Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM 3

KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN LANSIA


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sistem CNP IV

Disusun oleh:
Desti Rahmawati 220110130016
Fahmi M Fatoni 220110130057
Elda Sasi Romadhon 220110130061
Rizki Mufidah 220110130067
Eska Madya Agustine 220110130070
Erviana Anggi Puteri 220110130073
Ni Putu Octaviani 220110130081
Annisa Noor Ramdhani 220110130091
Rina Fajar Sari 220110130100
Oselia Esa Muslimawati 220110130107
Nida Luthfiyani 220110130110
Anneke Dewina 220110130116

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ANALISIS JURNAL
BAB III
PEMBAHASAN
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan lansia diantaranya
faktor fisik, faktor lingkungan, faktor psikologis dan faktor hubungan sosial.

1. Faktor Fisik
a. Diet
Penelitian yang dilakukan oleh Ester, et.al (2015) mengenai diet pada lansia yang
bermanfaat untuk kepadatan tulang pada lansia. Osteoporosis merupakan masalah yang
sering terjadi pada kelompok lansia, hal ini dapat menjadi resiko terjadinya
fraktur,menurunkan kualitas hidup lansia, serta menurunkan tingkat kemandirian lansia.
Faktor resiko penting yang dapat dimodifikasi untuk osteoporosis adalah diet yang tidak
memadai. Walaupun sudah ada penelitian tentang kalsium dan vitamin D yang berhubungan
erat dengan kesehatan tulang, menyelidiki pola diet penuh dapat menjadi pengetahuan
tambahan karena interaksi nutrisi dapat terjadi. Hingga saat ini belum ada skor diet yang
merangkum fitur diet yang optimal untuk kepadatan tulang pada lansia.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ester, et.al (2015) dikembangkan skor diet yang
mencerminkan diet keseluruhan yang bermanfaat untuk kepadatan mineral tulang atau Bone
Mineral Density-Diet (BMD-Diet) dan menguji asosiasi skor BMD-Diet dengan indikator
diet sehat (HDI) yang berdasarkan pedoman WHO. Studi penelitian ini dilakukan pada lansia
di distrik Ommoord, Rotterdam, Belanda. sampel penelitian lansia terdiri dari dari jenis
kelamin laki-laki dan perempuan dengan jumlah 5144 lansia. Penelitian ini menggunakan
pendekatan studi kohort prospektiv. Asupan dasar makanan pada lansia diukur menggunakan
kuisioner frekuensi makanan, dan dikategorikan kedalam bentuk kelompok makanan.
Kelompok makanan tersebut secara konsisten dikaitkan dengan skor BMD-Diet.

Hasil penelitian menyatakan adanya hubungan antara skor BMD-Diet dengan kepadatan
mineral tulang yang tinggi. Serta terdapat hubungan antara skor BMD-Diet dengan HDI.
Ukuran efek dari Skor BMD-Diet ini tiga kali lebih besar dari HDI. Dalam Skor BMD-Diet,
asupan sayuran, buah-buahan, ikan, produk susu, biji-bijian/kacang-kacangan termasuk
sebagai komponen “high-BMD” dan daging serat manisan sebagai komponen “low-BMD”.
Kelompok makanan pada skor BMD-Diet ini dapat digunakan sebagai ukuran untuk makanan
yang baik untuk kepadatan tulang yang tinggi dan makanan untuk kepadatan tulang yang
rendah. Temuan ini menunjukan bahwa adanya ruang untuk perbaikan pedoman diet untuk
kesehatan tulang yang optimal.

Hasil penelitian ini telah mengembangkan Skor BMD-Diet yang berhubungan dengan
kepadatan tulang serta dapat mengukur makanan yang mendukung untuk kesehatan tulang
pada subjek lansia berdasarkan pedoman diet WHO. Kelompok makanan yang termasuk
dalam Skor BMD-Diet ini dapat dipertimbangkan dalam pengembangan pedoman diet masa
depan untuk penuaan yang sehat.Diet yang dianjurkan pada lansia adalah dengan
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein tinggi seperti daging, ikan,
produk susu, sayuran, kacang-kacangan dll yang terbukti berdasarkan penelitian diatas dapat
meningkatkan kepadatan tulang pada lansia.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Marijke et al. (2000) yang meneliti tentang efek
makanan yang mengandung mikronutrien terhadap komposisi tulang pada lansia. Penelitian
ini dilakukan kepada 217 lansia. Masing-masing lansia diharuskan mengkonsumsi makanan
yang terdiri dari 2 produk yaitu 1 produk buah-buahan dan 1 produk susu. Makanan tersebut
dikonsumsi setiap hari dan dilakukan selama 17 minggu. Setelah 17 minggu komposisi tulang
pada lansia tersebut diukur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah 17 minggu
kepadatan mineral tulang pada lansia meningkat 0,4%, massa tulang meningkat 0,6% dan
kalsium tulang meningkat 0,6%.

b. Exercise/Aktivitas fisik

Selain diet, ada juga Exercise/aktivitas yang bisa dilakukan oleh lansia. Kalau diet
berhubungan dengan kepadatan tulang sedangkan Exercise /aktivitas dapat meningkatkan
kemampuan kognitif pada lansia seperti penelitian yang dilakukan oleh Satoh et al. (2014)
yang meneliti tentang aktivitas fisik pada lansia dapat meningkatkan kemampuan kognitif
pada lansia. Studi ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik aerobik dapat memiliki efek
protektif dan regeneratif terhadap penurunan kognitif dan aktivitas fisik juga berhubungan
dengan peningkatan perhatian dan fungsi eksekutif. Beberapa laporan telah menggambarkan
penggunaaan terapi musik pada pasien demensia untuk penargetan disfungsi kognitif dan
gejala perilaku dan psikologis demensia. Dengan mendengarkan musik, pasien dengan
penyakit Alzheimer menunjukkan peningkatan dalam kategori kelancaran kata, memori
otobiografi dan memori lirik. Parbery-Clark melaporkan bahwa musisi tua menunjukkan
memory pendengaran kerja relatif lebih besar dibandingkan yang non-musisi, dan
menyarankan bahwa pelatihan musik dapat mengurangi dampak penurunan fungsi yang
berkaitan dengan usia. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa terapi musik dapat berguna
untuk menjaga fungsi kognitif pada orang dewasa lanjut usia normal dan pasien demensia.
Baru-baru ini, Shatil mempelajari apakah gabungan pelatihan kognitif dan pelatihan
aktivitas fisik meningkatkan kemampuan kognitif lebih baik dari pelatihan saja. Empat
kelompok orang dewasa lebih tua yang sehat memulai 4 bulan kognitif dan latihan aerobik
yang ringan : kognitif,latihan aerobik ringan, kombinasi keduanya dan aktivitas membaca
buku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa yang terlibat dalam pelatihan
kognitif (kelompok pelatihan yang terpisah atau dikombinasikan) menunjukkan perbaikan
yang signifikan dalam kerja kognitif dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih tua yang
tidak terlibat dalam pelatihan kognitif(aerobik dan kelompok baca buku ringan). Hal ini
menunjukkan bahwa kombinasi dari latihan fisik dan latihan kognitif akan meningkatkan
fungsi kognitif pada orang lanjut usia yang sehat. Oleh karena itu, berlaku bahwa kombinasi
dari latihan fisik dengan musik akan baik dan unggul.

Dalam penelitian ini, diteliti pengaruh latihan fisik dengan dan tanpa musik pada fungsi
kognitif. Lansia yang sehat berpartisipasi dalam program latihan fisik sekali seminggu dalam
satu tahun, satu kelompok dilakukan latihan fisik dengan iringan musik dan satu kelompok
tanpa musik. Penelitian ini dilakukan di kota Mihama dan Kiho di Jepang karena kota ini
memiliki populasi 35% berusia diatas 65 tahun.

Penelitian ini menunjukkan bahwa musik dapat meningkatkan fungsi kognitif dari lansia
jika dikombinasikan dengan latihan fisik. Ada banyak penelitian dimana musik dapat
mempengaruhi gerakan fisik. Hal ini umumnya dianggap bahwa iringan musik yang sesuai
positif dapat mempengaruhi gerakan. Faktor penting dalam proses ini dilakukan secara
bersamaan dan terus menerus, sehingga lansia menerima pelatihan kognitif selama latihan
fisik. Oleh karena itu stimulus lobus parietal oleh musik dan dengan masukan somatosensori
dari latihan fisik dapat menyebabkan perbaikan fungsi visuospasial.

c. Kualitas Tidur

Selain diet dan aktivitas fisik, tidur juga salah satu hal yang dapat mempengaruhi
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Kebanyakan lansia akan mengalami gangguan tidur. Pada
Penelitian yang dilakukan Moon FaiChan et al (2010) yang berjudul efek terapi musik
terhadap kualitas tidur lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh
musik terhadap kualitas tidur lansia, dan apakah mempengaruhi pada tanda-tanda vital dan
tingat depresi pada lanisa.
Gangguan tidur merupakan sesuatu yang umum yang dirasakan oleh lansia dan memiliki
dampak tersendiri. Untuk mengatasi nya bisa dengan pengobatan farmakologis yaitu
diberikan metode konvensional, hanya saja berdampak pada penurunan psikomotor dan
fungsi kognitif lansianya. Maka dilakukan terapi non farmakologis seperti terapi musik.
Pengaruh terapi musik mungkin bisa mengurangi depresi yang dirasakan lansia juga
meningkatkan kualitas tidurnya.

Penelitian ini dilakukan kepada 42 orang lansia yang ada di hongkong, 21 orang
merupakan kelompok yang diberikan terapi musik dan 21 orang merupakan kelompok
kontrol. Mereka diberikan kebebasan untuk mendengarkan musik pilihannya sendiri, mereka
mendapatkan intervensi selama 30 menit selama 4 minggu. Setiap kali setelah dilakukan
intervensi langsung di cek tekanan darah, nadi, tingkat depresi dan kualitas tidurnya. Pada
kelompok lansia yang di berikan terapi musik terdapat penurunan tingkat depresi yang
signifikan dan peningkatan kualitas tidurnya. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi
pengaruh yang signifikan selama 4 minggu baik dari segi penurunan depresi maupun dari
segi peningkatan kualitas tidurnya.

Dari penelitian tersebut bisa dilihat bahwa mendengarkan musik pada lansia merupakan
suatu intervensi yang efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan tingkat
depresi. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat profesional untuk
membangun hubungan terapeutik dengan lansia, dan mendorong perawat untuk
menggunakan terapi musik pada perawatan holistik kepada lansia. Dalam profesional
kesehatan dapat mendorong lansia untuk melakukan terapi musik sebagai alternatif selfcare,
yang dapat membantu lansia untuk melepaskan perasaan negatifnya, meningkatkan kualitas
tidur yang buruk dan mengembangkan proses penyembuhan dalam kehidupan sehari-hari
mereka.
Selain dengan terapi musik untuk mengatasi masalah gangguan tidur pada lansia bisa juga
dilakukan terapi lain seperti terapi kognitif. Terapi perilaku kognitif dapat dilakukan pada lansia
yang mengalami masalah tidur insomnia, dimana dalam terapi perilaku kognitif ini
memodifikasi persepsi yang salah mengenai tidur dan perilaku ketidaknyamanan saat tidur
(Morgan, Gregory, Tomeny, David, &Gascoigne , 2012). Pemberian stimulus misalnya
dengan mengurangi aktivitas di tempat tidur atau aktivitas seksual) dan pembatasan jam tidur
adalah komponen utama dalam menggunakan terapi kognitif perilaku (Mongomery &
Dennis, 2009). Terapi lain yang dapat dilakukan yang dapat diintegrasikan dengan intervensi
terapi perilaku kognitif diantaranya sleep education, terapi cahaya, dan terapi relaksasi
seperti pernapasan diagfragma. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fiorentino dan
Martin (2010) mereka merekomendasikan pada klien yang ingin mengatasi kesulitan tidur
sehingga mengalami pembatasan jam dan pola tidur dapat dilakukan dengan melakukan
aktivitas seperti membaca buku). Teknik lain yang dapat dilakukan seperti pemberian edukasi
mengenai sleep hygiene, relaksasi, terapi cahaya.

Pendidikan kesehatan mengenai sleep hygiene berguna untuk menginformasikan klien


mengenai kebiasaan dan rutinitas yang dilakukan sebelum tidur seperti mengurangi batasan
konsumsi cairan setelah makan malam dan mengurangi penggunaan televisi di kamar tidur
(Morgan et al, 2012; Morgenthaler et al, 2006). Macam-macam teknik relaksasi yang dapat
digunakan adalah imajinasi terbimbing dan terapi pernapasan diagfragma untuk mengatasi
kecemasan yang berhubungan dengan masalah tidur.

Terapi perilaku kognitif ini dilakukan selama 1 -8 sesi dalam seminggu, dengan durasi
30-60 menit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat efek positif dari hasil terapi
perilaku kognitif yang dilakukan berdasarkan laporan kualitas dari tidur tersebut, dimana hal
ini ditunjukkan dengan pengkajian kualitas tidur yang menggunakan PSQI (Pitsburgh Sleep
Quality Index). Menurut penelitian tentang terapi perilaku kognitif yang dilakukan pada
lansia yang mengalami masalah tidur terbukti efektif dapat mengatasi masalah tidur
(Montgomery & Dennis, 2009). Namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Mc Curry et
al (2007) mengatakan bahwa stimulus kontrol yang dilakukan tanpa pembatasan jam tidur
tidak memberikan efek.

Selain terapi musik dan terapi kognitif bisa juga dilakukan terapi aktifitas fisik untuk
mengatasi masalah gangguan tidur pada lansia. Menurut beberapa penelitian yang dilakukan
mengenai pemberian terapi aktivitas fisik untuk mengatasi masalah tidur pada lansia. Terapi
aktivitas fisik yang dilakukan seperti latihan ketahanan dan menari. Terapi fisik dilakukan
pada 1 sampai 6 sesi dalam 1 minggu dengan durasi 30-90 menit per sesi. Intervensi yang
dilakukan dari aktivitas rendah seperti stretching dan aktivitas yang tinggi seperti lari.

Dari bebeapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa dengan adanya intervensi
tersebut dapat meningkatkan kualitas tidur, menigkatkan efek sampai 6 bulan. Terapi lain
yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tidur pada lansia diantaranya terapi cahaya
dan terapi modifikasi lingkungan seperti penggunaan earplugs, eye mask, penggunaan terapi
musik. Penelitian yang dilakukan oleh Ryu, Park, dan Park (2012) menemukan kombinasi
penggunaan masker tidur dan terapi musik termasuk kombinasi yang dapat meningkatkan
kualitias tidur namun menurut Richardson, Allsop, Coghill, dan Turnock (2007) dan Royer et
al (2012) menemukan tidak ada efek dalam menggunakan masker tidur dan penutup telinga
tanpa musik dan terapi cahaya.

Dengan adanya prevalensi kejadian masalah tidur pada lansia, dibutuhkan terapi okupasi
yang dapat mengatasi masalah tidur pada lansia. Terapi terapi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah tidur pada lansia diantaranya terapi perilaku kognitf, terapi aktivitas fisik,
dan intervensi strategi lainnya. Menurut penelitian – penelitian tersebut terdapat hasil yang
signifikan dan memiliki pengaruh yang positif untuk mengatasi masalah tidur pada lansia.

Faktor Lingkungan

a. Resiko Jatuh

Jatuh dianggap suatu masalah yang serius di semua kelompok umur. Jatuh merupakan

sesuatu yang umum bagi populasi geriatric yang menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan lansia supaya terhindar dari resiko jatuh. Seperti

penelitian yang dilakukan oleh Claudia ett al. (2015). Hal-hal yang bisa dilakukan oleh lansia

supaya terhindar dari resiko jatuh yaitu dengan cara menghindari asupan cairan berlebih di

malam hari untuk mencegah sering pergi ke kamar mandi yang mengganggu tidur dan

meningkatkan resiko jatuh. Menghindari minuman kopi, alkohol, dan teh. Kopi dapat

menyebabkan kandung kemih berkontraksi lebih sering, alkohol memiliki efek diureutik

meningkatkan frekuensi ke kamar mandi dan kafein meningkatkan volume urine.

Sepertiga dari semua orang dengan umur diatas 65 tahun mengalami jatuh setiap

tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Pilar et al. (2016) yang meneliti efek latihan

proprioceptive mengurangi insiden jatuh. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk

menilai apakah program latihan proprioceptive mengurangi insiden jatuh. Penelitian ini

melibatkan orang-orang yang tinggal disuatu komunitas yang berusia lebih dari 69 tahun dari
desember 2012 hingga Mei 2014. Dalam metodenya, perawat memberikan intervensi dan

setiap bulannya dipantau atau dievaluasi pada kelompok pelatihan proprioceptive selama 1

tahun, ditambah dengan latihan di rumah. Penggunaan obat untuk setiap harinya juga

dipantau. Didapatkan bahwa setelah dilakukan intervensi pelatihan proprioception selama 12

bulan, dilaporkan insiden jatuh berkurang dari 37,5% (sebelum dilakukan intervensi) menjadi

25,7% (sesudah dilakukan intervensi) dan terdapat pula peningkatan kualitas hidup setelah

dilakukannya intervensi . Polifarmasi merupakan factor resiko terjadinya jatuh pada orang tua

dan sejumlah obat telah terkait dalam peningkatan resiko jatuh pada orang tua, seperti obat

beta-bloker. Sebaliknya, obat antiplatelet/antikoagulasi dikaitkan dengan rendahnya resiko

jatuh.

Faktor Psikologis
a. Depresi
Depresi pada lansia selain disebabkan oleh kesepian karena kehilangan pasangan, bisa
juga depresi disebabkan oleh faktor ekonomi. Untuk mengatasi depresi pada lansia bisa
dilakukan beberapa terapi salahsatunya yaitu terapi musik. Seperti penelitian yang dilakukan
oleh Purbowinoto (2013) yang meneliti pengaruh terapi musik keroncong terhadap penurunan
tingkat depresi pada lansia. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perubahan tingkat depresi
lansia sebelum diberikan terapi musik keroncong dengan setelah diberikan musik keroncong.
Pada awal pengkajian sebelum dilakukannya terapi keroncong, terdapat 21 orang dengan
depresi ringan dan depresi sedang 6 orang. Setelah dilakukan terapi keroncong, terdapat
perubahan menjadi 1 responden mengalami depresi sedang, 12 orang depresi ringan, dan 14
orang menjadi normal. Hal ini menunjukkan terapi musik keroncong cukup efektif untuk
menurunkan tingkat depresi.
Depresi dapat menurunkan kualitas hidup pada lansia. Chris Perkins (2015) melakukan
penelitian tentang terapi spiritual untuk meningkatkan kualitas hidup pada lansia.
Peningkatan usia harapan hidup dan prospek umur panjang menyebabkan refleksi tentang
pentingnya spiritualitas pada lansia. Penelitian oleh (Gil, n.d., 2015) yang bertujuan untuk
menyelidiki dan menganalisis konsep bahwa spiritualitas mempengaruhi kualitas hidup lansia
dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif, Studi kuantitatif-kualitatif, dengan
sampel 12 peserta yang berusia di atas 60, dengan alat ukur dengan menggunakan:
wawancara semi-terstruktur, sosial-demografis kuesioner dan WHOQOL (Bref, SRPB dan
Domain VI), didapatkan hasil bahwa rata-rata skor pada Psikologis Kesehatan dan Sosial
Hubungan domain tinggi, dan WHOQOL-SRPB menunjukkan rata-rata tinggi semua aspek,
dan asosiasi positif dengan domain Bref dan analisis isi menunjukkan adanya hubungan
antara Kualitas Hidup dan Spiritualitas. Sehingga penting adanya spiritual care pada lansia,
karena berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia.
Perkins (2015) melakukan studi kasus tentang promosi perawatan spiritual bagi orang
tua di Selandia Baru dengan menggunakan Selwyn Centre untuk Lansia dan Spiritualitas,
atau Selwyn Centre for Aging and Spirituality (SCAS) dengan tujuan untuk mengebangkan
sebuah pusat perawatan spiritual lansia di Selandia Baru. Metodologinya dengan studi kasus
yang menggambarkan SCAS dalam tiga bidang, yaitu penelitian, pendidikan dan advokasi
dalam memberikan spiritual care pada lansia. hasilnya ditemukan bahwa sejumlah orang di
Selandia Baru mengklaim afiliasi keagamaan menurun tetapi spiritualitas merupakan
kepentingan bagi banyak orang. Selain itu, spiritualitas telah memengaruhi kebijakan
pemerintah serta SCAS telah mendukung pendidikan dan penelitian di seluruh negeri, namun
untuk advokasi masih sulit karena perawatan masih berfokus pada fisik saja padalah lansia
termasuk golongan yang rentan untuk semua aspek yang tidak hanya fisik saja. SCAS telah
membawa pentingnya perawatan spiritual bagi lansia ke ranah nasional dan telah
berkontribusi untuk meningkakan pemahaman dan praktek perawat dalam memenuhi
kebutuhan spiritual pasien lansia. SCAS yang berfokus pada lansia telah membuktikan
hubungan spiritualitas pada semua umur dan budaya di seluruh negeri, Sehingga SCAS
menjadi organisasi di Selandia Baru yang khusus menangani spiritual care pada lansia.

b. Stress

Usia lansia sangat rentan terjadinya stress. Stress pada lansia dapat terjadi dikarenakan
perubuhan struktur keluarga, perubahan kondisi fisik dan fisiologis, kematian teman seusia,
serta berkurangnya aktivitas social. Untuk mengatasi stress pada lansia, dalam penelitian ini
dilakukan suatu intervensi edukasional dengan basis PRECEDE model (Predisposing,
Reinforcing, Enabling Constructs in Educational Diagnosis and Evaluation).

Edukasi yang diberikan kepada lansia dalam penelitian ini meliputi :

 Konsep stress
 Cara untuk mengatasi stress (coping)
 Nafas dalam
 Relaksasi
 Teknik massage
 Pemberian aromterapi
 Latihan peregangan

Dari penelitian ini, didapatkan suatu hasil bahwa intervensi edukasional dengan pendekatan
model PRECEDE efektif untuk pencegahan dan mengurangi tingkat stress pada lansia. Selain
itu, dalam penelitian yang lain disebutkan bahwa salah satu cara untuk mengurangi tingkat
stress pada lansia adalah dengan pemberian aromaterapi. Selain untuk mengurangi tingkat
stress, aromaterapi dapat digunakan untuk mengurangi nyeri, depres, kecemasan, serta
meningkatkan status fungsional. Dalam penelitian ini, didapatkan suatu hasil bahwa
pemberian aromaterapi efektif untuk mengurangi rasa nyeri, menurunkan tingkat depresi,
kecemasan, dan stress pada lansia.

Masalah yang ditemukan pada orang tua antara lain stress, dikarenakan kehilangan
pasangan, kerabat, teman-teman sebayanya sehingga mereka merasa kesepian, dan isolasi
sosial. Dukungan sosial berperan secara aktif sehingga dapat meningkatkan kesehatan orang
tua, dapat mengatasi stress yang dialami akibat penyakit kronis, isolasi sosial, maupun
berduka atas kehilangan pasangan. Trakya University, merancang sebuah pusat pelayanan
yaitu “Erdine Center of Active Aging” yang bertujuan dalam membantu orang tua untuk
hidup lebih aktif, yang dapat meningkatkan kehidupan sosial yang lebih baik dan
meningkatkan kualitas hidup orang tua. Pusat ini akan dibuka di daerah dimana sebagian
besar orang hidup yang berumur lebih dari 60 tahun. Pada pusat pelayanan ini, para orang tua
bisa mendapatkan pemeriksaan kesehatan, bermain musik, permainan, melakukan berbagai
latihan, membaca buku, majalah, dan buku bacaan lainnya. Mereka juga memiliki
kesempatan untuk bertemu dan bersosialisasi dengan teman sebaya, sehingga dapat
meningkatkan jaringan sosial yang lebih tinggi dan produktif.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas
hidup pada lansia. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi deskriptif cross-
sectional yang dilaksanakan pada bulan Juni-Desember 2007 di dua klinik kesehatan di
Erdine Center of Active Aging. Populasi pada penelitian ini sebanyak 108 orang dewasa
dengan usia di atas 60 tahun yang telah menawarkan diri untuk mengikuti pada penelitian ini.
Data diperoleh dengan menggunakan formulir informasi pasien dengan EurolQol Five
Dimension Scale (EQ-5D) dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support
(MSPSS). EurolQol Five Dimension Scale (EQ-5D) merupakan kuisioner untuk mengukur
kesehatan individu terkait kualitas hidup. Multidimensional Scale of Perceived Social
Support (MSPSS) merupakan untuk mengukur dukungan sosial.
Hasil penelitian ditemukan korelasi antara dukungan sosial dengan kualitas hidup.
Dukungan sosial meningkat, begitu pula kualitas hidup pada lansia meningkat. Intervensi
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia harus direncanakan. Pemerintah harus
membuat perencanaan yang diperlukan dalam perawatan kesehatan lansia, serta memberikan
pelayanan kesehatan maupun pelayanan sosial yang lebih baik. Memperbanyak pusat
pelayanan kesehatan khusus lansia. Kebijakan dan program untuk mengurangi faktor resiko
atau pencegahan penyakit kronis pada lansia juga harus direncanakan. Peran perawat juga
sangat penting dalam melakukan perawatan pada lansia dengan komorditas kronis baik di
rumah sakit maupun di rumah. Program peduli geriatric dan rehabilitasi pada lansia harus di
tambahkan atau di tingkatkan pada program sekolah keperawatan. Asuhan keperawatan,
terapi medis, pendidikan kesehatan, dan konseling pada lansia dapat meningkatkan kualitas
hidup dan meningkatkan dukungan sosial mereka. Mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup dan dukungan sosial pada lansia disarankan dalam menentukan
intervensi keperawatan yang akan diberikan.
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan lansia diantaranya
faktor fisik, faktor lingkungan, faktor psikologis dan faktor hubungan sosial. Dari beberapa
penelitian yang dilakukan banyak intervensi yang bisa dilakukan pada lansia. Untuk faktor
fisik meliputi aspek diet, aktivitas fisik dan tidur. Pada aspek diet, diet yang dianjurkan untuk
lansia yaitu yang mengandung banyak mikronutrien yang terbukti dapat meningkatkan
kepadatan tulang. Aktivitas fisik pada lansia dapat meningkatkan kemampuan kognitif pada
lansia. Kemudian untuk mengatasi masalah gangguan tidur pada lansia bisa dilakukan terpai
musik dan terapi kognitif. Untuk faktor psikologis dimana depresi dan stress sering terjadi
pada lansia bisa dilakukan terapi musik yang mengurangi depresi, terapi aromaterapi untuk
mengurangi stress dan terapi spiritual untuk meningkatkan kualitas hidup. Faktor lingkungan
yang berpengaruh pada lansia salahsatunya resiko jatuh, untuk mengurangi resiko jatuh bisa
dilakukan dengan menghindari menghindari asupan cairan berlebih di malam hari untuk
mencegah sering pergi ke kamar mandi yang mengganggu tidur dan meningkatkan resiko
jatuh. Juga bisa dilakukan latihan proprioceptive mengurangi insiden jatuh.

B. SARAN

Dari beberapa intervensi dari beberapa penelitian diatas bisa diaplikasikan pada populasi
lansia di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Gil, C. A. (n.d.). Concepções de idosos sobre espiritualidade relacionada ao envelhecimento e


qualidade de vida Older people ’ s concepts of spirituality , related to aging and quality
of life, 3641–3652. https://doi.org/10.1590/1413-812320152012.19062014
Perkins, C. (2015). Promoting spiritual care for older people in New Zealand: the Selwyn
Centre for Ageing and Spirituality. Working with Older People, 19(3), 107–113.
https://doi.org/10.1108/WWOP-01-2015-0003
http://search.proquest.com

American Journal of Public Health

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=98511&val=426&title=PENGARUH%2
0TERAPI%20MUSIK%20KERONCONG%20TERHADAP%20PENURUNAN%20TI
NGKAT%20DEPRESI%20PADA%20LANSIA%20DI%20PSTW%20BUDI%20LUH
UR%20JOGYAKARTA
LAMPIRAN JURNAL

Dalam bentuk rar


LAMPIRAN INSTRUMEN PENGKAJIAN

FORM PENGKAJIAN LANSIA

Nama :

Jenis Kelamin :

Usia :

Pekerjaan :

Pendidikan :

Status Marital : 1. Menikah 2. Tidak Menikah 3. Cerai Mati 4. Cerai Hidup

Agama :

Suku :

Pendapatan :

Bahasa yang digunakan :

Komposisi Keluarga :

Bagian 1

Isilah pertanyaan berikut dengan memberikan tanda check list (√) pada salah satu
jawaban

No. Pertanyaan Ya Tidak


1. Apakah anda merasa depresi?
2. Apakah anda merasa kesepian?
3. Apakah anda mengikuti program Posbindu?
4. Apakah anda merasa aman tinggal di daerah ini?
5. Apakah di rumah anda tersedia air bersih?
6. Apakah di rumah anda tersedia jamban?
7. Apakah di jamban anda terdapat pegangan?
8. Adakah alokasi dana untuk kesehatan?
9. Apakah anda memiliki asuransi?
10. Apakah anda pernah terlibat dalam rapat RT / RW?
11. Apakah anda memeriksa kesehatan secara rutin di Posbindu?
12. Apakah anda datang ke puskesmas jika ada keluhan kesehatan?
13. Apakah anda melakukan kegiatan mengasah otak?
14. Apakah anda mengembangkan hobi sesuai kemampuan?
15. Apakah anda mengkonsumsi makanan bergizi dan seimbang?
16. Apakah anda mengurangi makanan yang terlalu gurih, manis dan
berminyak?
17. Apakah anda merokok?
18. Apakah anda memperbanyak relasi dan hubungan sosial yang
harmonis?
19. Apakah anda mengelola stress dengan baik?
20. Apakah anda melakukan aktivitas fisik ringan 30 menit setiap
hari?
21. Apakah anda melakukan senam secara teratur?
22. Apakah ada masalah dalam memenuhi kebutuhan eliminasi?
23. Apakah anda membutuhkan bantuan untuk BAB atau BAK?
24. Apakah anda membutuhkan bantuan untuk mandi?
25. Apakah ada kendala saat memenuhi kebutuhan kebersihan?
26. Apakah rumah anda aman (tempat tidur, kamar mandi, lantai,
tangga, pegangan)?
27. Apakah anda sering mendatangi pengajian?
28. Apakah anda ada kendala dalam beribadah?
29. Apakah ada gangguan dalam tidur?

Bagian 2

Isilah pertanyaan berikut!

1. Berapa lama anda tinggal di wilayah ini ?

2. Penyakit apa yang anda derita saat ini?

3. Apa penyebab penyakit yang diderita ?

4. Bagaimana riwayat kesehatan keluarga anda?

5. Jika anda pernah mengalami depresi, apa penyebabnya?

6. Jika anda merasa kesepian, apa penyebabnya?

7. Jika anda mengikuti program Posbindu, apa motivasi anda?

8. Jika anda tidak mengikuti program Posbindu, apa kendalanya?

9. Berapa kali sehari anda mandi?

10. Berapa kali sehari lansia mengganti pakaian?


11. Seberapa sering lansia membeli baju?

12. Berapa lama anda tidur?

13. Dengan siapa anda tinggal di rumah?

14. Berapa jumlah dana yang anda alokasikan untuk kesehatan?

15. Apa jenis transportasi yang anda miliki?

16. Jika anda memiliki asuransi, apa jenis asuransi yang dimiliki?

17. Alat komunikasi apa yang anda gunakan?

Bagian 3

Bulatkan jawaban yang sesuai dengan anda! (Boleh lebih dari satu pilihan)

1. Apakah jenis jamban yang anda gunakan?


 Jongkok  Duduk
2. Fasilitas kesehatan apa yang anda kunjungi ketika sakit?
 Rumah Sakit  Dokter / Klinik
 Puskesmas  Pengobatan Tradisional

3. Kegiatan yang dilakukan lansia 1 bulan terakhir


 Mengurus rumah tangga  Sekolah
 Bekerja  Lainnya…………………

4. Dari mana sumber dana untuk memenuhi kebutuhan anda ?


 Pekerjaan / Usaha  Saudara
 Anak / Menantu  Jaminan Sosial
 Suami / Istri  Lainnya ……………………….
 Tabungan / Deposito
5. Seberapa sering anda menonton televisi?
 Selalu  Jarang
 Sering  Tidak Pernah
6. Apa sarana rekreasi yang sering digunakan?
 Televisi
 Radio
 Handphone
 Tempat rekreasi
 Lainnya……………….

Anda mungkin juga menyukai