Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Evaluasi Batuan Induk Berdasarkan Parameter Hasil Pengukuran


Rock Eval Analisis dan TOC di Sub-Cekungan Leles, Garut Jawa
Barat

Nisa Nurul Ilmi, Edy Sunardi


Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

Abstrak
Ditemukannya singkapan yang menunjukkan adanya endapan akhir Kuarter
yang terdiri dari sistem sungai-danau mengindikasikan adanya Sub-cekungan Leles.
Sub-cekungan Leles ini merupakan bagian dari Cekungan Garut yang berdasarkan
ekspresi morfologi pada permukaan dispisahkan oleh beberapa gunung api dan produk
hasil kegiatan gunung api. Sistem sedimentasi dengan umur muda ini membutuhkan
serangkaian penelitian untuk mengetahui asal mula sedimen serta lebih lanjut lagi untuk
mengetahui proses evolusi sub-cekungan. Evaluasi batuan induk dilakukan sebagai
suatu penelitian pendahuluan terhadap sampel dari sub-cekungan leles untuk
mengetahui potensi batuan dengan umur Kuarter.Evaluasi ini juga dapat digunakan
sebagai analog pembentukan batuan induk pada cekungan dengan sedimen berumur
Kuarter. Terdapat lima sampel batuan lempung yang diambil dari beberapa tempat di
singkapan Sub-cekungan Leles. Lima sampel ini kemudian diuji untuk mengetahui nilai
Total Organic Karbon-nya (TOC) serta dianalisis menggunakan alat Rock-Eval
pyrolysis untuk mengetahui karakteristik batuan induknya. Dari kelima sampel didapat
nilai TOC yang bervariasi, yaitu antara 0,15-5,55%. Data dari Rock-Evalmenunjukkan
bahwa sampel batuan memiliki tingkat kematangan rendah, tingkat indeks oksigen
tinggi, potensial generasi hidrokarbon rendah, serta tipe kerogen yang merujuk pada
kerogen tipe III.Sebagai suatu analaog pembentukan batuan induk, informasi yang
didapat dari hasil evaluasi TOC dan data Rock-Eval pyrolysis dapat memberikan
gambaran terhadap karakteristik sedimen yang diduga merupakan batuan induk.

Kata kunci: batuan induk, Kuarter, Rock-Eval, sedimen, sub-cekungan leles, TOC.

1. PENDAHULUAN (2.622 m), dan Gunung Guntur (2.249


Sub-Cekungan Leles merupakan m), sedangkan sub-cekungan Leles
bagian dari Cekungan Garut, secara dibatasi oleh tinggian dari beberapa
fisiografi termasuk ke dalam Zona gunung yang terletak hampir melingkar,
Bandung (Van Bemmelen, 1949), seperti Gunung Mandalawangi (1549
diyakini mempunyai karakter geologi m) terletak pada arah barat laut, Gunung
yang sama dengan Cekungan Bandung Kaledong (1251 m) dan Gunung
(Sunardi, E, 2014). Kedua cekungan Haruman (1217 m) terletak pada arah
tersebut pada kenampakan ekspresi utara dan timur laut, dan terbuka ke arah
morfologi di permukaan dipisahkan timur, pada bagian tenggara berbatasan
oleh beberapa gunungapi serta produk dengan Situ (danau) Bagendit, yang
dari hasil kegiatan gunungapi (Gambar kemungkinan danau tersebut merupakan
1). danau terakhir Akhir Kuarter dari Sub-
Cekungan Garut merupakan dataran cekungan Leles, pada bagian barat -
tinggi umumnya berada pada ketinggian baratdaya dibatasi oleh Gunung
600 - 1000 m dml, dikelilingi oleh Malang, Gunung Picung dan Tinggian
Gunung Karacak (1.838 m), Gunung Leles. Seperti halnya Cekungan
Cikuray (2.821 m), Gunung Papandayan Bandung, maka Cekungan Garut juga

55
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

merupakan bentuk depresi yang dalam mengetahui komposisi kimia


dikontrol oleh struktur sesar, merupakan organic dari sedimen di sub-cekungan
hasil reaktivasi sesar pada Akhir Tersier leles. Komposisi kimia dari endapan
(Sunardi, E, 2014a). yang dianalisis dapat memberikan
informasi mengenai tipe kerogen,
material organik yang menjadi input
pada proses sedimentasi, serta potensi
dari contoh sedimen yang diambil.
Material organik pada kebanyakan
sedimen merupakan campunan berbagai
komponen yang berasal dari banyak
sumber dengan beragam perbedaan
Gambar 1 . Peta DEM lokasi daerah penelitian,
derajat preservasi (Meyers, 2003). Eadie
lokasi studi ditandai dengan lingkaran putih et al. (1984) menyebutkan pula bahwa
selama proses terendapkannya sedimen,
Aktivitas letusan gunungapi sangat hampir 90% material awal dari berbagai
intensif terjadi pada wilayah ini, organisme yang diendapkan mengalami
ditunjukkan oleh produk gunungapi remineralisasi.
berupa aliran lava dan piroklastika yang Laju remineralisasi serta ketahanan
diendapkan melalui sistem sedimentasi material organik terhadap proses
sungai maupun danau. Secara umum remineralisai pada material-material
aktivitas gunungapi di Jawa Barat sejak organik dari beragam sumber akan
Tersier terus berlanjut hingga sekarang, berbeda satu sama lain, sehingga
menyebabkan gunungapi aktif didapat material organik yang
didominasi arah barat-timur, baratlaut- mengalami remineralisasi total ataupun
tenggara dan timurlaut-baratdaya sebagian (Meyers, 2003). Selanjutnya,
(Sunardi, E, 2014b). Hingga saat ini Meyers (2003) juga menyebutkan
keberadaan produk gunungapi di bahwa sesaat setelah material organik
Cekungan Garut masih terpaku sebagai mencapai dasar danau, material tersebut
piroklastika jatuhan dan belum masih bisa mengalami beberapa
mempunyai tatanan stratigrafi serta perubahan atau remineralisasi namun
sejarah sedimentasi yang komprehensif. dengan laju yang lebih rendah.
Meskipun material organik mengalami
berbagai proses sehingga
bertransformasi dari sumber awalnya,
namun perubahan yang terjadi pada
endapan material organik ini masih
menyimpan informasi
paleoenvironment penting mengenai
asal mula serta bagaimana material
organik tersebut dapat diendapkan
(Meyers, 2003).
Informasi- informasi yang didapat
dari analisis geokimia organik dapat
digunakan untuk mengonfirmasi serta
Gambar 2 Studi area (kotak merah) terletak di
Kampung Lunjuk Hilir, Desa Talagasari, memperkuat data pada proses evolusi
Kecamatan Kadungora. sub-cekungan leles sebagai proses
sedimentasi endapan Akhir Kuarter.
Geokimia organik sebagai suatu Selain itu, akan didapat pula informasi
cabang ilmu geologi memiliki peranan penting untuk merekontruksi kondisi

56
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

lingkungan pada proses pengendapan Batuan Gunungapi meliputi batuan


serta lebih jauh lagi mengevaluasi yang berumur Plistosen – Holosen,
sejarah perubahan iklim. Selain dari yaitu Batuan Gunungapi
informasi detail mengenai proses Mandalawangi-Mandalagiri terdiri dari
evolusi sub-cekungan, data awal tuf kaca mengandung batuapung dan
geokimia yang didapat juga bisa lava bersusunan andesit piroksen hingga
digunakan sebagai studi analog basalan. Batuan Gunungapi Muda
pembentukan batuan induk yang terjadi terdiri dari eflata dan lava aliran
pada suatu cekungan. Paper ini bersusun andesit-basalan. Endapan
merupakan suatu tulisan pendahuluan Rempah lepas Gunungapi Muda tak
mengenai analisis geokimia dimana data teruraikan terdiri dari abu gunungapi
yang didapat digunakan sebagai sarana dan lapilli, tuf pasiran bongkah-
untuk mempelajari proses pembentukan bongkah, andesit-basal, breksi lahar dan
batuan induk. Sementara proses rempah lepas.
pembentukan sub-cekungan secara
menyeluruh akan menjadi tulisan yang
dipublikasikan selanjutnya di masa yang
akan datang.

Gambar 3. Singakapan Endapan Akhir Kuarter


terdiri dari sistem sungai-danau

2. GEOLOGI REGIONAL
Sub-Cekungan Leles secara
Gambar 4. Penampang stratigrafi sedimentasi
fisiografi termasuk ke dalam Zona yang dipengaruhi oleh system sungai-danau
Bandung, berdasarkan Peta Geologi pada lokasi sampel No. 5 dan 6 (A,B,C). Pada
Bersistem Indonesia Lembar Garut dan bagian bawah didominasi oleh batu lempung
Pameungpeuk (M. Alzwar, dkk., 1992), kaya akan bahan organik, terdapat sisipan debu
gunungapi, pada bagian atas terdiri dari pasir
terdiri dari Endapan Permukaan dan
kasar konglomeratik dengan komponen batuan
Batuan Gunungapi. beku dan batu apung.
Endapan Permukaan meliputi
endapan kolovium terdiri dari endapan 3. METODE PENELITIAN
talus, rayapan dan runtuhan bagian Analisa laboratorium untuk setiap
tubuh kerucut gunung api tua, berupa unit batuan berasal dari sampel terpilih
bongkah-bongkah batuan beku, breksi melalui pembuatan penampang
tuf dan pasir tuf. Endapan danau terdiri stratigrafi di lokasi Lunjuk Hilir, secara
dari lempung, lanau, pasir halus hingga umum merupakan interkalasi antara
kasar dan kerikil, umumnya bersifat batulempung, gambut dan debu
tufan. Endapan alluvium terdiri dari vulkanik, juga terdapat batupasir dan
lempung, lanau, pasir halus hingga konglomerat berasal dari endapan
kasar dan kerikil serta bongkah- sungai (gambar 3). Pengambilan sampel
bongkah batuan beku dan sedimen. dilakukan secara sistematik dimana,

57
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

sebanyak 19 sampel terpilih yang berat batuan contoh (Clayton, 2005).


diambil secara lateral searah dengan TOC juga merupakan suatu indicator
lapisan (Gambar 4). Analisa Geokimia dari total kandungan material organik
Organik, yaitu TOC (Total Organic yang terdapat dalam suatu batuan
Content), GC dan GCMS dilakukan (Ronov, 1958). Dari data yang didapat,
terhadap 5 (lima) sampel dengan No. TOC pada sampel yang diajukan
3C, 4C, 5.1.D, 7.2.A dan 9.2.A di memiliki potensi sebagai suatu batuan
Laboratorium Lemigas. induk kecuali untuk sampel dengan
label 5-1D dengan kadungan TOC yang
rendah, yaitu 0,15%. Suatu batuan dapat
dikatakan mempunyai potensi sebagai
batuan induk jika memiliki kandungan
TOC lebih besar dari 1,5% pada saat
immature (Clayton, 2005). Persen berat
dari total organik karbon dapat
Gambar 4. Foto singkapan pengambilan sampel diiterpretasikan sebagai kekayaan
sebanyak 19 sampel terpilih yang diambil secara kandungan dari batuan dengan suatu
lateral searah dengan lapisan, secara skala semikuantitatif berdasarkan Peters
keseluruhan semua sampel terdiri dari (1986) yang ditampilkan pada Tabel
batulempung kaya akan material organic dengan
sisipan abu gunug api, kecuali sampel No. 5
4.2.
terdiri dari konglomerat dan pasir. Tabel 4. 2. Interpretasi semi-kuantitatif
untuk batuan induk berdasarkan persen
4. HASIL PENELITIAN DAN berat TOC (Peters, 1986).
DISKUSI
Sebagai studi analogi pembentukan Kekayaan material
TOC (wt. %)
batuan induk, sampel sedimen daerah organik
sub-cekungan garut telah dievaluasi Rendah 0,0-0,5
hasil analisis Rock-Eval serta Sedang 0,5-1,0
kandungan TOC-nya, serta dibuat Baik 1,0-2,0
perbandingan terhadap syarat-syarat Sangat baik > 2,0
suatu batuan bisa dikatakan batuan
induk. Hasil analisis laboratorium dapat Berdasarkan klasikifasi kekayaan
dilihat pada Tabel 4.1. batuan oleh Peters (1986), hasil konten
Tabel 4.1 Hasil analisis Rock-Eval dan TOC dari sampel yang diujikan
konten TOC. diiterpretasikan sebagai batuan dengan
TOC mg/gm rock Oil
Potential Hydrogen Oxygen
kekayaan “baik” hingga “sangat baik”.
Sample ID Lithology Tmax (°C) Production
(wt.%) S1 S2 S3 Index (OPI)
Yield (S1+S2) Index Index Namun, TOC saja tidak cukup untuk
3C 1.58 0.01 0.00 1.00 *** 1.00 0.01 0 63
4C 5.55 0.16 0.77 4.87 396 0.17 0.93 14 88 menentukan kekayaan dari suatu batuan
5-1D
7-2A
0.15
5.16
0.00
0.18
0.00
0.85
0.19
4.42
***
398
-
0.17
0.00
1.03
0
16
129
86
sehingga batuan tersebut dapat
9-2A 3.45 0.13 0.24 4.13 385 0.35 0.37 7 120 dikatakan sebagai batuan induk.
Diperlukan data lain untuk mendukung
TOC yang ditunjukkan oleh sample kekayaan suatu batuan karena
yang diukur memiliki rentang 0,15- pembentukan minyak dan gas bumi juga
5,55%. Untuk mempelajari kekayaan berhubungan dengan konten hydrogen
dari batuan induk, salah satu parameter yang terdapat dalam suatu sampel
yang digunakan adalah TOC (Total (Dembicki Jr., 2009).
Organic Carbon). TOC merupakan Konten hydrogen ini dapat dilihat
parameter yang diukur dalam satuan dan diketahui dari hasil pengukuran
persen dimana TOC ini merupakan Rock Eval pyrolysis (Espitalie et al.,
persentasi karbon organik dari total 1977). Dembicki Jr (2009)

58
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

menyebutkan bahwa Rock-Eval dapat


memperkirakan konten hydrogen dari Sementara itu, nilai S3 merujuk
material organik dari nilai S2 (Tabel kepada jumlah karbon dioksida yang
4.1). Selain menunjukkan data S2 hasil digenerasikan selama pyrolysis
pengukuran menggunakan Rock-Eval berlangsung menunjukkan berapa
Pyrolysis terdapat pula data S1, S3, banyak konten oksigen dalam suatu
Tmax, Potential Yield (jumlah S1 dan sampel batuan, serta merupakan fungsi
S2), Oil Production Index (pembagian dari tipe kerogen dan kematangan
antara S1 dengan Potential Yield), (Clayton, 2005). Sampel yang diujikan
Hydrogen Index ((S2/TOC)x100), menunjukkan nilai S3 dengan rentang
Oxygen Index ((S3/TOC)x100). 0,19-4,87 dengan tiga sampel yang
Berdasarkan data yang didapat, S1 memiliki nilai S3 di atas 4,00. Hal ini
dari sampel yang diujikan di mengindikasikan bahwa terdapat kadar
laboratorium menunjukkan angka yang karbon dioksida yang tinggi di dalam
bervariasi, secara umum memiliki nilai sampel lebih lanjut lagi S3 ini
kecil yaitu 0,00-0,18. Data S1 digunakan untuk menghitung Oxygen
menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas Index sehingga didapat informasi
yang terdapat dalam batuan (Clayton, tambahan mengenai sampel yang
2005). Dari data yang didapat, dapat diujikan.
diketahui bahwa pada sampel yang Tmax yang didapat dari hasil
diujikan tidak terdapat bitumen yang pengukuran Rock Eval Pyrolysis
tidak terekspulsikan. Hal ini terjadi menunjukkan angka antara 385-398 ◦C
karena sampelyang diujikan merupakan yang menunjukkan bahwa sampel
sampel singkapan dengan umur sangat sedimen yang diujikan memiliki tingkat
muda dan belum mencapai tingkat kematangan rendah. Tmax sendiri
kematangan untuk suatu batuan induk merupakan suatu skala kematangan
yang berpotensi mengenerasikan yang digunakan, karena Tmax akan
hidrokarbon. Nilai S2 merupakan suatu meningkat nilainya seiring dengan
nilai yang disebut dapat digunakan bertambahnya kematangan (Clayton,
untuk mengukur potensial sumber, 2005). Selanjutnya Clayton (2005)
dimana sampel batuan disimulasikan menyebutkah bahwa nilai Tmax
untuk mengalami dekomposisi tergantung dari litologi batuan sehingga
sebagaimana yang terjadi di dalam nilainya akan spesifik untuk masing-
subsurface oleh alat Rock-Eval masing batuan yang berbeda. Parameter
pyrolysis (Clayton, 2009). kematangan yang didapat dari Tmax bisa
dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4. 3. Parameter kematangan Untuk Potential Yield dari sampel
Tmax (Clayton, 2005). yang diujikan, dapat dilihat bahwa
sampel memiliki potential yang rendah
Tmax pada dalam mengenerasikan hidrokarbon.
Tmax pada
Tipe ambang Angka PotentialYield yang didapat dari
puncak
kerogen generasi hasil penjumlahan S1 dan S2 adalah
generasi
minyak antara 0,00-1,03. Kemungkinan hal ini
bervariasi terjadi karena umur sampel batuan yang
sepanjang masih muda sehingga belum meiliki
Tipe I 440 °C
interval waktu yang cukup untuk terdekomposisi
generasi menjadi sumber hidrokarbon.
Tipe II 435 °C 455 °C Dari potential yield kemudian akan
Tipe III 435 °C 470 °C didapatkan Oil production Index yang
merupakan fungsi dari S1 dan S2. Oil

59
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

production index ini menunjukkan hydrogen dalam batuan tersebut rendah.


kemampuan sampel dalam Hal ini kemudian merujuk pada suatu
mengenerasikan hidrokarbon, pada kondisi dimana kemampuan batuan
sampel yang telah diujikan didapatkan tersebut dalam mengenerasikan minyak
nilai 0,17-1,00. Menurut Clayton dan gas bumi jg rendah.
(2005), nilai production index untuk
sedimen yang belum matang secara
umum adalah 0,1 dan akan meningkat
hingga mencapai 0,5 saat puncak
generasi. Merujuk pada pernyataan ini,
dapat dilihat bahwa sampel sedimen
yang diujikan memenuhi kriterian
production index yang cukup baik,
meskipun saat disatukan dengan data-
data lain terdapat hasil yang unreliable.

Gambar 4. 2. diagram van krevelen untuk


menentukan tipe kerogen dari sampel
batuan

Nilai Hydrogen Index (HI) dan


Oxygen Index (OI) merupakan suatu
pengukuran berdasarkan rock eval
pyrolysis yang dikombinasikan dengan
Gambar 4. 1. Plot antara S2 dan TOC yang data TOC. Nilai HI dan OI digunakan
menunjukkan sebaran data dari sampel sub- untuk menentukan tipe kerogen dari
cekungan Leles. suatu sampel batuan sebagai pengganti
untuk H/C dan O/C pada diagram van
Kombinasi antara nilai S2 dan TOC Krevelen (Clayton, 2005). Pada tulisan
(Peters & Cassa, 1994) dapat digunakan ini, penentuan tipe kerogen yang
untuk menunjukakan kekayaan dari dilakukan dengan memplotkan data OI
suatu sampel batuan. Paduan data S2 dan HI yang didapat dalan diagram van
dan TOC juga dapat menunjukkan Krevelen dapat dilihat pada Gambar 4.2.
berapa banyak material organik yang Nilai OI tinggi serta nilai HI rendah
terdapat pada suatu sampel serta berapa membuat suatu plot pada diagram van
banyak hydrogen yang terasosiasi Krevelen yang merujuk pada kerogen
dengan material organik tersebut tipe III. Kerogen tipe III ini merupakan
(Dembicki Jr., 2009). Gambar 4.1 suatu jenis kerogen yang akan
menunjukkan plot antara TOC dan S2 cenderung menghasilkan gas
dari sampel yang diujikan di dibandingkan dengan minyak bumi.
Laboratorium. Sementara itu berdasarkan klasifikasi
Berdasarkan kombinasi antara data yang terdapat dalam Clayton (2005)
TOC dan S2, didapat bahwa (Tabel 4.2), suatu sampel yang memiliki
berdasarkan konten hidrogennya (nilai nilai HI kurang dari 50 dikatakan
S2), kekayaan dari sampel batuan sebagai material inert. Sampel sedimen
sebagai batuan induk adalah rendah. Hal yang diujikan disini memiliki nilai HI
ini dapat dilihat dari nilai S2 yang yang sangat rendah (0-16) sehingga ada
relatif rendah, sehingga meskipun kadar kemungkinan bahwa sampel ini
TOC nya tinggi tetapi kandungan merupakan sampel dengan material

