Anda di halaman 1dari 23

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENGERTIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas pemanfaatan dan atau
penyerahan Barang dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam daerah pabean

DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PPN

1. UU No 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan
Ketiga UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah
2. Peraturan Dirjen Pajak No 13/PJ/2010 tentang bentuk, ukuran, prosedur pemberitahuan
dalam rangka pembuatan, tata cara pengisian keterangan, tata cara pembetulan atau
penggantian, dan tata cara pembatalan faktur pajak

KARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI INDONESIA

1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung


Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak
(destinataris pajak) dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas negara berada pada
pihak yang berbeda.
Pemikul beban pajak ini secara nyata berkedudukan sebagai pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena pajak. Sedangkan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas
negara adalah Pengusaha Kena Pajak yang bertindak selaku penjual Barang Kena Pajak atau
pengusaha Jasa kena Pajak. Oleh karena itu apabila terjadi penyimpangan pemungutan pajak
Pertambahan nilai, Administrasi Pajak (fiskus) akan meminta pertanggungjawaban kepada
penjual Barang Kena Pajak atau Pengusaha Jasa Kena pajak tersebut, bukan kepada pembeli,
walaupun pembeli kemungkinan juga berstatus sebagai pengusaha kena pajak.

2. PPN adalah Pajak Objektif


Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban
pajak ditentukan oleh faktor objektif, yaitu adanya tatbestand. Adapun yang dimaksud dengan
taatbestand adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang
juga disebut dengan nama objek pajak. Sebagai Pajak Objektif, timbulnya kewajiban untuk
membayar Pajak Pertambahan Nilai ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif
subjek pajak tidak ikut menentukan

3. Multi Stage Tax


Multi stage tax adalah karakteristik Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan pada setiap mata
rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek
Pajak Pertambahan Nilai mulai dari tingkat pabrikan (manufacturer) kemudian di tingkat
pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang
pengecer (retailer) dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

4. Mekanisme Pemungutan pajak Pertambahan Nilai Menggunakan Faktur Pajak


Sebagai konsekuensi penggunaan credit method untuk menghitung pajak pertambahan nilai yang
terutang maka pada setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha
Kena Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai bukti
pemungutan pajak. Di pihak lain, bagi pembeli, penerima jasa atau importir merupakan bukti
pembayaran pajak. Berdasarkan Faktur Pajak inilah akan dihitung jumlah pajak terutang dalam
satu masa pajak, yang wajib dibayar ke kas Negara

5. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri
Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena pajak yang dilakukan di dalam negeri.

6. Pajak Pertambahan Nilai Bersifat Netral


Netralitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibentuk oleh dua faktor yaitu:
a. PPN dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa. (bandingkan dengan huruf e)
b. Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan (destination principle)

7. Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda


METODE PERHITUNGAN PPN

1. Addition Method
Berdasarkan metode ini PPN dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai tambah
dikalikan tarif PPN yang berlaku
2. Subtraction Method
Berdasarkan metode ini, pajak pertambahan nilai yang terutang dihitung dari selisih
antara harga penjualan dengan harga pembelian, dikalikan tarif pajak yang berlaku.
3. Credit Method
Metode yang terakhir ini sebenarnya hampir sama dengan subtraction method, hanya
bedanya dalam credit method yang dicari bukan sekedar selisih antara harga jual dengn
harga beli melainkan selisih antara pajak yang dibayar pada saat pembelian dengan pajak
yang dipungut pada saat penjualan. Oleh karena itu berdasarkan metode ini, PPN yang
terutang merupakan hasil pengurangan antara PPN yang dipungut Pengusaha pada saat
melakukan penjualan dengan PPN yang dibayar pada saat ia melakukan pembelian

OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik
Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang
seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.

Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak


b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud
c. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Penyerahan Barang Kena Pajak

Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai adalah:

a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian


Perjanjian yang dimaksudkan dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual
beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas
barang.
b. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian
leasing
Penyerahan Barang Kena Pajak juga dapat terjadi karena perjanjian sewa beli atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing). Adapun yang dimaksud dengan penyerahan karena
perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian
sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi.
c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
Yang dimaksud dengan pedagang perantara ialah orang pribadi atau badan yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau
perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa
tertentu, misalnya komisioner. Yang dimaksud dengan juru lelang di sini adalah juru
lelang Pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah.
d. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak
Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus,
atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri.
Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa
pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, antara lain
pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

e. Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan
dengan pemakaian sendiri, sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak.

