Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah gawat abdomen atau gawat perut mengambarkan keadaan klinis


akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri
sebagai keluhan utama. Gawat adomen memerlukan penanganan segera yang
sering berupa tindak bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan
masif di rongga perut maupun disaluran cerna. Infeksi, obstruksi, atau
stragngulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkna
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.1
Peritoitis merupakan inflamasai (iritasi) pada membran serosa yang melapisi
cavum abdomen dan organ-organ di dalamnya (peritonium). Peritonitis paling
sering disebabkan pada area steril peritonium melalui perforasi organ
intraperitoneal.2
Secara umum, berdasarkan lokalisa, infeksi peritonium dibagi menjadi
generalisata (peritonitis) dan lokal (abses-abdomen).2
Perforasi gaster adalah kegawatdaruratan yang sering terjadi. Perforasi
gaster spontan dapat dijumpai pada dewasa, anak-anak, dan bahkan neonatus.
Perforasi gaster dapat terjadi pada kasus trauma maupun kasus non trauma.
Hampir semua perforasi gaster memiliki fakor komorbid. Faktor tersebut adalah
Peptik ulcer (tukak lambung), Zolinger Ellison syndrome, Kondisi traumatik dan,
medikasi.3
Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis
akut. Pasien mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di area epigastrium akibat
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
Pada awal perforasi, belum ada invasi bakteri, fase ini disebut fase peritonitis
perut, nyeri pada bahu menunjukan adaya rangsangan peritoneum di permukaan
bawah diagfragma. Perforasi tukak lambung klasik terlokalisasi pada pilorus dan
bulbus duodenum. Mortalitas pada perforasi gaster adalah sebesar 6-30%.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan peritonium (membran serosa yang melapisi
rongga abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan penyulit berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh
infeksi pada area steril pertonium melalui perforasi organ intraperitoneal.2
Perforasi gaster merupakan salah satu perforasi gastrointestinal yang sering
terjadi. Perforasi gaster dapat terjadi pada kasus trauma maupun kasus non
trauma. Perforasi yang paling sering terjadi akibat ulkus peptikum.4
Perforasi adalah lubang yang menembus bagian atau substansi. Gaster atau
lambung merupakan ekspansi muskulomembranosa saluran pencernaan antara
esofagus dan duodenum. Jadi perforasi gaster dapat di artikan sebagai lubang
yang menembus bagian muskulomebranosa lambung. 2
B. ANATOMI
a. Peritonium
Peritoneum adalah lapisan serosa yang paling besar dan paling komleks yang
terdapat dalam tubuh. Membran serosa tersebut membentuk suatu kantung
tertutup (coelom) dengan batas-batas:
- Anterior dan lateral : permukaan bagian dalam dinding abdomen
- Posterior : retroperitoneum
- Inferior : struktur ekstraperitoneal di pelvis
- Superior : bagian bawah dari diafragma
Peritoneum dibagi atas :
- Peritoneum parietal
- Peritoneum viseral
- Peritoneum penghubung yaitu mesenterium, mesogastrin, mesocolon,
mesosigmidem, dan mesosalphinx.
- Peritoneum bebas yaitu omentum

2
Lapisan parietal dari peritoneum membungkus organ-organ viscera
membentuk peritoneum visera, dengan demikian menciptakan suatu potensi ruang
diantara kedua lapisan yang disebut rongga peritoneal.
Normalnya jumlah cairan peritoneal kurang dari 50 ml. Cairan peritoneal
terdiri atas plasma ultrafiltrasi dengan elektrolit serta mempunyai kadar protein
kurang dari 30 g/L, juga mempunyai sejumlah kecil sel mesotelial deskuamasi dan
bermacam sel imun.8

Gambar 1. Anatomi Peritonium

b. Gaster
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara
esofagus dan duodenum. Bagian paling proksimal dari gaster disebut Cardia,
bagian ini yang melekat pada esofagus. Pada bagian proksimal cardia terdapat
spingter esofageal bawah. Pada bagian distal, pilorus akan berhubungan dengan
antrum atau distal gaster ke duodenum proksimal. Bagian gaster yang memiliki

3
proporsi paling besar disebut Corpus. Pada bagian superior gaster dibatasi oleh
diagfragma dan lateral oleh limfa. Corpus juga mengandung sel parietal dan
berbatasan dengan bagian kanan kurvatura yang relatif kurang kuat dan bagian
kiri kurvatura mayor yang lebih panjang. 4

Gambar 2. Anatomi Gaster


Kebanyakan gaster terdapat pada bagian atas abdomen, dari hubungan
anatomi topografik lambung dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan
bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga sekitarnya atau ke dalam
organ di dekatnya, bergantung pada letak tukak. 4
Ciri yang cukup menonjol pada anatomi gaster adalah peredaran darahnya
yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan berupa arteri besar yang berada
di pinggir kurvatura mayor dan minor serta di dalam dinding lambung. 4
Persarafan simpati lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang
menyertai arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut aferen saraf simpatis.
Serabut parasimpatis berasal dari n. Vagus dan mempersarafi sel parietal di
fundus dan korpus lambung. 4
Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pits atau lekukan
yang berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima
kelenjar gaster dari sel-sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak
anatominya. Kelenjar di daerah cardia terdiri < 5 % kelenjar gaster mengandung
mukus dan sel-sel endokrin. Sebagian terbesar kelenjar gaster (75%) terletak

4
didalam mukosa oksintik mengandung sel-sel leher mukus, parietal, chief,
endokrin dan sel enterokromafin. 4
Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 mL/hari
mengandung lender, pepsinogen, factor intrinsic dan elektrolit, terutama larutan
HCl. sekresi basal cairan ini selalu dalam jumlah yang sedikit. Proses produksi
asam dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase sefalik, fase gastric, fase intestinal
yang saling mempengaruhi dan berhubungan.4

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi, peritonitis di klasifikasikan mejadi peritonitis primer,
sekunder, dan tersier.2
a.
Peritonitis primer
Peritonitis yang terjadi ketika mikroba menginvasi area normal steril perineum
melalui hematogen dari sumber infeksi yang jaih atau melalui inokulasi
langsung. Biasanya terjadi pada pasien yang menderita ascites atau pasien
gagal ginjal yang manjalani dialisis peritoncal.2
b.
Peritonitis sekunder
peritonitis yang terjadi akibat kontaminasi cavum peritonium oleh perforasi
organ intraperitoneal atau inflamasi berat dan infekasi intra abdomen. Misalnya
appendisitis, perforasi traktus gastrointestinal, atau diverticulitis.2
c.
Peritonitis tersier (persisten)
Peritonitis yang terjadi setelah terapi yang adekuat atau kerusakan dari
anatomis gastrointestinal yang menimbulkan peritonitis post-operatif.2

D. EPIDEMIOLOGI
Angka mortalitas peritonitis mencapai 50%. Peritonitis akibat perforasi
merupakan kasus kegawatdaruratan paling sering di bagianbedah dan perforasi
paling banyak di temukan di ulkus pepetik (48,2%), diikuti appendicitis (19,9%),
demam tifoid (12,9%), tuberculosis (10,7%) dan trauma (8,3%).6

5
E. ETIOLOGI
Peritonitis primer paling sering diakibatkan oleh organisme gram positif.
Pada pasien tanpa faktor resiko di temukan organisme E. Coli, K. Pneumoniae,
pneumococcus, dan yang lainnya. Sedang peritonitis sekunder dapat di sebabakan
oleh organisme aerob maupun anaerob mengingat sumber infeksi berasal dari
organ intra-peritoneal. Pada peritonitis tersier, di temukan organisme
Enterococcus faecalis dan faecium, Staphylococcus epidermidis, Candida
albicans, dan Pseudomonas aeruginosa.2
Hampir semua perforasi gaster memiliki fakor komorbid. Faktor tersebut
adalah Peptik ulcer (tukak lambung), Zolinger Ellison syndrome, Keganasan

lambung primer dan sekunder, Kondisi traumatik dan, medikasi.


a. Peptic ulcer
Perforasi gaster akibat peptik ulcer lebih sering pada dinding posterior
daripada anterior. Terdapat beberapa etiologi peptic ulcer yaitu infeksi
Helicobacter pylori, penggunaan NSAID, merokok, dan kebiasaan makanan.
Telah lama diketahui peptic ulcer mempunyai hubungan dengan infeksi kuman
Helicobacter pylori (H. pylori). H. pylori merupakan penyebab utama terjadi
tukak gaster. Zolinger Ellison syndrome
Zolinger Ellison syndrome memiliki karateristik yaitu mempunyai satu atau
dua tumor pada pankreas atau duodenum atau keduanya. Tumor membuat
lambung menghasilkan lebih banyak asam, karena tumor menghasilkan gastrin.7
b. Kondisi traumatik
Kondisi traumatik dapat terjadi pada ventilasi dan intubasi esofageal,
kondisi serupa terjadi pada ventilasi tekanan positif pada gaster saat resusitasi
kardiopulonal.
c. Medikasi
penggunaan NSAID lima sampai enam kali meningkatkan resiko perforasi
peptic ulcer. Penggunaan NSAID merupakan penyebab umum terjadi tukak
gaster. Penggunaan obat ini mengganggu peresapan mukosa, menghancurkan
mukosa dan menyebabkan kerusakan mukosa.

6
F. PATOFISIOLOGI
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ – organ abdomen (misalnya:
apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna atau dari luka tembus abdomen.
Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon
pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokok dan streptokok sering masuk
dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa.Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita – pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi
usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi yang terjadi menyebar, dapat menimbulkan peritonitis umum.
Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltik akan berkurang, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan
oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung – lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Perforasi gaster dapat terjadi akibat kondisi non trauma dan traumatik. Pada
kondisi non trauma dapat terjadi seperti pada peptic ulcer, keganasan, dan
medikasi. Pada peptik ulcer, memiliki hubungan dengan infeksi kuman
Helicobacter pylori (H. pylori). H. pylori merupakan penyebab utama terjadi
tukak gaster. Banyak terjadi pada orang kulit gelap di bandingkan dengan kulit
putih. H. pylori hidup di lapisan dalam mukosa terutama mukosa antrum
menyebabkan kelemahan pada sistem pertahanan mukosa dengan mengurangi
ketebalan lapisan mukosa dengan melepaskan berbagai macam enzim seperti
urease, lipase, protease dan posfolipase dan mengeluarkan berbagai macam
sitotoksin (vacuolating cytotoxin/ Vac A gen) yang dapat menyebabkan

7
vakuolisasi sel-sel epitel. Urease dapat memecah urea dalam lambung menjadi
ammonia yang toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan protease dan fosfolipase
A2 menekan sekresi mukus yang menyebabkan daya tahan mukosa menurun, lalu
merusak lapisan kaya lipid pada apikal sel epitel dan melalui kerusakan sel-sel ini
asam lambung berdifusi balik menyebabkan nekrosis yang lebih luas sehingga
terjadi peptic ulcer. Perlukaan pada lambung yang tidak ditangani dengan baik
akan menyebabkan penipisan lapisan gaster sehingga dapat terjadi perforasi.
Pada penyakit Zolinger Ellison syndrome terdapat produksi gastrin yang
berlebihan, sehingga dapat terjadi cedera pada lapisan gaster dan lama kelamaan
dinding gaster akan menipis dan menimbulkan perforasi..7
Penggunaan NSAID lima sampai enam kali meningkatkan resiko perforasi
peptic ulcer. Penggunaan NSAID merupakan penyebab umum terjadi tukak
gaster. Penggunaan obat ini mengganggu peresapan mukosa, menghancurkan
mukosa dan menyebabkan kerusakan mukosa.
Kondisi traumatik dapat terjadi pada ventilasi dan intubasi esofageal,
kondisi serupa terjadi pada ventilasi tekanan positif pada gaster saat resusitasi
kardiopulonal. Selain itu dapat disebabkan karena trauma langsung oleh benda
tajam (vulnus scisum).
Reaksi awal peritonium terhadap invasi oleh baktero adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat melekat sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak akan mengakibatkan
obstruksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak di koreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk menkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit

8
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal ketika terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritonium termaksud dinding abdomen
mengalami edema, edema disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler
organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan di dalam rongga peritonum
dan lumen-lumen usus serta edema seluruh organ intraperitoneal dan edema
dindinng abdomen termaksud jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada,
serta muntah.
Perforasi tukak peptik khas di tandai oleh peransangan peritonium yang
mulai di epigastrium dan meluar keseluruh peritonium akibat peritonitis
generalisata. Perforasi lambung dan duedenum bagian depan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat
seperti di tikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah
epigastrium karena ransangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan enzim
pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut
pada awal prforasi, belum da infesi bakteri, adang fase ini di sebut fase peritonitis
kimia, adanya nyeri di bahu menujukan rangsangan peritonim berupa pengenceran
zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara
sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis utama peritonitis yaitu ditemukannya defans muskular.
Peritonitis merupakan salah satu contoh kasus akut abdomen.
Gejala lain yang dapat ditemukan pada peritonitis yaitu :
 Demam dan merian (ditemukan pada 80% kasus)
 Mual dan muntah
 Encephalopathy yang tak terjelaskan
 Diare
 Ascites yang tidak mambaik dengan pemberian diuretik
 Gangguan ginjal memburuk

9
 Ilcus
Tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien dengan peritonitis yaitu :
 Suhu >38o atau <36o C
 Takikardi sebagai respon fisiologis tubuh
 Hipotensi
 Distensi abdomen dengan penurunan bising usus
 Rigiditas abdomen atau disebut defans muskular, terjadi akibat
kotraksi otot dinding andomen secara volunter sebagai respon terhadap
penekanan pada dinding abdomen maupun involunter sebagai respon
terhadap iritasi peritonium.
 Hipertimpani akibat kembung dan menghilangnya pekak hepar
akibat perforasi yang menyebabkan peritonium banyak terisi udara
 Dehidrasi
 Oligouria atau anuria
 SIRS, sepsis sampai syok septik
 Gangguan fungsi hati (ikterus)

H. DIAGNOSIS
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan
tanda–tanda rangsangan peritonium. Biasanya diagnosis peritonitis ditegakkan
secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang
tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum viseral) kemudian lama
kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal).4,11
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni:4,11
 Demam tinggi, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia
 Takikardia, dehidrasi hingga menjadi hipotensi
 Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di
tempat tertentu sebagai sumber infeksi
 Bising usus menurun sampai menghilang.

10
 Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena
mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari
palpasi yang menyakitkan, atau bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.
 Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan,
bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika
digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
 Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat radang panggul, namun pemeriksaan ini jarang
dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut.
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan tanda vital, kemungkinan adanya
gangguan kesadaran, dehidrasi, syok, anemia, dan gangguan napas. Pada
pemeriksaan fisik pasien dengan peritonitis, biasanya didapatkan keadaan sebagai
berikut :
 Keadaan umumnya tidak baik
 Demam dengan temperatur >380C
 Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia.
 Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan
hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah,
demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan
adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi
semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan
dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.
Penderita dengan perdarahan, perforasi atau obstruksi lambung atau
duodenum sering datang dalam keadaan gawat.
· Pada pemeriksaan fisik abdomen Inspeksi, pemeriksan mengamati adakah
jaringan parut bekas operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut
membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh
gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang
membuncit dan tegang atau distended.

11
Auskultasi.Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah
yang paling terasa sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan
dari yang ditunjuik pasien.Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi
penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan
melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang
lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).
Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
· Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral
yang sangat sensitif.Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling
sensitif.Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak
dikeluhkan nyeri.Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak
nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)
menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri
somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada
inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan
tekanan.Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk
melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan
setempat.
· Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya
udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
pemeriksaan pekak hepar dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis,
pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya
udara bebas tadi.
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil
keputusan, misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses.Kadang perlu juga
dilakukan pemeriksaan Roentgen dan endoskopi.
Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain:
 nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat kemungkinan adanya
perdarahan atau dehidrasi.

12
 Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan.
 Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk
persiapan bedah, juga dapat membantu menegakkan demam berdarah yang
memberikan gejala mirip gawat akut abdomen.

Gambaran radiologi
 Foto roentgen di ambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Adanya udara
bebas yang terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto roentgen dan
merupakan petunjuk adanya perforasi.
 Pada pemeriksaan foto polos abdomen dijumpai asites, tanda – tanda
obstruksi usus berupa air-udara dan kadang – kadang udara bebas
(perforasi). Biasanya lambung, usus halus dan kolon menunjukkan dilatasi
sehingga menyerupai ileus paralitik. Usus – usus yang melebar biasanya
berdinding tebal.
 Pada peritonitis umum gambaran radiologinya menyerupai ileus paralitik.
Terdapat distensi baik pada usus halus maupun pada usus besar. Pada foto
berdiri terlihat beberapa fluid level di dalam usus halus dan usus besar.
Jika terjadi suatu ruptur viskus bisa menyebabkan peritonitis, udara bebas
mungkin akan terlihat pada kavitas peritoneal.

I. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus
septik (apendiks, dan sebagainya) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin
mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian
dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada
organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.Antibiotika berspektrum luas

13
juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada
saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang
menyebabkan radang di peritoneum.Secara non-invasif dapat dilakukan dengan
drainase abses dan endoskopi perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah
laparotomi eksplorasi rongga peritoneum.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan
operasi laparotomi. Operasi ini untuk mengontrol sumber primer kontaminasi
bakteri.Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan
jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.Jika peritonitis
terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi.Teknik operasi yang
digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat
patologis dari saluran gastrointestinal.Pada umumnya, kontaminasi peritoneum
yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi
viskus yang perforasi.

14
BAB III
LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien
Nama : Tn.M
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : laki laki
Alamat :
Agama :islam
Suku : bugis
Tanggal pemeriksaan : 20 Mei 2017

2. Anamnesis
a. Keluhan utama
Nyeri perut
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk dengan keluhan nyeri pada seluruh bagian perut,
keluhan dirasakan sejak tiga hari yang lalu, nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusung sehingga ketiga nyeri pasien tidak dapat bangun
ataupun berjalan. Sebelumnya pasien sering mengalami nyeri perut
hilang timbul sekitar 2 bulan dan memberat pada 3 hari terakhir.
Pasien juga mengeluh mual dan muntah sebanyak 1 kali sebelum
dibawa kerumah sakit, demam (+), sesak (+), batuk (-), sakit kepala (-
), pusing (-). Buang air kecil lancar, buang air besar sedikit dan tidak
lanacar sejak 3 hari yang lalu.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien baru pertama kali mengeluhkan penyakit seperti ini, penyakit
lain tidak ada
d. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada kelurga yang mengalami hal serupa
e. Riwayat pengobatan :

15
Pasien sudah pernah berobat ke puskesmas dan di beri obat anti nyeri,
tetapi karena merasa tidak ada perubahan pasien melanjutkan dengan
meminum obat-obatan herbal.

3. Pemeriksaan fisik
Status generalisata : sakit berat, compos mentis, GCS : E4M6V5
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmhg
Nadi : 78 x/menit
Pernafasan : 26 x/ menit
Suhu aksilla : 37,5o C
Kepala : bentuk ; normochepal
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sclera : ikterik (-/-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru paru :
inspeksi : simetris bilateral
palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
perkusi : sonor (+/+)
auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
jantung :
inspeksi : ictus cordis tidak tampak
palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra
perkusi : batas jantung normal
auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
abdomen :
inspeksi : kesan datar (+), distensi (+), Darm Contour (-), jejas (-)
auskultasi : peristaltik usus tidak terdengar
perkusi : hipertimpani (+)

16
palpasi : nyeri tekan seluruh kuadran abdomen (+), hepatomegaly (-),
spleenomegali (-)
Genitalia : dalam batas normal
Ekstremitas
- Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
- Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-)

