Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Geologi merupakan suatu ilmu yang mengkaji dan memahami bumi serta proses-

proses alam yang terjadi di masa lampau sehingga dapat diinterpretasikan untuk saat ini

dan untuk masa yang akan datang. Semakin berkembangnya zaman, ilmu geologi juga

semakin berkembang, serta semakin berkembang juga pembangunan dan pemanfaatan

potensi sumber daya alam yang ada dibumi. Oleh karena itu, kebutuhan dasar akan data

geologi juga semakin meningkat, sehingga sebagai seorang calon geologist sudah

seharusnya mahasiswa sudah dapat melakukan pemeteaan geologi pada suatu daerah serta

mendapatkan informasi yang akan memberikan manfaat dalam studi ilmu geologi ataupun

studi ilmu lainya. Peta geologi adalah peta yang memuat data suatu satuan batuan dengan

batas-batasnya, data topografi, data strike/dip lapisan batuan, simbol warna masing-

masing satuan batuan, simbol-simbol struktur geologi, lintasan penampang geologi dan

penampang geologi, peta indeks daerah penelitian, disertai keterangan lainnya yang

berguna untuk mengungkap fenomena geologi yang pernah terjadi di daerah tersebut.

Pemetaan geologi pendahuluan ini dilakukan di daerah Kecamatan Sindang dan

sekitarnya , Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Daerah tersebut memiliki

kondisi tatanan geologi yang menarik untuk dipelajari, baik dari segi geomorfologi,

keragaman jenis batuan, kondisi struktur geologi ataupun sejarah geologinya.

Diharapkan dari pemetaan geologi ini dapat memberikan dan menafsirkan gambaran

fisik permukaan bumi daerah penelitian, menjelaskan kejadiannya, dan menerangkan

sejarah geologi daerah penelitian yang tercermin dalam sifat-sifat batuan serta proses

yang bekerja di dalamnya dapat terungkap. Informasi ini ditampilkan dalam bentuk peta

kerangka geologi, peta pola jurus, peta geomorfologi, dan peta geologi daerah penelitian.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

Karena luasnya pembahasan dalam pemetaan geologi pendahuluan ini, maka

diperlukan identifikasi beberapa bpermasalahan geologi yang akan menjadi fokus

bahasan dalam penelitian ini.

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi geomorfologi daerah pemetaan dan proses geologi yang

mempengaruhinya ?

2. Jenis litologi apa saja yang menyusun daerah pemetaan dilihat dari karakteristik fisik,

lingkungan pengendapan, umur serta penyebarannya dan bagaimana urutan serta

posisi stratigrafinya secara litostratigrafi?

3. Struktur geologi apa saja yang berkembang pada daerah pemetaan ?

4. Bagaimana sejarah geologi yang terjadi di daerah penelitian?

5. Bagaimana sumber daya alam dan kebencanaan geologi di daerah penelitian ?

1.3 Maksud, Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Maksud penelitian

Adapun maksud penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui informasi

dan kondisi geologi daerah Sindang dan sekitar nya dengan cara mengaplikasikan

pengetahuan dasar geologi yang didapat selama perkuliahan dalam bentuk peta

geologi, sehingga diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi geologi

daerah yang diteliti.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui proses dan unsur geomorfologi yang telah dan sedang

berlangsung didaerah penelitian dan mengaplikasikan nya menjadi beberapa

satuan geomorfologi.
2. Mengetahui jenis dan penyebaran batuan daerah penelitian sehingga dapat

menyusun stratigrafi satuan-satuan batuan yang terdapat di daerah penelitian

berdasarkan sandi stratigrafi menggunakan tata nama satuan litostratigrafi

tidak resmi yang baku dan membandingkan dengan satuan-satuan batuan

resmi (formasi) yang ada dengan memperhatikan hubungan antar satuan

batuan menggunakan prinsip-prinsip stratigrafi

3. Mempelajari perkembangan struktur geologi daerah penelitian , meliputi jenis

dan pola strukturnya, serta menelusuri tektonik yang berlangsung di daerah

penelitian.

4. Mengungkap sejarah geologi daerah penelitian

5. Mengetahui potensi bahan galian ekonomis dan potensi kebencanaan geologi

yang terdapat di daerah penelitian.

1.3.3 Manfaat Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan diharapkan memeberi manfaat antara lain :

1. Sebagai sarana penunjang pembelajaran dalam menerapkan ilmu geologi.

2. Memberikan dan menambah informasi geologi daerah penelitian

3. Memberikan salah satu bahan pertimbangan dalam perencanaan

pembangunan dan pengembangan daerah pemetaan.

4. Mengungkap potensi sumberdaya geologi yang ada di daerah penelitian

serta kemungkinan pengembangannya.

1.4 Metode Pemetaan Geologi

1.4.1 Objek Penelitian

Beberapa parameter objek penelitian dalam pemetaan geologi pendahuluan ini,

yaitu:
1. Batuan

Meliputi singkapan batuan yang tersingkap di permukaan, mengamati

dan mendeskripsikannya berdasarkan karakteristik fisik, tekstur, dan

struktur pada batuan tersebut.

2. Unsur – unsur gemorfologi

Meliputi karakteristik morfografi (pola pengaliran dan bentuk lahan),

morfometri (kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian), dan

morfogenetik.

3. Urutan perlapisan batuan

Meliputi perlapisan batuan mulai dari batuan tertua sampai yang termuda

dengan konsep stratigrafi.

4. Indikasi struktur geologi

Digunakan untuk menentukan jenis serta pola struktur geologi yang

berkembang di daerah penelitian. Hal ini dilakukan melalui interpretasi

peta topografi dan citra DEM yang kemudian diperkuat dengan data

lapangan.

5. Sejarah geologi

Meliputi rekonstruksi stratigrafi, periode tektonik, serta aktifitas

vulkanisme yang berkembang di daerah penelitian.

6. Geologi mineral ekonomi

Untuk menentukan bahan galian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

sekitarnya.
1.4.2 Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan untuk keperluan lapangan antara lain:

1. Peta dasar berskala 1:12500 yang merupakan perbesaran dari Peta

Rupabumi Digital Indonesia skala 1:25000 terbitan BAKOSURTANAL,

lembar Rajagaluh No. 1309-123.

2. Kompas Geologi, digunakan untuk mengukur arah jurus dan kemiringan

perlapisan batuan serta menentukan arah azimuth, kekar, dan slicken line

sesar.

3. Palu Geologi, digunakan untuk mengambil sampel batuan.

4. Pita Ukur, digunakan untuk mengukur panjang lintasan dan ketebalan

lapisan.

5. Loupe, dengan pebesaran 10 x dan 20 x, yang digunakan untuk mengamati

sampel batuan secara megaskopis.

6. Kantong Sampel, digunakan untuk menyimpan sampel batuan dari setiap

stasiun peneltian.

7. Asam Klorida (HCL) 0,1 N, digunakan untuk mengetahui adanya

kandungan karbonat pada batuan.

8. Kamera, digunakan sebagai alat dokumentasi.

9. Komparator beku dan sedimen, digunakan untuk membantu dalam deskripsi

batuan

10. GPS (Global Positioning System), digunakan untuk mengetahui posisi dan

menyimpan titik koordinat singkapan.

11. Alat-alat tulis, terdiri dari bolpoin, pensil, pensil warna, penghapus, busur

derajat, penggaris, spidol, jangka, buku lapangan, dan clipboard.


12. Tas Lapangan/Ransel, untuk membawa peralatan geologi dan perlengkapan

lapangan.

