Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat
pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan
peningkatan status kesehatan di suatu negara.
Secara global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan
sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola struktur
masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial
ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang melatar belakangi prevalensi Penyakit Tidak
Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi dalam transisi
epidemiologi.
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari
orang ke orang. Data PTM dalam Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung
koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit
sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari responden semua
umur, PPOK dari umur ≥30 tahun, DM, hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit
jantung koroner, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan
stroke ditanyakan pada responden umur ≥15 tahun.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
yang
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron.
Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya
sangat
bervariasi dan dapat timbul secara perlahan-lahan, sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat
badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan,
sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter untuk memeriksakan kadar glukosa
darahnya. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita DM dan pada
tahun

2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa.
Amerika Serikat jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta
orang
dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta orang.
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia
menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya terus
meningkat
dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4%
dari populasi dunia, Diabetes adalah suatu kondisi dengan kadar peningkatan glukosa
dalam
darah (hiperglikemia) yang dapat menimbulkan resiko pada mikrovaskular (retinoplati,
nepropati, dan neuropati). Ini berhubungan dengan usia harapan hidup, angka kesakitan jika
terjadi komplikasi antara diabetes dan microvaskular, dapat meningkatkan resiko komplikasi
makrovaskular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit kardiovaskular), dan
mengganggu kulaitas kehidupan. The American Diabetes Association (ADA) memperkirakan
kerugian akibat diabetes di USA untuk tahun 2002 sekitar 132 milyar dolar dan akan
meningkat menjadi 192 milyar di tahun 2020.
DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara
berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika, ini akibat tren
urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat. Data
selengkapnya
mengenai prevalensi DM di regional Asia Pasifik dapat di lihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Prevalensi Diabetes di Region Asia Tenggara
Negara 2000 2030
Bangladesh 3,196,000 11,140,000
Bhutan 35,000 109,000
Republik Korea 367,000 635,000
India 31,705,000 79,441,000
Indonesia 8,426,000 21,257,000
Maldives 6,000 25,000
Myanmar 543,000 1,330,000
Nepal 436,000 1,328,000
Sri Lanka 653,000 1,537,000
Thailand 1,536,000 2,739,000
Total 46,903,000 119,541,000
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di
dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total penduduk,
diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025
dapat mengalami hipotensi dan syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak,
pasien akan mengalami koma dan meninggal.
Komplikasi kronik jangka panjang atau dapat disebut juga dengan komplikasi vaskular
jangka panjang Diabetes Melitus melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikroangiopati) dan
pembuluh-pembuluh sedang dan besar. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes
yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetic), glumerolus ginjal
(nefropati diabetic), dan saraf-saraf kapiler (neuropati diabetic), otot-otot serta kulit.
Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan penimbunan
glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari
glukosa,
maka hiperglikemia menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran
dasar. Namun, manifestasi klinis penyakit vaskular, retinopati atau nefropati biasanya baru
timbul setelah 15 sampai 20 tahun sesudah awitan diabetes.
Risiko penyakit yang terjadi oleh penderita diabetes melitus jika dibandingkan dengan
penderita non diabetes melitus adalah dua kali lebih mudah mengalami stroke, dua puluh
lima
kali lebih mudah mengalami buta, dua kali lebih mudah mengalami PJK (Penyakit Jantung
Koroner), tujuh belas kali lebih mudah mengalami gagal ginjal kronik, dan lima kali lebih
mudah mengalami selulitis atau gangrene.
Komplikasi Diabetes Melitus diakibatkan dari memburuknya kondisi tubuh, perilaku
preventif dari penderita dalam penanganan Diabetes Melitus dapat menghindari penderita
dari
komplikasi diabetes jangka panjang meliputi diet, olahraga, kepatuhan cek gula darah dan
konsumsi obat.
Berdasarkan hasil penelitian (Himawan. dkk, 2007) yang dilakukan pada 39 pasien
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan laboratorium HbA1c, mikroalbuminuria, dan
evaluasi mata di poliklinik mata FKUI RSCM menunjukkan hasil komplikasi yang ditemukan
adalah ketoasidosis diabetik selama sakit pada 30 pasien (76,9 %) dan pada 12 minggu
terakhir pada 3 pasien (7,9%), mikroalbuminuria pada 3 pasien (7,9%).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin
yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009).
Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang
disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total) maupun
sebagian
(Hadisaputro. Setiawan, 2007).
