UAS Ulasan Jurnal Reza

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

HIDROGEOLOGI DAN GEOLOGI LINGKUNGAN

Ulasan Jurnal Internasional

Disusun oleh:
Reza Muflihendri W
1506735856

Program Studi Geofisika


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
Depok
2017
Carbon Dioxide Plume Geothermal (CPG) System-a new approach
for enhancing geothermal energy production and deployment of
CCUS on large scale in India
Abstrak

Energi panas bumi (geothermal) digambarkan sebagai proses pengambilan energi panas yang
dihasilkan oleh bumi dan memanfaatkannya untuk diproduksi sebagai energi listrik. Energi panas
bumi mampu menyediakan produksi listrik yang bersih, konsisten, dan pastinya terbarukan. Dalam
skenario ini, 22 miliar ton CO2 dipancarkan ke atmosfer dari aktivitas manusia tiap tahun, hal ini
kemudian dianggap sebagai alasan terbesar tentang terjadinya fenomena pemanasan global yang
terjadi melalui gas rumah kaca. Teknologi sistem Carbon Dioxide Plume Geothermal energy
(CPG) dalam hal ini melibatkan penangkapan CO2 dari emisi limbah seperti pembangkit listrik
tenaga batubara menggunakan teknologi CCUS dan menyuntikkannya kedalam reservoir
pembangkit geothermal. CO2 di bawah permukaan kemudian menyerap panas di dalam reservoir,
kemudian terangkat karena gaya buoyansi ke permukaan dan menggerakkan sistem pembangkit
listrik. Dalam makalah ini, penulis telah menganalisis sifat mekanik termodinamika dan cairan
CO2 yang menunjukkan bahwa CO2 dari emisi dapat digunakan sebagai fluida yang bekerja baik
sebagai bahan injeksi. Produksi energi listrik beserta pasokannya bersamaan dengan CCUS dapat
meningkatkan ekonomi CO2 Sequestration yang merupakan rintangan utama untuk penerapan
skala besar di India dan di seluruh dunia. Selanjutnya peneliti juga menyajikan hasil simulasi
pendemonstrasian potensi sistem CPG dibandingkan dengan sistem panas bumi pada umumnya di
India.
Pembahasan

Jurnal ini diambil dari Energy Procedia (Elsevier Ltd.) volume 90 ( 2016 ) halaman 492 –
502, yang mana dipublikasikan pertama kali pada acara 5th International Conference on Advances
in Energy Research, ICAER 2015 pada tanggal 15-17 Desember 2015 di Mumbai, India. Ditulis
oleh Nandlal Guptaa dan Dr. Manvendra Vashisthab, keduanya merupakan akademisi dari Pillai
HOC College Of Engineering & Technology, India.

Tujuan penulisan karya ilmiah tersebut berawal dari fenomena pemanasan global yang
akhir-akhir ini kerap dibahas dalam beberapa forum diskusi, yang mana salah satu penyebabnya
adalah meningkatnya aktivitas manusia dalam menyebarkan polusi gas karbon dioksida (CO2)
terutama di India. Karena hal tersebut, penulis melakukan penelitian tentang analisa penggunaan
gas CO2 sebagai bahan injeksi pengganti air (H20) pada sistem pembangkit panas bumi
(Geothermal) dengan merubah nya menjadi fluida lewat teknologi Carbon Capture Utilization and
Sequestration (CCUS) atau dengan nama lainnya sistem penggunaan karbon dioksida tersebut
disebut Carbon Dioxide Plume Geothermal energy (CPG), yang digadang-gadang sebagai
teknologi masa depan yang bisa mengurangi dampak emisi karbon dioksida di udara saat ini.
Subjek yang diambil dalam penelitian kali ini adalah Carbon Dioxide Plume Geothermal energy
(CPG); Engineered Geothermal Systems (EGS); Carbon Capture Utilization and Sequestration
(CCUS); Indian Geothermal resources.

Metode Penelitian

Dari penulisan jurnal ini, peneliti mencoba menyajikan hasil simulasi yang
mendemonstrasikan potensi penggunaan sistem CPG dibandingkan sistem panas bumi pada
umumnya dan pengaruh implikasinya pada penyerapan CO2 di sektor ekonomi dalam konteks ini
di negara India. Metode yang digunakan adalah dengan mengkomparasikan CO2 dengan dengan
sistem CO2-EGS (CO2-Enhanced Geothermal System) dan air konvensional pada sistem
geothermal biasa. Selain itu, peneliti juga mengembangkan simulasi perhitungan untuk
mengestimasi energi panas yang dapat diekstraksi dari hasil injeksi CO2 pada penggunaan sistem
CPG untuk diubah sebagai energi listrik di India. Sebelum itu peneliti telah membuat konfigurasi
5 titik yang digunakan sebagai simulator dari permodelan sistem awal geothermal. Didalamnya
terdapat beberapa parameter seperti data kedalaman, permeabilitas, porositas serta data-data terkait
reservoir yang digunakan sebagai data pengolahan pada software simulator reservoir TOUGH2
dengan modul ECO2N.

Pembahasan

Hasil yang didapat pada simulasi tersebut menunjukkan hasil yang mengejutkan bagi
peneliti, karena setelah dilakukan perbandingan antara sistem CPG dengan CO2-EGS dan air, dari
3 parameter yang diuji yaitu temperatur, tekanan dan densitas, hasil pada sistem menunjukkan
bahwa sistem CPG lebih banyak menghasilkan energi panas yang mana hal tersebut
mengindikasikan terciptanya daya energi listrik yang lebih besar. Selain itu factor tekanan, pada
sistem CPG, pembangkit tidak memerlukan pompa sebagai pendorong tambahan bagi fluida
karena tekanan yang dikeluarkan oleh fluida CO2 jauh lebih besar dibanding dengan. air biasa.
Hal ini sesuai dengan Adams, dkk (2014) yang menyatakan bahwa CO2 memiliki kelebihan
dibanding air asin: mobilitas tinggi, kelarutan rendah silika amorf, dan sensitivitas densitas yang
lebih tinggi terhadap suhu. Kerapatan CO2 berubah secara substansial antara reservoir panas bumi
dan permukaan, menghasilkan arus konveksi yang didorong daya apung yang mengurangi atau
menghilangkan persyaratan pemompaan. Dilihat dari sektor efisiensi dan pengembangan, hal ini
dapat memberikan keuntungan ekonomi tersendiri bagi India jika teknologi tersebut bisa untuk
diaplikasikan pada lapangan panas buminya, dibanding dengan jika menggunakan sistem
geothermal biasa. Ditambah dengan sumber CO2 yang banyak, seperti dari

Namun meski demikian, sistem ini masih memiliki kekurangan terutama di pembiayaan
teknologi CCUS yang terbilang besar dan saat ini hanya beberapa negara (contoh Amerika Serikat,
Jerman) yang baru mengaplikasikan teknologi ini. Menurut Langenfeld & Bielick (2017) hal
tersebut tidak menjadi masalah jika pengaplikasian CCS (jika belum dimanfaatkan) diterapkan
hasilnya untuk produksi ulang seperti pada CO2- Enhanced Oil Recovery dan CPG, karena biaya
penjualan listrik bisa setidaknya mengurangi dari biaya produksi instalasi CCS. Selain itu, dari
segi sumber emisi CO2, beberapa sumber CO2 menurut Garapati, dkk (2014) dapat diperoleh dari
emisi CO2 pembangkit listrik fosil, pabrik semen, pabrik kimia, pabrik etanol, yang mana banyak
terdapat di negara-negara berkembang seperti India, dan juga Indonesia.

Untuk kajian tentang pengaplikasian sistem ini di Indonesia, karena antara India dan
Indonesia merupakan negara yang sedang sama-sama berkembang, terutama dalam segi
pengembangan geothermal, Indonesia sedikit lebih maju karena Indonesia merupakan negara
terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan Filipina dalam hal produksi tenaga listrik berbasis
tenaga panas bumi, serta Negara yang punya kandungan panas bumi terbesar di dunia (sekitar
40%) maka bukan hal yang mustahil untuk menerapkan sistem ini. Apalagi dengan jumlah gas
polutan CO2 di Indonesia yang juga cukup banyak menyumbang terjadi nya pemanasan global
dengan jumlah emisi sekitar 122,5 juta ton pada 2015. Untuk Indon

Kesimpulan

Sistem CPG ini dapat diterapkan dengan syarat, terdapat sistem panas bumi serta sumber CO2.
Indonesia memiliki kedua potensi tersebut. Sehingga akan sangat besar potensi untuk bisa
menerapkan teknologi ini. Tempat-tempat seperti pulau Sumatera dan pulau Jawa sangat
direkomendasikan karena di kedua pulau ini, kandungan panas bumi dan juga paparan CO2 yang
dihasilkan oleh industri di Indonesia kebanyakan berada di dua tempat tersebut. Dengan bantuan
teknologi CCUS pada sistem CPG dan dukungan dari pemerintah dalam bentuk pendanaan riset
bagi peneliti negeri sendiri, bukan tidak mungkin jika teknologi ini bisa diaplikasikan. Terlebih
dengan adanya komitmen pemerintah Indoensia dalam Paris Agreement Conference 2016 yang
setuju akan mengurangi jumlah emisi paling sedikit 29 persen pada tahun 2030, dengan
meningkatkan perlindungan hutan dan memperluas sektor energi terbarukan [3]. Geothermal dan
sistem CPG akan menjadi dua alternatif solusi yang bisa ditawarkan.

Notes:
Tulisan ini ditujukan untuk memenuhi ujian semester mata kuliah Hidrogeologi dan Geologi
Lingkungan program studi Geofisika Universitas Indonesia semester 5 tahun 2017.
Referensi

[1] Gupta, N., & Vashista, M. (2016). Carbon Dioxide Plume Geothermal (CPG) System-a new
approach for enhancing geothermal energy production and deployment of CCUS on large scale
in India. Energy Procedia, 90, 492 – 502.

[2] Langenfeld, J. K., & Bielicki, J. M. (2017). Assessment of Sites for CO2 Storage and CO2
Capture, Utilization, and Storage Systems in Geothermal Reservoirs. Energy Procedia, 114,
7009 – 7017.

[3] Garapati, N., Randolph, J. B., Valencia, J. L., & Saar, M. O. (2014). CO2-Plume Geothermal
(CPG) heat extraction in multi-layered geologic reservoirs. Energy Procedia, 63, 7631-7643.

[4] Adams, B. M., Kuehn, T. H., Bielicki, J. M., Randolph, J. B., Saar, M. O. (2014). On the
importance of the thermosiphon effect in CPG (CO2 plume geothermal) power systems. Energy,
69, 409-418.

Anda mungkin juga menyukai