Anda di halaman 1dari 24

SKENARIO

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke UGD RS denga keluhan terdapat benjolan
pada leher kanan sejak satu bulan yang lalu. Benjolan dirasakan semakin lama
bertambah besar. Keluhan disertai dengan demam terutama malam hari, berat badan
menurun dan nyeri pada benjolan tersebut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan kelenjar getah bening di
regio colli dextra,satu buah, konsistensi sedikit keras, ukuran 3x3 cm, tidak ada tanda
inflamasi dan nyeri tekan. Ditemukan juga pembengkakan kelenjar getah bening di
kedua inguinal masing-masing satu buah, ukuran 1x1 cm, konsistensi sedikit keras
tidak ada tanda inflamasi dan nyeri tekan.
Dokter meminta pasien untuk melakukan biopsi kelenjar getah bening utuk
menegakan diagnosis dan pasien menyetujuin nya.

1
KATA SULIT
1. Kelenjar Getah Bening : Bagian dari sistem pertahanan tubuh yang berfungsi untuk
mengenali dan melawan kuman, infeksi, dan benda asing.
2. Biopsi : Pengambila jaringan tubuh dalam keadaan hidup,
3. Regio colli dextra : Bagian leher sebelah kanan
4. Inguninal : Berkenaan dengan selangkangan

2
PERTANYAAN
1. Mengapa terjadi demam terutama pada malam hari?
2. Mengapa benjolan di leher makin membesar?
3. Mengapa terjadi penurunan berat badan?
4. Apa saja faktor pembengkakan kelenjar getah bening?
5. Apa penyebab terasa nyeri?
6. Mengapa perlu dilakukan biopsi? Apa isi dari benjolan?
7. Mengapa konsistensi pada benjolan sedikit keras?
8. Mengapa pembengkakan terjadi pada regio colli dextra dan inguinal? Apa bisa
terjadi di tempat lain?
9. Apa diagnosis penyakit pada skenario ini?
10. Mengapa tidak ada tanda inflamasi pada benjolan?
11. Bagaimana tatalaksana penyakit pada kasus ini?
12. Mengapa pembengkakan pada inguinal bisa simetris sementara pada regio colli
dextra tidak simetris?

JAWABAN
1. Pada malam hari suhu tubuh turun, sebagai kompensasi nya meningkatkan set point
hipotalamus maka terjadilah demam.
2. Karna tidak segera ditangani sehingga proliferasi dan sel limfosit semakin
meningkat.
3. Karna terjadi penurunan nafsu makan yang dipengaruhi oleh pembengkakan leher
tersebut. Bisa juga terjadi karna sel keganasan mengambil nutrisi jaringan dan
menyebabkan penurunan berat badan.
4. Infeksi bakteri dan juga ada faktor lain seperti HIV,TB, dan malaria.
5. Karna ada proliferasi akan menyempitkan dan menekan syaraf pada daerah
pembengkakan.
6. Untuk membantu menegakan diagnosis dan isi dari benjolannya adalah sel limfosit
yang berproliferasi, dan benda asing yang sudah mati.
7. Karna adanya penumpukan hasil proliferasi sel limfosit dan benda asing yang sudah
mati.
8. Karna pada regio colli dextra dan inguinal terdapat pembuluh lymph sebagai
mekanisme pertahanan tubuh. Bisa juga terjadi di bagian tubuh lain yang terdapat
pembuluh lymph.
9. Limfadenopati
10. Karna sel berproliferasi terus hingga tidak ada yang menyebabka nekrosis dan
kelenjar getah bening punya leukosit yang tidak mempunyai granular spesifik.
11. Mengobati gejala terlebih dahulu.
12. Karna pada skenario ini pasien mengalami pembengkakan simetris pada inguinal
sementara pada regio colli dextra tidak simetris

3
HIPOTESIS

Proliferasi sel limfosit yang meningkat dapat menyebabkanpembengkakan pada


kelenjar getah bening, faktor penyebabnya infeksi bakteri dan faktor penyakit lain.
Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, demam, nafsu makan berkurang, serta
penurunan BB, untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan biopsi sehingga dapat
disimpulkan diagnosis sementaranya Limfadenopati.

