1 Definisi
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara
toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal
wall) yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium.
Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja
sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang
didapat cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi
organ tubuh yang terkena. Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau
kerusakan pada organ abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal
berbagai organ (MH Assiddqi, 2014).
1.2 Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
1. Trauma penetrasi: trauma tembak, trauma tusuk (MH Assiddqi, 2014).
Trauma penetrans merupakan 8-12% dari abdominal trauma yang datang ke
trauma center. Luka tembak merupakan penyebab yang sering pada trauma
penetrasi pada populasi anak dan menyebabkan kematian pada laki-laki kulit
hitam pada umur 15-24 tahun. Penyebab lain trauma penetrans adalah stab
wound, impalements, gigitan anjing, dan kecelakaan mesin. Oleh karena
kebanyakan trauma penetrans pada abdomen biasanya memerlukan
tindakan pembedahan maka persiapan di ruang operasi harus simultan
dengan assessment pasien (Pratama, 2014).
2. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul: diklasifikasikan ke dalam 3
mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi
dan akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat
berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang
terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang
salah (seat belt injury). Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya
dapat menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ padat
visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen
pada organ berongga dan menyebabkan rupture (MH Assiddqi, 2014).
Trauma tumpul abdomen lebih dominan pada populasi anak. Lebih dari 80%
trauma pada anak adalah berupa trauma tumpul dan kebanyakan
berhubungan dengan kecelakan kendaraan bermotor. Cedera abdominal
dapat disebabkan juga oleh karena terjatuh dan langsung mengenai dinding
abdomen misalnya pada handlebar injuri (Pratama, 2014).
1.3 Etiologi
Penyebab trauma abdomen antara lain: trauma, iritasi, infeksi, obstruksi dan
operasi. Kerusakan organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma
tembus, biasanya tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat
kecelakaan mobil, pukulan langsung atau jatuh. Luka yang tampak ringan bisa
menimbulkan cedera eksterna yang mengancam nyawa (MH Assiddqi, 2014).
1.4 Patofisiologi
Terlampir
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen
1. Trauma Tumpul Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila
pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu
sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk
mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di
pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin. Pada
trauma tumpul, bila terdapat kerusakan intra peritoneum harus dilakukan
laparotomi, sedangkan bila tidak, pasien diobservasi selama 24-48 jam.
Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang mengalami
kerusakan. Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan adalah
penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ berongga, penanganan
kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reseksi sebagian.
2. Trauma Tembus Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila
pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu
sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk
mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di
pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.
Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah.
Luka tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai pembuluh
darah besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau ginjal biasanya
tidak mengakibatkan perdarahan massif kecuali bila ada pembuluh darah
besar yang terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi segera, sedangkan
pasien yang tidak tertolong dengan resusitasi cairan harus menjalani
pembedahan segera.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di
dada baian bawah atau abdomen berbeda-beda. Namun semua ahli bedah
sepakat semua pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus
menjalani eksplorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-
tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.
Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi
terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparatomi
diperlukan. Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising
usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara
bebas intera peritoneal, dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan
indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi
selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar
dilakukan laparotomi.
Menurut Catherino (2003), Penatalaksanaan kegawatdaruratan
Trauma Abdomen ialah :
Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan
Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-
operative berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
Pemberian O2 sesuai indikasi
Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
Trauma penetrasi :
- Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas.
- Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung
kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal.
- Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah
kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika
peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan.
- Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan
pembedahan.
- Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan
dengan pembedahan
Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Penurunan perfusi
perifer
Risiko syok
hipovolemik
Defisiensi
pengetahuan
↓
Wajah pasien Cedera organ
tampak menyeringai intraabdomen
karena nyeri
↓
Pengkajian PQRST
Peningkatan TTV Distensi abdomen
Terdapat jejas dan
↓
hematom di sekitar
abdomen Nyeri akut
Risiko
ketidakseimbangan
volume cairan
Port de entree
mikroorganisme
Risiko infeksi
Perubahan kondisi
tubuh dan hospitalisasi
↓
Ansietas
Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat diangkat antara lain:
1. Risiko syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, skunder dari cedera
vaskular intraabdominal
2. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi dan kurang sumber
pengetahuan ditandai dengan kurangnya pengetahuan terkait dengan
penyakit, penatalaksanaan, dan perawatan
3. Risiko trauma b.d akses pada senjata, alat rumah tangga yang rusak,
bahaya listrik (mis. salah stop kontak, kabel terkelupas, kotak sikring
kelebihan daya), bermain dengan objek berbahaya, jalan tidak aman, jarak
yang berdekatan dengan jalur kendaraan (mis. jalan raya, rel kereta api),
kontak dengan mesin berbahaya, lingkungan tempat tinggal kriminal, tidak
menggunakan sabuk pengaman, kurang pengetahuan tentang
kewaspadaan keselamatan, dan gangguan keseimbangan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma) ditandai
dengan diaforesis, dilatasi pupil, ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit,
keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri, laporan
tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas, mengekspresikan perilaku (mis.
gelisah, merengek, menangis, waspada), perilaku distraksi, perubahan
pada parameter fisiologis (mis. TD, frekuensi jantung, frekuensi
pernapasan, saturasi oksigen, dan end tidal karbondioksida), perubahan
posisi untuk menghindari nyeri, perubahan selera makan, putus asa, dan
sikap melindungi area nyeri.
5. Risiko ketidakseimbangan volume cairan b.d ansietas, berkeringat, trauma,
obstruksi intestinal, sepsis, dan program pengobatan.
6. Risiko infeksi b.d kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan,
prosedur invasif, gangguan integritas kulit, statis cairan tubuh, penurunan
hemoglobin dan malnutrisi.
7. Ansietas b.d ancaman pada status terkini, krisis situasi, dan stresor
ditandai dengan gelisah, kontak mata yang buruk, ekspresi kekhawatiran
karena perubahan dalam peristiwa, penurunan produktivitas, distres,
gugup, takut, sangat khawatir, peningkatan ketegangan, peningkatan
keringat, wajah tegang, anoreksia, dilatasi pupil, gangguan pernapasan,
jantung berdebar, mulut kering, peningkatan denyut nadi, peningkatan RR,
peningkatan TD, mual, nyeri abdomen, dan gangguan konsentrasi.
Rencana Keperawatan
1. Masalah keperawatan: Risiko syok hipovolemik
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Didapatkan skor pada indikator NOC “Shock
severity: Hypovolemic “
Indikator 1 2 3 4 5
Penurunan TD sistolik √
Penurunan TD diastolik √
Peningkatan RR √
Pengisian capillary reffil yang
tertunda
Aritmia
Peningkatan nadi tetapi lemah
Penurunan oksigen
Peningkatan karcon dioksida
Kulit dingin
Dehidrasi
Penurunan output urin
Letargi
Asidosis metabolic
Hyperkalemia
Intervensi: NIC “Bleeding Reduction: Gastrointestinal”
1. Evaluasi respon psikologis klien terhadap pendarahan
2. Pertahankan patensi airway (bila perlu)
3. Monitor adanya tanda dan gejala adanya perdarahan persistent
4. Monitor adanya tanda dari syok hipovolemik
5. Minta pasien dan/atau keluarga untuk mempersiapkan replacement
darah
Abrasi kulit
Memar
Laserasi
Gangguan mobilitas
Penurunan kesadaran
Ruptur limpa
Perdarahan
Trauma abdomen
Intervensi: NIC “Pressure Management“
1. Memakaikan pakaian yang longgar kepada pasien
2. Memberikan tempat kepada pasien di tempat tidur yang
sesuai/memberikan efek terapeutik
3. Mencegah dari penerapan tekanan kepada bagian tubuh yang
berkaitan dengan cedera atau trauma
4. Tidak melakukan mobilisasi kepada pasien tiap 2 jam, berdasarkan
jadwal yang dibuat
5. Memantau adanya kemerahan atau luka disekitar kulit
6. Memantau mobilisasi dan aktifitas pasien
Pelaporan nyeri
RR
Ekspresi wajah nyeri
Tekanan darah
Lama episode nyeri
Tekanan darah
Nadi
Tekanan arteri
Tekanan vena sentral
Keseimbangan intake dan output
cairan dalam waktu 24 jam
Turgor kulit
Kelembapan mukus membran
Serum elektrolit
Perdarahan
Edema
Dehidrasi
Intervensi: NIC “Fluid Management“
1. Memberikan catatan input dan output cairan yang akurat
2. Memantau status hidrasi seperti mukus membran, nadi yang adekuat
dan tekanan darah
3. Memantau TTV
4. Memeriksa lokasi edema
5. Memantau status nutrisi
6. Memberikan terapi IV
7. Memberikan intake cairan selama 24 jam
8. Memberikan terapi elektrolit
9. Memantau respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan
10. Menyiapkan tranfusi darah
11. Memberikan produk tranfusi darah jika diperlukan
Kemerahan
Perubahan bau tidak sedap
Drainase purulen
Demam
Nyeri
Letargi
Kehilangan nafsu makan
Jumlah sel darah putih
Intervensi: NIC “Infection Control“
1. Membersihkan lingkungan di sekitar pasien untuk meminimalisir
perkembangbiakan mikroorganisme penyebab infeksi
2. Membatasi kunjungan
3. Mengajarkan teknik membersihkan tangan dengan benar
4. Penggunaan masker, sarung tangan dan gown steril saat mengkaji
kondisi pasien
5. Memberikan terapi antibiotik dengan tepat
6. Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus segera lapor ke tenaga kesehatan
7. Mengajarkan pasien dan anggota keluarga untuk mencegas infeksi
7. Masalah keperawatan: Ansietas
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan kecemasan
pada pasien dan keluarga pasien berkurang. Didapatkan skor pada
indikator NOC “Anxiety Level“
Indikator 1 2 3 4 5
Sikap gelisah
Distress
Wajah tegang
Sulit berkonsentrasi
Serangan panik
Laporan ansietas
Peningkatan TD
Peningkatan nadi
Peningkatan RR
Dilatasi pupil
Berkeringat
Intervensi: NIC “Anxiety Reduction“
1. Melakukan teknik relaksasi
2. Menjelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang akan
dirasakan ketika prosedur sedang berlangsung
3. Memberikan informasi faktual tentang diagnosis, pengobatan dan
prognosis
4. Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan pasien
5. Mengenali pengungkapan perasaan ketakutan, persepsi dan
ketakutan pasien
6. Mengidentifikasi perubahan tingkat ansietas
7. Membantu pasien mengidentifikasi keadaan yang dapat
menyebabkan ansietas
8. Mendukung penggunaan strategi coping pasien
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah
sebagai berikut:
1. Tidak terjadi syok hipovolemik.
2. Informasi kesehatan terpenuhi.
3. Tidak mengalami injuri pascaprosedur bedah laparotomi.
4. Nyeri berkurang dan teradaptasi.
5. Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Infeksi luka operasi tidak terjadi.
7. Kecemasan berkurang.
8. Informasi prabedah terpenuhi.
Daftar Pustaka