Anda di halaman 1dari 10

EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA PADA BUDAYA MASYARAKAT DAYAK

PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA KABUPATEN SANGGAU KALBAR

Oleh: Agung Hartoyo


Dosen PMIPA UNTAN Pontianak Kalimantan

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap etnomatematika yang dipraktekkan


oleh masyarakat Dayak di perbatasan Indonesia-Malaysia wilayah Kalimantan Barat dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etnomatematika
digunakan oleh masyarakat ketika mereka melakukan aktivitas sehari-hari, atau melaksanakan
berbagai upacara adat. Konsep matematika (geometri) yang lebih rumit diterapkan oleh
masyarakat pada motif-motif anyaman topi.
Kata kunci: Budaya masyarakat Dayak

Abstract: This study aims to uncover etnomatematika practiced by Dayak people in Indo-
nesia-Malaysia border region of West Kalimantan in everyday life. The results showed that
etnomatematika used by society when they perform their daily activities, or perform various
rituals. The concept of mathematics (geometry) is more complicated imposed by society on
motifs woven cap.

Keywords: Culture of Dayak

PENDAHULUAN adanya kendala perbedaan latar belakang kultural


Dalam pergaulan masyarakat modern, (Bryant, 1996) dan pemahaman akan kebe-ragaman
diakui bahwa matematika merupakan salah dan penghargaan akan perbedaan, serta bagaimana
satu mata pelajaran yang dipandang paling bersikap dan bertindak dalam situasi multietnik-
penting di sekolah-sekolah, tetapi mengajar multikultur (Matsumoto, 1996). Ada lima dimensi
matematika dengan baik merupakan pekerjaan yang terkandung dalam pendidikan berbasis
yang sulit. Pemberlakuan kurikulum 2006 kultural, yaitu pengintegrasian isi, konstruksi
mendorong dilakukannya reformasi dalam pengetahuan, pengurangan prasangka, keadilan
pendidikan matematika, konsep-konsep matematika pedagogik, dan empowering kultur sekolah (Banks,
dibelajarkan dengan mempertimbangkan aspek- 1994). Salah satu bentuknya adalah pembelajaran
aspek lokal yang berkembang dalam masyarakat di agar siswa terikat dengan lingkungan budayanya
sekitar lingkungan siswa. Salah satu tujuan belajar dengan pengajaran ethnoscience, yakni topik
matematika adalah membentuk skemata baru pembela-jaran yang membahas keterkaitan antara
dalam struktur kognitif dengan mempertimbangkan ilmu pengetahuan kealaman dengan etnik atau
skemata yang ada dalam diri anak sehingga budaya manusia (Lara-Alecio, 2001), termasuk
terjadi asimilasi. Salah satu alternatifnya adalah diantaranya adalah ethnomathe-matics. Bentuk
mengaitkan antara pengetahuan yang telah yang lain adalah manajemen kelas yang baik yang
dimiliki siswa dengan pemahaman siswa pada memungkinkan terciptanya kerjasama antara siswa
situasi di lingkungannya. Oleh karena itu, dalam dengan berbagai latar belakang kultural (Brown,
pembelajaran matematika perlu diawali dengan 1995) dan meningkatkan hubungan antar siswa
penggalian pengetahuan informal yang telah diserap yang berbeda kultur dengan berbasis kurikulum
siswa dari kehidupan masyarakat di sekitar tempat (Santrock, 1999). Selama ini matematika kerap

14 Jurnal Penelitian Pendidikan


Vol. 13 No. 1, April 2012
tinggalnya. Langkah awal yang perlu dilakukan, ini masyarakat Dayak tengah mengalami proses
dan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah transformasi budaya. Masuknya kebudayaan dan
melakukan eksplorasi–investigasi unsur-unsur nilai-nilai luar atau asing ke dalam masyarakat
budaya masyarakat yang memuat konsep-konsep tradisional mengakibatkan terjadinya perubahan
matematika. Hasil eksplorasi unsur-unsur budaya sosial budaya (Widjono, 1998). Dewasa ini
tersebut kelak dijadikan dasar pengembangan bahan masyarakat adat sedang dalam proses perubahan,
pembelajaran matematika kontekstual berbasis kini mereka menjadi sosok yang terbuka terhadap
unsur lokal yang memperhatikan lingkungan sosial– realitas kehidupan modernitas masa kini. Dalam
budaya dan kearifan lokal masyarakat. proses perencanaan dan pelaksanaan konservasi
Shirley (2001), berpandangan bahwa budaya masyarakat adat, ada keperluan untuk meng-
sekarang ini bidang etnomathematika, yaitu hargai dan menggabungkan pengetahuan tradisional
matematika yang timbul dan berkembang dalam dan praktek-praktek pengelolaan mereka. Karena
masyarakat dan sesuai dengan kebudayaan setempat, tidak ada sistem pengetahuan yang sempurna,
merupakan pusat proses pembelajaran dan metode maka penggunaan yang saling melengkapi antara
pengajaran. Hal ini membuka potensi pedagogis ilmu pengetahuan tradisional dan ilmu pengetahuan
yang mempertimbangkan pengetahuan para siswa ilmiah secara seimbang merupakan suatu cara yang
yang diperoleh dari belajar di luar kelas. Matematika bernilai untuk memenuhi keper-luan masyarakat
itu pada hakekatnya tumbuh dari keterampilan adat yang sedang berubah serta menghadapi
atau aktivitas lingkungan budaya (Bishop, 1994), persoalan-persoalan konservasi. Secara lebih
sehingga matematika seseorang dipengaruhi khusus: (1) Ilmu pengetahuan tradisional dan
oleh latar belakang budayanya (Pinxten, 1994). ilmu pengetahuan ilmiah dengan praktek-praktek
Matematika yang berkembang dalam lingkungan pengelolaan masing-masing haruslah memasuki
masyarakat, oleh Bishop disebut etnomatematik. dialog berdasarkan hubungan seimbang dan
“Ethnomathematics in the elementary classroom merupakan proses pembelajaran timbal-balik;
is where the teacher and the students value dan (2) Ilmu pengetahuan tradisional dan ilmu
cultures, and cultures are linked to curriculum” pengetahuan ilmiah haruslah dihargai dengan
(Barta & Shockey, 2006: 79). Etnomatematika selayaknya dan sifat-dasar dinamikanya diakui.
merupakan representasi kompleks dan dinamis yang Menumbuhkan pemahaman lintas budaya
menggambarkan pengaruh kultural penggunaan mutlak diperlukan dalam masya-rakat Indonesia
matematika dalam aplikasinya. yang multietnik dan multikultur. Adapun cara
Kini masyarakat adat, khususnya yang yang dilakukan bisa melalui pendidikan dalam
tinggal di wilayah perbatasan tengah mengalami keluarga, sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai
terpaan pola hidup modernitas sekaligus diskriminasi dalam masyarakat baik melalui pergaulan sosial
dalam berbagai aspek. Kini nyaris tidak ada kelompok maupun media, serta melalui pendidikan yang
masyarakat, suku yang mampu membendung berbasis kultural. Pendidikan berbasis kultural ini
arus modernisasi, sekaligus melindungi dan merupakan pendidikan yang dapat menfasilitasi
mempertahankan nilai kebudayaannya. Sekarang siswa dalam memahami materi pembelajaran tanpa

ISSN 1412-565X 15
dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit menemukan tindakan yang masuk akal atas situasi
oleh siswa. Hal itu dikarenakan pembelajaran yang dihadapi (van Oers, 1996).
matematika di sekolah terlalu bersifat formal dan Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa
sering jauh berbeda dengan yang ditemukan sehari- penelitian ini cenderung berpijak pada paradigma
hari (Hilbert dan Carpenter, 1991). Oleh karena itu penelitian sosial yang memandang bahwa penggalian
sangat penting agar konsep-konsep matematika aktivitas masyarakat didasarkan pada pemaknaan
yang terdapat dalam kebudayaan-kebudayaan saat
atas label-label pada suatu objek. Pemberian
ini digali sehingga konsep tersebut dapat membantu
makna yang berbeda terhadap suatu label akan
siswa dalam mempelajari mate-matika di sekolah.
memberikan konsekuensi yang ber-beda pula pada
Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika
hasil interpretasi. Sesuai dengan paradigma tersebut,
perlu diawali dengan pengetahuan informal yang
maka variasi penggalian ide-ide matematika yang
telah diterapkan siswa dalam kehidupan berma-
terkandung dalam unsur-unsur budaya menjadi
syarakat atau di lingkungannya. Langkah awal
konsep-konsep matematika perlu dicermati. Oleh
yang perlu dilakukan, dan menjadi fokus dalam
karena itu, penelitian ini lebih menekankan pada
penelitian ini adalah melakukan eksplorasi–
investigasi unsur-unsur budaya masyarakat upaya mencari pemahaman aktivitas masyarakat

yang memuat konsep-konsep matematika. Hasil dalam pengem-bangan ide-ide matematika dari

eksplorasi unsur-unsur budaya tersebut kelak dunia real. Untuk mencapai maksud tersebut,
dijadikan dasar pengembangan bahan pembelajaran maka penelitian ini memerlukan pendekatan
matematika kontekstual berbasis unsur lokal interpretivisme dengan metode interpretative
yang memperhatikan lingkungan sosial–budaya understanding (Miles dan Huberman, 1994).
masyarakat dan kearifan lokal. Dengan demikian, jenis penelitian yang sesuai
dengan kondisi tersebut di atas adalah penelitian
METODE
kualitatif. Pada studi eksplorasi ini diinventarisir
Matematika yang digunakan oleh
konsep-konsep matematika (etnomatematika)
masyarakat tersurat dan tersirat dalam berbagai
yang terkandung dalam budaya masyarakat atau
unsur budaya. Untuk matematika yang tersurat
digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan
mudah untuk diidentifikasi, dikenali dan
masyarakat Dayak perbatasan Indonesia-Malaysia.
diinventarisir, namun untuk matematika tersembunyi
Model pengumpulan dan analisis data pada
dan tersirat dalam unsur budaya cukup sulit untuk
penelitian ini dilakukan secara siklus yang meliputi
mengenali atau mengidentifikasi. Penggalian ide-ide
aktivitas-aktivitas: pengumpulan data, reduksi data,
matematika yang terkandung secara implisit dalam
display data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
unsur-unsur budaya masyarakat, menurut psikologi
Siklus analisis data akan berhenti jika permasalahan
tindakan dapat digolongkan sebagai tindakan sosial.
penelitian sudah menemukan jawaban yang
Proses melakukan tindakan melibatkan interpretasi
memadai.
dan pemaknaan tanda atau simbol-simbol dan
disertai dengan orientasi untuk mencari dan
16 Jurnal Penelitian Pendidikan
Vol. 13 No. 1, April 2012
HASIL PENELITIAN Penyebutan bilangan oleh masyarakat sering

Sebagaimana dikemukakan oleh menggunakan istilah yang berbeda di antara satu

Kutjaraningrat (2000), wujud kebudayaan sub suku dengan sub suku lainnya. Masyarakat

merupakan suatu sistem dari suatu ide-ide dan Dayak Kanayatn menggunakan sebutan seperti

konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai terlihat pada tabel 1.


Tabel 1
suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia
Sebutan Bilangan dalam Suku Dayak Kanayath
yang berpola. Aktivitas manu-sia yang saling
berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan
peralatan yang bersifat kongkrit dan berupa benda-
benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
difoto, seperti bangunan-bangunan megah seperti
piramida, tembok cina, menhir, alat-alat rumah Penyebutan bilangan dengan menggunakan
tangga seperti kapak perunggu, gerabah. istilah yang mirip dilakukan oleh sub-suku
Menurut pemikiran Bishop (1988),
masyarakat Dayak Sekapat yang bermukim di sisi
aktivitas manusia yang bersentuhan dengan wujud
lain wilayah perbatasan.
kebudayaan pada wujud ketiga dan berkaitan Tabel 2
dengan aktivitas manusia merupakan fenomena Sebutan Bilangan oleh Suku Dayak Sekapat
matematika yang terdiri dari enam kegiatan
mendasar. Aktivitas-aktivitas tersebut selalu
dapat ditemukan pada sejumlah kelompok budaya
yaitu: menghitung-membilang, penentuan lokasi,
mengukur, mendesain, bermain dan menjelaskan.
Hasil-hasil eksplorasi aktivitas masyarakat Dayak Sementara itu masyarakat sub-suku Dayak

perbatasan yang memuat konsep matematika dapat Desa menggunakan sebutan bilangan satu sampai

dikemukakan seperti berikut. dengan sepuluh seperti berikut.


Tabel 3
1. Membilang
Sebutan Bilangan oleh Masyarakat Dayak Desa
Membilang merupakan salah satu aktivitas
yang sering dilakukan masyarakat, berkaitan dengan
banyaknya sesuatu, jawaban dari pertanyaan berapa
banyak?”. Bagi anak-anak pemula yang masih
berada dalam tahap berpikir konkrit atau bagi
komunitas masyarakat tradisionil, untuk membilang
mereka memerlukan alat-alat bantu. Berbagai jenis
alat bantu yang sering digunakan oleh masyarakat Penyebutan seperti di atas ini digunakan
Dayak untuk membilang antara lain: jari tangan, masyarakat sub-suku Dayak Desa untuk
tangan, batu, tongkat, dan tali (rotan dan akar). menunjukkan jumlah tertentu. Pada pembuatan

ISSN 1412-565X 17
kain tenun aktivitas membilang dilakukan ketika si tersebut tidak standar karena tidak sama untuk
penenun menghitung banyaknya bahan benang yang semua orang. Pada pembuatan perisai kegiatan
diperlukan untuk membuat kain tenun, banyaknya mengukur dilakukan ketika membuat rancang
bahan benang disesuaikan dengan banyak kain bangun perisai yaitu menggunakan jari tangan yang
ukuran kain yang ingin dihasilkannya. Dalam istilah ukurnya jangkal (jari tangan orang dewasa),
sekali menenun, biasanya mereka membuat sebagai alat ukur untuk menentukan jarak antara
kain tenunan sebanyak dua sampai empat helai motif yang satu dengan yang lain digunakan jari
sekaligus. Membilang juga dilakukan oleh
tangan yang istilah ukurnya sajari’, dan untuk
penenun ketika membentuk motif pada kain.
ukuran yang lebih besar digunakan tangan yang
2. Mengukur dan pengukuran istilah ukurnya dapa’ yaitu satu rentangan tangan
Pengukuran merupakan penentuan besaran, orang dewasa.
dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu Aktivitas mengukur bagi masyarakat
standar atau satuan pengukuran. Mengukur sub-suku Dayak dapat diamati ketika mereka
merupakan aktivitas yang biasa dilakukan dalam melakukan pengukuran pada barang-barang
proses jual beli atau barter, rancang bangun, produk anyamannya atau menentukan ukuran
menentukan tinggi–panjang–keliling–luas– motif. Secara umum jarang ditemukan orang atau
kedalaman, kecepatan dan sebagainya. Pengukuran anggota masyarakat yang menyimpan alat ukur
yang dilakukan oleh masyarakat Dayak pada standar atau baku. Namun demikian aktivitas
jaman dulu menggunakan alat-alat ukur yang tidak pengukuran tetap dilakukan oleh masyarakat
baku seperti penggunaan angota badan seperti setempat dengan menggunakan alat ukur terntentu
tangan–depa–jengkal atau menggunakan alat ukur dan dengan satuan sesuai dengan alat ukur yang
berupa barang-barang yang tersedia atau buatan digunakannya. Beberapa jenis alat ukur dan satuan
seperti tomb–galah untuk mengukur panjang, dan ukuran yang digunakan oleh masyarakat perbatasan
kaleng–gantang untuk mengukur volume. Satuan ini antara lain: (a) Lambar adalah alat ukur dengan
pengukuran yaitu ukuran dari suatu besaran yang menggunakan bilah bambu bahan anyaman. Ukuran
digunakan dalam pengukuran menyesuaikan dengan satu lambar setara dengan lebar sebilah bambu
alat ukurnya, misalnya satuan depa, hasta, jengkal, dibelah empat yang sudah disisik halus; (b) Tunjuk
kaki, kaleng, gantang dan sebagainya. Besaran adalah alat ukur dengan menggunakan jari telunjuk
waktu dapat mempunyai satuan detik, menit, koma, si penganyam. Ukuran satu tunjuk setara dengan

jam, hari dan sebagainya. lebar telunjuk si penganyam atau telunjuk orang

Beberapa sub-suku masyarakat Dayak dewasa; (c) Jengkal adalah alat ukur dengan
menggunakan telapak tangan orang dewasa. Satu
menggunakan alat ukur yang bervariasi dalam
jengkal sama dengan jarak antara ujung ibu jari
melakukan pengukuran, antara lain: jari tangan,
dan ujung jari tengah direntang secara penuh; (d)
kaki, gantang (alat untuk menakar padi), dan
Genggam adalah alat ukur yang menggunakan
sebagainya. Alat ukur yang digunakan masyarakat

18 Jurnal Penelitian Pendidikan


Vol. 13 No. 1, April 2012
genggaman tangan orang dewasa, dan satuan bahan pembuatan bangunan seperti menghitung
ukurannya disebut genggam. Ukuran satu genggam banyak tiang, kasau–reng, pintu, atap, papan
sama dengan satu kepalan tangan orang dewasa; dinding, papan lantai dsb. Salah satu aktivitas unik
(e) Kalik adalah alat ukur yang digunakan untuk masya-rakat untuk menentukan supaya bangunan
menentukan besarnya keliling suatu barang, “siku” dilakukan dengan menggunakan konsep
umumnya hasil kerajinan anyaman. Ukuran keliling segitiga siku-siku Pythagoras yang tidak diketahui
tepi suatu Ragak, takin, ataupun Tanggui sebesar dan disadari oleh pelakunya.
keliling kepala orang dewasa dikatakan satu kalik; Kegiatan pendesainan lain yang banyak
dan (f) Seta adalah alat ukur masyarakat dengan dilakukan oleh masyarakat suku Dayak adalah
menggunakan anggota badan orang dewasa, dengan ketika mereka membuat produk budaya, seperti:
satuannya disebut seta. Ukuran satu seta sama membuat anyaman tikar dengan menggunakan
panjangnya dengan jarak dari siku sampai ujung berbagai bahan baku, nyiru (tampah atau nampah),
jari tengah. Ukuran ini sering digunakan untuk menenun kain dan membuat perisai. Pada proses
mengukur tinggi Takin. pembuatan perisai aktivitas mendesain dilakukan
pada saat membentuk motif pada perisai tersebut.
3. Mendesain
Motif perisai dibuat pada salah satu sisi perisai dan
Pendesainan merupakan salah satu aktivitas
kemudian untuk menggambar atau mengukir motif
yang berkaitan dengan mate-matika terapan.
pada sisi yang lainnya berpatokan motif belahannya.
Aktivitas pendesainan yang dilakukan masyarakat
berkaitan dengan kegiatan membuat rancang 4. Penentuan lokasi atau letak
bangun telah diterapkan oleh semua jenis suku dan Aktivitas menentukan lokasi berkaitan
budaya. Rancang bangun bukan hanya monopoli dengan pertanyaan dimana. Penentuan lokasi
dari aktivitas-aktivitas produk-produk pabrikan, atau letak secara tradisional menggunakan arah
tetapi juga sering dilakukan oleh masyarakat dalam mata angin maupun arah angin ataupun dengan
berbagai kegi-atan seperti mendirikan rumah tempat bantuan pergeseran gerak-gerak bintang. Secara
tinggal termasuk aktivitas yang telah dilaku-kan matematis, penentuan suatu lokasi atau letak
masyarakat yang lalu dalam membangun rumah menggunakan sistem koordinat baik itu koordinat
panjang–betang, perdagangan, alat-alat pertanian, karte-sius maupun koordinat polar atau aturan-
perdagangan, peperangan, permainan, perhiasan, aturan pengulangan.
kerajinan mau-pun alat-alat kebutuhan rumah Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
tangga. Dayak banyak ditemukan aktivitas mereka yang
Kegiatan merancang bangun masyarakat menyimpan konsep-konsep geometri penentuan
dapat dilihat pada saat mereka mem-buat suatu lokasi. Masyarakat Dayak sebagian besar
perencanaan dan pada saat pelaksanaannya. Konsep warganya hidup dan mencari penghidupan dengan
matematika yang terkait pada rancang bangun menggantungkan diri kepada hutan-hutan di sekitar
ini adalah konsep membilang, konsep simetri, lingkungannya, baik itu kegiatan berburu binatang,
konsep keindahan dan ketepatan ukuran. Hitung- mencari dan membuka lahan baru untuk bertani
menghitung berkaitan dengan kebutuhan bahan- atau berladang, mencari buah-buahan hutan, madu,
ISSN 1412-565X 19
rotan dan sebagainya. Tidak ada rasa takut tersesat dengan bentuk simetrinya tidak sama ukuran maka
dalam diri masyarakat untuk keluar masuk hutan dipastikan terjadi kesalahan peletakan motif ataupun
rimba. Sejauh manapun memasuki wilayah asing terjadi kesalahan dalam hitungan aturan anyaman
atau hutan, mereka selalu dapat menemukan arah sehingga menyebabkan perbedaan ukuran motif.
kembali pulang ke rumahnya atau posisi awal.
5. Menjelaskan
Dalam hal ini, masyarakat telah menerapkan konsep
Menjelaskan merupakan salah satu aktivitas
navigasi yang bermanfaat untuk menuntun mereka
yang cukup sering dilakukan oleh masyarakat
menemukan arah perjalanan yang tepat. Masyarakat
ketika mereka menghadapi pertanyaan-pertanyaan
Dayak telah mengembangkan teknik pengkodean
atau menyampaikan informasi dan pengetahuan
atau pemberian simbol dengan makna tertentu yang
kepada orang lain. Dalam kasus pertama, aktivitas
diberlakukan di lingkungannya.
menjelaskan erat kaitannya dengan penyelesaian
Selain itu aktivitas penentuan lokasi atau
masalah yang dihadapi oleh seseorang, dari
letak yang juga dilakukan oleh masyarakat Dayak
perencanaan penyelesaian masalah tersebut,
adalah aktivitas dalam meletakkan suatu motif di
penerapan bagaimana cara menyelesaikan masalah
tempat yang semestinya. Aktivitas ini berkaitan
dan menyimpulkannya. Dalam pandangan para
erat dengan konsep simetri dan jarak dua benda
pendidik matematika (NCTM,1989) salah satu
dalam bidang. Apabila seorang pengrajin hendak
kemampuan peserta didik yang ingin ditumbuh-
menganyam untuk membentuk suatu motif, maka
kembangkan melalui pembelajaran matematika
di tahap awal anyamannya si pengrajin tersebut
adalah kemampuan dalam mengo-munikasikan
memulai dengan anyam tunggal. Anyam tunggal
ide-ide yaitu kemampuan untuk memahami,
adalah anyaman dengan aturan satu lembar lusi
mengevaluasi dan meng-interpretasi ide yang
(iratan bilah bambu arah melintang) ditimpa
dimiliki serta menjelaskan kepada orang lain.
dengan satu lembar pakan (iratan bilah bambu arah
Aktivitas menjelaskan dalam masyarakat
membujur) kemudian dilanjutkan dengan anyam
yang menerapkan matematika informal itu
dua (berbentuk garis). Anyam dua adalah anyaman
ditemukan pada saat mereka berusaha untuk
dengan aturan dua lembar lusi (iratan bilah bambu
menyampaikan ide-ide yang ada pada dirinya
arah melintang) ditimpa oleh dua lembar pakan
kepada orang lain secara sistematis dan mudah
(bilah bambu yang membujur). Pada seni kerajinan
dipahami oleh orang lain. Menurut Sumarno
ini, pembentukan motif dilakukan setelah anyam
(2003), kemampuan untuk menjelaskan haruslah
dua selesai dikerjakan.
disertai dengan kemampuan untuk melakukan
Penentuan letak untuk suatu motif
penalaran logis. Menjelaskan berkaitan dengan
berikutnya, dilakukan oleh si penganyam bila
proses menceritakan makna dan filosopi setiap
motif perdana dan motif bentuk simetrisnya telah
motif dari generasi ke generasi sehingga pesan-
selesai dibuat, maka motif tersebut dianggap
pesan moral terus disampaikan dan tidak hilang.
selesai. Pembentukan motif berikutnya dilakukan
Aktivitas menjelaskan makna motif oleh para
dengan pengulangan pada aturan sebelumnya.
penganyam dilakukan bila proses penganyaman
Namun, apabila bentuk hasil anyaman suatu motif

20 Jurnal Penelitian Pendidikan


Vol. 13 No. 1, April 2012
sudah selesai dan menghasilkan produk anyaman tikar, juah, jongkuak, atau bakul adalah: siluk langit,
yang diinginkan. Ada keyakinan dalam diri para ati lang, sulau, siku remaung, berangan lang, bunga
penganyam bahwa aktivitas menganyam tidak boleh tekembai, angkong, bulan, pangkak, tambat manuk,
dilakukan bersamaan dengan aktivitas menceritakan kiarak nyulur, lekuk sawak.
hal ikhwal motif yang terkandung dalam anyaman. Motif Siluk Langit yang terdapat anyaman
Apabila hal itu dilanggar mereka takut anyamannya tikar berbentuk bidang segi delapan beraturan.
tidak kunjung selesai bahkan ada ketakutan akan Rancangan motif ini diinspirasi dari pelamunan
ditimpa suatu penyakit. ketika menatap langit yang begitu luas dan tinggi.
Makna pembelajaran dari motif ini mengingatkan
6. Ragam Motif Produk Kerajinan
kepada manusia agar tidak sombong atas kepandaian
Masyarakat Dayak
maupun kekayaan yang dimiliki karena di
Salah satu bentuk identitas dari suku Dayak
atas kehebatan manusia masih ada langit yang
adalah ukirannya yang khas dan unik. Bagi sebagian
kedudukan tetap lebih tinggi.
suku Dayak, patung dan beberapa benda seni yang
Motif Ati Lang yang termuat pada anyaman
menjadi kekhasan suku memiliki pesan dan makna
tikar berbentuk bidang belah ketupat. Rancangan
yang perlu diungkap. Selain patung, ada juga karya
pembentukan motif Ati Lang diilhami keperkasaan
budaya yang lainnya seperti anyaman dengan
burung Elang yang mempunyai sikap tekun dalam
berbagai bahan baku, dari bamboo, rotan, keladi air,
mengintai mangsanya dari udara, pengintaian
sampai enceng gondok. yang memiliki pola-pola
tidak berhenti sehingga ia mendapat kesempatan
atau motif-motif unik pada produk-produknya. Pola
untuk menyambar mangsanya. Motif ini memberi
yang disenangi umumnya dari bentuk-bentuk alam
pesan pelajaran agar tidak mudah menyerah untuk
seperti tumbuhan, binatang serta roh dari dewa-
menghadapi segala kesulitan hidup dan tetap tegar.
dewa, misalnya Naang Brang, Pen Lih, Deing Wung
Motif Sulau terdapat pada anyaman
Loh, dan sebagainya.
tikar sebagai alas untuk menaruh perlengkapan sesaji
Etnomatematika yang digunakan
dan topi petani berbentuk lingkaran. Sebagaimana
masyarakat Dayak, selain tersembunyi di dalam
fungsinya Motif sulau ini sering dijumpai pada tikar
aktivitas juga terdapat pada berbagai motif yang
untuk menaruh sesaji. Melambangkan kehidupan
digunakan untuk memberi pemanis pada produk-
orang-orang yang dianggap suci, dihormati,
produk kerajinan anyaman. Salah satu produk
meskipun telah meninggal tetap dikenang karena
kerajinan masyarakat Dayak adalah anyaman
pengaruh hidupnya yang dirasakan semua orang
dengan bahan baku dari bamboo.
membawa perubahan kearah yang lebih baik.
Berdasarkan hasil penggalian informasi
Makna Sulau menunjukkan ketulusan dan kesucian/
dari para informan dalam kriya anyaman dapat
keterbukaan dalam menerima setiap perbedaan
diinventarisir ada sebanyak dua belas motif
yang ada, baik masalah sosial maupun keagamaan
yang dikembangkan oleh masyarakat untuk
dan manusia bertanggung jawab dalam penciptaan
mempercantik produknya. Ke-dua belas motif itu
perdamaian di antara sesamanya.
termuat pada produk anyaman baik berupa topi,

ISSN 1412-565X 21
Berangan Lang adalah motif yang terdapat ungkapan kekaguman masya-rakat Dayak terhadap
anyaman topi, tikar sesaji, dan juah atau bakul di keindahan–kelembutan rembulan. Sinar rembulan
rancang dalam bentuk laying-layang. Rancangan yang lembut dan bentuknya saat bulan purnama
motif ini diinspirasi dari buah Berangan Lang, yang indah melambangkan manusia atau sesuatu
meskipun buah ini berduri namun tetap dibutuhkan. yang begitu dihargai, dihormati ataupun disukai oleh
Perlu usaha dengan menaruh sikap berhati-hati agar setiap orang karena sifatnya yang menyenangkan
tidak tertusuk duri untuk bisa menik-mati kelezatan dan kehadiran selalu memberi manfaat kepada
buahnya karena seluruh permukaan kulitnya tertutup orang lain.
duri. Motif ini mengajarkan kepada manusia bahwa Motif pangkak yang dibuat dalam dimensi
untuk mendapatkan sesuatu yang baik-enak dua terdapat pada anyaman topi. Seperti Pangkak
tidak selalu tersedia dengan sendirinya, tetapi yang terus berputar selagi ia mampu berputar,
biasanya memerlukan usaha keras, berhati-hati, demikian juga hendaknya perputaran pangkak
penuh pertimbangan dan seringkali memerlukan dijadikan pelajaran bagi setiap manusia untuk terus
pengorbanan. belajar hingga akhir hayat.
Motif Bunga Tekembai yang terdapat
pada anyaman topi berbentuk persegi. Bunga yang KESIMPULAN
tumbuh mekar menandai akan dimulainya musim Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
buah-buahan yang bagi masyarakat Suku Dayak. menjalani kehidupan sehari-hari maupun dalam
Pertumbuhan bunga merupakan sesuatu yang pelaksanaan adat istiadat dan upacara, masyarakat
menggembirakan karena kehidupan masyarakat subsuku Dayak yang tinggal di wilayah perbatasan
banyak tergantung kepada kemurahan alam. Indonesia - Malaysia memiliki tata cara sendiri,
Manusia diingatkan untuk saling berbagi–saling yang unik dan khas lokal mereka Perlengkapan-
memberi, baik terhadap sesama maupun terhadap perlengkapan yang diperlukan dalam pelaksanaan
alam. upacara adat dan ritual meliputi berbagai jenis,
Motif Angkong yang berbentuk Segitiga dan masing-masing ditetapkan dalam jumlah
sama sisi terdapat pada anyaman topi petani. Motif tertentu. Itu menunjukkan bahwa di dalam aktivitas
ini merupakan motif yang dijadikan pelajaran adat secara tidak sadar mereka menerapkan
pertama bagi seorang ingin belajar menganyam pengetahuan matematika ala masyarakat setempat
(ada kepercayaan bahwa untuk penganyam pemula dengan memberikan batasan sesuai kesepakatan
harus memulai belajar menganyam dengan motif ini mereka. Bagi masyarakat Dayak, ritus merupakan
dan jika dilewati akan mengakibatkan jatuh sakit). ekspresi, atau ungkapan sikap “hamba” kepada
Motif ini mengajarkan bahwa segala sesuatu harus Yang Transenden dan ritual-menujukkan formalisasi
dimulai dari awal dan dipelajari secara bertahap perilaku manusia ketika berhadapan dengan objek
sedikit demi sedikit. yang suci.
Bulan merupakan salah satu motif yang Etnomatematika dalam tingkatan sederhana
berbentuk Segi delapan beraturan dan dianyam banyak digunakan oleh masyarakat Dayak dalam
pada topi dan tikar sesaji. Motif ini sebagai menjalani kehidupan sehari-hari. Konsep yang

22 Jurnal Penelitian Pendidikan


Vol. 13 No. 1, April 2012
sering digunakan adalah konsep berhitung, terkandung dalam anyaman topi adalah kerucut,
membilang, mengukur, menimbang, menentukan adapun konsep-konsep berdimensi-2 meliputi: (a)
lokasi, merancang, membuat bangun-bangun Garis lurus yang terkandung dalam Anyam dua;
simetri. Aktivitas masyarakat yang bermuatan (b) Garis lengkung yang terkandung dalam motif
etnomatematika ini dapat dikembangkan sebagai Lekuk sawak; (c) Kurva tertutup yang terkandung
sumber belajar matematika sekolah yang dalam motif Tambat manuk, Kiarak nyulur, Siku
kontekstual-realistik. remaung, dan Pangkak; (d) Segitiga sama kaki yang
Aktivitas sebagian masyarakat subsuku terkandung dalam motif Angkong; (e) Persegi yang
Dayak dalam memproduksi anyaman, khususnya terkandung dalam motif bunga tekembai; (f) Belah
anyaman topi-petani yang disulam berbagai motif, ketupat yang terkandung dalam motif Ati lang;
memuat sejumlah konsep advance elementary (g) Layang-layang yang terkandung dalam motif
geometry. Etnomatematika yang digunakan masya- Berangan Lang; (h) Simetri; (i) Segi 8 beraturan
rakat ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi yang terkandung dalam motif Siluk langit dan
bahan pembelajaran mate-matika. Konsep-konsep Bulan; (j) Lingkaran yang terkandung dalam motif
dimaksud meliputi konsep geometri dimensi-3 dan Sulau.
dimensi-2. Konsep geometri berdimensi-3 yang

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Barta, J. & Shockey, T. (2006). The mathematical ways of an aboriginal people: The Northern Ute. Journal of
Mathematics and Culture, 1(1), 79-89.
Banks, J.A. (1994). An Introduction to Multicultural Education. Boston : Allyn & Bacon.
Bishop, A. J. (1994). Cultural conflicts in mathematics education: developing a research agenda. For the
Learning of Mathematics Journal, v14 n2 p15-18.
Brown, R. (1995). Prejudice: It’s Social Psychology. Oxford: Blackwell Publishers
Bryant, N.A. (1996). Make The Curriculum Multicultural. The Science Teacher, 63 (2), 28-31.
Hiebert, J. & Carpenter, T.P. (1992). Learning With Understanding. In Grouws D.A. (ed). Handbook of
Research on Mathematics Teaching and Learning, A Project of NCTM. New York : Macmillan.
Matsumoto, D. (1996). Culture and Psychology. California : Brooks/Cole Publishing Co.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis : An Expanded Sourcebook. 2nd ed.
Thousand Oak, CA : Sage.
Pinxten, R. (1994). Ethnomathematics and Its Practice. For the Learning of Mathematics Vol. 14 No. 2.
Santrock, J.W. (1999). Life Span Development, 7th ed. USA : Mc Graw Hill.
van Oers, B. (1996). Learning Mathematics as a Meaningful Activity. In L. P Steffe & Nesher, P. Proceeding
of Theories of Mathematical Learning, 7th International Congress on Mathematical Education. New
Jersey : LEA.

BIODATA SINGKAT
Tenaga pengajar pada Jurusan PMIPA, FKIP, UNTAN Pontianak Kalimantan

ISSN 1412-565X 23

Anda mungkin juga menyukai