Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi & Fisiologi Respirasi
1. Anatomi
2. Fisiologi
2.2 Definisi
Bronkhiektasis merupakan kelainan bronchus dimana terjadi
pelebaran atau dilatasi bronchus local dan permanen karena kerusakaan
struktur dinding. Bronkhiektasis merupakan kelainan saluran pernafasan
yang sering kali tidak berdiri sendiri, melainkan dapat merupakan bagian
dar suatu sindrom atau sebagai akibat (penyulit) dari kelanan paru yang lain.
(Arif muttaqin, 2008).
2.3 Etiologi
1. Sebagai gejala sisa infeksi paru seperti pertusis pada anak, pneumonia,
TB paru.
2. Obstruksi bronchus oleh benda asing, tumor, atau obstruksi bronchus
karena kelenjar limfe pada TB paru sewaktu masih anak-anak.
3. Atelektasis (suatu kondisi dimana paru-paru tidak dapat mengembang
secara sempurna).
4. Kelainan kongenital, sindrom kartagener yang terdiri atas bronkhiektasis,
sinusitis, dekstro kardiositus inversus. (Arif muttaqin, 2008).
2.4 Klasifkasi klinis
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi
menjadi 3 yaitu:
1. Bronkiektasis silindris.
2. Bronkiektasis fusiform.
3. Bronkiektasis kistik atau sakular.
2.5 Patofisiologi
Bronkhiektasis merupakan infeksi yang merusak diniding bronchial,
sehingga akan menyebabkan hilangnya strutur penunjang dan meningkatnya
produksi sputum kental yang akhirnya akan mengobstruksi bronchus.
Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi
meluas ke jaringan peribronkial, pada kondisi ini timbullah saccular
bronchirktasis. Setiap kal dilatasi, sputum kental akan berkumpul dan
menjadi abses paru, kemudian eksudat keluar secara bebas melalui
bronchus. Bronkhiektasis biasanya terlokalisasi dan memengaruhi lobus
atau segmen paru. Lobus bawah merupakan area yang paling sering terkena.
Retensi dari secret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan
menyebabkan obstruksi dan kolaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut
(fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan yang akan menggantikan
fungsi dari jaringan paru. Pada saat ini kondisi klien berkembang ke arah
insufisiensi pernafasan yang di tandai dengan menurunnya kapasitas vital
(Vital Capasity), penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual
volume terhadap kapsitas total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas
dimana gas inspirasi saling bercampur (ventilasi-perfusi imbalance) dan
juga terjadi hipoksemia. (Irman somantri, 2009).
2.6 Pathway
Terlampir
2.7 Manifestasi klinis
Karakteristik gejala dari bronkhiektasis antara lain sebagai berikut :
1. Batuk kronik dan produksi sputum purulen kehitaman.
2. Sejumlah besar dari klien mengalami hemoptisis (50-70% kasus dapat
disebabkan oleh perdarahan mukosa jalan nafas yang rapuh atau adanya
inflamasi).
3. Pneumonia berat.
4. Clubbing finger, terjadi akibat insufisiensi pernafasan.
5. Asimptomatik, pada beberapa kasus.
Bronkhiektasis tidak dapat secara cepat didiagnosis, karena gejala-
gejalanya mungkin akan menyerupai dengan bronchitis kronis. Tanda yang
definitif dari brokhiektasis adalah riwayat batuk produktif dalam jangka
waktu lama, dengan sputum yang secara tetap negatif terhadap basil
tuberkel. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil bronkografi, bronkoskopi,
dan CT-Scan yang akan menunjukkan ada atau tidaknya dilatasi bronchial.
(Irman somantri, 2009).
2.8 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan
adanya leukositosis yang menunjukkan adanya supurasi aktif dan
anemia yang menunjukkan adanya infeksi menahun.
b. Pemeriksaan urine
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya
proteinuria yang bermakna dan disebabkan oleh amiloidosis.
Namun imunoglobin serum biasanya dalam batas normal kadang
bisa meningakat atau menurun.
2. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum meliputi volume dan warna sputum serta
sel-sel dan bakteri yang ada dalam sputum. Bila terdapat infeksi maka
volume sputum akan meningkat dan menjadi purulen serta mengandung
lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakkan sputum dapat menghasilkan
flora normal dari nasofaring seperti Streptokokus pneumonia, Hemofilus
influenza, Staphylococcus aureus, Kleibsiela, Aerobacter, Amoeba
proteus, dan Pseudomonas aeronginosa. Apabila ditemukan sputum
berbau busuk berarti menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
3. Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan lateral)
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan
batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok, kadang-kadang ada
gambaran sarang tawon (honey comb structure) serta gambaran kistik
dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus
paru kiri karena mempunyai diameter yang lebih kecil dari pada paru
kanan dan letaknya menyilang di mediastinum, segmen lingual lobus
atas kiri, dan lobus medius paru kanan.
Pada klien dengan TB paru, gambaran bronkhiektasis dapat
berbentuk sakular atau silindris, dan dapat ditemukan pada lobus atau
segmen yang mengalami gangguan. Kadang-kadang, kelainan ini juga
ditemukan pada daerah yang kurang nyata mengalami gangguan.
Diduga bronkhiektasis yang terjadi pada TB paru dapat ditetapkan
berdasarkan pada hal ini dimana tidak ada kecurigaan dari Rontgen
Thoraks yang menyangkut atas keterlibatan parenkim paru. Terdapat
beberapa perbedaan pada bronkhiektasis dengan TB paru di bandingkan
dengan yang disebebkan oleh lainnya. Pada TB paru sering dijumpai
adanya obliterasi (kehilangan) jaringan perifer dan fibrosis yang banyak
dengan perubahan yang nyata dari bronkus.
4. Pemeriksaan Bronkhogram
Bronkhogram tidak rutin dikerjakan, tetapi bila ada indikasi
dilakukan untuk mengevaluasi klien yang akan di operasi, yaitu klen
dengan pneumonia yang terbatas pada suatu tempat yang berulang serta
tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan
konservatif atau kliendengan hemoptisis yang massif. Bronkhogram
dilakukan pada kondisi klien yang sudah stabil setelah pemberian
antobiotik dan postural drainase yang adekuat sehingga bronchus bersih
dari secret. (Arif muttaqin, 2008).
2.9 Penatalaksanaan

2.10 komplikasi

Anda mungkin juga menyukai