1.4.3 Langkah - langkah Penelitian

Agar penelitian ini berjalan dengan lancar diperlukan beberapa tahapan

dalam penelitian (Gambar 1.1) yang meliputi:

1. Tahap Persiapan

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

3. Tahap Analisis Data

4. Tahap Penyusunan Laporan dan Pembuatan Peta


Tap Persiapan

 Pembuatan Peta dasar


 Studi Pustaka
 Perizinan

Tahap Pekerjaan Lapangan

 Pengamatan singkapan
 Pengambilan sample

Tahap Analisis Data

 Analisa Geomorfologi
 Analisa Stratigrafi
 Analisa Struktur Geologi
 Analisa Geologi Sejarah

Tahap Penyusunan Laporan dan Pembuatan Peta

 Peta Kerangka
 Peta Geomorfologi
 Peta Pola Jurus
 Peta Geologi
 Penyusuna Laporan

Gambar 1.1 Diagram alir tahapan penelitian

1.4.3.1 Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan untuk melancarkan kegiatan di lapangan

antara lain:

1. Membuat peta dasar berskala 1:12500, dari Peta Rupabumi Digital

Indonesia skala 1:25000 terbitan BAKOSURTANAL, lembar


Rajagaluh No. 1309-123. Bertujuan untuk memperkirakan titik

pengamatan yang mungkin terdapat data - data geologi yang diperlukan

untuk peneliti. Peta ini berisi sungai, jalan, pemukiman, dan kerapatan

kontur.

2. Mengumpulkan dan mempelajari data sekunder yang bertujuan untuk

mendapatkan sebanyak mungkin informasi tentang daerah penelitian,

seperti kondisi geologi regional daerah penelitian serta memperdalam teori

dasar penunjang pekerjaan lapangan dan penulisan laporan. Pengumpulan

data sekunder dapat peroleh dari berbagai sumber, antara lain:

a. Peta topografi,

b. Peta geologi regional,

c. Laporan dari peneliti terdahulu,

d. Buku literatur dan diktat kuliah.

3. Menyusun rencana kerja sebelum berangkat ke lapangan, berupa

penentuan lintasan utama pembagian tugas di lapangan dan perkiraan

waktu yang diperlukan di lapangan.

4. Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian lapangan.

1.4.3.2 Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap ini, dilakukan metode orientasi lapangan, dengan cara

mencocokan kondisi alam sebenarnya yang mudah dikenali pada peta, yang

dapat diamati dari titik pengamatan terhadap suatu objek yang jelas,

seperti sungai, jalan, jembatan, gunung, dan lain-lain. Untuk lebih optimal

dalam pengerjaannya, dibantu menggunakan GPS (Global Positioning

System) yang berguna untuk mengetahui posisi koordinat suatu tempat

maupun singkapan batuan.


Berikut pengamatan yang dilakukan selama di lapangan:

1. Singkapan batuan diamati dengan melakukan pengukuran terhadap

arah jurus strike dan kemiringan dip perlapisan batuan, ketebalan serta

struktur sedimen yang ada.

2. Pengamatan terhadap berbagai indikasi yang dapat menunjukkan

adanya perubahan litologi atau struktur geologi (misal : perselingan

batuan, sifat fisik batuan, batas antar satuan batuan, kekar, gawir

sesar, dan lain sebagainya).

3. Pengambilan sampel batuan yang dianggap mewakili satuan-satuan batuan

yang ada untuk dianalisis.

4. Pendeskripsian batuan pada setiap singkapan.

5. Pemotretan serta pembuatan sketsa pada objek-objek singkapan yang

dianggap perlu.

6. Pengukuran penampang stratigrafi pada lintasan yang tegak lurus

arah penyebaran batuan serta pada perubahan satuan batuan.

7. Plotting data, untuk penempatan setiap lokasi pengamatan pada peta.

1.4.3.3 Tahap Analisis Data

1.4.3.3.1 Analisis Geomorfologi

Analisis geomorfologi dilakukan dengan cara mengelompokkan

daerah penelitian berdasarkan aspek-aspek geomorfologinya yaitu

aspek morfografi, morfometri, morfogenetik dan material penyusunnya.

1.4.3.3.1.1 Morfografi

Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk

permukaan bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar

morfografi dapat dibedakan menjadi bentuklahan perbukitan/punggungan,


pegunungan, atau gunungapi, lembah dan dataran. Beberapa pendekatan

lain untuk pemetaan geomorfologi selain morfografi adalah pola

punggungan, pola pengaliran dan bentuk lereng :

1. Bentuk lahan

Bentuk laha terdiri dari :

- Bentuk lahan dataran, dengan kemiringan lereng 0%–2%,

terdiri dari bentuk lahan asal marin, fluvial, campuran (delta)

dan bentuk lahan plato.

- Bentuk lahan perbukitan, dengan kemiringan lereng 7%–20%

dan ketinggian 50–500 meter.

- Bentuk lahan pegunungan, dengan kemiringan lereng lebih dari

20% – 55% dan ketinggian lebih dari 500–1000 meter.

- Bentuk lahan gunung api, dengan kemiringan lereng 56%–

140% dan ketinggian lebih dari 1000 meter.

2. Pola Pegunungan

Pada peta topografi, foto udara atau citra satelit akan tampak

pola - pola punggungan yang berbentuk paralel (sejajar), berbelok

atau melingkar. Pola - pola punggungan tersebut mencerminkan

dipengaruhi oleh kekuatan (tenaga) yang mengakibatkan

terbentuknya pola punggungan. Kekuatan (tenaga) tersebut berasal

dari dalam bumi yang dikenal sebagai tenaga endogen, dapat berupa

kegiatan pengangkatan atau pensesaran (tektonik).

Pola punggungan paralel dapat diinterpretasikan sebagai suatu


perbukitan yang terlipat, sedangkan pola punggungan berbelok,
melingkar atau terpisah dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari
suatu pensesaran. Pola - pola punggungan yang terlipat
menunjukkan kerapatan garis kontur yang jarang, sedangkan jika
pada salah satu sisi punggungan tersebut memiliki kerapatn garis
kontur yang cukup rapat diinterpretasikan telah terjadi sesar naik.
3. Pola pengaliran

Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau

foto udara, biasanya dikontrol oleh kemiringan lereng, jenis

dan ketebalan lapisan batuan, struktur geologi, jenis dan kerapatan

vegetasi serta kondisi alam. Pola pengaliran dapat mencerminkan

jenis batuan, struktur geologi, dan tingkat erosi.

Pola pengaliran merupakan kumpulan dari suatu jaringan

pengaliran di suatu daerah yang alur pengalirannya tetap

mengalir meski dipengaruhi atau tidak dipengaruhi curah hujan,

biasanya pola pengaliran demikian disebut pola pengaliran

permanen (Howard, 1967 dalam Van Zuidam, 1985).

Howard (1967) membedakan pola pengaliran menjadi pola

pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi. Pola dasar adalah

salah satu sifat yang terbaca dan dapat dipisahkan dari pola dasar

lainnya. Perubahan (modifikasi) pola dasar adalah salah satu

perbedaan yang dibuat dari pola dasar setempat.


Gambar 1.2 Pola pengaliran dasar (A) dan pola pengaliran modifikasi (B dan C)

menurut Howard (1967)

Tabel 1. Pola pengaliran dasar dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)

Pola Pengaliran

Dasar Karakteristik

Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau


Dendritik paket batuan kristalin yang tidak seragam dan
memiliki ketahanan terhadap pelapukan.
Secara regional daerah aliran memiliki
kemiringan landai, jenis pola pengaliran
membentuk percabangan menyebar seperti
pohon rindang.
Pada umumnya menunjukkan daerah yang
berlereng sedang sampai agak curam dan
Pararel dapat ditemukan pula pada daerah
bentuklahan perbukitan yang memanjang.
Sering terjadi pola peralihan antara pola
dendritik dengan pola paralel atau tralis.
Bentuklahan perbukitan yang memanjang
dengan pola pengaliran paralel mencerminkan
perbukitan tersebut dipengaruhi oleh
perlipatan.
Baruan sedimen yang memiliki kemiringan
perlapisan (dip) atau terlipat, batuan vulkanik
Trallis atau batuan metasedimen derajat rendah
dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis
pola pengaliran biasanya berhadapan pada sisi
sepanjang aliran subsekuen.

Kekar dan / atau sesar yang memiliki sudut


kemiringan, tidak memiliki perulangan
Rektangular lapisan batuan dan sering memperlihatkan
pola pengaliran yang tidak menerus.

Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan


sisa - sisa erosi. Pola pengaliran radial pada
daerah vulkanik disebut sebagai pola
pengaliran multi radial.
Catatan : pola pengaliran radial memiliki dua
Radial sistem yaitu sistem sentrifugal (menyebar ke
luar dari titik pusat), berarti bahwa daerah
tersebut berbentuk kubah atau kerucut,
sedangkan sistem sentripetal (menyebar
kearah titik pusat) memiliki arti bahwa daerah
tersebut berbentuk cekungan.

Anularr Struktur kubah / kerucut, cekungan dan


kemungkinan retas (stocks)

Endapan berupa gumuk hasil longsoran


dengan perbedaan penggerusan atau perataan
Multibasinal batuan dasar, merupakan daerah gerakan
tanah, vulkanisme, pelarutan gamping dan
lelehan salju (permafrost)

Tabel 2. Pola pengaliran modifikasi dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)

Pola
Pengaliran Karateristik
Modifikasi
Subdendritik Umumnya struktural
Pinnate Tekstur batuan halus dan mudah tererosi
Anastomastik Dataran banjir, delta atau rawa
Menganyam Kipas aluvium dan delta
(Dikhotomik)
Subpararel Lereng memanjang atau dikontrol oleh
bentuklahan perbukitan memanjang.
Kolinier Kelurusan bentuklahan bermaterial halus dan
beting pasir.
Sub Trallis Bentuklahan memanjang dan sejajar
Direksional Homoklin landai seperti beting gisik
Trallis
Trallis Perlipatan memanjang
berbelok
Trallis Sesar Percabangan menyatu atau berpencar , sesar
paralel
Angulate Kekar dan / atau sesar pada daerah miring
Karst Batu gamping

1.4.3.3.1.2 Morfometri
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari suatu bentuklahan

dan merupakan unsur geomorfologi pendukung yang sangat berarti

terhadap morfografi dan morfogenetik. Penilaian kuantitatif terhadap

bentuklahan memberikan penajaman tata nama bentuklahan dan akan

sangat membantu terhadap analisis lahan untuk tujuan tertentu, seperti

tingkat erosi, kestabilan lereng dan menentukan nilai dari kemiringan

lereng tersebut.

Dalam analisis ini, langkah pertama yang dilakukan adalah

melakukan pengelompokan daerah pemetaan berdasarkan kemiringan

lerengnya. Pembuatan peta kemiringan lereng menggunakan peta dasar

skala 1 : 12.500 dan dibagi menjadi 400 grid, dengan luas setiap grid

2cm x 2cm dan mewakili luas 5 km x 5 km sebenarnya. Kemudian setiap

grid ditarik garis tegak lurus kontur. Kontur yang dilewati diusahakan

merupakan kontur terbanyak yang terlihat pada setiap grid dan tidak

terjadi pengulangan elevasi ketinggian kontur. Setelah itu, kemiringan

lerengnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


Keterangan :

S = kemiringan lereng

n = jumlah kontur yang terpotong

Ic = interval kontur

d = jarak mendatar pada peta

Sp = skala peta

Pembuatan peta morfometri , dibantu dengan menggunakan

perangkat keras berupa komputer dengan menggunakan perangkat lunak

mapinfo. Besarnya kemiringan lereng yang didapat kemudian

dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng menurut Van

Zuidam (1985) (Tabel 1.3), sehingga diperoleh keterangan kemiringan

lereng yang sesuai, untuk membantu dalam penamaan satuan

geomorfologi daerah penelitian.

Tabel 1.3 Ukuran kemiringan lereng (sumber : Van Zuidam,1985)

KEMIRINGAN KETERANGAN KLASIFIKASI KLASIFIKASI


LERENG USSSM* (%) USLE** (%)

0-2 Datar - Hampir 0-2 1-2


datar

3-7 Lereng sangat 2-6 2-7


landai

8 - 13 Lereng landai 6 - 13 7 - 12
14 - 20 Lereng agak curam 13 - 25 12 - 18

21 - 55 Lereng curam 25 - 55 18 - 24

56 - 140 Lereng sangat > 55 > 24


curam
* USSSM = United state soil System Management

**USLE = Universal Soil Loss Equation (Wischmeir, 1967).

1.4.3.3.1.3 Morfogenetik

Morfogenetik adalah proses atau asal - usul terbentuknya permukaan

bumi, seperti bentuklahan perbukitan/pegunungan, bentuklahan lembah

atau bentuklahan pedataran. Proses yang berkembang terhadap

pembentukkan permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses

endogen. Proses endogen yaitu merupakan proses yang dipengaruhi

oleh kekuatan dari dalam kerak bumi, dan proses eksogen yang

merupakan proses yang dipengaruhi dari luar seperti iklim, vegetasi,

erosi, buatan manusia. Dilihat dari genesis kontrol utama

pembentukannya, bentuk lahan dapat dibedakan menjadi bentuk asal

struktural, vulkanik, fluvial, marine, karst, aeolian, dan denudasional

(Tabel 1.4)

Tabel 1.4 Warna yang direkomendasikan untuk dijadikan simbol satuan geomorfologi

berdasarkan aspek genetik (Van Zuidam, 1985)

Kelas Genetik Simbol Warna

Bentuklahan asal struktural Ungu/violet

Bentuklahan asal gunung api merah

(vulkanik)

Bentuklahan asal denudasional Coklat


Bentuklahan asal laut (marinea) Hijau

Bentuklahan asal sungai (fluvial) Biru Tua

Bentuklahan asal es (glasial) Biru Muda

Bentuklahan asal angin (aeolian) Kuning

Bentuklahan asal gamping (karst) Jingga

1.4.3.3.2 Analisis Stratigrafi

Analisis stratigrafi merupakan tahapan analisis untuk memperoleh

hubungan dan posisi antara satu batuan dengan batuan lainnya, umur

relatif dan lingkungan pengendapan. Pembagian satuan batuan

didasarkan pada satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan

satuan batuan yang berdasarkan pada ciri fisik batuan yang dapat diamati

di lapangan, yang meliputi jenis batuan, keseragaman batuan, dan

posisi stratigrafi batuan (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996, pasal 6).

Sedangkan penentuan batas penyebarannya harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. Batas satuan litostratigrafi adalah bidang sentuh antara dua satuan

yang berlainan ciri litologinya.

2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan

litologinya atau bila perubahan tersebut tidak nyata, maka batasnya

merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya.

3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari peralihannya

dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi

persyaratan sandi.
4. Penyebaran satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh

kelanjutan gejala-gejala litologi yang menjadi cirinya.

5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi

oleh batasan cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.

6. Batas-batas daerah hukum tidak boleh digunakan sebagai alasan

berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan.

Dari data yang diperoleh di lapangan akan menghasilkan satuan-

satuan batuan yang diambil dari dominasi batuan yang ada pada daerah

tersebut. Kontak antara satuan batuan dengan batuan lain, apabila

dapat ditemukan di lapangan dapat diinterpretasikan kisaran umur relatif

satuan batuannya.

1.4.3.3.3 Analisis Struktur Geologi

Analisis struktur geologi dimaksudkan untuk merekonstruksi

keberadaan struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian,

sehingga dapat diketahui jenis dan sejarah tektoniknya. Kriteria untuk

mengenal sesar di lapangan secara pokok terbagi enam, yaitu

pengulangan atau hilangnya suatu perlapisan ditinjau dari posisi

stratigrafinya, silisifikasi dan mineralisasinya, perubahan facies secara

tiba-tiba, fisiografis berupa gawir sesar dan kenampakan morfologi

triangular faset, kenampakan karakteristik pada bidang struktur dan

ketidakselarasan perlapisan.

Perlu dilakukan interpretasi topografi untuk melihat indikasi

struktur geologi yang meliputi interpretasi kerapatan garis kontur,

kelurusan sungai, kelurusan punggungan, pola pengaliran, dan

sebagainya.
Untuk mengamati adanya struktur perlipatan di lapangan yaitu

dengan melihat perubahan berangsur pada kemiringan (dip) lapisan

batuan, perulangan urutan variasi litologi, pembalikan dengan

menentukan top dan bottomnya yang tidak sesuai dengan arah

kemiringan lapisan.

Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis sesar di lapangan

dapat diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya

dragfold (lipatan seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin sesar, slicken

side, breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas dan air

terjun.

Semua indikasi yang telah ditemukan direkonstruksikan bersamaan

dengan rekonstruksi pola jurus batuan yang akan menghasilkan jenis,

arah dan pola struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut

yang kemudian dituangkan dalam peta pola jurus. Untuk umurnya

ditarik berdasarkan kesebandingan regional atau berdasarkan umur satuan

litologi yang dilaluinya.

Kekar merupakan salah satu struktur yang sulit untuk diamati, sebab

kekar dapat terbentuk pada setiap waktu kejadian geologi, misalnya

sebelum terjadinya suatu lipatan. Kesulitan lainnya adalah tidak

adanya atau relatif kecil pergeseran dari kekar, sehingga tidak dapat

ditentukan kelompok mana yang terbentuk sebelum atau sesudahnya.

Walaupun demikian, di dalam analisis kekar, dapat dipakai untuk

membantu menentukan pola tegasan.

Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis patahan di lapangan

dapat diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya


dragfold (lipatan seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin patahan,

slicken side, breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas

dan air terjun.

Klasifikasi patahan telah banyak dikemukakan oleh para ahli

terdahulu, mengingat struktur patahan adalah rekahan kekar di dalam bumi

yang ditimbulkan karena pergeseran sehingga untuk membuat analisis

strukturnya diusahakan untuk dapat mengetahui arah dan besarnya

pergeseran tersebut. Dalam merekonstruksi struktur geologi dapat

menggunakan pemodelan struktur. Pemodelan struktur yang dipakai

adalah berdasarkan Moody dan Hill (1956) (Gambar 1.2)

Gambar 1.2 Model struktur yang berkembang

berdasarkan Moody dan Hill (1956)

1.4.3.3.4 Analisis Sejarah Geologi

Pembahasan berdasarkan rangkuman stratigrafi dan struktur

geologi yang disusun atas urutan kejadian dan waktu, dengan


demikian dapat diketahui perubahan yang menyangkut aktivitas

sedimentasi, tektonik, dan erosi yang terjadi selama kurun waktu

tersebut. Sejarah geologi daerah penelitian juga ditinjau nberdasarkan

hasil peneliti terdahulu berdasarkan atas pola penyebaran litologi, arah

penyebaran, dan lain sebagainya.

1.4.3.4 Tahap Penyusunan Laporan dan Pembuatan Peta

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam kegiatan pemetaan geologi ,

yang meliputi rekontruksi dan interpretasi data lapangan serta didukung oleh

data hasil analisa . Data yang diperoleh dari lapangan disebandingkan

dengan data dari hasil kajian pustaka, yang kemudian disusun dan diolah

sehingga dihasilkan kesimpulan mengenai keadaan geologi daerah

penelitian. Kesimpulan tersebut kemudian diinterpretasikan dan disajikan

dalam bentuk laporan pemetaan geologi yang disertai Peta Geomorfologi,

Peta Kerangka Geologi, Peta Pola Jurus Perlapisan Batuan, dan Peta

Geologi. Pembuatan laporan dilakukan dalam dua peroide waktu penulisan,

yaitu :

1. Pembuatan laporan yang meliputi bab 1 (pendahuluan) dan bab 2 (geologi

regional) dilakukan sebelum berangkat ke lapangan.

2. Pembuatan laporan yang meliputi bab 3 (bab yang menguraikan data hasil

penelitian lapangan dengan pembahasannya), bab 4 (rangkuman),

serta pembuatan Peta Geomorfologi, Peta Kerangka Geologi, Peta

Pola Jurus Perlapisan Batuan, dan Peta Geologi.

1.5 Geografi Umum

Daerah penelitian secara geografis terletak antara 1080 BT sampai 1080 BT dan 60

LS sampai 60 LS dan termasuk kedalam sebagian Peta Rupabumi Digital Indonesia


skala 1:25000 terbitan BAKOSURTANAL, lembar Rajagaluh No. 1309-123. Daerah

penelitian secara administratif berada didaerah Kecamatan Sindang , Kabupaten

Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Total luas daerah penelitian kurang lebih 25 km2

yang mencakup 4 desa di Kecamatan Sindang yaitu Desa Sindang, Desa Bayureja, Desa

Pasirayu dan Desa Gunung Kuning. Luas wilayah Kecamatan Sindang sekitar 23,97 km2

dengan ketinggian tempat antara 310 m- 835m diatas permukaan laut.

Lokasi daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan mobil atau sepeda

motor dengan arah Bandung–Cirebon melalui Jalan Raya Sumedang, Kadipaten,

masuk ke Kabupaten Majalengka, kemudian menuju ke lokasi daerah penelitian

melewati Kecamatan Sukahaji. Kantor Kecamatan Sindang sendiri jauh dari jalan raya

harus ditempuh sekitar 20-30 menit dari jalan raya. Selain itu, perjalanan juga dapat

dicapai menggunakan angkutan elf Bandung–Cikijing dengan turun diperempatan

Rajagaluh kemudian menggunakan angkutan umum untuk menuju lokasi penelitian

(Gambar 1.3) .

Lokasi daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan mobil atau sepeda

motor serta angkutan umum dengan waktu tempuh 2–3 jam tergantung dari jalur

perjalanan yang dilewati serta situasi dan kondisi saat di perjalanan. Untuk

pencapaian lokasi singkapan, dapat menggunakan kendaraan bermotor roda dua atau

berjalan kaki. Kondisi jalan utama yang melintasi daerah penelitian sudah beraspal

dan kondisi nya cukup baik. Sedangkan untuk menuju singkapan jalan berupa sawah dan

alluvium sehingga harus ditempuh dengan berjalan kaki.

Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani, dan sebagian lainnya memilih

sebagai pegawai negeri, pegawai swasta atapun menjadi pedagang . Sebagian besar

masyarakat menganut agama islam dan bahasa yang digunakan sehari-hari adalah
bahasa daerah (Sunda), sedangkan Bahasa Indonesia hanya dipergunakan disaat-saat

tertentu.

Dalam memajukan tingkat kecerdasan penduduk, telah berdiri beberapa sekolah

dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Sarana untuk

pembinaan jasmani banyak juga terdapat di daerah penelitian, diantaranya lapangan

sepak bola, voli dan bulutangkis.

Masyarakat didaerah penelitian sangat ramah dan sangat menghargai pendatang/tamu.

Sebagian besar masyarakat masih mempercayai mitos dan sangat memegang kepercayaan

mereka. Masyarakat masih sering mempercayai dukun dalam membantu menyelesaikan

permasalahan dan juga masih ada yang suka mempersiapkan sesajen jika ada pernikahan

atau hal lainnya lainnya. Kesenian yang khas didaerah ini adalah seni musik yaitu .

Gambar 1.3 Peta Lokasi Daerah Penelitian


1.6 Waktu Pemetaan dan Kelancaran Kerja

Pelaksanaan penelitian lapangan dimulai pada bulan Juli 2015 hingga November

2015, diawali dengan tahap persiapan pada bulan Juli hingga awal Agustus , kemudian

pada pertengahan agustus melakukan penelitian ke lapangan, setelah itu selama

September sampai Oktober mengolah dan menganalisis data lapangan , dan diakhiri

dengan penyempurnaan penulisan laporan. Dalam pelaksanaannya, penelitian tidak

dilakukan secara terus menerus karena harus disesuaikan dengan kondisi dan waktu yang

tersedia.

Anda mungkin juga menyukai