BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
lemak bebas sebagai bahan energi (jaringan yang lain dapat menggunakan asam
lemak bebas sebagai sumber energi).1,2 Hipoglikemia pada DM merupakan hasil
yang paling sering dari pemakaian obat anti DM atau obat lain, termasuk alcohol.
Dan jika berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi
system saraf pusat, ganguan kognisi dan koma. 2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa di bawah harga normal. 2
Yang bisa didefinisikan bila kadar glukosa plasma <2.5 – 2.8 mmol/L (<45-50
mg/dL).3 Namun ada juga yang menyebutkan batas terendah kadar glukosa darah
puasa (true glucose) adalah 60 mg%, dengan dasar tersebut maka penurunan kadar
glukosa darah di bawah 60 mg% disebut sebagai hipoglikemia. Pada umumnya
gejala-gejala hipoglikemia baru timbul bila kadar glukosa darah lebih rendah dari
45 mg%.1
Epidemiologi
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien Diabetes mellitus (DM) maupun bukan
pasien DM. pada pasien DM, hipoglikemia dapat terjadi pada mereka yang
menggunakan obat insulin maupun obat anti diabetes oral (sulfonil urea). Di
Negara barat, dimana banyak pasien IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus), hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien DM yang menggunakan
insulin daripada yang mengunakan sulfonilurea. Laporan dari Inggris
menunjukkan insidensi hipoglikemia sebesar 19/1000 pasien/tahun pada pasien
yang menggunakan sulfonilurea dan 4,2/1000 pasien/tahun perlu dirawat di rumah
sakit. Kematian akibat hipoglikemia pada pasien yang menggunakan insulin di
Inggris adalah 0,2/1000 pasien/tahun, sedangkan yang menggunakan sulfonilurea
di Swedia adalah 0-0,33/1000pasien/tahun. Laporan kejadian di Indonesia sendiri
belum banyak. Hipoglikemia di Indonesia didapatkan baik pada pasien yang
mendapat insulin maupun sulfonilurea, sedangkan kematian hanya didapatkan
pada pasien yang mendapat sulfonilurea. Keadaan ini sangat berbeda dengan di
Negara barat mungkin karena jumlah pasien DM di Indonesia sedikit.1
Etiologi
Jika bukan karena hipoglikemia, tentunya diabetes akan sangat mudah
untuk disembuhkan dengan pemberian insulin yang cukup (atau obat2an lain yang
efektif) untuk menurunkan konsentrasi glukosa plasma ke nilai normal. Tetapi
karena pengganti insulin ini kurang sempurna, seseorang dengan DM tipe 1 sangat
rentan akan resiko hiperinsulinemia dengan hasilnya yaitu hipoglikemia. Siapapun
yang berhasil menurunkan kadar glukosa mendekati normal pasti pernah
mengalami hipoglikemia dengan atau tanpa gejala tiap minggunya. Beberapa
pasien pernah mengalami suatu serangan hipoglikemia berat yang berulang,
seringnya dengan gejala seizure, atau koma dalam satu tahunnya.
dikutip dari 4
dikutip dari 2
Patogenesis
Untuk memahami patogenesis hipoglikemia perlulah meninjau kembali
mengenai homeostasis glukosa dan energi tubuh. Pada waktu makan (absorptive)
cukup tersedia sumber energi yang diserap dari usus. Kelebihan energi tersebut
akan disimpan sebagai makromolekul, karena itu fase ini dinamakan sebagai fase
anabolik. Hormon yang berperan adalah Insulin. 60 % dari glukosa yang diserap
usus dengan pengaruh insulin akan disimpan di hati sebagai glikogen, sebagian
lagi akan disimpan di jaringan lemak dan otot juga sebagai glikogen. Sebagian
lain dari glukosa tersebut akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob
untuk memperoleh energi yang digunakan seluruh jaringan tubuh terutama otak.
Sekitar 70 % dari seluruh penggunaan glukosa berlangsung di otak. Berbeda
dengan jaringan lain, otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai
sumber energy.1
dikutip dari 4
dikutip dari 5
Pada waktu sesudah makan (post absorptive) atau sesudah puasa 5-6 jam,
kadar glukosa darah mulai turun, keadaan ini menyebabkan sekresi insulin juga
menurun, sedangkan hormon kontra regulator yaitu glukagon, epinefrin, kortisol
dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah keadaan sebaliknya
(katabolic) yaitu sintesis glikogen, protein dan trigliserida akan menurun
sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat.1
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam keadaan post absorptive
(puasa) terjadi penurunan insulin dan kenaikan hormone kontra regulator.
Keadaan tersebut akan menyebabkan penurunan penggunaan glukosa di jaringan
insulin sensitive dan dengan demikian glukosa yang jumlahnya terbatas hanya
disediakan untuk jaringan otak.1
dikutip dari 6
hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku
glukoneogenesis di hati.
Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal, yang pada
keadaan tertentu merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Pada keadaan
hipoglikemia yang berat, walaupun kecil hati juga menunjukkan kemampuan
otoregulasi.
Kortisol dan growth hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang
berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak
dan otot) serta meningkatkan glukoneogenesis. Defisiensi growth hormone
(panhipopituitarisme) dan kortisol (penyakit Addison) pada individu menimbulkan
hipoglikemia yang umumnya ringan.
Bila sekresi glucagon dihambat secara farmakologis, pemulihan kadar
glukosa setelah hipoglikemia yang diinduksi insulin berkurang sekitar 40%. Bila
sekresi glucagon dan epinefrin dihambat sekaligus, pemulihan glukosa tidak
terjadi.
Sel β pancreas terhadap hipoglikemia adalah dengan menghambat sekresi
insulin dan turunnya kadar insulin di dalam sel β berperan dalam sekresi glucagon
oleh sel α.
Manifestasi klinis
Gejala dari hipoglikemia bisa dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
neuroglycopenic dan neurogenic (autonomic) responses. Gejala
Neuroglikopenik merupakan hasil langsung dari berkurangnya glukosa di susunan
system saraf pusat. Gejalanya meliputi perubahan tingkah laku, bingung, fatigue,
seizure, kehilangan kesadaran, dan apabila hipoglikemia terjadi lebih lanjut dan
Pada
individu yang
mengalami
diantara pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda.
Walaupun demikian pada umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu,
sesuai dengan komponen fisiologis dan respon fisiologis yang berbeda.2
KELUHAN DAN GEJALA HIPOGLIKEMIA AKUT YANG SERING DIJUMPAI PADA PASIEN
DIABETES
Otonomik Neuroglikopenik Malaise
Berkeringat Bingung (confusion) Mual
Jantung berdebar Mengantuk Sakit kepala
Tremor Sulit berbicara
Lapar Inkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
parestesi
dikutip dari 2
Pada pasien diabetes yang masih relatif baru, keluhan dan gejala yang
terkait dengan gangguan sisitim saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau
berkeringat lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi
serebral yang disebabkan oleh neuroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau
koma. Sakit kepala dan mual mungkin bukan merupakan keluhan malaise yang
khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas keluhan otonomik cenderung
berkurang atau menghilang. Hal tersebut dapat menunjukkan kegagalan yang
progresif aktivasi sistem saraf otonomik.2
Diagnosis
Penatalaksanaan
Hipoglikemia merupakan komplikasi DM yang sering terjadi, Karena itu
edukasi penderita mengenai gejala-gejala awal hipoglikemia dan cara
mengatasinya perlu diberikan. Pengobatan hipoglikemia harus secepatnya
dilakukan, bila pasien masih sadar, tindakan tersebut dilakukan oleh pasien sendiri
yaitu dengan minum larutan gula 10-30 gram. Pasien yang tidak sadar perlu
permberian suntikkan bolus dekstrosa 15-25 gram. Bila suntikkan tersebut belum
dapat dilakukan, dapat dilakukan tindakan mengoleskan madu atau sirup pada
mukosa pipi. Sebelum suntikan dekstrosa, darah diambil dulu untuk pemeriksaan
kadar glukosa darah. Bla dengan suntikan dekstrosa tersebut pasen menjadi sadar
maka pasti hipoglikemia, tetapi bila pasien belum sadar, kadar glukosa darahnya
perlu diperiksa untuk evaluasi lebih lanjut.
Bila hipoglikemia tersebut terjadi pada pasien yang mendapat terapi
insulin, maka selain penggunaan dekstrosa dapat juga digunakan suntikan
glucagon 1 mg IM, lebih-lebih bila suntikan dekstrosa IV sulit dilakukan.
Koma hipoglikemia yang terjadi pada penderita yang mendapat
sulfonylurea sebaiknya dirawat di rumah sakit. Walaupun pasien sudah sadar
sesudah pemberian bolus dekstrosa, tetapi pemberian dekstrosa harus diteruskan
dengan infuse dekstrosa 10% selama ± 3 hari. Bila tidak dilanjutkan dengan inuse
dekstrosa ada resiko pasien akan jatuh dalam keadaan koma lagi. Monitor glukosa
darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya dipertahankan sekitar 90-180 mg%.
hipoglikemia karena sulfonylurea ini tidak efektif dengan pemberian suntikan
dikutip dari 5
atas normal. Pada pasien ini biasanya terjadi edema serebri dan perlu mendapat
pengobatan dengan manitol atau deksametason. Dosis manitol 1,5-2 gram/KgBB
diberikan setiap 6-8 jam. Dosis deksametason 10 mg bolus dilanjutkan 2 mg
setiap 6 jam. Disamping itu harus dicari kemungkinan penyebab lain koma
(keracunan obat, perdarahan otak, dan sebagainya). Pasien tetap mendapat infuse
dekstrosa 10%, dan glukosa darah dipertahankan sekitar 180 mg%. hindari
fluktuasi kadar glukosa darah yang besar karena akan memperjelek edema serebri.
Bila koma berlangsung lama, perlu pemberian insulin dosis kecil. Pasien sering
masih dapat bertahan untuk waktu yang cukup lama dalam keadaan koma ini,
tetapi makin lama pasien koma makin besar kemungkinan terjadinya kerusakan
jaringan otak.1
Prognosis
Kematian akibat hipoglikemia jarang terjadi. Kematian dapat terjadi
karena keterlambatan mendapat pengobatan, terlalu lama dalam keadaan koma
sehingga terjadi kerusakan jaringan otak. Kemungkinan lain pasien peminum
alcohol dan saat terjadi hipoglikemia dia dalam keaadan mabuk sehingga tidak
dapat mengatasi keadaan gawat tersebut. Disamping itu alcohol menekan
glukoneogenesis. Hipoglikemia yang terjadi saat pasien mengemudikan kendaraan
dapat menyebabkan kecelakaan yang berakibat fatal.1
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA