Anda di halaman 1dari 28

BAB I

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

A. PENDAHULUAN

Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu patologi yang dapat diidentifikasi
(contohnya tumor otak. penyakit cerebrovaskuler, intoksifikasi obat).1,2,3 Sedangkan gangguan fungsional adalah
gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia. Depresi)
Dari sejarahnya, bidang neurologi telah dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan
Psikiatri dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional. 1

Didalam DSM IV diputusakan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan fungsional telah ketinggalan
jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang
disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan Mental karena
suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain. 1

Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang dikelompokkan atas dasar
penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi
otak Disfungsi ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai
otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari
beberapa organ atau sistem tubuh4

PPDGJ II membedakan antara Sindroma Otak Organik dengan Gangguan Mental Organik. Sindrom Otak Organik
dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala) psikologik atau perilaku tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental
Organik dipakai untuk Sindrom Otak Organik yang etiolognnya (diduga) jelas Sindrom Otak Organik dikatakan akut
atau menahun berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak atau Sindrom
Otak Organik itu dan akan berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala atau lamanya penyakit yang
menyebabkannya. Gejala utama Sindrom Otak Organik akut ialah kesadaran yang menurun (delirium )dan
sesudahnya terdapat amnesia, pada Sindrom Otak Organik menahun (kronik) ialah demensia. 2,4

BAB II

PERBANDINGAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS


GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut :

l. Demensia pada penyakit Alzheimer

1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini.

1.2.Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.

1.3.Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.

1.4. Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).

2. Demensia Vaskular

2.1.Demensia Vaskular onset akut.

2.2. Demensia multi-infark

2.3 Demensia Vaskular subkortikal.

2.4. Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal


2.5. Demensia Vaskular lainnya

2.6. Demensia Vaskular YTT

3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)

3.1. Demensia pada penyakit Pick.

3.2. Demensia pada penyakit Creutzfeldt – Jakob.

3. 3. Demensia pada penyakit huntington.

3.4. Demensia pada penyakit Parkinson.

3.5. Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).

3.6. Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK

4. Demensia YTT.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4 sebagai berikut :

1. Tanpa gejala tambahan.

2. Gejala lain, terutama waham.

3. Gejala lain, terutama halusinasi

4. Gejala lain, terutama depresi

5. Gejala campuran lain.

5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya

6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya

6.1. Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia

6.2. Delirium, bertumpang tindih dengan demensia

6. 3. Delirium lainya.

6.4 DeliriumYTT.

7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik.

7.1. Halusinosis organik.

7.2. Gangguan katatonik organik.

7.3. Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)

7.4. Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.

7.4.1. Gangguan manik organik.


7.4.2. Gangguan bipolar organik.

7.4.3. Gangguan depresif organik.

7.4.4. Gangguan afektif organik campuran.

7.5. Gangguan anxietas organik

7.6. Gangguan disosiatif organik.

7.7. Gangguan astenik organik.

7.8. Gangguan kopnitif ringan.

7.9. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain YDT.

7.10. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik YTT.

8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak

8.1. Gangguan keperibadian organik

8.2. Sindrom pasca-ensefalitis

8.3. Sindrom pasca-kontusio

8.4. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak lainnya.

8.5. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak YTT.

9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT

Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut:

1. Demensia dan Delirium


2. Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala.
3. Aterosklerosis otak
4. Demensia senilis
5. Demensia presenilis.
6. Demensia paralitika.
7. Sindrom otak organik karena epilepsi.
8. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan intoksikasi.
9. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial.

Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut:

1. Delirium

1.1. Delirium karena kondisi medis umum.

1.2. Delirium akibat zat.

1.3. Delirium yang tidak ditentukan (YTT)

2. Demensia.
2.1. Demensia tipe Alzheimer.

2.2. Demensia vaskular.

2.3. Demensia karena kondisi umum.

2.3.1. Demensia karena penyakit HIV.

2.3.2. Demensia karena penyakit trauma kepala.

2.3.3. Demensia karena penyakit Parkinson.

2.3.4. Demensia karena penyakit Huntington.

2.3.5. Demensia karena penyakit Pick

2.3.6. Demensia karena penyakit Creutzfeldt – Jakob

2.4. Demensia menetap akibat zat

2.5. Demensia karena penyebab multipeL

2.6. Demensia yang tidak ditentukan (YTT)

3. Gangguan amnestik

3.1.Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.

3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat

3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )

4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.

BAB III

ISI

Delirium

Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang biasanya tampak dalam bentuk
hambatan pada fungsi kognitif.1,3

Etiologi

Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola gejala serupa yang berhubungan
dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat
seperti ( sebagai contoh epilepsi ), penyakit sistemik, dan intoksikasi atau reaksi.3 putus obat maupun zat toksik.
Penyebab delirium terbanyak terletak di luar sistem pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Neurotransmiter yang
dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat Area yang terutama terkena adalah formasio
retikularis.1

Penyebab Delirium

Penyakit intrakranial
1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang
2. Trauma otak (terutama gegar otak)
3. Infeksi (meningitis.ensetalitis).
4. Neoplasma.

1. Gangguan vaskular

Penyebab ekstrakranial

1. Obat-obatan (di telan atau putus),

Obat antikolinergik, Antikonvulsan, Obat antihipertensi, Obat antiparkinson. Obat antipsikotik, Cimetidine,
Klonidine. Disulfiram, Insulin, Opiat, Fensiklidine, Fenitoin, Ranitidin, Sedatif(termasuk alkohol) dan hipnotik,
Steroid.

1. Racun

Karbon monoksida, Logam berat dan racun industri lain.

1. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)

Hipofisis, Pankreas, Adrenal, Paratiroid, tiroid

1. Penyakit organ nonendokrin.

Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik),

Paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem kardiovaskular (gagal jantung, aritmia, hipotensi).

1. Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asain folat)
2. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis.
3. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penvebab apapun
4. Keadaan pasca operatif
5. Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
6. Karbohidrat: hipoglikemi.1,3,4

Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain:

 Usia
 Kerusakan otak
 Riwayatdelirium
 Ketergantungan alkohol
 Diabetes
 Kanker
 Gangguan panca indera
 Malnutrisi.3

Diagnosis

Kriteria Diagiostik untuk Delirium Karena Kondisi Medis Umum:

1. Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan) dengan penurunan
kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
2. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (biasanya beberapa jam sampai hari dan
cenderung berfluktuasi selama perjalanan hari.
1. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat disorientasi, gangguan bahasa) atau perkembangan gangguan
persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau
yang sedang timbul.

1. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan Iaboratorium bahwa gangguan
adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dan kondisi medis umum.

Catatan penulisan : Masukkan nama kondisi medis umum dalam Aksis I, misalnya, delirium karena ensefalopati
hepatik, juga tuliskan kondisi medis umum pada Aksis III

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan standar

a. Kimia darah (termasuk elektrolit, indeks ginjal dan hati, dan glukosa)

b. Hitung darah lengkap (CBC) dengan defensial sel darah putih

c. Tes fungsi tiroid

d. Tes serologis untuk sifilis

e. Tes antibodi HIV (human Immunodeficiency virus) f Urinalisa

g. Elektrokardiogram (EKG)

h. Elektroensefalogram (EEG)

i. Sinar X dada

j. Skrining obat dalam darah dan urin

‘I’es tambahan jika diindikasikan :

1. Kultur darah, urin, dan cairan serebrospinalis


2. Konsentrasi B 12, asam folat
3. Pencitraan otak dengan tomografi komputer (CT) atau pencitraan resonansi magnetik (MRI)
4. Pungsi lumbal dan pemetiksaan cairan serebrospinalis

Gambaran klinis

Kesadaran (Arousal)

Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium, satu pola ditandai oleh
hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien
dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat seringkali mempunyai delirium hiperaktif, yang juga dapat
disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual,
muntah, dan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik
atau mengalami demensia.1

Orientasi

Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus diuji pada seorang pasien dengan delirium. Orientasi terhadap
waktu seringkali hilang bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk
mengenali orang lain (sebagai contohnya, dokter, anggota keluarga) mungkin juga terganggu pada kasus yang berat
Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri.
Bahasa dan Kognisi

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa bicara yang melantur,
tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan kemampuan untuk mengerti pembicaraan Fungsi
kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum
Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan
kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Disarnping penurunan perhatian, pasien mungkin mempunyai
penurunan kognitif yang dramatis sebagai suatu gejala hipoaktif delirium yang karakteristik. Pasien delirium juga
mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik,
kadang kadang paranoid.

Persepsi

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidak mampuan umum untuk membedakan stimuli sensorik dan
untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka. Halusinasi relatif sering pada
pasien delirium. Halusinasi paling sering adalah visual atau auditoris walaupun halusinasi dapat taktil atau olfaktoris.
Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium.

Suasana Perasaan

Pasien dengan delirium mempunyai kelainan dalam pengaturan suasana Gejala yang paling sering adalah kemarahan,
kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan suasana perasaan lain adalah apati, depresi, dan euforia.

Gejala Penyerta : Gangguan tidur-bangun

Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah tergangga Paling sedikit mengantuk selama siang hari dan
dapat ditemukan tidur sekejap di tempat tidurnya atau di ruang keluarga. Seringkali keseluruhan siklus tidur-bangun
pasien dengan delirium semata mata terbalik. Pasien seringkali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum
tidur, situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning.1

Gejala neurologis

Gejala neurologis yang menyertai, termasuk disfagia, tremor, asteriksis, inkoordinasi, dan inkontinensia urin.

Diagnosis Banding

a. Demensia

b. Psikosis atau Depresi

Pengobatan

Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Tujuan pengobatan yang penting
lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin
memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia Obat yang terpilih untuk psikosis adalah
haloperidol (Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butirofenon, dosis awal antara 2 – 10 mg IM, diulang dalam
satu jam jika pasien tetap teragitasi, segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau bentuk
tablet dapat dimulai, dosis oral +I,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral Dosis harian efektif total
haloperidol 5 – 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol (Inapsine) adalah suatu butirofenon yang
tersedia sebagai suatu formula intravena alternatif monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini

Insomnia diobati dengan golongan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek, contohnva. hidroksizine (vistaril)
dosis 25 – 100 mg.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (kegelisahan dan ketakutan) dapat terjadi pada hari sebelum
onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor penyebab yang relevan ditemukan,
walaupun delirium biasanya berlangsung kurang dari I minggu setelah menghilangnya faktor penyebab, gejala
delirium menghilang dalam periode 3 – 7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin memerlukan waktu 2 minggu
untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin
lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Terjadinya delirium berhubungan dengan angka
mortalitas yang tinggi pada tahun selanjutnya, terutama disebabkan oleb sifat serius dan kondisi medis penyerta. 1

DEMENSIA

Demensia merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan oleh proses degeneratif yang
progresif dan irreversible yang mengenai arus pikir. Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai
gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah
inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi,
pertimbangan, dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga terpengaruh.

Epidemiologi

Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Dan semua pasien demensia, 50 – 60% menderita demensia tipe
Alzheimer yang merupakan ripe demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun
menderita demensia tipe Alzhermer, dibandingkan 15 – 25% dan semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih. Tipe
demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskular yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan
dengan penyakit serebrovaskular, berkisar antara 15 – 30% dari semua kasus demensia, sering pada usia 60 – 70
tahun terutama pada laki-laki. Hipertensi merupakan faktor predisposisi terhadap penyakit demensia vaskular.

Penyebab

1. Penyakit Alzheimer
2. Demensia Vaskular
3. Infeksi
4. Gangguan nutrisional
5. Gangguan metabolik
6. Gangguan peradangan kronis

1. Obat dan toksin (termasuk demensia alkoholik kronis)


2. Massa intrakranial : tumor, massa subdural, abses otak
3. Anoksia
4. Trauma (cedera kepala, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome))
5. Hidrosefalus tekanan normal

Diagnosis

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer :

a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik

1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi
yang telah dipelajari sebelumnya).

2. Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut :

a. Afasia (gangguan bahasa)

b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh)

c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh)

d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak)
b. Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.

c. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap melebihi lama yang lazim
dari intoksikasi atau putus zat.

d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa defisit secara etiologis
berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya suatu obat yang disalahgunakan).

Kondisi akibat zat

Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya (misalnya, gangguan depresif berat, skizofrenia)

Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol :

1. Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang
2. Dengan delirium : jika delirium menumpang pada demensia
3. Dengan waham : jika waham merupakan ciri yang menonjol

1. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk gambaran yang memenuhi
kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah
gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan.
2. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang

Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku.

Catatan penulisan juga tuliskan penyakit Alzheimer pada aksis III.

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular :

a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik,

1. Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat
informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
1. Afasia (gangguan bahasa)
2. Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motorik ataupun fungsi motorik
adalah utuh)
3. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah
utuh)
4. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan
abstrak)

1. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :

b. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.

c. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon ekstensor plantar, palsi
pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah
indikatif untuk penyakit serebrovaskular (misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan substansia putih di
bawahnya) yang berhubungan secara etiologi dengan gangguan.

d. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Kode didasarkan pada ciri yang menonjol

1. Dengan delirium :jika delirium menumpang pada demensia


2. Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol
3. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk gambaran yang memenuhi
kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah
gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan.
4. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang.

Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku

Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.

Pemeriksaan lengkap :

1. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neorologis lengkap


2. Tanda vital
3. Mini – mental state exemenation ( MMSE )
4. Pemeriksaan medikasi dan kadar obat
5. Skrining darah dan urin untuk alkohol

1. Pemeriksaan fisiologis
1. Elektrolit, glukosa, Ca , Mg.
2. Tes fungsi hati, ginjal
3. SMA -12 atau kimia serum yang ekuivalen
4. Urinalisa
5. Hit sel darah lengkap dan sel deferensial
6. Tes fungsi tiroid
7. FTA – ABS
8. B12
9. Kadar folat
10. Kortikosteroid urine
11. Laju endap eritrosit
12. Antibodi antinuklear, C3C4, anti DSDNA
13. Gas darah Arterial
14. Skrining H I V
15. Porpobilinogen Urin.

7. Sinar-X dada

8. Elektrokardiogram (EKG)

9. Pemeriksaan neurologis

a. CT atau MRI kepala

b. SPECT

c. Pungsi lumbal

d. EEG

10. Tes neuropsikologis

Gambaran Klinis

Gangguan Daya Ingat

Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia, khususnya pada demensia yang
mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat adalah
ringan dan paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi
Orientasi

Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, waktu dan tempat, orientasi dapat terganggu secara
progresif selama perialanan penyaki Demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan Demensia mungkin lupa
bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya
disorientasi, pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

Gangguan Bahasa

Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular, dapat
mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar,
stereotipik tidak tepat, atau berputar-putar.

Perubahan Kepribadian

Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien
demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami perubahan
keperibadian yang jelas, mudah marah dan m eledak – ledak.

Psikosis

Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 – 40% memiliki waham,
terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik.

Gangguan Lain

Psikiatrik

Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis yaitu, emosi yang ekstrim tanpa provokasi
yang terlihat.

Neurologis

Disamping afasia, apraksia dan afmosia pada pasien demensia adalah sering. Tanda neurologis lain adalah kejang
pada demensia tipe Alzheimer clan demensia vaskular.

Pasien demensia vaskular mempunyai gejala neurologis tambahan seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan,
tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur. Palsi serebrobulbar, disartria, dan disfagia lebih sering pada demensia
vaskular.

Reaksi yang katastropik

Ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektualnya di bawah keadaan yang
menegangkan, pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut dengan menggunakan strategi untuk
menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual, seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau
mengalihkan pewawancara dengan cara lain.

Sindroma Sundowner

Ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut
usia yang mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap
dosis kecil obat psikoaktif.

Diagnosis Banding

1. Serangan iskemik transien


2. Depresi
3. Penuaan normal

1. Delirium

1. Gangguan Buatan (Factitious Disorders)


2. Skizofrenia

Pengobatan

Pendekatan pengobatan umum adalah untuk memberikan perawatan medis suportit, bantuan emosional untuk
pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik (perilaku yang mengganggu). Pengobatan
farmakologis dengan obat yang mempunyai aktivitas antikolinergik yang tinggi harus dihindari. Walaupun
thioridazine (Mellaril), yang mempunyai aktivitas antikolinergik yang tinggi, merupakan obat yang efektif dalam
mengontrol perilaku pasien demensia jika diberikan dalam dosis kecil. Benzodiazepim kerja singkat dalam dosis kecil
adalah medikasi anxiolitik dan sedatif yang lebih disukai untuk pasien demensia. Zolpidem (Ambient) dapat
digunakan untuk tujuan sedatif. TetrahidroaminoKridin (Tacrine) sebagai suatu pengobatan untuk penyakit
Alzheimer, obat ini merupakan inhibitor aktivitas antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Perjalanan klasik dan demensia adalah onset pada pasien usia 50 – 60 tahun dengan pemburukan bertahap selama 5
– 10 tahun, yang akhirnya menyebabkan kematian. usia saat onset dan kecepatan pemburukannya adalah bervariasi
diantara tipe demensia yang berbeda dan dalam kategori diagnostik individual.
GANGGUAN AMNESTIK

Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis gangguan amnestik tidak dapat dibuat jika mempunyai tanda
lain dari gangguan kognitif, seperti yang terlihat pada demensia, atau jika mempunyai gangguan perhatian (attention)
atau kesadaran, seperti yang terlihat pada delirium.

Epidemiologi

Beberapa penelitian melaporkan insiden atau prevalensi gangguan ingatan pada gangguan spesifik (sebagai
contohnya sklerosis multipel). Amnesia paling sering ditemukan pada gangguan penggunaan alkohol dan cedera
kepala.

Penyebab

1. Kondisi medis sistemik

a. Defisiensi tiamin (Sindroma Korsakoff)

b. Hipoglikemia

2. Kondisi otak primer

1. Kejang
2. Trauma kepala (tertutup dan tembus)
3. Tumor serebrovaskular (terutama thalamik dan lobus temporalis)
4. Prosedur bedah pada otak
5. Ensefalitis karena herpes simpleks
6. Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan keracunan karbonmonoksida)
7. Amnesia global transien
8. Terapi elektrokonvulsif
9. Sklerosis multipel

3. Penyebab berhubungan dengan zat


a. Gangguan pengguanan alkohol

b. Neurotoksin

c. Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain)

d. Banyak preparat yang dijual bebas.

Diagnosis

Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum.

1. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan kemampuan untuk
mempelajari informasi baru atau ketidak mampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2. Ganguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan merupakan
penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.
3. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium atau suatu demensia.
4. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah
akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum (termasuk trauma fisik)

Sebutkan jika :

Transien : jika gangguan daya ingat berlangsung selama 1 bulan atau kurang

Kronis : jika gangguan daya ingat berlangsung lebih dari 1 bulan.

Catatan penulisan: Masukkan juga nama kondisi medis umum pada Aksis I, misalnya, gangguan amnestik karena
trauma kepala, juga tuliskan kondisi pada Aksis III. 1

Gambaran Klinis

Pusat gejala dan gangguan amnestik adalah perkembangan gangguan daya ingat yang ditandai oleh gangguan pada
kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograd) dan ketidakmampuan untuk mengingat
pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia retrograd). Periode waktu dimana pasien terjadi amnesia
kemungkinan dimulai langsung pada saat trauma atau beberapa saat sebelum trauma. Ingatan tentang waktu saat
gangguan fisik mungkin juga hilang. Daya ingat jangka pendek (short-term memory) dan daya ingat baru saja (recent
memory) biasanya terganggu. Daya ingat jangka jauh (remote post memory) untuk informasi atau yang dipelajari
secara mendalam (overlearned) seperti pengalaman maka anak-anak adalah baik, tetapi daya ingat untuk peristiwa
yang kurang lama ( Iewat dart 10 tahun) adalah terganggu.

Diagnosis Banding

1. Demensia dan Delirium

2. Penuaan normal

3. Gangguan disosiatif

4. Gangguan buatan

Pengobatan

Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari gangguan amnestik Setelah resolusi episode amnestik,
suatu jenis psikoterapi (sebagai contohnya, kognitif, psikodinamika, atau suportif dapat membantu pasien menerima
pangalaman amnestik kedalam kehidupannya.
Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau menetap dan hasil akhir dapat terentang dari
tanpa perbaikan sampai pemulihan lengkap.1

GANCGUAN MENTAL ORGANIK LAIN

EPILEPSI

Definisi

Suatu kejang (seizure) adalah suatu gangguan patologis paroksismal sementara dalam gangguan patologis
paroksismal sementara dalam fungsi cerebral yang disebabkan oleh pelepasan neuron yang spontan dan luas Pasien
dikatakan menderita epilepsi jika mereka mempunyai keadaan kronis yang ditandai dengan kejang yang rekuren.

Klasifikasi

Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum (generalized). Kejang parsial melibatkan aktivitas epileptiformis
di daerah otak setempat; kejang umum melibatkan keseluruhan otak. Suatu sistem klasifikasi untuk kejang.

Kejang umum

Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran, gerakan tonik klonik umum pada tungkai,
menggigit lidah, dan inkotinensia. Walaupun diagnosis peristiwa kilat dari kejang adalah relatif langsung, keadaan
pascaiktal yang ditandai oleh pemulihan kesadaran dan kognisi yang lambat dan bertahap kadang-kadang
memberikan suatu dilema diagnostik bagi dokter psiktatrik di ruang gawat darurat. Periode pemulihan dan kejang
tonik klonik umum terentang dari beberapa menit sampai berjam-jam. Gambaran klinis adalah delirium yang
menghilang secara bertahap. Masalah psikiatrik yang paling sering berhubungan dengan kejang umum adalah
membantu pasien menyesuaikan gangguan neurologis kronis dan menilai efek kognitif atau perilaku dan obat
antiepileptik.

ABSENCES (Petit Mal)

Suatu tipe kejang umum yang sulit didiagnosis bagi dokter psikiatrik adalah absence atau kejang petitmal. Sifat
epileptik dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui, karena manifestasi motorik atau sensorik karakteristik dari
epilepsi tidak ada atau sangat ringan sehingga tidak membangkitkan kecurigaan dokter. Epilepsi petit mal biasanya
mulai pada masa anak-anak antara usia 5 dan 7 tahun dan menghilang pada pubertas. Kehilangan kesadaran singkat,
selama mana pasien tiba-tiba kehilangan kontak dengan hngkungan, adalah karakteristik untuk epilepsi petit mal;
tetapi, pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan kejang yang sesungguhnya selama episode.
Elektroensefalogerafi ( EEG) menghasilkan pola karakteristik aktivitas paku dan gelombang (spike and wave) tiga
kali perdetik Pada keadaan yang jarang, epilepsi petitmal dengan onset dewasa dapat ditandai oleh episode psikotik
atau delirium yang tiba-tiba dan rekuren yang tampak dan menghilane secara tiba-tiba Gejala dapat disertai dengan
riwayat terjatuh atau pingsan.

Kejang parsial liziane parsial diklasitikasikan sebagai sederhana (tanpa perubahan kesadaran) atau kompleks (dengan
perubahan kesadaran) Sedikit lebih banyak dari setengah semua pasien dengan kelane parsial mengalami kejang
parsial kompleks; istilah lain yang digunakan untuk kejang parsial kompleks adalah epilepsi lobus temporalis, kejang
psikomotor, dan epilepsi limbik tetapi istilah tersebut bukan merupakan penjelasan situasi klinis yang akurat.
Epilepsi parsial kompleks adalah bentuk epilepsi pada orang dewasa yang paling senngcang mengenai 3 dan 1.000
orang.

Gejala praiktal

Peristiwa praiktal (aura) pada epilepsi parsial kompleks adalah termasuk sensasi otonomik (sebagai contohnya rasa
penuh di perut, kemerahan, dan perubahan pada pernafasan), sensasi kognitif(sebagai contohnya, deja vu, jamais vu,
pikiran dipaksakan, dan keadaan seperti mimpi). keadaan afektif (sebagai contohnya, rasa takut, panik, depresi, dan
elasi) dan secara klasik. automatisme (sebagai contohnya, mengecapkan bibir, menggosok, dan mengayah)
Gejala Iktal

Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi, dan singkat menandai serangan iktal. Walaupun beberapa pengacara
pembela mungkin mengklaim yang sebaliknya, jarang sesorang menunjukkan perilaku kekerasan yang terarah dan
tersusun selama episode epileptik Gejala kognitif adalah termasuk amnesia untuk waktu selama kejang dan suatu
periode delirium yang menghilang setelah kejang. Pada pasien dengan epilepsi parsial kompleks, suatu fokus kejang
dapat ditemukan pada pemeriksaan EEG pada 25 sampai 50 % dari semua pasien. Penggunaan elektroda sfenoid
atau temporalis anterior dan EEG pada saat tidak tidur dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya kelainan
EEG. EEG normal multipel seringkali ditemukan dart seorang pasien dengan epilepsi parsial kompleks; dengan
demikian EEG normal tidak dapat digunakan untuk mneyingkirkan diagnosis epilepsi parsial. kompleks-
Penggunaan perekaman EEG jangka panjang (24 sampai 72 jam) dapat membantu klinisi mendeteksi suatu fokus
kejang pada beberapa pasien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lead nasofaring tidak menambah
banyak kepekaan pada EEG, dan yang jelas menambahkan ketidaknyamanan prosedur bagi pasien.

Gejala Interiktal

Gangguan kepribadian Kelainan psikiatrik yang paling sering dilaporkan pada pasien epileptik adalah gangguan
kepribadian, dan biasanya kemungkinan terjadi pada pasien dengan epilepsi dengan asal lobus temporalis. Ciri yang
paling sering adalah perubahan perilaku seksual, suatu kualitas yang biasanya disebut viskositas kepribadian,
religiositas, dan pengalaman emosi yang melambung. Sindroma dalam bentuk komplitnya relatif jarang, bahkan pada
mereka dengan kejang parsial kompleks dengan asal lobus temporalis. Banyak pasien tidak mengalami perubahan
kepribadian, yang lainnya mengalami berbagai gangguan yang jelas berbeda dari sindroma klasik.

Perubahan pada perilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas; penyimpangan dalam minat
seksual, seperti fetihisme dan transfetihisme; dan yang paling sering, hiposeksualitas Hiposeksualitas ditandai oleh
hilangnya minat dalam masalah seksual dan dengan menolak rangsangan seksual Beberapa pasien dengan onset
epilepsi parsial kompleks sebelum pubertas mungkin tidak dapat mencapai tingkat minat seksual yang normal setelah
pubertas, walaupun karakteristik tersebut mungkin tidak mengganggu pasien. Untuk pasien dengan onset epilepsi
parsial kompleks setelah pubertas. perubahan dalam minat seksual mungkin mengganggu dan mengkhawatirkan.

Gejala viskositas kepribadian biasanya paling dapat diperhatikan pada percakapan pasien, yang kemungkinan adalah
lambat serius, berat dan lamban, suka menonjolkan keilmuan, penuh dengan rincian-rincian yang tidak penting, dan
seringkali berputar-putar. Pendengar mungkin menjadi bosan tetapi tidak mampu menemukan cara yang sopan dan
berhasil untuk melepaskan diri dari percakapan. Kecenderungan pembicaraan seringkali dicerminkan dalam tulisan
pasien, yang menyebabkan suatu gejala yang dikenal sebagai.

hipergrafia yang dianggap oleh beberapa klinisi sebagai patognomonik untuk epilepsi parsial komplaks.

Religiositas mungkin jelas dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan meningkatny peran serta pada aktivitas
yang sangat religius tetapi juga oleh permasalahan moral dan etik yang tidak umum, keasyikan dengan benar dan
salah, dan meningkatnya minat pada perlahamasalahan global dan filosofi Ciri hiperreligius kadang-kadang dapat
tampak seperti gejala prodromal skizofrenia dan dapat menyebabkan mnasalah diagnositik pada seorang remaja atau
dewasa muda.

Gejala psikotik

Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis iktal. Episode interpsikotik yang mirip skizofrenia dapat
terjadi pada pasien dengan epilepsi, khususnya yang berasal dan lobus temporalis Diperkirakan 10 sampal 30 persen
dari semua pasien dengan apilepsi partial kompleks mempunyai gejala psikotik Faktor risiko untuk gejala tersebut
adalah jenis kelamin wanita kidal onset kejang selama pubertas, dan lesi di sisi kiri.

Onset gelala psikotik pada epilepsi adalah bervariasi. Biasanya, gejala psikotik tarnpak pada pasien yang telah
menderita epilepsi untuk jangka waktu yang lama, dan onset gejala psikotik di dahului oleh perkembangan
perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas otak epileptik gejala psikosis yang paling karakteristik
adalah halusinasi dan waham paranoid. Biasanya. pasien tetap hangat dan sesuai pada afeknya, berbeda dengan
kelainan yang sering ditemukan pada pasien skizofrenik Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsi psikotik paling
sering merupakan gejala yang melibatkan konseptualisasi dan sirkumstansialitas, ketimbang gejala skizofrenik klasik
berupa penghambatan (blocking) dan kekenduran (looseness), kekerasan. kekerasan episodik merupakan masalah
pada beberapa pasien dengan epilepsi khususnya epilepsi lobus temporalis dan frontalis. Apakah kekerasan
merupakan manifestasi dan kejang itu sendiri atau merupakan psikopatologi interiktal adalah tidak pasti. Sampai
sekarang ini, sebagian besar data menunjukkan sangat jarangnya kekerasan sebagai suatu fenomena iktal. Hanya pada
kasus yang jarang suatu kekerasan pasien epileptik dapat disebabkan oleh kejang itu sendiri.

Gejala Gangguan perasaan.

Gejala gangguan perasaan, seperti depresi dan mania, terlihat lebih jarang pada epilepsi dibandingkan gejala mirip
skizofrenia. Gejala gangguan mood yang terjadi cenderung bersifat episodik dan terjadi paling sering jika fokus
epileptik mengenai lobus temporalis dan hemisfer serebral non dominan. Kepentingan gejala gangguan perasaan
pada epilepsi mungkin diperlihatkan oleh meningkatnya insidensi usaha bunuh diri pada orang dengan epilepsi.

Diagnosis

Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan interiktal dari epilepsi merupakan manifestasi
berat dari gejala psikiatrik tanpa adanya perubahan yang bemakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif Dengan
demikian, dokter psikiatrik harus menjaga tingkat kecurigaan yang tinggi selama memeriksa seorang pasien baru dan
harus mempertimbangkan kemungkman gangguan epileptik, bahkan jika tidak ada tanda dan gejala klasik. Diagnosis
banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu (psudoseizure), dimana pasien mempunyai suatu kontrol
kesadaran atas gejala kejang yang mirip.

Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi, timbulnya gejala psikiatrik yang baru harus
dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu evolusi, timbulnya gejala epileptiknya. timbulnya gejala psikotik, gejala
gangguan mood, perubahan kepribadian, atau gejala kecemasan (sebagai contohnya, serangan panik) harus
menyebabkan klinisi menilai pengendalian epilepsi pasien dan memeriksa pasien untuk kemungkinan adanya
gangguan mental yang tersendiri. Pada keadaan tersebut klinisi harus menilai kepatuhan pasien terhadap regimen
obat antiepileptik dan harus mempertimbangkan apakah gejala psikotik merupakan efek toksik dari obat antipileptik
itu sendiri. Jika gejala psikotik tampak pada seorang pasien yang pernah mempunyai epilepsi yang telah didiagnosis
atau dipertimbangkan sebagai diagnosis di masa lalu, klinisi harus mendapatkan satu atau lebih pemeriksaan EEG.

Pada pasien yang sebelumnya belum pernah mendapatkan diagnosis epilepsi. empat karakteristik hams menyebabkan
klinisi mencurigai kemungkinan tersebut; onset psikosis yang tiba-tiba pada seseorang yang sebelumnya dianggap
sehat secara psikologis, onset delirium yang tiba-tiba tanpa penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa
dengan onset yang mendadak dan pemulihan spontan, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya yang tidak
dapat dijelaskan.

Pengobatan

karbamazepin ( tegretol) dan Asam valproik (Depakene) mungkin membantu dalam mengendalikan gejala iritabilitas
dan meledaknya agresi, karena mereka adalah obat antipsikotik tipikal Psikoterapi, konseling keluarga, dan terapi
kelompok mungkin berguna dalam menjawab masalah psikososial yang berhubungan dengan epilepsi. Disamping
itu, klinisi haru; menyadari bahwa banyak obat antiepileptik mempunyai suatu gangguan kognitif derajat ringan
sampai sedang dan penyesuaian dosis atau penggantian medikasi harus dipertimbangkan jika gejala gangguan kognitif
merupakan suatu masalah pada pasien tertentu.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, edisi ketujuh, jilid
satu. Binarupa Aksara, Jakarta 1997. hal 502-540.
2. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi keenam, cetakan ke dua, Penerbit
Buku kedokteran, Jakarta 1995. hal 28-42.
3. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2001. hal 189-192.
4. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi Maslim.1993. hal 3
5. Maramis. W.F, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI, Airlangga University Press, Surabaya 1992.
hal 179-211.

II. Fungsi Otak :

1. Lobus Frontalis
Pada bagian lobus ini berfungsi untuk :

- Proses belajar

- Abstraksi

- Alasan

1. Lobus Temporal

Secara umum berfungsi untuk :

- Diskriminasi bunyi

- Prilaku verbal

- Bicara

1. Lobus Parietal

Berfungsi untuk :

- Diskriminasi waktu

- Fungsi somatik

- Fungsi motorik

1. Lobus Oksipitalis

Berfungsi untuk :

- Diskriminasi visual

- Diskriminasi beberapa aspek memori

1. Sisitim Limbik

Hal ini akan berpengaruh pada fungsi :

- Perhatian

- Flight of idea

- Memori

- Daya ingat

Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan

mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu :

1. Gangguan pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

- Kemampuan memecahkan masalah berkurang


- Hilang rasa sosial dan moral

- Impilsif

- Regresi

2. gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala sebagai berikut:

- Amnesia

- Demensia

3. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala gejala yang hampir sama, tapi secara
umum akan terjadi disorientasi

4. Gangguan pada sistim limbik akan menimbulkan gejala yang bervariasi antara lain :

- Gangguan daya ingat

- Memori

- Disorientasi

1. II. 1 .Definisi

Gangguan kognitif dapat menyebabkan gangguan perilaku,antara lain dapat berupa delirium maupun demensia. Pada
kasus refrat ini saya akan membahas lebih dalam pada gangguan kognitif yaitu delirium.

Delirium adalah suatu kondisi yang dikarakterisasi dengan adanya perubahan kognitif akut (defisit
memori,disorientasi,gangguan berbahasa) dan gangguaan pada sistem kesadaran manusia. Delirium bukanlah suatu
penyakit melainkan suatu sindrom dengan penyebab multipel yang terdiri atas berbagai macam pasangan gejala
akibat dari suatu penyakit dasar. Delirium didefinisikan sebagai disfungsi cerebral yang reversible,akut dan
bermanifestasi klinis pada abnormalitas neuropsikiatri.

Delirium sering salah diintrepretasikan dengan demensia,depresi,mania, schizophrenia akut, atau akibat usia tua, hal
ini dapat terjadi karena gejala dan tanda dari delirium juga muncul pada demensia,depresi,mania,psikosis dll. Kata
“delirium” berasal dari bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah dilaporkan pada masa Hippocrates dan
pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai delirium tremens,kemudian Wernicke menyebutnya sebagai
Encephalopathy Wernicke.3)

1. II. 2. Patofisiologi

Berdasarkan pada bangkitan, terdapat 3 tipe delirium.3)

1. Delirium hiperaktif : didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara lain;
alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamide atau LSD.
2. Delirium hipoaktif : didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic encephalopathy dan hipercapnia.
3. Delirium campuran : pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari mengantuk tapi pada malam hari
terjadi agitasi dan gangguan sikap.

Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium menyebabkan variasi yang luas
terhadap gangguan structural dan fisiologik. Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic
encephalopathy dan pada pasien dengan putus alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang
reversibel dan abnormalitas dari multipel neurotransmiter.3)

1. a. Asetilkolin
data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari neurotransmiter yang penting dari
pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai
penyebab keadaan bingung,pada pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada
pasien post operatif delirium serum antikolinergik juga meningkat.

1. b. Dopamine

Pada otak,hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih
dari dopaminergik,pengobatan simptomatis muncul pada pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat
penghambat dopamine.

1. c. Neurotransmitter lainnya

Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati hepatikum.

GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan hepatic encephalopati,peningkatan inhibitor GABA juga
ditemukan. Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien hepatic encephalopati,yang menyebabkan peningkatan
pada asam amino glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini merupakan precursor GABA). Penurunan level
GABA pada susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus benzodiazepine dan
alkohol.

1. d. Mekanisme peradangan/inflamasi

Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6,dapat menyebabkan delirium.
Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan paparan toksik,bahan pirogen endogen seperti interleukin-1
dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium,terdapat hubungan respon
otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.

1. e. Mekanisme reaksi stress

Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium.

1. f. Mekanisme struktural

Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung hipotesis bahwa jalur anatomi tertentu memainkan
peranan yang lebih penting daripada anatomi yang lainnya. Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan
penting dari bangkitan delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis mesensephalon ke tectum dan
thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium.

Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan delirium,mekanismenya karena dapat menyebabkan agen
neuro toksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak.

II. 3. DIAGNOSTIK

Kriteria diagnostik untuk delirium :4)

1. Gangguan kesadaran

Penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar ,dengan penurunan kemampuan untuk fokus,mempertahankan
atau mengganti perhatian.

1. Perubahan kognitif ( defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa )


2. Gangguan perkembangan dalam periode waktu yang singkat
3. Bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan bahwa
gangguan disebabkan oleh konsekuensi fisiologik langsung atau akibat kondisi medis yang umum.

II. 4. Onset/ level fluktuasi dari kesadaran


Delirium ditandai dari perubahan mental akut dari pasien,perubahan fluktuatif pada kognitif termasuk
memori,berbahasa dan organisasi.4)

1. Gangguan atensi

Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan. Mereka mudah melupakan instruksi dan
mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyaan untuk diulang berkali-kali. Metode untuk mengidentifikasi
gangguan atensi yaitu dengan menyuruh pasien menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7.

1. Gangguan memori dan disorientasi

Defisit memori, hal yang sering jelas terlihat pada pasien delirium. Disorientasi waktu,tempat dan situasi juga sering
didapatkan pada delirium.

1. Agitasi

Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari disorientasi dan kebingungan yang mereka alami.
Sebagai contoh; pasien yang disorientasi menggangap mereka dirumah meskipun ada dirumah sakit,sehingga staff
rumah sakit dianggap sebagai orang asing yang menerobos kerumahnya.

D. Apatis dan menarik diri terhadap sekitar/withdrawal.

Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan withdrawal. Mereka dapat terlihat depresi,penurunan nafsu
makan,penurunan motivasi dan gangguan pola tidur.

1. Gangguan tidur.

Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi bangun pada waktu malam hari. Pola ini digabungkan
dengan disorientasi,kebingungan dapat menimbulkan situasi yang berbahaya pada pasien yang resikonya dapat jatuh
dari tempat tidur,menarik kateter atau iv dan pipa nasogastric.

1. Emosi yang labil

Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti gelisah,sedih,menangis dan kadang kadang gembira
yang berlebih. Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika seseorang mengalami delirium.

G. Gangguan persepsi

Terjadi halusinasi visual dan auditori

H. Tanda tanda neurologis

Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain : tremor gait, asterixis mioklonus,paratonia dari otot
terutama leher,sulit untuk menulis dan membaca dan gangguan visual.

II. 5. Gejala delirium

Gejala-gejala utama dari delirium :4)

 Kesadaran yang terganggu


 Kesulitan untuk mempertahankan atau mengubah perhatian
 Disorientasi
 Ilusi
 Halusinasi
 Kesadaran yang berubah fluktuasi
Gejala gejala neurogikal:

 Disfasia
 Disarthria
 Tremor
 Asterixis pada encephalopati hepatikum dan uremia
 Abnormalitas pada motorik

II. 6. Perbedaan antara delirium dan demensia.2)

Delirium Demensia
Onset Biasanya tiba-tiba Biasanya perlahan
Lama Biasanya singkat/ < 1 bulan biasanya lama danprogressif.

Paling banyak dijumpai

pada usia > 65 th.


Stressor Racun, infeksi, trauma,Hipertermia Hipertensi, hipotensi,anemia. Racun, defisit

vitamin, tumor atropi

jaringan otak
Perilaku Fluktuasi tingkat kesadaran- Disorientasi Hilang daya ingat- Kerusakan penilaian

- Gelisah - Perhatian menurun

- Agitasi - Perilaku sosial tidak sesuai

- Ilusi - Afek labil

- Halusinasi - Gelisah

- Pikiran tidak teratur - Agitasi

-Gangguan penilaian dan

pengambilan keputusan

- Afek labil

DELIRIUM MNEMONICS (suatu rangkaian kata yang dapat dipakai untuk membedakan diagnosis delirium): 4)

“I WATCH DEATH”

Infection : HIV,sepsis,pneumonia

Withdrawal : alcohol, barbiturate, hipnotik-sedatif

Acute metabolic : asidosis,alkalosis,gangguan elektrolit, ga-

Gal hepar, gagal ginjal

Trauma : luka kepala tertutup,heat stroke,postoperative,


Subdural hematoma,abses et causa terbakar

CNS patologis : infeksi,stroke,tumor, metastasis,vaskulitis,

Encephalitis, meningitis,sifilis

Hipoksia : anemia,keracunan gas CO, hipotensi, gagal


pulmoner atau gagal jantung.

Defisiensi : vitamin B12, folat, niacin, thiamine

Endorinopati : hiper/hipoadenokortism,hiper/hipoglikemi,mix-

Udem, hiperparatiroidism.

Acute vaskuler : hipertensif encephalopati,stroke,arrhythmia,

Shock

Toxin atau obat : obat yang diresepkan,pestisida,pelarut ber-

Bahaya

Heavy metals : mangan,air raksa,timah hitam

II. 7.faktor resiko delirium.

Faktor resiko delirium dapat dibagi menjadi 2 yaitu:5)

 Pasien dengan karakteristik


 Pasien dengan kondisi medis

 Pasien dengan kharakteristik antara lain :

Orang tua yang masuk rumah sakit

Sakit stadium terminal

Anak kecil

Gangguan tidur

Pasien dengan pengobatan multi drugs

Gangguan sensori (pendengaran atau visual)

 Pasien dengan kondisi medis antara lain :

Demensia

Status postoperasi (jantung,transplantasi,panggul)

Luka bakar

Gejala putus terhadap alcohol maupun obat


Malnutrisi

Penyakit hati kronis

Pasien dengan hemodialisis

Penyakit Parkinson

Infeksi HIV

Status post stroke

II. 8. Penyebab /etiologi delirium

hampir semua penyakit medis,intoksikasi atau medikasi dapat menyebabkan delirium. Seringkali delirium merupakan
multifaktorial dalam etiologinya. Dibawah ini merupakan multifaktorial etiologi :6)

 Penyebab reversible antara lain :

1. Hipoksia
2. Hipoglikemia
3. Hipertermia
4. Antikolinergik delirium
5. Putus alcohol atau sedative

 Perubahan structural :

1. Trauma tertutup kepala atau perdarahan cerebral


2. Kecelakaan cerebrovaskular antara lain : infark cerebri,perdarahan subarachnoid,hipertensif
encephalopathy
3. Tumor kepala primer maupun metastase
4. Abses otak

 Akibat metabolic

1. Gangguan air dan elektrolit, gangguan asam basa,hipoksia


2. Hipoglikemia
3. Gagal ginjal atau gagal hati
4. Defisiensi vitamin terutama Thiamine dan cyanocobalamin
5. Endokrinopati terutama berhubungan dengan tiroid dan paratiroid

 Keadaan hipoperfusi :

1. Shock
2. CHF (Congestif heart failure)
3. Cardiac aritmia
4. Anemia

 Infeksi :

1. Infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis


2. Ensephalitis
3. Infeksi otak yang berhubungan dengan HIV
4. Septicemia
5. Pneumonia
6. URTI (urinaria tractus infection )
 Toksik :8)

1. Intoksikasi substansi illegal : alkohol,heroin,ganja,LSD


2. Delirium yang dipicu oleh obat antara lain :

Antikolinergik(Benadryl,tricyclic antidepressant)

Narkotik (meperidine)

Hipnotik sedative (benzodiazepine)

Histamine-2 bloker (cimetidine)

Kortikosteroid

Antihipertensif ( methyldopa,reserpine)

Antiparkinson (levodopa)

 Penyebab lainnya :

1. Lingkungan yang tidak nyaman bagi pasien demensia menjadi pencetus delirium
2. Retensio urin, gangguan tidur, perubahan lingkungan

II. 9. Tata laksana.6)

Pengobatan terutama pada pasien delirium adalah untuk mengkoreksi kondisi medis yang menyebabkan gangguan-
gangguan utama. Langkah pertama pada tata laksana pasien dengan delirium adalah melakukan pemeriksaan yang
hati hati terhadap riwayat penderita,pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Informasi dari pasien tentang
riwayat pasien terdahulu maupun status penderita sekarang sangat membantu para praktisi medis untuk melakukan
tata laksana yang baik untuk mengobati delirium.

Anamnesa terbaik dari pasien delirium dapat menyingkirkan differensial diagnose lain terutama hasil laboratorium
juga dapat memperjelas etiologi dari delirium.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain :6)

1. Darah rutin ; untuk mendiagnosa infeksi dan anemia


2. Elektrolit ; untuk mendiagnosa low atau high elektrolit level
3. Glukosa ; untuk mendiagnosa hipoglikemi,ketoasidosis diabetikum, atau keadaan hiperosmolar non ketotic
4. Test hati dan ginjal ; untuk mendiagnosa gagal ginjal atau hati
5. Analisis urine ; untuk mendiagnosa URTI
6. Test penggunaan pada urin dan darah
7. HIV test
8. Thiamine dan vit B12 level
9. Sedimentasi urine
1. test fungsi tiroid

Test neuroimaging :9)

1. CT Scan kepala
2. MRI berfungsi untuk mendiagnosa dari stroke,perdarahan, dan lesi structural

Pemeriksaan elektrofisiologi:9)

1. Pada delirium,umumnya perlambatan pada ritme dominan posterior dan peningkatan aktifitas gelombang
lambat pada hasil pencatatan EEG.
2. Pada delirium akibat putus obat/alcohol, didapatkan peningkatan aktifitas gelombang cepat pada
pencatatan.
3. Pada pasien dengan hepatic encephalopati, didapatkan peningkatan gelombang difuse.
4. Pada toksisitas atau gangguan metabolik didapatkan pola gelombang triphasic, pada epilepsy didapatkan
gelombang continuous discharge, pada lesi fokal didapatkan gelombang delta.

Foto radiologi dada :9)

Digunakan untuk melihat apakah terdapat pneumonia atau CHF ( congestive heart failure).

Test lainnya antara lain :10)

1. Pungksi lumbal, dilakukan apabila curiga terdapat infeksi susunan saraf pusat
2. Pulse oximetry, dilakukan untuk mendiagnosa hipoksia sebagai penyebab delirium
3. ECG ( elektrokardiogram) dilakukan untuk mendiagnosa iskemia dan arrhythmia sebagai penyebab
delirium.

II. 10. Terapi medis5)

Prinsip terapi pada pasien dengan delirium yaitu mengobati gejala gejala klinis yang timbul (medikasi) dan melakukan
intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien agar timbul fungsi kognitif yang optimal.

Medikasi yang dapat diberikan antara lain :

1. 1. Neuroleptik (haloperidol,risperidone,olanzapine)

Haloperidol (haldol)

Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis efektif untuk delirium.

DOSIS :

Dewasa : gejala ringan ; 0,5-2 mg per oral

Gejala berat ; 3-5 mg per oral

Geriatric ; 0,5- 2 mg per oral

Anak : 3-12 tahun ; 0,05mg/kg bb/hari

6-12 tahun ; 0,15mg/kg bb/hari

Risperidone (risperdal)

Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih sedikit dibandingkan dengan haldol. Mengikat
reseptor dopamineD2 dengan afinitas 20 kali lebih rendah daripada 5-ht2-reseptor.

DOSIS :

Dewasa : 0,5-2 mg per oral

Geriatric ; 0,5 mg per oral

1. 2. Short acting sedative ( lorazepam )


Digunakan untuk delirium yang diakibatkan oleh gejala putus obat atau alcohol. Tidak digunakan benzodiazepine
karena dapat mendepresi nafas, terutama pada pasien dengan usia tua,pasien dengan masalah paru.

DOSIS :

Dewasa : 0,5-2 mg per oral/iv/im

1. 3. Vitamin ,thiamine(thiamilate) dan cyanocobalamine (nascobal,cyomin,crystamine).11)

Seperti telah diungkapkan diatas bahwa defisiensi vitamin b6 dan vitamin b12 dapat menyebabkan delirium maka
untuk mencegahnya maka diberikan preparat vitamin b per oral.

DOSIS :

Dewasa : 100 mg per iv (thiamilate)

100 mcg per oral/hari (nascobal,cyomin,crystamine)

Anak : 50 mg per iv (thiamilate)

10-50 mcg per im/hari (nascobal,cyomin,crystamine)

1. 4. Terapi cairan dan nutrisi.

Intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien delirium juga sangat berguna untuk membina hubungan yang
erat terhadap pasien dengan lingkungan sekitar untuk dapat berinteraksi serta dapat mempermudah pasien untuk
melakukan ADL (activity of daily living) sendirinya tanpa tergantung orang lain. 12)

Intervensi personal yang dapat dilakukan antara lain :13)

a. Kebutuhan Fisiologis

- Prioritas : menjaga keselamatan hidup

- Kebutuhan dasar dengan mengutamakan nutrisi dan cairan

- Jika pasien sangat gelisah perlu :

Pengikatan untuk menjaga therapi, tapi sedapat mungkin harus

dipertimbangkan dan jangan ditinggal sendiri

- Gangguan tidur :

* Kolaborasi pemberian obat tidur

* Gosok punggung apabila pasien mengalami sulit tidur

* Beri susu hangat

* Berbicara lembut

* Libatkan keluarga

* Temani menjelang tidur


* Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur

* Hindari tidur diluar jam tidur

* Mandi sore dengan air hanngat

* Hindari minum yang dapat mencegah tidur seperti : kopi, dll

* Lakukan methode relaksasi seperti : napas dalam

- Disorientasi :

* Ruangan yang terang

* Buat jam, kalender dalam ruangan

*Lakukan kunjungan sesering mungkin

* Orientasikan pada situasi linkumngan

* Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada ruangan/ kamar

* Orientasikan pasien pada barang milik pribadinya ( kamar, tempat tidur,

lemari, photo keluarga, pakaian, sandal ,dll)

*Tempatkan alat-alat yang membantu orientasi massa

*Ikutkan dalam terapi aktifitas kelompok dengan program orientasi

(orang, tempat, waktu).

b. Halusinasi

- Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku merusak diri

- Ruangan :

* Hindari dari benda-benda berbahaya

* Barang-barang seminimal mungkin

- Perawatan 1 – 1 dengan pengawasan yang ketat

- Orientasikan pada realita

- Dukungan dan peran serta keluarga

- Maksimalkan rasa aman

- Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan perawatan (konsisten)

c. Komunikasi

- Pesan jelas
- Sederhana

- Singkat dan beri pilihan terbatas

d. Pendidikan kesehatan

- Mulai saat pasien bertanya tentang yang terjadi pada keadaan sebelumnya

- Seharusnya perawat harus harus tahu sebelumnya tentang :

* Masalah pasien

* Stressor

* Pengobatan

* Rencana perawatan

* Usaha pencegahan

* Rencana perawatan dirumah

- Penjelasan diulang beberapa kali

- Beri petunjuk lisan dan tertulis

- Libatkan anggota keluarga agar dapat melanjutkan perawatan dirumah dengan baik sesuai rencana yang telah
ditentukan

Anda mungkin juga menyukai