Anda di halaman 1dari 40

STEP 7

1. Apa sajakah yang termasuk kelainan mata merah visus turun?


I. Kornea
Kornea dapat dipengaruhi oleh peradangan (keratitis) dengan atau tanpa adanya
komponen infektif. Hal ini diikuti perbaikan jaringan , dengan pembentukan luka dan
pembuluh darah, yang berakibat pengapuran kornea dan astigmatisma, sehingga terjadi
penurunan visus.

1. Infeksi Kornea (Keratitis)


Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan
kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel
atau Bowman dan keratitis profunda atau keratitis interstisialis (atau disebut juga
keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma).
a. Keratitis Superfisialis
Bentuk klinis :
- Keratitis pungtata superfisialis
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes, herpes zoster,
dan vaksinia.
- Keratitis flikten
Benjolan putih yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan
untuk menyerang kornea.
- Keratitis Sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar
lakrimal atau sel goblet yang berada di konjungtiva.
- Keratitis Lepra
Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut
juga keratitis neuroparalitik.
- Keratitis Numularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel dan
banyak didapatkan pada petani.
Keratitis Superfisialis
Keratitis Herpes Simpleks
Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai Host, merupakan
parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa rongga hidung,
rongga mulut, dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan
dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.
Bentuk infeksi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu
epitelial dan stromal; pada yang epitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitel
dan membentuk ulkus kornea superfisialis. Pada yang stromal terjadi reaksi
imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang reaksi antigen-antibodi yang
menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stromal di
sekitarnya. Pengobatan pada yang epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang
pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus dan reaksi radangnya.
Gambaran klinis infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa
konjungtivitis folikulasris akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta
pembengkakan kelenjar limfa regional. Kebanyakan penderita juga disertai
keratitis epitelial dan dapat mengenai troma tetapi jarang. Pada dasarnya
infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di
mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang
stroma.
Gambaran khas pada kornea adalah bentuk dendrit, akan tetapi dapat juga
bentuk lain. Secara subjektif, keratitis herpes simpleks epitelial kadang tidak
dikeluhkan oleh penderita, keluhan mungkin karena kelopak yang sedikit
membengkak atau mata berair yang bila sering diusap menyebabkan lecet kulit
palpabra. Secara objektif didapatkan iritasi yang ringan, sedikit merah, berair,
dan unilateral.
Pada serangan berulang, kornea menjadi target utama dan menimbulkan
keratitis stroma yang dapat disertai dengan uveitis. Gambaran pada kornea
adalah lesi disiformis tetapi dapat juga bentuk-bentuk lain yang tidak spesifik
dan lazim disebut keratitis meta-herpetika. Pada keadaan ini penderita datang
dengan keluhan silau, mata berair, penglihatan kabur dan pada pemeriksaan
didapatkan injeksi konjungtiva dan silier, penderita menutup matanya karena
silau, dan pada kornea didapatkan infiltrat stroma yang dapat disertai uveitis
dan hipopion.
Gambaran spesifik dendrit tidak memerlukan konfirmasi pemeriksaan yang
lain. Apabila gambaran lesi tidak spesifik maka diagnosis ditegakkan atas dasar
gambran klinik infeksi kornea yang relatif tenang, dengan tanda-tanda
peradangan yang tidak berat serta riwayat penggunaan obat-obatan yang
menurunkan resistensi kornea seperti anestesi lokal, kortikosteroid dan obat-
obatan imunosupresif. Apabila fasilitas memungkinkan dilakukan kultur virus
dari jaringan epitel, dan lesi troma.
Diagnosis banding keratitis Herpes simpleks antara lain keratitis zoster,
vaksinia, dan keratitis stafilokokus.
Pengobatan topikal diberikan obat anti virus seperti IDU. Dapat pula
dilakukan kauterisasi dengan asam karbonat atau larutan yodium (7% dan 5%
dalam larutan alkohol). Tujuan kauterisasi adalah untuk mengancurkan sel-sel
yang sakit dan mencegah perluasan penyakit ini ke lapisan stroma atau lebih
dalam lagi. Adapula yang melakukan debridement dengan tujuan
menghilangkan sel-sel yang sakit. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi
untuk segala tingkatan keratitis herpes simpleks. Untuk menekan proses radang
pada keratitis stroma sebaiknya diberikan anti inflamasi non steroid. Bila
terdapat uveitis diberikan pengobatan untuk uveitisnya.
Keratitis Herpes Zoster
Disebabkan oleh virus varicella-zoster. Virus ini dapat menyerang saraf
kranial V, VII, dan VIII. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons
dan ganglion Gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang N V.
Biasanya yang terganggu adalah cabang oftalmik.
Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di
daerah dahi, alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai
vesikel, dapat mengalami supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks.
Bila cabang nasosiliar yang terkena, maka akan timbul vesikel di daerah
hidung dan kornea terancam. Kedua erupsi kulit tidak melewati garis median.
Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit
varisela beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan
rasa nyeri yang biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi
kadang-kadang rasa nyeri ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun.
Secara subjektif, biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai
edema kulit yang tampak kemerahan pada daerah dahi, alis, dan kelopak atas
serta sudah disertai dengan vesikel.
Secara objektif, tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang
oftalmik nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis
median. Rima palpebra tampak menyempit apabila kelopak atas mengaami
pembengkakan. Bila cabang nasosiliaris nervs trigemnus yang terkena, maka
erupsi kulit terjadi pada daerah hidung dan rima palpebra biasanya tertutup
rapat. Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam terkena, maka timbul
lakrimasi, mata yang silau dan sakit dan penderita tampak kesakitan yang parah.
Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih kecil yang tersebar
di epitel kornea yang dengan cepat sekali melibatkan stroma. Bila infeksi
mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapat menimbulkan iridosiklitis
disertai sinekia iris serta menimbulkan glaukoma sekunder. Komplikasi lain
adalah paresis otot penggerak mata serta neuritis optik.
Nyeri disertai erupsi kulit yang tidak melewati garis median adalah khas
untuk infeksi oleh herpes zoster.biasanya juga pembengkakan kelenjar pre-
aurikler regional yang sesuai dengan sisi cabang oftalmik N V yang terkena.
Pemberian asiklovir oral maupun topikal tampak menjanjikan; bila disertai
infeksi sekunder bakterial dapat diberikan antibiotik. Dapat diberikan pula obat-
obatan yang meningkatkan sistem imunitas tubuh, obat-obatan neurotropik,
serta dapat dibantu dengan vitamin C dosis tinggi.
Pada mata, pengobatan yang bersifat simtomatik adalah tetes metil
selulose, siklopegia.
Pemberian kortikosteroid oral maupun topikal merupkan kontraindikasi
karena dapat meningkatkan aktivitas virus, memperpanjang perjalanan klinik
penyakit, serta memicu infeksi bakteri atau jamur.
Keratitis Vaksinia
Keratitis Vaksinia kadang-kadang dijumpai sebagai suatu kecelakaan atau
komplikasi dari imunisasi terhadap variola.
Vaksinia dapat pula mengenai kelopak mata dan apabila hal ini terjadi maka
perlu dicegah penyebaran infeksi terhadap kornea antara lain dengan
pemberian suntikan gamma globulin intra muskuler.
Upaya-upaya preventif terhadap infeksi bakterial sekunder adalah yang
paling penting untuk ditempuh.
Bila kornea sudah terkena maka pemberian injeksi gamma globulin tidak
boleh dilakukan karena akan meningkatkan bertambahnya infiltratnya sehingga
tampak lesi kornea melebar.
Keratitis Flikten
Flikten adalah benjolan berwarna putih kekuningan berdiameter 2-3 mm
pada limbus, dapat berjumlah 1 atau lebih. Pada flikten terjadi penimbunan sel
limfoid, dan ditemukan sel eosinofil serta mempunyai kecenderungan untuk
menyerang kornea. Pada kasus yang rekuran, penyakit ini timbul pada anak-
anak yang mengalami kurang gizi dan menderita TBC sistemik, karenanya
penyakit ini diduga sebagai alergi terhadap tuberkulo-protein (kuman TBC tidak
pernah dijumpai dalam benjolan flikten). Sekarang diduga juga merupakan
reaksi imunologi terhadap stafilokokus aureus, koksidiodes imiitis serta bakteri
patogen lainnya.
Terdapat hiperemia konjungtiva, dan memberikan kesan kurangnya air
mata. Secara subjektif, penderita biasanya datang karena ada benjolan putih
kemerahan di pinggiran mata yang hitam. Apabila jaringan kornea terkena,
maka mata berair, silau, dan dapat disertai rasa sakit dan penglihatan kabur.
Secara objektif, terdapat benjolan putih kekuningan pada daerah limbus
yang dikelilingi daerah konjungtiva yang hiperemis.
Bila kornea terkena, dapat ditemukan keratitis dengan gambaran yang
bermacam-macam; yaitu infiltrat dan neovaskularisasi. Gambaran yang khas
adalah terbentuknya papula atau pustula pada kornea atau konjungtiva karena
itu penyakit ini biasanya disebut kerato –konjungtivits flikten.
Pada anak-anak disertai gizi buruk, keratitis flikten dapat berkembang
menjadi tukak kornea karena infeksi sekunder.
Penyembuhan yang terjadi pada keratitis flikten biasanya akan
meninggalkan jaringan parut yang disertai neovaskularisasi kornea.
Pengobatan dengan tetes mata steroid akan memberikan hasil yang
memuaskan. Steroid oral tidak dianjurkan apabila bila terdapat penyakit TBC
yang mendasari.
Pada tukak dapat diberikan antibiotik topikal atau oral.
Keratitis Sika
Keratitis Sika adalah keratitis yang pada dasarnya diakibatkan oleh
kurangnya sekresi kelnjar lakrimal dan atau sel globet, yang dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit atau keadaan sebagai berikut :
- Defisiensi kelenjar air mata
(Sindrom Syogren, Syndrom Riley Day, tumor kelenjar air mata, obat-obat
diuretik, penggunaan atropin lama, usia lanjut).
- Defisiensi komponen lemak dari air mata
(blefaritis menahun, pembedahan kelopak mata).
- Defisiensi komponen musin
(Sindrom Stevens Johnson, trauma kimia, defisiensi vitamin A).
- Penguapan air mata yang berlabihan
(Keratitis karena lagoftalmos, hidup di lingkungan yang panas dan kering).
- Akibat parut pada kornea atau rusaknya mikrovili kornea
(trauma kimia)
Secara objektif, pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjungtiva
dan kornea hilang, tes schirmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, tear
break-up time berkurang, sukar menggerakan kelopak mata.
Kelainan kornea dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau
pungtata. Pada kerusakan kornea yang lebih lanjut dapat terjadi ulkus kornea
dengan segala komplikasinya.
Apabila yang kurang adalah komponen air dari air mata, diberikan air mata
tiruan; sedangkan bila komponen lemaknya yang berkurang maka diberikan
lensa kontak.
Keratitis Lepra
Morbus Hansen atau penyakit Lepra menyerang dan menimbulkan
kerusakan pada kornea melalui 4 cara :
i. Gangguan trofik pada kornea yang disebabkan kerusakan saraf
kornea oleh mikobakterium lepra.
ii. Terjadinya ektropion dan lagoftalmos serta anestesi kornea sehingga
menyebabkan keratitis pajanan.
iii. Pada daerah yang endemik, sering disertai adanya penyakit trakoma
yang menyebabkan entropion dan trikiasis.
iv. Apabila terjadi denervasi kelenjar lakrimal, akan menyebabkan
sindrom mata kering.
Perubahan yang terjadi akibat serangan mikobakterium lepra adalah
membesar dan membengkaknya saraf kornea disertai bintil-bintil dalam benang
(bead on a string). Pembengkakan saraf kornea adalah patognomonik untuk
infeksi oleh mkobakterium lepra pada mata ataupun dapat mengindikasikan
adanya suatu infeksi sistemik.
Masa inkubasi tidak diketahui secara pasti, begitu pula cara penularannya,
diduga melalui saluran pernapasan.
Secara subjektif, penderita datang karena adanya pembengkakan yang
kemerahan pada palpebra serta tanda-tanda lain pada bagian tubuh di luar
mata.
Secara objektif, terdapat keratitis avaskuler berupa lesi pungtata berwarna
putih seperti kapur yang secara perlahan batasnya akan mengabur dan
sekelilingnya menjadi seperti berkabut. Lesi ini akan menyatu dengan lesi di
sebelahnya dan menyebabkan kekeruhan sub-epitelial seperti nebula. Dalam
nebula ini terdapat sebaran seperti deposit kalsium dan sering disertai destruksi
membran Bowman. Pada fase lanjut terjadi neovaskularisasi superfisial yang
disebut plannus lepromatosa.
Pembengkakan saraf kornea disertai bead on a string adalah khas untuk
keratitis lepra. Gambaran klinis pada bagian tubuh lain akan lebih memperkuat
keyakinan diagnosis.
Terhadap mikobakterium lepra diberikan dapsone dan rifampisin. Apabila
terdapat deformitas palpebra yang akan mengkibatkan kerusakan kornea
dilakukan koreksi pembedahan.
Keratitis Nummularis
Keratitis nummularis adalah bentuk keratitis yang ditandai dengan infiltrat
bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas. Keratitis ini berjalan lambat,
sering kali unilateral dan pada umumnya didapatkan pada petani yang bekerja
di sawah.
Secara subjektif, pasien mengeluh silau.
Secara objektif, mata yang terserang tampak merah karena injeksi siliar,
disertai lakrimasi.
Infiltrat multipel dan bundar yang terdapat di lapisan kornea bagian
superfisial biasanya tidak menyebabkan ulserasi.
Pemberian kortikosteroid lokal memberikan hasil yang baik yaitu hilangnya
tanda-tanda radang dan lakrimasi tetapi penyerapan infiltrat terjadi dalam
waktu yang lama, dapat 1-2 tahun.
b. Keratitis Profunda
Bentuk klinis :
- Keratitis interstisial luetik atau keratitis sifilis kongenital
- Keratitis sklerotikans