4. Pemeriksaan penunjang
 Darah Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
RBC 5,7 x 106/mm3 4,5 – 6,5 x 106/mm3
HGB 16,4 g/dL 13,0 – 17,0 g/dL
HCT 45 % 40,0 – 54,0 %
PLT 466 x 103/mm3 150 – 500 x 103/mm3
WBC 16,7 x 103/mm3 4,0 – 10,0 x 103/mm3

 Kimia Darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDS 168,1 mg/dl 74,0 – 100,0 mg/dl
Ureum 34,5 mg/dl 18,0 – 55,0 mg/dl
Kreatinin 1,17 mg/dl 0,70 – 1,30 mg/dl

IV. Resume
Pasien masuk dengan keluhan nyeri pada seluruh bagian perut, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusu. Pasien juga mengeluh mual dan
muntah sebanyak 1 kali sebelum dibawa kerumah sakit, demam (+),
sesak (+), buang air besar sedikit dan tidak lanacar sejak 3 hari yang
lalu.

17
V. Diagnosa awal
Peritonitis generalisata e.c susp.ileus obstruktif
VI. Penatalaksanaan
 IVFD Ringer Laktat 20 tpm
 Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam/iv
 Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/iv
 Inj. Ceftriaxine 1gr /12 jam/iv
 Paracetamol drips 500mg/8 jam/iv
 Puasakan

VII. Follow Up
Hari/ Tanggal Follow Up
23-05-2017 S : Nyeri pada seluruh bagian perut (+)
O : TD 120/90 mmHg S : 36 C
N 80x/menit P : 20x/menit
A : Peritonitis generalisata
P : Rencana laparatomi hari ini
Puasa
IVFD RL 20 tpm
Inj.Ketoroac 30mg/8 jam/iv
Inj.Ceftriaxone 1g/12 jam ivfd
Ringer
24 -5 -2017 S : Nyeri pada daerah bekas operasi ,
demam (+)
O : TD 120/80 mmHg S : 36,6oC
N : 90 x/menit P : 24 x/menit
Drain : 50 cc
Balance cairan :
1.170 – 1.475 = - 305 (devisit)
A : Post op laparotomy H1 a/i Gaster

18
Perforasi
P : IVFD Ringer laktat 20 tmp
Ceftriaxone 500 mg /iv/12 jam
Metronidazole drips 500 mg/8 jam
Ranitidine 75 mg /iv/12 jam
Analgesik sesuai TS.Anastesi

25-05-2017 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (+)


O : TD 120/80 mmHg S : 36,5 C
N 90x/menit P : 24x/menit
A : Post op laparotomy H2 a/i gaster
perforasi
P :IVFD Ringer laktat: dextrose 5%2 :
1
Ceftriaxone 1g /iv/12 jam
Metronidazole drips 500 mg/8 jam
Ketorolac 30 mg/iv/8 jam
Ranitidine 40 mg /iv/12 jam
Transamin 250 mg/iv/12 jam
Fenthanyl 5-15 mg/iv
Puasa makan
26-5-2017 S: Nyeri pada daerah bekas operasi
berkurang, kentut (+)
O : O : TD 120/80 mmHg S : 36,5
N 82x/menit P :
20x/menit
Drain :minimal
Urin : 1,4cc/KB/jam
A : Post op laparotomy H3 a/i Gaster
perforasi

19
P : IVFD Ringer laktat : dextrose 5%
2:1
Ceftriaxone 500 mg /iv/12 jam
Metronidazole drips 500 mg/8 jam
Ketorolac 15 mg/iv/8 jam
Omeprazole 40mg /iv/24 jam
Puasa
Aff drain
27-5-2017 S : Nyeri pada daerah bekas operasi
berkurang, kentt (+)
O : O : TD 110/80 mmHg S : 36,5
N 90 x/menit P : 20x/menit
A : Post op laparotomy H4 a/i Gaster
perforasi
P : IVFD Ringer laktat : dextrose 5%
2:1
Ceftriaxone 500 mg /iv/12 jam
Metronidazole drips 500 mg/8 jam
Ketorolac 30 mg/iv/8 jam
Omeprazole 40 mg /iv/24 jam
Puasa
29-05-2017 S : nyeri luka post operasi berkurang
O : keaadaan umum : baik
TD 130/90 mmHg S : 36,5
N 80x/menit P : 20x/menit
A : Post op laparotomy H5 a/i Gaster
perforasi
P : IVFD Ringer laktat : dextrose 5%
2:1
Ceftriaxone 1g/iv/12 jam

