Anda di halaman 1dari 15

KEMAJUAN DALAM PRAKTIK KLINIS

TEKNIK MASA KINI DAN MASA DEPAN DALAM EVALUASI


DISFAGIA
Paul Kuo, Richard H Holloway, dan Nam Q Nguyen
Bagian Gastroenterologi dan Hepatologi, Royal Adelaide Hospital, Adelaide, Australia Selatan,
Australia

LATAR BELAKANG
Disfagia atau kesulitan menelan, merupakan 22% keluhan dari pasien yang
datang ke layanan primer kesehatan dan merupakan salah satu yang menjadi
penyebab terbanyak pasien datang ke dokter gastroenterologi. Sementara riwayat
penyakit dahulu adalah bagian terpenting dalam penilaian klinis, pemeriksan fisik
saja seringkali tidak memadai dalam menegakkan diagnosis. Oleh karena itu
pemeriksaan penunjang biasanya diperlukan dan mungkin termasuk barium enema,
endoskopi saluran gastrointestinal bagian atas, bila tersedia, manometri esofagus.
Baru-baru ini, beberapa tes baru telah tersedia untuk penilaian motilitas
esofagus.Teknik baru ini menawarkan kesempatan untuk memberikan wawasan
lebih lanjut tentang berbagai gangguan motilitas, sehingga dapat memperbaiki
pemahaman kita tentang penyakit ini dan harapannya dapat mengarah pada
identifikasi target terapeutik baru. Makalah ini bertujuan tidak hanya untuk
meninjau penilaian klinis dan laboratorium saat ini mengenai disfagia tetapi juga
teknik baru yang telah dikembangkan baru-baru ini sehingga pemahaman fungsi
motorik esofagus menjadi lebih baik.

Kata Kunci : teknik disfagia, endoskopi, gastrointestinal bagian atas, motilitas


esofagus, esofagus.

1
PENILAIAN KLINIS
Disfagia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu akibat
dari masalah yang timbul antara rongga mulut posterior dan perut bagian proksimal.
Istilah ini juga tidak memberi petunjuk apakah masalahnya terutama motorik atau
sensorik. Biasanya, pasien mengeluhkan rasa makanan/ minum yang menempel,
ketidaknyamanan di tenggorokan, hanya bisa "merasakan" adanya keberadaan
makanan, saat menelan kadang-kadang terjadi regurgitasi, aspirasi, atau bahkan
cegukan mungkin bisa menjadi keluhan pasien.
Langkah pertama yang paling penting dalam menilai disfagia adalah
menentukan apakah itu disfagia orofaringeal atau esofagus, karena potensial
penyebab, pemeriksaan, dan tatalaksana selanjutnya dapat sangat berbeda. Hal ini
biasanya dapat diketahui melalui penggalian riwayat pasien dengan cermat, yang
telah terbukti secara akurat membedakan antara penyebab disfagia orofaring,
esofagus, dan neuromuskular hingga 85% pasien. Penting untuk mengetahui apakah
disfagia terjadi hanya saat menelan, atau setiap saat, yang terakhir menunjukkan
disfungsi sensorik yang potensial, dan kelainan yang paling umum adalah globus
histericus.
Disfagia yang terjadi hanya selama menelan makanan padat lebih cenderung
menunjukkan obstruksi mekanis yang mendasarinya, sedangkan pada saat zat padat
dan cairan yang dimakan terpengaruh maka dismotilitas adalah penyebabnya.
Adanya gejala seperti terlambat atau tidak adanya inisiasi menelan, batuk setelah
menelan, regurgitasi nasofaring, dan gerakan menelan berulang untuk pembersihan
faring, menunjukkan potensi disfagia orofaringeal.
Lokalisasi gejala tidak selalu menjadi panduan yang dapat dipercaya untuk
penetapan lokasi penyumbatan. Akan tetapi, disfagia yang dirasakan di
tenggorokan lebih cenderung berasal dari orofaringeal dibandingkan dengan
keadaan di daerah retrosternal, yang lebih sugestif dari gangguan esofagus. Durasi
dan perkembangan gejala juga merupakan ciri penting. Gejala kronis dan stabil
menunjukkan kondisi jinak seperti striktur peptik atau Schatzki ring, sementara
gejala progresif yang cepat, terutama terkait dengan penurunan berat badan,

2
mengindikasikan penyebab yang lebih berbahaya. Adanya regurgitasi segera
setelah menelan menunjukkan retensi makanan esofagus, sedangkan regurgitasi di
sela waktu makan menunjukkan adanya kantong faring atau divertikulum Zenker.
Disfagia yang terjadi setelah gejala refluks yang lama, terutama pada pasien
dengan gejala yang parah, dapat menjadi tanda perkembangan komplikasi seperti
striktur peptik, Barrett’s esophagus dan kemungkinan adenokarsinoma esofagus.
Penderita dismotilitas esofagus sering mengalami refluks dan iritasi tenggorokan
yang disebabkan oleh refluks, hal ini dapat menginduksi sensasi disfagia. Pada
pasien muda yang mengalami disfagia atau obstruksi makanan, terutama yang
memiliki riwayat atopi, esofagitis eosinofilik harus dicurigai dan biopsi esofagus
harus dilakukan pada gastroskopi berikutnya.
Disfagia bisa menjadi komplikasi dari penyakit sistemik atau pengobatan.
Disfagia orofaringeal sering terjadi pada pasien dengan riwayat operasi kepala dan
leher atau radioterapi, stroke dan kondisi neurologis lainnya seperti penyakit
Parkinson dan penyakit motor neuron. Pemeriksaan neurologis yang terperinci akan
menjadi bagian penting dalam evaluasi klinis disfagia orofaring karena pasien ini
berisiko terkena hipomotilitas esofagus. Obat-obatan seperti antagonis dopamin
dan agonis anti-kolinergik dapat menyebabkan xerostomia dan dismotilitas
esofagus. Kejadian xerostomia harus ditanyakan, karena pengobatannya sederhana
dan efektif. Pada pasien lansia, ulserasi dan striktur harus dicurigai bagi mereka
yang mengkonsumsi obat anti-inflamasi bifosfonat dan non steroid. Selain itu yang
perlu diperhatikan adalah mengenai faktor risiko untuk kanker esofagus dan
lambung seperti merokok, penggunaan alkohol, latar belakang etnis dan riwayat
keluarga yang memiliki keganasan saluran gastrointestinal bagian atas.

Disfagia Orofaring
Penting untuk diingat bahwa meskipun penuaan yang sehat sering terkait
dengan perubahan neuromuskular tertentu, hal ini jarang menyebabkan disfagia
yang signifikan secara klinis. Oleh karena itu, adanya disfagia orofaringeal akan
selalu memerlukan pencarian penyebab yang mendasarinya (tabel 1). Petunjuk
terbesar penyebab disfagia orofaringeal terletak pada usia pasien. Perkembangan

3
disfagia orofaring pada orang tua (usia> 70 tahun) dapat berhubungan dengan
kejadian neurologis akut seperti stroke, atau penyakit neurologis progresif seperti
penyakit Parkinson dan Alzheimer. Divertikulum Zenker juga lebih lazim pada
lansia. Sebaliknya, penyakit motor neuron degeneratif harus dicurigai pada pasien
yang lebih muda.

4
Disfagia Esofagus

Penyebab disfagia esofagus dapat dibagi menjadi mekanis maupun


dismotilitas (tabel 2). Namun, ada sejumlah kondisi di mana disfagia dimediasi oleh
keduanya. Achalasia adalah contoh klasik dari kondisi tersebut, di mana sering
terjadi kegagalan gerakan peristalsik esofagus dengan gangguan relaksasi sfingter
esofagus bagian bawah, yang menyebabkan obstruksi anatomis. Tumor di daerah
sfingter esofagus bagian bawah atau cardio gaster dapat menimbulkan "pseudo-
achalasia" dengan gambaran klinis yang identik. Esofagitis Eosinofilik baru-baru
ini diakui sebagai penyebab umum disfagia. Secara histologis, esofagitis eosinofilik

5
ditandai dengan infiltrasi eosinofilik yang berhubungan dengan peradangan di
esofagus dan pada pasien dengan penyakit yang telah berlangsung lama, ditandai
dengan fibrosis pada dinding esofagus. Hal ini dapat menyebabkan "kekakuan"
yang signifikan, penyempitan luminal, dan gangguan peristaltik esofagus.
Diagnosis dari kondisi ini sangat bergantung pada klinis, endoskopi dan biopsi
esofagus.

PENDEKATAN UMUM UNTUK PEMERIKSAAN


Identifikasi akurat penyebab disfagia biasanya memerlukan pemeriksaan
meliputi pemeriksaan penunjang imaging dan penilaian motilitas. Tujuan utamanya
adalah untuk menyingkirkan paenyakit yang berpotensi fatal seperti kanker dan
untuk mengidentifikasi penyebab yang dapat diobati. Pilihan uji (s) sangat
bergantung pada penyebab yang mendasari, karena sensitivitas dan spesifisitas
masing-masing uji berbeda-beda tergantung pada kondisinya. Mengingat
perbedaan penyebab dan struktur anatomis yang bertanggung jawab untuk disfagia
orofaringeal dan esofagus, pendekatan untuk pemeriksaannya pun berbeda.

Disfagia Orofaring
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam mengidentifikasi disfagia orofaring
diantaranya barium enema standar, barium enema modifikasi, nasoendoskopi, dan
manometri faringeal. Barium enema modifikasi merupakan kolaborasi radiologist
dan terapi wicara. Langkah ini juga menawarkan pemeriksaan yang nyata dan
perekaman orofaring untuk menilai ada tidaknya aspirasi, dan juga untuk
menentukan adanya timbal balik efek maneuver dan postur menelan.
Nasoendoskopi, dikenal sebagai pemeriksaan fiber optic endoskopi yang
dapat mengevaluasi proses menelan, memvisualisasikan lingua, faring dan
pergerakan epiglotis, menampilkan adanya retensi cairan atau benda padat pada
faring setelah menelan. Manometri faring dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya kegagalan relaksasi dari m. sphincter esophagus atas, juga bermanfaat
secara terapetik dengan miotomi cricofaringeal atau dilatasi, meskipun bukti-bukti
yang ada masih diperdebatkan.

6
Disfagia Esofagus
Penyebab mekanik seperti obstruksi massa atau striktur dapat diidentifikasi
melalui gastoskopi, meskipun gangguan motilitas seperti akalasia dan spasme dapat
didiagnosis dengan manometri. Penilaian pergerakan esofagus telah meningkat
secara substansial dalam beberapa tahun terakhir, telah berkembang dari manometri
single channel menjadi manometri dengan 36 channel resolusi tinggi dengan
topografi, monitoring impedan, planimetri, dan intraluminal ultrasound. Namun,
ketiga teknik diatas hanya di desain untuk mengukur 1 dari 3 aspek penting dari
fungsi pergerakan esofagus, aktivitas kontraksi otot, tekanan intraluminal, dan
transit bolus. Untuk mengatasi hal ini maka pendekatan yang menggabungkan lebih
dari satu teknik makin diadopsi.

TEKNIK TERKINI UNTUK MENILAI DISFAGIA


Barium Enema
Barium enema tetap menjadi alat diagnostik pertama yang mudah dan murah
untuk mengevaluasi disfagia. Fluoroskopi dapat menampilkan waktu nyata, melihat
bolus secara terus menerus selama transit dari orofaring ke dalam perut, dan dapat
mengevaluasi transit bolus cair dan padat. Barium enema adalah tindakan non
invasif yang menyediakan pengukuran esofagus dengan kualitas bagus dan
fungsional, termasuk dalam mengevaluasi sphincter esofagus atas dan bawah.
Barium enema juga menampilkan adanya abnormalitas struktur anatomi secara
jelas termasuk striktur, cincin Schatzki dan lesi massa. Keuntungan lainnya adalah
barium enema banyak tersedia dan harganya terjangkau. Oleh karena itu barium
enema digunakan sebagai pemeriksaan deteksi dini pada disfagia.
Perlu diketahui bahwa barium enema sangat bergantung pada tenaga yang
mengoperasikannya. Meskipun sensitivitasnya rendah untuk mendeteksi adanya
gangguan kecil dan memerlukan paparan radiasi pengion, barium enema lebih
sensitif dalam mendeteksi jaringan daripada gastroskopi. Telah diusulkan bahwa
ketepatan waktu dalam penggunaan barium enema berguna untuk menilai respon
terhadap pengobatan akalasia.

7
Upper Endoskopi

Gambar 1. Gambaran Endoskopi pada Esofagitis dengan Pengecatan Eosinofilik. (a) tampak
berkerut, (b) cincin, (c) penyempitan lmen dan striktur (tanda panah), dan (d) ulseratif linear setelah
penyempitan bolus makanan

Endoskopi Upper GI, yang sering dikenal dengan gastroskopi, tidak hanya
memberikan visualisasi langsung pada esofagus tetapi juga orofaring, perut dan
duodenum. Bagi banyak pasien, khususnya mereka yang memiliki sejarah yang
sugestif dari obstruksi mekanis, gastroskopi adalah pemeriksaan penunjang lini
pertama yang paling disukai. Hal ini sangat berguna dalam mengidentifikasi lesi
massa intraluminal, striktur dan gangguan inflamasi seperti penyakit refluks,
esofagitis eosinofilik, dan ulserasi akibat pil.
Gastroskopi dapat digunakan dalam pengambilan biopsi mukosa untuk
mengkonfirmasi diagnosis histologis, selain itu keuntungan utama gastroskopi
adalah potensi terapeutiknya. Meskipun esofagitis eosinofilik secara klasik hadir
sebagai alur linier, cincin melingkar, ulserasi atau penekanan esofagus pada

8
gastroskopi (Gambar 1), sebagian besar pasien memiliki esofagus yang normal.
Dengan demikian, biopsi rutin mukosa direkomendasikan pada semua pasien
dengan disfagia tanpa penyebab yang jelas, bahkan jika esofagus tampak
seluruhnya "normal." Dilatasi esofagus adalah efek terapeutik yang efektif untuk
jaringan esofagus, striktur peptik, striktur anastomik, penyempitan radiasi terkait
atau cincin Schatzki. Untuk pasien dengan achalasia yang tidak sesuai untuk
miotomi bedah, dilatasi pneumatik endoskopik dan injeksi toksin botulinum di LOS
adalah alternatif terapeutik lainnya.

Gambar 2.Gambaran disfagia kronis akibat pseudoachalasia pada kanker paru-paru. Endoskopi
gastrointestinal atas menunjukkan gambaran gastroesofagus normal tanpa lesi mukosa (a,b). Barium
enema memperlihatkan penyempitan pada gastroesofageal junction (GOJ) (c) di (d). Pada CT Scan
normal dengan resolusi tinggi, endoskopi ultrasound menunjukkan adanya penebalan dinding
eksentrik dan massa di GOJ; pada aspirasi jarum halus didapatkan karsinoma sel besar dari paru-
paru (e)

9
Gastroskopi juga memberikan petunjuk mengenai penyebab gangguan
motilitas. Walaupun sensitivitas dan spesifisitasnya relatif rendah, adanya dilatasi
esofagus, kontraksi lumen, dan kepadatan sfingter esofagus bawah dapat
menunjukkan potensi yang mendasari achalasia. Gastroskopi juga harus
dipertimbangkan sebagai bagian dari penilaian achalasia dengan visualisasi
langsung bagian gastro esofagus dan kardia gaster untuk mendeteksi penyebab
karsinoma yang mendasari. Pseudoachalasia. Terkadang, satu-satunya petunjuk
pseudoachalasia terkait keganasan di luar saluran pencernaan adalah kurangnya
kemampuan untuk benar-benar menghilangkan pinggang sfingter esofagus bagian
bawah yang menyempit pada dilatasi pneumatik (Gambar 2).

Manometri
Manometri adalah teknik yang paling sensitif dan akurat untuk mendiagnosis
gangguan motilitas esofagus. Walaupun teknik ini telah tersedia selama lebih dari
30 tahun, kemajuan teknologi baru-baru ini telah mencatat perkembangan
penggunaanya. Manometri standar mengandalkan perakitan yang disempurnakan
dengan 8 atau 16 titik perekaman. Namun, manometri resolusi tinggi (HRM) telah
dikembangkan hingga 36 titik perekaman. Hal ini memungkinkan tekanan
pengukuran 1 cm atau kurang terpisah sepanjang seluruh esofagus, sehingga
memberikan pemetaan lebih rinci mengenai fungsi motorik esofagus, termasuk
sfingter esofagus bagian atas dan bawah.
Kemajuan lebih lanjut dalam manometri adalah penemuan plot topografi
(kontur dan warna), yang sebagian besar menggantikan plot garis tradisional
(Gambar 3). Keuntungan utama adalah interpretasi hasil yang lebih cepat, karena
dengan warna lebih mudah dikenali oleh mata manusia daripada hasi dalam bentuk
garis. Kombinasi HRM dengan topografi, disebut tekanan esofagus beresolusi
tinggi topografi, memungkinkan pengukuran tekanan esofagus yang lebih tepat, dan
telah terbukti memiliki sensitivitas diagnostik superior untuk achalasia
dibandingkan dengan manometri konvensional terbatas (72% vs 56%).
Secara keseluruhan, manometri resolusi konvensional atau tinggi, tetap
menjadi alat yang paling penting dalam menilai motilitas esofagus. Hal ini sangat

10
sensitif dalam mendeteksi perubahan tekanan dan berkorelasi cukup baik dengan
transit bolus, serta tetap merupakan tes baku emas dalam mendiagnosis kondisi
seperti achalasia dan spaseme esofagus.

Gambar 3. Manometri resolusi tinggi dengan analisis topografi. Pada gambar menunjukkan 5 mL
air yang ditelan dengan zona atas menggunakan tekanan tinggi menunjukkan sfingter atas esofagus,
dan zona bawah dengan tekanan tinggi adalah sfingter esofagus bawah, dan peristaltik esofagus
berada diantara keduanya. Amplitudo gelombang tekanan yang terdeteksi di konversikan pada
warna sesuai dengan kode warna yang tertera pada sisi kiri.

Skintigrafi
Skintigrafi adalah tes yang sering dilupakan untuk menilai disfagia. Peran
utama uji transit radionuklida adalah sebagai tes skrining untuk mendeteksi masalah
transit esofagus. Ini melibatkan konsumsi bolus cair atau padat yang dilapisi dengan
radionuklida seperti 99mTc-DTPA, dan gerakan radionuklida. direkam oleh
kamera gamma yang mampu mengukur waktu transit dan clearance esofagus.

11
Meski dilaporkan memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendeteksi
kelainan motorik esofagus, skintigrafi memiliki sejumlah kelemahan, termasuk
penanganan bahan radioaktif dan paparan radiasi, definisi anatomis yang buruk
dibandingkan dengan barium enema, dan kurangnya kriteria diagnostik yang
terdefinisi dengan baik. Maka dari itu, teknik ini jarang digunakan dalam praktik
klinis.

TEKNIK PENILAIAN MOTILITAS ESOFAGUS DI MASA MENDATANG


Multichannel intraluminal impedance
Sampai saat ini, satu-satunya metode untuk mengukur transit bolus di
esofagus adalah dengan fluoroscopy atau scintigraphy. Hal ini tidak sesuai untuk
penggunaan secara rutin dan berulang karena paparan ion radiasi. Pemantauan
impedansi di esofagus menawarkan metode alternatif untuk menilai transit bolus
tanpa terpapar radiasi dan telah terbukti memiliki keakuratan 97% dibandingkan
dengan fluoroskopi. Impedansi menggunakan perubahan konduktivitas listrik yang
terkait dengan pelepasan bolus untuk memetakan bolus transit dan clearance
esofagus. Perkembangan terakhir memungkinkan data digambarkan sebagai plot
topografi seperti data manometrik.
Pemantauan impedansi digunakan dalam kombinasi dengan manometri untuk
evaluasi disfagia non-obstruktif (NOD). Nilai dari impedansi sebagai alat
pelengkap untuk manometri dengan memberikan informasi tentang hasil fungsional
motilitas; yaitu arus atau transit. Dengan demikian, impedansi memungkinkan
untuk menyimpulkan hubungan antara kelainan motilitas yang terlihat pada
manometri dengan kelainan pada transit bolus yang terlihat pada impedansi.
Penggunaan bolus kental juga memberikan penilaian gerak motilitas yang
lebih fisiologis daripada bolus cair yang lebih konvensional yang digunakan dalam
manometri. Dalam sebuah penelitian pada 40 pasien dengan NOD, pemantauan
impedansi ditunjukkan untuk mengidentifikasi kelainan transit pada 35% pasien
dengan NOD yang ternyata nilai manometriknya normal. Sebaliknya, kelainan
manometrik tidak selalu berarti transit bolus abnormal. Transit Bolus normal pada
15% pasien dengan diagnosis manometrik motilitas esofagus yang tidak efektif dan

12
sepertiga pasien dengan spasme esofagus yang menyebar. Walau bagaimanapun,
penggunaan impedansi terbatas pada pasien dengan achalasia, mungkin karena
retensi esofagus.
Baru-baru ini, gabungan impedansi-manometri juga telah digunakan untuk
menilai transit oropharyngeal dan risiko aspirasi, baik sebagai alternatif atau
tambahan untuk radiologi. Dengan fluoroskopi sebagai gold standard, sejumlah
variabel aliran dan tekanan yang penting dapat diidentifikasi dari manuver
impedansi gabungan, penilaian yang akan digunakan dalam program analisis
otomatis untuk mengevaluasi indeks risiko menelan. Pendekatan ini telah terbukti
secara positif memprediksi disfungsi faring dan risiko aspirasi.

Functional lumen imaging probe (FLIP)


Functional lumen imaging probe (FLIP) adalah alat eksperimental yang
penggunaannya belum digunakan dalam klinis rutin. Teknik ini menggunakan
impedansi planimetri, yang mengukur impedansi di dalam balon silinder berisi
salin, sehingga memungkinkan perhitungan luas penampang dari balon. Alat ini
telah digunakan untuk mengevaluasi pembukaan dan tekanan di persimpangan
gastroesofagus, dan mungkin terbukti berguna dalam menilai pasien dengan
achalasia sebelum dan sesudah pengobatan.
Baru-baru ini, planimetri impedansi telah dimodifikasi lebih lanjut untuk
mengukur gaya aksial (atau longitudinal) pada esofagus, bukan area penampang,
yang menawarkan informasi tambahan gaya propulsif longitudinal yang diberikan
secara bolus, gaya horizontal yang diukur dengan manometri. Saat ini, penggunaan
planimetri impedansi dalam klinik sudah dilakukan dengan penggunaan paling
menjanjikan untuk dievaluasi kesesuaian gastroesofagus junction setelah perawatan
untuk kasus akalasia.

Ultrasound Intraluminal Frekuensi Tinggi


Probe ultrasound intraluminal frekuensi tinggi berbasis kateter berdiameter 1-
3 mm dan transduser bisa memberi gambar linier ataupun cross-sectional.
Ultrasound mampu untuk menilai secara dinamis yaitu menilai kontraksi otot

13
esofagus, yang ditandai dengan peningkatan ketebalan lapisan otot. Bila digunakan
dalam kombinasi dengan manometri, informasi mengenai kontraksi keduanya, otot
longitunal dan sirkuler dapat diperoleh. Penggunaan ultrasound intraluminal
frekuensi tinggi (HFIUS) pada pasien dengan gangguan spastik esofageal, termasuk
akalasia, spasme esofagus difus, dan nutckacker esofagus, ketebalan otot esofagus
yang diperoleh lebih besar daripada sukarelawan yang sehat.
Adanya peningkatan ketebalan otot yang muncul ini berkorelasi dengan
tingkat keparahan penyakit yang mendasarinya, yaitu paling banyak dijumpai pada
akalasia dan paling sedikit pada nutcracker esofagus. Pada akalasia, kontraksi otot
longitudinal yang diinduksi dengan menelan, menunjukkan kontributor yang
signifikan pada pengosongan esofagus dengan meningkatkan tekanan pada seluruh
esofagus untuk menghadapi relaksasi yang buruk pada sfingter esofagus bawah.
HFIUS nampak menjanjikan dalam teknik mengukur kontraksi otot longitudinal
esofagus, dengan memiliki peranan dominan dalam penelitian fisiologis, terutama
ketika digunakan secara kombinasi dengan teknik lain seperti manometri.
Ketergantungan pada operator dan kurangnya analisis menyebabkan keterbatasan
dalampenggunaannya.

PENDEKATAN YANG DISARANKAN


Langkah pertama dalam evaluasi disfagia adalah dengan melakukan
anamnesis untuk menggali riwayat pasien, tujuannya untuk membedakan apakah
penyebabnya pada orofaring, esofagus atau justru mekanik atau dismotilitas. Jika
penyebabnya dianggap orofaringeal, maka rujukan yang dilakukan ke ahli
neurologi atau THT-KL, baik dengan atau tanpa perburukan kemampuan untuk
berbicara. Bila penyebabnya esofagus bisa dieksklusi berdasarakan hasil
anamnesis, penilaian esofagus lebih lanjut harus dilakukan, setidaknya
menggunakan gastroscopy (asalkan kondisi pasien sesuai untuk prosedur ini),
untuk mengeksklusi penyebab penting seperti kanker dan striktur, esofagitis
eosinofilik. Satu-satunya pengecualian saat ditemukan disfagia dalam konteks
suspek penyakit refluks inkomplit, dimana pada percobaan awal terapi penekanan

14
asam akan direkomendasikan. Ambang batas untuk mengambil biopsi pada
esofagus normal harus pada bagian bawah.
Jika pasien masih mengalami berbagai simptom yang mengganggu meskipun
hasil gastroscopy menunjukkan normal (begitu juga dengan biopsi), disarankan
dilakukan tes motilitas.

KESIMPULAN
Disfagia adalah masalah umum dan memerlukan evaluasi yang dapat dimulai
dari pengambilan riwayat yang cermat sehingga dapat memandu prosedur
penegakan diagnostik selanjutnya. Gastroskopi biasanya merupakan penyelidikan
pilihan pertama untuk menyingkirkan lesi obstruktif. Saat ini banyak teknik yang
tersedia untuk menilai fungsi motorik esofagus, walaupun manometri dan barium
enema tetap paling bermanfaat secara klinis. Manometri resolusi tinggi dengan
topografi sekarang menjadi tolok ukur baru dalam menilai tekanan esofagus dan
mendiagnosis achalasia dan spasme esofagus. Penggabungan impedansi dengan
manometri dalam menilai transit bolus saat ini tetap menjadi penelitian, seperti juga
probe pencitraan lumen fungsional dan ultrasound intraluminal frekuensi tinggi.

15

Anda mungkin juga menyukai