Keratitis Interstisial Luetik


Merupakan manifestasi lanjut dari sifilis kongenital. Didapatkan pada anak
berusia 5-15 tahun. Keratitis Interstisial Luetik adalah suatu reaksi imunologik
terhadap treponema palidum karena kuman ini tidak dijumpai di kornea fase
akut.
Peradangan berupa edema, infiltrasi limfosit, dan vasularisasi pada stroma.
Proses peradangan kornea ini sembuh sendiri.
Secara subjektif, pasien mengeluh sakit, silau, dan kabur pada fase akut.
Secara objektif, keratitis interstisial luetik merupakan bagian dari trias
Hutchinson, yaitu Keratitis interstisial, gangguan pendengaran hingga tuli, dan
kelainan pada gigi seri atas (Hutchinson teeth).
Pada fase akut , infiltrat stroma berupa bercak-bercak yang dapat mengenai
seluruh kornea dan menyebabkan kekeruhan seperti kaca susu.
Pembuluh darah dari a. siliaris anterior memasuki stroma pada seluruh
kuadran dengan arah radial menuju ke bagian sentral kornea yang keruh. Tepi
kornea merah, sedangkan di bagian tengahnya merah keabu-abuan, gambaran
ini disebut bercak Salmon.
Dalam beberapa minggu proses peradangan akan menjadi tenang, kornea
berangsur-angsur menjadi bening kembali, pembuluh darah yang masuk ke
dalam stroma menjadi kecil dan kosong. Gejala iritasi menghilang dan tajam
penglihatan membaik. Walaupun proses ini telah menjadi tenang, pada
pemeriksaan selalu ditemukan kekeruhan yang radial di kornea karena proses
beningnya kembali kornea berlangsung lama.
Pada kasus-kasus yang sangat parah, kornea tetap menebal dan gelatineus.
Pada fase peradangan aktif jaringan uvea bagian anterior selalu terlibat dalam
bentuk uveitis granulomatosa, juga dapat terjadi koroiditis yang disertai
kekeruhan badan kaca.
Diagnosis peradangan pada kornea ini pada dasarnya akan sembuh sendiri.
Pemberian penisilin atau derivatnya untuk sifilis sistemik perlu, tetapi tidak
banyak pengeruhnya pada kondisi peradangan mata. Pengobatan mata
ditujukan pada uveitis yang dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan iris
dengan pemberian tetes mata kotikosteroid dan sulfas atropin atau skopolamin.
Keratitis Sklerotikans (Sklerokeratitis)
Keadaan dimana terjadi peradangan skelra dan kornea, biasanya unilateral,
disertai dengan infiltrasi sel radang menahun pada sebagian sklera dan kornea.
Keratitis sklerotikans akan memberi gejala berupa kekeruhan kornea lokal
berbentuk segi tiga dengan puncak mengarah ke kornea bagian sentral. Apabila
proses peradangan berulang, kekeruhan dapat mengenai seluruh kornea.
Secara Subjektif, penderita mengeluh sakit, fotofobia tetapi tidak ada sekret.
Secara objektif, kekeruhan kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas,
unilateral, kornea terlihat putih menyerupai sklera, serta dapat disertai iritis non
granulomatosa.
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Pemberian kortikosteroid dan anti
randang non steroid ditujukan terhadap skleritisnya, apabila teradapat iritis,
selain kortikosteroid dapat diberikan tetes mata atropin.
2. Ulkus Kornea
Ulserasi kornea dapat meluas ke dua arah yaitu melebar dan mendalam. Ulkus yang
kecil dan superfisial akan lebih cepat sembuh, kornea dapat jernih kembali.
Pada ulkus yang menghancurkan membran Bowman dan stroma, akan menimbulkan
sikatriks kornea.
Gejala Subjektif sama seperti gejala keratitis. Gejala Objektif berupa injeksi siliar,
hilangnya sebagaian jaringan kornea, dan adanya infiltrat. Pada kasus yang lebih
berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.

a. Tukak karena Bakteri


Tukak streptokokus
Bakteri ini sering dijumpai pada kultur dari infeksi tukak kornea adalah :
- Streptokokus Pneumonia, Streptokokus Viridans, Streptokokus Pyogenes,
Streptokokus Faecalis.
Gambaran tukak kornea khas, tukak yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Tukak berwarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi tukak yang menggaung. Tukak cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
Streptokokus Pneumonia.
Pengobatan dengan Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi
subkojungtiva, dan intravena.

Tukak stafilokokus
Di antara Stafilokokus Aureus, Epidermidis, dan Saprofitikus, yang
pertamalah yang paling berat, dapat dalam bentuk infeksi tukak kornea sentral,
infeksi tukak marginal, dan tukak alergi.
Infeksi tukak kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada
faktor pencetus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks
dan lensa kontak yang telah lama digunakan.
Pada awalnya berupa tukak yang berwarna putih kekuningan disertai
infiltrat secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma
dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion tukak seringkali indolen
yaitu reaksi radangnya minimal. Tukak kornea marginal biasanya bebas kuman
dan disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas terhadap Stafilokokus Aureus.

Tukak Pseudomonas
Berbeda dengan yang lain, bakteri tukak ini ditemukan dalam jumlah yang
sedikit. Bakteri ini bersifat aerob obligat dan menghasilkan eksotoksin yang
menghambat sintesis protein, Keadaan ini menerangkan mengapa jaringan
kornea cepat hancur dan mengalami kerusakan. Bakteri ini dapat hidup dalam
kosmetika, cairan fluoresein, dan cairan lensa kontak.
Biasanya dimulai dengan tukak kecil di bagian sentral kornea dengan infiltrat
berwarna keabu-abuan disertai edema epitel dan stroma. Trauma kecil ini
dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea.
Tukak mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.
Pengobatan diberikan Gentamaisin, tobramisin, karbensilin yang diberikan
secara lokal subkonjungtiva serta intravena.

b. Tukak Virus
Tukak kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuiti oleh vesikel-vesikel kecil di lapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan tukak. Tukak dapat juga terjadi pada bentuk diiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral.

c. Tukak Jamur
Tukak kornea oleh jamur akhir-akhir ini banyak ditemukan, hal ini dimungkinan
oleh :
- Penggunaan antibiotik secara berlebihan dalam waktu yang lama atau
pemakaian kortikosteroid jangka panjang
- Fusarium dan sefalosporim menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang
disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang
terbang mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda
atau binatang yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan
jamur yang berada di lingkungan hidup.
- Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik,
maka faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.

Kontak dengan pertanian atau trauma yang terjadi di luar rumah bukan
merupakan faktor timbulnya tukak atau keratitis oleh kandida.
Pengobatan obat anti jamur dengan spektrum luas. Apabila memungkinkan
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitivitas untuk dapat memilih
obat jamur yang spesifik.

d. Tukak karena Hipersensitifitas


Tukak Marginal
Tukak marginal adalah kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat
atau dapat juga rektangular dapat satu atau banyak dan terdapat daerah
kornea yang sehat antara tukak dengan limbus.
Pada biakan hasil kerokan tukak, tidak ditemukan mikro-organisma
penyebab sehingga diduga terjadi oleh karena proses alergi terhadap kuman
stafilokokus.
Tukak marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering
dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat juga terjadi
bersama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella,
basil Koch Weeks dan Proteus Vilgaris. Pada bebrapa keadan dapat
berhubungan dengan alergi terhadap makanan.
Secara histopatologik terlihat sebagai ulkus atau abses epitelial/sub
epitelial.
Secara subjektif penglihatan pasien dengan tukak marginal dapat
menurun disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia.
Secara objektif terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat,
atau tukak yang sejajar dengan limbus.
Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3-4 hari,
tetapi dapat rekurens.
Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokokus atau kuman lainnya.
Disensitisasi dengan toksoid stafilokok dapat memberikan penyembuhan
yang efektif.

Tukak Cincin
Tukak ini unilateral, letak tukak tepat di bagian dalam limbus dan
hampir mengelilingi limbus. Berbeda dengan tukak marginal pada tukak
cincin tidak ada hubungan dengan konjungtivitis atau blefaritis. Tukak cincin
biasanya berhubungan dengan penyakit sistemik seperti disentri basiler,
arhritis rematoid, dan poliarthritis nodosa.
Pemberian steroid lokal memberikan hasil yang baik.
Pemeriksaan Penunjang:
 Fokal iluminasi
 Ketajaman penglihatan/test refraksi
 Sensibilitas kornea
 Flouresin test
 Goresan ulkus untuk kultur  dokter spesialis
 Keratoskop placedo
Pasien dateng: diliat visus  spesifik gejalanya apa setelah ketemu dokter spesialisnya.
Walaupun hanya mata merah karena konjungtivitis (mata merah visus normal)

II. Uvea
Radang uvea
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi terhadap antigen dari luar atau antigen dari
dalam.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos
yang tampak pada penyinaran miring menggunakan sentolop atau akan lebi jelas bila
menggunakan slit lamp, berkas sinar yang disebut fler.
Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman akan tetapi justru
mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa
(sinekia posterior).
Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Apabila presipitat keratik ini besar, berminyak disebut mutton fat keratic precipitate.
Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut Koeppe nodules, bila
di permukaan iris disebut Busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan
lensa dan sudut bilik mata depan.
Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak hingga
menimbulkan hipopion.
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang dan pupil akan miosis dan
dengan adanya timbunan fibrin serta sel0sel radang dapat terjadi seklusio maupun
oklusio pupil. Bila terjadi seklusio dan oklusio total, cairan di dalam bilik mata belakang
tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam bilik mata belakang
lebih besar dari tekanan dalam bilik mata depan sehingga iris tampak menggelembung
ke depan yang disebut iris bombans.
Gangguan produksi humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan
tekanan bola mata turun. Eksudat protein, fibrin, dan sel-sel radang dapat berkumpul di
sudut bilik mata depan terjadi penutupan kanal Schlemm sehingga terjadi gaukoma
sekunder.
Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut
bilik depan, sedang pada fase lenjut glaukoma sekunder terjadi karena adanya seklusio
pupil.
Naik turunnya tekanan bola mata disebutkan pula sebagai akibat perna asetilkolin
dan prostaglandin.
Uveitis Anterior
Gejala Subjektif Iridosiklitis
Keluhan pasien pada awalnya dapat berupa sakit di mata, sakit kepala, fotofobia,
dan lakrimasi.
Sakit mata lebih nyata pada iridosiklitis akut daripada iridosiklitis kronik dan sangat
hebat bila disertai dengan keratitis. Sakit terbatas di daerah periorbita dan mata serta
bertambah sakitnya bila dihadapkan pada cahaya dan tekanan.
Derajat fotofobia bervariasi dan dapat demikian hebat sampai kelopak mata tidak
bisa dibuka pada waktu pemeriksaan mata.
Lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fofobia.
Pada uveitis anterior supuratif dapat disertai gejala umum sepertii panas, gelisah,
menggigil, dan sebagainya.

Gejala Objektif Iridosiklitis


Terdapat injeksi siliar, presipitat keratik, fler serta sel dalam bilik mata depan serta
endapan fibrin pada pupil yang dapat menyebabkan sinekia posterior.
Pada jenis granulomatosa didapatkan presipitat keratik Mutton fat pada endotel
kornea, nodul Koeppe atau nodul Busacca pada iris.
Pada uveitis intermediate didapatkan vitreitis anterior.

Pengobatan Iridosiklitis
- Tetes mata sulfas atropin 1 %, prinsipnya untuk membuat pupil selebar-
lebarnya dan tetap tinggal lebar selama 2 minggu.
- Midriatikum yang lain : hydrobromas-scopolamine
- Hal yang harus diingat pada pemberian atropin adalah serangan glaukoma.
Karena atropin melebarkan pupil, maka sudut bilik mata depan menjadi
sempit, aliran cairan keluar menjadi insufisiensi sehingga menimbulkan
serangan glaukoma.
o Bila terjadi glaukoma, atropin tetap diberikan, tetapi di samping itu
diberikan diamox.
o Bila atropin tidak berhasil meebarkan pupil, karena adhesi iris pada
lensa sudah kuat, maka beri midriatikum yang lebih kuat : Sol sulfat
atropin 1% + kokain 5%
o Untuk membuat midriasis lebih kuat lagi dapat diberi injeksi
subkonjungtival atropin atau adrenalin 1 permil.
- Tetes mata steroid 4-6 x sehari tergantung pada beratnya penyakit.
- Bila tetes mata steroid forte frekuensi penggunaanya akan lebih sedikit.
- Kortikosteroid oral diberikan apabila pemberian lkal dipertimbangkan tidak
cukup.
- Antibiotik diberikan apabila mikro-organisme penyebab diketahui.

III. Glaukoma Kongestif Akut


Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma memberi kesan seperti
orang yang sakit berat dan kelihatan payah; mereka diantar oleh orang lain atau
dipapah. Penderita sendiri memegang kepalanya karena sakit, kadang-kadang pakai
selimut. Hal inilah yang mengelabui dokter umum; sering dikiranya seorang penderita
dengan suatu penyakit sistemik.
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah sekian hari
penderita tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-muntah, nyeri dirasakan di
dalam dan di sekitar mata. Penglihantannya kabur sekali dan dilihatnya warna pelangi di
sekitar lampu.
Pada pemeriksaan, ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva bulbi yang sangat
hiperemik (kongestif), injeksi siliar dan kornea yang suram. Bilik mata depan dangkal
dapat dibuktikan dengan memperhatikan bilik mata depan dari samping. Pupil tampak
melebar, lonjong miring agak vertikal atau midriasis yang hampir total.
Refleks pupil lambat atau tidak ada. Tajam penglihatan menurun sampai hitung jari.
Sebenarnya dengan tanda-tanda luar ini ditambah anamnesis yang teliti sudah cukup.
Diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan bola mata diukur, lalu didapatkan
tinggi sekali. Mereka yang tidak biasa untuk mentransfer harus dipakai cara digital.
 Diagnosis banding :
- Iritis akut
o Nyeri mata pada iritis tidak sehebat glaukoma akut
o Fotofobia lebih hebat daripada glaukoma akut
o Kornea masih mengkilat
o Pupil kecil
o Bilik mata depan tidak terlalu dangkal atau normal
o Tekanan bola mata biasa atau rendah
- Konjungtivitis akut
o Tak ada nyeri atau mungkin hanya sedikit
o Tak ada perubahan tajam penglihatan
o Ada sekret mata
o Hiperemi konjungitva berat; tidak ada hiperemi perikorneal.
Diagnosis banding penting sekali karena berhubungan dengan pengobatan.
Glaukoma diobatai dengan miotikum, pada iritis harus diberi midriatik. Bila salah
diberikan, akan berabahaya.
 Penyulit Glaukoma Akut
- Sinekia anterior perifer
Apabila glaukoma akut tidak cepat diobati, terjadilah perlengketan antara
iris bagian tepi dan jaringan trabekulum. Akibatnya adalah bahwa
penyaluran keluar humor lebih terhambat.
- Katarak
Di atas permukaan kapsul depan lensa acapkali terlihat bercak putih sesudah
suatu serangan akut. Tampaknya seperti yang tertumpah di atas meja.
Gambaran ini dinamakan Glaucomfleckle yang menandakan pernah terjadi
serangan akut pada mata tersebut.
- Atrofi saraf optik
Karena serangan yang mendadak dan hebat, papil saraf optik mengalami
pukulan yang berat hingga menjadi atrofi. Kalau glaukomanya tidak diobati
dan berlangsng terus, dapat terjadi ekskavasi dan atrofi. Unsur-unsur saraf
di retina pun sangat menderita.
- Glaukoma kongestif kronik atau glaukoma tidak terkendali atau terabaikan
dipakai untuk glaukoma akut yang tidak diobati dengan tepat atau mungkin
tidak diobati sama sekali karena kesalahan diagnosa.
Keadaan ini sering dijumpai, pada pemeriksaan akan ditemukan penglihatan
yang sudah sangat buruk (goyang tangan atau hanya melihat cahaya saja).
Penderita tampak tidak terlalu kesakitan seperti pada waktu serangan akut.
Kelopak mata sudah tidak begitu membengkak, konjungtiva bulbi hanya
menunjukkan hiperemi perikornea tanpa edema, kornea agak suram, pupil
sangat lebar. Tekanan bola mata walaupun masih tinggi tetapi sudah lebih
rendah daripada waktu serangan. Dianggap bahwa mata sudah
menyesuaikan diri pada keadaannya.
- Glaukoma absolut adalah istilah untuk suatu glaukoma yang sudah
terbengkalai sampai buta total. Bola mata demikian nyeri, bukan saja karena
tekanan bola mata yang masih tinggi tetapi juga karena kornea mengalami
degenerasi hingga mengelupas (keratopati bulosa).
 Pengobatan
Harus diingat bahwa kasus glaukoma akut adalah masalah pembedahan.
Pemberian obat hanya untuk tindakan darurat agar segera dirujuk ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas pembedahan mata.
Pengobatan dengan obat :
- Miotik : pilokarpin 2-4 % tetes mata yang diteteskan setiap menit 1 tetes
selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6 jam. Hasilnya
adalah liosis dan karenanya melepaskan iris dari jaringan trabekulum. Sudut
mata depan akan terbuka.
- Carbonic Anhidrase Inhibitor : asetazolamid @ 250 mg, 2tablet sekaligus,
kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam. Kerja obat ini adalah
dengan mengurangi pembentukan akuos humor.
- Obat hiperosmotik :
o larutan gliserin, 50% yang diberikan oral. Dosis 1-1.5 gram/kg BB
(0.7-1.5 cc/kgBB). Untuk praktisnya dapat dipakai 1 cc/kgBB. Obat ini
harus diminum sekaligus.
o Mannitol 20% yang diberikan per infus ± 60 tetes/menit.
Kerja obat hiperosmotik adalah mempertinggi daya osmosis plasma.
- Morfin : injeksi 10-15 mg mengurangi sakit dan mengecilkan pupil.
Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan karakteristik neuropati saraf optik yang
ditandai dengan defek lapangan pandang dimana peningkatan tekanan intra okular hanya
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya glaukoma. Tekanan intraokuler ditentukan oleh
kecepatan pembentukan humor aquos dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Untuk
memahami glaukoma diperlukan pengetahuan tentang fisiologi humor akueus.1
Tekanan intraokuler (TIO), meupakan tekanan yang diakibatkan oleh cairan intraokuler pada
pembungkus bola mata. TIO normal bervariasi yakni 10-21 mmHg, dan ini dapat dipertahankan jika
terdapat dinamika keseimbangan antara pembentukan dan drainase cairan. Selain itu TIO
dipengaruhi oleh faktor lokal dan faktor general. Faktor lokal adalah pembentukan cairan, resistensi
aliran, tekanan vena episleral, dan dilatasi pupil. Adapun faktor general adalah; riwayat keturunan,
usian jenis kelamin, variasi diurnal, posisi, tekanan darah dan anestesi umum.1
2.3 Faktor Resiko Glaukoma4
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah :
1. Tekanan darah rendah atau tinggi
2. Fenomena autoimun
3. Degenerasi primer sel ganglion
4. Usia di atas 45 tahun
5. Keluarga mempunyai riwayat glaukoma
6. Miopia atau hipermetropia
7. Pasca bedah dengan hifema atau infeksi
Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah :
1. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
2. Makin tua usia, makin berat
3. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering
4. Kerja las, resiko 4 kali lebih sering
5. Keluarga penderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
6. Tembakau, resiko 4 kali lebih sering
7. Miopia, resiko 2 kali lebih sering
8. Diabetes melitus, resiko 2 kali lebih sering
2.4 Patofisiologi Glaukoma
Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular, baik disebabkan oleh mekanisme sudut
terbuka atau sudut tertutup akan dibahas sesuai pembahasan masing-masing penyakit tersebut.
Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk glaukoma, yang
manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokuler.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difuse, yang
menyebabkan penipisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf
optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus . Iris dan korpus
siliaris juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.2
Pada beberapa penelitian menunjukkan tekanan intraokular yang meningkat di atas 21
mmHg, menunjukkan peningkatan persentase defek lapangan pandang, dan kebanyakan ditemukan
pada pasien dengan tekanan intraokuler berkisar 26-30 mmHg. Penderita dengan tekanan
intraokuler diatas 28 mmHg 15 kali beresiko menderita defek lapangan pandang daripada penderita
dengan tekanan intraokular berkisar 22 mmHg.1
Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga
terjadi kerusakan iskhemik pada iris yang disertai edema kornea.1

2. Mengapa penderita mendadak mata kirinya sakit cekot-cekot, merah dan hanya melihat
bayang-bayang?
Pada beberapa penelitian menunjukkan tekanan intraokular yang meningkat di atas 21 mmHg,
menunjukkan peningkatan persentase defek lapangan pandang, dan kebanyakan ditemukan pada
pasien dengan tekanan intraokuler berkisar 26-30 mmHg. Penderita dengan tekanan intraokuler
diatas 28 mmHg 15 kali beresiko menderita defek lapangan pandang daripada penderita dengan
tekanan intraokular berkisar 22 mmHg.
Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga
terjadi kerusakan iskhemik pada iris yang disertai edema kornea.
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan
sumbatan pada bilik mata depan oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran humor aquos dan
tekanan intraokuler meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan kekaburan
penglihatan. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan
anatomik pada bilik mata depan( dijumpai terutama pada hipermetrop). Serangan akut biasanya
terjadi pada pasien berusia tua seiring dengan pembeasran lensa kristalina yang berkaitan dengan
penuaan. Pada glaukoma sudut tertutup, pupil berdilatasi sedang, disertai sumbatan pupil. Hal ini
biasanya terjadi pada malam hari, sat tingkat pencahayaan berkurang. Dapat juga disebabkan oleh
obat-obatan dengan efek antikolinergik atau simpatomimetik (mis., atropine sebagai obat
praoperasi, antidepresan, bronkodilator inhalasi, dekongestan hidung atau tokolitik).
Patofisiologi dari glaukoma sudut tertutup dengan block pupil meliputi faktor2 yaitu aposisi
lensa dan iris yang mengakibatkan pencembungan iris perifer dan predisposisi anatomi mata yang
menyebabkan bagian anterior iris perifer menyumbat trabekulum.
Patofisiologi glaukoma sudut tertutup tanpa block pupil terjadi melalui 2 mekanisme yaitu
mekanisme penarikan anterior dan posterior. Pada penarikan anterior, iris perifer ditarik kearah
depan menutup trabekulum karena kontraksi membrane eksudat inflamasi atau serat fibrin. Pada
mekanisme penarikan posterior iris perifer mencembung kearah depan karena lensa vitreus atau
badan siliaris.
Mekanismenya adalah peninggian TIO karena blok pupil relative, dengan bersentuhnya pinggir
pupil dengan permukaan depan lensa melalui suatu proses semi midriasis. Hal ini akan menghasilkan
tekanan yang meninggi pada KOP(Kamera Okuli Posterior) karena terdorongnya bagian iris perifer ke
depan dan menutup sudut KOA. Hal ini terutama terjadi pada orang dengan KOA dangkal.
Jadi, ada beberapa hal penting yang berperan menimbulkan glaukoma sudut tertutup ini :
 Blok pupil relative yang maksimal terdapat pada pupil dengan lebar 4-5mm.
 Lensa yang bertambah besar, terutama pada usia tua. Makin bertambah usia, lensa bertambah
besar, sehingga mudah terjadi blok pupil relative.
 Tebalnya iris bagian perifer dan terjadinya iris bombe yang mendorong ke arah trabekula
sehingga muara trabekula tertutup.
 KOA yang dangkal, terdapat pada hipermetropia(karena sumbu bola mata pendek) dan pada
usia tua(karena ukuran lensa yang bertambah besar).

Manifestasi Klinik

 Penglihatan kabur, gambaran pelangi terlihat di sekitar lampu (halo) akibat udem kornea(cairan
aqueous masuk ke kornea)
 Nyeri kepala hebat(mengikuti jalannya N.V), mual, muntah(akibat reflex oculovagal)
 Injeksi siliar (+), KOA dangkal, iris atropi, reflex pupil lambat/(-)
 Pupil melebar disertai sumbatan pupil, sering terjadi malam hari karena pencahayaannya
berkurang
 TIO meningkat, pada gonioskopi sudut KOA tertutup
 Serangat akut dapat berlangsung lama, dapat pula berjalan beberapa jam kemudian mengalami
resolusi. Pada keadaan resolusi, hanya akan ditemui gambaran seperti’iridosiklitis’ dimana
adanay flare dn injeksi siliar ringan. Setelah keadaan tenang, akan ditemui gejala sisa, seperti
atropi iris, katarak, dan pupil irregular serta adanya sinekia posterior dan anterior dengan TIO
norml atau hipotoni akibat atropi corpus siliar. Selain itu, akan ditemukan atropi nervus optikus.

Penurunan visus akibat glaukoma dapat terjadi perlahan maupun mendadak. Tajam penglihatan
yang terganggu adalah tajam penglihatan perifer, atau yang lebih umum disebut lapang pandang.
Mekanisme yang mendasari penyempitan lapang pandang adalah kerusakan papil nervus II serta
kerusakan lapisan syaraf retina dan vaskulernya akibat peningkatan TIO. Pada peningkatan TIO
maka terjadi peregangan dinding bola mata. Retina merupakan salah satu penyusun dinding bola
mata ikut teregang struktur sel syaraf yang tidak elastis kemudian menjadi rusak. Sedangkan
pembuluh kapiler yang menyuplai serabutserabut syaraf juga tertekan sehingga menyempit dan
terjadi gangguan vaskularisasi 19,20. Penyempitan lapang pandang secara bertahap akibat kerusakan
papil dan lapisan syaraf retina. Dari gejala klinis didapatkan penyempitan lapang pandang. Lama-
kelamaan penderta seperti melihat melalui terowongan. Dari pemeriksaan perimetri bisa
didapatkan kelainan khas yakni scotoma sentral, perisentral, dan nasal. Lama kelamaan scotoma ini
berbentuk seperti cincin. Pengurangan lapang pandang biasanya dimulai dari sisi temporal, pada
perimetri didapatkan defek berbentuk arcuata yang khas untuk glaukoma. Lama-kalamaan defek ini
meluas dan mencapai keseluruhan lapang pandang, hanya tersisa di bagian sentral yang sangat
kecil. Visus light perception negatif menandakan kerusakan total pada papil N.II. Pada keadaan
seperti ini pasien tidak lagi perlu diperiksa perimetri
3. Mengapa penderita merasakan kepala mau pecah dan disertai muntah dan mual?
N. Vagus (parasimpatis)
Peningkatan TIO  penurunan aliran darah ke N. II dan retina  iskemi  merangsang
saraf nyeri  traktus spinotalamus  kortex serebri  nyeri  merangsang saraf simpatis
 vasokontriksi pembuluh darah  aliran darah ke GI menurun  penurunan fungsi GI 
peristaltic menurun  peregangan lambung  menekan baroreseptor  rangsangan ke
pusat muntah  di medulla oblongatya  mual dan muntah

4. Mengapa penderita tiba2 merasakan mata kirinya kemeng dan berair pada saat menjelang
maghrib dan cuaca sedang mendung?

Air mata diproduksi secara terus menerus oleh kelenjar lakrimal yang berlokasi di bawah kelopak
mata bawah. Air mata sangat penting karena melapisi permukaan depan mata dengan lapisan
transparan tipis dan mencegah mata menjadi kering. Biasanya, air mata dengan cepat mengalir
keluar dari mata melalui sistem saluran kompleks yang berawal dari sudut terdalam kelopak mata ke
hidung. Sistem saluran kompleks ini disebut sistem drainase lakrimal. Jika terdapat gangguan pada
ekuilibrium ini, terjadilah kondisi yang disebut Kelainan Air Mata. Seringnya, gangguan pada sistem
drainase lakrimal adalah penyebab air mata berlebihan.
penyebab Mata Berair?
Air mata umumnya mengalir cepat keluar dari mata. Penyumbatan sistem drainase lakrimal adalah
factor utama penyebab air mata berlebihan dan cenderung terjadi pada manula. Penyumbatan
terjadi karena penyempitan atau mengecilnya saluran nasolakrimal.
Iritasi okular yang disebabkan oleh berbagai masalah dapat juga mengakibatkan produksi air mata
berlebihan dan mata berair. Mata kering juga dapat mengakibatkan produksi air mata secara refleks
dan terkadang mengakibatkan air mata berlebihan.
5. Mengapa penglihatan terasa kabur dan mengapa sorot lampu kendaraan di rasakan pecah
menjadi warna-warni seperti pelangi?
Penglihatan yang terkadang ada pelangi menandakan pasien melihat halo pada mata
kanannya. Dimana halo adalah terdapatnya pelangi sekitar sumber cahaya yang dilihat. Halo
dapat diakibatkan oleh glaukoma, katarak, edema kornea, pseudofakos, dan obat seperti
digitalis dan klorokuin.
Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk
glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan
tekanan intraokuler. Kalau tekanannya terlalu tinggi, berarti bola mata itu menjadi keras
seperti kelereng. Akibatnya, akan menekan saraf mata ke belakang dan menekan saraf papil N
II dan serabut-serabut saraf N II. Saraf-saraf yang tertekan itu dan yang menekan saraf papil II
ini terjadi penggaungan. Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah
atrofi sel ganglion difuse, yang menyebabkan penipisan serat saraf dan inti bagian dalam
retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai
pembesaran cekungan optikus . Iris dan korpus siliaris juga menjadi atrofik, dan prosesus
siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.10
Pada beberapa penelitian menunjukkan tekanan intraokular yang meningkat di atas 21
mmHg, menunjukkan peningkatan persentase defek lapangan pandang, dan kebanyakan
ditemukan pada pasien dengan tekanan intraokuler berkisar 26-30 mmHg. Penderita dengan
tekanan intraokuler diatas 28 mmHg 15 kali beresiko menderita defek lapangan pandang
daripada penderita dengan tekanan intraokular berkisar 22 mmHg.9
Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga
terjadi kerusakan iskhemik pada iris yang disertai edema kornea.9
Normal

Glaukoma sudut terbuka

Glaukoma sudut tertutup

6. Mengapa rasa sakitnya hilang saat penderita tidur dan minum obat penghilang rasa sakit?

7. Mengapa pada penderita penglihatannya dapat hilang secara permanen?


Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah
terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi
glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering mata dengan buta ini
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskulerisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya
glaukoma hemoragik

Yang membedakan keratitis, uveitis, glaucoma!


Keratitis Ulkus kornea Uveitis Akut Glaukoma Endoftalmitis Oftalmika
Akut Simpatika
Gejala  Mata merah  Mata merah  Nyeri mata  nyeri mata  Nyeri mata  Mata merah
Subjektif  Nyeri  Nyeri ringan sedang hebat, berat  Nyeri
 Tidak Nyeri (K. sampai berat  fotopobia seluruh bola  fotopobia
Neuroparalitik  Lakrimasi mata dan
 Fotophobia  Fotofobia yang
 Lakrimasi  Kotor diinervasi N.
 K. Marginal : V
Fotofobia berat  melihat
 keratokonjungtivi pelangi/halo
tis epidemi : disekitar
demam, nyeri lampu
periorbita  mual
muntah
 bradikardi
(reflek
okulokardiak)
Proses Infeksi infeksi  infeksi Peningkatan  infeksi
 alergi tekanan eksogen
inraokuler setelah
mendadak trauma bedah
 endogen
akibat sepsis
Lokalisasi Kornea Kornea  Uvea  COA Bola mata, Bola mata
 Unilateral  Tukak  Sifat  sifat Seluruh bola bilateral
(k.Marginal, marginal : unilateral unilateral mata
k.Sklerotikan) Unilateral (sering) (panoftalmitis)
 Bilateral Fokal,
(k.Pungtata, k. Multifokal,
Virus, k.Vernal Difus, Tunggal,
Multipel

 Ulkus Mooren:
unilateral .
bilateral
Sebab Bakteri, jamur, Jamur, Bakteri, reaksi Sudut bilik Stafilococcus, Trauma
bakteri, virus,alergi bakteri,alergi, hipersensitivita mata sempit streptococcus, tembus, Bedah
trauma,reaksi s pneumococcus, mata intra
toksik,defisiensi pseudomonas okuler
vit.A,parese aeroginosa.
N.VII,III Actinomises,
aspergilus,
fitomikosis
Perjalanan  Akut  Progresif Perlahan Tiba-
 Kronis  Regresi tiba/ Akut
(k.pungtata,  Membentuk perlahan
k.virus) jaringan parut
 Rekuren  Rekuren (ulkus
(k.Marginal, marginal)
K.Vernal)  Akut
 Akut dan Kronis  Kronik
(k.Filamentosa)
Komplikasi Ulkus kornea Perforasi Glaucoma Kebutaan Katarak
sekunder,
uveitis
simpatis,
kebutaan
Visus Turun Turun Menurun Sangat Menurun Turun(
sedang, tidak menurun, gangguan
begitu kabur, mendadak binokular
sukar melihat akomodasi
dekat
Lapang t.a.k t.a.k t.a.k Menyempit t.a.k t.a.k
Pandang berat

Ukuran t.a.k t.a.k t.a.k t.a.k Mata menonjol t.a.k


Bola Mata (panoftalmitis)

Kelenjar K. Filamentosa t.a.k Lakrimasi epifora t.a.k


Lakrimalis : epifora

Kelopak  K. Marginal,K. U.K Marginal Oedem Oedem, t.a.k


Mata Filamentosa: : blefarospasme hiperemis, sukar
Blefarospasme dibuka
 Keratokonjungtivit
is epidemi : edem
 K. Lagoftalmos :
lagoftalmo

Tekanan t.a.k Normal/ tinggi/ Meningkat t.a.k t.a.k


Intraokula turun
r
Konjungtiv Hiperemis  Hiperemis Injeksi siliar Injeksi Kemotik, hiperemis
a  K. Flikten: papul,  Injeksi konjunctiva hiperemis
pustul konjungtiva
 Injeksi siliar
 Keratokonjungtivit
is epidemi :
pseudomembran
 K. Vernal :
hipertrofi papil
(cobble stone)
 Keratokonjungtivit
is sika :
sekresi mukus
berlebihan, edema
konjungtiva bulbi
 K.Bakteri :
sekret kental
 K. Viral : sekret
encer
Sclera Hiperemis hiperemis hiperemis Injeksi hiperemis hiperemis
episklera
Kornea  K.Flikten:  Bintik nanah keruh, keratik  Keruh Keruh t.a.k
infiltrat, yang presipitat (+),  Oedem
neovaskularisasi, berwarna Injeksi  Injeksi
flikten (benjolan kuning Pericorneal pericorneal
batas tegas, putih keputihan
keabuan )dengan  Ulkus seperti
atau tanpa binatang
neovaskularisasi, melata, batas
papul, pustul. tegas pada
 K . Fasikularis: tepi yang
flikten yang paling aktif (U.
berjalan Serpens)
disepanjang  Infiltrat
permukaan memanjang
kornea (wander dangkal
phlycten) (U.Marginal)
 K. Marginal:  Infiltrat kuning
infiltrat/ulkus hijau
memanjang, (pseudomonas
dangkal, )
unilateral,  Infiltrat putih
tunggal/ multipel, abu ± abu,
neovaskulari dari bulat lonjong
arah limbus. (gram positif,
 K. Jamur: ulkus staf.aureus,
jelas, menonjol, strep.
gambaran satelit pneumoni)
 K . Virus : infiltrat  Fenomena
halus bertitik ± satelit :
titik, hipetesia Infiltrat abu ±
 K. Dendritik : abu dikelilingi
garis infiltrate infiltrat halus
membentuk (jamur)
cabang  Kekeruhan
 K. Filamentosa: warna putih,
defek epitel fluorosein
 K .Disiformis: test: hijau
infiltrat bulat  U.K. jamur &
/lonjong bakteri :
 K. Numularis/ defek epitel
Dimmer: infiltrat dikelilingi
bundar PMN
berkelompok,  U.K virus :
gambaran halo- reaksi
 K.Neuroparalitik hipersensitifit
 : deskuamasi as
epitel kornea  Jaringan
 K. Sklerotikan: parut dengan
keruh bentuk jaringan
segitiga, batas vaskularisasi
tegas, kornea (U. Mooren)
putih seperti  Anestetik
sclera (u.paralitik)

Kamera t.a.k Hipopion, Terdapat sel Dangkal Keruh, Hipopion Mutton fat
Okuli Hifema radang, (kadang) deposit
Anterior Hipopion

Iris t.a.k  Sukar dilihat Sinekia Oedem,  Nodul


karena posterior Sinekia infiltrasi
edema posterior  Sineki
kornea & aanterior
infiltrasi sel perifer
radang pada  Neovaskulari
kornea sasi iris
 Iritis
 sinekia
posterior
Pupil t.a.k <N Miosis, ireguler Midriasis, RC reflek pupil Oklusi pupil
RC berkurang berkurang berwarnaputih
sampai
dengan (-)

Lensa t.a.k t.a.k Keruh, katarak Keruh t.a.k


Vitreoretin t.a.k t.a.k Sel radang Papil saraf Keruh, Massa  Nodul kecil
a optic putih abu-abu, berpigmen
hiperemis Hipopion ringan, pada lapisan
abses satelit epitell
(jamur) pigmen
retina
 Uvea
menipis,
radang
ringananterio
r & posterior
 Ablasi
retinaeksudat
if
 Papilitis

Klasifikasi Glaukoma
Klasifikasi Vaughan
 Glaukoma primer
Galukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang merupakan
penyebab glaukoma. 1
Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan glaukoma,
seperti1 :
1. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cariran mata atau susunan anatomis
bilik mata yang menyempit.
2. Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan
(goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, iridodisgenesis dan korneodisgenesis dan
yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis.
Trabekulodisgenesis adalah1 :
- Barkan menemukan membran yang persisten menutupi permukaaan trabekula
- Iris dapat berinsersi pada permukaan trabekula tepat pada skleral spur atau agak
lebih ke depan
- Goniodisgenesis
Glaukoma primer bersifat bilateral, yang tidak selalu simetris dengan sudut bilik mata
terbuka ataupun tertutup, pengelompokkan ini berguna untuk penatalaksanaan dan
penelitian. Untuk setiap glaukoma diperlukan pemeriksaan gonioskopi1.
Pada glaukoma primer tidak diketahui penyebabnya, didapatkan bentuk :
 Glaukoma sudut tertutup, (closed angle glaucoma, acute congestive glaucoma).
 Glaucoma sudut terbuka, (open angle glaucoma, chronic simple glaucoma).
 Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder timbul sebagai akibat penyakit lain daklam bola mata, disebabkan :
 Kelainan lensa
- Luksasi
- Pembengkakan (intumesen)
- Fakolitik
 Kelainan uvea
- Uveitis
- Tumor
 Trauma pembedahan
- Perdarahan dalam bilik mata depan (hifema)
- Perforasi kornea dan prolaps iris, yang menyebabkan leukoma adheren.
 Pembedahan
Bilik mata depan yang tidak cepat terbentuk setelah pembedahan katarak
 Penyebab glaukoma sekunder lainnya :
- Rubeosis iridis (akibat trombosis vena retina sentral)
- Penggunaan kortikosteroid topikal berlebihan
 Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital primer atau glaukoma infantil (Buftalmos, hidroftalmos). Glaukoma
yang bertalian dengan kelainan kongenital lain.
 Glaukoma absolut
Keadaan terakhir suatu glaukoma, yaitu dengan kebutaan total dan bola mata nyeri.

Klasifikasi American Academy of Ophtalmology


 Glaukoma sudut terbuka
Penyebab secara umum adalah sebagai suatu ketidaknormalan pada matriks ekstraseluler
trabekular meshwork dan pada sel trabekular pada derah jukstrakanalikuler, sel trabekuler
dan matriks ekstraseluler disekitarnya.
 Glaukoma primer sudut terbuka
Tidak terdapat penyakit mata lain atau penyakit sistemik yang menyebabkan
peningkatan hambatan terhadap aliran aqueous atau kerusakan terhadap syaraf optik .
 Glaukoma dengan tensi normal
Terdapat kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang namun TIO <
21 mmHg yang dapat disebabkan oleh kepekaan abnormal terhadap TIO karena
kelainan vaskular atau mekanis di caput nervi optici, murni penyakit vaskular
(vasospasme) dan dapat disebabkan oleh faktor predisposisi yang diwariskan pada gen
optineurin kromosom 10.
 Glaukoma suspek
Diartikan sebagai suatu keadaan pada orang dewasa yang mempunyai satu dari
penemuan trias glaukoma. Jika terdapat 2 atau lebid dari trias maka mendukung
diagnosa POAG. Hipertensi okular, terdapat peningkatan TIO tanpa disertai kelainan
diskus dan lapang pandang. Lebih sering dijumpai dibandingkan dengan POAG. Resiko
hipertensi okular meningkat seiring dengan peningkatan TIO, bertambahnya usia,
semakin beratnya “cupping” diskus optikus, riwayat dalam keluarga, miopi, Diabetes
melitus, dan kelainan cardiovaskular dalam keluarga.
 Glaukoma sudut terbuka sekunder
Bila terjadi peningkatan tekanan bola mata sebagai akibat menifestasi penyakit lain di
mata. Misalnya pada sindroma pseudoeksfoliasi, glaukoma pigmentasi, glaukoma akibat
kelainan letak lensa, tumor intraokuli, maupun infeksi intraokuli.
 Glaukoma sudut tertutup
Didefinisikan sebagai aposisi iris perifer terhadap trabekular meshwork dan menghasilkan
penurunan aliran akuos humor melalui sudut bilik mata. Mekanisme terjadinya dibagi
menjadi 2 kategori ; mekanisme yang mendorong iris kedepan dari belakang, dan
mekanisme yang menarik iris kedepan dan kontak dengan trabekular meshwork. Blok pupil
yang terjadi akibat iris yang condong kearah depan merupakan penyebab tersering
glaukoma sudut tertutup. Aliran akuos humor dari posterior ke anterior akan terhalang.
Dengan diproduksinya terus menerus akuos humor sementara tekanan bola mata terus naik,
maka akan sekaligus menyebabkan terjadinya pendorongan iris menekan jaringan
trabekulum sehingga sudut bilik menjadi sempit.
 Glaukoma primer sudut tertutup dgn blok papil relatif
Timbul bila terdapat hambatan gerakan akuos humor melalui papil.
 Glaukoma sudut tertutup akut
Tim,bul ketika tekanan intraokuli meningkat dengan cepat akibat bendungan yang tiba-
tiba dari trabekular meshwork oleh iris.
 Glaukoma sudut tertutup subakut (intermitten)
Glaukoma sudut tertutup akut yang berulang dengan gejala lebih ringan dan sering
didahului dengan peningkatan TIO, dapat hilang spontan , terutama waktu tidur-
menginduksi miosis.
 Glaukoma sudut tertutup kronik
Peningkatan TIO disebabkan bentuk ruang anterior yang bervariasi dan menjadi
tertutup secara permanen oleh sinekia anterior.
 Glaukoma sekunder sudut tertutup tanpa blok pupil
Dapat disebabkan :
a. Kontraksi dari inflamasi, perdarahan, dan eksudat pada sudut.
b. Perubahan tempat kedepan dari diagfragma lensa-iris, sering disertai
pembengkakan dan rotasi kedepan badan siliar.
 Sindrom iris plateau
Pada iris plateau, kedalaman bilik mata depan sentral normal tetapi sudut bilik mata
depannya sangat sempit karena posisi prosesus siliaris terlalu anterior. Sehingga ketika
terjadi dilatasi maka iris perifer kana merapat dan terjadi pendesakan sudut sehingga
menutup sudut.
 Glaukoma pada anak
Glaukoma ifantil atau kongenital primer timbul pada saat lahir atau dalam 1 tahun
kehidupannya. Kondisi ini disebabkan kelainan perkembangan sudut bilik depan yang
menghambat aliran akuos humor . secara garis besar patofisiolognya dibagi menjadi dua;
pertama ketidaknormalan membran atau sel pada trabekular meshwork adalah mekanisme
patologik primer, yang kedua adalah anomali segmen anterior luas, termasuk insersi
abnormal muskulus siliaris.
 Glaukoma kongenital primer
 Glaukoma disertai dengan kelainan kongenital disertai dengan penyakit mata juga
dengan penyakit sistemik
 Glaukoma sekunder pd bayi & anak
Etiologi
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini disebabkan1 :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
(glaukoma hambatan pupil)
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang
pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil safar
optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. 1
Ekskavasi granulomatosa, penggaungan atau ceruk papil saraf optik akibat glaukoma pada
saraf optik. Luas atau dalamnya ceruk ini pada glaukoma kongenital dipakai sebagai indikator
progesivitas glaukoma. 1
Faktor Resiko
1. Ras, wilensky (1994) dan penelitian lain, menunjukan bahwa kulit berwarna mempunyai
prevalensi glaukoma sudut terbuka primer yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang
kulit putih.
2. Umur, Vaughan (1995), melakukan penelitaian ternyata frekuensi pada umur 40 tahun
meningkat sebesar 0,4-0,7% dari total jumlah penduduk. Dan meningkat sebesar 2-3%
pada usia 70 dari total jumlah penduduk.
3. Keluarga, survei yang dilakukan 1 dari 10 orang pada garis keturunan pertama yang
menderita glaukoma seperti yang diderita orang tua mereka 4 kali lebih sering.
4. Penyakit sistemik , diabetes melitus dan hipertensi, prevalensi POAG meningkat 3 kali
lebih tinggi pada DM daripada nonDM dan pada Ht 6 kali lebih sering.
Insidensi
Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya penderita
glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia 50 tahun, tingkat resiko menderita glaukoma
meningkat sekitar 10 %. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka
menderita penyakit tersebut. 13
Di Indonesia glaukoma kurang dikenal oleh masyarakat, padahal cukup banyak yang
menjadi buta karenanya. Pada glaukoma kronik dengan sudut bilik mata depan terbuka
misalnya, kerusakan pada saraf optik terjadi perlahan-perlahan hampir tanpa keluhan
subyektif. Hal ini menyebabkan penderita datang terlambat pada dokter. Biasanya kalau
sudah memberikan keluhan keadaan glaukomanya sudah lanjut. Dalam masyarakat yang
kesadaran akan kesehatan atau pendidikannya masih kurang, dokter perlu secara aktif dapat
menemukan kasus glaukoma kronik, yaitu dengan mengadakan pengukuran tekanan bola
mata secara rutin. 2
Patofisiologi
Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular, baik disebabkan oleh mekanisme sudut
terbuka atau sudut tertutup akan dibahas sesuai pembahasan masing-masing penyakit
tersebut. Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk
glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan
tekanan intraokuler. Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi
sel ganglion difuse, yang menyebabkan penipisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran
cekungan optikus . Iris dan korpus siliaris juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris
memperlihatkan degenerasi hialin.10
Pada beberapa penelitian menunjukkan tekanan intraokular yang meningkat di atas 21
mmHg, menunjukkan peningkatan persentase defek lapangan pandang, dan kebanyakan
ditemukan pada pasien dengan tekanan intraokuler berkisar 26-30 mmHg. Penderita dengan
tekanan intraokuler diatas 28 mmHg 15 kali beresiko menderita defek lapangan pandang
daripada penderita dengan tekanan intraokular berkisar 22 mmHg.9
Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga
terjadi kerusakan iskhemik pada iris yang disertai edema kornea.9

Normal

Glaukoma sudut terbuka

Glaukoma sudut tertutup

Penilaian glaukoma secara klinis


Pemeriksaan penunjang untuk menilai glaukoma secara klinis, yakni :
1. Pemeriksaan Ketajaman Pengelihatan
Bukan merupakan cara yang khusus untuk glaukoma, tetapi tetap penting, karena
ketajaman pengelihatan yang baik misalnya 6/6 belum berarti tidak ada glaukoma. Pada
glaukoma sudut terbuka, kerusakan saraf mata dimulai dari tepi lapang pandangan dan
lambat laun meluas ketengah. Dengan demikian pengelihatan sentral ( fungsi makula )
bertahan lama, walaupun pengelihatan perifer sudah tidak ada, sehingga penderita
tersebut seolah olah melihat melalui teropong ( tunnel vision )11
2. Tonometri. Alat ini berguna untuk menilai tekanan intraokular. Tekanan bola mata normal
berkisar antara 10-21 mmHg.14

Gambar 15 : Pemeriksaan
Tonometri

Ada 3 macam Tonometri :11


a. Cara Digital
b. Cara Mekanis dengan Tonometer Schiotz
c. Tonometri dengan tonometer aplanasi dari Goldman
3. Gonioskopi. Merupakan suatu cara untuk melihat lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
Dengan gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup atau sudut terbuka, juga
dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer, kedepan (peripheral synechiae
anterior). Dengan alat ini dapat pula diramalkan apakah suatu sudut akan mudah tertutup
dikemudian hari.11
4. Penilaian diskus optikus. Dengan menggunakan opthalmoskop kita bisa mengukur rasio
cekungan-diskus (cup per disc ratio-CDR). Yang harus diperhatikan adalah papil, yang
mengalami perubahan penggaungan (cupping) dan degenerasi saraf optik (atrofi) Yang
mungkin disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Peninggian TIO, mengakibatkan gangguan perdarahan pada papil, sehingga terjadi
degenerasi berkas-berkas serabut saraf pada papil saraf optik.
b. TIO, menekan pada bagian tengah optik yang mempunyai daya tahan terlemah dari
bola mata. Bagian tepi papil relatif lebih kuat dari bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil ini.11
Tanda penggaungan ( Cupping ) :
Pinggir papil bagian temporal menipis. Ekskavasi melebar dan mendalam tergaung
sehingga dari depan tampak ekskavasi melebar, diameter vertikal, lebih besar dari
diameter horizontal. Bagian pembuluh darah ditengah papil tak jelas, pembuluh darah
seolah-olah menggantung di pinggir dan terdorong kearah nasal. Jika tekanan cukup
tinggi, akan terlihat pulsasi arteri.11
Tanda atrofi papil :
Termasuk atrofi primer, warna pucat, batas tegas. Lamina fibrosa tampak jelas.11
5. Pemeriksaan lapang pandang. Kelainan lapangan pandang pada glaukoma disebabkan
adanya kerusakan serabut saraf. Yang paling dini berupa skotoma relatif atau absolut yang
terletak pada daerah 30 derajat sentral. Bermacam – macam skotoma dilapangan
pandangan sentral ini bentuknya sesuai dengan bentuk kerusakan dari serabut saraf.11
6. Tes Provokasi
A. Untuk glaukoma sudut terbuka :
 Tes minum air
 Pressure congestion test
 Kombinasi tes air minum dengan pressure congestion
 Tes Steroid
B. Untuk glaukoma sudut tertutup :
 Tes kamar gelap
 Tes membaca
 Tes midriasis
 Tes bersujud
Perbedaan tekanan 8 mmHg antara sebelum test dan sesudah test dianggap menderita
glaukoma, harus mulai diberi terapi 11
Pada makalah ini hanya akan dijelaskan tentang Glaukoma Primer Sudut Terbuka

I. Glaukoma primer sudut terbuka


Sinonimnya adalah glaukoma kronik atau chronic simple glaucoma. Istilah chronic simple
glaucoma sangat jelas menggambarkan keadaan klinik penderita : penyakit yang berlangsung
lama (kronik) tanpa ada tanda yang jelas dari luar dan tekanan bola mata yang meningkat
(glaukoma). Dengan tonometri rutin diharapkan lebih banyak chronic simple glaucoma dapat
dideteksi di antara penderita-penderita. Bahaya penyakit ini adalah bahwa ia tidak memberi
banyak keluhan kepada penderita. Kalau penderita sudah mulai mengeluh, kemudian pergi ke
dokter, biasanya penyakitnya sudah lanjut sekali atau sudah terlambat. 2
Karenanya tonometri rutin sangat dianjurkan dan ini merupakan satu-satunya cara yang
termudah untuk mendeteksi glaukoma kronik. Anamnesis keluarga penting sekali karena
sering ditemukan glaukoma sudut erbuka ini dalam satu keluarga. 2
Epidemiologi

Glaukoma sudut terbuka kronis mengenai 1 dari


200 orang pada populasi di atas usia 40 tahun, mengenai laki-laki dan perempuan sama
banyak. Prevalensi meningkat sesuai usia sampai hampir 10% pada populasi berusia lebih dari
80 tahun. Mungkin terdapat riwayat keluarga meski cara penurunan belum jelas.11 Diduga
glaukoma simpleks diturunkan secara dominan atau resesif pada kira-kira 50% penderita,
secara genetik penderitanya adalah homozigot. Terdapat pada 99% penderita glaukoma
primer dengan hambatan pengeluaran cairan mata (akous humor) pada jalinan trabekulum
dan kanal Schlemm. Terdapat faktor resiko pada seseorang untuk mendapatkan glaukoma
seperti Diabetes melitus, hipertensi, kulit berwarna dan miopia. 1

Diagram showing the relative proportion of people in the general population who have elevated pressure (horizontally shaded lines) and/or damage
Genetika
from glaucoma (vertically shaded lines. Notice that most have elevated pressure but no sign or damage (ie, ocular hypertensives), but there are also
Keluarga
those with normal derajat
pressures pertama
who still have (terdekat)
damage from pasien
glaucoma (ie, dengan
normal tension glaukoma sudut terbuka kronis
glaucoma))
memiliki kemungkinan hingga 16% mengalami penyakit ini. Pewarisan keadaan ini kompleks.
Terdapat perkembangan pengetahuan mengenai satu bentuk penyakit ini yang timbul pada
pasien muda, yaitu glaukoma sudut terbuka juvenil (timbul antara usia 3 hingga 35 tahun).
Tidak ada kelainan yang tampak pada segmen anterior yang membedakannya dari glaukoma
kongenital. Gennya (GLCIA) telah diketahui terletak pada lengan panjang kromosom I. 15
Anamnesis
Gejala glaukoma tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan intraokular. Glaukoma
sudut terbuka kronis dikaitkan dengan peningkatan perlahan tekanan dan ketiadaan gejala
kecuali pasien kemudian menjadi sadar akan adanya defisit penglihatan berat. Banyak pasien
terdiagnosis saat tanda glaukoma terdeteksi oleh ahli optometri. 15
Mekanisme
Mekanisme glaukoma sudut terbuka ini lain daripada mekanisme glaukoma sudut tertutup.
Kalauu yang terakhir ini diakibatkan jaringan trabekulum tertutup oleh iris, hambatan pada
glaukoma sudut terbuka terletak di dalam jaringan trabekulum sendiri. Akuos humor dengan
leluasa mencapai lubang-lubang trabekulum yang sempit, hingga akuos humor tidak dapat
keluar dari bola matya dengan bebas. 2
Normal Glaukoma

Normal Glaukoma

Gejala klinik2
- Glaukoma sudut terbuka tidak memberi tanda-tanda dari luar
- Perjalanan penyakit perlahan-lahan dan progresif dengan merusak papil saraf optik
(ekskavasi)
- Biasanya penderita baru sadar bila keadaan telah lanjut
- Diagnosis sering baru dibuat kalau dilakukan tonometri rutin pada penderita, yang
misalnya datang hanya untuk ganti kacamata. Sifat glaukoma jenis ini adalah
bilateral, tetapi biasanya yang satu mulai lebih dahulu. Kebanyakan ditemukan pada
penderita umur 40 tahun ke atas.
- Tajam penglihatan umumnya masih baik kalau keadaan belum lanjut. Tetapi tajam
penglihatan tidak boleh menjadi patokan aklan adanya glaukoma atau tidak.
Tekanan bola mata lebih dari 24 mm Hg dan tidak terlalu tinggi seperti pada
glaukoma kronik.
- Pada funduskopi ditemukan ekskavasi apabila glaukoma sudah berlangsung lama.
Pemeriksaan lapangan pandang perifer tidak menunjukkan kelainan selama
glaukoma masih dini, tetapi lapang pandang sentral sudah menunjukkan skotoma
parasentral.
- Apabila glaukoma sudah lebih lanjut, lapang pandangan perifer pun akan
menunjukkan kerusakan. Pada gonioskopi akan ditemukan sudut bilik mata depan
yang lebar

Normal vision Glaukoma vision

Pemeriksaan fisik
Penilaian dugaan glaukoma memerlukan pemeriksaan slit lamp lengkap yaitu15 :
 Mengukur tekanan okular dengan tonometer. Tekanan normal sebesar 15,5
mmHg. Batasnya ditentukan sebagai 2 standar deviasi di atas dan di bawah rata-
rata (11-21 mmHg). Pada glaukoma sudut terbuka kronis, tekanan ini baiasanya
sebesar 22-40 mmHg. Pada glaukoma sudut tertutup, tekanan meningkat hingga
di atas 60 mmHg.
 Memeriksa sudut iridokornea dengan lensa gonioskopi untuk mengkonfirmasi
adanya sudut terbuka.
 Menyingkirkan penyakit mata lainnya yang dapat menyebabkan glaukoma
sekinder
 Memeriksa lempeng optik dan menentukan apakah mengalami cupping
patologis. Cupping merupakan ciri normal lempeng optik. Lempeng dinilai
dengan memperkirakan rasio vertikal mangkuk terhadap lempeng sebagai suatu
keseluruhan (rasio mangkuk terhadap lempeng, cup disc ratio). Pada mata
normal, rasio ini biasanya tidak lebih besar dari 0,4. Namun terdapat kisaran
angka yang cukup besar (0-0,8) dan ukuran mangkuk optik berkaitan dengan
ukuran lempeng optik. Pada glaukoma kronis, akson yang memasuki papil saraf
optik mati. Mangkuk sentral meluas dan pinggir serabut saraf (pinggir
neuroretina) menjadi lebih tipis. Papil saraf optik menjadi atrofi. Rasio mangkuk
terhadap lempeng pada bidang vertikal lebih besar dari 0,4 dan mangkuk
menjadi lebih dalam. Jika mangkuk dalam namun rasio mangkuk terhadap
lempeng lebih kecil dari 0,4 maka kemungkinan bukan glaukoma kronis kecuali
bila lempeng sangat kecil. Takik pada pinggir lempeng yang menandakan
hilangnya akson fokal juga merupakan tanda kerusakan glaukomatosa.

Normal Perbandingan normal dan pembesaran


Normal optic nerve
with small cup

Cup-to-disc ratio is 0.2

Low level glaucoma


suspicion

Moderately advanced
cupping

Cup-to-disc ratio is 0.7

Neural rim is present


but starting to thin.

Moderate level of
glaucoma suspicion

Almost total cup with cup-


to-disc ratio is 0.9

Neural rim is very thin but


present. Note
peripapillary chorioretinal
atrophy superiorly, easily
confused with true disc
tissue.

High level of glaucoma


suspicion
Banyak penelitian dilakukanuntuk memperoleh metode akurat untuk
menganalisis dan merekam tampilan lempeng. Salah satu di antaranya
menggunakan scan lempeng optik dengan oftalmoskop konfokal untuk
menghasilkan gambaran lempeng. Daerah pinggir neuroretina dapat
diperhitungkan dari gambaran tersebut. Teknik lain adlaah dengan merekam
ketebalan lapisan serabut saraf di sekitar lempeng optik. Teknologi baru ini
dapat membantu mendeteksi perubahan sepanjang waktu untuk mengetahui
apakah masih terjadi kerusakan progresif setelah terapi. 11
Tes lapang pandang (perimetri) digunakan untuk menegakkan adanya pulau-
pulau lapang pandang yang menghilang (skotomata) dan mengamati pasien
untuk menentukan apakah kerusakan visual bersifat progresif. Namun demikian,
sebagian serabut saraf dapat mengalami kerusakan sebelum timbul kehilangan
lapang pandang. Hal ini menstimulasi pencarian metode penilaian fungsi
penglihatan yang lebih sensitif dengan berbagai bentu perimetri (target biru
pada latar belakang kuning daripada target putih pada latar belakang putih ),
dan tes sensitivitas terhadap gerakan pada lapang pandang perifer. Sampai saat
ini belum ditemukan tes yang lebih baik untuk penggunaan klinis. 15
Penatalaksanaan
Terapi bertujuan untuk mengurangi tekanan intraokular. Tingkat penurunan tekanan
bervariasi di antara pasien, dan tingkat penurunan ini harus meminimalkan hilangnya
penglihatan glaukomatosa lebih lanjut. Hal ini membutuhkan pengawasan teliti di klinik rawat
jalan. Terdapat tiga modalitas terapi15 :
1. Terapi medis
2. Terapi laser
3. Terapi bedah
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan pembedahan hanya
dilakukan bila pengobatan tidak mencapai hasil memuaskan. 2
1. Terapi medis
Obat-obatan topikal yang sering digunakan dalam terapi glaukoma dicantumkan
pada tabel . Pada glaukoma sudut terbuka kronis, penyekat (bloker) beta adrenergik
topikal biasanya merupakan obat lini pertama (meski beberapa obat-obatan baru
telah melampauinya, menawarkan penggunaan dosis yang lebih nyaman dan efek
samping lebih sedikit, misalnya analog prostaglandin). Obat-obatan ini bekerja
dengan mengurangi produksi akueous. Penyekat beta selektif-beta, yang memiliki
lebihs edikit efek samping sistemik telah tersedia namun harus digunakan dengan
hati-hati pada pasien dengan penyakit saluran napas, terutama asma, yang dapat
mengalami eksaserbasi bahkan dengan dosis kecil penyekat- beta yang diserap
secara sistemik. Jika tekanan intraokular tetap tinggi, pilihan penggunaan obat
anatara lain15 :
 Menambahkan terapi medis tambahan
 Terapi laser
 Prosedur drainase bedah
Pengobatan dengan obat-obatan15 :
 Miotik
- Pilokarpin 2-4% , 3-6 kali 1 tetes sehari (membersarkan pengeluaran
cairan mata-outflow).
- Eserin ¼ - 1%, 3-6 kali 1tetes sehari (membesarkan pengeluaran cairan
mata-outflow).
 Simpatomimetik
Epinefrine 0,5-2%, 1-2 kali 1 tetes sehari (menghambat produksi akuos humor).
 Beta-blocker
Timolol maleate 0,25-0,50% , 1-2 kali tetes sehari (menghambat produksi akuos
humor).
 Carbonic anhidrase inhibitor
Asetazolamid 250 mg, 4 kali 1 tablet (menghambat produksi akuos humor).
Kalau pada glaukoma akut obat-obat diberi bersamaan, pada glaukoma sudut
terbuka, obat-obat diberikan satu demi satu atau kalau perlu kemudian baru
dkombinasi.
Kalau tidak berhasil, frekwensi tetes mata dinaikkan atau prosentase obat
ditingkatkan atau ditambah dengan obat tetes lain seperti epinefrine atau
tablet asetazolamid. Seorang dokter umum di daerah dapat menolong dokter
spesialis mata dengan mengukur tekanan mata tiap bulan sekali dan apabila
ditemukan bahwa tekanan meninggi lagi di atas 21 mmHg maka penderita
dirujuk kembali kepada dokter spesialis mata15.
TERAPI GLAUKOMA15
Obat topikal Kerja Efek samping
Penyekat beta (timolol, Menurunkan sekresi Eksaserbasi asma dan
karteolol, levobunolol, penyakit saluran napas
metipranolol, selektif- kronis
betaksolol) Hipotensi, bradikardia
Parasimpatomimetik Meningkatkan aliran keluar Penglihatan kabur pada
(pilokarpin) pasien muda dan pasien
katarak
Awalnya sakit kepala
karena spasme siliar
Simpatomimetik Meningkatkan aliran keluar Mata merah
(adrenalin, dipivefrin) Menurunkan sekresi Sakit kepala
Agonis alfa-2 (aprakonidin, Meningkatkan aliran keluar Mata merah
brimonidin) melalui jalur uveosklera Lelah,rasa kantuk
Menurunkan sekresi
Penghambat anhidrase Menurunkan sekresi Rasa sakit
karbonat (dorzolamid, Rasa tidak enak
brinzolamid) Sakit kepala
Analog prostaglandin Meningkatkan aliran keluar Meningkatkan pigmentasi
(latanapros, travapros, melalui jalur uveosklera iris dan kulit periokular
bimatopros, unoproston) Bulu mata bertambah
panjang dan gelap,
hiperemia konjungtiva
Jarang terjadi edema
makular, uveitis
Obat sistemik
Penghambat anhidrase Menurunkan sekresi Rasa kesemutan pada
karbonat (asetazolamid) ekstremitas
Depresi, rasa kantuk
Batu ginjal
Sindrom Stevens-Jhonson
Table contoh-contoh dan cara kerja obat-obatan yang digunakan dalam terapi glaukoma. Efek
samping timbul dengan frekuensi yang bervariasi.

2. Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser melibatkan penempatan serangkaian pembakarn laser
(lebar 50 mikrometer) pada jalinan trabekula, untuk memperbaiki aliran keluar
akueous. Pada awalnya terapi ini efektif, namun tekanan intraokular secara
perlahan kembali meningkat. Di Inggris, terdapat peningkatan kecenderungan untuk
melakukan pembedahan drainase dini. 15
3. Pembedahan
Apabila obat-obatan yang maksimal tidak berhasil menahan tekanan bola mata
di bawah 21 mmHg dan lapang pandangan terus mundur dilakukan pembedahan.
Jenis pembedahan yang dipakai adalah trepanasi Elliot atau pembedahan
sklerotomi Scheie. Akhir-akhir ini operasi yang menjadi popular adalah
trabekulektomi. Pembedahan ini memerlukan mikroskop.
Pembedahan drainase (trabekuletomi) dilakukan dengan membuat fistula diantara
bilik anterior dan ruang subkonjungtiva. Operasi ini biasanya efektif dalam
menurunkan tekanan intraokular secara bermakna. Telah banyak dilakukan secara
dini sebagai terapi glaukoma. 15

Pathway Trabeculotomy

Komplikasi pembedahan antara lain15 :


 Penyempitan bilik anterior pada masa pascaoperasi dini yang beresiko merusak
lensa dan kornea.
 Infeksi intraokular
 Kemungkinan percepatan perkembangan katarak
 Kegagalan mengurangi tekanan intraokular yang adekuat.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa beberapa pengobatan topikal, terutama obat
simpatomimetik, dapat meningkatkan pembentukkan parut konjungtiva dan
menurunkan kemungkinan keberhasilan pembedahan bila saluran drainase yang
baru mengalami parut dan menjadi nonfungsional. Pada pasien yang sangat rentan
terhadap pembentukkan parut, obat antimetabolik (5-fluorourasil dan mitomisin)
dapat digunakan pada saat pembedahan untuk mencegah fibrosis. 15
Penelitian terbaru telah menguji manfaat memodifikasi operasi trabekulektomi
dengan mengangkat sklera di bawah flap sklera namun tidak membuat fistula ke
dalam bilik anterior (sklerostomi dalam, viskokanalostomi). Manfaat jangka panajng
dari prosedur ini masih diteliti. 15
Prognosis
Tujuan terapi glaukoma adalah menghentikan kecepatan kerusakan visual. Mungkin
pengontrolan tekanan intraokular saja bukan merupakan ssatu-satunya faktor yang harus
dilaksanakan dalam tatalaksana glaukoma. Kemungkinan peran iskemia saraf optik telah
didiskusikan namun belum ada terapi untuk hal tersebut. Maka penurunan tekanan intraokular
sampai saat ini merupakan terapi utama. Beberapa pasien masih akan tetap mengalami
kehilangan penglihatan meski terdapat penurunan tekanan yang bermakna. Namun penurunan
tekanan intraokular dengan cepat bahkan ketika tidak mencegah berlanjutnya kehilangan
penglihatan tampaknya menurunkan laju progesivitas secara bermakna. Jika diagnosis
terlambat ditegakkan, bahkan ketika telah terjadi kerusakan penglihatan bermakna, mata
kemungkinan besar mengalami kebutaan meski diberikan terapi. 15
Prognosis Glaukoma
sudut terbuka kronis

Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi akut glaukoma sudut tertutup, maka
kecil kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif. Hal sama berlaku pula untuk
glaukoma sekunder jika terapi penyebab dasar menghasilkan penurunan tekanan intraokular ke
kisaran normal. 15

II. Glaukoma absolut


Pada glaukoma absolut didapatkan manifestasi klinis glaukoma secara umum yakni yang
didapatkan adalah terdapat tanda-tanda glaukoma yakni kerusakan papil nervus II dengan
predisposisi TIO tinggi dan terdapat penurunan visus. Yang berbeda dari glaukoma lain adalah
pada penderita glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif. Apabila masih
terdapat persepsi cahaya maka belum dapat didiagnosis sebagai glaukoma absolut 16,17. Gejala
yang menonjol pada glaukoma absolut adalah penurunan visus tersebut, namun demikian
dapat ditemukan gejala lain dalam riwayat pasien. Rasa pegal di sekitar mata dapat
diakibatkan oleh peregangan pada didnding bola mata akibat TIO yang tinggi. Gejala-gejala
dari POAG dan PACG seperti nyeri, mata merah, dan halo dapat ditemukan juga . 18

Anda mungkin juga menyukai