Anda di halaman 1dari 15

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/280940341

EKSPLORASI MASALAH KESEHATAN


MASYARAKAT DI DAERAH PESISIR KOTA
MANADO

Article · August 2015

CITATIONS READS

0 16,348

12 authors, including:

OJ Sumampouw
Sam Ratulangi University
15 PUBLICATIONS 8 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Underfive children Diarrhea in coastal City View project

All content following this page was uploaded by OJ Sumampouw on 14 August 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


EKSPLORASI MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT DI DAERAH
PESISIR KOTA MANADO
Oksfriani Jufri Sumampouw1,4, Soemarno2,4, Sri Andarini3,4, Endang Sriwahyuni3,4, Jeini Ester
Nelwan2,4
1
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
2
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang
3
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
4
Program Doktor Kajian Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang
Email add: mrsumampouw@hotmail.com

Abstrak
Daerah pesisir merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki masalah khususnya di bidang
kesehatan masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk menggali tentang masalah-masalah kesehatan
masyarakat yang terjadi di Kota Manado Sulawesi Utara sebagai salah satu kota pesisir di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang dilakukan melalui observasi lapangan dan
penelusuran kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah kesehatan di daerah pesisir kota
Manado yaitu masalah lingkungan, perilaku dan sosial.
Kata kunci: Penelitian eksploratif, wilayah pesisir, observasi lapangan, studi kepustakaan

Abstract
Coastal areas is the one area that many have problems, especially in the public health. This study was
conducted to explored public health problems that occur in the city of Manado in North Sulawesi as one
of the coastal cities in Indonesia. This is an exploratory study conducted through field observations and
literature review. The results showed that the health problems in the coastal city of Manado that is
environmental, behavioral and social.
Keywords: Explorative research, coastal area, field observation, literature review

Latar belakang
Banyak masyarakat berpikir bahwa laut termasuk di dalamnya wilayah pesisir merupakan tempat
sampah yang ideal. Laut yang luas diperkirakan mampu menghancurkan atau melarutkan setiap bahan-
bahan yang dibuang ke perairan laut. Faktanya, laut merupakan suatu sistem ekologis yang mempunyai
kemampuan daya urai yang terbatas. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia
dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan ini menghasilkan produk-produk yang diperlukan
bagi kehidupannya dan menghasilkan produk sisa (limbah) yang dapat menjadi bahan pencemar
(polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai ke daerah pesisir dan laut. Hal ini dapat
menyebabkan masalah pada lingkungan dan masalah kesehatan masyarakat khususnya masyarakat pesisir
dan laut (Supriharyono, 2002; Misran, 2002).
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks. Hal ini saling berkaitan dengan
masalah-masalah lain di luar kesehatan. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak
hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya
terhadap masalah "sehat-sakit". Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu
maupun kesehatan masyarakat. Hendrik L. Blum seorang pakar di bidang kedokteran pencegahan
mengatakan bahwa status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 hal yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan genetik (keturunan) (Notoatmodjo, 2011).
Faktor-faktor ini, berpengaruh langsung pada kesehatan dan saling berpengaruh satu sama lainnya.
Status kesehatan dapat tercapai secara optimal jika keempat faktor ini secara bersama-sama mempunyai
kondisi yang optimal. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal) maka
status kesehatan dapat tergeser ke arah di bawah keadaan optimal (Sarudji, 2006).
Penelitian tentang pencemaran lingkungan global telah dilakukan. Beberapa diantaranya yaitu
penelitian tentang pemanasan global yang disebabkan oleh adanya emisi gas rumah kaca (GRK) dan
upaya penanggulangannya. Upaya penanggulangan dilakukan melalui pembatasan GRK pada lebih dari
100 negara. Selain itu, dilakukan kajian tentang dampak pemanasan global terhadap lingkungan seperti
pada lautan Pasifik di daerah tropis seperti terjadinya El Nino dan pengasaman laut (Meinshausen et al,
2009; Collins et al, 2010).
Penelitian yang mengevaluasi kualitas lingkungan di Indonesia juga telah banyak. Beberapa
penelitian dilakukan untuk mengevaluasi tentang masalah pencemaran air khususnya sumber dan
penanggulangan yang dilakukan di Jakarta. Selanjutnya, untuk menentukan tingkat pencemaran air sungai
di Desa Awang Bangkal nutrition value coefficient. Penelitian lainnya juga telah dilakukan dan
menemukan adanya pencemaran pada sungai dan situ di DKI Jakarta (Yudo & Said, 2011; Rahman &
Kairoh, 2012; Hendrawan, 2010).
Selanjutnya pemantauan pencemaran lingkungan di Sulawesi Utara telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Lensun & Tumembow (2013) melakukan pemantauan pencemaran pada air sungai Tondano
menemukan adanya pencemaran terhadap air sungai Tondano di Kelurahan Ternate Baru Kota Manado
khususnya untuk parameter Biological Oxygen Demand (BOD) dan kekeruhan. Penelitian dari
Tatangindatu et al (2013) di Danau Tondano menemukan adanya pencemaran berdasarkan parameter
fisika dan kimia air di danau Tondano Minahasa yaitu kandungan fosfat dan BOD. Tujuan penelitian ini
yaitu untuk mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan kota pesisir di salah satu negara berkembang
Asia Tenggara (studi kasus di kota Manado Sulawesi Utara, Indonesia)

Metode penelitian
Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif melalui observasi lapangan dan penelusuran kepustakaan.
Lokasi penelitian
Lokasi penelitian yaitu di kota Manado yang terletak di antara 1º. 30’- 1[B1]º . 40’ Lintang utara dan 124º
40’- 126[B2]º50’ Bujur Timur dan berbatasan dengan sebelah Utara dengan Kecamatan Wori (Kab.
Minahasa) dan Teluk Manado, sebelah Timur dengan Kecamatan Dimembe, sebelah Selatan dengan
Kecamatan Pineleng dan sebelah Barat dengan Teluk Manado / Laut Sulawesi. Secara administratif Kota
Manado terbagi kedalam sembilan wilayah kecamatan dan delapan puluh tujuh kelurahan/desa. Kota
Manado memiliki luas wilayah sebesar 157,26 km2, dimana kecamatan Mapanget memiliki luas wilayah
terbesar yaitu 58,21 km2 (37%), Bunaken sebsar 28,35 km2 (28%) dan luas wilayah terkecil yaitu
kecamatan Sario sebesar 1,75 km2 (2%) (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi penelitian
(Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Manado, 2010)
Intrumen penelitian
Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner dan kamera.
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan


Kota Manado merupakan kota pesisir yang terancam kualitas lingkungannya. Hal ini terjadi karena
adanya pembuangan air limbah ke sungai-sungai dan saluran air kota Manado. Di sisi lain, kota Manado
memiliki penduduk lebih dari 20 ribu jiwa dan populasinya terus meningkat karena masyarakat
mendapatkan kemudahan akses ke kawasan alam (pantai, sungai dan pulau), kemudahan akses pelayanan
dan ketenagakerjaan dan ketersediaan perumahan. Pesatnya pertumbuhan kota pantai sejak 10 tahun
terakhir diikuti dengan permasalahan kesehatan.
Menurut data Bappeda Kota Manado (2010), keadaan tanah di Manado 37,95% berombak dan
dataran landai sebesar 40,16 % dari luas wilayah. Sisanya dalam keadaan tanah berombak berbukit dan
bergunung. Selain itu, sebesar 92,15 % dari luas wilayah Kota Manado terletak pada ketinggian 0-240
dari permukaan laut. Hal ini disebabkan tekstur alam Kota Manado yang berbatasan dengan pantai dan
dengan kontur tanah yang berombak dan berbukit. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Kota Manado
sebagian besar terdiri dari wilayah pesisir dan pulau.
Selain itu, jumlah penduduk di Manado semakin bertambah. Untuk tahun 2010 berdasarkan hasil
sensus penduduk jumlah penduduk kota Manado sebanyak 439.660 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak
ditemukan di kecamatan Tikala sebanyak 72.537 jiwa, Malalayang sebanyak 64.172 jiwa dan paling
sedikit ditemukan pada kecamatan Bunaken sebanyak 22.007 jiwa.
Kepadatan penduduk di kota Manado cukup tinggi. Dengan luas wilayah 157,26 km2, berarti
kepadatan penduduknya mencapai 2.796 jiwa/km2. Tingkat kepadatan tertinggi yaitu di kecamatan Sario
sebanyak 14.401 jiwa/Km2, kecamatan Tuminting sebanyak 12.833 jiwa/km2 dan paling sedikit di
kecamatan Bunaken sebesar 776 jiwa/km2. Ketiga kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang
terletak di pesisir pantai kota Manado dan salah satu daerah kepulauan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan kota Manado pada tahun 2008 dan 2009
terdapat 5 penyakit yang berhubungan dengan kualitas lingkungan yang buruk yaitu malaria, kusta,
tuberkulosis (TB), demam berdarah dengue (DBD) dan diare yang prevalensinya cukup tinggi (Gambar
2).
2000 1827
1787
1800
1600 1471
1400

Frequency
1200 1015
1000
2008
800 674
546 2009
600
360 335
400
200 82 93
0
Malaria Leprosy TB DHF Diarrhea
Disease

Gambar 2. Prevalensi penyakit berbasis lingkungan di kota Manado.


Berdasarakan data tersebut terlihat bahwa, kejadian malaria tercatat pada tahun 2008 sebayak 546
penderita dan tahun 2009 sebanyak 360 penderita. Kusta terjadi peningkatan dari 82 penderita pada tahun
2008 menjadi 93 penderita pada tahun 2009. Tuberkulosis terjadi penurunan signifikan yaitu 1471
penderita pada 2008 menjadi 335 penderita pada 2009. Demam berdarah dengue terjadi peningkatan yang
signifikan yaitu pada tahun 2008 sebanyak 674 penderita menjadi 1015 penderita pada tahun 2009. Diare
juga mengalami peningkatan yaitu 1787 penderita pada tahun 2008 menjadi 1827 penderita pada tahun
2009 (Dinas Kesehatan Kota Manado, 2010).
Meningkatnya penyakit menular yang berbasis lingkungan seperti diare, demam berdarah dengue,
malaria, tuberkulosis dan lainnya. Selain perubahan lingkungan seperti isu pemanasan global, beberapa
hal juga menjadi penyebab kejadian ini seperti yang telah dijelaskan di atas seperti tingkat kepadatan
tinggi, kemiskinan, perilaku hidup bersih yang rendah dan kondisi lingkungan yang buruk.
Teori dari Hendrik Blum dan Marc Lalonde menunjukkan bahwa status kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu lingkungan, perilaku kesehatan, pelayanan kesehatan dan genetik. Hendrik
L. Blum dalam Planning for Health, Development and Application of Social Change Theory secara jelas
menyatakan bahwa determinan status kesehatan masyarakat merupakan hasil interaksi domain
lingkungan, perilaku dan genetika serta bukan hasil pelayanan medis semata-mata. Berdasarkan teori ini,
terlihat bahwa konsep status kesehatan seseorang bahkan suatu masyarakat, dipengaruhi oleh empat
faktor terdiri lingkungan 45%, perilaku 30% disusul jasa layanan kesehatan 20%, serta faktor genetik atau
keturunan hanya berpengaruh 5% (Sarudji, 2006).
Ada banyak hal yang diduga menjadi penyebab tingginya masalah kesehatan di kota Manado. Penulis
mengelompokkannya dalam 3 kelompok yaitu lingkungan, perilaku dan sosial yang disebut sebagai
determinan kesehatan.

1. Determinan lingkungan
Masalah lingkungan yang paling utama di kota Manado yaitu banjir. Pada bulan Maret 2009 terjadi
banjir dimana ketinggian air banjir merendam ratusan rumah di Kelurahan Bailang, Kecamatan Bunaken,
dan di Kelurahan Mahawu, Kecamatan Tuminting, mencapai 1 meter atau setinggi pinggang orang
dewasa. Hal ini terjadi juga di bulan Desember 2010 dimana sejumlah daerah yang tenggelam di
antaranya Dendengan Dalam, Kampung Ternate, Wonasa, Komo Luar di Kecamatan Tikala. Selanjutnya,
pada Desember 2011 terjadi banjir dimana sebanyak 30 rumah di Kelurahan Ternate Tanjung, Kecamatan
Singkil, tergenang air Sungai Tondano yang naik setinggi 160 cm karena hujan deras yang terus
mengguyur Manado. Banjir semakin parah pada tahun 2013. Sampai saat ini Manado telah 2 kali dilanda
banjir yaitu pada Februari 2013 yang melanda 6 kecamatan yaitu Malalayang, Tuminting, Sario, Wenang,
Tikala dan Singkil dengan 1000 rumah terendam air dan 3873 jiwa terkena dampak. Selanjutnya pada Juli
2013 terjadi banjir walaupun hanya skala kecil (Indosiar, 2009; SCTV, 2010; Tribun Manado, 2011;
VoA, 2013; Kompas, 2013)
Hasil observasi awal dari penulis di pesisir pantai kota Manado terlihat potret status kesehatan
lingkungan (sanitasi dasar) yang rendah seperti keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan,
kepadatan rumah yang tinggi, air bersih yang minim, jamban yang langsung ke daerah pantai/sungai, dan
lainnya (Gambar 2).

Gambar 2. Keadaan sebagian rumah penduduk yang ada di


daerah pesisir yang berlantai tanah, tanpa plafon dan
pekarangan yang tidak bersih

Gambar 3. Salah satu jamban yang digunakan warga yang tidak


tertutup rapat dan digunakan bersama
Gambar 3. Kepadatan pemukiman yang tinggi sehingga jarak
antara rumah tidak ada. Selain itu, ditemukan air sisa cucian yang
dibuang begitu saja ke tanah

Gambar 3. Keadaan pemukiman yang berada di muara sungai yang


sebagian besar saluran pembuangan untuk limbah rumah tangga,
sampah dan jamban menuju ke sungai

Penelitian yang dilakukan oleh Sumampouw (2008) tentang tingkat pencemaran bakteri indikator
polusi di pesisir pantai kota Manado menunjukkan bahwa tingkat distribusi terendah Koliform diperoleh
di Mega Mall (80 MPN/100 ml) dan tertinggi ditemukan di Malalayang II (4,7 x 103 MPN/100 ml).
Sementara itu, Total E. coli terendah yaitu 10 MPN/100 ml di Mega Mall dan Malalayang III dan nilai
tertinggi 80 MPN/100ml ditemukan di Sungai Tondano.
Maunsada (2010) menemukan bahwa kandungan E. coli pada air sumur gali yang digunakan oleh
masyarakat di Kelurahan Tuminting melebihi standar baku mutu air bersih sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 dan air minum sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara jarak sumur dengan septik tank dan konstruksi sumur gali dengan
kandungan E. coli. Menurut Sumampouw dan Risjani (2014), bakteri merupakan salah satu indikator
terjadinya pencemaran lingkungan.
Lasut et al (2005) menemukan bahwa kualitas air sungai di kota Manado telah tercemar yang
disebabkan oleh adanya pembuangan air limbah yang bersumber dari perumahan kota dan dari daerah
pertanian Kabupaten Minahasa. Hal ini menunjukkan bahwa ketiadaan pengolahan air limbah rumah
tangga yang ada di kota Manado sehingga air limbah harus dibuang ke sungai.
Hasil pengamatan di lapang terlihat bahwa adanya pembuangan air limbah rumah tangga ke sungai-
sungai dan saluran air kota Manado. Hal ini menyebabkan tercemarnya air sungai dan air laut di daerah
pesisir kota Manado, sehingga diduga menyebabkan gangguan lingkungan seperti mengganggu jaring
makanan pada ekosistem sungai dan pesisir. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini
menyebabkan daya dukung lingkungan terhadap kehidupan masyarakat menjadi berkurang, seperti
ketersediaan air bersih, udara berkualitas, dan lainnya. Padatnya penduduk juga menyebabkan penularan
penyakit berbasis lingkungan lebih cepat dan luas. Tercemarnya lingkungan pesisir dengan limbah rumah
tangga. Hal ini bisa terjadi karena berdasarkan hasil observasi awal, terlihat banyaknya limbah rumah
tangga seperti sisa air cucian, kotoran hewan, kotoran manusia dan lainnya di air sungai, tanah, perairan
pesisir dan daerah perumahan. Beberapa bakteri yang bisa menjadi indikator pencemaran yaitu kelompok
bakteri Koliform.
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan seperti penelitian dari
Tilaar (2008) yang menemukan bahwa tingginya jumlah E. coli memiliki korelasi dengan buangan tinja
manusia dan hewan yang ada pada sumber air (dalam hal ini air sungai Ranoyapo). E. coli merupakan
bakteri yang memiliki habitat pada saluran usus manusia dan hewan, dan bakteri ini dapat menyebabkan
penyakit yang dikenal dengan traveler’s diarrhea. Dengan demikian pada kebanyakan kasus keracunan,
bakteri ini sering memberikan masalah bagi para pelancong yang singga di tempat tersebut. Selanjutnya,
kandungan E. coli memiliki kaitan erat dengan kandungan koliform. Daerah yang memilki jumlah
koliform tertinggi cenderung menunjukkan peningkatan E. coli. Hasil yang diperoleh memiliki
kecenderungan yang sama seperti dilaporkan oleh Ijong (2004) tentang monitoring koliform dan E. coli di
perairan pantai Bunaken.
Athena et al (2004) yang melakukan penelitian tentang kandungan bakteri koliform dan E. coli pada
air minum dari depot air minum isi ulang di Jakarta, Tangerang dan Bekasi menunjukkan bahwa
kandungan kedua jenis bakteri ini mencapai 1.600 MPN/100 mL sehingga tidak sesuai dengan standar
untuk air minum. Penelitian yang dilakukan oleh Marwati et al (2007) tentang kualitas air sumur gali
ditinjau dari kondisi lingkungan fisik dan perilaku masyarakat di wilayah Puskesmas Denpasar Selatan
menunjukkan bahwa kandungan total koliform telah melampaui baku mutu yang ada sehingga untuk
mengkonsumsi sebagai air minum harus terlebih dahulu dimasak dengan benar.