4
SASARAN BELAJAR

L.I.1 Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati


L.O. 1.1 Definisi
L.O. 1.2 Etiologi
L.O. 1.3 Patofisiologi
L.O. 1.4 Manifestasi
L.O. 1.5 Diagnosis & Diagnosis Banding
L.O. 1.6 Tatalaksana
L.O. 1.7 Pencegahan
L.O. 1.8 Komplikasi
L.O. 1.9 Prognosis

5
1.1 Definisi
Limfadenopati adalah penyakit pada kelenjar limfe, biasanya ditandai dengan
pembengkakan. (Dorland, 2015)
Limfadenopati adalah Kelainan KGB dalam bentuk, ukuran, jumlah
maupun konsistensi yang disebabkan adanya infiltrasi sel-sel intrisik, sel-sel
ekstrinsik atau adanya infiltrasi sel-sel ganas. Pembesaran kelenjar getah bening
dengan ukuran lebih besar dari 1 cm, yang terjadi akibat adanya infiltrasi sel
leukemik ke dalam kelenjar limfe. Kelainan ini merupakan tanda dari infeksi berat
dan terlokalisasi.
1.2 Etiologi
Pembengkakan kelenjar limfe dapat disebabkan oleh:
1. Peningkatan jumlah limfosit dan makrofag jinak selama reaksi terhadap
antigen.
2. Infiltrasi oleh sel radang pada infeksi yang menyerang kelenjar limfe
(limfadenitis.
3. Proliferasi in situ dari limfosit maligna atau makrofag.
4. Infiltrasi kelenjar oleh sel ganas metastatic.
5. Infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung metabolit dalam
penyakit cadangan lipid. (Harrison, hal 370)
Penyakit terkait pembengkakan kelenjar limfe:
1. Penyakit infeksi
2. Penyakit imunologik
3. Penyakit keganasan
4. Penyakit endokrin: hipertiroid
5. Penyakit cadangan lipid: penyakit Gaucher dan Niemann-pick
6. Penyakit lain dan idiopatik: sarcoidosis, limfadenitis dermatofik, histiositis
sinus, dll

6
Berdasarkan luas limfadenopati:
1. Generalisata
Limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda. Limfadenopati
generalisata yang persisten (persistent generalized lymphadenopathy /PGL)
adalah limfadenopati pada beberapa kelenjar getah bening yang bertahan lama.
PGL adalah gejala khusus infeksi HIV yang timbul pada lebih dari 50% Odha
dan sering disebabkan oleh infeksi HIV sendiri. Batasan limfadenopati pada
infeksi HIV adalah sbb: Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah
bening. Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1cm dalam

7
setiap kelompok, Berlangsung lebih dari satu bulan & Tidak ada infeksi lain
yang menyebabkannya Pembengkakan kelenjar getah bening ini bersifat tidak
sakit, simetris (kiri-kanan sama), dan kebanyakan terdapat di leher bagian
belakang dan depan, di bawah rahang bawah, di ketiak serta di tempat lain,
tidak termasuk kunci paha. Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak karena
PGL akibat HIV tidak berwarna merah.
2. Lokalisata

Tabel 2. Penyebab limfadenopati yang sering (Jonathan Gleadle (2007). At a


Glance)
Umum Lokal
Limfoma Infeksi bakteri
Demam kelenjar Kanker
Infeksi lain (misalnya infeksi virus TB
lain, bruselosis)
SLE
Obat-obatan
Sarkoid

Berdasarkan Tempat :
1. Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya
meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis, tularemia,
dan sifilis sekunder.
2. Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada
ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar
getah bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum
ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal atau,
kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening aksila. Limfadenopati
antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma atau melanoma di
ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening ipsilateral.
3. Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan.
Padapenelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita.
Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita di atas usia 40
tahun.Limfadenopati supraklavikula kanan berhubungan dengan keganasan di
mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati supraklavikula kiri (nodus

8
Virchow) berhubungan dengan keganasan abdominal (lambung, kandung
empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).
4. Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang
normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang
jinak dan infeksi merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal.
Limfadenopati inguinal jarang disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel
skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma dapat disertai
limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan pada 58% penderita
karsinoma penis atau uretra.
5. Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius,
penyakit autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati
lokalisata. Penyebab jinak pada anak adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati
generalisata dapat disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker
padat stadium lanjut. Limfadenopati sumber keganasan primer yang mungkin
bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher.

Tabel.3 kelompok KGB

9
1.3 Patofisiologi
1. Limfoma Hodgkin
A. Patofisiolgi
Penyakit Hodgkin adalah limfoma yang terutama ditemukan pada orang
dewasa muda antara umur 18 dan 35 tahun dan pada orang di atas umur 50
tahun. Penyebab sampai saat ini tidak diketahui tetapi ungkin kulminasi
untuk membedakan proses patologi, seperti infeksi virus, pajanan
lingkungan, dan respons pejamu yang secara genetis telah ditentukan
(Weinshel, Peterson, 1994). Perbandingan laki-laki : perempuan adalah 3:2.
Sel Red-Sternberg yang merupakan sel berinti dua atau banyak, besar,
maligna yang mengandung dua atau lebih nucleoli besar, merupakan khas
pada penyakit Hodgkin.
Jenis histologi yang paling sering adalah sclerosis nodular, diobservasi
pada 60% sampai 80% pasien dengan penyakit Hodgkin, diikuti oleh
selularitas campuran, ditemukan pada 15% sampai 30% pasien (Yarboro,
2000)
Manifestasi klinis bervariasi. Pasien yang lebih muda umumnya
menunjukkan kelenjar getah bening yang membesar, teraba seperti karet,
tidak nyeri tekan di bawah pada area servikal atau supraklavikular atau
mengalami batuk kering dan napas pendek akibat limfadenopati hilar.
Cara penyebaran umum adalah menyerang dari tempat-tempat yang
berdekatan. Kira-kira 25% pasien memiliki gejala demam persisten yang
tidak diketahui penyebabnya atau keringat malam hari. Gejala
konstitusional seperti anoreksia, kakeksia, penurunan berat badan, dan
kelelahan terdapat pada penyakit diseminata. Pada kasus-kasus tertentu,
demam Pel-Ebstein (demam yang memiliki pola siklis yaitu, suhu tubuh
malam hari meningkat, berlangsung dari beberapa hari sampai berminggu-
minggu). (Sylvia, 2015)

Klasifikasi Penyakit Hodgkin dan Limfoma Menurut


Stadium Ann Arbor Costwell yang Telah Dimodifikasi
Stadium I Penyakit mengenai satu regio KGB yang terletak di atas atau
di bawah diafragma, atau satu organ atau letak ekstralimfatik
Stadium (Iε)
II Penyakit mengenai lebih dari dua region yang berdekatan
atau dua region yang letaknya jauh pada satu sisi diafragma
dengan satu atau lebih regio KGB di sisi yang sama pada
diafragma (IIε)
Stadium Penyakit di atas dan di bawah diafragma tetapi terbatas pada
III KGB, dan ditambah dengan organ atau tempat ekstralimfatik
(IIIε) atau limpa (IIIεs)

10
Stadium Keterlibatan difus atau diseminata pada satu atau lebih organ
IV atau jaringan ekstralimfatik, seperti sumsum tulang atau hati.
Subklasifikasi lebih jauh menunjukkan tidak ada atau adanya
gejala sistemik: penurunan berat badan melebihi 10% berat
badan, demam, dan keringat malam hari.

B. Klasifikasi
Berdasarkan histologi dan penentuan imunotipe, klasifikasi Rye: (Rachmat
Sumantri, 2014)
a. Lymphocyte predominant
LH tipe ini merupakan 5% dari penyakit Hodgkin. Pada tipe ini
gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel
limfosit yang dewasa, beberapa sel Reed-Sternberg. Biasanya
didapatkan pada anak muda. Prognosisnya baik.
b. Nodular sclerosis
Tipe ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai, yaitu 40-69% dari
seluruh Penyakit Hodgkin, ditandai oleh fibrosis dan sklerosis yang
luas, di mana suatu jaringan ikat mulai dari kapsul kelenjar kemudian
masuk ke dalam, mengelilingi kumpulan sel abnormal, dijumpai sel
lakuna dan sel R-S. Dilihat dari perbandingan limfosit dan sel R-S maka
dibagi menjadi 3 subtipe : lymphocyhte predominant, mixed celluarity,
dan lymphocyte depleted. Kelenjar mengandung nodul-nodul yang
dipisahkan oleh serat kolagen. Sering dilaporkan sel Reed-Sternberg
yang atifik yang disebut sel Hodgkin. Sering didapatkan pada wanita
muda / remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.
c. Mixed cellularity
Tipe ini merupakan 30% dari penyakit Hodgkin. Mempunyai gambaran
patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil,
limfosit dan banyak didapatkan sel Reed-Sternberg. Dan merupakan
penyakit yang luas dan mengenai organ ekstranodul. Sering pula
disertai gejala sistemik seperti demam, berat badan menurun dan
berkeringat. Prognosisnya lebih buruk.
d. Lymphocyte depletion
LH tipe Lymphocyte Depleted merupakan kurang dari 5% dari Limfoma
Hodgkin, tetapi merupakan tipe yang paling agresif. Gambaran
patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed-Sternberg
banyak sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang
tua dan cenderung merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala
sistemik. Prognosis buruk.

11
Biopsi kelenjar secara eksisi biasanya memberi hasil gambaran
histopatologis lebih jelas dari biopsy cucuk jarum (fine needle biopsy).
Klasifikasi WHO: (Rachmat Sumantri, 2014)
a. Nodular lymphocyte predominance Hodgkin Lymphoma (Nodular
LPHL): saat ini dikenal sebagai indolent B-cell Non Hodgkin
Lymphoma dan bukan true Hodgkin Disease. Tipe ini mempunyai sel
limfosit dan histiosit, CD20 positif tetapi tidak memberikan gambaran
sel Red-Sternberg.
b. Classic Hodgkin Lymphoma: Lymphocyte rich, Nodular sclerosis,
Mixed cellurarity, Lymphocyte depleted.
2. Limfoma Non Hodgkin (LNH)
Precursor limfosit dalam sumsum tuang adalah limfoblast. Perkembangan
limfosit terbagi dalam dua tahap (1) tahap yang tidak tergantung antigen, dan
(2) tagap yang tergantung antigen.
Pada tahap 1, sel induk limfoid berkembang menjadi sel pre-B
kemudian menjadi sel B imatur dan matur, yang beredar dalam sirkulasi,
dikenal sebagai naïve B-cell. Apabila sel B terkena rangsangan antigen, maka
proses perkebangan akan masuk tahap 2 yang terjadi dalam berbagai
kompartemen folikel kelenjar getah bening, dimana terjadi immunoglobulin
gene rearrangement. Pada tahap akhir mengkasilkan sel plasma yang akan
kembali ke sumsusm tulang.
3. Limfadenitis TB

12
Infeksi menyebar melalui limfatik ke cervical lymph node yang terdekat.
Keterlibatan supraclavicular lymph node merefleksikan rute drainase limfatik
untuk penyakit mikobakterium parenkim paru. Limfadenitis TB cervical
menunjukkan penyebaran dari fokus primer infeksi ke dalam tonsil, adenoid,
sinonasal atau osteomielitis dari tulang etmoid.
Limfadenitis TB juga dapat disebabkan oleh penyebaran limfatik
langsung dari fokus primer TB di luar paru. Bila kelenjar limfe merupakan
bagian dari kompleks primer, pembesaran akan timbul pertama kali dekat
tempat masuk basil TB. Limfadenitis TB inguinal atau femoral yang unilateral
merupakan penyebaran dari fokus primer di kulit atau subkutan paha.
Limfadenitis TB di leher pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh infeksi
primer di tonsil, akan tetapi kasus ini jarang terjadi kecuali di beberapa negara
yang memiliki prevalensi TB oleh M. bovine yang tinggi.
1.4 Manifestasi Klinis
1. Limfoma Hodgkin
Gambaran klinis:
A. Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri, terutama di daerah leher dan
di bawah lengan
B. Dapat timbul demam malam hari dan keringat malam
C. Penurunan berat badan pada stadium penyakit
D. Hepatosplenomegali
E. neuropati
2. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
A. Limfadenopati superfisial. Sebagian besar pasien datang dengan
pembesaran KGB asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih regio KGB
perifer.
B. Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari, dan penurunan
berat badan lebih jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Hodgkin.
C. Gangguan orofaring. Terdapat penyakit di struktur limfoid orofaringeal
(cincin Waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan “sakit
tenggorok” atau napas berbunyi atau tersumbat.
D. Anemia, neutropenia dengan infeksi, atau trombositopenia dengan purpura
(gambaran SSTL difus). Sitopenia juga dapat disebabkan autoimun.
E. Penyakit abdomen
F. Organ lain. Kulit, otak, testis, atau tiroid sering terkena.
3. Limfadenitis Tuberkulosis
A. Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral,
tunggal maupun multipel.
B. Benjolan biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam
hitungan minggu sampai bulan, paling sering berlokasi di regio servikalis
posterior dan yang lebih jarang di regio supraklavikular
C. Menunjukkan gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan,
fatigue dan keringat malam.

13
D. Nafsu makan menurun
E. Demam subfebris yang berkepanjangan, terutama jika berlanjut hingga 2
minggu (penyebab demam kronis yang lain, seperti infeksi saluran kemih,
tifoid, atau malaria perlu disingkirkan.
F. Pembesaran kelenjar superfisial di daerah di daerah leher, aksila, inguinal,
atau tempat lain.
G. Keluhan gastrointestinal, seperti diare.
H. Keluhan respiratoris berupa batuk kronis lebih dari 3 minggu atau nyeri
dada.

1.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

14
Pembesaran KGB sering ditemukan menyertai infeksi virus yang sembuh sendiri,
tetapi bisa juga akibat kondisi serius seperti keganasan atau TB. Penting untuk
mempertimbangkan patologi pada daerah yang dialiri oleh KGB yang membesar.
(Jonathan Gleadle (2007). At a Glance)
1. Anamnesis
A. Kelenjar getah bening mana yang diperhatikan membesar dan sudah berapa
lama? Apakah masih bertambah besar? Apakah nyeri?
B. Adakah gejala penyerta (misalnya penurunan berat badan, demam, keringat
malam, pruritus, nyeri akibat alkohol, batuk, nyeri tenggorokan, dan ruam?)
(Penurunan berat badan, demam, keringat malam adalah gejala ‘B’ dari
limfoma).

15
C. Riwayat penyakit dahulu
D. Obat-obatan
2. Pemeriksaan fisik

A. Apakah pasien sakit ringan atau berat? Apakah pasin demam.


B. Periksa KGB yang membesar
C. Cari adanya limfadenopati di tempat lain.
D. Dimana KGB yang membesar? Organ apa saja yang dialiri oleh KGB
tersebut? Periksa dengan teliti (misalnya pemeriksaan payudara dengan
sangat teliti untuk KGB axillaris, pemeriksaan tenggorokan lengkap dengan
laringoskopi jika ada pembesaran kGB abnormal servikal.
E. Apakah terasa nyeri, lembut, kenyal, berbenjol-benjol, atau terfiksir?
Kelenjar limfoma cenerung teraba kenyal, seperti karet, saling
berhubungan, dan tanpa nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik
biasanya keras, dan terfiksasi pada jaringan dibawahnya. Pada infeksi akut
teraba lunak, membengkak secara asimetrik, dan saling berhubungan, serta
kulit di atasnya tampak erimatosa.
F. Adakal lesi (misalnya selulitis, abses, melanoma)?
G. Periksa mulut dan tenggorokan (tonsil)
H. Adakah pembesaran limpa? Adakah limfadema)
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan skrinning yang bermanfaat diantaranya adalah hitung darah
lengkap, laju endap darah (LED), tes fungsi hati, dan protein reaktif-C (CRP).
Pemeriksaan lain (seperti CT scan) hanya dilakukan pada keadaan tertentu.
Biopsy harus dilakukan jika ada kecurigaan keganasan sebagai penyebab
pembesaran KGB, baik dengan aspirasi jarum halus (cepat dan mudah, namun

