Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas pemanfaatan dan atau
penyerahan Barang dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam daerah pabean
1. UU No 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan
Ketiga UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah
2. Peraturan Dirjen Pajak No 13/PJ/2010 tentang bentuk, ukuran, prosedur pemberitahuan
dalam rangka pembuatan, tata cara pengisian keterangan, tata cara pembetulan atau
penggantian, dan tata cara pembatalan faktur pajak
5. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri
Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena pajak yang dilakukan di dalam negeri.
1. Addition Method
Berdasarkan metode ini PPN dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai tambah
dikalikan tarif PPN yang berlaku
2. Subtraction Method
Berdasarkan metode ini, pajak pertambahan nilai yang terutang dihitung dari selisih
antara harga penjualan dengan harga pembelian, dikalikan tarif pajak yang berlaku.
3. Credit Method
Metode yang terakhir ini sebenarnya hampir sama dengan subtraction method, hanya
bedanya dalam credit method yang dicari bukan sekedar selisih antara harga jual dengn
harga beli melainkan selisih antara pajak yang dibayar pada saat pembelian dengan pajak
yang dipungut pada saat penjualan. Oleh karena itu berdasarkan metode ini, PPN yang
terutang merupakan hasil pengurangan antara PPN yang dipungut Pengusaha pada saat
melakukan penjualan dengan PPN yang dibayar pada saat ia melakukan pembelian
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik
Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang
seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai adalah:
e. Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan
dengan pemakaian sendiri, sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak.
Khusus untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan tersebut,
hanya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai apabila memenuhi persyaratan, yaitu bahwa
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
e. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan
Barang Kena Pajak antar Cabang
Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun
sebagai cabang perusahaan, maka pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat-tempat
tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan cabang
dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran dan
sejenisnya.
g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar
pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena
Pajak yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak
laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak,
Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai
pengembalian Barang Kena Pajak (retur).
h. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap
langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena
Pajak.
Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga tidak dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai adalah :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang.
Yang dimaksud dengan makelar dalam Undang-undang ini adalah makelar sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang yaitu pedagang perantara yang
diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk
itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan dengan
mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang
dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja.
c. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan
Barang Kena Pajak antar Cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak memperoleh ijin
pemusatan tempat pajak terutang.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat usaha, baik sebagai
pusat maupun cabang-cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut telah
memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang dari Direktur Jenderal Pajak, maka
pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat usaha ke tempat usaha lainnya (pusat ke
cabang atau sebaliknya, atau antar cabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian
penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat-
tempat pajak terutang
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang
dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan atau Jasa Kena Pajak yang diberikan secara
cuma-cuma.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena
Pajak, maka atas Barang Kena Pajak tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean
yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean juga dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
Contoh
Pengusaha “A” yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek yang
dimiliki Pengusaha “B” yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut
oleh pengusaha “A” di dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah
Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak “C” di
Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha “B” yang berkedudukan di
Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak hanya Pengusaha yang telah
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena.
Pada dasarnya semua barang-barang dan jasa-jasa dapat dikenakan pajak. Namun demikian,
dengan pertimbangan keadaan ekonomi, sosial, dan budaya, tidak semua jenis barang dan jasa
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, karena barang-barang-barang atau jasa-jasa
tersebut sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Terhadap barang-barang dan jasa-jasa yang tidak dikenakan pajak tersebut otoritas
perpajakan di Indonesia membuat daftar tersendiri. Untuk barang-barang dan jasa-jasa yang tidak
tercantum di dalam daftar tersebut otomatis akan dikenai pajak.
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
Sumbernya adalah:
a. Minyak mentah (crude oil)
b. Gas bumi
Tidak termasuk dalam pengertian gas bumi adalah gas bumi yang siap dikonsumsi
langsung oleh masyarakat seperti elpiji.
c. Panas bumi
f. Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak serta bijih
bauksit
Jenis barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak adalah:
a. Beras
b. Gabah
c. Jagung
d. Sagu
e. Kedelai dan
f. Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya sebagaimana meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa
boga atau catering.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
JASA KENA PAJAK (JKP)
Seperti halnya Barang Kena Pajak, pada dasarnya seluruh jasa-jasa dapat dikenakan pajak.
Namun demikian, berdasarkan pertimbangan sosial, ekonomi dan budaya dipandang perlu untuk
tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai terhadap barang dan atau jasa tertentu. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mendorong kegiatan ekonomi dan stabilitas sosial.
PENGERTIAN
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa dan Penjualan Barang Mewah.
c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi
f. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium
Catatan
Termasuk dalam pengertian jasa di bidang pelayanan kesehatan medik adalah jasa
pengobatan alternatif, psikolog dan paranormal.
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
Jenis jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi meliputi:
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan
Jenis jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan termasuk
jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial seperti pementasan kesenian
Tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.
Jenis jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan adalah jasa penyiaran radio atau
televisi yang dilakukan oleh instansi Pemerintah atau swasta yang bukan bersifat iklan dan
tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
Jenis jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air adalah jasa angkutan umum di darat,
di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah atau swasta.
Jasa angkutan umum di darat dan di air tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan
jasa angkutan udara dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian jasa angkutan
udara luar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, karena penyerahan jasa tersebut
dilakukan di luar Daerah Pabean. Termasuk dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri
adalah jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
jasa angkutan udara luar negeri tersebut.
b. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut dan
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen,
hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap
dan
b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen, dan hostel.
12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum.
Jenis jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian
lzin Mendirikan Bangunan, pemberian lzin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok
Wajib Pajak, pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
PENGERTIAN
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya :
1. Menghasilkan barang
2. Mengimpor barang
3. Mengekspor barang
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, tidak
termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
PENGUSAHA KECIL
Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto
tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
FAKTUR PAJAK
PENGERTIAN
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti
pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.
Dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, maka
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu wajib
memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dan memberikan Faktur Pajak sebagai bukti
pungutan pajak. Disamping merupakan bukti pungutan pajak, faktur pajak (standar) dapat
digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak
harus benar, baik secara formal maupun secara materiil.
KEWAJIBAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak
b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut
f. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak dan
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan
berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak
c. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak
d. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
atau
e. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan
Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
0 0 0 . 0 0 0 - 0 0 . 0 0 0 0 0 0 0 0
Kode Status
Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar berikut artinya :
Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Larangan membuat Faktur
Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari
pemungutan pajak.
2. Dalam hal Faktur Pajak telah dibuat, maka orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 harus menyetorkan jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas
Negara.
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3.Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
4. Nilai Ekspor
Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
a. Untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual
atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
b. Untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak adalah Harga
Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
c. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-
rata
d. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film
e. Untuk persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, adalah harga pasar wajar
f. Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang Pajak
Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan,
adalah harga pasar wajar
g. Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual
h. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
i. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau
jumlah yang seharusnya ditagih
j. Untuk jasa anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang
diterima berupa service charge, provisi, dan diskon
k. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dari Pusat ke Cabang
atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak antar
cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
l. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang adalah harga lelang.
Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan kendaraan bermotor bekas, penyerahan
jasa yang dilakukan oleh Pengusaha biro perjalanan atau biro pariwisata, jasa pengiriman
paket, dan jasa anjak piutang, tidak dapat dikreditkan. Karena dalam Nilai Lain telah
diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak
dalam rangka usaha tersebut.
Catatan
Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dapat ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal:
a. Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sukar ditetapkan; dan atau
b. Penyerahan Barang Kena Pajak yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, seperti air minum,
listrik dan sejenisnya.
Contoh Perhitungan
a. Pengusaha Kena Pajak “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual
Rp25.000.000,00.
Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
b. Pengusaha Kena Pajak “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh
Penggantian Rp20.000.000,00.
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x
Rp15.000.000,00 = Rp1.500.000,00
1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP didalam daerah
pabean serta ekspor BKP terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan
tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.
2. Atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang.
3. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan
dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4. Orang pribadi atau badan baik sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun bukan Pengusaha
Kena Pajak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat tinggal
atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha.
a. Ketentuan Material:
b. Ketentuan Formal:
Memperhatikan ketentuan Pasal 9 (8) UU PPN, yaitu Pajak Masukan yang tidak dapat
dikreditkan
Pasal 9 ayat (8) UU PPN, PM tidak dapat dikreditkan untuk pengeluaran sbb:
a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha;
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan
kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa
Faktur Pajak Sederhana; (menurut UU baru dihapus).
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak;
i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang
diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
Daftar Referensi