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa
kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini sudah lama dikenal, terutama dikalangan
keluarga, khususnya keluarga ‘berbadan besar’ (kegemukan) bersama dengan gaya hidup
‘tinggi’. Kenyataannya, kemudian, DM menjadi penyakit masyarakat umum, menjadi beban
kesehatan masyarakat, meluas dan membawa banyak kematian.
B. Epidemiologi Diabetes Melitus
1. Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-64 tahun,
sedangkan pada negara maju penderita DM cenderung diderita oleh penduduk usia di atas
64
tahun. Penderita DM Tipe 1 biasanya berumur < 40 tahun dan penderita DM Tipe 2
biasanya berumur ≥ 40 tahun. Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang akan
diderita seumur hidup sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat
dapat menimbulkan komplikasi.
Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan
sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun
kronis. Dengan demikian Diabetes bukan lah suatu penyakit yang ringan. Menurut beberapa
review, Retinopati diabetika, sebagai penyebab kebutaan pada usia dewasa muda,
kematian
akibat penyakit kardiovaskuler dan stroke sebesar 2-4 kali lebih besar , Nefropati diabetic
sebagai penyebab utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita diabetes
meninggal
akibat kejadian kardiovaskuler dan neuropati diabetik, penyebab utama amputasi non
traumatic pada usia dewasa muda.
Hasil penelitian Ditjen Yanmed Depkes RI pada tahun 2002, diperoleh data bahwa
DM berada di urutan keenam dengan PMR sebesar 3,6% dari sepuluh penyakit utama yang
ada di Rumah Sakit yang menjadi penyebab utama kematian. Dan penelitian Ditjen Yanmed
Depkes pada tahun 2005 menyatakan bahwa DM menjadi penyebab kematian tertinggi
pada
pasien rawat inap akibat penyakit metabolik, yaitu sebanyak 42.000 kasus dengan 3.316
kematian (CFR 7,9%).
Berdasarkan penelitian Junita L.R marpaung di RSU Pematang Siantar tahun 2003-
2004 terdapat 143 orang (80,79 %) pasien DM yang berusia ≥ 45 tahun dan 34 orang (19,21
%) yang berusia < 45 tahun.26 Menurut penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun
2007 terdapat 239 orang (96 %) pasien DM yang berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4 %)
yang berusia < 40 tahun.
b. Menurut Tempat
Di Negara berkembang, Diabetes mellitus sampai sat ini masih merupakan faktor yang
terkait sebagai penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar. Menurut estimasi data
WHO maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6
juta penduduk, tetapi pada kenyataannya ternyata didapatkan sebesar 8,2 juta. Tentu saja
hal
ini sangat mencengangkan para praktisi, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan
secara
komprehensif di setiap sektor terkait.
Pada Tahun 2000, lima Negara dengan jumlah penderita Diabetes mellitus terbanyak
pada kelompok 20-79 tahun adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), Amerika (17,7 juta),
Indonesia (8,4 juta), dan Jepang (6,8 juta). Berdasarkan survei lokal, prevalensi DM di Pulau
Bali pada tahun 2004, mencapai angka 7,2%. Pada tahun 2005, di DKI Jakarta telah
dilakukan survei, dan diperoleh prevalensi DM sebesar 12,8%.
Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian epidemiologi di
Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota besar,
antara lain : Jakarta 12,8 %, Surabaya 1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7 %.
Sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di daerah pedesaan antara lain Tasikmalaya
sebesar 1,8 % dan Tanah Toraja sebesar 0,9 %. Adanya perbedaan prevalensi DM di
Pada DM tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM bila
salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila salah
satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia ≥ 40 tahun. Namun bila kedua orang
tuanya menderita DM tipe 1, maka kemungkinan menderita DM adalah 1:2.
b. Umur
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena resiko
terkena DM akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia akan mengalami
penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk
memproduksi insulin. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun,
sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di negara-negara barat
ditemukan 1 dari 8 orang penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1 dari penderita
berusia
di atas 85 tahun.
Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita DM
Tipe 1 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40 tahun (2,7%), dan jumlah
kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %).32 Menurut hasil penelitian
Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia ≥
40 tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun.
c. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita Diabetes Mellitus,
berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko untuk
terjadinya penyakit DM. Dalam penelitian Martono dengan desain cross sectional di Jawa
Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan (63%)
dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh
rumah sakit di Kota Bogor, proporsi pasien DM lebih tinggi pada perempuan (61,8%)
dibandingkan pasien laki-laki (38,2%).
d. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat peningkatan jumlah
penderita DM di Indonesia. Makin banyak penduduk yang kurang menyediakan makanan
yang berserat di rumah. Makanan yang kaya kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain
dalam garam dan penyedap rasa) muncul sebagai tren menu harian, yang ditambah dengan
meningkatnya konsumsi minuman yang kaya gula.
