3 Agung
3 Agung
Abstract: This study aims to uncover etnomatematika practiced by Dayak people in Indo-
nesia-Malaysia border region of West Kalimantan in everyday life. The results showed that
etnomatematika used by society when they perform their daily activities, or perform various
rituals. The concept of mathematics (geometry) is more complicated imposed by society on
motifs woven cap.
ISSN 1412-565X 15
dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit menemukan tindakan yang masuk akal atas situasi
oleh siswa. Hal itu dikarenakan pembelajaran yang dihadapi (van Oers, 1996).
matematika di sekolah terlalu bersifat formal dan Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa
sering jauh berbeda dengan yang ditemukan sehari- penelitian ini cenderung berpijak pada paradigma
hari (Hilbert dan Carpenter, 1991). Oleh karena itu penelitian sosial yang memandang bahwa penggalian
sangat penting agar konsep-konsep matematika aktivitas masyarakat didasarkan pada pemaknaan
yang terdapat dalam kebudayaan-kebudayaan saat
atas label-label pada suatu objek. Pemberian
ini digali sehingga konsep tersebut dapat membantu
makna yang berbeda terhadap suatu label akan
siswa dalam mempelajari mate-matika di sekolah.
memberikan konsekuensi yang ber-beda pula pada
Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika
hasil interpretasi. Sesuai dengan paradigma tersebut,
perlu diawali dengan pengetahuan informal yang
maka variasi penggalian ide-ide matematika yang
telah diterapkan siswa dalam kehidupan berma-
terkandung dalam unsur-unsur budaya menjadi
syarakat atau di lingkungannya. Langkah awal
konsep-konsep matematika perlu dicermati. Oleh
yang perlu dilakukan, dan menjadi fokus dalam
karena itu, penelitian ini lebih menekankan pada
penelitian ini adalah melakukan eksplorasi–
investigasi unsur-unsur budaya masyarakat upaya mencari pemahaman aktivitas masyarakat
yang memuat konsep-konsep matematika. Hasil dalam pengem-bangan ide-ide matematika dari
eksplorasi unsur-unsur budaya tersebut kelak dunia real. Untuk mencapai maksud tersebut,
dijadikan dasar pengembangan bahan pembelajaran maka penelitian ini memerlukan pendekatan
matematika kontekstual berbasis unsur lokal interpretivisme dengan metode interpretative
yang memperhatikan lingkungan sosial–budaya understanding (Miles dan Huberman, 1994).
masyarakat dan kearifan lokal. Dengan demikian, jenis penelitian yang sesuai
dengan kondisi tersebut di atas adalah penelitian
METODE
kualitatif. Pada studi eksplorasi ini diinventarisir
Matematika yang digunakan oleh
konsep-konsep matematika (etnomatematika)
masyarakat tersurat dan tersirat dalam berbagai
yang terkandung dalam budaya masyarakat atau
unsur budaya. Untuk matematika yang tersurat
digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan
mudah untuk diidentifikasi, dikenali dan
masyarakat Dayak perbatasan Indonesia-Malaysia.
diinventarisir, namun untuk matematika tersembunyi
Model pengumpulan dan analisis data pada
dan tersirat dalam unsur budaya cukup sulit untuk
penelitian ini dilakukan secara siklus yang meliputi
mengenali atau mengidentifikasi. Penggalian ide-ide
aktivitas-aktivitas: pengumpulan data, reduksi data,
matematika yang terkandung secara implisit dalam
display data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
unsur-unsur budaya masyarakat, menurut psikologi
Siklus analisis data akan berhenti jika permasalahan
tindakan dapat digolongkan sebagai tindakan sosial.
penelitian sudah menemukan jawaban yang
Proses melakukan tindakan melibatkan interpretasi
memadai.
dan pemaknaan tanda atau simbol-simbol dan
disertai dengan orientasi untuk mencari dan
16 Jurnal Penelitian Pendidikan
Vol. 13 No. 1, April 2012
HASIL PENELITIAN Penyebutan bilangan oleh masyarakat sering
Kutjaraningrat (2000), wujud kebudayaan sub suku dengan sub suku lainnya. Masyarakat
merupakan suatu sistem dari suatu ide-ide dan Dayak Kanayatn menggunakan sebutan seperti
perbatasan yang memuat konsep matematika dapat Desa menggunakan sebutan bilangan satu sampai
ISSN 1412-565X 17
kain tenun aktivitas membilang dilakukan ketika si tersebut tidak standar karena tidak sama untuk
penenun menghitung banyaknya bahan benang yang semua orang. Pada pembuatan perisai kegiatan
diperlukan untuk membuat kain tenun, banyaknya mengukur dilakukan ketika membuat rancang
bahan benang disesuaikan dengan banyak kain bangun perisai yaitu menggunakan jari tangan yang
ukuran kain yang ingin dihasilkannya. Dalam istilah ukurnya jangkal (jari tangan orang dewasa),
sekali menenun, biasanya mereka membuat sebagai alat ukur untuk menentukan jarak antara
kain tenunan sebanyak dua sampai empat helai motif yang satu dengan yang lain digunakan jari
sekaligus. Membilang juga dilakukan oleh
tangan yang istilah ukurnya sajari’, dan untuk
penenun ketika membentuk motif pada kain.
ukuran yang lebih besar digunakan tangan yang
2. Mengukur dan pengukuran istilah ukurnya dapa’ yaitu satu rentangan tangan
Pengukuran merupakan penentuan besaran, orang dewasa.
dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu Aktivitas mengukur bagi masyarakat
standar atau satuan pengukuran. Mengukur sub-suku Dayak dapat diamati ketika mereka
merupakan aktivitas yang biasa dilakukan dalam melakukan pengukuran pada barang-barang
proses jual beli atau barter, rancang bangun, produk anyamannya atau menentukan ukuran
menentukan tinggi–panjang–keliling–luas– motif. Secara umum jarang ditemukan orang atau
kedalaman, kecepatan dan sebagainya. Pengukuran anggota masyarakat yang menyimpan alat ukur
yang dilakukan oleh masyarakat Dayak pada standar atau baku. Namun demikian aktivitas
jaman dulu menggunakan alat-alat ukur yang tidak pengukuran tetap dilakukan oleh masyarakat
baku seperti penggunaan angota badan seperti setempat dengan menggunakan alat ukur terntentu
tangan–depa–jengkal atau menggunakan alat ukur dan dengan satuan sesuai dengan alat ukur yang
berupa barang-barang yang tersedia atau buatan digunakannya. Beberapa jenis alat ukur dan satuan
seperti tomb–galah untuk mengukur panjang, dan ukuran yang digunakan oleh masyarakat perbatasan
kaleng–gantang untuk mengukur volume. Satuan ini antara lain: (a) Lambar adalah alat ukur dengan
pengukuran yaitu ukuran dari suatu besaran yang menggunakan bilah bambu bahan anyaman. Ukuran
digunakan dalam pengukuran menyesuaikan dengan satu lambar setara dengan lebar sebilah bambu
alat ukurnya, misalnya satuan depa, hasta, jengkal, dibelah empat yang sudah disisik halus; (b) Tunjuk
kaki, kaleng, gantang dan sebagainya. Besaran adalah alat ukur dengan menggunakan jari telunjuk
waktu dapat mempunyai satuan detik, menit, koma, si penganyam. Ukuran satu tunjuk setara dengan
jam, hari dan sebagainya. lebar telunjuk si penganyam atau telunjuk orang
Beberapa sub-suku masyarakat Dayak dewasa; (c) Jengkal adalah alat ukur dengan
menggunakan telapak tangan orang dewasa. Satu
menggunakan alat ukur yang bervariasi dalam
jengkal sama dengan jarak antara ujung ibu jari
melakukan pengukuran, antara lain: jari tangan,
dan ujung jari tengah direntang secara penuh; (d)
kaki, gantang (alat untuk menakar padi), dan
Genggam adalah alat ukur yang menggunakan
sebagainya. Alat ukur yang digunakan masyarakat
ISSN 1412-565X 21
Berangan Lang adalah motif yang terdapat ungkapan kekaguman masya-rakat Dayak terhadap
anyaman topi, tikar sesaji, dan juah atau bakul di keindahan–kelembutan rembulan. Sinar rembulan
rancang dalam bentuk laying-layang. Rancangan yang lembut dan bentuknya saat bulan purnama
motif ini diinspirasi dari buah Berangan Lang, yang indah melambangkan manusia atau sesuatu
meskipun buah ini berduri namun tetap dibutuhkan. yang begitu dihargai, dihormati ataupun disukai oleh
Perlu usaha dengan menaruh sikap berhati-hati agar setiap orang karena sifatnya yang menyenangkan
tidak tertusuk duri untuk bisa menik-mati kelezatan dan kehadiran selalu memberi manfaat kepada
buahnya karena seluruh permukaan kulitnya tertutup orang lain.
duri. Motif ini mengajarkan kepada manusia bahwa Motif pangkak yang dibuat dalam dimensi
untuk mendapatkan sesuatu yang baik-enak dua terdapat pada anyaman topi. Seperti Pangkak
tidak selalu tersedia dengan sendirinya, tetapi yang terus berputar selagi ia mampu berputar,
biasanya memerlukan usaha keras, berhati-hati, demikian juga hendaknya perputaran pangkak
penuh pertimbangan dan seringkali memerlukan dijadikan pelajaran bagi setiap manusia untuk terus
pengorbanan. belajar hingga akhir hayat.
Motif Bunga Tekembai yang terdapat
pada anyaman topi berbentuk persegi. Bunga yang KESIMPULAN
tumbuh mekar menandai akan dimulainya musim Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
buah-buahan yang bagi masyarakat Suku Dayak. menjalani kehidupan sehari-hari maupun dalam
Pertumbuhan bunga merupakan sesuatu yang pelaksanaan adat istiadat dan upacara, masyarakat
menggembirakan karena kehidupan masyarakat subsuku Dayak yang tinggal di wilayah perbatasan
banyak tergantung kepada kemurahan alam. Indonesia - Malaysia memiliki tata cara sendiri,
Manusia diingatkan untuk saling berbagi–saling yang unik dan khas lokal mereka Perlengkapan-
memberi, baik terhadap sesama maupun terhadap perlengkapan yang diperlukan dalam pelaksanaan
alam. upacara adat dan ritual meliputi berbagai jenis,
Motif Angkong yang berbentuk Segitiga dan masing-masing ditetapkan dalam jumlah
sama sisi terdapat pada anyaman topi petani. Motif tertentu. Itu menunjukkan bahwa di dalam aktivitas
ini merupakan motif yang dijadikan pelajaran adat secara tidak sadar mereka menerapkan
pertama bagi seorang ingin belajar menganyam pengetahuan matematika ala masyarakat setempat
(ada kepercayaan bahwa untuk penganyam pemula dengan memberikan batasan sesuai kesepakatan
harus memulai belajar menganyam dengan motif ini mereka. Bagi masyarakat Dayak, ritus merupakan
dan jika dilewati akan mengakibatkan jatuh sakit). ekspresi, atau ungkapan sikap “hamba” kepada
Motif ini mengajarkan bahwa segala sesuatu harus Yang Transenden dan ritual-menujukkan formalisasi
dimulai dari awal dan dipelajari secara bertahap perilaku manusia ketika berhadapan dengan objek
sedikit demi sedikit. yang suci.
Bulan merupakan salah satu motif yang Etnomatematika dalam tingkatan sederhana
berbentuk Segi delapan beraturan dan dianyam banyak digunakan oleh masyarakat Dayak dalam
pada topi dan tikar sesaji. Motif ini sebagai menjalani kehidupan sehari-hari. Konsep yang
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Barta, J. & Shockey, T. (2006). The mathematical ways of an aboriginal people: The Northern Ute. Journal of
Mathematics and Culture, 1(1), 79-89.
Banks, J.A. (1994). An Introduction to Multicultural Education. Boston : Allyn & Bacon.
Bishop, A. J. (1994). Cultural conflicts in mathematics education: developing a research agenda. For the
Learning of Mathematics Journal, v14 n2 p15-18.
Brown, R. (1995). Prejudice: It’s Social Psychology. Oxford: Blackwell Publishers
Bryant, N.A. (1996). Make The Curriculum Multicultural. The Science Teacher, 63 (2), 28-31.
Hiebert, J. & Carpenter, T.P. (1992). Learning With Understanding. In Grouws D.A. (ed). Handbook of
Research on Mathematics Teaching and Learning, A Project of NCTM. New York : Macmillan.
Matsumoto, D. (1996). Culture and Psychology. California : Brooks/Cole Publishing Co.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis : An Expanded Sourcebook. 2nd ed.
Thousand Oak, CA : Sage.
Pinxten, R. (1994). Ethnomathematics and Its Practice. For the Learning of Mathematics Vol. 14 No. 2.
Santrock, J.W. (1999). Life Span Development, 7th ed. USA : Mc Graw Hill.
van Oers, B. (1996). Learning Mathematics as a Meaningful Activity. In L. P Steffe & Nesher, P. Proceeding
of Theories of Mathematical Learning, 7th International Congress on Mathematical Education. New
Jersey : LEA.
BIODATA SINGKAT
Tenaga pengajar pada Jurusan PMIPA, FKIP, UNTAN Pontianak Kalimantan
ISSN 1412-565X 23