20
Ketorolac 15 mg/iv/8 jam
Omeprazole 40 mg /iv/24 jam
Vip.Albumin 3x2
Aff NGT
Makan bubur
GV Luka operasi
30-05-2017 S : nyeri luka post operasi berkurang
O : keaadaan umum : baik
TD 110/70 mmHg S : 36,5
N 87x/menit P :
18x/menit
A : Post op laparotomy H7 a/i
peritonitis e.c. Gaster perforasi
P : IVFD Ringer laktat : dextrose 5%
2:1
As.traneksamat 500mg/iv/8 jam
Omeprazole 40mg/iv/24 jam
Ketorolac 30mg/iv/8 jam
Vib albumin 3x2 tab
Banyak minum
Mobilisasi
Diet bubur saring
Awasi tanda vital
GV Luka operasi

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 38 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
seluruh lapang abdomen yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
nyeri dirasakan terus menerus, seperti di tusuk-tusuk. Pasien mengeluh mual dan
muntah 1 kali sebelum masuk rumah sakit, demam (+), sakit kepala (-), sesak (-),
buang air kecil lancar, dan pasien belum buang air besar sejak 3 hari yang lalu.
Berdasarkan data anamnesis dapat di keketahui bahwa pasien menderita
keadaan yang disebut akut abdomen. Berdasarkan teori, keadaan akut abdomen
memberikan menifestasi : nyeri perut tiba-tiba yang berat dan dapat terjadi di
seluruh bagian abdomen. Kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya akut
abdomen yaitu peritonitis.
Pada kasus ini, berdasarkaan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
bermakna didapatkan tanda dan gejala yang merujuk untuk diagnosis peritonitis,
dianatanya :
 Keadaan umum : Sakit berat
 Tekanan darah : 130/90 mmhg
 Nadi : 78 x/menit
 Pernafasan : 26 x/ menit
 Suhu aksilla : 37,5o C
Pemeriksaan abdomen :
 inspeksi : kesan datar (+), distensi (+)
 auskultasi :peristaltik usus tidak terdengar
 perkusi : hipertimpani (+)
 palpasi : nyeri tekan seluruh kuadran abdomen (+)
Pada pasien ini kemungkinan sudah terjadi perforsi dan peritonitis
generalisata. Hal ini di tandai dengan adanya nyeri perut yang sangat hebat di
seluruh lapang abdomen. Pada tanda klinis didapatkan defans muskuler serta
bising usus menurun bahkan tidak terdengar.

22
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Organ-organ didalam cavum peritoneum
termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh
permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah
dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi
sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.2
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik;
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan
dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Kemudian dilakukan tindakan operasi laparatomi, dan didapatkan diagnosis
peritonitis e.c gaster perforasi. Penatalaksaan tergantung penyakit yang
mendasarinya. Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk
laparotomi eksplorasi dan penutupan perforasi dengan pencucian pada rongga
peritoneum (evakuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien
yang non toksik dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan
cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.1
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan.1
Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif
mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-
negatif dan anaerob.1

23
Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi
dan penutupan perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum. Terapi
konservatif diindikasikan pada kasus pasien yang nontoksik dan secara klinis
keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik,
aspirasi NGT, dan dipuasakan.9
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja
setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi
tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan
terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan
vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan
dapat memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan
septikemia.9

24
BAB V
KESIMPULAN

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek


dari dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke
dalam rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk
terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan
istilah peritonitis). Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-
penyakit seperti ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna,
divertikulitis, sindroma arteri mesenterika superior, trauma. Penatalaksaan
tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir selalu
dibutuhkan dalam bentuk laparotomy explorasi dan penutupan perforasi dengan
pencucian pada rongga peritoneum (evakuasi medis). Terapi konservatif di
indikasikan pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya
stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan
dipuasakan pasiennya

25

Anda mungkin juga menyukai