Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara hukum adalah negara yang menempatkan hukum pada tempat yang
tertinggi, yang meliputi perlindungan terhadap hak asasi manusia, pemisahan
kekuasaan, setiap tindakan pemerintah didasarkan pada peraturan perundang-
undangan, dan adanya peradilan yang berdiri sendiri. Dalam Negara hukum menurut
Jhon Lockce, warga masyarakat atau rakyat tidak lagi diperintah oleh seorang raja
atau apapun namanya, akan tetapi diperintah berdasarkan hukum. Ide ini merupakan
suatu isyarat bahwa bagi Negara hukum mutlak adanya penghormatan terhadap
supremasi hukum. Supremasi hukum hanya akan berarti bila ada penegakan hukum,
dan penegakan hukum hanya akan mempunyai nilai evaluatif jika disertai dengan
pemberlakuan hukum yang responsif. Sehingga penegakan hukum perlu dijunjung
tinggi guna menciptakan masyarakat yang kondusif dan tenang. Akan tetapi, timbul
suatu permasalahan ketika aplikasi dari supremasi hukum di Indonesia secara realita
masih belum bisa terlaksanakan dengan baik, misalnya adanya kasus penjualan bakso
berboraks oleh Pak Sobirin di Jalan Sumurboto, Tembalang – Semarang, sehingga
dengan adanya kasus tersebut menjadi suatu hal yang perlu dikaji lebih lanjut
hubungannya dengan pelaksanaan supremasi hukum di Indonesia.
Dalam makalah ini penulis akan mengkaji penegakan hukum di Indonesia
kaitannya dengan bidang teknik kimia dalam kehidupan sehari-hari.

1.2. Rumusan Masalah


 Apakah kasus yang mendasari bahwa pelaksanaan supremasi hukum di
Indonesia belum berjalan dengan baik?
 Bagaimanakah kaitan kasus yang ada dengan undang-undang yang mengatur?

1
 Bagaimanakah peran pemerintah dalam pelaksaan hukum yang terkait kasus
tersebut?
 Bagaimanakah pelaksanaan supremasi hukum di Indonesia?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan dari penulisan makalah ini yaitu
untuk mengetahui kasus yang menyimpang dari peraturan UU dan kaitannya dalam
pelaksanaan supremasi hukum di Negara Indonesia.

2
BAB II
ISI

2.1. Kasus : Pak Sobirin Penjual Bakso Tennis BERBORAKS, Jalan Sumurboto –
Tembalang, Semarang

2.2. Uraian Kasus


Dalam mengkaji sebuah kasus untuk mendapatkan hasil yang relevan
perlu dilakukannya hipotesa awal dan analisa terhadap sampel. Dalam
pemilihan kasus yang berhubungan dengan tema “Supremasi Hukum yang
Kaitannya dengan Program studi Teknik Kimia” dipilih kasus bakso berboraks.
Pada Selasa (5/9/2016) dilakukan pengambilan sampel dari beberapa penjual
bakso di daerah tembalang. Ada dua sampel yang diambil yaitu pertama sampel
bakso AREMA malang depan POLINES, sampel kedua yaitu bakso TENNIS
Pak Sobirin di Jalan Sumurboto (kawasan zona merah), tembalang – Semarang.
Dari kedua sampel tersebut dibawa ke laboratorium pangan PSDIII Teknik
Kimia UNDIP untuk dilakukan uji analisa dengan dua metode yaitu metode
organoleptik dan metode analisa dengan ekstrak kunyit.
Metode organoleptik dilakukan uji tekstur, kekenyalan, serta rasa dari
kedua sampel. Dari hasil analisa dengan metode ini didapatkan bahwa kedua
sampel memiliki rasa yang enak dan tekstur dari sampel pertama yang masih
kasar serta kekenyalan dengan kenyal yang khas dari perpaduan bahan tepung
pati yang dicampurkan. Sedangkan untuk hasil analisa pada sampel kedua
didapatkan tekstur bakso yang lumayan halus dan kenyal. Pada metode pertama
ini dihasilkan data yangmana susah dalam menentukan adanya boraks dalam
bakso dan belum bisa menjawab dari kasus yang diangkat, karena setiap panelis
memiliki pendapat yang berbeda. Untuk itu dilanjutkan metode yang kedua
yaitu analisa dengan ekstrak kunyit. Pada metode ini, sampel yang akan diuji
dihancurkan kemudian ditetesi dengan ekstrak kunyit, setelah beberapa menit

3
jika terjadi perubahan warna pada sampel yang diuji yaitu perubahan warna
kuning kunyit menjadi merah bata, sampel tersebut mengandung boraks. Dari
hasil analisa didapatkan bahwa sampel pertama (BAKSO AREMA) tidak terjadi
perubahan warna tetapi pada sampel kedua (BAKSO TENNIS) terjadi
perubahan warna yang mencolok menjadi merah bata. Hal ini dapat
didisimpulkan bahwa pada sampel kedua bakso yang dianalisa mengandung
boraks.
Penjual sekaligus pembuat bakso TENNIS berboraks oleh Pak Sobirin ini
menambahkan bleng (boraks yang sudah mengalami treatment) dengan alasan
untuk memperbaiki tekstur dan kekenyalan serta dapat memperlama daya
simpan daripada bakso yang diproduksinya. Sampai saat ini beliau masih
menambahkan bleng kedalam adonannya dan menjajakan baksonya di
sepanjang zona merah Jalan Sumurboto. Tidak ada konsumen yang mengeluh
kesakitan setelah makan bakso yang dijualnya dan tidak ada tindakan atau
sosialisasi dari pihak manapun yang melarang penambahan bleng kedalam
adonan bakso. Satu alasan Pak Sobirin menambahkan bleng kedalam adonan
baksonya yaitu mampu memperpanjang waktu simpan. Singkat cerita, yang
namanya penjual tidak pasti semua barang yang didagangkan habis hari itu juga,
sehingga ketika barang dagangan tidak habis bisa dijual dikemudian hari
sehingga pedagang tidak merasa rugi dengan catatan dagangan tersebut masih
dengan cita rasa yang enak.
Penambahan bleng (boraks) ini mungkin menguntungkan bagi seorang
pedagang bakso seperti Pak Sobirin. Tetapi sangat merugikan bagi orang yang
mengonsumsinya. Boraks bisa dikatakan zat kimia yang aman dengan jumlah
tertentu, karena reaksinya yang tidak langsung kelihatan. Boraks atau bleng
yang ditambahkan kedalam makanan ketika masuk kedalam tubuh akan
tertimbun dan lama kelamaan dalam selang waktu 3-5 tahun dapat
mengakibatkan penyakit yang berbahaya seperti jantung, gangguan ginjal,
sampai menyebabkan kematian.

4
Dalam kasus ini melibatkan dua bidang yang menangani yaitu dinas
perdagangan (Ibu Nurjanah, staff Humas) dan dinas kesehatan(Ibu Mercy, staff
Humas). Dari hasil informasi yang diperoleh dari kedua pihak secara garis besar
menyatakan bahwa kasus tersebut merupakan hal yang biasa, karena banyak
produk pasaran yang didalamnya merupakan zat kimia, seperti halnya bleng.
Sedangkan untuk menindak lebih lanjut kasus tersebut memerlukan banyak
pihak yang terlibat seperti penjual dan pembuat bleng serta pemasaran boraks
murni, sehingga memerlukan proses dan waktu yang relative lama.

2.3. Bidang – bidang atau Faktor yang Berhubungan dengan Kasus


Bidang yang berhubungan dengan kasus adanya boraks dalam bakso
TENNIS yaitu Dinas Perdagangan dan Dinas Kesehatan. Karena menyangkut
makanan yang diperjual-belikan serta efek terhadap kesehatan konsumen.

a. Dinas Perindustrian dan Perdagangan


Dinas perdagangan sangat erat kaitannya dalam menjamin mutu dan
kualitas barang yang diperjualbelikan, serta larangan penambahan bahan kimia
dalam makanan. Hal tersebut dimuat dalam UU Republik Indonesia nomor 9
Tahun 2008 tentang Penggunaan bahan kimia dan penggunaan bahan kimia
sebagai senjata dan UU nomor 7 tahun 1996 tentang bahan tambahan pangan,
pasal 10 ayat (1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan
dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang
dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
Dan UU nomor 7 tahun 1996 tentang jaminan mutu pangan dan pemeriksaan
laboratorium pasal 10.