8
Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan, sebab
meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas. Delapan dari sepuluh
penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi
kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam
bentuk lemak. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat
diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT
(Indeks Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena DM dari pada seseorang
dengan IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT ≥ 35 Kg/m2, kemungkinan mengidap DM
menjadi 90 kali lipat
Tahap 3. Impaired Glucose Tolerance (IGT)
Tahap 4. DM tipe 2
Kriteria WHO untuk IGT adalah venous plasma glucose level of 7.8-11.0 mmol/l two
hours after a 75g oral glucose load.
Faktor resiko utama DM tipe 2,yaitu:
1. Genetic: mempunyaib orang tua/keluarga dengan DM tipe 2
2. Obesitas (terutama central obesity)
3. Physical inactivity
4. Pengalaman dengan diabetic intrauterine
5. Riwayat minum Susu formula (cow milk) pada waktu bayi
6. Low birth weight (LBW)
Pengalaman dengan diabetic intrauterine ditandai dengan riwayat kehamilan abnormal,
berupa abortus berulang-ulang, lahir mati, malformasi, toxwmia gravidarum, berat badan
bayi
lebih 4 kg;, glusuria renal waktu hamil dan diabetics gestational.
Kalau susu sapi di curigai sebagai resiko DM, sebaliknya dengan ASI. ASI eksklusif,
minimal 2 bulan, ternyata berhubungan dengan reduksi 50% DM di kalangan dewasa.
DM tipe 2 memang mempunyai berbagai faktor resiko baik genetic maupun lingkungan.
Berbagai faktor resiko ini sangat penting diperhatikan dalam mencari upaya efektif untuk
menahan laju perkembangan ataupun untuk menghentikan peningkatan DM.
Dalam masyarakat, mereka yang kelompok resiko (high risk group) DM;
1. Usia >45 tahun.
2. Berat badan lebih (BBR>110% atau IMT >25kg/m).
3. Hipertensi (>140/90 mmHg).
4. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi >4000 gram
5. Pernah diabetes sewaktu hamil
6. Riwayat keturunan DM
7. Kolesterol HDL <35mg/dl atau trigliserida >250 mg/dl.
8. Kurang aktivitas fisik.
Faktor resiko ini bervariasi menurut jenis kemungkinan resiko yang diperkirakan akan
terjadi. Resiko bisa dibedakan atas jenis resiko menderita DM dan resiko meninggal akibat
DM. resiko-resiko ini berbeda antarregion, etik dan sosial ekonomi masyarakat.
Dalam kaitannya dengan faktor resiko, dikenal istilah ABC untuk DM yang terdiri dari:
13
A = A1c
B = Blood pressure
C = Cholesterol
Huruf A = A1c, yakni Hb A1c, glukosa yang terkait pada sel darah merah. Kadar A1c di
dalam darah ini menggambarkan kadar gula darah rata-rata selama 3 bulan. Kadar normal
HbA1c <7%.
B = Blood pressure: 2/3 penderita DM menderita hipertensi. DM tambah hipertensi
mempertinggi resiko komplikasi (jantung, stroke, ginjal dan mata)
C = Cholesterol. Peningkatan kolesterol akan menyebabkan penyakit jantung dan
pembuluh darah segera mendampingi DM. kolesterol berbahaya jika tinggi >200mg% dan
HDL <=35mg%.
F. Komplikasi Diabetes Melitus
Seperti telah diungkapkan, hiperglikemia merupakan peran sentran terjadi komplikasi
pada DM. Pada keadaan hiperglikemia, akan terjadi peningkatan jalur polyol, peningkatan
pembentukan Protein Glikasi non enzimakti serta peningkatan proses glikosilasi itu sendiri,
yang menyebabkan peningkatan stress oksidatif dan pada akhirnya menyebabkan
komplikasi
baik vaskulopati, retinopati, neuropati ataupun nefropati diabetika. Komplikasi kronis ini
berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu: (a) Komplikasi mikrovaskular; (b) Komplikasi
makrovaskular; dan (c) Komplikasi neurologis.