60
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

inert karena kurangnya hidrogen yang analisis TOC dan Rock-Eval pyrolysis,
terasosiasi dengan kerogen. data yang bisa digunakan adalah total
organic karbon (TOC), puncak S1, S2,
Tabel 4. 4 Nilai Hidrogen Indeks dan S3, Tmax, indeks produksi minyak
berdasarkan tipe kerogen dari Clayton (OPI), potential yield, serta indeks
(2005). hydrogen (HI) dam indeks oksigen (OI).
Hydrogen Hasil karakterisasi semua parameter di
Kerogen Type atas menunjukkan bahwa sampel yang
Index
Tipe I > 550 diambil dari singkapan di Kampung
Tipe II 400-550 Lunjuk Hilir, Desa Talagasari,
Batubara penghasil Kecamatan Kadungora, memiliki
300-400 potensial yang rendah dalam
Minyak
Batubara penghasil menghasilkan hidrokarbon dengan tipe
50-300 kerogen yang merujuk pada tipe IV.
Gas
Tingginya nilai OI menunjukkan adanya
Material inert < 50
kemungkinan proses pengendapan
terjadi pada kondisi oksik dengan
Lebih lanjut lagi Dembicki (2009) tingkat oksidasi yang sangat tinggi.
menyebutkan bahwa apabila suatu Kematangan sampel yang diuji sangat
sampel memiliki nilai oksigen indeks rendah dan masih cukup jauh untuk
tinggi sementara nilai hydrogen mencapai oil window
indeksnya rendah sehingga pada saat
diplotkan di diagram van Krevelen DAFTAR PUSTAKA
berada di dekat sumbu x maka sampel [1] Alzwar, M., Bachri, S., & Akbar,
tersebut dapat digolongkan ke dalam N. (1992). Geologi Lembar Garut
kerogen tipe IV. Kerogen tipe IV dan Pameungpeuk, Jawa. Pusat
merupakan produk perubahan atau Penelitian dan Pengembangan
oksidasi yang sangat berat dari material Geologi.
organic pada lingkungan [2] Clayton, C. 2005. Petroleum
pengendapannya, dan karenanya tidak Generation and Migration.
dapat menghasilkan hidrokarbon. Pada Nautilus, Ltd.
sampel yang dijukan, ada kemungkinan [3] Dembicki Jr, H. (2009). Three
pula sampel-sample tersebut telah common source rock evaluation
mengalami oksidasi yang berat karena errors made by geologists during
tempat pengambilannya sampel ada prospect or play appraisals. AAPG
pada bagian luar singkapan. bulletin, 93(3), 341-356.
Untuk mendapatkan informasi yang [4] Eadie, B. J. 1984. Distribution of
lebih rinci mengenai tipe kerogen dari polycyclic aromatic hydrocarbons
sampel yang diujikan maka dibutuhkan in the Great Lakes. Advances in
analisis lain untuk mendukung hasil dari Environmental Science and
diagram van Krevelen. Dibutuhkan Technology, 14, 195-211.
analisis petrografi organic untuk [5] Espitalie, J., Madec, M., Tissot,
mengetahui jenis maseral yang B., Mennig, J. J., & Leplat, P.
terkandung dalam sampel serta untuk 1977, January. Source rock
mendapatkan informasi asal material characterization method for
organic penyusun kerogen tersebut petroleum exploration. In Offshore
(Clayton, 2005). Technology Conference. Offshore
Technology Conference.
5. KESIMPULAN [6] Meyers, P. A. 2003. Applications
Dalam mempelajari karakterisktik of organic geochemistry to
batuan induk berdasarkan data hasil

61
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

paleolimnological reconstructions: aktif di Jawa Barat, Bulletin of


a summary of examples from the Sci. Contribution, volume 12, hal.
Laurentian Great Lakes. Organic 123-127
geochemistry, 34(2), 261-289. [11] Sunardi, E., 2014a, Reaktivasi
[7] Peters, K. E. 1986. Guidelines for sesar tua dan pengaruhnya
evaluating petroleum source rock terhadap pembentukan struktur
using programmed pyrolysis. geologi dan cekungan Kuarter di
AAPG Bulletin 70, 318-329. daerah Bandung-Garut, Bulletin of
[8] Peters, K. E., & Cassa, M. R. Sci. Contribution, volume 12, hal.
1994. Applied source rock 63-68
geochemistry. Memoirs-American [12] Sunardi, E., 2015, Late Quaternary
Association of Petroleum Sedimentation within Leles Sub-
Geologists, 93-93. basin, Garut, West Java-Indonesia,
[9] Ronov, A. B. 1958. Organic dalam persiapan untuk publikasi.
carbon in sedimentary rocks (in [13] Van Bemmelen, R. V. (1949). The
relation to the presence of geology of Indonesia, vol. IA,
petroleum). Geochemistry, 5, 497- General Geology of Indonesia and
509. Adjacent Archipelagoes, Martinus
[10] Sunardi, E., 2014, Kontrol struktur Nijhoff, The Hague, Netherlands,
terhadap penyebaran batuan 732.
volkanik Kuarter dan gunungapi

62

Anda mungkin juga menyukai