Anda di halaman 1dari 9

1

PENGELOLAAN BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF PADA ANAK D DENGAN


ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK RSUD AMBARAWA

Kadek Dwi Jayanto1, Ana Puji Astuti2, Tri Susilo3


123
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
kadekdwijayanto99@gmail.com

ABSTRAK

Asma merupakan penyakit pernapasan yang menyerang sekitar 300 juta


penduduk di seluruh dunia yang meliputi dari semua golongan usia. Penyakit asma pada
anak umumnya dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Asma merupakan
penyakit obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh beberapa alergen dan aktifitas yang
berlebihan, sehingga menyebabkan obstruksi dan hiperresponsif pada jalan napas
dengan adanya inflamasi sekret. Bersihan jalan napas adalah saluran pernapasan yang
bebas dari sekresi dan obstruksi.
Fisioterapi dada merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk
mempermudah pengeluaran sekret dengan cara melakukan massage di area dada yang
terdapat sekret, melakukan perkusi dan vibrasi. Tujuan penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui pengelolaan bersihan jalan napas pada pasien dengan asma bronkhial di
RSUD Ambarawa.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik wawancara,
pemeriksaan fisik, observasi dan pemeriksaan penunjang. Pengelolaan bersihan jalan
napas dilakukan pada An.D selama 2 hari. Metode yang digunakan adalah memberikan
pengelolaan berupa perawatan pasien diantaranya adalah mengukur tanda-tanda vital,
mengkaji batuk dan kedalaman pernapasan, melakukan fisioterapi dada, menganjurkan
minum air hangat dan memberikan obat sesuai indikasi.
Hasil pengelolaan didapatkan sekret yang menyebabkan bersihan jalan napas
tidak efektif sedikit sudah bisa keluar walaupun belum maksimal.
Saran bagi perawat di rumah sakit agar meningkatan kualitas dan kuantitas
pelayanan, melalui diskusi-diskusi kelompok di ruangan untuk mencari pemecahan
masalah, khususnya pengelolaan bersihan jalan napas tidak efektif pada anak dengan
penyakit asma bronkhial.

Kata kunci : bersihan jalan napas, fisioterapi dada, asma bronkhial


Kepustakaan : 28 (2005-2015)

1 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo


2

MANAGEMENT OF INEFFECTIVE AIRWAY CLEARANCE TO CHILD D WITH BRONCHIAL


ASTHMA IN AMBARAWA REGIONAL HOSPITAL

Kadek Dwi Jayanto1, Ana Puji Astuti2, Tri Susilo3


123
Nursing Academy Ngudi Waluyo Ungaran
kadekdwijayanto99@gmail.com

ABSTRACT

Asthma is a respiratory disease that affects about 300 million people around the
world covering all ages. Asthma in children is generally influenced by intrinsic and
extrinsic factors. Asthma is a disease of airway obstruction caused by multiple allergens
and excessive activity, causing obstruction and hyperresponsiveness of the airways with
inflammatory secretions. Airway clearance is free from respiratory tract secretions and
obstruction.
Chest physiotherapy is an act which aims to simplify expenditure secretions by
doing massage on the chest area contained secretions, performing percussion and
vibration. Purpose of this paper was to determine the management of airway clearance
in patients with bronchial asthma in Ambarawa hospitals.
The technique of collecting data used interviewes, physical examination,
observation and investigation. Management of airway clearance was done on Child D for
2 days. The method used is to provide patient care in the form of management of which
is to measure vital signs, assess cough and depth of breathing, chest physiotherapy,
recommends drinking warm water and provide drugs as indicated. Results were
obtained secretions that could be a part and it’s not maximal.
Suggestions for nurses in hospitals are in order to improve the quality and
quantity of services, through group discussions in the room to find solutions, in
particular the management of airway clearance is not effective in child with bronchial
asthma.