16
tingkat kesalahan tinggi) atau biopsy terbuka atau tru-cut (invasif namun bisa
diandalkan dalam menegakkan diagnosis).
A. Limfoma Hodgkin (Rachmat Sumantri, 2014. IPD)
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah: anemi, eosinophilia, peningkatan laju endap darah,
pada flow cytometry dapat terdeteksi limfosit abnormal atau
limfositosis dalam sirkulasi.
b. Biopsi Sumsum Tulang
Dilakukan pada stadium lanjut untuk keperluan staging, keterlibatan
sumsum tulang pada limfoma Hodgkin sulit didiagnosis dengan aspirasi
sumsum tulang.
c. Radiologis
Pemeriksaan foto toraks untuk melihat limfadenopati hilar dan
mediastinal, efusi pleura atau lesi parenkim paru.
USG abdomen kurang sensitive dalam mendiagnosis adanya
limfadenopati. Pemeriksaan CT Scan abdomen memberi jawaban
limfadenopati retro peritoneal, mesenterik, portal, hepatosplenomegaly
atau lesi di ginjal.
B. Limfoma Non Hodgkin (A. Harryanto Reksodiputro, Cosphiadi Irawan,
2014. IPD)
1) Anamesis
a. Umum:
i. Pembesaran KGB dan malaise umum
Gejala sistemik: berat badan menurun 10% dalam waktu 6
bulan, demam tinggi 380C 1 minggu tanpa sebab, keringat
malam.
ii. Keluhan anemia
iii. Keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring)
iv. Riwayat penggunaan obat Diphantoine
b. Khusus:
i. Penyakit AI (SLE, Sjorgen, reuma)
ii. Kelainan darah
iii. Penyakit infeksi (toksoplasma, mononukleusis, tuberkulosis,
penyakit cakar kucing)
2) Pemeriksaan Fisis
a. Pembesaran KGB
b. Kelainan/ pembesaran organ
c. Performance status: ECOG/Karnofsky
3) Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
i. Hematologi:

17
a) Darah perifer lengkap (DPL)
b) Gambaran darah tepi (GDT)
ii. Urinalis:
a) Urin lengkap
iii. Kimia klinik
a) SGOT, SGPT, LDH, protein total, albumin, asam urat
b) Alkali fosfatase
c) Gula darah puasa dan 2 jam pp
d) Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
iv. Khusus
a) Gamma GT
b) Kolinesterase (CHE)
c) LDH/fraksi
d) Serum protein elektroforesis (SPE)
e) Imuno elektroforase (IEP)
f) Tes coombs
g) B2 Mikroglobulin
b. Biopsi
i. Biopsi KGB dilakukan hanya 1 kelenjar yang paling
representative, superfisisal, dan perifer. Jika terdapat kelenjar
perifer yang representative, maka tidak perlu biopsi
intraabdominal atau intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa:
ii. Diagnosis ditegakkan berdasarkan histopatologi dan sitologi.
FNAB dilakukan atas indiksasi tertentu.
iii. Tidak diperlukan penentuan stadium laparatomi.
c. Aspirasi sumsum tulang (BMP) dan biopsy sumsum tulang dari 2
sisi spina iiaka dengan hasil spesimen sepanjang 2 cm.
d. Radiologi
i. Rutin
a) Foto toraks PA dan lateral
b) CT scan seluruh abdomen (atas dan bawah)
ii. Khusus
a) CT scan toraks
b) USG abdomen
c) Limfografi, limfosintigrafi
e. Konsultasi THT: bila cincin Waldeyer terkena, dilakukan
gastroskopi atau foto saluran cerna atas dengan kontras.
f. Cairan tubuh lain: cairan pleura, asites, cairan serebrospinal jika
dilakukan punksi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, di
samping pemeriksaan rutin lainnya.
g. Immunphenotyping: paraffin panel, CD 20, CD 3.