1. Komplikasi Mikrovaskular
a. Retinopati diabetika
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya ketajaman
penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati
diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif dan Proliferatif
menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah yang keluar dari pembuluh darah
inilah yang menutup sinar yang menuju ke retina sehingga penglihatan penderita DM
menjadi kabur. Kerusakan yang lebih berat akan menimbulkan keluhan seperti tampak
bayangan jaringan atau sarang laba-laba pada penglihatan mata, mata kabur, nyeri mata,
dan
buta.
Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik,
sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol
gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula
darah yang terlalu singkat. Selain menyebabkan retinopati, DM juga dapat menyebabkan
lensa mata menjadi keruh (tampak putih) yang disebut katarak serta dapat menyebabkan
glaucoma (menyebabkan tekanan bola mata.
b. Nefropati diabetika
Nefropati diabetik (ND) merupakan komplikasi penyakit diabetes mellitus yang
termasuk dalam komplikasi mikrovaskular, yaitu komplikasi yang terjadi pada pembuluh
darah halus (kecil). Hal ini dikarenakan terjadi kerusakan pada pembuluh darah halus di
ginjal. Kerusakan pembuluh darah menimbulkan kerusakan glomerulus yang berfungsi
sebagai penyaring darah. Tingginya kadar gula dalam darah akan membuat struktur ginjal
berubah sehingga fungsinya-pun terganggu. Dalam keadaan normal protein tidak tersaring
dan tidak melewati glomerolus karena ukuran protein yang besar tidak dapat melewati
lubang-lubang glomerulus yang kecil. Namun, karena kerusakan glomerolus, protein
(albumin) dapat melewati glomerolus sehingga dapat ditemukan dalam urin yang disebut
dengan mikroalbuminuria. Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( >
0.5 gr/24 jam), terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada
nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.
Penyebab timbulnya gagal ginjal pada diabetes melitus adalah multifaktor, mencakup
faktor metabolik, hormon pertumbuhan dan cytokin, dan faktor vasoaktif.
Sebuah penelitian
di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa peningkatan mikroalbuminuria berhubungan
dengan riwayat merokok, ras India, lingkar penggang, tekanan sistolik dan diastolik, riwayat
hipertensi, kadar trigliserid, jumlah sel darah putih, riwayat penyakit kardiovaskuler
sebelumnya, riwayat neuropati dan retinopati sebelumnya.
Penelitian lain di Inggris
menyimpulkan bahwa faktor risiko nefropati diabetik adalah 1) glikemia dan tekanan darah,
2) ras, 3) diet dan lipid, 4) genetik.
Dari sekian banyak faktor-faktor risiko tersebut, tidak
15
semuanya bisa dijelaskan patofisiologinya, namun beberapa sumber pustaka dan jurnal
menulis pembahasannya kurang lebih sebagai berikut:
6) Genetik
Peran gen polimorfisme Angiotensin Converting Enzime (ACE), dan
angiotensinogen pada pasien dengan mikroalbuminuria telah dilaporkan oleh sebuah
penelitian dengan 180 sampel. Tidak ada hubungan yang signifikan antara albuminuria
dengan insersi dan delesi dalam gen ACE tetapi kadar albuminuri meningkat pada pasien
homozigot dengan genotip DD. Tetapi penelitian ini belum cukup kuat untuk diambil
sebuah kesimpulan.
7) Riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya
Nefropati diabetik, yang merupakan suatu penyakit ginjal kronis, merupakan
penyebab terjadinya gagal ginjal terminal yang juga merupakan komplikasi dari penyakit
kardiovaskuler. Mekanisme patogenesis antara penyakit kardiovaskuler dan timbulnya
nefropati diabetik belum diketahui dengan pasti. Faktor risiko yang sudah diketahui
menyebabkan timbulnya nefropati diabetik dan penyakit kardiovaskular adalah
hiperglikemi, hipertensi, peningkatan kadar kolesterol LDL, dan albuminuria. Sedangkan
faktor-faktor lain yang diduga merupakan faktor risiko adalah hiperhomosisteinemia,
inflamasi/stres oksidatif, peningkatan produk akhir glikasi, dimetilarginin asimetrik, dan
anemia.
2. Komplikasi Makrovaskular
Penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia, Penyakit pembuluh darah perifer,
Hipertensi timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya
arteri
akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM
timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis
menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit ,kardiovaskular dan penderita diabetes
meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.
Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar
gula darah yang balk. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia
merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin
menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. kadar insulin puasa > 15 mU/mL
akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini
dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi
makrovaskular.
17
a. Hipertensi
Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang tidak
menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat memicu
terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara 35-75%
komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan pengapuran atau pengapuran
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala
klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer.
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah.
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita
akan
merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika
sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.
e. Penyakit pembuluh darah
Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yang dapat
terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka
akan meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnya terjadi payah jantung.
Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal.
Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obes,
hipertensi atau merokok.
Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada
penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes,
penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai
fase IV. Faktor-faktor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi
merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan
sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya
(hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan
karena
bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.
5. Gangguan Saluran Pencernaan
Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang memelihara lambung
akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah. Hal ini
mengakibatkan proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama tinggal di
dalam lambung. Gangguan pada usus yang sering diutarakan oleh penderita DM adalah
sukar
buang air besar, perut gembung, dan kotoran keras. Keadaan sebaliknya adalah kadang-
kadang menunjukkan keluhan diare, kotoran banyak mengandung air tanpa rasa sakit perut.
6. TB Paru
Penyebab meningkatnya insiden tuberkulosis paru pada pengidap diabetes dapat berupa
defek pada fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan pejamu. Mekanisme yang
mendasari terjadinya hal tersebut masih belum dapat dipahami hingga saat ini, meskipun
telah
terdapat sejumlah hipotesis mengenai peran sitokin sebagai suatu molekul yang penting
dalam
mekanisme pertahanan manusia terhadap TB. Selain itu, ditemukan juga aktivitas
bakterisidal
leukosit yang berkurang pada pasien DM, terutama pada mereka yang memiliki kontrol gula
darah yang buruk.
Meningkatnya risiko TB pada pasien DM diperkirakan disebabkan oleh defek pada
makrofag alveolar atau limfosit T. Wang et al.11 mengemukakan adanya peningkatan
jumlah
makrofag alveolar matur (makrofag alveolar hipodens) pada pasien TB paru aktif. Namun,
tidak ditemukan perbedaan jumlah limfosit T yang signifikan antara pasien TB dengan DM
dan pasien TB saja. Proporsi makrofag alveolar matur yang lebih rendah pada pasien TB
yang
disertai DM, yang dianggap bertanggung jawab terhadap lebih hebatnya perluasan TB dan
jumlah bakteri dalam sputum pasien TB dengan DM.
G. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus
Jumlah penderita DM tiap tahun semakin meningkat (prevalensinya menunjukkan
peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta perawatan penderita DM,
terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk
menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi
21
umumnya akan menetap, maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi
ekonomi
maupun terhadap kesehatan masyarakat
faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan upaya-upaya menekan DM, pengelolaan
DM secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta pemeliharaan kaki.
b. Latihan Jasmani
Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit)
memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang
tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar glukosa
dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat latihan jasmani yang
teratur
pada penderita DM antara lain:
b.1. Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah
b.2. Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa
b.3. Membantu menurunkan berat badan
b.4. Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
b.5. Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular
Laihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
c. Perencanaan Pola Makan
Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses manajemen DM.
Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk penderita
dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang tepat umumnya dihitung
berdasarkan kondisi individu pasien.
Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai saat ini
tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien, namun ada
standar
yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat,
protein,
dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60-70 %,
Protein = 10-15 %, dan Lemak = 20-25 %.
Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak
berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty
Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya
komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk
23
pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-
kegiatan
pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah
sakit
atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk
bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar
HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan
sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat
puasa dan 2 jam sesudah makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa
darah tetap tidak terkontrol dengan baik.
b. Pengobatan Segera
Intervensi fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan ada 2 macam obat yang
diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan
pemberian secara injeksi yaitu insulin. OHO dibagi menjadi 3 golongan yaitu : pemicu
sekresi
insulin (Sulfonilurea dan Glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (Metformin dan
Tiazolidindion), penambah absobsi glukosa (penghambat glukosidase alfa).
Selain 2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi kombinasi
yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO jika dengan OHO tunggal
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat juga menggunakan kombinasi
kombinasi
OHO dengan insulin apabila ada kegagalan pemakaian OHO baik tunggal maupun
kombinasi.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi.
Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi
kecatatan
tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan.
Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara
rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyakit makroangiopati.
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter
mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien
untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai :
a. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes
b. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
c. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan
hidup dengan komplikasi kronik.
25
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu
seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari
bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan
sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai