sesar transform yang mana apabila adapun akan dihasilkan magma dalam jumlah
lingkungan tepi lempeng (plate margin) dan bagian tengah lempeng (intraplate) yang
di dalamnya dapat dibagi lagi menjadi tujuh tataan tektonik lempeng (Tabel 1.1).
Wilson (1989) menjelaskan bahwa lingkungan tataan tektonik pembentukan
magma meliputi tepi lempeng konstruktif, tepi lempeng destruktif, tataan bagian
tengah lempeng samudera dan tataan bagian tengah benua (Tabel 1.2). Wilson (2007),
magma seri tholeiitic dapat terbentuk pada berbagai tatanan tektonik, sedangkan
magma seri calc-alkaline hanya terbentuk pada tatanan tektonik subduksi. Selain itu
1.3). Tampak bahwa kecepatan pembentukan magma pada batuan plutonik jauh lebih
cepat (29,5 km3/tahun) dibandingkan pada batuan gunung api (4,1 km3/tahun) untuk
kerak maupun di dalam mantel bagian atas (Gambar 1.1). Lingkungan tegasan
ekstensif seperti punggungan samudera, cekungan tepi – lautan dan regangan benua
dicirikan oleh seri magma tholeit dan seri magma alkali. Jalur subduksi / penekukan
kapur alkali. Daerah dengan tegasan minor (kompresif atau ekstensif) seperti
cekungan samudera dan daerah kraton / inti benua dicirikan oleh seri magma tholeit
yang sering dijumpai di punggungan tengah samudera, busur kepulauan dan bagian
tepi benua aktif yang merupakan batas – batas persentuhan lempeng. Namun
bagian tengah lempeng yaitu pusat – pusat magmatisme yang bersumber dari hot
spot. Lokasi hot spot terletak dekat punggungan samudera, bagian tengah lempeng
samudera dan berada pada lempeng – lempeng benua. Diperkirakan magma yang
(Hawaii) berasal dari peleburan bahan di bagian dalam mantel Bumi. Perhitungan
kedalaman zona penunjaman asal magma dapat dihitung dengan metode Hutchinson
(1975), berdasarkan data kandungan SiO2 dan K2O dengan rumus (h = [320-(3.65 x
%SiO2)] + (25.52 x %K2O). Sedangkan asal magma dapat diketahui dari lempeng
benua atau samudra dengan menggunakan diagram Pearce (1997) yang didasarkan
berasal dari bagian atas selubung bumi atau bagian bawah kerak bumi bersuhu tinggi
untuk mengalir.
magma artinya magma yang mempunyai viskositas tinggi tidak mudah mengalir dan
relatif cepat membeku, sedangkan magma yang mempunyai viskositas rendah akan
mudah mengalir dan relatif lambat membeku. Viskositas lava tergantung pada
komposisi (terutama SiO2 dan kandungan gas yang terlarut di dalamnya) dan
komposisi riolit (mengandung 70 % atau lebih SiO2) adalah sangat pekat (viskositas
tinggi) sehingga mengalir sangat lambat dan pergerakannya sukar dideteksi. Sifat
kekentalannya yang tinggi tersebut membuat gelembung gas sulit untuk keluar. Hal
yang terakhir ini berkaitan dengan letusan kuat yang menghasilkan abu gunung api.
Sifat fisik magma berhubungan dengan magma sebagai bahan cair kental
pijar, mengandung gas dan bersuhu tinggi. Oleh karena itu, magma mudah bergerak
membentuk gunung api. Bilamana magma membeku jauh di dalam Bumi (deep
seated intrusions) membentuk batuan beku dalam atau batuan plutonik, sedangkan
intrusions dan hypabyssal intrusions) atau di dalam tubuh gunung api sampai
membeku di permukaan Bumi membentuk batuan beku intrusi dangkal dan batuan
gunung api.
Sifat magma yang mempunyai suhu tinggi sehingga mencapai 1400oC
Secara umum batuan beku disusun oleh enam kelompok mineral seperti
olivin, piroksin, ampibol, mika, feldspar, dan kuarsa. Unsur – unsur yang terkandung
H (hidrogen) dan O (oksigen), unsur – unsur ini selalu diekspresikan dalam ion
oksida sebagai SiO2, Al2O3, dan seterusnya. Unsur Si (SiO2) merupakan unsur
terbanyak dan terpenting untuk mengendalikan sifat magma sehingga unsur ini sering
dipakai para ahli sebagai komponen pembanding untuk klasifikasi batuan magma.
Batuan magma disaring terlebih dulu melalui dapur magma sebelum
dapur magma sering merubah komposisi magma primer produk peleburan sebagian
batuan beku secara kimiawi berubah karena pelepasan gas atau karena interaksinya
menunjukkan kisaran 45 % berat sampai 75 % berat SiO2. Hanya sedikit lava yang
komposisi SiO2 mencapai terendah 30 % berat dan setinggi 80 % berat, tetapi variasi
ini terbentuk bila magma terasimilasi oleh fragmen batuan sedimen dan batuan
malihan atau ketika diferensiasi magma, sehingga menyebabkan komposisi magma
berubah. Berdasarkan analisa kimia tersebut terdapat tiga jenis magma (Gambar 1.3),
yaitu :
1. Magma mengandung sekitar 50 % SiO 2 membentuk batuan beku basal,
diorit;
3. Magma mengandung sekitar 70 % SiO2 membentuk batuan beku riolit dan
granit.
batuan beku basal / gabro didominasi oleh mineral yang berkomposisi Al2O3, FeO,
MgO, CaO, sedangkan batuan riolit / granit didominasi oleh mineral yang
Gambar 1.3 Kisaran komposisi (persen berat) jenis batuan beku dan dibedakan
menjadi tiga kelompok utama jenis magma yang ada di Bumi (Flint, 1977).
Di pihak lain Peccerillo dan Taylor (1976) membagi magma berdasarkan
kandungan SiO2 (Tabel 1.4) dan kombinasi antara SiO2 dengan K2O (Gambar 1.4).
Kandungan unsur oksida SiO2 dengan K2O akan menentukan seri magma asal.
Tabel 1.4 Jenis magma dan komposisi magma (Peccerillo dan Taylor, 1976).
series) atau sering disebut tholeiite, K menengah rendah (calc – alkaline series), K
menengah tinggi (high K calc alkaline series) dan K tinggi (shoshonite series). Pada
Gambar 1.4 dapat dijelaskan bahwa terdapat beragam komposisi batuan beku seperti
andesit tholeit, andesit kapur alkali, dan andesit shosonit, begitupun juga untuk
diferensiasi dari suatu magma pada batuan hasil pembekuannya yang dianalisis secara
kimia. Dimana tahap diferensiasi magma dibedakan menjadi tiga, yaitu “ Early
Stage, Middle Stage, dan Last Stage” (Gambar 1.5). Perhitungan ini dilakukan
berdasarkan kandungan indeks mineral hitam (Mafic Indeks : MI) dan kandungan
indeks mineral terang (Felsic Indeks : FI). Rumus yang digunakan adalah: Mafic
bahwa ada hubungan antara indeks mineral hitam (MI) dengan temperatur pada saat
kristal pertama mulai terbentuk pada kondisi setimbang. Hubungan tersebut dibuat
dalam sebuah grafik yang kemudian disebut grafik Tilley. Dengan mengetahui
besarnya nilai indeks mineral hitam (MI), maka besarnya temperature dapat
diperkirakan dari grafik tersebut, (Gambar 1.6). Sementara untuk perhitungan mafik
alkali silika (TAS) menurut Le Bas (1986) untuk klasifikasi batuan vulkanik.
Diagram ini berdasarkan kandungan total alkali (TA, jumlah dari Na 2O + K2O) dan
kandungan SiO2 (S) sebagai persen berat dari hasil analisis total batuan (Gambar 1.7).
Gambar 1.7 Klasifikasi batuan vulkanik berdasarkan TAS diagram (Le Bas et al.,
1986).
1.4 Magmatisme Busur Kepulauan
menghasilkan batuan volkanik orogenik. Salah satu cirinya adalah hampir selalu
jenuh silika, kecuali pada beberapa gunungapi yang muncul pada posisi belakang
busur. Klasifikasi lava orogenik berdasarkan kandungan SiO2 dan K2O dapat
mengidentifikasi seri lava orogenik (Paccerillo & Taylor, 1976 dan maury, 1984), seri
dengan piroksen pada batuan andesit basaltik (Maury, 1984 dalam Sutanto, 2000).
Secara geokimia, lava orogenik pada umumnya kaya akan Al2O3 (>16%) dan
miskin titan (TiO2 < 1,2%) (Pearce, 1982 ; Maury, 1984, dalam Sutanto, 2000).
Generasi magma pada busur kepulauan terjadi pada mantle wedge atau baji mantel di
bawah zona subduksi (Wilson, 1989 dalam Sutanto, 2000). Proses tersebut akan
unsur utama.