela, Euis. 2011. Keamanan Pangan dan Perilaku Penjamah Makanan di Instalasi Gizi
Rumah Sakit. Jurnal FKM UNHAS Vol. 1, No. 1. Agustus 20011 : 1-7. Diakses
tanggal 5 September 2013.
Shurtleff, William, Aiko Aoyagi. 2001. The Book of Miso. Japan : Ten Speed Press.