Keywords : airway clearance, chest physiotherapy, bronchial asthma


Bibliography : 28 (2005-2015)

LATAR BELAKANG penyakit dan angka kesakitan pada


Setiap individu memiliki posisi masyarakat (Wong, 2009).
atau status di dalam struktur keluarga Derajat kesehatan masyarakat
secara kultural dan sosial berperan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor.
melalui interaksi dengan kelompok Faktor-faktor tersebut tidak hanya
keluarga. Sehingga masing-masing berasal dari sektor kesehatan seperti
anggota keluarga berespons terhadap pelayanan kesehatan dan ketersediaan
setiap stres yang dialami keluarga pada sarana dan prasarana kesehatan,
permasalahan kesehatan. Tekanan atau melainkan juga dipengaruhi oleh faktor
permasalahan kesehatan pada keluarga keturunan, ekonomi, pendidikan dan
mencakup pengaruh lingkungan, lingkungan sosial. Dalam derajat
tingkah laku dan biologis sehingga kesehatan masyarakat, terdapat
dapat mempengaruhi penyebaran beberapa indikator yang dapat
digunakan. Indikator-indikator tersebut

Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo


3

dapat dihitung dalam kondisi angka kasus asma dengan jumlah yang sangat
kematian, angka kesakitan dan status tinggi pada anak (Fadhli, 2010).
gizi. Derajat kesehatan masyarakat Asma adalah penyakit inflamasi
diukur melalui angka beberapa kronis terjadi pada saluran pernapasan
penyakit dan Angka Kematian Ibu (AKI). yang menyebabkan hiperresponsif,
Derajat kesehatan masyarakat diukur obstruksi, serta aliran udara yang
pada anak-anak dengan memperhatikan terbatas yang disebabkan oleh
angka kematian bayi (AKB), angka bronkokonstriksi, penumpukan mukus
kematian balita (AKABA) (Dinkes Jateng, dan proses inflamasi (Tanto, 2014).
2012). Global Initiative for Asthma
Pada masa anak merupakan (GINA) memperkirakan sekitar 300 juta
dasar pembentukan fisik dan penduduk di seluruh dunia menderita
kepribadian pada masa berikutnya. asma. Asma merupakan masalah
Dengan kata lain, pada masa anak-anak kesehatan yang sifatnya menyeluruh
adalah masa emas untuk mempengaruhi semua golongan usia,
mempersiapkan suatu individu hal ini dibuktikan dengan adanya
menghadapi tuntutan zaman sesuai peningkatan prevalensi di berbagai
potensinya. Jika terjadi gangguan negara berkembang, meningkatnya
perkembangan, apapun bentuknya biaya pengobatan, serta meningkatnya
deteksi yang dilakukan sedini mungkin beban masalah kesehatan masyarakat
merupakan kunci penting keberhasilan terutama asma yang diderita pada anak
program penanganan atau intervensi (GINA, 2014).
yang terjadi (Fadhli, 2010). Menurut data Riskesdas (2013)
Dari beberapa pengertian diatas tentang data prevalensi asma di
dapat disimpulkan bahwa kesehatan Indonesia, Periode Prevalence di
anak adalah suatu kondisi dimana Indonesia mencapai 4,5 %. Prevalensi
kesehatan fisik, perkembangan mental asma tertinggi per provinsi terdapat di
serta kemampuan sosial yang tercukupi Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa
pada anak. Tenggara Timur (7,3%), Daerah
Menurut Riskesdas (2013), Istimewa Yogyakarta (6,9%) dan
status kesehatan anak yang menurun Sulawesi Selatan (6,7%). Prevalensi
dipengaruhi oleh penyakit menular dan asma menurut kelompok umur pada
penyakit yang tidak menular. Penyakit anak yang berusia <1 tahun (1,5‰),
menular diantaranya adalah penyakit usia 1-4 (3,8‰), kemudian mulai
yang ditularkan melalui udara, makanan meningkat pada usia 15-24 tahun
dan vektor. Penyakit yang tidak menular (5,6‰), kelompok usia yang paling
adalah penyakit yang disebabkan oleh tinggi angka prevalensinya adalah pada
keturunan misalnya hipertensi, penyakit usia 25-34 tahun (5,7‰) dan mulai
bawaan seperti penyakit jantung dan menurun pada kelompok usia >45
penyakit yang disebabkan oleh adanya tahun hingga pada kelompok usia >75
alergen seperti asma. tahun (2,6‰). Prevalensi asma pada
Salah satu penyakit sering perempuan cenderung lebih tinggi
dijumpai pada anak adalah penyakit daripada laki-laki yaitu 4,6% berbanding
asma. Berhubungan dengan 4,4%. Prevalensi asma terlihat sama
meningkatnya industri yang antara perkotaan dengan pedesaan
menyebabkan tingkat polusi semakin yaitu 4,5%, serta asma cenderung lebih
tinggi di seluruh dunia, baik negara tinggi pada kelompok dengan tingkat
maju maupun berkembang termasuk di indeks kepemilikan terbawah yaitu 5,8%
Indonesia memunculkan beberapa (Kemenkes RI, 2013).

Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo


4

Prevalensi kasus asma di Jawa kemungkinan disebabkan anak


Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,42% perempuan kurang aktif daripada anak
mengalami penurunan bila laki-laki sehingga aktivitas yang minim
dibandingkan dengan tahun 2011 menyebabkan kebugaran dan daya
sebesar 0,55% dan prevalensi tertinggi tahan tubuh berkurang, sedangkan
di Kota Surakarta sebesar 2,46% (Dinkes pada anak laki-laki lebih aktif daripada
Jateng, 2012). anak perempuan sehingga aktivitasnya
Berdasarkan data distribusi juga sering tidak terawasi dengan baik
asma tahun 2014 di Kabupaten yang menyebabkan kelebihan aktivitas
Semarang, grafik kematian yang dan masuknya alergen lebih mudah
disebabkan oleh asma 2011 dengan masuk ke dalam tubuh anak laki-laki.
jumlah 27 kasus hingga tahun 2014 Berdasarkan uraian diatas kasus
dengan jumlah 38 kasus. Angka asma dari tiap bulannya cenderung
mortilitas yang disebabkan oleh asma di meningkat. Walaupun tidak terlalu
tahun 2014 mencapai 15 kasus (Dinkes tinggi angka kejadiannya, penanganan
Kabupaten Semarang, 2013). penyakit asma pada anak perlu
Angka kejadian asma di RSUD mendapatkan perhatian secara tepat.
Ambarawa yang paling sedikit terjadi di Agar tidak terjadi komplikasi pada anak
bulan Februari 2014 dan yang paling dengan asma misalnya pneumonia,
banyak di bulan Agustus 2014. Kasus emphysema dan gagal napas
asma yang paling banyak adalah pada mengancam pada gangguan
anak usia 1-4 dengan jumlah 22 anak. keseimbangan asam basa (Suriadi,
Kasus asma paling sedikit pada anak 2010).
usia 38 hari-1 tahun dengan jumlah 5 Oleh karena itu penulis tertarik
anak. Menurut penulis pada anak usia membahas studi kasus dengan judul
1-4 tahun lebih banyak melakukan “Pengelolaan Bersihan Jalan Napas
aktivitas bersama anak seusianya di Tidak Efektif Pada Anak D Dengan Asma
tempat-tempat yang mereka sukai Bronkhial Di Ruang Anggrek RSUD
dengan pengawasan atau tanpa Ambarawa.”
pengawasan dari orangtua sehingga
kemungkinan melakukan aktivitas yang METODE PENGELOLAAN
berlebih juga merupakan salah satu Metode yang digunakan adalah
faktor yang menyebabkan terjadinya memberikan pengelolaan berupa
asma. Apabila terlalu sering berhadapan perawatan pasien diantaranya adalah
langsung dengan lingkungan luar yang mengukur tanda-tanda vital, mengkaji
tercemar oleh polusi tanpa disadari batuk dan kedalaman pernapasan,
kondisi anak akan rentan terhadap melakukan fisioterapi dada,
masuknya alergen yang menyebabkan menganjurkan minum air hangat dan
terjadinya asma. memberikan obat sesuai indikasi.
Kasus asma pada anak usia 28 Pengelolaan bersihan jalan napas
hari-1 tahun lebih sedikit daripada dilakukan pada An.D selama 2 hari.
kelompok usia lain kemungkinan
disebabkan keadaan kesehatan dan HASIL PENGELOLAAN
interaksi anak terhadap lingkungan Hasil pengelolaan didapatkan
sekitarnya diawasi lebih intensif dari sekret yang menyebabkan bersihan
orang tua. jalan napas tidak efektif sedikit sudah
Berdasarkan data diatas angka bisa keluar walaupun belum maksimal.
kejadian asma pada anak perempuan
setiap bulannya hampir sama dari
jumlahnya dengan laki-laki, hal ini

Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo


5

PEMBAHASAN bahkan bisa mengakibatkan kematian.


Bersihan jalan napas adalah Hal ini didukung oleh teori Maslow
saluran pernapasan yang bebas dari dalam Potter & Perry (2005), oksigen
sekresi maupun obstruksi dan bersihan merupakan kebutuhan fisiologis yang
jalan napas tidak efektif adalah paling penting. Tubuh tergantung pada
terdapatnya benda asing seperti sekret oksigen dari waktu ke waktu untuk
pada saluran pernapasan sehingga bertahan hidup. Apabila tubuh
menghambat saluran pernapasan. kekurangan oksigen maka akan terjadi
Penulis mengemukakan pendapat hipoksia.
tersebut karena didukung oleh Diagnosa diatas ditegakkan
Carpenito (2007) yang menyatakan karena didukung dengan data obyektif
bahwa bersihan jalan napas tidak efektif yaitu dengan adanya penumpukan
merupakan suatu keadaan dimana sekret dan terdengar suara ronkhi dan
seorang individu mengalami suatu data subyektif yaitu ibu pasien
ancaman yang nyata atau potensial mengatakan anak D batuk berdahak.
pada status pernapasan sehubungan Penulis berpendapat bahwa
dengan ketidakmampuan untuk batuk penumpukan sekret bisa menyebabkan
secara efektif. Menurut Djojodibroto napas menjadi tidak normal sehingga
(2009), menyatakan bahwa terjadi suara napas tambahan seperti
penumpukan sekret adalah suatu hasil suara ronkhi. Menurut Potter & Perry
produksi dari bronkus yang keluar (2005), suara napas abnormal adalah
bersama dengan batuk atau bersihan suara napas yang melebihi suara napas
tenggorokan. Menurut penulis, normal dan adanya suara tambahan.
penumpukan sekret adalah adanya Jenis napas normal adalah inspirasi
benda-benda asing yang terdapat pada lebih panjang dari ekspirasi, sedangkan
saluran pernapasan sehingga dapat ronkhi adalah suara yang terdengar
mengganggu keluar dan masuknya selama fase inspirasi dan ekspirasi,
aliran udara. Sekret atau sputum adalah karakter suara nyaring terdengar
lendir yang dihasilkan karena adanya perlahan dan suara mengorok terus
rangsangan pada membrane mukosa menerus berhubungan dengan sekresi
secara fisik, kimiawi maupun karena yang mengental dan peningkatan
infeksi hal ini menyebabkan proses sputum.
pembersihan tidak berjalan secara Penulis menyusun perencanaan
adekuat, sehingga mukus banyak yang akan dilakukan yaitu mengukur
tertimbun (Djojodibroto, 2009). tanda-tanda vital, dimana menurut
Menurut Carpenito (2007), Potter & Perry (2005), tindakan yang
batasan karakteristik mayor dari dilakukan ini karena tanda-tanda vital
bersihan jalan napas tidak efektif yaitu merupakan cara yang cepat dan efisien
batuk tidak efektif atau tidak ada batuk untuk memantau kondisi pasien atau
dan ketidakmampuan untuk mengidentifikasi masalah dan
mengeluarkan sekresi jalan napas, mengevaluasi respon pasien terhadap
sedangkan batasan karakteristik minor intervensi yang dilakukan. Menurut
adalah bunyi napas abnormal, penulis tanda-tanda vital merupakan
frekuensi, irama dan kedalaman cara mengkaji kondisi pasien apakah
pernapasan abnormal. Penulis pasien berada dalam kondisi normal
berpendapat bahwa masalah atau abnormal. Intervensi berikutnya
keperawatan ini menjadi masalah yaitu mengkaji batuk dan kedalaman
utama karena jika bersihan jalan napas pernapasan, tindakan ini dilakukan
tidak ditangani dengan segera bisa untuk mengetahui pasien bisa batuk
mengakibatkan kerusakan jaringan otak atau tidak dan kedalaman pernapasan

Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo


6

dikaji dengan mengobservasi dengan data pengkajian lainnya.


penyimpangan atau gerakan dinding Pengukuran denyut nadi sebagai
dada. Pernapasan dangkal, bila udara indikator status sirkulasi, sirkulasi
yang melewati paru hanya sedikit merupakan suatu proses penerimaan
kuantitasnya, pernapasan yang dalam nutrien menuju sel dan pengeluaran
melibatkan ekspansi penuh paru hasil metabolisme (Potter & Perry,
dengan ekshalansi penuh dan 2005). Didapatkan suhu tubuh pasien
pergerakan ventilator sulit dilihat adalah 36,7C, pernapasan pasien masih
(Potter & Perry, 2005). dalam batas normal yaitu 32x/menit
Intervensi berikutnya yaitu dan nadi pasien 120x/menit.
lakukan fisioterapi dada. Fisioterapi Selanjutnya pada pukul 09.42 WIB yaitu
dada dilakukan untuk membantu mengkaji batuk dan kedalaman
mengeluarkan sekret yang menumpuk pernapasan pasien, hal ini bertujuan
pada rongga paru, hal ini dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis
dengan mengauskultasi paru sehingga data pasien untuk memastikan
mengetahui bagian paru manakah yang kepatenan jalan napas dan pertukaran
mengalami penumpukan sekret. gas yang adekuat (Wilkinson, 2014).
Fisioterapi dada harus diikuti dengan Tindakan selanjutnya adalah
batuk produktif pada pasien. Intervensi memberikan obat sesuai advis dokter
berikutnya adalah memberikan obat yaitu memberikan procaterol syrup.
sesuai indikasi, menurut penulis Menurut Kasim (2014) Procaterol Hcl
pemberian obat yang sesuai dengan adalah obat yang digunakan untuk
indikasi merupakan suatu tindakan yang mengurangi dispnea atau gejala lain
bertujuan agar mengurangi keluhan yang disebabkan oleh gangguan
atau sakit yang diderita dengan reaksi pernapasan obstruktif penyakit seperti
obat yang ditimbulkan. Intervensi asma bronchial, bronchitis akut dan
selanjutnya adalah menganjurkan kronik serta emfisema paru.
minum air hangat, tindakan ini
dilakukan agar dapat mengurangi Setelah melakukan implementasi
tingkat kekentalan pada dahak. maka selanjutnya pasien mengevaluasi
Selanjutnya setelah dari hasil implementasi dan respon
menetapkan intervensi, penulis pasien. Evaluasi adalah langkah terakhir
melakukan implementasi. dalam proses pembuatan keputusan,
Implementasi pada hari Jumat, perawat mengumpulkan, menyortir dan
20 Maret 2015 pukul 09.40 WIB, menganalisis data untuk menetapkan
tindakan pertama yang dilakukan yaitu apakah masalah teratasi dan tujuan
mengukur tanda-tanda vital yaitu mulai telah tercapai, rencana memerlukan
dari mengukur suhu tubuh, respiratory modifikasi atau alternatif baru yang
rate dan nadi hal ini dilakukan untuk harus dipertimbangkan (Wong, 2009).
memantau kondisi pasien. Pengukuran Maka penulis merancang evaluasi
suhu tubuh adalah ditujukan untuk keperawatan pada anak D pada hari
memperoleh suhu inti jaringan tubuh Jumat, 20 Maret 2015 pada pukul 16.00
rata-rata yang representatif. Pengkajian WIB, data subyektifnya ibu pasien
pernapasan (respiratory rate) mengatakan anaknya masih batuk
diantaranya dengan menghitung disertai adanya dahak dan data
frekuensi pernapasan, kedalaman obyektifnya yaitu, pasien tampak batuk
ventilasi dan irama ventilasi sehingga tetapi belum bisa mengeluarkan sekret,
dapat menjadikan penetapan batasan terdengar suara ronkhi di posterior kiri,
karakteristik dari banyaknya diagnosa RR pasien 30x/menit. Analisa masalah
keperawatan dan dipertimbangkan

Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo


7

belum teratasi. Rencana tindakan batuk tetapi tidak berdahak lagi. Data
lanjutkan intervensi yaitu lakukan obyektifnya yaitu pasien terlihat masih
fisioterapi dada, anjurkan pasien untuk batuk dan belum bisa mengeluarkan
minum air hangat dan berikan obat sekret. Analisa masalah belum teratasi
sesuai dengan terapi atau advis dokter. kare. Rencana tindak lanjutnya yang
Implementasi selanjutnya pertama yaitu kaji batuk dan
dilakukan pada hari Sabtu, 21 Maret kedalaman napas karena dari hasil
2015 pukul 07.30 WIB yaitu mengukur tindakan yang dilakukan pasien masih
tanda-tanda vital. Didapatkan hasil yaitu batuk berdahak serta RR 33x/menit.
suhu 36,5°C, RR 32x/menit, Nadi Rencana tindak yang kedua adalah
129x/menit. Selanjutnya pada pukul berikan obat sesuai advis dokter,
07.32 menganjurkan minum air hangat. menurut penulis pemberian terapi
Tindakan ini tidak dapat langsung obat secara lanjut membantu
dilakukan oleh Ibu pasien dikarenakan mempercepat proses penyembuhan.
pasien masih sedang minum susu
sehingga dikhawatirkan akan membuat SIMPULAN
pasien menjadi rewel. Implementasi Dalam melakukan pengelolaan
selanjutnya pada pukul 07.35 WIB yaitu pada An. D dengan bersihan jalan
melakukan fisioterapi dada pada pasien. napas tidak efektif penulis
Prosedur fisoterapi dada dengan cara menggunakan lima langkah yang terdiri
menungkupkan tangan (perkusi), dari pengkajian, perumusan diagnosa
dengan memposisikan anak tengkurap keperawatan, merencanakan tindakan
diatas pangkuan orangtua atau keperawatan, implementasi dan
perawat, yaitu yang pertama dilakukan evaluasi. Berdasarkan pengkajian pada
massage pada keseluruhan dada pasien An. D dengan Asma Bronkhial yang
dengan tangan sesuai letak sekret, dilakukan dengan autoanamnesa dan
kemudian menempatkan satu tangan allowanamnesa. Dari data pengkajian
diatas tangan yang lain, kencangkan dan ditemukan keluhan utama nenek
mengendorkan otot lengan bawah pasien mengatakan cucunya batuk
dengan cepat (vibrasi). disertai adanya dahak. Data pada
Implementasi selanjutnya yaitu pemeriksaan fisik menunjukkan
penulis menganjurkan kepada keluarga terdengar suara roncki pada paru
pasein untuk memberikan minuman posterior kiri. Data yang menunjang
dalam keadaan hangat, menurut penulis adalah adanya peninggkatan
memberikan minuman dalam keadaan respiratory rate dan pada hasil rontgen
hangat membantu mengurangi tingkat menunjukkan adanya gambaran
kekentalan sekret, hal ini didukung oleh bronkopnemunia serta penebalan hilus
Wong (2009) yang menyatakan bahwa kiri. Dari hasil pengkajian penulis
pemberian minuman dalam keadaan menyimpulkan bahwa pada kasus An.
hangat bertujuan untuk memudahkan D dengan asma bronkhial ditemukan
pengenceran sekret melalui proses bersihan jalan napas tidak efektif
konduksi yang menyebabkan arteri berhubungan dengan penumpukan
pada area sekitar leher vasodilatasi dan sekret.
mempermudah cairan dalam pembuluh
darah dapat diikat oleh sekret atau DAFTAR PUSTAKA
mucus. Carpenito, Lynda Juall. (2007). Buku
Evaluasi keperawatan pada hari Saku Diagnosa
Sabtu, 21 Maret 2015 pukul 11.00 WIB, Keperawatan Edisi
adapun data subjektifnya yaitu ibu 10(Yasmin
pasien mengatakan anaknya masih

Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo


8

Asih,Penerjemah). Hidayat, Aziz A. (2011). Pengantar Ilmu


Jakarta: EGC. Keperawatan Anak.
Jakarta: Salemba Medika.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. (2013). Riset Kasim, Fauzi. (2014). Informasi
kesehatan dasar. 4 April Spesialite Obat. Vol 49.
2015. Jakarta: PT.ISFI.
http://depkes.go.id/downl
oads/riskesdas2013/hasil% Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak
20riskesdas%202013.pdf. Sakit, Edisi 2. Jakarta: EGC.

Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi


(2013). Profil Kesehatan Kesehatan dan Ilmu
Kabupaten Semarang. Perilaku. Jakarta. Rineka
Cipta.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
(2012). Profil Kesehatan Nurarif, Amin H& Kusuma Hardhi.
Jawa Tengah. Semarang: (2013). Aplikasi Asuhan
Dinas Kesehatan Jawa Keperawatan Berdasarkan
Tengah. Diagnosa Medis Diagnosis
http://Dinkesjatengprov.go Association. Yogyakarta:
.id/profil_kes.Prov.JawaTen Medication
gah._2012.pdf.
Nursalam, (Dr. 2005). Asuhan
Djojodibroto,R Darmanto.(2009). Keperawatan Bayi Dan
Respirologi (Respiratory Anak Untuk Perawat Dan
Medicine). Jakarta: EGC Bidan. Jakarta: Salemba
Medika.
Fadhli, Aulia. (2010). Buku Pintar
Kesehatan Anak. Nursalam. (Dr. 2013). Asuhan
Yogyakarta: Pustaka Keperawatan Bayi Dan
Anggrek Anak Untuk Perawat Dan
Bidan. Jakarta: Salemba
Global Initiative in Asthma. (2014). Medika.
Pocket Guide For Asthma
Management And Potter & Perry. (2006). Buku Ajar
Prevension In Children. 4 Fundamental
April 2015. Keperawatan. Jakarta: EGC.
http://www.Ginaasthma.or
g/GINA_Pocket_2014_Jun1 Rahajoe, N.N., (2008). Buku Ajar
1.pdf Respirologi Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI
Hasan, Rusepo. (2010). Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: Infomedia. Ridha, H Nabiel. (2014). Buku Ajar
Keperawatan Anak.
Hidayat, Aziz A. (2008). Pengantar Ilmu Yogyakarta: Pustaka
Keperawatan Anak. Pelajar.
Jakarta: Salemba Medika.
Riyadi & Sukarmin. (2012). Asuhan
Keperawatan Pada Anak.
Yogyakarta: Graha Ilmu

Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo


9

Rsud. Ambarawa. (2014). Rekam Medik


Rsud. Ambarawa.

Setiawan, Doni. (2014). Keperawatan


Anak dan Tumbuh
Kembang. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Supartini, Yupi. (2012). Buku Ajar


Konsep Dasar Keperawatan
Anak. Jakarta: EGC.

Suriadi & Yuliani. (2010). Asuhan


Keperawatan Pada Anak.
Edisi II. Jakarta: Sagung
Seto.

Tanto, Chris. (2014). Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi I. Media
Aesculapius.

Wijayaningsih, Kartika. S, S.Kep.,Ners.


(2013). Asuhan
Keperawatan Anak.
Jakarta.Trans Info Media.

Wilkinson, Judith M. (2014). Buku Saku


Diagnosis Keperawatan.
Edisi 9. Jakarta: EGC.

Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson,


D., Winkelstein, M.L., &
Schwartz, P. (2009). Buku
Ajar Keperawatan
Pediatrik. Jakarta : EGC.

Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo

Anda mungkin juga menyukai