2. Determinan perilaku
Penelitian dari Lasut (2010) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat di kecamatan
Wenang berada di tingkat 'menengah' (49%) dan kecamatan Molas pada derajat 'rendah' (27,3%) dalam
isu tentang lingkungan dan polusi. Pengetahuan masyarakat tentang 'mengapa toilet harus digunakan?'
diperoleh bahwa tingkat pengetahuan masyarakat di kecamatan Wenang dan Molas berada pada level
'tinggi'. Hal ini berarti bahwa masyarakat di kedua kecamatan tersebut tahu untuk menggunakan toilet
sebagai tempat membuang hajat mereka. Selain itu, tingkat pengetahuan masyarakat tentang 'isu-isu
lingkungan yang berkaitan dengan limbah' berada pada tingkat yang 'tinggi' sebesar 88,8% untuk Wenang
dan 80,0% untuk Molas. Namun, pengetahuan tentang dampak pada air limbah air minum masuk pada
tingkat 'menengah’ (44,7%) untuk Wenang dan 'rendah' (29,7%) untuk Molas.
Hasil lainnya juga menemukan bahwa masyarakat di kota Manado memiliki persepsi pada tingkat
‘sedang’ dalam upaya meningkatkan kegiatan pengelolaan limbah cair yang ada, namun partisipasi
masyarakat untuk mencegah dan memitigasi setiap masalah limbah cair yang muncul masih ‘kurang’.
Penelitian ini merekomendasikan bahwa peran pemerintah sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan
keterlibatan masyarakat (Lasut, 2010).
Rendahnya tindakan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) di Kota Manado. Sulawesi utara
berdasarkan hasil Riskesdas 2010 terlihat bahwa sebanyak 11,8% rumah tangga sulit mengakses air bersih
pada musim kemarau, 8,5% kualitas fisik air minum masih di bawah standar, 41,9% sumber air rumah
tagga tanpa air kemasan (masih menggunakan sumber air tanah dan ledeng), 28,1% rumah tangga masih
kurang baik mengakses pada air minum berkualitas. Selain itu, terlihat bahwa sebesar 12,5% rumah
tangga tidak memiliki fasilitas tempat buang air besar dan 13,6% masih melakukan pembuangan tinja
secara sembarangan. Selanjutnya untuk kesehatan perumahan ditemukan sebesar 64,0% rumah tangga
memiliki rumah yang kurang sehat (Kementerian Kesehatan RI 2010). Berdasarkan data di atas terlihat
masih banyak masalah kesehatan lingkungan di Sulawesi Utara. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Sekretariat STBM Indonesia, provinsi Sulawesi Utara menempati urutan ke-3 terbawah untuk jumlah
desa/kelurahan yang melaksanakan STBM. Menurut Kepmenkes no 852/2008, STBM merupakan
pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan
metode pemicuan.
Rendahnya perilaku masyarakat khususnya yang berhubungan dengan STBM berdasarkan pada
indikator output yaitu:
a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar (jamban).
b. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah
tangga.
c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor,
rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci
tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.
d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar
Penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara perilaku hidup bersih dan sehat dan kualitas sumber air dengan kejadian diare (Efriani
2008). Subagijo (2006) memperoleh hasil bahwa perilaku masyarakat yang tidak baik 3,5 kali lebih besar
risiko terkena diare daripada mereka yang berperilaku hidup bersih dan sehat yang baik. Sinthamurniwaty
(2006) menunjukkan bahwa perilaku mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar merupakan
faktor protektif diare.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi program dan aplikasi sanitasi total berbasis
masyarakat (STBM). Program ini hanya terdapat di Indonesia karena produk dari Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia pada tahun 2008 dan mulai diterapkan sampai sekarang. Dunggio (2012) yang
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tentang penggunaan
jamban di desa modelomo Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango menemukan bahwa tingkat
pengetahuan responden “rendah”, penggunaan jamban “rendah”, sikap responden terhadap penggunaan
jamban “buruk” dan kondisi jamban “buruk”. Selanjutnya, Badu (2012) yang melakukan penelitian
tentang gambaran sanitasi dasar pada masyarakat nelayan di Kelurahan Pohe Kecamatan Hulonthalangi
Kota Gorontalo Tahun 2012 menemukan bahwa sanitasi dasar yang memenuhi syarat yaitu sarana
penyediaan air bersih, sarana jamban keluarga dan sarana pembuangan air limbah, sedangkan yang tidak
memenuhi syarat yaitu sarana pembuangan sampah.
Siregar (2010) menemukan bahwa bentuk kepedulian masyarakat dilakukan melalui perilaku
masyarakat yang selalu bertanggungjawab dan memperhatikan kepentingan orang lain, peran dan
tindakannya terlibat dalam 8 proses perbaikan sanitasi lingkungan dan kepedulian masyarakat dimotivasi
oleh peran pelopor yang memberikan pemahaman bagi masyarakat dalam perbaikan sanitasi lingkungan
permukiman kumuh di Kelurahan Matahalasan Kota Tanjungbalai. Budiman et al (2011) menemukan
bahwa ada hubungan signifikan penerapan STBM dengan dengan kejadian diare pada balita.
Gaffar (2010) menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi respon/sikap masyarakat dalam
penyediaan fasilitas sanitasi (MCK) di kawasan permukiman nelayan Kelurahan Takatidung Kabupaten
Polewali Mandar yaitu pengetahuan, kepuasan, pelibatan masyarakat (pemeliharaan, pengelolaan,
kontribusi). Yudo (2005) menemukan bahwa pengelolaan air minum berbasis masyarakat mulai dari
tahap identfikasi, pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan melibatkan peran aktif masyarakat
setempat.
Jauhar (2012) mengatakan bahwa setengah kepala keluarga dalam penelitiannya berperilaku kurang
dalam penggunaan jamban dan seluruh KK menggunakan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan
pasca metode pemicuan. Pebriani et al (2013) menemukan bahwa pengetahuan, sikap dan kondisi jamban
berhubungan dengan penggunaan jamban dan kejadian diare di Desa Tualang Sembilar Kecamatan
Bambel Kabupaten Aceh Tenggara. Menurut Masli (2010) bahwa ada hubungan antara pengetahuan,
sikap dan pendapatan dengan partisipasi sedangkan pendidikan tidak berhubungan dengan partisipasi.
Penelitian dari Sitepu (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petugas
pemadam kebakaran terhadap prosedur tetap pencegahan dan penanggulangan kebakaran gedung
Departemen Kesehatan RI tahun 2005 menemukan bahwa pelatihan, pengetahuan, tingkat pendidikan
dan lama kerja berhubungan dengan persepsi. Semenza et al (2008) tentang persepsi masyarakat tentang
perubahan iklim menemukan bahwa individu dengan perhatian yang tinggi, tingkat pendidikan lebih
tinggi dan berusia lebih muda berhubungan dengan persepsi publik tentang perubahan iklim.
Ha-Duong et al (2009) dalam penelitiannya tentang persepsi masyarakat tentang Carbon Capture &
Storage (CCS) di Perancis menemukan bahwa usia, jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan berkorelasi
penting dengan persepsi masyarakat tentang CCS. Connor (2010) melakukan penelitian bertujuan untuk
menguji faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi orang tentang teknologi gen, dimana data berasal dari
survey menggunakan email pada daerah berbahasa Jerman di Swiss (N=830). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tiga jenis pengetahuan yang berbeda secara substansial mempengaruhi persepsi
risiko atau manfaat yang dirasakan dari teknologi gen. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa
pengetahuan dan pengalaman yang menentukan persepsi orang tentang teknologi gen.
Doria (2010) yang membahas persepsi tentang kualitas air minum dari berbagai faktor dimana
ditemukan bahwa pengelola air dan pembuat kebijakan harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti
1)
estetis dalam hal ini segala sesuatu yang berhubungan dengan organoleptik (inderawi seperti perasa,
penciuman dan pendengaran) sering memainkan peran utama dan harus dikelola dengan hati-hati.
2)
pengalaman sebelumnya harus dipertimbangkan ketika merencanakan perubahan pada sistem pasokan
dan mengembangkan standar kualitas. 3)Strategi komunikasi yang dirancang dengan hati-hati harus
digunakan untuk berkomunikasi dengan konsumen, terutama yang berkaitan dengan perubahan
diramalkan dalam penyediaan dan selama acara mengganggu. Kellens et al (2011) yang melakukan
penelitian tentang persepsi masyarakat mengenai risiko banjir di daerah pantai Belgia menemukan bahwa
pengetahuan tentang persepsi risiko publik dianggap sebagai aspek penting dalam manajemen risiko
banjir modern seperti mengarahkan pengembangan strategi mitigasi banjir yang efektif dan efisien. Selain
itu, karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin, dan pengalaman dengan bahaya banjir sebelumnya
mempengaruhi persepsinya terhadap risiko banjir.
Tilburt et al (2011) yang mengidentifikasi 1.928 judul tentang persepsi risiko kanker yang menemukan
53 artikel memenuhi kriteria. Sebagian besar (92%) menggunakan desain observasional dan terfokus pada
perempuan (70%) dengan riwayat keluarga atau merenungkan tes genetik untuk kanker payudara. Dari 53
studi, 36 difokuskan pada pasien yang tidak memiliki pengujian genetik untuk risiko kanker, termasuk 17
studi pasien yang telah menjalani tes genetik untuk risiko kanker. Riwayat keluarga kanker, tes profilaksis
sebelumnya dan perawatan, dan usia yang lebih muda dikaitkan dengan persepsi risiko kanker.
Wang & Ha (2011) yang melakukan penelitian untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi pra-layanan Pendidikan (PE) guru Fisika tentang Teaching Games for Understanding (TGfU) di
Hong Kong. Faktor individu seperti pengetahuan permainan, keyakinan guru, pengalaman belajar dan
mengajar dan faktor sosial termasuk kebijakan pemerintah, dukungan guru dan budaya profesional
diidentifikasi sebagai pengaruh utama dalam persepsi guru tentang TGfU. Tura (2012) yang melakukan
penelitian tentang persepsi pasien terhadap mutu pelayanan Balai Pengobatan Umum Puskesmas dengan
kunjungan tinggi dan kunjungan rendah di Kota Jambi menemukan bahwa ada hubungan antara umur,
pendidikan dan sumber pembiayaan dengan persepsi mutu pelayanan
Hamzah (2013) melakukan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan persepsi pasien
terhadap perilaku caring perawat di Instalasi Perawat Inap RSU Massenrempulu Enrekang menemukan
bahwa adanya hubungan antara tingkat pendidikan, lama perawatan, dan faktor ekonomi pasien dengan
persepsi pasien. Supriyanto (2012) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat persepsi masyarakat penggunaan layanan UGD Rumah Sakit Haji Jakarta menemukan bahwa
adanya hubungan antara SDM dan lingkungan dengan persepsi.
Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional ialah faktor-
faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian,
jenis kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural ialah faktor di luar individu,
misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam
mempresepsikan sesuatu (Hamka 2002). Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa
persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu faktor perceiver, obyek yang
dipersepsi dan konteks situasi persepsi dilakukan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.
Noviansyah et al (2006) mengatakan bahwa pendidikan, pengetahuan, pengalaman, motivasi dan
sosialisasi berhubungan dengan persepsi masyarakat tentang Program Jaminan Kesehatan bagi
Masyarakat Miskin. Febrianti et al (2007) tentang analisis harapan dan persepsi konsumen terhadap
dimensi website hotel bintang lima di Surabaya menemukan bahwa persepsi konsumen berhubungan
dengan informasi yang diterima.

3. Determinan sosial
Salah satu indikator dalam determinan sosial yaitu tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan
menentukan pada tinggi rendahnya tingkat kemiskinan. Menurut BPS Kota Manado (2010), tingkat
kemiskinan di daerah pesisir dan kepulauan kota Manado termasuk tinggi, hal ini terlihat di kecamatan
Bunakan ditemukan sebanyak 1.353 rumah tangga miskin atau sekitar 23,8% dari jumlah rumah tangga di
kecamatan tersebut.
Tingginya jumlah keluarga miskin. Kemiskinan juga menjadi salah satu masalah di daerah pesisir
kota Manado. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa penilaian status kesehatan masyarakat salah
satunya dinilai dari tingkat pendapatan. Hal ini disebabkan karena dengan tingginya tingkat pendapatan
maka akses terhadap layanan kesehatan yang prima akan mudah diperoleh. Selain itu, tingginya
pendapatan dapat membuat masyarakat memodifikasi lingkungan rumah dan sekitarnya (termasuk jamban
dan sumur) sehingga sesuai dengan syarat yang ditentukan.
Determinan sosial-ekonomi kesehatan merupakan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi yang melatari
kehidupan seorang, yang mempengaruhi kesehatan. Cabang epidemiologi yang mempelajari hal ini yaitu
epidemiologi sosial. Epidemiologi sosial mempelajari karakteristik spesifik dari kondisi-kondisi sosial
dan mekanisme dari kondisi-kondisi sosial itu dalam mempengaruhi kesehatan. Epidemiologi sosial
mempelajari peran variabel di tingkat individu, misalnya, gender, umur, pendidikan, pekerjaan, kelas
sosial, status sosial, posisi dalam hirarki sosial. Selain itu, epidemiologi sosial juga mempelajari peran
variabel-variabel sosial, seperti kondisi kerja, pendapatan absolut wilayah, distribusi pendapatan,
kesenjangan pendapatan, perumahan, ketersediaan pangan, modal sosial, eksklusi sosial, isolasi sosial,
kebijakan kesehatan tentang penyediaan pelayanan kesehatan (misalnya, akses universal terhadap
pelayanan kesehatan), dan pembiayaan pelayanan kesehatan (misalnya, ketersediaan jaring pengaman
sosial) (Murti, 2010).
Determinan sosial kesehatan, seperti kemiskinan, ketiadaan akses terhadap pelayanan kesehatan,
kekurangan akses terhadap pendidikan, stigma, rasisme, bias gender, merupakan beberapa di antara
faktor-faktor penting yang melatari dan menyumbang terjadinya ketimpangan kesehatan. Sebagai contoh,
kebijakan publik yang tidak pro masyarakat miskin, ketidakadilan akses kepada pendidikan, dan
ketiadaan skema jaminan kesehatan yang melindungi risiko finansial dari pengeluaran kesehatan
katastrofik, merupakan faktor-faktor sosial di tingkat makro yang menyebabkan keluarga mengalami
kemiskinan struktural. Kemiskinan selanjutnya akan memaksa masyarakat miskin untuk hidup di
lingkungan tempat tinggal yang buruk, lingkungan hidup yang seadanya dan tidak sehat, lingkungan
tempat tinggal yang meningkatkan risiko terkena penyakit (Solar & Irwin, 2007).
Miller et al (2007) yang melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat tentang carbon
sequestration di Australia menemukan bahwa jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur dan pendapatan
mempengaruhi persepsi masyarakat. Hal ini terlihat bahwa dibandingkan dengan pria, wanita kurang
menerima Carbon Capture & Storage (CCS) dan lebih peduli tentang keselamatan, risiko dan efektivitas.
Namun ada hal-hal yang melatarbelakangi hal ini yaitu para perempuan lebih sering menjauhkan diri dari
memberikan pendapat. Selanjutnya, Faktor tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi dimana diperoleh
bahwa responden dengan pendidikan yang lebih lebih tinggi, lebih menyadari tentang gas rumah kaca dan
mendukung CCS. Faktor umur juga mempengaruhi persepsi masyarakat dimana responden yang lebih
muda lebih percaya bahwa penyedia informasi mengatakan kebenaran tentang CCS. Selanjutnya, jenis
pekerjaan atau posisi responden mempengaruhi persepsi. Hal ini terlihat pada responden yang memegang
posisi eksekutif atau pekerjaan intelektual yang lebih sering mendukung teknologi dibandingkan dengan
kategori pekerjaan lain. Hal ini juga berlaku untuk responden berdasarkan tingkat pendapatan dimana
responden dengan tingkat pendapatan tertinggi lebih sering mendukung teknologi dibandingkan dengan
kategori pekerjaan lain.
Penelitian dari Macedo et al (2012) tentang persepsi masyarakat terhadap pariwisata berkelanjutan
berbasis lingkungan yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor manusia yang mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan perencanaan kota untuk pariwisata ramah lingkungan di Polo Costa das
Dunas terletak di Rio Grande do Norte (Brazil). Hasil menunjukkan bahwa pengaruh politik yang positif
melalui keterlibatan yang lebih besar dari pejabat kota, fleksibilitas bagi walikota kota dapat
mempengaruhi persepsi masyarakat untuk mencapai dan mempertahankan secara efektif kesinambungan
pariwisata berkelanjutan.
Vignola et al (2013) yang melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat tentang perubahan iklim
yang mewakili masyarakat Kosta Rika menyatakan bahwa sebagian besar responden (> 85%) sangat
prihatin tentang perubahan iklim secara umum dan merasa dampaknya lebih mengkhawatirkan bagi
orang-orang terjauh (misalnya di negara maju negara atau di antara generasi mendatang). Di tingkat lokal,
responden merasa bahwa terjadi kekurangan makanan (10,5%) dan air (16,1%), kemiskinan (11,3%) dan
gelombang panas (11,7%) merupakan dampak yang paling diketahui dari perubahan iklim. Dalam
penelitian ini juga menemukan bahwa pemahaman tentang perubahan iklim mempengaruhi persepsi
mereka.

Kesimpulan
Masalah kesehatan di kota Manado sebagai salah satu kota pesisir negara berkembang di Asia Tenggara
dapat dibagi dalam 3 bagian besar yaitu determinan lingkungan, perilaku dan sosial. Hal ini menunjukkan
bahwa perlu adanya peran serta pemerintah dan masyarakat dalam upaya mengatasi masalah kesehatan
masyarakat.

Daftar Pustaka
Athena, S. M., Anwar, H.D., & Haryono,M. 2004. The Number of Total Coli and Escherichia coli/ Fecal
Coli in Refill Drinking Water Depot in Jakarta, Tangerang and Bekasi. Buletin Penelitian
Kesehatan Volume 32(4) hal 135-143
Badu, A. 2012. Gambaran Sanitasi Dasar Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pohe Kecamatan
Hulonthalangi Kota Gorontalo Tahun 2012. Public Health Journal. Vol 1(1): 1-5
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Manado. 2010. Manado in Figures. Pemerintah
Manado
Badan Pusat Statistik Kota Manado. 2010. Manado dalam Angka 2010. Manado
Budiman, B., Juhaeriah, J., Abdilah, A.D., dan Yuliana, B. 2011. Hubungan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi
Utara. Prosiding SNaPP: Sains, Teknologi, dan Kesehatan. Vol 2(1) (online) diakses dari
http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/Sains/article/view/50#.UkDmnNJBKoU pada 17
Juni 2013
Collins, M., S. An, W. Cai, A. Ganachaud, E. Guilyardi, F. Jin, M. Jochum, M. Lengaigne, S. Power, A.
Timmermann, G. Vecchi & A. Wittenberg. 2010. The impact of global warming on the tropical
Pacific Ocean and El Nino. Nature Geoscience. Vol. 3 : 391-397
Connor, M. 2010. Factors Influencing People’s Acceptance of Gene Technology: The Role of
Knowledge, Health Expectations, Naturalness, and Social Trust. Science Communication. Vol.
32 (4): 514-538
Dinas Kesehatan Kota Manado. 2010. Prevalensi 5 Penyakit Lingkungan. Bidang Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Manado
Doria, M.F. 2010. Factors influencing public perception of drinking water quality. Water Policy. Vol 12
No 1 pp 1–19 (online) http://www.iwaponline.com/wp/01201/wp012010001.htm
Dunggio, N.C.D. 2012 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tentang penggunaan
jamban di desa modelomo Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango.Fakultas Ilmu
Kesehatan dan Keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo.
Efriani, E. 2008. Hubungan Antara Penggunaan Sumber Air dan Kebiasaan PHBS dengan Kejadian
Diare di Desa Sawahan Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2008. (online)
diakses dari http://etd.eprints.ums.ac.id/2749/1/J410040014.pdf pada 04 Oktober 2013
Febrianti, E., I.E. Setyawan & S. Thio. 2007. Analisis Harapan Dan Persepsi Konsumen Terhadap
Dimensi Website Hotel Bintang Lima Di Surabaya. Jurnal Manajemen Perhotelan. Vol. 3(2):
102-113
Gaffar, A. 2010. Respon Masyarakat Terhadap Penyediaan Fasilitas Sanitasi (MCK) di Kawasan
Permukiman Nelayan Kelurahan Takatidung Kabupaten Polewali Mandar. Masters Tesis.
Universitas Diponegoro
Ha-Duong, M., Nadaı, A., & Campos, A.S. 2009. A survey on the public perception of CCS in France.
International Journal of Greenhouse Gas Control. Vol. 3 (2009): 633–640
Hamka, M. 2002. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan Kerja dengan Motivasi Berprestasi.
Universitas Muhammadiyah Fakultas Psikologi. Surakarta
Hamzah, H. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Pasien Terhadap Perilaku Caring Perawat
Di Istalasi Perawat Inap RSU Massenrempulu Enrekang. Media Keperawatan. 1(2): 10-15
Hendrawan, D. 2010. Kualitas air sungai dan situ di DKI Jakarta. Makara of Technology Series. Vol.
9(1): 5-12
Ijong, F.G., 2004. Laju Oksidasi Merkuri oleh Thiobacillus Diisolasi dari Perairan Pantai Teluk Manado.
Seminar Nasional Hasil Penelitian Dasar, Ditjen-DIKTI DIKNAS, Jakarta
Indosiar. 2009. Manado dilanda Banjir: Ratusan warga Mengungsi. Diakses dari
http://www.indosiar.com/fokus/manado-dilanda-banjir_59985.html pada 27 September 2013
Jauhar, M. 2012. Gambaran Perilaku Masyarakat Tentang Penggunaan Jamban Dan Kondisi Jamban
Pasca Metode Pemicuan Di Desa Pamulihan Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut. Skripsi.
Universitas Padjadjaran. Fakultas Ilmu Keperawatan (online) diakses dari
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/126651/# pada 27 September 2013
Kellens, W., Zaalberg, R., Neutens, T., Vanneuville, W., & De Maeyer, P. 2011. An Analysis of the
Public Perception of Flood Risk on the Belgian Coast. Risk Analysis. Vol. 31(7): 1055–1068
Kompas. 2013. Manado Kembali Terendam Banjir. Edisi Sabtu, 20 Juli 2013 11:34 WIB. Diakses dari
http://regional.kompas.com/read/2013/07/20/1134312/Manado.Kembali.Terendam.Banjir pada
27 September 2013
Lasut, M.T., Jensen, K.R., Arai, T., Miyazaki, N., 2005. An assessment of water quality along the rivers
load to the Manado Bay, North Sulawesi, Indonesia. Coastal Marine Science 29(2): 124-132.
Lasut, M.T. 2010. The Status of Wastewater Management in The City of Manado, North Sulawesi,
Indonesia: Community’s Environmental Knowledge and Attitude. Jurnal Lasallian 7(1): 65-80
Lensun, M., & Tumembouw, S.S. 2013. Tingkat pencemaran air sungai Tondano di Kelurahan Ternate
Baru Kota Manado. E-Journal Budidaya Perairan. Vol. 1(2): 10-19
Macedo, R. F., Medeiros, V. C. F. de A., & Enders, W. T. 2012. Human factors that influence the success
or failure of environmentally sustainable tourism: public perception of managers of the Pólo
Costa das Dunas do Rio Grande do Norte-Brazil. Journal of Estudios y Perspectivas en Turismo.
Vol. 21(6): 1433-1455 (online)
http://www.estudiosenturismo.com.ar/PDF/V21/N06/v21n6a05.doc.pdf
Marwati, N.M., N.K. Mardani dan I.K. Sundra. 2007. Kualitas Air Sumur Gali dan Perilaku Masyarakat
di Wilayah Puskesmas Denpasar Selatan. Jurnal Ecotrophic Volume 3(2) hal 55-60
Masli, J., Suwarni, A., dan Suharman. 2010. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengadaan Jamban
Keluarga melalui Community Lead Total Sanitation. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. Vol
26 (3) diakses dari http://www.berita-kedokteran-
masyarakat.org/index.php/BKM/article/view/229 pada 27 September 2013
Maunsada, A. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kandungan Escherichia coli pada Air