18
C. Limfadenitis TB
a. Uji tuberkulin
b. Foto toraks AP dan lateral kanan
c. Pemeriksaan mikrobiologi, menggunakan sputum atau bilasan lambung
untuk mencari basil Basil Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan
langsung M. tuberkulosis sari biakan. Hasil positif menunjukkan
diagnosis pasti TB, namun hasil negatif belum menyingkirkan diagnosis
TB.
d. Pemeriksaan serologi tidak lebih unggul dibandingkan uji tuberkulin
sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.
e. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah, urine dan feses rutin sebagai
pelengkap data, namun tidak berperan penting dalam diagnosis TB.
f. Pungsi lumbal dilakukan pada TB milier untuk mengetahui ada tidaknya
meningitis TB.
g. Pemeriksaan lainnya, seperti funduskopi dilakukan pada TB milier dan
meningitis TB, foto tulang dan pungsi pleura dilakukan bila terdapat
indikasi.
1.6 Tata laksana
1. Limfoma Hodgkin
Melipui kemoterapi dan radioterapi, bergantung staging dan faktor resiko.
Indikasi terapi menurut German Hodgkin’s Lymphoma Study Group adalah
massa mediastinal yang besar, ekstranodal, peningkatan laju endap darah (>50
mm/jam pada kasus tanpa gejala; >30 mm/jam pada kasus dengan gejala), dan
tiga atau lebih region yang terkena.
A. Radioterapi, meliputi extended field radiotherapy (EFRT), involved field
radiotherapy (IFRT), serta radioterapi pada limfoma residual dan Bulky
disease.
B. Kemoterapi, yang direkomendasikan ialah ABVD (adriamisin, bleomisin,
vinblastine, dakarbazin) dan Stanford V (meklerotamin, adriamisin,
vinblastine, vinkristin, bleomisin, etoposide, prednisone, G-CSF).
Kombinasi kemoterapi yang paling umum dipakai adalah regimen MOPP
(mustergen, oncovin, procarbazine, prednisone).
2. Limfoma Non Hodgkin
A. Radioterapi
a. Untuk penyakit yang terlokalisir (derajat I)
b. Untuk ajuvan pada “bulky disease
c. Untuk tujuan paliatif pada stadium lanjut
B. Kemoterapi
a. Kemoterapi tunggal (single agent)
Chlorambucil atau siklofosfamid untuk LNH derajat keganasan rendah
b. Terapi kombinasi dibagi menjadi tiga, yaitu:

19
i. Kemoterapi kombinasi generasi I terdiri atas:
1) CHOP (cyclophosphamide, doxorubicine, vincristine,
prednisone)
2) CHOP-Bleo/Bacop (CHOP + bleomycine)
3) COMLA (cyclophosphamide, vincristine, methotrexate with
leucovorin rescue)
4) CVP/COP (cyclophosphamide, vincristine, prednisone)
5) C-MOPP (cyclophosphamide, mechlorethamine, vincristine,
prednisone, procarbazine)
ii. Kemoterapi kombinasi generasi II terdiri atas:
1) COP-Blam (cyclophosphamide, mechlorethamine, vincristine,
prednisone, bleomycine, doxorubicine, procarbazine)
2) Pro-MACE-MOPP
3) M-BACOD
iii. Kemoterapi kombinasi generasi III terdiri atas:
1) COPBLAM III
2) ProMACE-CytaBOM
3) MACOP-B
C. Transplantasi sumsum tulang dan transplantasi sel induk merupakan terapi
baru dengan memberikan harapan kesembuhan jangka panjang.
D. Kemoterapi dosis tinggi dengan rescue memakai peripheral blood stem cell
transplantation.
E. Terapi dengan imunomodulator. Terapi dengan interferon diberikan untuk
indolent lymphoma, dikombinasikan dengan kemoterapi atau diberikan
sesudah kemoterapi untuk memperpanjang remisi.
F. Targeted therapy
3. Limfadenitis Tuberkulosa
A. Terapi medikamentosa
TB kelenjar superfisial sama dengan TB paru yaitu, 2HRZ-4RH. Secara
umum, obat TB (terutama rifampisin) sebaiknya diminum pada saat perut
kosong, yaitu 1 jam sebelum makan/minum susu, atau 2 jam sesudah
makan.
B. Terapi nonmedikamentosa
a. Pendekatan
b. Asuhan gizi, berperan penting dalam keberhasilan pengobatan TB,
pengobatan TB tidak akan mencapai hasil optimal.
C. Terapi profilaksis
a. Profilaksis primer
Bertujuan untuk mencegah infeksi pada kelompok yang mengalami
kontak erat dengan dengan pasien TB.
b. Profilaksis sekunder

20
Bertujuan untuk mencegah terjadinya sakit TB pada kelompok yang
sudah terinfeksi TB, tapi belum sakit.

1.7 Pencegahan
Kehadiran penyakit limfadenopati ini dapat dicegah dengan cara menjaga
kebersihan. Mengingat penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus, kuman, bakteri
dan lainnya.Memastikan semua makanan dan minuman yang kita konsumsi bersih
dan higenis, menjaga kebersihan badan dengan rajin membersihkannya memakai
sabun secara teratur serta menjaga kebersihan tempat tinggal adalah beberapa
tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini. Selain itu, melakukan
gaya hidup sehat juga dirasa perlu guna menjaga diri jauh dari penyakit ini.
1.8 Komplikasi
1. Pembentukan abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi
bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut
dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut. Akibat
penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan
pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses;
hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih
lanjut.Jika suatu abses pecah di dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam
tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.
2. Selulitis (infeksi kulit)
Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di
bawah kulit.Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam
pembuluh getah bening dan aliran darah.Jika hal ini terjadi, infeksi bisa
menyebar ke seluruh tubuh.
3. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)
Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam
nyawa, yang ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau
dicurigai (biasanya namun tidak terbatas pada bakteri-bakteri)
4. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)
Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening,
padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula
sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti
abses tetapi tidak nyeri.Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh
oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula.Fistula
merupakan penyakit yang erat hubungannya dengan immune system / daya
tahan tubuh setiap individual.

21
1. Limfoma Hodgkin
A. Akibat penyakitnya langsung: penekanan pada organ, khususnya jalan
napas dan usus.
B. Akibat efek samping pengobatan: radioterapi dapat meningkatkan risiko
keganasan sekunder (khususnya pada tulang, payudara, melanoma,
sarcoma, lambung dan tiroid).
C. Kemoterapi dapat menyebabkan mielosupresi, mudah terserang infeksi.
D. Radioterapi dan kemoterapi dapat menyebabkan infertilitas.
2. Limfoma Non Hodgkin
A. Akibat penyakitnya langsung: penekanan pada organ, khususnya jalan
napas dan usus.
B. Akibat efek samping pengobatan
a. Radioterapi dapat meningkatkan risiko keganasan sekunder (khususnya
pada tulang, payudara, melanoma, sarcoma, lambung dan tiroid).
b. Kemoterapi dapat menyebabkan mielosupresi, mudah terserang infeksi.
c. Radioterapi dan kemoterapi dapat menyebabkan infertilitas.
3. TB
Hepatotoksisitas (hepatitis imbas obat):
A. Umumnya muncul pada kombinasi pemberian OAT dengan obat lain yang
bersifat hepatotoksik (misalnya paracetamol, fenobarbital, dan asam
valproate)
B. Pada kasus yang dicurigai adanya gangguan fungsi hepar, dilakukan
pemeriksaan serum transaminase pada awal pemberian OAT dan dipantau
setiap 2 minggu selama fase intensif.
C. Ikterus.
1.9 Prognosis
Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan antibiotik.
Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari.
Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau
bulan untuk pembengkakan menghilang, panjang pemulihan tergantung pada
penyebab infeksi. Penderita dengan limfadenitis yang tidak diobati dapat
mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah (septikemia), yang kadang-
kadang fatal.
1. Penyakit Hodgkin
Harapan hidup lima tahun rata-rata berkisar dari 50% sampai lebih dari 90%
bergantung pada usia, stadium dan histologi. (Hoffbrand, 2005)
2. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
A. Stadium dari penyakitnya dan tipe histologinya.
B. Usia penderita. Pada usia diatas 60 tahun mempunyai prognosis yang
kurang baik.
C. Besarnya tumor. Pada penderita dengan ukuran tumor yang besar (ukuran
diameter lebih dari 10cm) terutama kalau terletak di mediastenum
mempunyai prognosis yang kurang baik.

22
D. Pada penderita yang progesif selama mendapat pengobatan atau relaps
dalam waktu kurang dari satu tahun setelah mendapat kemoterapi yang
intensif mempunyai prognosis yang kurang baik
3. Limfadenitis Tuberkulosa
Data tahun 1998-2002 dari 7 rumah sakit pusat pendidikan di Indonesia
menunjukkan terdapat 1086 kasus TB anak dengan angka kematian yang
bervariasi antara 0-14,1%.

23
DAFTAR PUSTAKA
A.Haryanto Reksodiputro, Rachmat S (2014). Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam
Jilid III Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

FKUI (2014). Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius.
Jonathan Gleadle (2007). At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.
Jakarta: Erlangga.
Patrick Davey (2006). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Prof. Dr. I Made Bakta (2015). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Oehadian, Amaylia.2013. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati Indonesia: IDI

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16862/4/Chapter%20II.pdf

http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_209Pendekatan%20Diagnosis%20
Limfadenopati.pdf

24

Anda mungkin juga menyukai