Anda di halaman 1dari 39

BAB I

STATUS PASIEN NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y

Umur : 62 th

Alamat : Kali Pasir RT 001/RW 001 Pesawaran Lampung

Agama : Islam

Status : Menikah

Suku Bangsa : Lampung

Tanggal Masuk : 11 November 2017

No.RM :098616

II. RIWAYAT PENYAKIT

ANAMNESIS

Keluhan utama : Os Datang dengan keluhan tangan kanan lemas

sejak kurang lebih 4 hari, sebelum masuk rumah

sakit. Pasien juga merasakan nafas agak sesak.

Keluhan tambahan : nyeri ulu hati, mual, pasien juga sulit untuk

menggenggam tangan, pasien juga sulit untuk

menunjuk hidung dengan benar. Pasien juga

mengeluh tidak bisa BAB selama 1 minggu


Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS Pertamina Bintang Amin dengan keluhan


lengan kanan lemas secara tiba-tiba dan sulit digerakkan sejak satu hari sebelum
masuk RS. Keluhan ini dirasakan tiba-tiba saat os duduk di tempat tidurnya.
Sebelum os masuk rumah sakit os terlebih dahulu berobat ke puskemas tetapi os
tidak ada perubahan sama sekali. Os juga mengeluh nyeri ulu hati dan mual
serta tidak bisa buang air besar selama satu minggu. Keluhan lainnya seperti
nyeri kepala yang berat, rasa berputar, muntah, gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, kejang dan pingsan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (+) tetapi tidak rutin kontrol dan jarang minum obat,

Diabetes Mellitus (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama

Riwayat Kebiasaan

Os sering memakan makanan yang asin dan makanan yang digoreng.

Merokok (-), konsumsi alkohol (-).

Riwayat Sosial Ekonomi

Os adalah ibu rumah tangga yang tinggal bersama ke 2 anaknya , dengan

keadaan ekonomi yang cukup.


III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Praesent

 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

 Kesadaran : Composmentis

 GCS : E4V5M6

 Vital Sign

 Tekanan darah : 160/100 mmHg

 Nadi : 98x/menit

 RR : 26x/menit

 Suhu : 36,7 OC

Status Generalis

 Kepala

 Rambut : Rambut berwarna hitam keputihan dan beruban


 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor 3mm/3mm, Ptosis (-/-)
 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi
septum (-), sekret (-/-)
 Telinga : Normal (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), sekret (-/-),
membran timpani utuh (+/+), serumen (-/-)
 Mulut : Asimetris, sianosis (-), pucat (-), stomatitis(-),
mukosa kering (-), karies (-)
 Tenggorokan : Mukosa faring hiperemis (-); uvula di tengah ; tonsil
normal (T1/T2)
 Leher

 Pembesaran KGB :Tidak terdapat pembesaran KGB

 Pembesaran Tiroid :Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid


 JVP :Tidak ada peningkatan JVP

 Trachea : Tidak ada deviasi trakea

 Thorak

 Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, bentuk dada

simetris, gallop (-)

 Paru : Suara nafas vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)

 Abdomen : Bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan positif.

 Ekstremitas

 Superior :Akral hangat, kekuatan otot 2/5.

 Inferior :Akral hangat. Kekuatan otot 5/5

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Saraf Cranialis

 N. Olfaktorius ( I )

 Daya penciuman hidung : Tidak terdapat kelainan

 N. Opticus ( II )

 Tajam penglihatan : Tidak terdapat kelainan

 Lapang penglihatan : Tidak terdapat kelainan

 Tes Warna : Tidak terdapat kelainan

 Fundus Oculi :Tidak dilakukan

pemeriksaan
 N. Oculomotorius, N. Trochealis, N. Abducen ( III, IV, VI )

 Ptosis : Tidak terdapat kelainan

 Endoftalmus : Tidak terdapat kelainan

 Exsoftalmus : Tidak terdapat kelainan

 Nistagmus : Tidak terdapat kelainan

 Strabismus : Tidak terdapat kelainan

 Pupil

Diameter : 3mm/3mm

Bentuk : Bulat/bulat

Isokor/anisokor : Isokor

Posisi : Di tengah, simetris

Reflek Cahaya Langsung : (+/+)

Reflek Cahaya tidak langsung : (+/+)

Reflek akomodasi : (+/+)

 Gerakan bola mata

Medial : Tidak terdapat kelainan

Lateral : Tidak terdapat kelainan

Atas Lateral : Tidak terdapat kelainan

Atas Medial : Tidak terdapat kelainan

Atas : Tidak terdapat kelainan

Bawah : Tidak terdapat kelainan

Bawah Lateral : Tidak terdapat kelainan


Bawah Medial : Tidak terdapat kelainan

N. Trigeminus ( V )

 Menggigit : Bisa menggigit

 Membuka mulut : bisa membuka mulut

 Sensibilitas atas : Tidak terdapat kelainan

 Sensibilitas tengah : Tidak Terdapat kelainan

 Sensibilitas bawah : Tidak terdapat kelainan

 M. Maseter : Tidak terdapat kelainan

 M. Temporalis : Tidak terdapat kelainan

 M. Pterigoideus : Tidak terdapat kelainan

 Reflek kornea : Tidak terdapat kelainan

 N. Fascialis ( VII )

Inspeksi wajah sewaktu,

 Diam : Tidak terdapat kelainan

 Tersenyum : Tidak terdapat kelainan

 Meringis : Tidak terdapat kelainan

 Menutup mata : Simetris

Pasien di minta untuk,

 Mengerut dahi : Tidak terdapat kelainan

 Menutup mata kuat – kuat : Tidak terdapat kelainan

 Mengembungkan pipi : Tidak terdapat kelainan

 Mengangkat alis : Tidak terdapat kelainan

Sensoris
 Pengecapan 2/3 depan lidah : Normal

 N. Acusticus ( VIII )

N. Cochlearis

 Ketajaman pendengaran : Normal

 Tinitus : Normal

N. Vestibularis

 Tes Romberg : Tidak terdapat kelainan

 Tes Tandem Walking : Tidak terdapat kelainan

 Tes Pronasi Supinasi : Tidak terdapat kelainan

 Tes Telunjuk-Hidung : Tidak terdapat kelainan

 Tes Telunjuk-telunjuk : Tidak terdapat kelainan

 N. Glossopharingeus dan N. Vagus ( IX dan X )

 Suara bindeng / nasal : Tidak terdapat kelainan

 Posisi uvula : Tidak terdapat kelainan

 Reflek batuk : Tidak terdapat kelainan

 Menelan : Tidak terdapat kelainan

 N. Accesorius ( XI )

M. sternocleidomastoideus : Tidak terdapat kelainan

M. trapezius : Tidak terdapat kelainan

 N. Hipoglossus ( XII )

 Atropi : Tidak terdapat kelainan

 Fasikulasi : Tidak terdapat kelainan

 Deviasi : Tidak terdapat kelainan


Tanda perangsangan selaput otak

1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)


2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- ( tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (pada kedua tungkai tidak terdapat tahanan
sebelum mencapai 135°)
5. Laseque :-/- (pada kedua tungkai tidak terdapat tahanan
sebelum mencapai 70o)
Sistem motorik

Kekuatan Otot : 2/5/5/5


Tonus : Normal
Klonus :(-/-) extremitas superior dan inferior
Atrophi : (-)
Refleks Fisiologis
 Biceps : +/+ (Normal)
 Triceps : +/+ (Normal)
 Achiles : +/+ (Normal)
 Patella : +/+ (Normal)
Refleks Patologis
 Babinski : -/-
 Oppenheim : - /-
 Chaddock : - /-
 Gordon : - /-
 Scaeffer : - /-
 Hoffman : - /-
 Tromner : - /-
 Gonda : - /-
Sensibilitas

Eksteroseptif/ rasa permukaan (Superior/Inferior)


 Rasa Raba : Tidak terdapat kelainan
 Rasa Nyeri : Tidak terdapat kelainan
 Rasa Suhu Panas : Tidak terdapat kelainan
 Rasa Suhu dingin :Tidak terdapat kelainan

Priopioseptif/ rasa dalam


 Rasa Sikap : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Rasa Getar :Tidak dilakukan pemeriksaan
 Rasa Nyeri Dalam : Tidak dilakukan pemeriksaan
Susunan saraf otonom
 Miksi : Normal
 Defekasi : Tidak defekasi selama satu minggu

Fungsi Luhur
 Fungsi Bahasa : Normal
 Fungsi Orientasi : Normal
 Fungsi Memori : Normal
 Fungsi Emosi : Normal

Algoritma Gajah Mada


 Penurunan Kesadaran :-
 Nyeri Kepala :-
 Refleks Babinsky :-
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x
tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12
Keterangan :
Derajat 0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
kesadaran 2 = sopor/koma
Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada
Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;
angina; penyakit pembuluh darah)
Hasil :
Skor > 1 Perdarahan supratentorial
Skor < 1 Infark serebri
Skor pasien: (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) - (3 x 1) – 12 = -5
 infark serebri (stroke non hemoragik)

Pemeriksaan Penunjang

 Hasil laboratorium:

Hematologi

Hb : 12,2
Leukosit :7.700
Leukosit basofil :0
Leukosit eusinofil :0
Leukosit batang :1
Leukosit segmen :71
Leukosit limfosit :22
Leukosit monosit :6
Eritrosit :4,7
Hematokrit :37
Trombosit :306.000
MCV :75
MCH :25
MCHC :29
GDS :213
Kolesterol total :179
Hasil CT SCAN

 Gambaran lunak exstracalvaria dan calvaria masih tampak normal


 Sulcy corticalis, fissura sylvii bilateral dan fissura interhemisfer
tampak normal
 Kaliber ventrikel lateral bilateral, 3 dan 4 masih tampak normal
 Tampak kalsifikasi fisiologis didaerah pineal body, ganglia
basalisbilateral dan
 Tampak lesi hipodens batas tidak tegas, di parenkim serebri daerah
ganglia basalis kiri subtasia alba periventrikuler lateralis kiri
 Parenkim serebelum dan batang otak masih tampak normal
 Mid line shif (-)
 Sisterna basalis dan ambiens masih tampak normal
 Daerah sela tursica, juxtacella dan cerebello-pontine angel masih
tampak normal
 Bulbus oculi dan ruang retrobulber masih tampak normal
 Tampak lesi hipodens yang mengisi sinus maksilaris bilateral
 Sinus etmoidalis, sfonoidalis dan frontalis bilateral masih tampak
normal
 Cavum nasalis bilateral masih tampak normal
 Mastoid air cell bilateral masih tampak normal
Kesan:

 Infrak serebri a/r ganglia basalis kiri dan subtansi alba periventrikuler
lateral kiri
 Sinusitis maksilaris bilateral
 Tidak tampak tanda-tanda SOL maupun perdarahan intra kranial
Pemeriksaan MMSE : 30 (normal)
Resume

Pasien datang ke IGD RS Pertamina Bintang Amin dengan keluhan lengan


kanan lemas secara tiba-tiba dan sulit digerakkan sejak satu hari sebelum masuk
RS. Keluhan ini dirasakan tiba-tiba saat os duduk di tempat tidurnya. Sebelum os
masuk rumah sakit os terlebih dahulu berobat ke puskemas tetapi os tidak ada
perubahan sama sekali. Os juga mengeluh nyeri ulu hati dan mual serta tidak bisa
buang air besar selama satu minggu. Keluhan lainnya seperti nyeri kepala yang
berat, rasa berputar, muntah, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
kejang dan pingsan disangkal.

Pemeriksaan fisik kesadaran composmentis, GCS E4V5M6, tekanan darah

160/100 mmHg, Nadi 96x/menit, RR 26x/menit dan Suhu 36,70C. Pemeriksaan

motorik kekuatan otot ekstremitas atas kanan2/5.

Tonus : Normal
Klonus : (-/-) extremitas superior dan inferior
Atrophi : (-)
Refleks Fisiologis
 Biceps : +/+ (Normal)
 Triceps : +/+ (Normal)
 Achiles : +/+ (Normal)
 Patella : +/+ (Normal)
Refleks Patologis
 Babinski : -/-
 Oppenheim : - /-
 Chaddock : - /-
 Gordon : - /-
 Scaeffer : - /-
 Hoffman : - /-
 Tromner : - /-
 Gonda : - /-

Sensibilitas

Eksteroseptif / rasa permukaan (Superior/Inferior)


 Rasa Raba : Tidak terdapat kelainan
 Rasa Nyeri : Tidak terdapat kelainan
 Rasa Suhu Panas : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Rasa Suhu dingin :Tidak dilakukan pemeriksaan
Priopioseptif / rasa dalam
 Rasa Sikap : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Rasa Getar :Tidak dilakukan pemeriksaan
 Rasa Nyeri Dalam : Tidak dilakukan pemeriksaan

Susunan saraf otonom


 Miksi : Normal
 Defekasi : Tidak defekasi selama satu minggu
Skor Siriraj : -5
Diagnosis
 Klinis : Hemiparese extremitas superior dextra
 Topik : Infark serebri a/r ganglion basal kiri dan substansia alba
periventrikuler lateralis kiri
 Etiologi : Stroke Iskemik e.c infark serebri
Diagnosis Banding

 Stroke Hemoragik

Penatalaksanaan

Non Farmakologi

 Pemberian Oksigen

 Observasi Vital sign

Farmakologi

 RL XX gtt (makro)

 Omeprazole injeksi 2x1 vial

 Amlodopin 5 mg tab 1x1

 Captopril 12,5 mg tab 2x1

 Dulcolax tab. 1x2

 Aspilet 1x1

 Micardis 80 mg 1x1

Prognosa

 Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

 Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam

 Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam


BAB II

ANALISIS KASUS

PEMASALAHAN

1. Apakah diagnosis padakasus ini sudah benar?


A. Diagnosis Klinis:
Paralisis extremitas superior dextra
Pasien datang dengan keluhan mendadak lemas pada anggota gerak lengan
kanan.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa paralisis adalah kondisi dimana
terjadinya kelemahan otot pada daerah tertentu pada tubuh. Lesi ditinjau
dari kelainan motorik yang ada, yang melibatkan area yang dilewati oleh
traktus motorik. Pengaturan motorik anggota gerak dipersarafi oleh jaras
kortikospinal (piramidalis). pada kasus ini kemungkinan lesi lebih banyak
mengenai traktus motorik yang bertanggung jawab pada extremitas
superior kanan pada substansia alba perivetrikular lateralis cornu anterior
pada korteks serebri kiri, sehingga parese yang terjadi pada extremitas
inferior lebih ringan dan tidak menetap.
B. Topis : Infark serebri a/r substansia alba periventrikuler lateralis
cornu anterior kiri
Penilaian letak lesi ditinjau dari kelainan motoric. Jika lesi melibatkan
area yang dilewati oleh traktus motorik akan mempengaruhi system
motorik. Pengaturan motoric anggota gerak dipersarafi oleh jaras
kortikospinalis (piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral
pada decussatio piramidalis di medulla oblongata. Sehingga lesi di salah
satu hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi kontralateralnya. Sesusai
dengan kasus kasus ini lesi hipodens ditemukan dominan pada hemisfer
serebri kiri pada pemeriksaan radiologinya, sedangkan sisi ekstremitas
yang mengalami paresis berupa kontralateralnya yaitu ekstremitas kanan.
Karena lesi mengenai substansia alba periventrikuler lateralis cornu
anterior kiri yang secara anatomi merupakan struktur yang lebih tinggi
letaknya dibandingkan dengan kapsula interna sehingga tidak memotong
saraf afferent (sensorik) yang berjalan berdampingan dengan jaras
piramidalis pada area ini.

C. Etiologi : Stroke Iskemik e.c infark serebri

Berdasarkan anamnesis:

Os Datang dengan keluhan tangan kanan lemas sejak kurang lebih 4 hari, sebelum

masuk rumah sakit. Pasien juga merasakan nafas agak sesak.

Hal ini sesuai dengan teori menurut WHO (Wordl Health Organitation),
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
baik fokal maupun global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian dan semata-mata disebabkan ganggaun
peredaran darah otak non traumatik.

Anamnesa Riwayat Penyakit terdahulu:

Hipertensi (+) tetapi tidak rutin kontrol dan jarang minum obat, Saat di IGD RS
bintang amin dilakukan pemeriksaan dan didapatkan TD 160/100 mmHg dan
mendapat perawatan.

Hal ini sesuai dengan teori jika hipertensi merupakan faktor resiko utama
terjadinya stroke. Hipertensi meingkatkan resiko terjadinya stroke sebanyak 4-6
kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan semakin besar kemungkinan
terjadinya stroke akibat kerusakan dinding pembuluh darah dan memudahkan
terjadinya penyumbatan/perdarahan. Hipertensi dapat menyebabkan aliran darah
tubuh dimana diameter pembuluh darah akan menngecil/vasokonstriksi, sehingga
darah mengalir ke otakpun berkurang.
Dari perhitungan Algoritma Gajah Mada dan Skor Sriraj

Gadjah Mada skor

Penurunan kesadaran (-) , sakit kepala (-) , refleks babinski (-)  stroke iskemik

Skor Stroke Siriraj


Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) +
(0,1 x tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12
Keterangan :
Derajat 0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
kesadaran 2 = sopor/koma

Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada


Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih
(diabetes; angina; penyakit pembuluh darah)
Hasil :
Skor >-1 Stroke Hemoragik
Skor <-1 Infark serebri
Skor siriraj : Skor pasien: (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100)
- (3 x 1) – 12 = -5 infark serebri (stroke non
Kesadaran : CM (0)
hemoragik).
Nyeri kepala : tidak (0) Hal ini sesuai dengan teori bahwa
jika skor siriraj > 1 = stroke hemoragik
Muntah : tidak (0)
jika skor siriraj <-1 = infark serebri (SNH)
Tekanan diastolic : 70 jika skor siriraj -1 s/d 1 = meragukan
Ateroma : hipertensi
uncontrol (1)
Skor siriraj : -5

Pada pemeriksaan CT-Scan

Tampak lesi hipodens, batas tidak tegas, pada substansia alba


periventrikuler lateralis cornu anterior kiri.

Hal ini sesuai dengan teori jika stroke iskemik, tanpak gambaran hipodens.
Infark kronis (1-7 hari) ditandai dengan gambaran hipodensitas dan berkurangnya
efek massa.

2. Apakah Tatalaksana pada kasus Ini sudah tepat ?


1. Pemberian Aspilet
Aspilet adalah obat anti agregasi trombosit yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya agregasi trombosit sehingga menghambat pembentukan thrombus.
Pemberian anti platelet ini terutama berguna untuk mencegah terjadinya stroke
ulang. Hal ini hendaknya juga disertai dengan mengontrol faktor resiko yang
ditemukan pada pasien.

Pada kasus ini os diberikan aspilet 1 x 80mg setelah hasil Ct-scan menunjukkan
tidak adanya perdarahan.

2. Captropil : obat untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi). Captropil

masuk kedalam kelompok obat- obatan jantung yang di sebut ACE inhibitor.

Captropil bekerja dengan menghambat enzim pengubah angiotensi yang

kemudian menurunkan jumlah angiotensin II (hormon yang menyebabkan


vasoconstriksi dan meningkatkan tekanan darah). Menurunkan tekanan darah

membantu mencegah stroke, serangan jantung, dan masalah ginjal. Obat ini juga

digunakan untuk mengobati gagal jantung, melindungi ginjal karena diabetes, dan

meningkatkan harapan hidup setelah serangan jantung. Captropil sebagai dosis

tunggal mempunyai durasi selama 6-12 jam dengan onset 1 jam. Captropil

diabsorbsi sebanyak 60-75% dan berkurang menjadi 33-40% dengan adanya

makanan seta 25-30% captropil akan terikat protein. Waktu paruh captropil

dipengaruhi oleh fungsi ginjal dan jantung dimna waktu paruh captropil pada

volunteers sehat dewasa 1,9 jam.

3. Pemberian amlodipin

Amlodipine bekerja dengan cara melemaskan dinding dan melebarkan diameter

pembuluh darah. Efeknya akan memperlancar aliran darah menuju jantung dan

mengurangi tekanan darah dalam pembuluh. Obat ini juga menghalangi kadar

kalsium yang masuk ke sel otot halus di dinding pembuluh darah jantung.

Kalsium akan membuat otot dinding pembuluh darah berkontraksi. Dengan

adanya penghambatan kalsium yang masuk, dinding pembuluh darah akan

menjadi lebih lemas.

4. Angiotensin Reseptor Bloker/ARB gol Telmisartan (Micordis)


Indikasi : sama seperti ACE inhibitor, ARB merupakan alernatif yang berguna
untuk pasien yang harus menghentikan ACE inhibitor akibat batuk yang parsisten.
ARB digunakan sebagai alternative dalam gagal jantung atau nefropati akibat
diabetes.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Stroke dan Stroke Iskemik


Menurut definisi WHO (Wordl Health Organitation), gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala baik
fokal maupun global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian dan semata-mata disebabkan
ganggaun peredaran darah otak non traumatik.

Stroke iskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vascular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih
padda umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.

2. Etiologi Stroke Non Hemoragik

Pada tingaktan mikroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan


oleh emboli ektrakranial atau thrombosis intracranial. Selain itu, stroke
iskemik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan
seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ektrakranial, ataupun dari
emboli paradoksial. Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi
valvular seperti pada stenosis mitral, endocarditis, katup buatan, trobi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrialmiksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah
terjadinya infark miokard.
2. Stroke trombotik
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil ( termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya thrombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turblensi aliran darah (sehingga meingkatkan resiko
pembentukan thrombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan
platelet. Penyebab lain terjadinya thrombosis adalah polisitemia, anemia
sickle sel, displasma fibromuskuler dari arteri serebral, dan vasokonstriksi
yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

3. Faktor Resiko Stroke Iskemik


Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke
iskemik dijelaskan dalam table berikut :
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat
risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan
penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali
seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

4. Klasifikasi Stroke iskemik


Dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis :
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischenmic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologis yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible ischemic Neurological


Deficit (RIND)
Gejala neurologic yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

3. Stroke Progresif (Progressive Stroke/ Stroke in evolution)


Gejala neurologiik makin lama makin berat.
4. Stroke komplit (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejal klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.

5. Patofisiologi Stroke Iskemik


Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri
menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinis dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan atheroma.
3. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli, yang menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lemah dan
terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga.
Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 meniit maka sel tersebut dengan sel
penyangganya yaitu sel glia akan menngalami kerusakan ireversibel sampai
nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas
vaskuler disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemik timbul edem glia, akibat berlebihannya H+
dari asidosis laktat K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai
retensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini
menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan
timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah
iskemi penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak
akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-
neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel
sekitarnya.
Glutamate ini akan menempel pada membrane sel neuron di sekitar
daerah primer yang terserang. Glutamate akan merusak membrane sel neuron
dan membuka kanal kalsium yang kemudian terjadilah influks kalsium yang
mengakibatkan kematian sel . sebelum sel yang mati ini akanmengeluarkan
glutamate, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron
disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yag rusak juga
melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitrit
oksida /NO), yang akan merombak molekul di dalam membrane sel,
sehingga membrane sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke
iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan
kematian sel.

Pathway Iskemik
Pembuluh darah

Thrombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak udara, dan bekuan darah

oklusi

Perfusi jaringan
cerebral↓

Iskemia

Hipoksia
6. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Strokeharus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisist neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan
tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat
membedakan stroke hemoragik dan iskemik meskipun gejala seprti
mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering
menjadi stroke hemogragik. Beberapa gejala umum yang terajadi pada
stroke meliputi hemiparese, monopaarese, atau quadriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia disartria, vertigo,
afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala tersebut
dapat muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian
terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari
gejala atau onset stroke seperti:
 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainana tidak
didapatkan hingga pasien bangun.
 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke
 Terdapat beberapa elainana yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriiksaan fisik mencakup pemeriksaan kepala dan leher,
untuk mencari trauma,infeksi, dan iritasi meningen. Pemeriksaan juga
dilakukan uuntuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas,
hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.
c. Pemeriksaan neurologis
Tujuan utamanya adalah mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang dimiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk keberhasilan terapi.
Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup nervus
kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, sampai reflek
patologis. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan
dengan Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahi.
2. Gambaran Radiologi
a. CT-Scan kepala non kontras
Modalitas ini digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke iskemik secara tepat karena pasien stroke iskemik
memerlukan pemberian trombolitik segera mungkin. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari
stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses)
Perubahan gambaran CT-Scan pada stroke Iskemik
a. Infark Hiperakut
Pada kasus troke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT-
Scan biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena
terlihat normal pada >50% pasien, tetapi cukup sensitive untuk
mengidentifikasi perdarahan intracranial akut dan/atau lesi lain yang
merupakan kriteria eksklusi terapi tromboliitik.
Gambaran CT-scan yang khas untuk iskemia serebri hiper akut
adalah sebagai berikut:
o Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal eff acement)
Gambaran ini tampak akibat adanya edema difus di hemisfer serebri.
Infark serebral akut menyebabkan hiperoerfusi dan edema sitotoksik.
Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa seluler dengan cepat
menyebabkan berpindahnya kegagalan pompa Na-K, yang
menyebabkan berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke intraseluler
dan edema sitotoksik yang lebih lanjut. Edema serebri dapat dideteksi
dalam 1-2 jam setelah gejala muncul. Pada CT-scan terdeteksi sebagai
pembengkakan girus dan pendangkalan sulcus serebri.
o Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri.
Substansia grisea merupakan area yg lebih mudah mengalami iskemia
dibandingkan dengan substansia alba, karena metabolismenya lebih
aktif. Karena itu, hilangnya diferensiasi substansia alba dan substansia
grisea merupakan gambaran CT-scan paling awal didapatkan.
Gambaran ini didapatkan dalam 6 jam setelah gejala muncul pada
82% pasien dengan iskemia area arteri serebri media.
o Tanda Insular Ribbon
Gambarna hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri
serebri media karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari
suplai kolateral arteri serebri anterior maupun posterior.
o Hipodensitas nucleus lentiformis
Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat
terlihat dalam 2 jam setelah onset. Nukleus lentiformis cenderung
mudah mengalami kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi
bagian proksimal arteri serebri media karena cabang lentikulostriata
arteri serebri media yang memvaskularisasi nukleus lentiformis
merupakan end vessel.
o Tanda Hiperdensitas arteri serebri media
Gambaran ektraparenkimal dapat ditemukan paling cepat 90 menit
setelah kejadian timbul, yaitu gambaran hiperdensitas pada pembuluh
darah besar, biasanya terlihat pada cabang proksimal (segmen M1)
arteri serebri media, walaupun sebenarnya bisa didapatkan pada
semua arteri. Arteri serebri media merupakan pembuluh darah yang
paling banyak mensuplai darah ke otak. Karena itu, oklusi arteri
serebri media merupakan penyebab terbanyak stroke yang berat.
Peningkatan densitas ini diduga akibat melambatnya aliran pembuluh
darah local karena adanya thrombus intravascular atau
menggambarkan secara langsung thrombus yang menyumbat itu
sendiri.gambaran ini disebut sebagai tanda hiperdensitas arteri serebri
media.
o Tanda sylvian dot mennggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri
media (cabang M2 & M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada
fissure sylvii.
b. Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam) perubahan gambaran CT-scan non
kontras akibat iskemi semakin jelas. Hilangnya substansia alba dan
substansia grisea serebri, pendangkalan sulkus serebri, hipodensitas
ganglia basalis, dann hipodensitas insula serebri makin jelas. Distribusi
pembuluh darah yang tersumbat makin jelas pada fase ini.
c. Infark Subakut dan kronis
Selama periode subakut (1-7 hari), edema meluas dan didapatkan
efek massa yang menyebabkan pergeseran jaringan infark ke lateral dan
vertikal. Hal ini terjadi pada infark yang melibatkan pembuluh darah
besar. Edema dan efek massa memuncak pada hari ke-1 dan ke-2,
kemudian berkurang. Infark kronis ditandai dengan gambaran
hipodensitas dan berkurangnya efek massa. Densitas daerah infark sama
dengan cairan serebrospinal.

7. Penatalaksanaan Stroke Iskemik


Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase
akut.
1. Fase akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
pasien jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancamm fungsi otak. Tindakan dan
obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap
cukup, karena itu dipelihara fungsi optimal dari:
 Respirasi : jalan nafas harus bersih dan lancar
 Jantung : haruus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau
jangan sampai menurunkan perfusi otak
 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
turun secara drastis, terutama bila pasien memiliki R.DM kronis
 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elekktrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak
yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih
menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai
untuk mengatasi stroke iskemik akut:
A. Mengembalikan perfusi otak
1) Terapi trombolitik
Tissue plasminogen activator (reccombinan t-PA) yang diberikan
secara IV akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurogical Disorders and Stroke) di AS, rt-Padiberikan dalam waktu
tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9mg/kg
(maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus
IV sedangkan sisanya diberi dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%. contoh obatnya : ascardia, aspilet,
miniaspi, trombo aspilet.
2) Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam jiwa. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak
banyak artinya bila stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa
infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,
trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada
keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin. Contoh obatnya : apixaban,
fondapurinux Na, parnaparin, nadroparin Ca, endoxaparin Na,
dabigatran etexilate, dan rivaroxaban.
3) Antiplatelet (Antiagregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong
adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan
untuk mencegah stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam,
mulai dari 50mg/hari, 80mg/hari sampai 1.300mg/hari. Obat ini
sering dikombinasi dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum
terus, kecuali bila reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak
tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorbsi, konsentrasi di
otak rendah. Waktu paru plasma 4 jam. Metabolisme secara
konjugasi(dengan glucoronik acid dan glycine). Ekskresi lewat
urine, pada suasana alkalis. Reaksi merugikan : nyeri epigastrik,
muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia, dan diduga sindrom
Reye.
 Tiklopidin ( ticlopidine) dan klopidogrel ( clopidogrel)
Bila gagal menggunkana aspirin pasien dapat menggunakan obat
ini, yang bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet
dengan menghambat ikatan fibrinogen-patelet yang diperantarai
oleh ADP dan intraksi platelet-platelet. Efek samping : diare,
netropenia. Bial obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel
darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yg lebih
serius, tetapi jarang adalah purpura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.
B. Anti-oedema otak
Anti-oedema otak dapat diberikan gliserol% per infuse 1gr/kgBB/hari
selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
C. Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Contoh obatnya :
citicolin, cinnatrizine,flunatrizine,ergotamine
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada
tindakan rehabilitatif penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
 Rehabilitasi
Stroke merupakkan penyebab kecacatan pada usia >45 tahun,
maka yang paling penting pada masa ini adalah upaya membatasi
sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan
fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan
baru stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke antara lain:
- Pengobatan hipertensi
- Mengobati diabetes melitus
- Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
- Berolahraga secara teratur
Gambaran Radiologi

a) CT scan kepala non kontras


Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).3

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat
diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh
darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan
jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.3
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi
aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.
BAB IV

KESIMPULAN

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian. Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya
yaitu trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang
menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke iskemik adalah CT-scan. Penting
untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat
dilakukan CT-scan maka dapat dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan
diagnosa.

Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar


tidak terjadi stroke iskemik lebih lanjut atau bahkan komplikasi yang tidak
diinginkan. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi ke otak,
mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr, Frotsceher. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi,


Tanda, Gejala: Lesi nervus facialis. Edisi IV. Jakarta: EGC, 2012: h.149
2. Basuki, Andi. Kegawatdaruratan Neurologi: Penanganan Stroke Rawat
Jalan Sebelum dan Sesudah Pengobatan. Cetaakan I. Bandung: Bagian
Neurologi FK UNPAD. 2009: h.35
3. Dewanto et all. Doagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf Stroke. Cetakan I.
Jakarta: EGC, 2009: h.137
4. Ghazali R. Radiologi Diagnostik. Cetakan II. Yogyakarta: Pustaka
Candikia, 2008: h.134-135
5. Ginsberg, Lionel. Lecture Note Neurologi Stroke. Edisi VIII. Jakarta
Erlangga 2007: h. 89-98
6. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaaan Fisok dan Mental. Cetakan
ke-16. Jakarta: FKUI, 2013: h. 51-60
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul:

“Stroke Non Hemoragik”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RS. Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung

Disusun oleh:

Wulandari,S.Ked

Yoga Aris Munandar, S.Ked

Telah diterima dan disetujui oleh dr. RA Neilan Amroisa, Sp.S , M.Kes selaku
dokter penguji dan pembimbing departemen neurologi RS. Pertamina Bintang
Amin Bandar Lampung

Bandar Lampung, November 2017

Mengetahui,

dr. RA Neilan Amroisa, Sp.S , M.Kes


LAPORAN KASUS

Disusun oleh :
Wulandari,S.Ked 17360077

Yoga Arismunandar, S.Ked 17360078

Pembimbing : dr. R.A Neilan Amroisa, Sp.S,.M.Kes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf

Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin

Bandar Lampung

Tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai