Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI BAKTERI
DIARE PADA KUCING

Oleh:
Kelompok K1 PPDH Angkatan IV 2016/2017

Aang Hasanudin, SKH (B94164401)

Pembimbing:

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PENDAHULUAN

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan


peningkatan pendapatan menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap
kebutuhan tersier meningkat. Salah satu contoh aktualisasi diri terhadap
kebutuhan tersier yaitu memiliki hewan peliharaan. Kucing merupakan salah satu
hewan yang sering dipelihara oleh masyarakat. Sebagai hewan peliharaan, kucing
akan mendapatkan perawatan baik perawatan fisik maupun kesehatan. Perawatan
kesehatan dilakukan mulai dari bagian luar tubuh yang nampak seperti kulit,
rambut, mata hingga pada bagian dalam tubuh seperti traktus sirkulatori, digesti
dan lain-lain.
Salah satu penyakit yang sering pada kucing menyebabkan turunnya bobot
badan pada kucing adalah enteritis. Enteritis ditandai dengan adanya diare. Diare
dapat dimanifestasikan sebagai kondisi dimanatu buh kekurangan banyak cairan
akibat defekasi yang berlebihan. Diare dapat disebabkan oleh mikroorganisme.
Mikroorganisme yang banyak menyebakan diare diantaranya Campylobacter sp,
Clostridium perfringens, Salmonella sp, dan Escherichia coli (Weese 2011).

TUJUAN

Pemeriksaan bertujuan untuk mengidentifikasi jenis bakteri yang


menyebabkan diare pada kucing untuk peneguhan diagnosa melalui serangkaian
proses identifikasi bakteri.

TINJAUAN KASUS

Sinyalemen
Nama hewan : Baby
Jenis hewan : Kucing
Ras : Persia
Warna rambut & kulit : Rambut hitam putih, kulit putih
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 4 bulan
Diagnosa sementara : enteritis

Anamnesa

Kucing datang ke klinik cimanggu dengan keluhan diare dan badannya yang
kurus. Kucing diterapi infus dan pemberian obat diare namun tidak kunjung
membaik.
METODE

Spesimen
Spesimen berasal dari usapan anus kucing. Sampel diperoleh dari klinik
cimanggu.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah öse, needle, bunsen, gelas objek, tabung reaksi, tabung
Epperdorf, rak tabung reaksi, pipet, stopwatch, inkubator dan mikroskop. Bahan yang
digunakan adalah kapas alkohol, cotton swab steril, kristal violet, lugol, aseton alkohol,
etanol 70%, safranin, aquades, kertas saring, Mac Conkey Agar, Blood agar, agar TSA,
KOH 3%, H2O2 3%, mediauji MR-VP, media fermentasi karbohidrat (Glukosa, sukrosa,
laktosa, manitol, dan maltosa).

Prosedur

Pengambilan Spesimen
Pengambilan spesimen dilakukan dengan mengusap leleran anus
menggunakan cotton bud steril, yang kemudian dimasukkan kedalam media
transport Brain Heart Infusion (BHI) dan dimasukkan kedalam coolbox untuk
dibawa ke laboratorium.

Inokulasi pada media Blood agar (BA) dan Mac Conkey Agar (MCA)
Lempengan agar dibagi menjadi 3 bagian membentuk huruf T pada bagian
luar dasar cawan. Daerah satu diinokulasi dengan spesimen sebanyak mungkin
dengan gerakan berkesinambungan. Ose dipanaskan dan didinginkan kembali dan
dilanjutkan dengan penggoresan ulang daerah satu sebanyak tiga sampai empat
kali dan diteruskan goresan di daerah dua. Ose dipanaskan dan didinginkan
kembali. Penggoresan daerah tiga dilakukan sama dengan penggoresan pada
daerah dua. Selanjutnya Blood agar (BA) dan Mac Conkey Agar (MCA) di
inkubasi selama 24 jam selama 37 OC. Setelah 24 jam, lempeng agar diamati
untuk melihat pertumbuhan koloni bakteri.

Subkultur bakteri pada Trypticase soy agar (TSA)


Ose disterilkan dengan cara membakar di atas api bunsen hingga berwarna
merah. Koloni diambil dari media BA atau MCA dengan ose. Koloni dioleskan
pada permukaan agar miring media TSA sebanyak mungkin dengan goresan
berkelok-kelok dengan menggunakan ose. Spesimen biakan diinkubasi pada suhu
37 oC selama 24 – 48 jam.
Gambar 5 Media Trypticase soy agar
Trypticase soy agar merupakan media umum pertumbuhan bakteri yang
menyediakan cukup nutrisi utuk memungkinkan berbagai mikroorganisme untuk
tumbuh. Media TSA ini digunakan untuk kegiatan pengisolasian dan
pembudidayaan berbagai macam mikroorganisme (Djide 2006). Hasil pemurnia
bakteri dari media BAP dan MCA pada media TSA memperlihatkan pertumbuhan
yang sama. Warna koloni putih dan sifat tembus cahaya. Uji lebih lanjut
dilakukan pewarnaan gram dari media TSA.

Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram ditemukan oleh seorang ahli bakteriologi Denmark yaitu
Hans Christian Gram yang diuraikan dalam suatu publikasi tahun 1884 (Irianto
2013). Pewarnaan Gram yaitu salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling
penting dan paling banyak digunakan untuk bakteri. Teknik pewarnaan Gram
dapat membedakan bakteri gram positif dan gram negatif berdasarkan sifat kimia
dan fisik dinding sel bakteri (Karmana 2008).
Prinsip pewarnaan Gram adalah kemampuan dinding sel terhadap zat
warna dasar setelah dilakukan pemucatan. Dinding sel bakteri gram positif banyak
mengandung peptidoglikan sehingga akan terlihat berwarna ungu walaupun
setelah pemucatan. Hal ini dikarenakan dinding sel bakteri mengikat Kristal violet
dengan kuat. Bakteri gram negatif dinding selnya lebih banyak mengandung lipid.
Dinding sel yang banyak mengandung lipid menyebabkan pori-pori mudah
membesar dan bakteri menjadi tidak berwarna setelah dilakukan pemucatan
karena Kristal violet larut. Bakteri akan terwarnai dengan zat warna kedua yaitu
safranin (Fardiaz 1989).
Uji dengan KOH 3% pada Koloni 1 dan 2 dari media TSA
Pengujian selanjutnya dengan konfirmasi menggunakan KOH 3%. Satu
mata ose koloni dihomogenkan dengan larutan KOH 3% pada gelas objek. Hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya benang saat ose ditarik menjauh dari
gelas objek.

Uji sitrat
Siapkan peralatan untuk melakukan uji sitrat yang meliputi tabung reaksi
yang berisi agar miring sitrat. Media uji sitrat yang biasa digunakan adalah media
Simmon’s citrate. Media sitrat merupakan medium sintetik dengan Na sitrat
sebagai satu-satunya sumber karbon, NH4+ sebagai sumber N dan bromthymol
blue sebagai pH indicator. Koloni spesimen diambil dengan mata ose secara
aseptis. Koloni spesimen tersebut diinokulasikan pada permukaan agar miring
urea dan agar miring sitrat dengan inokulum yang tipis kemudian diinkubasi pada
suhu 350C selama 24-48 jam.

Uji urea
Uji urea dilakukan dengan menggunakan media urea. Ose yang akan
digunakan disucihamakan terlebih dahulu dengan cara membakarnya di atas api
bunsen. Biakan bakteri dari media TSA diambil dan digoreskan pada media urea
secara aseptis. Media agar urea yang sudah ditanam disimpan dalam inkubator
dengan suhu 35oC selama 24-48 jam. Media mengandung buffer dengan pH dua,
urea, dan pH indikator , merah fenol.

Uji indol dan motilitas


Siapkan peralatan untuk melakukan uji indol yang meliputi media agar
indol yang merupakan media pepton 1% yang kaya akan triptofan. Koloni bakteri
yang telah diambil secara aseptis menggunakan needle ditusukkan ke bagian
tengah media kemudian diinkubasi pada suhu 35oC selama 24-48 jam. Uji ini
sekaligus digunakan untuk melihat apakah terdapat motilitas dari bakteri dengan
adanya penyebaran pada agar karena media untuk uji ini berbentuk semi padat.

Uji TSIA
Peralatan untuk melakukan uji TSIA disiapkan yaitu media TSIA. Koloni
spesimen diambil dengan menggunakan needle secara aseptis. Inokulasi koloni
spesimen tersebut dengan menusukkan mata ose ke dalam agar TSIA hingga ¾
agar kemudian inokulasi pada permukaan agar miring TSIA. Media TSIA lalu
diinkubasi pada suhu 35oC selama 24- 48 jam.
Uji fermentasi karbohidrat
Uji fermentasi karbohidrat dilakukan dengan menggunakan media kaldu
karbohidrat, yaitu larutan glukosa, maltosa, manitol, laktosa, dan sukrosa serta di
dalamnya terdapat tabung Durham. Koloni spesimen diambil dengan mata ose
secara aseptis. Inokulasi koloni spesimen tersebut dengan mencampurkan ke
dalam larutan glukosa, maltosa, manitol, laktosa, dan suktosa secara bergantian
dan secara aseptis setiap melakukan inokulasi. Kemudian diinkubasi pada suhu
35oC selama 24-48 jam.

Uji Methyl Red (MR)


Uji MR dilakukan untuk menentukan adanya fermentasi asam campuran.
Fermentasi asam campuran ditentukan dengan cara menumbuhkan
mikroorganisme dalam kaldu yang mengandung glukosa dan menambahkan
reagen methyl red ke dalam kaldu setelah masa inkubasi pada suhu 35oC selama
24 jam.

Uji Voges-Proskauer (VP)


Uji VP digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang
memfermentasi 2,3-butanadiol yang mengakibatkan penumpukkan bahan dalam
pertumbuhan. Penambahan 10 tetes 40% KOH dan 15 tetes 5% larutan
alphanapthol dalam etanol dapat menentukan adanya asetoin (asetil metal
karbinol), yaitu suatu senyawa pemuka dalam sintesis 2,3 butanadiol. Keberadaan
asetoin ditunjukkan oleh perubahan warna kaldu menjadi merah muda. Hasil
reaksi dapat terlihat paling lambat setelah 30 menit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembiakan bakteri dilakukan pada media Blood Agar (BA), Tryptic Soy
Agar (TSA) dan Mac Conkey Agar (MCA) dengan cara menginokulasi koloni
spesimen yang telah diambil secara aseptis dari bagian dalam hati. Selanjutnya
media yang telah ditanami spesimen disimpan dalam ruang inkubasi dengan suhu
370C selama 24 jam. Hasil pengamatan terhadap biakan bakteri pada Blood Agar
dan Mac Conkey Agar dapat dilihat pada Tabel 1. Inokulasi koloni pada media BA
menunjukkan koloni bakteri berbentuk bulat, berukuran 1-2 mm, berwarna putih,
memiliki aspek mengkilat, permukaan koloni halus, tidak tembus cahaya, dan
tidak terdapat zona hemolisis. BA merupakan media yang digunakan untuk
menumbuhkan mikroorganisme yang sulit dibiakkan dan digunakan untuk
membedakan kelompok mikroorganisme yang dapat melilisiskan sel darah merah.
Lisisnya sel darah merah pada BA dibagi menjadi 3 jenis: α hemolisis yang
merupakan hemolisis tidak sempurna dari bakteri yang menyebabkan warna
kehijauan pada media, β hemolisis merupakan hemolisis sempurna yang
memberikan warna terang dan jernih pada biakan, dan γ hemolisis yang
menunjukkan tidak adanya hemolisis yang disebabkan oleh bakteri sehingga
warna media tetap merah (Lay 1994). Bakteri yang mampu melisiskan eritrosit
bersifat lebih virulen dibandingkan bakteri yang tidak mampu melisiskan eritrosit.
Bakteri yang mampu melisiskan darah adalah bakteri yang menghasilkan
substansi berupa protein ekstraseluler yaitu hemolisin (McKane dan Kandel 1998).
Bakteri yang memperoduksi hemotoksin di antaranya Staphylococcus,
Pneumococcus, beberapa Clostridium, dan Steptococcus. Mac Conkey Agar
merupakan media selektif diferensial yang digunakan untuk mengisolasi bakteri
batang gram negatif. Biakan pada MCA dibedakan berdasarkan kemampuan
bakteri memfermentasi laktosa atau tidak. Kandungan dalam MCA antara lain
laktosa, garam empedu, dan merah netral. Media ini berfungsi menghambat
pertumbuhan bakteri gram positif dengan adanya garam empedu dan kristal violet.
Koloni bakteri dalam biakan ini dapat memfermentasikan laktosa sehingga
menghasilkan lingkungan asam dan memperlihatkan warna merah pada media.
Bakteri yang tidak memfermentasikan laktosa biasanya bersifat patogen (Lay
1994). MCA direkomendasikan sebagai media untuk melakukan subkultur bakeri
Eschericia coli.
Tabel 1. Pengamatan koloni bakteri pada media Blood Agar (BA)
Parameter BA MCA
Ukuran koloni 1-2 mm 1-2 mm
Permukaan koloni Bulat Bulat
Aspek koloni Mengkilat Mengkilat
Tepi koloni Rata Rata
Elevasi Cembung Cembung
Pigmentasi Putih Merah
Sifat tembus cahaya Tidak tembus Tembus
Hemolisis Tidak ada Tidak ada

Gambar 1. Biakan bakteri sampel (usapan anus) pada media BA dan MCA
Media TSA digunakan untuk memurnikan biakan yang berasal dari media MCA
dan BA. Media TSA biasanya merupakan biakan agar miring. Hsil pengamatan
pada agar miring dapat dilihat pada Tabel 2. Kedua media biakan didapatkan
koloni bakteri yang subur, berwarna putih, tidak tembus cahaya, dan bentuk
pertumbuhannya filifora. Hasil biakan pada TSA dilakukan pewarnaan gram.

Tabel 2. Hasil pengamatan pertumbuhan koloni pada media TSA


Pengamatan BA MCA
Jumlah pertumbuhan Subur subur
Pigmentasi Putih Putih
Sifat tembus cahaya Tidak tembus Tidak tembus
Bentuk pertumbuhan Filiform Filiform

Gambar 3. Hasil pengamatan biakan pada agar miring TSA (24 jam)

Hasil pewarnaan gram dari kedua biakan tersebut dapat dilihat pada Tabel
3. Pewarnaan gram dari kedua biakan tersebut memperlihatkan adanya bakteri
berbentuk coccobacil, berwarna merah, dan tersusun soliter sehingga diketahui
merupakan bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif memiliki dinding sel
dengan kandungan lipid yang tinggi, lipid ini akan larut dalam alkohol dan aseton
sehingga meningkatkan daya larut kompleks kristal violet, adanya penambahan
safranin menyebabkan kompleks kristal violet larut dan dinding mengikat zat
warna kedua sehingga bakteri berwarna merah (Lay 1994). Gram positif dengan
kandungan lemak lebih rendah, jika diberi alkohol justru membuat pori-pori
mengecil dan permeabilitas berkurang, sehingga Kristal violet dan iodium tidak
dapat terekstraksi (Pelczar et al. 2007).
Tabel 3. Hasil pengamatan pewarnaan Gram pada koloni 1 dan 2
Pengamatan BA MCA
Bentuk sel Cocobasil Cocobasil
Susunan Soliter Soliter
Warna Merah Merah
Sifat Gram Negatif Negatif

Gambar 4. Hasil pewarnaan Gram pada BA dan MCA

Uji Katalase
Uji katalase dilakukan dengan menambahkan satu mata ose koloni 1 pada
larutan H2O2 3% diatas gelas objek. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya gelembung atau buih. Pada koloni 1 didapatkan hasil positif yang
ditunjukkan dengan terbentuknya buih. Adanya buih menunjukkan bahwa bakteri
tersebut mampu menghasilkan enzim katalase yang menguraikan H2O2. Koloni 1
yang menunjukkan hasil positif sehingga dikategorikan sebagai famili
Microccaceae. Famili Microccaceae menunjukkan hasil uji katalase positif dan
seringnya hasil uji okidase positif meskipun lemah (NHS 2014). Pada koloni 2
yang menunjukkan hasil uji katalase negatif, tetapi masuk ke dalam golongan
bakteri gram positif dan memiliki bentuk coccus dapat dikategorikan sebagai
genus Streptococcus. Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,
Sreptococcus spp dan Corynebacterium merupakan bakteri normal yang biasa
diisolasi dari konjungtiva dan kelopak mata kucing (Gerding and Kakoma 1990).

A B
Gambar 5 (A). Hasil uji katalase koloni 1 SP-1 dan (B). koloni 2 SP-1
Uji Glukosa Mikroaerofilik
Hasil uji glukosa mikroaerofilik pada koloni 1 adalah positif yang
ditunjukkan dengan perubahan warna larutan glukosa dari merah menjadi kuning.
Uji glukosa mikroaerofilik dilakukan untuk membedakan antara genus
Micrococcus dan Staphylococcus. Pada uji glukosa mikroaerofilik didapatkan
hasil positif yang ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi kuning, sehingga
koloni 1 dikategorikan ke dalam genus Staphylococcus.

Gambar 6. Hasil uji fermentasi glukosa mikroaerofilik pada koloni 1

Pembiakan pada media MSA


Koloni 1 dari TSA diambil menggunakan ose lalu digoreskan pada media
Mannitol Salt Agar (MSA) kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C. MSA
merupakan media selektif untuk diferensiasi genus Staphylococcus. Media ini
selektif karena mengandung konsentrasi garam yang tinggi (7,5%) dimana mampu
menekan pertumbuhan bakteri pada umumnya, namun bakteri yang toleran garam
dapar berkembang dala media ini. MSA juga mengandung manitol yang
berfungsi sebagai agen diferensiasi. Staphylococcus aureus akan memfermentasi
gula alkohol menjadi asam sehingga menurunkan pH dari media tersebut (Davis et
al. 2006). Hasil yang didapatkan adalah positif yang ditunjukkan dengan
terjadinya perubahan warna pada media yang awalnya berwarna merah (adanya
indikator phenol red) menjadi kuning, hal tersebut membuktikan bakteri memiliki
kemampuan untuk memfermentasikan manitol. Dari hasil tersebut, maka koloni 1
adalah Staphylococcus aureus.
Gambar 7. Hasil pembiakan koloni 1 pada MSA

Uji Koagulase
Uji terhadap patogenitas dilakukan uji koagulase untuk melihat kemampuan
bakteri dalam mengoagulasikan plasma kelinci. Pada uji koagulase yang
dilakukan, hasil yang didapatkan adalah positif yaitu bakteri memiliki
kemampuan. Menurut Bailey and Scott (1974), Staphylococcus aureus
menghasilkan uji koagulase positif sedangkan Staphylococcus epidermidis
menghasilkan koagulase negatif. Dari hasil uji-uji yang didapatkan, disimpulkan
bahwa bakteri pada koloni 1 adalah Staphylococcus aureus yang patogen.

Gambar 8. Hasil uji koagulasi pada koloni 1 (kanan: positif)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan, kucing yang diambil sampel leleran


matanya mengalami konjungtivitis diduga akibat keberadaan bakteri
Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp.
DAFTAR PUSTAKA

Bailey WR and Scott EG. 1974. Diagnostic Microbiology. London (USA): Mosby
Co.
Becton, Dickinson, and Company. 2007. Trypticase™ Soy Agar (Soybean-Casein
Digest Agar) [internet]. Diunduh pada 2016 Desember 15. Tersedia pada:
http://www.bd.com/ds/productCenter/221283.asp [26 Februari 2012]
Factors Causing Gastrointestinal Problems in Juvenile Squirrels.
Davis JA, Farrah SR, and Wilkie AC. 2006. Selective growth of Staphylococcus
aureus from flushed dairy manure wastewater using acriflavine-
supplemented mannitol salt agar. J App Microb, 42: 608-611.
Gerding P, Kakoma. 1990. Microbiology of the canine and feline eye. Veterinary
Clinics of North America: Small Animal Practice 20: 615-625
Gerding P, Kakoma. 1990. Microbiology of the canine and feline eye. Veterinary
Clinics of North America: Small Animal Practice 20: 615-625
Mitchell, N. 2006. Feline ophthalmology Part 2: clinical presentation and
aetiology of common ocular conditions. Hampshire (UK): Irish Vet J. Vol
59(4)-223.
[NHS] National Health Services. 2014. UK Standards for Microbiology
Investigations: Identification of Staphylococcus species, Micrococcus
species and Rothia species. England (UK): Public Health England.

Anda mungkin juga menyukai