5
b. Dinas Kesehatan
Adanya kandungan zat kimia dalam bahan makanan yang diperjualbelikan
akan sangat membahayakan konsumen. Sehingga peran dari dinas kesehatan
sangatlah penting dalam menindaklanjuti kasus adanya boraks dalam makanan
(bakso). Penggunaan atau pencampuran bahan berbahaya kedalam makanan
tidak diperbolehkan karena membahayakan kesehatan konsumen. Hal ini
dimuat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/1988 yang
didalamnya disebutkan efek negative dari boraks yaitu : Pemakaian sedikit dan
lama akan terjadi kumulatif pada otak, hati, lemak dan ginjal. Untuk pemakaian
jumlah banyak mnyebabkan demam, depresi, apatis, sianosis, tekanan darah
turun, kerusakan ginjal, pingsan, koma, bahkan kematian.

c. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)


Hubungan penggunaan boraks pada bakso tenis milik Pak Sobirin dengan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu bagaimana peranan Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengawasi penggunaan zat
kimia atau obat lainnya yang bersifat racun kedalam bahan makanan serta
tindakan yang harus dilakukan dalam mengendalikan penyalahgunaan zat kimia
yang seharusnya tidak boleh ada dalam makanan.

6
2.4. Fakta dan Data dari Kasus
a. Analisa Kandungan Boraks
Sebelum menemukan fakta terkuaknya bakso berborak oleh Pak Sobirin,
Si penjual bakso tenis berboraks. Dilakukan hipotesa awal yaitu dengan melihat
atau mengamati banyak sedikitnya pelanggan yang singgah ke penjual bakso.
Langkah pertama yaitu dengan mengambil 2 sampel bakso dari pedagang bakso
yang berbeda, yaitu bakso malang (depan polines), dan bakso tenis Pak Sobirin.
Analisa pertama yang dilakukan yaitu dengan uji organoleptik, yang mana uji ini
meliputi uji indra perasa dan penglihatan. Indra perasa disini berperan untuk
merasakan tekstur dan kekenyalan daripada kedua sampel bakso, sedangkan
indra penglihatan juga bertindak untuk melihat tekstur bakso serta kekenyalan.
Sedangkan untuk analisa yang kedua yaitu dengan test boraks. Sebelumnya
dengan referensi jurnal ilmiah farmasi oleh Endang Triastuti, dkk UNSRAT
vol.2 No.1 Februari 2013 dengan judul “Analisis Boraks pada Tahu di Kota
Manado”, dengan uji menggunakan kertas kurkumin disebutkan bahwa bahan
makanan yang akan diuji dan dicampurkan reagen ketika kertas kurkumin
dicelupkan akan berubah warna(dari warna awal kuning menjadi merah
kecoklatan (merah bata)) menandakan bahwa makanan tersebut positif
mengandung boraks. Tetapi dalam analisa yang dilakukan yaitu dengan
menggunakan ekstra kunyit (pengganti kertas kurkumin) yang diteteskan ke
sampel yang akan diuji, jika ekstrak kunyit tersebut yang warna awalnya kuning
berubah menjadi merah kecoklatan (merah bata) menandakan adanya kandungan
boraks dalam makanan. Selain dengan cara meneteskan ekstrak kunyit juga
dengan cara menusukkan tusuk gigi kekunyit kemudian menusukkannya
kedalam sampel makanan yang akan diuji selama 5 detik. Jika warnanya berubah
dari kuning menjadi merah bata berarti makanan tersebut positif mengandung
boraks.

7
Tabel 1. Hasil Analisa Sampel Bakso
Uji Organoleptik Uji Kandungan Boraks dengan Ekstrak Keterangan
Kunyit
Sebelum Sesudah
Sampel 1 - Tekstur tidak rata Sampel tidak
(bakso malang – (kelihatan tekstur mengandung
depan Polines) daging) boraks.
- Kenyal karena
tepung
(kanan) Warna (kiri) Warna setelah
ekstrak kunyit yang digunakan untuk
belum digunakan analisa
untuk analisa

Sampel 2 - Tekstur bagus Sampel


(bakso Tennis – - Kenyal positif
Jln. Sumurboto mengandung
(Zona Merah)) boraks

Warna bakso sebelum Warna bakso setelah


ditetesi ekstrak kunyit ditetesi ekstrak kunyit.
Setelah 5 detik ekstrak
berubah dari kuning
menjadi merah bata.

b. Peraturan Mengenai Larangan Penggunaan Boraks


1) Peraturan Menteri Perdagangan
Dalam rangka melindungi hak-hak konsumen serta menghindarkannya dari
ekses negatif akibat barang dan jasa yang beredar di pasar, pemerintah telah
menetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UU-PK). Berdasarkan UU tersebut, hak-hak konsumen dilindungi

8
dari penyalahgunaan atau tindakan sewenang-wenang yang dilakukan produsen,
importir, distributor dan setiap pihak yang berada dalam jalur perdagangan barang
atau jasa. Selain peredaran barang dan jasa di pasar, faktor keamanan,
keselamatan, kesehatan dan lingkungan menjadi hal yang sangat penting dalam
perlindungan konsumen. Salah satu produk yang harus mengutamakan faktor
K3L tersebut adalah Bahan Berbahaya (B2). Sehingga mendorong pemerintah
menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 23/MDAG/PER/9/2011
Tentang Pengadaan, distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.

2) UU No.7 Tahun 1996


Menurut UU No.7 Tahun 1996 tentang bahan tambahan pangan pasal 10 ayat
(1) menyatakan bahwa “Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan
dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang
dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan”.
Serta disebutkan dalam UU tersebut tentang makanan tercemar pasal 21
menyatakan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang mengandung
bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau membahayakan
kesehatan atau jiwa manusia, pangan yang mengandung bahan yang dilarang
digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan.
Pengertian bahan beracun menurut PP No. 74 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan karena sifatnya
dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya.

3) Peraturan Menteri Kesehatan


Bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan sesuai
Permenkes 722/Menkes/Per/IX/1988 dan diubah dengan Permenkes Nomor:

9
1168/Menkes/Per/XI/1999 salah satunya yaitu Asam Borat (Boric Acid) atau
boraks, bleng, pijer. Tujuan penambahan boraks pada proses pengolahan makanan
adalah untuk meningkatkan kekenyalan, kerenyahan, serta memberikan rasa gurih
dan kepadatan terutama pada jenis makanan yang mengandung pati.

2.5. Analisis Fakta dan Data


Pada kasus ini, penulis pertama melakukan analisa identifikasi boraks pada
bakso tenis milik Pak Sobirin dengan cara meneteskan ekstrak kunyit ke bakso
tenis yang telah digiling terlebih dahulu. Setelah melakukan analisa, disimpulkan
bahwa bakso tenis milik Pak Sobirin mengandung boraks. Hal ini dapat diketahui
dari warna kunyit yang berubah pada saat analisa yaitu berwarna kuning-orange
menjadi merah bata. Hal ini menunjukkan bahwa bakso milik Pak Sobirin positif
mengandung zat berbahaya boraks.
Setelah melakukan analisa, penulis mempelajari tentang peraturan pemerintah
baik dari peraturan Menteri Perdagangan, Menteri Kesehatan dan BPOM maupun
Undang-Undang yang berlaku untuk bahan pangan. Penulis berhasil mendapatkan
peraturan pemerintah mengenai larangan penggunaan boraks. Hal ini tertuang
dalam :
 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 23/MDAG/PER/9/2011 Tentang
Pengadaan, distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.
 UU No.7 Tahun 1996 Pasal 10 Ayat 1
 UU No.7 Tahun 1996 Pasal 21
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/XI/1999

Setelah mendapatkan berbagai macam peraturan mengenai larangan


penggunaan boraks, penulis melakukan mencoba mendatangi Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kota Semarang di Jalan Pemuda No.175 pada tanggal 26
September 2016 dan melakukan wawancara serta diskusi mengenai perdagangan

10
bakso dengan menggunakan boraks bersama salah satu pegawai Dinas
Perdagangan Semarang yang bernama Ibu Nurjanah. Ibu Nurjanah mengatakan
bahwa penggunaan boraks dalam pembuatan bakso memang dilarang dan dalam
penjualan boraks juga tidak dilakukan secara bebas karena ada peraturan yang
mengatur tentang penjualan boraks, namun Ibu Nurjanah beranggapan bahwa
para pedagang bakso biasanya bukan memakai boraks murni melainkan memakai
bleng yang secara mudah didapatkan oleh para pedagang. Ibu Nurjanah juga
beranggapan bahwa penggunaan bleng dalam pembuatan bakso merupakan hal
yang sudah lumrah terjadi. Dalam kasus ini Dinas Perdagangan belum dapat
langsung turun tangan untuk mencegah kasus ini, karena sampai saat ini belum
ada pelaporan tentang efek samping yang dialami oleh konsumen setelah
mengkonsumsi bakso tenis milik Pak Sobirin.
Pada tanggal 28 September 2016 penulis mendatangi Dinas Kesehatan
Semarang di Jalan Pandanaran No.79 dan melakukan wawancara serta diskusi
dengan salah satu pegawai Dinas Kesehatan yang bernama Ibu Mercy. Pendapat
dari Ibu Mercy tidak berbeda jauh dengan Ibu Nurjanah yang bekerja di Dinas
Perdagangan. Dalam bidang kesehatan mengkomsumsi boraks dapat
mengakibatkan :
- Demam - Mual
- Muntah - Sakit perut
- Diare - Sakit kepala
- Mata merah - Merusak kesuburan
- Merusak janin - Tidak sadarkan diri
- Deperesi pernapasan - Gagal ginjal akut
- Kematian
- Kulit memerah terutama di telapak tangan, telapak kaki, skrotum, dan
pantat dan mengelupas

11
Setelah melakukan wawancara dengan salah satu pegawai dari Dinas
Kesehatan dan Dinas Perdagangan, penulis melakukan wawancara dengan Pak
Sobirin yang merupakan pemilik dari bakso tenis. Pak Sobirin mengaku bahwa ia
menambahkan bleng pada baksonya karena bleng merupakan zat yang dapat
membuat tekstur bakso lebih kenyal dan bagus sehingga lebih disukai konsumen.
Pak Sobirin juga beranggapan bahwa bleng bukan merupakan bahan/zat yang
berbahaya untuk dikonsumsi. Pak Sobirin mendapatkan bleng tersebut dengan
cara mudah karena dipasaran dijual dengan bebas sehingga siapa saja dapat
membelinya dengan mudah. Pak Sobirin juga mengatakan bahwa selama ia
menjual bakso, belum pernah ada sosialisasi dari pemerintah baik dari Dinas
Perdagangan dan Dinas Kesehatan mengenai bahaya penggunaan penambahan
bleng pada bakso.

2.6. Relevansi Kasus dengan Tema


Pada kesempatan kali ini penulis mendapat tema “Supremasi Hukum”.
Supremasi hukum merupakan upaya untuk menegakkan dan menempatkan
hukum pada posisi tertinggi yang dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat
tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun termasuk oleh
penyelenggara Negara. Penghormatan terhadap supremasi hukum tidak hanya
dimaksudkan dengan galaknya pembangunan dan pembentukan hukum dalam arti
peraturan perundang-undangan, akan tetapi bagaimana hukum yang dibentuk itu
benar-benar dapat diberlakukan dan dilaksanakan, sehingga hukum berfungsi
sebagai sarana penggerak aktifitas kehidupan bernegara, pemerintahan dan
kemasyarakatan.
Supremasi hukum hanya akan berarti bila ada penegakan hukum dan
penegakan hukum hanya akan mempunyai nilai evaluatif jika disertai dengan
pemberlakuan hukum yang responsif. Artinya superioritas hukum akan terjelma
dengan suatu penegakan hukum yang bersendikan dengan prinsip persamaan di
hadapan hukum dengan dilandasi nilai dan rasa keadilan. Adanya supremasi

12
hukum diharapkan dapat membawa kehidupan dalam suatu negara menjadi lebih
baik, dengan adanya supremasi hukum, maka kejahatan bisa dikurangi karena
adanya kesadaran masyarakat tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak
diperbolehkan.
Relevansi antara kasus penggunaan boraks oleh Pak Sobirin dengan
supremasi hukum dapat disimpulkan bahwa Pak Sobirin tidak menjunjung tinggi
hukum yang ada, dengan kata lain Pak Sobirin tidak melakukan supremasi hukum
yang seharusnya dijunjung tinggi yang bertujuan agar terciptanya tanggung jawab
di tengah masyarakat, menjamin masyarakat akan adanya keadilan,dan
menciptakan masyarakat yang bermoral. Hal ini dapat dilihat dari fakta yang telah
didapat yaitu Pak Sobirin menambahkan boraks yang merupakan bahan
berbahaya pada baksonya, padahal sudah ada hukum yang mengatur tentang
larangan penggunaan boraks. Hal ini membuktikan bahwa Pak Sobirin belum
mengetahui apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan oleh
hukum. Akibat dari kasus ini maka tujuan dari supremasi hukum tidak dapat
tercapai dan supremasi hukum tidak akan berarti lagi karena hukum/peraturan
tidak ditegakkan dalam kasus penambahan boraks pada bakso tenis milik Pak
Sobirin ini.

2.7. Solusi
Pada kasus “Pak Sobirin Penjual Bakso Tenis Berboraks di Jalan Sumurboto,
Tembalang, Semarang, Jawa Tengah” ini, penulis memiliki solusi agar kasus ini
tidak terulang kembali. Adapun solusi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengganti Bahan Pengawet yang Baik Sebagai Pengganti Boraks

Bahan pengawet memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas


mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai
dengan pertambahan waktu,agar kualitas makanan senantiasa terjaga sesuai
dengan harapan konsumen. Ada beberapa alternatif pemilihan bahan

13
pengawet untuk bakso yang lebih aman dan tidak memberikan efek bahaya
pada kesehatan serta dapat meningkatkan produksi. Diantara alternatif yang
sudah ditawarkan pasar secara luas ialah asap cair yang berasal dari kayu atau
tempurung kelapa. Asap cair, sebagaimana disimpulkan Effendi Abustam,
dkk dari Laboratorium Teknik Hasil Ternak Universitas Hasanuddin dalam
satu studi mereka, dapat digunakan bahan pengikat air dan pengawet
menggantikan boraks dan formalin pada pembuatan bakso daging sapi. Asap
cair merupakan bahan yang penggunaannya belakangan ini banyak
dikembangkan pada produk pangan. Termasuk sebagai pengawet dan pengikat
air pada pembuatan nugget ayam dan bakso, juga bisa berfungsi untuk lebih
melunakkan daging.

2. Dilakukan Sosialisasi oleh Pemerintah


Dinas Perdagangan dan Dinas Kesehatan sebaiknya melakukan sosialisasi
secara rutin terhadap pedagang tentang bahayanya penggunaan boraks pada
bahan pangan sehingga para pedagang sadar bahwa boraks atau bleng
memang sangat berbahaya untuk dikonsumsi. Dengan adanya sosialisasi ini
maka diharapkan supremasi hukum dapat terlaksana sehingga tujuan dari
supremasi hukum dapat tercapai.
3. Memaksimalkan Fungsi Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini Badan POM bersama jajarannya yaitu Balai Besar
POM/ Balai POM secara rutin melakukan pengawasan dan pengamanan
termasuk melakukan sampling terhadap sejumlah sampel yang diduga
mengandung bahan berbahaya untuk dilakukan uji laboratorium terhadap
produk- produk tersebut, serta melakukan tindakan pengamanan yang sesuai.

14
BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian penjelasan kasus bakso tennis berboraks oleh Pak Sobirin,
Jl. Sumurboto, Tembalang – Semarang terhadap pelaksanaan supremasi hukum di
Indonesia dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan supremasi hukum ini
membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh Warga Negara Indonesia dengan
menaati undang-undang yang berlaku tentang larangan keras penambahan bahan
berbahaya dan beracun kedalam makanan. Dari Dinas yang berkaitan seperti
dinas perdagangan dan kesehatan sampai saat ini belum ada tindakan lebih lanjut
mengenai bakso berboraks, selain dari tindakan juga belum ada sosialisasi dari
dinas pemerintahan tentang larangan penambahan bahan berbahaya (termasuk
jenis dan macamnya) kedalam makanan, sehingga banyak orang awam yang tidak
tahu jenis bahan yang berbahaya serta dampak bagi kesehatan konsumen.
Supremasi hukum di Negara Indonesia belum berjalan sesuai dengan yang
seharusnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Manurung, dkk. 2012. Bahaya Penggunaan Boraks Pada Bakso Dan Alternatif
Pengawet Yang Aman. http://dokumen.tips/documents/makalah-bi-
bahaya-penggunaan-boraks-pada-bakso.html. (Diakses tanggal 07
Oktober 2016)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1168/MENKES/PER/X/1999

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 23/M-


DAG/PER/9/2011

Setiadi, Wicipto. 2012. Development of Law in Order to Enhancement


Supremacy of Law. http://rechtsvinding.bphn.go.id. (Diakses tanggal 10
September 2016)

Triastutik, endang. Dkk. 2013. Analisis Boraks pada Tahu di Kota Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id. (Diakses tanggal 07 Oktober 2016)

Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan

16

Anda mungkin juga menyukai