Sumur Gali di Kelurahan Tuminting Kecamatan Tuminting Kota Manado Tesis. Unpublished.
Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado
Meinshausen, M., N. Meinshausen, W. Hare, S.C.B. Raper, K. Frieler, R. Knutti, D.J. Frame & M.R.
Allen. 2009. Greenhause-gas emission targets for limiting global warming to 2oC. Nature. Vol.
458: 1156-1162
Miller, E., Bell, L., Buys, L., 2007. Public perception of carbon sequestration in Australia: socio-
demographic predictors of knowledge, engagement and trust. Australian Journal of Emerging
Technologies and Society. Vol. 5 (1), 15–33
Misran, 2002. Aplikasi Teknologi Berbasisikan Membran Dalam Bioteknologi Kelautan: Pengendalian
Pencemaran (http://library.usu.ac.id, diakses 23 maret 2007)
Murti, B., 2010. Determinan Sosio-Ekonomi, Modal Sosial, dan Implikasinya Bagi Kesehatan
Masyarakat. Pidato Guru Besar Universitas Sebelas Maret Solo
Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta
Noviansyah, Kristiani & Dewi, F.S.T. 2006. Persepsi masyarakat terhadap Program Jaminan Kesehatan
bagi Masyarakat Miskin. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 22(3): 115-123
Pebriani, R. A., Dharma, S., & Naria, E. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan
Jamban Keluarga Dan Kejadian Diare Di Desa Tualang Sembilar Kecamatan Bambel Kabupaten
Aceh Tenggara Tahun 2012. Lingkungan dan Kesehatan Kerja. Vol. 2(3)
Rahman, A & Kairoh, L.W. 2012. Penentuan tingkat pencemaran sungai di Desa Awang Bangkal
berdasarkan Nutrition Value Coeficient dengan menggunakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus
Linn.) sebagai Bioindikator. Ekosains. Vol. 4(1): 10-19
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Riset kesehatan dasar tahun 2010. Jakarta
Sarudji, D. 2006. Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama. Media Ilmu. Surabaya
SCTV. 2010. Pontianak dan Manado Terendam Banjir. Edisi 10/12/2010 23:11. Diakses dari
http://news.liputan6.com/read/310823/pontianak-dan-manado-terendam pada 27 September
2013
Semenza, J. C., Wilson, D. J., Parra, J., Bontempo, B. D., Hart, M., Sailor, D. J., & George, L. A. 2008.
Public perception and behavior change in relationship to hot weather and air
pollution. Environmental Research, Vol. 107(3), 401-411
Sinthamurniwaty. (2006) Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus di
Kabupaten Semarang). http://eprints.undip.ac.id/15323/1/SINTAMURNIWATYE4D002073.pdf
diperoleh 23 April 2011
Siregar, T.J. 2010. Kepedulian Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi Lingkungan Permukiman Kumuh
Di Kelurahan Matahalasan Kota Tanjungbalai. Masters Tesis. Universitas Diponegoro
Sitepu, B. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Petugas Pemadam Kebakaran terhadap
Prosedur Tetap Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Gedung Departemen Kesehatan RI
tahun 2005. (online)
http://grey.litbang.depkes.go.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-res-2007-
budimansit-2378
Solar, O. and Irwin, A. 2007. A conceptual framework for action on the social determinants of health.
Discussion paper for the commission on social determinants of health. WHO Commission on
Social Determinants f Health. (online) Diakses dari
http://www.who.int/social_determinants/resources/csdh_framework_action_05_07.pdf pada 10
September 2013
Subagijo. (2006) Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare Yang Beobat
ke Puskesmas Purwokerto Barat Tahun 2006. http://eprints.undip.ac.id/4599/1/2815.pdf
diperoleh 20 April 2011
Sumampouw, O.J. 2008. Tingkat Pencemaran Bakteri Polusi di Pesisir Pantai Manado. Media Kesehatan
Jurnal Kesehatan Masyarakat Unsrat. Vol. 2(1): 1-8
Sumampouw, O.J. and Y. Risjani. 2014. Bacteria as Indicators of Environmental Pollution: Review.
International Journal of Ecosystem. 4(6): 251-258
Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Wilayah Pesisir Tropis.
Gramedia Pustaka. Jakarta
Supriyanto, E. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Persepsi Masyarakat Penggunaan
Layanan UGD Rumah Sakit Haji Jakarta. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas
Muhammadiah Jakarta
Tatangindatu, F., Kalesaran, O., & Rompas, R. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal
Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. E-Journal Budidaya
Perairan. Vol. 1(2): 1-10
Tilburt, J.C., James, K.M., Sinicrope, P.S., Eton, D.T., Costello, B.A., Carey, J., Lane, M.A., Ehlers,
S.L., Erwin, P.J., Nowakowski, K.E., & Murad, M.H. 2011. Factors Influencing Cancer Risk
Perception in High Risk Populations: A Systematic Review. Hereditary Cancer in Clinical
Practice. Vol. 9(2) (online) http://www.hccpjournal.com/content/9/1/2
Tribun Manado. 2011. Banjir dan Longsor Kembali Terjang Manado. Edisi Senin, 21 Februari 2011
23:56 WIB. Diakses dari http://www.tribunnews.com/regional/2011/02/21/banjir-dan-longsor-
kembali-terjang-manado pada 27 September 2013
Tura, Y.F. 2012. Persepsi pasien terhadap mutu pelayanan Balai Pengobatan Umum Puskesmas dengan
kunjungan tinggi dan kunjungan rendah di Kota Jambi. Tesis. Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Universitas Gadjah Mada
Wang, L & Ha, A.S. 2011. Factors influencing pre-service teachers' perceptionof teaching games for
understanding: a constructivist perspective. Sport, Education and Society. Vol. 17(2): 261-280
Vignola, R., Klinsky, S., Tam, J., & McDaniels, T. 2013. Public perception, knowledge and policy
support for mitigation and adaption to Climate Change in Costa Rica: Comparisons with North
American and European studies. Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change. Vol.
18(3): 303-323 (online) http://link.springer.com/article/10.1007/s11027-012-9364-8
Voice of America. 2013. Tanah Longsor dan Banjir di Manado, 25 orang meninggal dunia. Edisi Sabtu,
28 September 2013 Waktu Washington, DC: 03:30. Diakses dari
http://www.voaindonesia.com/content/tanah-lonsor-dan-banjir-di-manado-25-
meninggal/1605790.html pada 27 September 2013
Yudo, S., & Said, N.I. 2011. Masalah Pencemaran Air di Jakarta, Sumber dan Alternatif
Penanggulangannya. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 2(2): 33-40

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai