Lapsus Mata Refraksi Fix
Lapsus Mata Refraksi Fix
PENDAHULUAN
2.1.3 Lensa
Lensa terletak di sebelah posterior dari iris dan anterior dari badan kaca
(vitreous body) yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram
yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi untuk
memfokuskan objek yang jauh dan dekat pada retina.11 Berbentuk bikonvex yang
terbungkus di dalam sebuah kapsul. Kapsul lensa merupakan membran
semipermeabel (sedikit lebih permeabel dari dinding kapiler) terhadap air dan
elektrolit. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa
di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral dan
membentuk nukleus. Dibagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih
muda yang disebut korteks lensa.10
Lensa terdiri dari sekitar 65% air, 35% protein (kandungan protein tertinggi
diantara jaringan yang ada di tubuh), dan sedikit mineral yang umum dijumpai
pada jaringan lain di tubuh. Kalium lebih terkonsentrasi di lensa dibandingkan
dengan kebanyakan jaringan yang lainnya. Asam askorbat dan glutathione ada
dalam bentuk baik yang teroksidasi maupun yang tereduksi.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:10
Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
Terletak pada tempatnya
2.3 Miopia
2.3.1 Etiologi dan Faktor Risiko
Miopia terjadi pada bola mata dengan panjang aksial yang lebih
panjang daripada orang normal ataupun adanya peningkatan kurvatura
kornea yang menyebabkan sinar yang datang akan difokuskan di depan
retina. Faktor herediter dan near work activity yang berlebihan juga dapat
memicu terjadinya miopia dan progresifitasnya.5,13
Faktor risiko yang memingkatkan potensi miopia diantaranya riwayat
keluarga dengan miopia, miopia noncyloplegic retinoscopy saat bayi,
penurunan fungsi akomodasi, tingginya aktifitas jarak dekat, panjang axial
yang tinggi dari diameter kornea.
2.4 Astigmatisme
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang
oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik. 9
2.4.1 Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisme adalah sebagai berikut: 7
1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media
refraksi yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea,
yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatisme, sedangkan media lainnya adalah
lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan
lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior
posterior bolamata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena
kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea
serta akibat pembedahan kornea.
2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin
bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga
semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan
yang dapat menyebabkan astigmatismus.
3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
4. Trauma pada kornea
5. Tumor
2.4.2 Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina: 7,9
1. Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua
bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah
satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.
Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa silinder yang tepat,
akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak
disertai dengan adanya kelainanpenglihatan yang lain. Bila ditinjau dari
letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi
2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With the Rule: Bila pada bidang vertical mempunyai
daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal.
b. Astigmatisme Against the Rule : Bila pada bidang horizontal
mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal.
2. Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertikal dan horizontal pada retina:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat
sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di
mana X dan Y memiliki angka yang sama.
Gambar 2.6 Astigmatisme Miopia Simpleks
2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada
di belakang retina.
2.5 Presbiopia
Presbiopia adalah gangguan penglihatan terutama dekat pada orang berusia >40 tahun
akibat gangguan akomodasi (masalah kelenturan lensa). 17
2.5.1 Etiologi
Dengan meningkatnya usia, lensa semakin besar dan menebal serta
menjadi kurang elastik, sebagian disebabkan oleh denaturasi protein lensa yang
progresif. Dari sebuah penelitian juga dijelaskan bahwa berkurangnya elastisitas
kristalin lensa serta menurunnya kekuatan muskulus siliaris sebagai faktor
penyebab. Kemampuan lensa untuk berubah bentuk akan berkurang seiring
dengan bertambahnya usia. Daya akomodasi berkurang dari 14 D pada usia anak-
anak menjadi kurang dari 2 D pada saat kita mencapai usia 45 sampai 50 tahun.
Akibat adanya gangguan akomodasi ini maka pasien yang berusia lebih dari 40
tahun akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair
dan sering terasa pedas. Kemudian daya akomodasi berkurang menjadi 0 D pada
usia 70 tahun. Sesudah itu dapat dikatakan lensa hampir sama sekali tidak dapat
berakomodasi. 5,17,18
Gambar 2.11 Titik Fokus pada Presbiopia1
2.5.2 Kriteria Diagnosis
Tanda dan Gejala:5
Mata terasa kaku
Susah melihat pada keadaan gelap/dim light
Kesulitan membaca/fokus pada benda-benda kecil
Visus jauh 6/6 atau kurang
Penurunan visus dekat
Bila diberikan lensa addisi visus dekat membaik
Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan tajam penglihatan jauh (visus jauh)
Pemeriksaan tajam penglihatan dekat (visus dekat)
Pemeriksaan segmen anterior dan posterior
Pemeriksaan Penunjang
Autorefraktokeratometer untuk visus jauh3
2.5.3 Penatalaksanaan
Koreksi presbiopia dengan memberikan lensa tambahan (addisi) setelah visus
jauh dikoreksi maksimal. Pemberian addisi disesuaikan dengan jarak baca dan mplitude
akomodasi pasien. Umur dapat digunakan sebagai panduan dalam memberikan addisi
pada pasien presbiopia, dimana setiap lima tahun akan terdapat pertambahan addisi
sekitar 0,5 D.5
Kacamata atau addisi diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatan
tertentu, biasanya:5
+ 1,0 D untuk usia 40 tahun
+ 1,5 D untuk usia 45 tahun
+ 2,0 D untuk usia 50 tahun
+ 2,5 D untuk usia 55 tahun
+ 3,0 D untuk usia 60 tahun3
Adapun jenis-jenis lensa yang digunakan:20
1. Single vision lenses
Lensa jenis ini sesuai untuk pasien emmetropia atau pasien dengan
ametropia derajat rendah. Kelemahan jenis lensa ini adalah pandangan jarak jauh
yang menjadi kabur. Karenanya lensa ini hanya digunakan untuk jarak dekat.
2. Progressive addition lenses
Lensa progresif dapat memberikan pandangan yang jelas pada rentang
jarak tertentu. Lensa PAL direancang dengan distribusi kekuatan yang berbeda-
beda.
3. Bifocal lenses
Lensa bifokal diberikan pada penderita yang tidak nyaman dengan lensa
single. Lensa utama digunakan untuk pandangan jarak jauh sedangkan untuk
jarak dekat terdapat segment kecil diarah bawah lensa.
4. Trifocal lenses
Hampir menyerupai rancangan lensa bifokal, lensa trifokal
mengakomodasi kebutuhan pasien terhadap penglihatan jarak jauh, jarak
menengah dan jarak dekat pada pasien-pasien presbiopia tahap lanjut.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Penglihatan kabur
Autoanamnesa
Pasien datang ke poliklinik Mata RSUP Sanglah dengan keluhan penglihatan
pada kedua mata semakin kabur sejak sekitar 4 bulan yang lalu. Pasien merasakan
bahwa dirinya kesulitan untuk melihat sesuatu yang jauh dan saat melihat dekat.
Kekaburan pada penglihatan dirasakan setiap saat dan memberat. Bila harus melihat
objek yang jauh, pasien sering memicingkan matanya karena dikatakan membantu
memperjelas penglihatannya. Kedua mata dirasakan cepat terasa lelah dan berat saat
melakukan aktivitas sehari-hari sebagai pedagang di pasar.
Pasien juga mengeluh kepalanya kadang-kadang terasa pusing dan pandangan
yang berbayang. Keluhan lain seperti mata merah, berair, perih, terasa silau, gatal,
melihat bintik-bintik disangkal oleh pasien.
Pasien mengatakan telah mulai menggunakan kacamata minus sejak tahun
1993 dan sempat mengganti kacamata beberapa kali. Pada tahun 2002, pasien
mengatakan kacamatanya ditambah lensa silinder.
Di keluarga dikatakan ayah dan ibunya juga mengalami kekaburan pada
penglihatan dan memakai kacamata sejak lama. Pasien tidak mempunyai riwayat
penyakit lain seperti diabetes, hipertensi, jantung, asma, dan alergi, begitu pula
dengan keluarga dikatakan tidak ada yang memiliki penyakit.
Sehari-hari pasien berdagang makanan di sebuah pasar di Denpasar. Pasien
mengaku kesehariannya adalah memasak dan membersikan rumah, lalu berdagang di
pasar dari pagi hingga sore. Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan obat mata.
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal. Pasien mengatakan tidak merokok
maupun mengkonsumsi alkohol.
Status Generalis
Mata : dijelaskan pada status ophthalmology
THT : kesan tenang
Mulut : sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-)
Thoraks : simetris (+)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : hangat + + edema - -
+ + - -
Status Ophthalmology
OD OS
5/60 PH 6/30 DK 6/7.5 Visus 3/60 PH 6/24 DK 6/12
Normal Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Tenang
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik mata depan Dalam
Bulat, regular Iris Bulat, regular
RP (+) Pupil RP (+)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreous Jernih
Reflex Fundus (+) Funduskopi Reflex Fundus (+)
11 TIO 11
OD OS
REFRAKSI SUBJEKTIF
OD
S – 3,50 C -1,00 X137 D= 6/6 (nyaman)
OS
S – 3,75 C -1,25 X77 D = 6/6 (nyaman)
Add +1,50
Adaptasi baik
PD 62/60
3.6 Penatalaksanaan
a) Non farmakologi
Koreksi dengan pemakaian kaca mata
b) Monitoring
Kontrol ke poliklinik mata RSUP Sanglah setelah 3 bulan
BAB IV
PEMBAHASAN
Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar bola mata difokuskan di
depan retina pada mata yang tidak berakomodasi. Pada myopia panjang bola mata
anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu
kuat.3 Pada penderita myopia, keluhan utama pasien adalah penglihatan yang kabur
saat melihat jauh, tetapi jelas untuk melihat dekat. Pasien juga akan memberikan
keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit.
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan myopia adalah terjadinya ablasio
retina dan mata juling.2 Pilihan terapi pada pasien myopia adalah dengan pemberian
kacamata dengan lensa sferis negatif terlemah yang dapat memberikan tajam
penglihatan maksimal.9 Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar
sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu
titik tetapi lebih dari satu titik.9 Penyebab terjadinya Astigmatisme adalah adanya
kelainan kornea, adanya kelainan pada lensa (kekeruhan), Intoleransi lensa atau
kontak lensa, trauma pada kornea dan tumor. Astigmatisme Miopia Kompositus,
adalah kelainan refraksi dimana satu titik “A” berada di depan retina, sedangkan titik
yang lainnya “B” berada di antara titik “A” dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl –Y. Sedangkan presbiopia adalah suatu
keadaan mata dengan berkurangnya kemampuan untuk memfokuskan obyek jarak
dekat (akomodasi) akibat pertambahan usia, sehingga penatalaksanaannya dengan
memberikan lensa tambahan (addisi) setelah visus jauh dikoreksi maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
2. Mutti DO, Mitchell GL, Moeschberger ML, Jones LA, Zadnik K. Parental
myopia, nearwork, school achievement and children’s refractive error.
Investigative Ophtalmology and Visual Science. 2002;43(12):3633-3640.
3. Panduan Praktek Klinik Ilmu Kesehatan Mata. 2014. Denpasar : Bagian I. K.
Mata FK Unud/RSUP Sanglah, hal. 146-147
4. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-4. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2013
5. Panduan Praktek Klinik Ilmu Kesehatan Mata. 2014. Denpasar : Bagian I. K.
Mata FK Unud/RSUP Sanglah, hal. 153-154
6. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology 11st Edition.
New York: Blackwell Publishing, 2011; 20-26.
7. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 6th Edition.
London: Thieme, 2008; 344-346.
8. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance 2nd Edition. New York: Blackwell Science, 2014; 22-
23.
9. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology 11 st Edition. New
York: Blackwell Publishing, 2011; 20-26.
10. Vaughan D.G. Oftalmologi Umum. 2009.Jakarta: Widya Medika, hal.1-27
11. Moore KL, Agur AM. 2007. Essential Clinical Anatomy 3ed Edition. 2007.
USA : Lippincot Williams & Wilkins, hal. 530-537
12. Johnson, B R., William OC, Claire W G. The eye and vision dalam Human
Physiology 6th Edition Amerika Serikat: Pearson Education. 2013;357-60
13. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 20
Tanjung H. Perbedaan Rata-rata Rigiditas Okuler pada Miopia dan
Hipermetropia di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital Library,
2003:2-3
14. American Optometric Association. Care of the Patient with Myopia. 2006. St.
Louis.
04:1-12.
15. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and
Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
16. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive
Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.
th
17. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6
Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
18. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance 2nd Edition. New York: Blackwell Science, 2014; 22-
23.