Anda di halaman 1dari 11

Pelanggaran Terhadap Hukum Perang Islam dan Hukum Humaniter

Internasional Dalam Konflik Suriah

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Hubungan Internasional Dalam Perspektif Islam
Dosen : Siti Muslikhati, S.IP., M.Si.

Oleh :
Reza Yusuf Ali Nugraha (20140510048)

PROGRAM STUDI
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016/2017

i
A. Latar Belakang

Suriah adalah negara yang sering kita lihat dewasa ini sebagai negara yang sangat
berbahaya, di mana peperangan masih terlihat nyata, jerit tangis masih terdengar, dan serangan-
serangan yang menghujan bumi Suriah masih sering kali terjadi. Sungguh sangat menyayat
hati ketika zaman sudah maju seperti saat ini namun peperangan masih terjadi.

Setelah berbagai macam pasang surut suhu politik yang bergejolak di Suriah, Negara
Suriah modern didirikan setelah perang Dunia I sebagai mandat Prancis. Suriah merdeka
sebagai negara republik parlementer. Pasca kemerdekaan, banyak sekali kekacauan yang
timbul di negara Suriah, kebanyakan kasus yang terjadi adalah banyaknya upaya kudeta yang
hingga pada saat ini kekacauan yang timbul belumlah surut begitu saja.

Dengan begitu banyaknya gejolak, pada tahun 2000 Bashar al-Assad menjadi presiden
menggantikan ayahnya yang bernama Hafedz al-Assad. Pada tanggal 5 Oktober 2003, Israel
menjatuhi bom sebuah tempat di dekat Damaskus, dan mengklaim itu adalah fasilitas pelatihan
teroris bagi anggota Jihad Islam. Pada bulan Maret 2004, etnis Kurdi Suriah dan Arab bentrok
di timur laut kota al-Qamishli, pada tahun 2005, Suriah mengakhiri pendudukannya atas
Lebanon.

Sejak Maret 2011, Suriah telah terlibat dalam perang saudara. Perang sipil Suriah yang
sedang berlangsung hingga saat ini , terinspirasi oleh Arab Spring. Sejauh ini konflik yang
terjadi di Suriah sudah sangatlah parah terjadi, karena sangat sudah tidak mencerminkan rasa
kemanusiaan, karena dalam perang tersebut Basar al-Assad menggunakan senjata kimia yang
di mana itu adalah salah satu kejahatan perang sehingga tidak diperbolehkan oleh hukum
internasional. Namun pada kenyataannya presiden Suriah masih menggunakan senjata kimia
jenis klorin yang menyebabkan masyarakat sipil banyak kehilangan nyawa, padahal sudah jelas
di dalam Islam sudah diatur sedemikian rupa bahwa ketika perang tidak boleh membunuh
masyarakat sipil, anak-anak ataupun perempuan, namun apa yang terjadi di Suriah berbanding
terbalik dengan apa yang di anjurkan dan diajarkan oleh Islam itu sendiri, padahal Suriah
adalah salah satu negara dengan peradaban Islam yang besar berkembang pada zamannya.

Tidak bisa di pungkiri bahwa setiap orang mempunyai naluri untuk menyerang dan
melukai, dalam hal ini adalah berperang oleh karena itu dibuatlah peraturan dalam berperang,
yang melihat prinsip-prinsip kemanusiaan dalam prakteknya. Yang kita kenal dewasa ini
sebagai Hukum Humaniter Internasional. Hukum tersebut tidak mengatur tentang kapan dan

1
apa saja syarat yang harus dilakukan dalam perang akan tetapi siapa target yang di incar, apakah
masyarakat sipil juga termasuk ke dalam target tersebut atau tidak, itu semua sudah diatur
dalam hukum Humaniter Internasional. Hukum ini mengatur beberapa asas yaitu salah satunya
adalah asas kemanusiaan. Asas perikemanusiaan tercermin dari dilarangnya penggunaan
senjata-senjata tertentu yang dirasakan mampu menimbulkan luka yang berlebihan maupun
penderitaan yang tidak perlu, salah satunya adalah penggunaan senjata kimia. Selain itu
tercermin dalam perlindungan-perlindungan yang di berikan kepada tawanan perang, serta
kepada penduduk sipil yang tidak ikut berperang.

Senjata kimia tidak di perbolehkan karena dampak yang di timbulkan tidak manusiawi
dan sangat menyiksa, bahkan ketika penggunaan senjata kimia tersebut tetap di lakukan, maka
akan timbul korban sipil yang tidak ikut berperang, yang bisa menimbulkan cacat permanen
daripada si korban tersebut, bahkan setelah peperangan berakhir pun masih dapat merasakan
luka tersebut. Oleh karena itu penggunaan senjata kimia tidaklah sejalan dengan Hukum
Internasional karena bertolak belakang dengan asas kemanusiaan yang telah dibuat dalam
perjanjian tersebut.

B. Isi
1. Penggunaan Senjata Kimia Dalam Konflik Suriah

Senjata kimia merupakan senjata sangat berbahaya. Teknologi sistem senjata kimia
relatif murah jika dibandingkan dengan teknologi pembuatan senjata nuklir. Oleh karena itu
bagi negara-negara berkembang, senjata kimia dianggap sebagai senjata deterrent. Penggunaan
senjata kimia sangat berbahaya karena efeknya dapat membunuh manusia secara massal,
terjadi sangat cepat, perlu keahlian khusus dalam pendeteksiannya, serta dibutuhkan pakaian
dan peralatan pelindung khusus dalam penyelamatan korban.

Penggunaan senjata kimia dalam konflik di Suriah diketahui terjadi sejak tahun 2013.
Saat itu masyarakat internasional telah mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengecam
penggunaan senjata kimia di Suriah dan menyerukan pemberian sanksi kepada para pelakunya.
Pemerintahan Presiden Bashar Al Ashad menolak tuduhan tersebut, namun di bawah
kesepakatan yang ditengahi oleh Rusia dan Amerika Serikat, Bashar bersedia menandatangani
Kesepakatan Konvensi Senjata Kimia tahun 2013. Pemerintahan Bashar menyerahkan stok
senjata kimianya kepada Organisasi Pelarangan Senjata Kimia atau Organization for The

2
Prohibition of Chemical Weapons (OPCW), dan bersedia memberi akses kepada para inspektur
PBB untuk melakukan pengawasan sesuai ketentuan dalam perjanjian tersebut. Pengawasan
untuk menemukan dan menghancurkan senjata kimia di Suriah terus dilakukan. Namun di
tahun 2015, penggunaan senjata kimia oleh kedua pihak yang bertikai kembali terjadi.
Pertempuran di Kota Aleppo pasca berakhirnya gencatan senjata akhir Oktober 2016 juga
membuktikan kembali adanya penggunaan senjata kimia gas klorin.1 Pihak yang bertikai saling
melemparkan tuduhan terhadap penggunaan senjata kimia tersebut kepada pihak lawannya.
Pasukan pemberontak dituduh melakukan serangan senjata kimia ke wilayah al-Hamdaniya
yang dikuasai pemerintah di Aleppo Barat. Sementara tentara pemerintah dituduh melakukan
serangan senjata kimia ke distrik Raasyidin di Aleppo Timur.

Rezim Suriah maupun kelompok pemberontak kembali saling melempar tuduhan satu
sama lain menggunakan senjata kimia dalam perang yang mengakibatkan lebih dari 260.000
orang tewas. Sebagai tindak lanjut berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2235
tahun 2015, PBB telah membentuk tim Mekanisme Investigasi Bersama atau Joint
Investigative Mechanism (JIM) dari OPCW untuk menyelidiki penggunaan senjata kimia dan
mengidentifikasi pihak yang harus bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di Suriah.
Hasil investigasi akan menjadi dasar pemberian sanksi PBB kepada Suriah. Tim panel
memeriksa tujuh kasus yang berpotensi menggunakan senjata kimia yang serius, termasuk lima
di Provinsi Idlib pada tahun 2014 dan 2015. Dua kasus lainnya berada di Hama dan Marea,
Provinsi Aleppo. Suriah menolak temuan dari tim penyelidik PBB tersebut dan akan
menyajikan pengamatan dan catatan sendiri.

Jaringan untuk Hak Asasi Manusia Suriah (the Syrian Network for Human Rights-
SNHR) mengeluarkan laporan pada 20 Februari mengatakan bahwa selama tiga tahun terakhir
rezim Assad telah melakukan 162 serangan kimia hingga menewaskan sedikitnya 230 warga
sipil, sebagian besar di Idlib, pinggiran kota Damaskus, Hama, dan Aleppo. Berikut merupakan
timeline kejadiannya :

6 September2016 : helikopter rezim Suriah menjatuhkan sejumlah bom barel dicampur dengan
gas klorin pada wilayah kekuasaan jihadis di kabupaten Sukkari Aleppo. Sedikitnya 100 orang
keracunan.2

1
Pujayanti Adirini,(2016), “SENJATA KIMIA DAN KONFLIK SURIAH”, majalah Info Singkat, Vol. VIII, No. 21
2
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/09/160906_dunia_suriah_kimia di akses pada tanggal 14 April
2017 pada 20:17 WIB

3
24 November 2016 : Sedikitnya 13 orang terluka akibat bom barel rezim yang mengandung
gas klorin beracun di kota Aleppo.

9 Desember 2016: Sedikitnya 46 warga sipil tewas dan 230 lainnya terluka dalam serangan
rezim di kota barat laut Aleppo.

12 Desember 2016 : Sedikitnya 85 warga sipil terluka oleh serangan gas mustard rezim di
provinsi Hama yang dikendalikan IS.3

5 Januari 2017: Pasukan Rezim Syiah Assad meluncurkan roket yang mengandung gas klorin
beracun di bukit Wadi Barada di Damaskus hingga menyakiti puluhan warga.

Pada tanggal 25 Maret 2017, helikopter rezim menargetkan kota Al-Latamna di Hama utara
dengan bom barel yang mengandung gas klor, menewaskan sedikitnya dua orang dan melukai
puluhan lainnya.

Pada tanggal 30 Maret 2017, serangan rezim menargetkan wilayah Kabun di Damaskus,
melukai parah 35 warga sipil. Pada hari Selasa, sedikitnya 100 orang tewas ketika pesawat-
pesawat tempur Syiah Assad meluncurkan serangan gas klorin di provinsi Idlib. Serangan itu
terjadi satu hari setelah sebuah pesawat rezim Assad meluncurkan serangan gas klorin yang
sama di kota Al-Habit di Idlib, mencederai puluhan warga sipil.4

2. Pelanggaran Hukum Humaniter Internasional Dalam Konflik Suriah

Hukum Humaniter Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah sebagian


dari hukum perang yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang berlainan
dengan bagian hukum perang yang mengatur cara dan saran perang. Hukum Humaniter
Internasional berfungsi untuk Menjamin hak asasi manusia, penderitaan yang tidak perlu dan
Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas.5 Sama seperti Tunisia dan
Mesir, Suriah diperintah oleh rezim satu partai dengan tangan besi selama bertahun-tahun: dari
zaman Hafez al-Assad (melalui “Gerakan Koreksionis” pada tahun 1970, ia melancarkan

3
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/10/161022_dunia_suriah_kimia_ketiga di akses pada tanggal 14
April 2017 pada 20:45 WIB.
4
https://jurnalislam.com/inilah-infografik-162-serangan-senjata-kimia-rezim-assad-di-suriah/ di akses pada
tanggal 14 April pada 20:55 WIB.
5
Gulfino Guevarrato et al. (2014). Analisis Hukum Konflik Bersenjata Antara Palestina dan Israel dari Sudut
Pandang Hukum Humaniter Internasional. Jember: Fakultas Hukum Universitas Jember. (artikel ilmiah hasil
penelitian mahasiswa). Hlm. 1.

4
kudeta tak berdarah dan pada tanggal 12 Maret 1971, ia dinyatakan sebagai Presiden Republik
Arab Suriah sampai meninggal pada tahun 2000) dan digantikan oleh anaknya Bashar alAssad.6

Suriah yang dijuluki the cradle of civilization atau tempat lahirnya peradaban,
mengakui enam instrumen HAM internasional, yaitu International Covenant on Civil and
Political Rights (ICCPR); International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights
(CESCR); International Convention on The Elimination of All Forms of Racial Discrimination
(CERD); Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination against Women
(CEDAW); Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment
or Punishment (CAT); dan Convention on The Right of The Childs (CRC). Hal ini sangat
disayangkan, julukan Suriah tersebut kini hanya tinggal nama. Semua perjanjian yang telah
diakui oleh Suriah pun sama sekali tidak dipatuhi.

Perlindungan HAM dalam konflik bersenjata di Suriah sangat memprihatinkan. Di


mulai sejak pertengahan Maret 2011, muncul sebuah aksi damai di Kota Dara’a ditujukan
terhadap pemerintah Bashar Al Assad, menuntut dibebaskannya 14 anak yang ditahan dan
disiksa karena membuat grafiti anti pemerintah yang populer di kalangan pro demokrasi
Tunisia dan Mesir, “The people wants the downfall of the regime” atau masyarakat
menginginkan keruntuhan rezim. Keluhan lain juga diutarakan oleh pro demokrasi ini seperti
kebebasan untuk berekspresi di depan umum, meminta dicabutnya State Emergency Law
(SEL) yang telah berlaku selama 51 tahun, diterapkannya sistem multipartai, dibebaskannya
ratusan tahanan di penjara atas aksi anti pemerintahan mereka, membubarkan Pengadilan
Keamanan untuk mengadili kaum oposisi dan menuntut turunnya Bashar Al Assad dari tampuk
kepresidenan serta menuntut lahir dan dihormatinya nilai Demokrasi. Namun, demonstran
damai ini malah dihujani peluru oleh pasukan militer pemerintah sehingga menimbulkan
korban jiwa.

Pada tanggal 16 Maret 2011, pergolakan mulai pecah setelah 35 orang ditahan karena
menggelar protes yang diberi nama “Day of Dignity” di Damaskus. Para demonstran menuntut
pembebasan para tahanan politik. Di Deraa, sebuah kota di dekat perbatasan Yordania, pasukan
keamanan menembak dan membunuh sejumlah demonstran yang tergabung dalam demonstrasi
yang diberi nama “Day of Dignty”. Pada tanggal 27 Maret 2011 Pasukan Suriah secara

6
Brahmana, H Jesaya. Pelanggaran HAM Berat pada Konflik Bersenjata di Suriah Ditinjau Dari Hukum
Internasional. (artikel). Hlm. 12.

5
membabi buta menembaki ratusan demonstran yang menyerukan pencabutan undang-undang
darurat. 16 orang tewas pada hari itu.

Menurut data resmi PBB lebih dari 10.000 tewas. Inilah bentuk kebrutalan tentara
Suriah yang menggempur Houla dengan menggunakan tank dan tembakan artileri. Dewan
Keamanan PBB mengecam keras penggunaan senjata berat di Houla. Menurut Whitson, tidak
cukup jika PBB mengecam tanpa aksi nyata. Menurutnya Dewan keamanan (DK) PBB harus
mengusut kasus ini dan menindak tegas pelakunya.

Insiden tersebut membuat dunia mengecam Suriah. Pembantaian lebih dari 90 warga
sipil di kota Houla, Suriah memicu kecaman dari berbagai kalangan di dunia. Negara-negara
Barat dan Arab bersatu menuntut pertanggungjawaban rezim presiden Bashar al- Assad atas
tragedi itu. Kuwait yang menjabat sebagai Presiden Liga Arab, menyerukan sidang darurat
organisasi negara-negara Arab tersebut untuk menyikapi insiden di Houla. Ketua umum PBB
pengamat di Suriah, Mayor Jenderal Robert Mood, menyatakan, pihaknya menemukan
buktibukti penggunaan senjata ringan, senapan mesin, artileri, dan tank dalam pembantaian di
Houla.

3. Pelanggaran Peraturan Perang Islam Dalam Konflik Suriah

Peraturan perang Islam merujuk kepada apa yang telah diterima dalam syariah (hukum
Islam) dan fiqih (ilmu hukum Islam) oleh para ulama (cendekiawan Islam) sebagai cara yang
benar dalam Islam yang harus dipatuhi oleh para Muslim dalam ketika sedang berperang. Pada
dasarnya berperang dalam ajaran Islam hanya boleh dilakukan jika dalam keadaan terdesak
untuk mempertahankan diri dan tidak pernah digunakan sebagai satu kegiatan menyerang umat
lain.7

Di dalam sebuah karya besar Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, menyebutkan bahwa


sejarah perang dan segala bentuk perseteruan antarmanusia, sebenarnya seumur dengan sejarah
dunia. Perseteruan dan konflik terjadi semenjak Tuhan menciptakan dunia yang akan terus
terjadi selama manusia masih ada di dunia.8 Al-Quran sendiri menyatakan bahwa peperangan
adalah suatu hal yang sulit dihindari sama sekali, sehingga bila tujuannya legal (syar’i), yaitu

7
Sahih Muslim, III, m.s. 938 - ayat penjelasan
8
Dalam al-Muqaddimah hl.145, Ibnu Khaldun

6
untuk mengantisipasi serangan musuh9, perang diizinkan bahkan diwajibkan meskipun terasa
berat dan menyakitkan, sesuai firman Allah swt:

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci”.(QS. Al-Baqoroh [2]: 216)

Sebagaimana agama yang membumi dan kompatibel dengan perkembangan dan


pelajuan zaman, serta sesuai dengan hidup dan kehidupan manusia termasuk dalam menyikapi
“keniscayaan” perang dan konflik dalam kehidupan maka tak aneh bila islam menyuguhkan
sejumlah basis etika untuk “memanusiakan” peperangan.

Meskipun Islam dalam situasi-situasi yang telah disinggung di atas mengizinkan,


bahkan mewajibkan perang, namun tidak membiarkan peperangan yang dilegalkan itu tanpa
batasan dan etika. Bahkan, dalam hal ini Islam mendahului hukum perang positif yang dikenal
dengan Hukum Humaniter Internasional (HHI) sebagaimana tercantum dalam Konvensi
Jenewa 1864 yang mengalami penyempurnaan melalui 4 Konvensi Jenewa 1949 berkenaan
dengan perlindungan korban perang, dan kemudian dilengkapi dengan protokol tambahan I
dan II tahun 1977 tentang perlindungan korban perang pada situasi sengketa bersenjata
internasional dan non-internasional.10

Menyangkut kedudukan warga sipil dan non-kombatan dalam HHI dikenal adanya
prinsip pembedaan (principle of distintion). Melalui prinsip ini, semua pihak yang terlibat
dalam sengketa bersenjata harus membedakan antara peserta tempur (tentara/kombatan)
dengan orang sipil. Tujuannya adalah untuk melindungi orang sipil, sehingga yang menjadi
sasaran serangan dalam pertempuran hanyalah sasaran militer dan objek militer.11

Prinsip pembedaan antara kombatan, non-kombatan, dan warga sipil dalam HHI ini
sebenarnya bukanlah hal yang sama sekali asing dalam islam, jika tidak dikatakan bahwa islam
mendahului HHI dalam hal ini. Prinsip pembedaan kombatan dan warga sipil ini sebenarnya
telah tercantum dalam al-Quran lebih dari 10 abad sebelum adanya formulasi HHI yang baru
muncul pada tahun 1864, yakni firman Allah swt:

9
Lihat antara lain: QS. Al-Hajj[22]: 39 dan QS. Al-Baqoroh [2]: 190.
10
Rina Rusman,Sejarah, Sumber, dan Prinsip Hukum Humaniter Internasional, Semarang 11-16 Desember 2007
11
Ibid

7
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah
kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas”.(QS. Al-Baqoroh [2]: 190)

Dalam tafsir al-Qurthubi, sahabat Ibnu Abbas ra, Umar bin Abdul Aziz dan Mujahid
menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:

“Perangilah orang yang dalam keadaan sedang memerangimu, dan jangan melampaui
batas sehingga terbunuhnya perempuan, anak-anak , tokoh agama dan semisalnya.”12

Atas dasar inilah, sebaiknya segala bentuk pertempuran hanya terjadi di kalangan, dan
dibatasi untuk, kombatan (tentara)yang memang bertugas untuk berperang. Adapun warga
sipil13 dan non-kombatan14 serta objek-objek dan fasilitas sipil, kesemuanya harus dilindungi
dan dari ekses destruktif yang ditimbulkan dari suatu peperangan atau konflik bersenjata.15
Prinsip pembedaan inilah yang kemudian diimplementasikan oleh nabi yang melarang
membunuh warga sipil yang tidak ikut andil dalam suatu peperangan. Beberapa teks Hadits
dan Atsar yang memerinci warga sipil dan non-kombatan yang harus dilindungi dari segala
bentuk ekses operasi militer, serangan membabi buta, pembalasan dendam dan tidak dijadikan
objek serangan atau dijadikan sebagai perisai dari serangan militer, antara lain para wanita dan
anak-anak, para Asif ( pelayan sewaan), para orang tua, para agamawan dan rohaniawan, serta
para tawanan perang.16

C. Kesimpulan

Memang apa yang di lakukan Bashar al-Assad adalah sama halnya dengan mereka
kepala negara yang berusaha melindungi kedaulatan negara mereka dari ancaman para
pemberontak yang ingin mengambil alih, namun apa yang telah di lakukan oleh Bashar al-
Assad adalah sudah keterlaluan karena mereka sudah melanggar etika perang sebagaimana
telah di jelaskan dalam kitab agama Islam dan seruan dari Rasulullah karena secara dasar

12
Al-Qurthubi,al-Jami’ li Ahkam al-Quran, Maktabah Syamilah versi 2, 1/519. Bandingkan , Ibnu ‘Athiyyah, al-
Muharrir al-Wajiz,1/209.
13
Pasal 3, konvensi Jenewa, 1949 dan pasal 15 (b) Konvensi Jenewa IV,1949
14
Pasal 4, pasal 1 dan pasal 8 (c ), protocol tambahan I/1977; pasal 9 Protokol Tambahan II/1977;dan pasal 24
dan 41 konvensi JenewaI/1949)
15
Masri E.Bidin, Perlindungan Warga Sipil dan Tawanan dalam Perspektif HHI dan Syari’ah islam kumpulan
kursus makalah HHI kerja sama Fak. Hukum UNDIP dan International Committee of the Red Cros (ICRC)
16
HR. al-Bukhari dan Muslim, HR.Abu Dawud dan Ibn Majah, HR.Abu Dawud, HR. Malik, HR. al-Baihaqi

8
mereka merupakan muslim Syi’ah. Pertama bisa di katakan bahwa Assad sudah memerangi
sesama muslim meskipun berbeda aliran dan tidak lagi memperhatikan etika perang atau
konflik di mana penggunaan senjata kimia telah banyak melukai dan memakan korban jiwa
warga sipil yang kebanyakan adalah wanita dan anak-anak, serta mereka warga sipil yang
merupakan non kombatan. Pelanggaran yang di lakukan Assad adalah pelanggaran terhadap
Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan pelanggaran terhadap etika atau perjanjian perang
agama Islam.

9
D. Referensi

Al-Qur’an dan Al-Hadits

Gulfino Guevarrato et al. (2014). Analisis Hukum Konflik Bersenjata Antara Palestina dan
Israel dari Sudut Pandang Hukum Humaniter Internasional. Jember: Fakultas Hukum
Universitas Jember. (artikel ilmiah hasil penelitian mahasiswa). (online).
(http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/57258/Gulfino.pdf?sequence
=1). Diakses pada 14 April 2017.

Asnita, Yulia Rizki. (2016). Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Konflik Bersenjata
Menurut Aspek Hukum Humaniter Internasional (Studi : Kasus Dugaan Pelanggaran
Hak Asasi Manusia Oleh Pemerintah Bashar Al Assad Di Suriah). Padang : Fakultas
Hukum Universitas Andalas. (skripsi).
(http://scholar.unand.ac.id/4721/2/BAB%20I%20%28Pendahuluan%29.pdf). Diakses
pada tanggal 14 April 2017.

Brahmana, H Jesaya. Pelanggaran HAM Berat pada Konflik Bersenjata di Suriah Ditinjau
Dari Hukum Internasional. (artikel). (online).
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110801&val=4131). Diakses
pada tanggal 14 April 2017.

Pukan, Mohd. Natzir Bin Tahirata. (2013). Perlindungan Hukum Terhadap Anggota Free
Syrian Army (Fsa) dalam Konflik Bersenjata di Suriah Berdasarkan Hukum
Humaniter Internasional. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. (skripsi). (online). (http://e-journal.uajy.ac.id/4524/2/1HK10107.pdf).
Diakses pada 14 April 2017.

BBC. (2016, Oktober 22). Retrieved from BBC.com:


http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/10/161022_dunia_suriah_kimia_ketiga

BBC. (2016, September 7). Retrieved from BBC.com:


http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/09/160906_dunia_suriah_kimia

Jurnalislam. (2017, April 5). Retrieved from Jurnalislam.com: https://jurnalislam.com/inilah-


infografik-162-serangan-senjata-kimia-rezim-assad-di-suriah/

Pujayanti, A. (2016). SENJATA KIMIA dan KONFLIK SURIAH. Info singkat.4

Al-Qurthubi,al-Jami’ li Ahkam al-Quran, Maktabah Syamilah versi 2, 1/519. Bandingkan , Ibnu


‘Athiyyah, al-Muharrir al-Wajiz,1/209.
Pasal 3, konvensi Jenewa, 1949 dan pasal 15 (b) Konvensi Jenewa IV,1949
Pasal 4, pasal 1 dan pasal 8 (c ), protocol tambahan I/1977; pasal 9 Protokol Tambahan II/1977;dan
pasal 24 dan 41 konvensi JenewaI/1949)
Masri E.Bidin, Perlindungan Warga Sipil dan Tawanan dalam Perspektif HHI dan Syari’ah islam
kumpulan kursus makalah HHI kerja sama Fak. Hukum UNDIP dan International Committee of the
Red Cros (ICRC)

10

Anda mungkin juga menyukai