Khusus untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan tersebut,
hanya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai apabila memenuhi persyaratan, yaitu bahwa
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

e. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan
Barang Kena Pajak antar Cabang
Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun
sebagai cabang perusahaan, maka pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat-tempat
tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan cabang
dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran dan
sejenisnya.
g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar
pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena
Pajak yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak
laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak,
Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai
pengembalian Barang Kena Pajak (retur).
h. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap
langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena
Pajak.

Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak

Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga tidak dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai adalah :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang.
Yang dimaksud dengan makelar dalam Undang-undang ini adalah makelar sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang yaitu pedagang perantara yang
diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk
itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan dengan
mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang
dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja.

b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang

c. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan
Barang Kena Pajak antar Cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak memperoleh ijin
pemusatan tempat pajak terutang.

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat usaha, baik sebagai
pusat maupun cabang-cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut telah
memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang dari Direktur Jenderal Pajak, maka
pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat usaha ke tempat usaha lainnya (pusat ke
cabang atau sebaliknya, atau antar cabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian
penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat-
tempat pajak terutang

e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,


pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan
f. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak
Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

2. Impor Barang Kena Pajak.


Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan melalui
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak, maka siapapun yang memasukkan Barang
Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka
kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak

b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean

c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya

Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang
dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan atau Jasa Kena Pajak yang diberikan secara
cuma-cuma.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena
Pajak, maka atas Barang Kena Pajak tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean
yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean juga dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.

Contoh

Pengusaha “A” yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek yang
dimiliki Pengusaha “B” yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut
oleh pengusaha “A” di dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai.

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah
Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak “C” di
Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha “B” yang berkedudukan di
Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak hanya Pengusaha yang telah
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena.

7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP

8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

BARANG KENA PAJAK (BKP) DAN JASA KENA PAJAK (JKP)

Pada dasarnya semua barang-barang dan jasa-jasa dapat dikenakan pajak. Namun demikian,
dengan pertimbangan keadaan ekonomi, sosial, dan budaya, tidak semua jenis barang dan jasa
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, karena barang-barang-barang atau jasa-jasa
tersebut sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Terhadap barang-barang dan jasa-jasa yang tidak dikenakan pajak tersebut otoritas
perpajakan di Indonesia membuat daftar tersendiri. Untuk barang-barang dan jasa-jasa yang tidak
tercantum di dalam daftar tersebut otomatis akan dikenai pajak.

BARANG KENA PAJAK (BKP)


PENGERTIAN
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang
bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud

Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

KELOMPOK BARANG YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya

Jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
Sumbernya adalah:
a. Minyak mentah (crude oil)

b. Gas bumi

Tidak termasuk dalam pengertian gas bumi adalah gas bumi yang siap dikonsumsi
langsung oleh masyarakat seperti elpiji.

c. Panas bumi

d. Pasir dan kerikil

e. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara dan

f. Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak serta bijih
bauksit

2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak

Jenis barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak adalah:

a. Beras
b. Gabah
c. Jagung
d. Sagu
e. Kedelai dan
f. Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya sebagaimana meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa
boga atau catering.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
JASA KENA PAJAK (JKP)
Seperti halnya Barang Kena Pajak, pada dasarnya seluruh jasa-jasa dapat dikenakan pajak.
Namun demikian, berdasarkan pertimbangan sosial, ekonomi dan budaya dipandang perlu untuk
tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai terhadap barang dan atau jasa tertentu. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mendorong kegiatan ekonomi dan stabilitas sosial.

PENGERTIAN
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa dan Penjualan Barang Mewah.

KELOMPOK JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik

Jenis jasa di bidang pelayanan kesehatan medik meliputi:

a. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi

b. Jasa dokter hewan

c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi

d. Jasa kebidanan dan dukun bayi

e. Jasa paramedis dan perawat dan

f. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium

Catatan
Termasuk dalam pengertian jasa di bidang pelayanan kesehatan medik adalah jasa
pengobatan alternatif, psikolog dan paranormal.

2. Jasa di bidang pelayanan sosial


Jenis jasa di bidang pelayanan sosial meliputi:

a. Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo

b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial

c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan

d. Jasa Lembaga Rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial

e. Jasa pemakaman termasuk krematorium dan

f. Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.

3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko

4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi

Jenis jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi meliputi:

a. Jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang


Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998 kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang
dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak (perjanjian), serta anjak piutang

b. Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi dan

c. Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi

5. Jasa di bidang keagamaan

Jenis jasa di bidang keagamaan meliputi:

a. Jasa pelayanan rumah ibadah

b. Jasa pemberian khotbah atau dakwah dan

c.Jasa lainnya di bidang keagamaan


6. Jasa di bidang pendidikan

Jenis jasa di bidang pendidikan meliputi:

a. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti Jasa penyelenggaraan pendidikan


umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional dan

b. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.

7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan

Jenis jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan termasuk
jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial seperti pementasan kesenian
Tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.

8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan

Jenis jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan adalah jasa penyiaran radio atau
televisi yang dilakukan oleh instansi Pemerintah atau swasta yang bukan bersifat iklan dan
tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.

9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air

Jenis jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air adalah jasa angkutan umum di darat,
di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah atau swasta.

Jasa angkutan umum di darat dan di air tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan
jasa angkutan udara dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian jasa angkutan
udara luar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, karena penyerahan jasa tersebut
dilakukan di luar Daerah Pabean. Termasuk dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri
adalah jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
jasa angkutan udara luar negeri tersebut.

10. Jasa di bidang tenaga kerja

Jenis jasa di bidang tenaga kerja meliputi:


a. Jasa tenaga kerja

b. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut dan

c. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja

11. Jasa di bidang perhotelan dan

Jenis jasa di bidang perhotelan meliputi:

a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen,
hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap
dan

b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen, dan hostel.

12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum.

Jenis jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian
lzin Mendirikan Bangunan, pemberian lzin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok
Wajib Pajak, pembuatan Kartu Tanda Penduduk.

PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

PENGERTIAN

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya :

1. Menghasilkan barang

2. Mengimpor barang

3. Mengekspor barang

4. Melakukan usaha perdagangan


5. Memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean

6. Melakukan usaha jasa

7. Memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, tidak
termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

PENGUSAHA KECIL
Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto
tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

FAKTUR PAJAK
PENGERTIAN
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti
pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.
Dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, maka
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu wajib
memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dan memberikan Faktur Pajak sebagai bukti
pungutan pajak. Disamping merupakan bukti pungutan pajak, faktur pajak (standar) dapat
digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak
harus benar, baik secara formal maupun secara materiil.
KEWAJIBAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK

Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:


a. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
atau huruf f dan/atau Pasal 16D;
b. penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c;
c. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf g; dan/atau
d. ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h.

ISI DAN PEMBUATAN FAKTUR PAJAK


Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang:

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak
b. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut
f. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak dan
g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK (revisi sesuai UU Baru)

Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat:

a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan
berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak
c. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak

d. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
atau

e. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan
Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

KODE DAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK STANDAR

Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar.


1. Format Kode Faktur Pajak Standar terdiri dari 6 (enam) digit , yaitu :
a. 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi,
b. 1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status,
c. 3 (tiga) digit berikutnya adalah Kode Cabang,
2. Format Nomor Seri Faktur Pajak Standar terdiri dari 10 (sepuluh) digit, dengan rincian
sebagai berikut:
a. 2 (dua) digit pertama adalah Tahun Penerbitan.
b. 8 (delapan) digit berikutnya adalah Nomor Urut.
Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar secara keseluruhan menjadi
sebagai berikut:

0 0 0 . 0 0 0 - 0 0 . 0 0 0 0 0 0 0 0

Kode Transaksi Kode Cabang Th Penerbitan Nomor Urut

Kode Status

Kode FP Standar Nomor Seri FP Standar


Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak Standar, harus lengkap sesuai dengan
banyaknya digit.

Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar berikut artinya :

010.000-07.00000001, berarti penyerahan kepada Selain Pemungut PPN, Faktur Pajak


Standar Normal (bukan Faktur Pajak Standar Pengganti), diterbitkan
tahun 2007 dengan nomor urut 1.
011.000-07.00000005, berarti penyerahan kepada Selain Pemungut PPN, Faktur Pajak
Standar Pengganti. Faktur Pajak Standar Pengganti diterbitkan tahun
2007 dengan nomor urut 5. Dalam hal ini Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak Standar yang diganti harus dicantumkan dalam kolom
yang telah disediakan (yaitu kolom Kode dan Nomor Seri FP yang
diganti).

LARANGAN UNTUK MEMBUAT FAKTUR PAJAK


1. Orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang
membuat Faktur Pajak

Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Larangan membuat Faktur
Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari
pemungutan pajak.

2. Dalam hal Faktur Pajak telah dibuat, maka orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 harus menyetorkan jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas
Negara.

CARA MENGHITUNG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERUTANG


Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar
Pengenaan Pajak. Pajak yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak.
TARIF PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen)
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen)
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas Konsumsi Barang Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi
diluar Daerah Pabean, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen),
penggunaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang
diekspor tetap dapat dikreditkan.
Catatan
Dengan Peraturan Pemerintah, berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau
peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang mengubah tarif
Pajak Pertambahan Nilai menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya
15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif ini,
dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan
Penyusuna Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
DASAR PENGENAAN PAJAK

1. Harga Jual

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2. Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3.Nilai Impor

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
4. Nilai Ekspor

5. Nilai Lain sebagai dasar pengenaan pajak

Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak.

Nilai Lain sebagai dasar pengenaan pajak, ditetapkan sebagai berikut :

a. Untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual
atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor

b. Untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak adalah Harga
Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor

c. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-
rata

d. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film

e. Untuk persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, adalah harga pasar wajar

f. Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang Pajak
Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan,
adalah harga pasar wajar

g. Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual

h. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih

i. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau
jumlah yang seharusnya ditagih

j. Untuk jasa anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang
diterima berupa service charge, provisi, dan diskon
k. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dari Pusat ke Cabang
atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak antar
cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor

l. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang adalah harga lelang.

Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan kendaraan bermotor bekas, penyerahan
jasa yang dilakukan oleh Pengusaha biro perjalanan atau biro pariwisata, jasa pengiriman
paket, dan jasa anjak piutang, tidak dapat dikreditkan. Karena dalam Nilai Lain telah
diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak
dalam rangka usaha tersebut.

Catatan

Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dapat ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal:

a. Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sukar ditetapkan; dan atau

b. Penyerahan Barang Kena Pajak yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, seperti air minum,
listrik dan sejenisnya.

Contoh Perhitungan

a. Pengusaha Kena Pajak “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual
Rp25.000.000,00.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp25.000.000,00 = Rp2.500.000,00.

Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.

b. Pengusaha Kena Pajak “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh
Penggantian Rp20.000.000,00.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp20.000.000,00 = Rp2.000.000,00.


Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
c. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor
Rp15.000.000,00.

Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x
Rp15.000.000,00 = Rp1.500.000,00

SAAT TERUTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ((Pasal 11 UU PPN)

a. Penyerahan Barang Kena Pajak


b. Impor Barang Kena Pajak
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah, atau
f. Ekspor Barang Kena Pajak
g. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena
Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran
dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud
atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
h. Saat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam hal saat
terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat
menimbulkan ketidakadilan.

Tempat Terutang Pajak

1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP didalam daerah
pabean serta ekspor BKP terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan
tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.
2. Atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang.
3. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan
dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4. Orang pribadi atau badan baik sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun bukan Pengusaha
Kena Pajak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat tinggal
atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha.

PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

Syarat Pengkreditan Pajak Masukan:

a. Ketentuan Material:

 PM yang dibayarkan atas perolehan BKP/JKP yang berhubungan langsung dengan


kegiatan usaha;

 Didukung bukti pengeluaran: invoice dan kuitansi pembayaran.

b. Ketentuan Formal:

 Faktur Pajak diisi selengkapnya dan tidak cacat;

 Memperhatikan ketentuan Pasal 9 (8) UU PPN, yaitu Pajak Masukan yang tidak dapat
dikreditkan

Pasal 9 ayat (8) UU PPN, PM tidak dapat dikreditkan untuk pengeluaran sbb:

a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha;
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan
kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa
Faktur Pajak Sederhana; (menurut UU baru dihapus).
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak;
i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang
diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.

Daftar Referensi

Suhanda, 2000. Perpajakan. Penerbit Universitas Andalas


Siti Resmi. 2008. Perpajakan, Edisi 4, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
2010. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia. Jakarta: Salemba Emp

Anda mungkin juga menyukai