Anda di halaman 1dari 14

j.

Perpajakan
Pajak adalah salah satu kewajiban, yang harus dibayarkan oleh wajib pajak,
termasuk Apotek, kepada pemerintah menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pajak diperoleh dari sebagian harta kekayaan dan penghasilan yang
diserahkan kepada negara untuk kepentingan masyarakat (Hartini dan Sulasmono,
2007). Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1994, bahwa pemungutan pajak di
Indonesia berdasarkan sistem self assessment, yakni setiap wajib pajak mempunyai
kewajiban:
1. Mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak di wilayah mana wajib pajak
berkedudukan atau bertempat tinggal.
2. Menghitung sendiri pajak yang terhutang dan membayar dengan menyetor
melalui pemotongan atau pungutan oleh pihak lain.
3. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Beberapa istilah yang menyangkut pajak yaitu:


1. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan
perundangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan atau pemotongan pajak tertentu.
2. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan barang dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan menghasilkan barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak terwujud, melakukan usaha jasa.
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunkana sesuai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan dan kewajiban perpajakannya.

Perpajakan merupakan salah satu masalah yang penting dalam menjalankan


sebuah badan usaha Apotek. Hal ini dikarenakan apabila tidak memenuhi
kewajiban untuk membayar pajak tersebut, maka akan dikenakan sanksi. NPWP
mutlak diperlukan dalam pendirian Apotek karena merupakan salah satu

4
penyumbang pajak di negara kita. Seorang APA yang akan mencari NPWP,
sebelumnya harus memperoleh izin tempat usaha terlebih dahulu. Apabila izin
tempat usaha sudah diperoleh, Maka dapat diperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) dan NPWP. Setelah mendapat NPWP maka perusahaan wajib membayar
pajak dan melapor tiap bulannya ke kantor pajak.

Berdasarkan kelompoknya pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu:


1. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak
yang bersangkutan, dan
2. Pajak tak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dilimpahkan pada
pihak lain, misalnya PPN, materai (Hartini dan Sulasmono, 2007).

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Apotek mengacu kepada


Undang-Undang RI No.6 tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang RI No.17 tahun 2000 yaitu:
1. Tahun pajak
Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun
kalender.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
NPWP adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal identitas diri atau identitas wajib
pajak.
3. Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
SPT adalah surat yang oleh wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut
ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Secara garis besar
SPT dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang
dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat (tiap bulan). Surat Setoran

5
Pajak (SSP) atau SPT masa macam pajak lainnya, PPh pasal 21, PPh
pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 25 dan PPh pasal 26.
b. SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak terutang dalam suatu
tahun pajak. Ada beberapa jenis SPT Tahunan, yaitu: badan, orang
pribadi (perseorangan). Saksi terhadap keterlambatan atau tidak
menyampaikan SPT adalah denda sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh
ribu rupiah) untuk SPT masa dan denda sebesar Rp. 100.000,00 (seratus
ribu rupiah) untuk SPT Tahunan.
4. Surat Setoran Pajak (SSP)
SSP adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui
Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Pemerintah atau tempat
pembayaran yang ditunjuk Menteri Keuangan.
5. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21
PPh 21 mengatur pajak pribadi atau perorangan. Besarnya PPh 21
adalah berdasarkan penghasilan netto dikurangi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP). Pajak yang ditanggung oleh pemerintah sebesar 5%,
dikurangi dengan PTKP. Apotek juga wajib membayarkan pajak
penghasilan (omset) per tahun sebesar 1% dari omset per tahun yang
dibayarkan pada tahun berikutnya. Hal ini sesuai dengan pph pasal 4 ayat
2, besarnya PTKP ditunjukkan pada Tabel I.

Tabel I. Tarif PTKP


Jenis PTKP Setahun Sebulan

Wajib pajak Rp. 24.300.000,00 Rp. 2.025.000,00


Tambahan untuk wajib pajak
Rp. 2.025.000,00 Rp. 168.750,00
yang kawin
Tambahan untuk seorang istri
yang mempunyai penghasilan
Rp. 24.300.000,00 Rp. 2.025.000,00
dari usaha atau pekerjaan yang
tidak ada hubungannya dengan

6
usaha atau pekerjaan suami atau
anggota keluarga lainnya
Tambahan untuk setiap anggota
keluarga yang sedarah, paling Rp. 2.025.000,00 Rp. 168.750,00
banyak 3 orang

6. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23


PPh 23 mengatur pajak bagi Apotek yang berbentuk badan usaha.
PPh pasal 23 adalah pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan
berupa deviden, bunga royalti, sewa, hadiah, penghargaan dan imbalan jasa
tertentu. Besarnya PPh 23 adalah deviden dikenai 15% dari keuntungan
yang dibagikan.

7. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25


PPh 25 mengatur pajak pribadi maupun badan usaha. PPh 25 adalah
pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan sebesar 1/12 dari pajak
keuntungan bersih tahun sebelumnya, angsuran pajak yang dilakukan oleh
Wajib Pajak sendiri dari pajak keuntungan bersih tahun sebelumnya
(dihitung berdasarkan neraca laba-rugi sehingga dapat diketahui sisa hasil
usaha atau keuntungan). PPh 25 ini dibayarkan dalam bentuk SPT masa dan
SSP setiap bulan.

Tarif PPh orang pribadi atau badan berdasarkan Undang-Undang RI No.36


tahun 2008 adalah sebagai berikut:
1. PPh Pribadi/Perseorangan
Perhitungan PPh pribadi dapat dicari melalui dua cara, yaitu dengan
pembukuan (membuat neraca rugi laba) dan menggunakan norma (dapat
dilakukan bila omset kurang dari Rp. 4.800.000.000,00/tahun). Tarif pajak
PPh pribadi/perseorangan dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Tarif Pajak Pribadi


Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

7
Sampai dengan Rp. 50 Juta 5%
> Rp. 50 Juta – Rp. 250 Juta 15%
> Rp. 250 Juta – Rp. 500 Juta 25%
> Rp. 500 Juta 30%

Perhitungan berdasarkan norma dibagi menjadi dua, yaitu:


a. Menurut wilayah:
1) Ibukota Provinsi (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar dan
Pontianak) terkena pajak sebesar 30%.
2) Ibukota Provinsi lain terkena pajak sebesar 25%.
3) Kabupaten lainnya terkena pajak sebesar 20%.
b. Menurut jenis usaha: berdasarkan Dirjen Pajak, Apotek termasuk
dalam golongan pedagang eceran barang-barang industri kimia,
bahan bakar, minyak dan pelumas, farmasi dan kosmetika (kode
62430).
2. PPh Badan
PPh Badan dilakukan dengan pembukuan (membuat neraca rugi
laba) dihitung berdasarkan keuntungan bersih dikalikan tarif pajak. Tarif
pajak badan dapat dilihat pada Tabel III.

Tabel III. Tarif Pajak Badan


Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50 Juta 10%
> Rp. 50 Juta - Rp. 100 Juta 15%
> Rp. 100 Juta 30%

3. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 28


Apabila jumlah pajak terhutang lebih kecil daripada jumlah kredit
pajak maka setelah dilakukan pemeriksaan kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan PPh pasal 28.
4. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 29
Apabila jumlah pajak terutang untuk 1 tahun pajak lebih besar dari
jumlah kredit pajak maka harus dilunasi dengan PPh pasal 29.

8
5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dibayarkan dari 10% penjualan dikurangi
pajak masukan. Pajak pertambahan nilai disetorkan paling lambat tanggal
15 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.
6. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak atas tanah dan bangunan Apotek. Besarnya pajak
ditentukan oleh luas tanah dan bangunan Apotek.
7. Pajak Reklame
Pajak reklame dikenakan terhadap pemasangan papan nama.
Adapun besarnya tergantung lokasi Apotek, besarnya papan nama, jalan
termasuk kelas 1, kelas 2, kelas 3, lingkungan perumahan, pendidikan atau
bisnis. Pajak tersebut dibayarkan satu tahun sekali.
8. Pajak Pertambahan Nilai Pedagang Eceran (PPN PE)
Dibayarkan sebesar 2% dari omset jika Apotek merupakan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan penghasilan lebih dari Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) perbulan atau lebih dari Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) pertahun.
9. Pajak barang inventaris
Dikenakan terhadap kendaraan bermotor milik Apotek.

Pada bulan juni tahun 2013 terdapat perubahan tentang perhitungan pajak
Apotek yang tertera pada PPh pasal 4 ayat 2 yang menyatakan bahwa pajak Apotek
dihitung 1% dari omset Apotek.

K. Pelayanan KIE dan Pharmaceutical Care


Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan
tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat
dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan
masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan
adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug
oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient

9
oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan
tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian untuk meningkatakan kuliatas hidup pasien.Sebagai konsekuensi
perubahan orientasi tersebut, Apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien.

Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter,


farmasis dan penyelenggara pelayanan kesehatan. Proses ini merupakan proses yang
harus ditingkatkan terus menerus agar penggunaan obat yang menjadi tanggung jawab
bersama antara tenaga farmasis, tenaga kesehatan lain dan pasien memperoleh keluaran
terapi yang optimal. Farmasis memberikan jaminan agar obat yang diberikan adalah
obat yang benar dan diperoleh maupun diberikan dengan benar dan pasien
menggunakannya dengan benar. Segala keputusan profesional farmasis didasarkan
pertimbangan atas kepentingan pasien dan aspek ekonomi yang menguntungkan
pasien.
1. Konseling, Informasi dan Edukasi
Konseling merupakan proses komunikasi dua arah yang sistematik
antara Apoteker dengan pasien/keluarga pasien untuk mengidentifikasi dan
memecahakan masalah berkaitan dengan obat dan pengobatan. Konseling
obat sebagai salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap muka atau
wawancara, merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian dalam
usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien dalam
penggunaan obat. Apoteker baik di rumah sakit maupun di sarana pelayanan
kesehatan lainnya berkewajiban menjamin bahwa pasien mengerti dan
memahami serta patuh dalam penggunaan obat sehingga diharapkan dapat
meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Oleh karena itu, Apoteker
perlu mengembangkan keterampilan dalam menyampaikan informasi dan
memberi motivasi agar pasien mematuhi dan memahami penggunaan
obatnya terutama untuk pasien-pasien geriatri, pediatri dan dan pasien-
pasien yang menggunakan obat dalam jangka waktu lama terutama dalam

10
penggunaan obat-obat tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma
dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan. Berikut adalah tahapan kegiatan konseling yang harus
dilakukan oleh seorang apoteker:
a. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien.
b. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
c. Memberi tiga pertanyaan kunci tentang pemahaman pasien tentang
penggunaan obat seperti:
1) Apa yang telah dokter sampaikan memgenai obat ini ?
2) Apakah dokter sudah menjelaskan cara pemakaian obat ?
3) Apa yang diharapkan dari pengobatan ini ?
4) Memperagakan dan menjelaskan terkait obat yang digunakan
seperti cara oenggunaan dan penyimpanan obat yang baik.
5) Melakukan verifikasi kepahaman pasien terhadap informasi yang
telah disampaikan.
Selain konseling, pemberian informasi dapat dilakukan dengan
promosi dan edukasi. Promosi merupakan kegiatan pemberdayaan
masyarakat dengan memberikan inspirasi untuk meningkatkan motivasi
masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri.
Edukasi merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan
memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil
keputusan bersama pasien setelah mendapatkan informasi, untuk
tercapainya pengobatan yang optimal. Apoteker harus memberikan edukasi
dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apabila masyarakat ingin
mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan, dengan
memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus berpartisipasi secara
aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster,
penyuluhan dan lain-lain (Anonim, 2004).
2. Pengobatan Sendiri (Self Medication)

11
Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan mengobati diri
sendiri dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas tebatas)
yang dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung
arti bahwa walaupun oleh dan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus
dilakukan secara rasional. Pemerintah juga turut berperan serta dalam
meningkatakan upaya pengobatan sendiri dengan mengeluarkan keputusan
menteri kesehatann no. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang obat wajib
apotek (OWA) yang merupakan obat keras yang dapat diserahkan tanpa
resep dokter oleh apoteker di apotek. Menurut peraturan menteri kesehatan
no, 919/Menkes/PER/X/1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan
tanpa resep dokter, arus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia
2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.
2. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan
resiko akan kelanjutan penyakit.
3. penggunaan tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. penggunaannya diperlikan untuk penyakit yang prevalensinya
tinggi di indonesia.
5. obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat
untuk pengobatan sendiri, yaitu:
a. Pengobatan yang digunakan harus terjamin keamanan, kualitas dan
keefektifannya.
b. Pengobatan yang digunakan diindikasikan untuk kondisi yang dapat
dikenali sendiri dan untuk beberapa macam kondisi kronis dan tahap
penyembuhan (setelah diagnosis medis awal). Pada seluruh kasus, obat
harus didesain spesifik untuk tujuan pengobatan tertentu dan
memerlukan bentuk sediaan dan dosis yang benar.

12
Untuk mewujudkan asuhan kefarmasian (pharmaceutical care)
dalam pelayanan pengobatan sendiri digunakan metode WWHAM. Metode
WWHAM terdiri dari:
a. Who is it for ? (Siapa yang sakit)
b. What are the symptoms ? (Apa gejalanya)
c. How long have the symptoms ? (Sudah berapa lama gejala diderita)
d. Action taken so far ? (Tindakan yang sudah dilakukan)
e. Medication being taken ? (Obat yang sudah digunakan)
3. Pelayanan Residensial (Home Care)
Pelayanan residensial (home care) adalah pelayanan Apoteker
sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi
kronis lainnya. Apoteker harus membuat medication record untuk
mengetahui riwayat pasien sehingga mempermudah pelaksanaan home
care. Tujuan dilaksanakannya home care adalah untuk memonitoring
penggunaan obat oleh pasien. Melalui kegiatan ini pasien mendapatkan
pelayanan kefarmasian secara optimal sehingga kualitas hidup pasien
meningkat. Jenis pelayanan Home Care yang dapat dilakukan Apoteker
meliputi:
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan.
b. Identifikasi kepatuhan pasien.
c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian suppositoria dan penyimpanan insulin.
d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum.
e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien.
f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah.

L. Evaluasi Apotek
Beberapa evaluasi yang dilakukan di Apotek adalah:

13
1. Evaluasi terhadap mutu manajerial
Metode evaluasi terhadap mutu manajerial, meliputi:
a. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas
pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan
dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang
dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai,
mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan kefarmasian secara
sistematis. Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap proses dan hasil pengelolaan. Contoh:
1) Audit sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
lainnya (stock opname).
2) Audit kesesuaian SPO.
3) Audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba).

Audit/analisis keuangan dapat dijadikan dasar evaluasi


kemajuan Apotek meliputi:
1) Ratio Likuiditas. Mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar hutang-hutangnya pada tanggal pembayarannya.
2) Ratio Leverage. Mengukur sampai dimana perusahaan telah
dibiayai oleh hutang.
3) Ratio Aktifitas. Mengukur sampai dimana efektifnya suatu
perusahaan menggunakan sumber-sumber daya.
4) Ratio Keuntungan. Ratio ini memberikan jawaban yang terakhir
mengenai efektifitas manajemen dari suatu perusahaan.
Dengan analisa keuangan dapat diketahui keadaan Apotek dan
sebagai dasar evaluasi kemajuan Apotek. Perbandingan (ratio) yang
sering digunakan untuk evaluasi adalah:
1) Persentase laba bersih terhadap omzet penjualan disebut margin,
dari perbandingan dapat diperoleh gambaran efisiensi Apotek.
Rumus:

14
Laba Bersih
Margin = 𝑥 100%
Omzet

2) Membandingkan dengan ratio tahun lalu untuk melihat


perkembangan Apotek dan dapat memberikan peringatan untuk
perbaikan.
Rumus:
Omzet tahun ini
Ratio = Omzet tahun lalu

3) Persentase laba bersih terhadap jumlah laba aktiva (modal) disebut


Return On Investment (ROI).
Rumus:
Laba Bersih
ROI = Total Investasi 𝑥 100%

4) Mengetahui besarnya penjualan selama setahun dibandingkan


dengan aktiva perusahaan, disebut perputaran aktiva atau Assets
Turn Over.
Rumus:
Penjualan Setahun
Perputaran Aktiva = Modal

5) Mengetahui besarnya perbandingan nilai pembelian barang yang


terjual selama setahun dengan nilai rata-rata persediaan barang
(inventory), disebut perputaran barang dagangan.

6) Analisa BEP
Analisa BEP adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari
hubungan antara biaya tetap, biaya variabel dan laba.
Rumus:
𝐹𝑖𝑥 𝐶𝑜𝑠𝑡
BEP = 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑙𝑒 𝐶𝑜𝑠𝑡
(1− )
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒

15
Berdasarkan hasil evaluasi dapat diketahui apakah pengelolaan
Apotek sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan apabila terjadi
penyimpangan dapat diketahui sejak dini sehingga dapat dilakukan
perbaikan, serta dipergunakan sebagai dasar perencanaan yang kegiatan
yang akan datang dan penentuan kebijakan.
b. Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan pelayanan
kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar. Review dilakukan oleh
Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap pengelolaan sediaan
farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan. Contoh:
1) Pengkajian terhadap obat fast/slow moving
2) Perbandingan harga obat
c. Observasi
Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan sediaan farmasi.
Contoh:
1) Observasi terhadap penyimpanan obat
2) Proses transaksi dengan distributor
3) Ketertiban dokumentasi
2. Evaluasi terhadap mutu pelayanan farmasi klinik
Metode evaluasi terhadap mutu pelayanan farmasi klinik, meliputi:
a. Audit
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap proses dan hasil pelayanan farmasi klinik. Contoh:
1) Audit penyerahan Obat kepada pasien oleh Apoteker
2) Audit waktu pelayanan
b. Review
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring
terhadap pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya yang
digunakan. Contoh: review terhadap kejadian medication error.

16
c. Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.
Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap
mutu pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau
wawancara langsung. Contoh: tingkat kepuasan pasien.
d. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses
dengan menggunakan cek list atau perekaman. Observasi dilakukan
oleh berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruhproses pelayanan
farmasi klinik. Contoh: observasi pelaksanaan SPO pelayanan.

Indikator evaluasi terhadap mutu pelayanan farmasi klinik, meliputi:


a. Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari medication error
b. Standard Operating Procedure (SOP) untuk menjamin mutu pelayanan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
c. Lama waktu pelayanan non-Resep antara 15-30 menit
d. Keluaran pelayanan kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan
penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit,
pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat
perkembangan penyakit (Anonim, 2014).

17

Anda mungkin juga menyukai