dan
konservasi berkelanjutan
Oleh:
Prof.Dr.Ir. SunjotoDip.HE, DEA.
(LECTURE NOTE)
1. PENDAHULUAN
a. Deskripsi
1).Asal kata
2). Terminology
b.Infrastruktur
1).Definisi
(2002) lebih jelas mendefinisikannya bahwa prasarana dan Sarana merupakan bangunan
dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-
sama dalam suatu ruang yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman
dan dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup
dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan
kehidupannya.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 2
2). Komponen infrastruktur
Dari kedua belas komponen dapat dikelompokkan kedalam tujuh group infrastruktur
(Suripin, 2004):
Kelompok sarana transportasi meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun kereta
Kelompok bangunan kota, pasar, dan sarana olah raga terbuka ( outdoor sports)
Kelompok telekomunikasi.
mengalirkan (delivery), mengolah (treatment) dan membuang (disposal) dari buangan air
limbah baik dari domestik, komersial, perkantoran, industri maupun sosial. Jumlah air
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 3
Water irrigation system
Sistem air irrigasi adalah mulai dari penangkap ( intake), mengalirkan (delivery),
membagi (distribution), menggenangi sawah. Saluran drainasi makin kehilir makin kecil
dimensinya karena debit air yang dialirkan semakain kecil kehilir. Berbeda dengan
saluran drainase yang semakin kehilir semakin besar dimensinya karena debit air
semakin bertambah. Persoalan lain adalah elevasi saluran irigasi lebih tinggi dari lahan
sekitar dan sebaliknya saluran drainase selalu lebih rendah dari lahan sekitar, hingga
perubahan daerah irigasi menjadi daerah hunian akan banyak masalah berkaitan dengan
channel system drainage dan solusinya adalah dengan recharge system drainage.
Drainase Perkotaan
Kata drainase berasal dari drainage (ing, fra) yang secara umum berarti ’mengalirkan,
menguras, membuang atau mengalihkan air’. Hampir semua kota-kota di negara maju
terutama yang intensitas hujannya rendah pada umumnya Urban Drainage System nya
atau penanganan air hujan dan air limbahnya dalam satu saluran untuk bersamaan.
Artinya saluran air limbah dan saluran air hujan cukup satu tanpa dipisahkan hingga
pada saat hujan sering terjadi bahwa air dari treatment plant yang belum sempurna
terdekomposisi bahan organiknya telah terdorong keluar masuk kebadan air akibat
tambahan air hujan, yang biasanya bila hujan terjadi terlalu lebat. Sistem ini biasanya
banyak digunakan di daerah subtropis karena curah hujan relative kecil. Sedangkan
untuk daerah tropis biasanya dengan saluran tepisah antara air limbah dengan air hujan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 4
2. MASHAB DALAM TEKNIK DRAINASE
Terjadinya genangan di daerah urban akibat dari urbanisasi yaitu (Gambar 1&3):
Luas bidang infiltrasi berkurang
topografi tak memungkinkan. Pada umumnya dilaksanakan dengan melalui parit, sungai
dan akhirnya ke laut dan cara ini telah dilaksanakan dan mendominasi sejak zaman
dahulu kala sampai saat ini. Kajian utama adalah menetapkan arah aliran dan menghitung
dimensi bangunan-bangunan tersebut diatas terutama dimensi saluran. Mashab ini juga
disebut dengan Channel System Drainage. Konsepnya seperti tertera dalam Gambar 1.
Untuk suatu daerah yang tidak dilengkapi dengan system resapan air hujan air akan
tumpah ke saluran drainasi dan meluap ke jalan seperti Gambar 2, dan dampak
positifnya mulai 4 tahun terakhir ini telah dicanangkan Kampus UGM Zero Waste dan
Zero Runoff.
Berbagai hal tentang bangunan ini adalah:
1). Terbentuknya
Alamiah : sungai (Natural Drainage)
Buatan : selokan (Artificial Drainage)
2). Letak Bangunan
Drainase Permukaan (Surface Drainage)
: Permukiman, jalan, lapangan terbang
Drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage)
: Lapangan sepak bola, taman, lapangan olah raga lainnya
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 5
3). Fungsi
Satu Fungsi (Single purpose)
Banyak Fungsi (Multi Purpose)
4). Konstruksi
Saluran Terbuka
Saluran Tertutup
Gambar 1. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi (Prince, lecture note,
1997)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 6
Gambar 2. Banjir di daerah Jl. Dago kota Bandung (Sumbangan dari Prof.Dr. Otto
Soemarwoto) dan di gerbang kampus UGM.
dikembangkan mulai tahun 1980an ketika masalah lingkungan hidup menjadi perhatian
global dengan dimulainya era sustainable development (Usul Wakil Swedia pada 28 Mei
1968 di PBB; Realisasinya pada 5-16 Juni 1972 diadakan United Nation Confrerence on
the Human Environment di Stockholm; Pada 3-14 Juni 1992 Konferensi Tingkat Tinggi
Bumi di Rio de Janeiro; Pada 2002 di adakan KTT Rio + 10 di Johanesburg; dan sebagai
Bangunannya berupa Sumur Peresapan Air Hujan, Parit Peresapan Air Hujan maupun
Taman Peresapan Air Hujan. Mashab ini juga disebut dengan Recharge System
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 7
3). Fungsi
Satu Fungsi (Single purpose) hanya meresapkan air Drainase Permukaan (Surface
Drainage) dan tidak dijadikan satu dengan peresapan air limbah
4). Konstruksi
Tertutup
Terbuka
5). Bentuk
Sumur Resapan
Parit Resapan
Taman Resapan
6). Cara Pelaksanaan
On Site (pasangan batu)
Pre Fabricated (buis beton)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 8
Gambar 3. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi dan alternative solusi
(Sunjoto, 2011)
Dari Gambar 3. dapat dilihat bahwa Pro-Water Mazhab dapat menyelesaikan 3 problem
sekaligus yaitu Flood, Groundwater dan Pollution Control Problems sedangkan Con-
Water Mazhab hanya dapat menyelesaikan sebuah saja yaitu Flood Control Problem.
Sedangkan Urban Climate Change Problem tak dapat diselesaikan dengan Teknik
Drainase.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 9
c. Model Imbangan Air menurut Sunjoto (1989):
Kebutuhan Air Domestik (BAD) diperhitungkan sebesar 100 l/kpt/h, yaitu rerata
Data (riil):
Curah hujan: 2.580 mm/th)**
Evapotranspirasi: 1.250 mm/th)**
Kebutuhan air domestik: 100 l/kpt/h
Koefisien limpasan permukaan: 0,95
Kebutuhan penutupan bangunan: 50 m2/kpt)*
Rendemen: 60 %
Jumlah penduduk 1 juta kpt
Note:
)* Sunjoto (2015)
)** Departemen Pekerjaan Umum (1984)
Kesimpulan dari perhitungan tersebut adalah Vka ≈ Vat atau dapat dikatakan bahwa:
‘Volume air terbuang akibat sistem drainase konvensional adalah setara dengan jumlah
Penjelasan:
berdasar peta tataguna lahan untuk area permukiman namun berdasarkan Kebutuhan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 10
Penutupan Bangunan (BTB) = Building Cover Demand (Sunjoto, 2015). BTB adalah luas
semua bangunan artifisial yang mengakibatkan terhentinya infiltrasi air hujan disuatu
wilayah dibagi dengan jumlah penduduk dalam wilayah tersebut dengan dimensi m 2/kpt.
Harga BTB di pulau Jawa daerah urban adalah sebesar 30 m 2/kpt dan di daerah rural
adalah 60 m2/kpt atau BTBrerata = 50 m2/kpt yaitu dihitung dengan komposisi penduduk
BTB ini akan banyak berguna untuk menghitung air terinfiltasi akibat recharge system
maupun usaha konservasi lainnya untuk wilayah luas misal DAS atau daerah administrasi
Sedangkan harga BTB dapat ditentukan secara teknik sampling dengan menggunakan
data google map maupun data peta lainnya, sedangkan untuk data jumlah penduduk
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 11
2. PERENCANAAN
Dalam suatu perencanaan sistem drainase suatu daerah perlu diketahui data teknis,
ekonomi maupun sosial guna mendapatkan hasil yang maksimal. Yang dimaksud dengan
hasil maksimal adalah bahwa konstruksi berfungsi sebaik mungkin sesuai yang
direncanakan, berwawasan lingkungan, kuat dan bertahan lama, murah biayanya, mudah
a. Genangan
Lokasi
Luas
Lama
Frekuensi
Tinggi
Kerugian
b. Daerah tangkapan hujan
Luas
Tataguna lahan
Kerapatan bangunan
c. Tataguna lahan
Building cover ratio (BCR)
Batas persil
Status kepemilikan
Nilai asset
d. Hidrologi
Time of concentration of precipitation (Tc) (untuk channel system)
Dominant duration of precipitation (Td) (untuk recharge system)
Intensity Duration Frequency (IDF) Curve (untuk channel & recharge system)
Curah hujan tahunan, evapotranspirasi
e. Topography
Arah buangan
Aspek hidrolika
Lokasi bangunan
Arah aliran air tanah
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 12
f. Sifat Tanah
Jenis tanah
Kekuatan tanah
Permeabilitas tanah
g. Master plan/RTRW = Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/desa..
Kesesuaian rencana
h. Demography
Penyesuaian dengan kerapatan > C = koefisien runoff
Kualitas air buangan
i. Prasarana dan utilitas
Pemanfaatan bangunan eksisting
j. Material tersedia
Pilihan konstruksi
k. Kesehatan lingkungan
Aspek disain dan konstruksi
l. Kelembagaan
Pemeliharaan dan biaya operasional
m. Perundangan
Implementasi sistem yang tepat
n. Persepsi masyarakat
Partisipasi
o. Sosial ekonomi
Penyesuaian jenis konstruksi
p. Biaya
Skala prioritas
Sumber pendanaan
Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return dll.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 13
4. BENEFIT SISTEM PERESAPAN
a. Secara Fisik
1). Memperkecil puncak hydrograph di hilir
Gambar 4. Jalan dengan recharge well hingga menjadi lebih lebar (kiri) dan jalan
dengan saluran drainase (kanan) hingga lebar jalan berkurang.
Dengan sistem resapan maka volume air hujan yang dapat diresapkan kedalam
tanah akan menjadi lebih besar dengan kata lain tampungan air tanah juga akan menjadi
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 14
5). Mempertahankan tinggi muka air tanah (Gambar 5.).
Konversi dari lahan kritis menjadi permukiman yang dilengkapi dengan recharge system
dapat dikatakan:
MEMBANGUN SEKALIGUS MEMPERBAIKI LINGKUNGAN.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 15
6). Mencegah intrusi air laut.
Badon Ghyben (1888) & Herzberg (1901) membangun teori keseimbangan air
tawar dan air asin di pantai berpasir (Gambar 6.).
h u j a n
Muka tanah
Muka air tanah
hs
hf
Air tawar (f)
Gambar 6. Hiperbolik tampungan air tawar suatu pulau sirkuler dengan akuifer yang
homogen dan isotropis.
𝑝𝐴 = 𝜌𝑓 𝑔𝑓 (2)
Kesimpulan: setiap peningkatan tinggi muka air tanah tawar satu unit akan menambah
ketebalan cadangan air tawar dibawahnya sebesar 40 unit dan sebaliknya.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 16
7). Memperkecil konsentrasi pencemaran
Volume air tanah meningkat maka konsentrasi pencemaran menjadi semakin
encer:
𝑄𝑠 𝐶𝑠 + 𝑄𝑝 𝐶𝑝
𝐶= (4)
𝑄𝑠 + 𝑄𝑝
dengan
C : Konsentrasi air final
Cs : Konsentrasi air hujan
Cp : Konsentrasi air tercemar
Qs : Debit air hujan
Qp : Debit air tercemar
Dengan kata lain untuk daerah payau seperti di daerah pantai pada umumnya,
sistem ini akan meperbaiki kualitas air tanah karena air hujan yang masuk
kedalam air tanah mempunyai kualitas lebih baik dari pada kualitas badan air itu
sendiri.
kosong dan tanah akan mampat maka terjadi amblesan karena air adalah uncompressible
sedangkan udara compressible material., walaupun sinkhole dapat juga terjadi karena
akibat lain hal aliran air hingga terjadi piping, batuan kapur yang larut dll.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 17
b. Secara Sosial Budaya
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 18
5. SUMUR PERESAPAN
Recharge system atau system resapan adalah suatu bangunan teknis yang
direncanakan untuk meresapkan air hujan (surface runoff) kedalam tanah, yang terdiri
dari tiga macam yaitu Recharge Well, Recharge Trench dan Recharge Yard atau di USA
(Untuk mengurangi kerancuan titki-koma dalam bagian ini digunakan sistem Indonesia)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 19
b. HMTL-ITB (1990)
Dengan konsep Van Breen (koefisien distribusi hujan 90 %), dan konsep Horton bahwa
𝝅𝒅𝟐 𝟏𝟕𝟗 𝟏
𝑨 × 𝟎, 𝟕𝟎 × 𝟎, 𝟗𝟎 × 𝑹𝟐𝟒𝒋 − 𝟒 × ×𝟔
𝑷
𝑯= (7)
𝝅𝒅𝟐
𝟒 × 𝟏𝟎𝟎𝟎
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m) ⇒ lihat Gambar 9.
2
A : luas atap (m )
d : diameter sumur (0,80 s/d 1,40 m)
p : faktor perkolasi (mnt/cm)
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam (mm/hr)
0,70 : limpasan permkaan yang harus diresapkan (Horton) ⇒ (Gambar 8.)
0,90 : efektivitas hujan (V. Breen)
PEp
R = 70 %
I = 30 %
Note:
Dalam perhitungan, ‘dimensi’ dari parameter harus sesuai dengan yang tersebut
diatas.
Comment:
Tak memenuhi asas analisis dimensi
Formula tak berlaku untuk dinding porus
Bila A = 0 H < 0 (tak logis)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 20
Untuk dapat menghitung dengan formula tersebut diperlukan konversi dimensi sbb:
1). Faktor perkolasi vs permeabilitas tanah
𝒎𝒏𝒕 𝟎, 𝟔𝟎
𝒑 = (8)
𝒄𝒎 𝑲 𝒎/𝒋
Pada rumus ini, durasi hujan diasumsikan 4 jam (khusus Pulau Jawa) dan besar hujan
harian efektif 90% dari hujan maksimum.
𝑹𝟐𝟒𝒋 𝟏𝟐𝟎 − 𝑻 𝟐
= 𝟎, 𝟎𝟔 × 𝑻 + 𝟔𝟎 − 𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟖 × × 𝟐𝟔𝟎 − 𝑹𝟐𝟒𝒋 (11)
𝑰 𝟔𝟎
𝑅24𝑗
= 0,06 × 𝑇 + 60 (12)
𝐼
dengan:
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam ( mm/hr)
I : intensitas hujan (m3/s/km2)
T : durasi hujan (mnt)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 21
Sedangkan dimensi Intensitas hujan harus juga diadakan konversi sbb:
𝟏𝟎. 𝟎𝟎𝟎
𝑰 𝒎𝟑 𝒔 𝒌𝒎𝟐 = ×𝑰 𝒎 𝒋 (13)
𝟑𝟔
Hubungan antara tinggi hujan harian rerata dengan intensitas hujan (SNI 03 2453-
c. Sunjoto (1988)
Forchheimer membuat percobaan dengan auger hole dan lubang diberi casing kemudian
dituang air dan dihitung (Qi=0) untuk menghitung koefisien permeabilitas. Menurut
tanah (K), bila diketahui perubahan tinggi muka air fungsi waktu dalam bore hole
dengan debit Q = 0 (air dituang dalam sekejap). Kelemahan dari methode ini adalah
perbedaan penurunan muka air tidak linier dengan perbedaan waktu pengukuran dari
awal sampai akhir hingga harga K akan berbeda hasilnya dengan data durasi yang sama
namun diukur pada waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan bahwa kondisinya masih
pada unsteady flow state sedangkan formulanya untuk steady flow state condition.
(Gambar 9a.). Dengan dasar konsep Forchheimer ini Sunjoto (1988) membangun formula
aliran dalam lubang bor atau sumur untuk unsteady state flow condition.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 22
b
a
Gambar 9. Skema aliran lubang bor (Forhheimer, 1930) dan dalam sumur (Sunjoto,
1988)
𝑑
𝑑𝑄𝑜 = 𝐴𝑠 (15)
𝑑𝑡
𝑑𝑄𝑜 = 𝐹𝐾 (16)
Persamaan (15) = (16) dan dengan As = πR2 maka dengan cara integrasi didapat:
𝝅𝑹𝟐 𝒉𝟐
𝑲= 𝒍𝒏 (17)
𝑭 𝒕𝟐 − 𝒕𝟏 𝒉𝟏
dengan:
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
R : radius sumur (m)
F : faktor geometrik (m) F = 4R (Forchheimer, 1930)
t1 : waktu awal pengukuran (j)
t2 : waktu akhir pengukuran (j)
h1 : tinggi muka air awal pengukuran (m)
h2 : tinggi muka air akhir pengukuran (m)
As : luas tampang sumur (m2)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 23
(a). Debit air masuk kedalam sumur diasumsikan konstan sebesar Qi dan Qi ≠ 0. Hal
ini sesuai dengan keadaan fisik yaitu dalam suatu durasi hujan akan ada debit dari
(b). Debit keluar (meresap) adalah sama dengan faktor geometrik kali koefisien
Volume air tampungan dalam sumur adalah luas tampang sumur kali ketebalan air Eq.(18)
dan sama dengan selisih volume air masuk dikurangi volume air meresap Eq.(19):
𝑑𝑉𝑜𝑙𝑡 = 𝑛𝐴𝑠 𝑑 (18)
𝑑𝑉𝑜𝑙𝑡 = 𝑄 − 𝑄𝑜 𝑑𝑡 = 𝑄 − 𝐹𝐾 𝑑𝑡 (19)
Bila As = πR2 untuk tampang lingkaran dan As = bB untuk tampang persegi serta dengan
asumsi bahwa muka air tanah terletak pada level dasar sumur maka menurut Sunjoto
(1988) akan didapat:
Note:
Walaupun dalam asumsi penurunan formula muka air tanah berada tepat pada
dasar sumur namun kenyataan di dalam praktek muka air tanah berada selalu
dibawahnya, dan keadaan ini akan memberikan angka keamanan dalam
perhitungan.
Sumur kosong material ketika n = 1, sebaliknya sumur terisi material penuh tanpa
ruang pori ketika n = 0.
Kedalaman maksimum H’ adalah harga perhitungan sumur dalam keadaan tinggi
muka sumur kedap air yang dialiri selama Td dan H’ dapat dihitung dengan (lihat
contoh 2, Tabel 9):
𝑄 × 𝑇𝑑
𝐻′ ≤ (22)
𝑛𝜋𝑅 2
Comment:
Selaras dengan asas analisis dimensi
Bila Q = 0 H = 0 (logis)
aliran dalam steady state condition dengan faktor geometrik yang 90% terjadi yaitu
𝑸
𝑯= (23)
𝝎𝝅𝒓𝑲
Note:
Harga ω = 2 untuk sumur kosong (n = 1) berdinding kedap air atau sumur tanpa
dinding dengan batu pengisi (0 < n < 1).
Harga ω = 5 untuk sumur kosong (n = 1) berdinding porus.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 25
5). Debit Air Masuk.
Debit air masuk dari atap dihitung dengan formula rational:
𝑄 = 𝐶𝐼𝐴 (24)
dengan,
Q : debit air masuk (m3/j)
C : koefisien aliran permukaan atap
I : intensitas hujan (m/j)
A : luas atap (m2)
Luas atap
Luas atap diukur luas datar dal luas perkerasan lainnya juga harus
diperhitungkan.
Intensitas hujan
Intensitas hujan didapat dari Intensity Duration Frequency (IDF) Curve dengan
Durasi dominan hujan (Td) adalah lama waktu yang paling banyak terjadi di
daerah tersebut.
Faktor geometric (shape factor) adalah suatu harga yang mewakili dari bentuk
lapisan tanah.
Syarat batas.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 26
Shape factor untuk kondisi 5, 6 dan 7 yang mana ada bagian dinding yang porous
dari casing maka unit luas lubang casing harus lebih besar dari unit luas pori
Bila dinding sumuran berupa kostruksi yang tebal seperti buis beton maka
koefisien permeabilitas dinding buis beton harus lebih besar dari koefisien
Harga ini dimunculkan pertama kali oleh Forchheimer (1930) yaitu F = 4R dalam mencari
K dari penelitian dengan percobaannya yang disimpulkan sesuai dengan formula (17).
Cara ini hanya menggunakan satu lubang bor saja tanpa sumur pantau spt lazimnya pada
formula Dupuit-Thiem yang berbasis Darcy’s Law (1856) yang harus menggunakan
perencanaan karena secara eksplisit dapat menghitung dengan data laboratoriom tanpa
harus mengetahui data sumur pantau yang baru bisa diukur setelah pumping terlaksana
di lapangan. Maka konsep Forchheimer ini dapat disebut sebagai mashab baru dalam
perhitungan Groundwater Flow selain konsep yang sudah ada yaitu Darcy’s Law.
Kemudian untuk berbagai kondisi sumur harga F dikembangkan oleh peneliti lain seperti:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 27
Tabel 2. Faktor Geometrik Sumur
Value of F when
Conditions Shape factor (F) R=1; H=0; L=0 Referenses
1 2 𝐿
𝐹1 =
2 0
𝐿 + 2𝑅 𝐿 Sunjoto (2016)
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅
Samsioe (1931)
𝐹2𝑎 = 4𝑅 12,566 Dachler (1936)
2 Aravin (1965)
Samsioe (1931)
𝐹3𝑎 = 2𝑅 6,283 Dachler (1936)
Aravin (1965)
3 Forchheimer (1930)
𝐹3𝑏 = 4𝑅 4,000 Dachler (1936)
Aravin (1965)
4
Harza (1935)
𝐹4𝑏 = 5,50𝑅 5,50 Taylor (1948)
Hvorslev (1951)
2𝐿 + 2 𝑅𝑙𝑛2
𝐹5𝑎 = Sunjoto (2002)
6,227
2
𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅
5
2 𝐿
𝐹5𝑏 = 0/0 Dachler (1936)
2
𝐿 𝐿
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅
2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2
𝐹5𝑏 =
2 3,964 Sunjoto (2002)
𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 28
2𝐿 + 2 𝑅𝑙𝑛2
𝐹6𝑎 =
2 9,870 Sunjoto (2002)
𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
2 𝐿
6 𝐹6𝑏 = 0/0 Dachler (1936)
2
𝐿 𝐿
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2
𝐹6𝑏 =
2 6,283 Sunjoto (2002)
𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
2𝐻 + 2 𝑅𝑙𝑛2
𝐹7𝑎 =
2 9,870 Sunjoto (2016)
𝐻 + 2𝑅 𝐻
H
: 𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
7 2𝐻 + 2𝑅𝑙𝑛2
𝐹7𝑏 =
H 2 6,283 Sunjoto (2016)
𝐻 + 2𝑅 𝐻
: 𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 29
Catatan:
Formula Sunjoto adalah bentuk lain dari Forchheimer dengan perbedaan bahwa yang
pertama adalah dalam unsteady flow condition sedangkan formula Forchheimer adalah
dalam steady flow condition. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada formula Sunjoto
(1988) pada keadaan atap sama dengan nol (A=0) maka debit air masuk sumur nol
karena Q=CIA atau pada saat Td=∞ maka akan di dapat H=Q/FK dan dan ini sama
7). Konstruksi
Sumur peresapan dibuat dihalaman rumah masing-masing dengan jumlah dan dimensi
sesuai dengan perhitungan. Air dapat dimasukkan langsung dari talang atau air jatuh
Sedangkan bila sumur peresapan untuk di jalan inlet dapat langsung dari tutup sumur
atau dengan konstruksi dari samping (Gambar 10.). Semua sumur peresapan harus
dilengkapi ‘pipa udara keluar’ atau air outlet dengan tujuan untuk menghilangkan
hambatan masuknya air karena terdesak oleh udara yang mengalir keluar.
Gambar 10. Sumur peresapan air hujan dengan pipa ‘air masuk’ dan pipa ‘udara keluar’.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 30
Dengan talang
Tanpa talang
Gambar 11. Sumur peresapan air hujan menampung air dari atap
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 31
8). Pengembangan Faktor Geometrik
Harga Faktor Geometrik F5b Dachler (1936) akan memberikan harga ‘nol dibagi nol’ atau
‘tak terdefinisikan’ bila L=0. Padahal menurut gambar (Tabel 4) kedua gambar tersebut
akan menjadi sama bila pada kondisi 5b tadi dengan L = 0 maka seharusnya harga F5b
sama dengan F3b = o4 R. Sunjoto (2002) membangun suatu formula dan ketika L=0 maka
Tabel 4. Perbandingan antara kondisi sumur 3b dengan 5b ketika r=1 dan L=0
Forchheimer
(1930)
3b 4R 4,000
Dachler (1936)
Aravin (1965)
2𝐿
2
𝐿 𝐿 Dachler (1936) 0/0
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅
5b
2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2
2
𝐿 + 2𝑅 𝐿 Sunjoto (2002) 3,964
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 32
(b). Kondisi Sumur 6b
Beranalogi pada pengembangan Formula F5b Dachler (1936) tersebut, Sunjoto (2002),
F=4,8R s/d 5,6R, Taylor (1948) dengan flownet mendapatkan F=4,7R dan
mana hasil ketiga peneliti berbeda-beda. Maka dari itu pada saat Hydraulic
Ketika L=0 maka harga F6b(L=0)=6,283 dan pada keadaan ini kondisi 6b menjadi
Tabel 5. Perbandingan antara kondisi sumur kondisi 4b dengan 6b ketika r=1 dan L=0
Harza (1935)
5.5 R 5,500
Taylor (1948)
Hvorslev (1951)
4b
2 πR Sunjoto (2002) 6,283
2𝐿
2
𝐿 𝐿 Dachler (1936) 0/0
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
6b 2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2
2
𝐿 + 2𝑅 𝐿 Sunjoto (2002) 6,283
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 33
(c). Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002)
Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L
dibagi R yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan R = 1) maka dari Tabel 6.
Tabel 6. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang dinding porus
dengan radius sumur=1’, pada kondisi sumur 5b.
DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)
L ∆F
R 2𝐿 2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2 %
2 2
𝐿 𝐿 𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 + +1 𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅 𝑅 𝑅
0 0/0 3,964 ?
0,000001 6,283 3,964 -36,909
0,0001 6,283 3,965 -36,893
0,001 6,283 3,969 -36,829
0,01 6,283 4,009 -36,192
0,5 6,529 5,830 -10,706
0,964 7,079 7,079 0
1 7,129 7,165 0.504
5 13,586 14,348 5,608
10 20,956 21,720 3,645
25 40,149 40,853 1,753
50 68,217 68,867 0,952
100 118,588 119,186 0,504
1000 826,637 827,101 0,056
10000 6.344,417 6.344,793 0,005
1000000 433.064,548 433.064,818 0,00006
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan R=1.
Perbandingan harga F6b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L
dibagi R yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan R=1).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 34
Tabel 7. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang dinding porus
dengan radius sumur’, pada kondisi sumur 6b.
DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)
0 0/0 6,283 ?
0,000001 12,566 6,283 -50,000
0,0001 12,566 6,284 -49,992
0,001 12,566 6,290 -49,944
0,01 12,566 6,351 -48,026
0,5 12,695 9,092 -28,381
1 13,057 11,054 -15,340
2,713 15,323 15,323 0
5 19,072 19,618 2,862
10 27,171 27,915 2,738
25 48,775 49,525 1,537
50 80,298 81,001 0,867
100 136,435 137,084 0,475
1000 909,584 910,083 0,054
10000 6.821,882 6.822,281 0,005
1000000 454.792,118 454.792,400 0,00006
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan R = 1.
hanya dapat digunakan bila L/R>10 namun dari Tabel 7. ketika L/R > 0,97 untuk sumur
kondisi 5b dan L/R > 2,75 untuk sumur kondisi 5b formula Dahler telah mempunyai nilai
medekat.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 35
d. The USBR (1990, in Massman, 2004)
Infiltration well for hole without well impermeable screen or casings, located
Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Q o=FKH, faktor geometrik F adalah:
2𝜋𝐻
𝐹= (27)
1+ 𝐻 𝑅 2
2 1
𝑙𝑛 𝐻 𝑅 + 1 + 𝐻 𝑅 − +
𝐻 𝑅 𝐻 𝑅
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m)
Q : debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
R : radius sumur (m)
Comment:
Bila Q = 0 ⇒ H = 0 (logis)
1). Deep flow field (groundwater level 48 feet from base of well)
2𝜋𝐾𝐿𝐻
𝑄= (28)
2
2𝐿 2𝐿
𝑙𝑛 + 1+
𝑅 𝑅
2
𝑄 2𝐿 2𝐿
𝐻= 𝑙𝑛 + 1+ (29)
2𝜋𝐾𝐿 𝑅 𝑅
Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Qo=FKH, faktor geometrik F adalah:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 36
2𝜋𝐿
𝐹= (30)
2
2𝐿 2𝐿
𝑙𝑛 + 1+
𝑅 𝑅
1). Shallow flow field (groundwater level 3 feet from base of well)
2𝜋𝐾𝐿𝐻
𝑄= (31)
2
4𝐿 4𝐿
𝑙𝑛 + 1+
𝑅 𝑅
2
𝑄 4𝐿 4𝐿
𝐻= 𝑙𝑛 + 1+ (32)
2𝜋𝐾𝐿 𝑅 𝑅
Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Q o=FKH, faktor geometrik F adalah:
2𝜋𝐿
𝐹= (33)
2
4𝐿 4𝐿
𝑙𝑛 + 1+
𝑅 𝑅
dengan,
Q : debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
L : panjang dinding porus (m)
H : tinggi air dalam sumur (m)
R : radius sumur (m)
Comment:
Bila L = 0 harga Q tak terdefinisikan atau 0/0 (tak logis)
f. Suripin (2004)
Alur pikirnya adalah dengan mendasarkan pada persamaan Dupuit dan G.Thiem dan
menurut Suripin (2004), bila tak menggunakan sumur pantau seperti Gambar 12. rumus
menjadi:
𝟐𝝅𝑲𝑩𝑯 𝑸 𝑩
𝑸= ⇒ 𝑯= 𝒍𝒏 (34)
𝑩 𝟐𝝅𝑲𝑩 𝒓
𝒍𝒏 𝒓
dengan:
Q ; debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
B : tebal confined aquifer (m)
H : ketinggian potentiometric surface
r : radius sumur
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 37
Gambar 12. Sumur resapan pada aquifer terkekang
Comment:
Bila r = B ⇒ Q = ∞ (tak logis)
Bila r > B ⇒ Q < 0 (tak logis)
Comment:
Parameternya tak lazim dalam groundwater flow
Tak memenuhi asas analisis dimensi
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 38
h. SNI: 03 2453-2002
SNI: 03 2453-2002 atau Standar Nasional Indonesia ini adalah menggantikan SNI
perhitungan dengan dasar bahwa volume air hujan dalam durasi tertentu (Vab) dikurangi
air meresap (Vrsp) dibagi luas tampang sumur dengan koefisien tanah pada dinding lebih
𝐾𝑣 × 𝐴 + 𝐾 × 𝐴𝑣
𝐾𝑟𝑟𝑡 = (41)
𝐴𝑡𝑡𝑙
Kedalaman sumur
𝑉𝑡𝑝
𝐻𝑡𝑡𝑙 = (42)
𝐴
Comment:
te (j) ⇒ tak memenuhi analisis dimensi
Kv = 2 Kh ⇒ dalam groundwater flow asumsinya hampir selalu homogen
(aquifer mempunyai physical properties yang sama) dan isothropis (Kv=Kh)
Data hujan R (hujan rerata harian) tak mempunyai aspek return period
Bila A = 0, ⇒ H < 0 (tak logis)
diameter 10 – 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman muka
air tanah (Gambar 13.). Lubang diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya
biopori. Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh
Menurut Kamir R. Brata (2007) untuk menghitung jumlah (LBR) guna meresapkan air
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 40
Comment:
Volume 300 buah biopori panjang 1 m diameter 10 cm akan setara dengan
volume 1 buah sumur peresapan dengan diameter 1 m dan kedalaman 3 m
Biopori memerlukan lahan pekarangan yang luas
Biopori tak dapat dibangun dibawah bangunan
Biopori bagus berfungsi untuk pemupukan (lihat vertical mulching)
VERTICAL MULCHING
http://www.bloomingarden.com/verticalmulch.html
http://www.google.co.id/search?q=vertical+mulch&hl=id&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=u
niv&sa=X&ei=lyitTfPkGo26vQPG9d33Cg&sqi=2&ved=0CD4QsAQ&biw=994&bih=600
Vertical mulching is the process of making many holes in the soil of the root zone of a particular tree
with the purpose of creating many entryways for air, moisture, and nutrients to reach the roots of a
given tree. This process improves the overall health and vigor of any tree. To properly vertical
mulch, you will need an electric or gasoline powered drill and a 2 to 3” diameter auger.
Gambar 13. Cara Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LBR) dan fungsi utama dari
biopori untuk pemupukan.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 41
j. Rusli M.-UII (2008)
𝑄𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 = 𝑄1 + 𝑄2 (48)
𝑄1 = 𝐴𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 ×𝑉
𝑄2 = 𝐴𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 ×𝑉
𝐴𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 = 𝜋 × ɸ2𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎
𝐴𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 = 2𝜋ɸ𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 × 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (49)
dengan :
Qsumur : Debit total yang dapat ditampung oleh sumur (m3/hari),
Q1 : Debit luasan dasar sumur resapan (m3/hari),
Q2 : Debit luasan dinding sumur resapan (m3/hari),
rencana : jari – jari dasar sumur = ½ diameter dasar sumur (m),
Adasarsumur : luas dasar sumur (m2),
Adindingsumur : luas dinding sumur (m2).
V : koefisien permeabilitas tanah = laju infiltrasi (m/hari),
𝑓 𝑡 = 𝑓𝑐 + 𝑓0 − 𝑓𝑐 𝑒 −𝑘𝑡 (50)
Rusli (2008) memberikan contoh jumlah sumur resapan yang diperlukan sbb :
𝑄𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑆𝑢𝑚𝑢𝑟 = (51)
𝑄𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟
dengan:
Debit air yang masuk kedalam sumur disebut Q limpasan dan harganya dihitung dengan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 42
k. ARSIT (1998)
Rumus ini pada dasar percobaannya adalah untuk parit resapan air hujan di pinggir
jalan yang kemudian dari formula yang ditemukan ini dikembangkan untuk formula
(Imbe dan Musiake, 1998) besarnya air yang meresap ke dalam tanah ditunjukkan
𝑄𝑓 = 𝐾𝑜 ∗ 𝐾𝑓 54
dengan:
C : faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81).
Qt : debit air meresap (m3/jam)
K0 : koefisien permeabilitas tanah (m/jam)
Kf : specific infiltration pada bangunan resapan (m2)
Menurut Masahiro Imbe dan Katumi Musiake (1998), nilai Kf (nilai Kf pada bangunan
ini berupa per satuan panjang) dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut ini:
4). Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m < < 10 m
𝐾𝑓 = 6,244𝐷 + 2,853 𝐻 + 0,93𝐷 2 + 1,606𝐷 − 0,733 (58)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 43
5). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m ≤ ≤ 1 m
𝐾𝑓 = 1,497𝐷 + 0,10 𝐻 + 1,13𝐷 2 + 0,638𝐷 − 0,011 59
6). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m < < 10 m
𝐾𝑓 = 2,556𝐷 + 2,052 𝐻 + 0,924𝐷 2 + 0,993𝐷 − 0,087 60
sebagai berikut :
𝑄𝑠 = 𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑜𝑢𝑡 𝛥𝑡 62
dengan:
Qs : volume tampungan parit resapan (m3),
Qin : debit air yang masuk ke dalam parit (m3/jam),
Qout : debit air yang meresap (m3/jam).
H : tinggi air dalam parit (m),
L : panjang parit resapan (m),
W : lebar parit resapan (m),
t : durasi hujan (jam).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 44
Dengan cara yang sama Eq.(58;59;60) disubstitusikan kedalam persamaan Eq.(62)
2). Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m < < 10 m
𝑸𝒊𝒏 − 𝑲𝟎 𝟎, 𝟕𝟓𝟑𝟑𝑫𝟐 + 𝟏, 𝟑𝟎𝟎𝟖𝟔𝑫 − 𝟎, 𝟔𝟐𝟔𝟏𝟑
𝑯= 66
𝑨𝒔
+ 𝑲𝟎 𝟓, 𝟎𝟓𝟕𝟔𝟒𝑫 + 𝟐, 𝟑𝟏𝟎𝟗𝟑
𝜟𝒕
3). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m ≤ ≤ 1 m
𝑸𝒊𝒏 − 𝑲𝟎 𝟎, 𝟗𝟏𝟓𝟑𝑫𝟐 + 𝟎, 𝟓𝟏𝟔𝟕𝟖𝑫 − 𝟎, 𝟎𝟎𝟖𝟗𝟏
𝑯= 67
𝑨𝒔
+ 𝑲𝟎 𝟏, 𝟐𝟏𝟐𝟓𝟕𝑫 + 𝟎, 𝟎𝟖𝟏
𝜟𝒕
4). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m < < 10 m
𝑸𝒊𝒏 − 𝑲𝟎 𝟎, 𝟕𝟒𝟖𝟒𝟒𝑫𝟐 + 𝟎, 𝟖𝟎𝟒𝟑𝟑𝑫 − 𝟎, 𝟎𝟕𝟎𝟒𝟕
𝑯= 68
𝑨𝒔
+ 𝑲𝟎 𝟐, 𝟎𝟕𝟎𝟑𝟔𝑫 + 𝟏, 𝟔𝟔𝟐𝟏𝟐
𝜟𝒕
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m)
Qin : debit air masuk (m3/j)
Ko : koefisien permeabilitas (m/j)
D : diameter sumur (m)
As : luas tampang sumur (m2)
Δt : durasi hujan (j)
Comment:
Tak memenuhi asas análisis dimensi
Bila Qin= 0 ⇒ H < 0 (tak logis)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 45
CONTOH SOAL
(Untuk menghindari kerancuan semua penulisan titik-koma memakai sistem Indonesia)
Formula USBR, Hvorslev, Dephut, Suripin, Biopori dan ARSIT tak menggunakan
parameter yang setara hingga tak dapat dihitung dengan data yang ada ini.
Contoh 1.
Data hidrologi dan permeabilitas tanah di DIY
A = Atdh = 200 m2 R = 0,50m 2𝐻 + 2𝑅𝑙𝑛2
𝐹7𝑏 =
I = 0,036 m/j T=2j 𝐻 + 2𝑅 𝐻 2
K = 0,54m/j F4b = 2πR m 𝑙𝑛
2𝑅
+
2𝑅
+1
Perhitungan:
𝐴𝐼𝑇 − 𝐴𝑠 𝐾𝑇
𝐻=
𝐴𝑠 + 𝑃𝐾𝑇
𝐴𝐼𝑇 − 𝐴𝑠 𝐾𝑇
𝐻=
𝐴𝑠
10.000
𝐼 𝑚3 𝑠 𝑘𝑚2 = × 0,036 𝑚 𝑗 = 10 𝑚3 𝑠 𝑘𝑚2
36
𝑅24𝑗 = 0,06 × 𝑇 + 60 × 𝐼 = 0,06 × 2 × 60 + 60 × 10 = 108 𝑚𝑚 𝑎𝑟𝑖
𝜋 × 12 179 1
200 × 0,70 × 0,90 × 108 − × ×6
4 1,111
𝐻= = 17,30 𝑚
𝜋 × 12
× 1000
4
1 𝑄𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛 1 147,744
Tinggi = − = − 0,5 = 3,38 𝑚
2 . . 𝑉 2 × 0,5 × 12,96
𝑄 −𝐹𝐾𝑇𝑑
𝐻= 1 − 𝑒𝑥𝑝
𝐹𝐾 𝑅2
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘: 𝑄 = 𝐶𝐼𝐴 = 0,95 × 0,036 × 200 = 6,84 𝑚3 𝑗
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 47
Misal Hx = 2,00 m
Misal Hx = 1,50 m
Misal Hx = 1,57 m
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 48
Contoh 2.
Data diambil dari contoh hitungan SNI 03-2453-2002 dalam Lampiran A yaitu:
A=Atdh=100m2
R=63,8L/m2/hr=R24j=63,8(mm/hr)=I=0,0026m/j
Krrt=0,857m3/m2/hr=K=0,036m/j=p(ITB)=16,67mnt/cm
D=1m
te=T=47mnt
Tabel b. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda.
Tinggi air Keterangan
No. Metode m
1 SNI 03-2453-2002
Dinding porus 5,72 C=0,855
Dinding kedap*)) - Hitungan dr Lampiran A
2 PU (1990)
Dinding porus 0,21 C=1
Dinding kedap*) 0,23
3 ITB (1990)
Dinding porus*)) - C=0,70x0,90
Dinding kedap 5,17
4 Sunjoto (1988)
Dinding porus/F7b 0,23 C=0.95
Dinding kedap/F4b 0,23
5 Rusli M (2008)
Dinding porus 1,78 C=0,855
Dinding kedap*)) -
Contoh 3.
Sebuah rumah dengan data sbb :
Luas atap dan/atau perkerasan : A1=100m2, A2=200m2, A3=500m2
Intensitas hujan : I1=0,006m/j, I2=0,018m/j, I3=0,036m/j
Koefisien permeabilitas tanah : K1=0,09m/j, K2=0,27m/j, K3=0,54m/j
Durasi hujan : T=2jam
Diameter sumur peresapan :1m
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 49
Tabel c. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda, intensitas hujan dan permeabilitas tanah dengan data: A=200m2, T=2j, R=0,50m
I=0,006m/j I=0,018m/j I=0,036m/j
No. Metode K=0,090m/j K=0,270m/j K=0,540m/j Keterangan
m m m
1 PU (1990)
Dinding porus 1,67 2,73 3,24 C=1
Dinding kedap*) 2,88 8,63 17,25
2 ITB (1990)
Dinding porus*)) - - - C=0,70x0,90
Dinding kedap 2,88 8,64 17,30
3 Sunjoto (1988)
Dinding porus/F7b 1,36 1,56 1,57 C=0,95
Dinding kedap/F4b 2,07 3,57 3,98
4 Rusli M (2008)
Dinding porus 3,38 3,38 3,38 C=0,855
Dinding kedap*)) - - -
Tabel d. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda dan luas atap dengan data: I=0,018m/j, K=0,27m/j, T=2j, R=0,50m
Luas Atap
2
N0. Metode 100m 200m2 500m2
1 PU (1990)
Dinding porus 1,28 2,73 7,08
Dinding kedap*) 4,04 8.63 22,38
2 ITB (1990)
Dinding porus*)) - - -
Dinding kedap 4,31 8.64 21,64
3 Sunjoto (1988) F4b
Dinding porus/F7b 0,93 1,56 2,97
Dinding kedap/F4b 1,78 3,57 8,92
4 Rusli M (2008)
Dinding porus 1,56 3,38 8,82
Dinding kedap*)) - - -
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 50
Tabel e. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda dan durasi aliran dengan data: A=200m2, I=0,036m/j, K=0,54m/j, R=0,50m
N Metode Durasi aliran (T)
o 0mnt 1mnt 5mnt 10mnt 30mnt 1j 2j 3j 4j
1 PU (1990)
Ddg. porus 0,00 0,14 0,61 1,06 2,07 2,73 3,24 3,46 3,58
Ddg. kedap*) 0,00 0,14 0,72 1,44 4,31 8,63 17,25 25,88 34,51
2 ITB (1990)
Ddg. porus*)) - - - - - - - - -
Ddg. kedap*))) 17,30 17,30 17,30 17,30 17,30 17,30 17,30 17,30 17,30
3 Sunjoto (1988)
Ddg. porus/F7b 0,00 0,14 0,62 1,00 1,49 1,56 1,57 1,57 1,57
Ddg. kedap/F4b 0,00 0,14 0,66 1,22 2,66 3,57 3,98 4,03 4,03
4 Rusli M (2008)
Ddg. porus*))) 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38
Ddg. kedap*)) - - - - - - - - -
Tabel f. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda dan durasi aliran dengan data: A=200m2, I=0,018m/j, K=0,27m/j, R=0,50m
N Metode Durasi aliran (T)
o 0 mnt 1 mnt 5 mnt 10 mnt 30 mnt 1j 2j 3j 4j
1 PU (1990)
Ddg. porus 0 0,07 0,33 0,61 1,40 2,07 2,73 3,05 3,24
Ddg. kedap*) 0 0,07 0,36 0,72 2,16 4,31 8,63 12,94 17,25
2 ITB (1990)
Ddg. porus*)) - - - - - - - - -
Ddg. kedap*))) 8,64 8,64 8,64 8,64 8,64 8,64 8,64 8,64 8,64
3 Sunjoto (1988)
Ddg. porus/F7b 0 0,07 0,34 0,62 1,23 1,49 1,56 1,57 1,57
Ddg. kedap/F4b 0 0,07 0,35 0,66 1,68 2,66 3,57 3,87 3,98
4 Rusli M (2008)
Ddg. porus*))) 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38
Ddg. kedap*)) - - - - - - - - -
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 51
Contoh 4.
Sebuah rumah dengan data sbb :
Luas atap dan/atau perkerasan: A=200m2
Intensitas hujan : I3=0,036m/j
Koefisien permeabilitas tanah : K1=0,54m/j, K2=0,0054m/j, K3=0,000054m/j
Durasi hujan : T=2jam
Diameter sumur peresapan : D=1 m
Porositas pengisi : n=1
Tabel g. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda dengan variasi data koefisien permeabilitas tanah.
Note:
*) Formula untuk dinding kedap diturunkan dari formula dinding porus
*)) Formula tak dapat diturunkan dari formula tersedia
*))) Hasil perhitungan Tabel d. & e. berdasar debit konstan pada variasi durasi.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 52
6. PARIT RESAPAN AIR
Parit atau kolam resapan air atau recharge trench adalah suatu bangunan peresapan
air berbentuk kolam. Air yang masuk disini akan tertampung dan meresap kedalam
tanah. Parit yang dimaksud disini adalah kolam kering yang berbeda dengan saluran
peresapan yang airnya mengalir sebagai conveyance channel dan topic ini akan
dibahas pada Bab. 8. Recharge trench diimplementasikan ketika tinggi muka air
tanah kurang dari 2 m hingga penggunaan sumur peresapan tidak efektif lagi.
(Mengingat banyak acuan berbahasa inggris untuk mengurangi kerancuan titik koma
kedalamam sekitar 1 m yang diisi pasir dan kerikil. Air dari atap dialirkan melalui
𝟎. 𝟕 × 𝟎. 𝟗 × 𝑨 × 𝑹𝟐𝟒𝒋 × 𝒑
𝑨𝒃𝒓 = (69)
𝟏𝟐𝟖
dengan:
: luas bidang resapan (m2)
Abr
A : luas atap (m2)
R24j
: curah hujan terbesar dalam 24 jam (mm/day)
p : faktor perkolasi (mnt/cm)
Comment:
Tak memenuhi asas analisis dimensi
The allowable maximum depth (dmax) should meet the following formula:
𝑓𝑐 𝑇𝑠
𝑑𝑚𝑎𝑥 = (70)
𝑛
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 53
where:
fc : final infiltration rate (mm/hr)
Ts : maximum allowable storage time (hrs)
n : porosity of the stone reservoir
The volume of water must be stored in the trench (V) is devined as:
Comment:
Bila Vw = 0 dt < 0 (tak logis)
Example:
Infiltration capacity fc = 0.035 m/hr
Design infiltration rate fd = 0.50 x fc = 0.0175
m/hr
Effective filling time Tf = 2 hrs
Catchment area A = 171 m2 = 0.0171 ha
Predeveloped C = 0.48
Developed C = 0.76
Proposed depth dt = 1.50 m
Porosity of fill materials n = 0.35
𝑓𝑐 𝑇𝑠
𝑑𝑚𝑎𝑥 =
𝑛
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 54
𝐶𝐼𝑝 𝐴
𝑄𝑠 =
360
𝑉𝑤
𝐴𝑡 = 𝐴𝑡 = 9.83 𝑚2
𝑛𝑑𝑡 + 𝑓𝑑 𝑇𝑓
Infiltration Practices (1984). Juga diacu oleh negara bagian atau kota lainnya
𝑊𝑄𝑣
𝐴= (74)
𝑘𝑇
𝑛𝑑 + 12
where,
A : surface area (feet2)
WQv : recharge volume (feet3)
n : porosity of material
d : trench depth (feet)
k : percolation (inches/hour)
T : filling time (hours)
Comment:
Bila WQv = 0 d < 0 (tak logis)
resapan. Persamaan dimensi parit resapan diambil dari New York State Stormwater
Comment:
Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)
d : kedalaman parit,
porositasnya sebesar 35%. Dengan demikian, persamaan (77) dapat ditulis dengan
bentuk resapan yaitu parit resapan dan pond/kawasan resapan. Pada tulisan ini hanya
membahas rumus untuk parit resapan. Dalam Stormwater Management Manual for
dengan :
Comment:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 57
Pada kenyataannya, kondisi tanah bersifat heterogen. Soil moderation factor (U)
merupakan faktor yang bertujuan untuk mengkonversi point soil hydraulic conductivity
Sand 0.5
Tanah dengan koefisien permeabilitas rendah dapat diasumsikan bahwa proses yang
terjadi pada bangunan resapan adalah proses perendaman sehingga alasnya berbentuk
mm / hr m / sec
(Metropolitan Council/Barr Enginering Co., 2005) volume dan luas permukaan parit
resapan berhubungan dengan volume rencana limpasan yang masuk ke dalam parit dan
permeabilitas tanah di bawah parit. Luas dasar parit yang merupakan permukaan bidang
Comment:
Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)
dapat dihitung berdasarkan perkolasi tanah, porositas dan waktu tampungan pada parit.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 59
𝑃𝑡
𝐷= (87)
𝑛
dengan :
D : kedalaman parit (m).
Hubungan antara luas dasar parit (A) dan kedalaman parit (D) ditunjukkan seperti
berikut ini :
𝑉 𝑉
𝐴= 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑡= (88)
𝑃𝑛𝑡 𝑛𝐴
Persamaan tersebut kemudian disubstitusikan terhadap Persamaan Eq. (87) menjadi
penampungan air hujan bukan rumus resapan air hujan karena tidak dipengaruhi oleh
berikut :
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑎𝑟𝑖𝑡 = 𝑊𝑄𝑉 2.50 (90)
Nilai 2.5 merupakan hasil perhitungan terhadap nilai porositas yang diasumsikan
i). ARSIT
Dalam A Simplified Estimation of Infiltration Capacity for Infiltration Facilities
(Imbe dan Musiake, 1998) jika persamaan Eq.(57) disubstistusikan ke dalam persamaan
Eq.(62) untuk mencari dimensi parit resapan dasar dan dinding porous maka :
𝑊𝐿
𝐻 = 𝑄𝑖𝑛 − 𝐾0 2.50533𝐻 + 1.0854𝑊 + 0.54837
𝛥𝑡
𝑊𝐿
𝐻 + 2.50533𝐻𝐾0 = 𝑄𝑖𝑛 − 𝑘0 1.0854𝑊 + 0.54837
𝛥𝑡
Dengan cara yang sama akan didapat persamaan - persamaan seperti berikut ini :
Dengan cara yang sama harga Eq.(58) disubstititusikan ke persamaan Eq.(62) maka
didapat:
𝑸𝒊𝒏 – 𝟏. 𝟎𝟒𝟐𝟒𝟕𝑲𝟎
𝑯= 94
𝑾𝑳
𝜟𝒕 + 𝟎. 𝟎𝟏𝟏𝟑𝟒𝑲𝟎
dengan:
C : faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81).
Qf : debit air meresap (m3/hr)
Qin : debit air masuk (m3/ hr)
K0 : koefisien permeabilitas tanah (m/ hr)
Kf : spesific infiltration pada bangunan resapan (m2)
H : kedalaman parit (m),
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 61
W : lebar parit resapan (m),
L : lebar parit (m)
∆t : durasi (hrs)
Comment:
Tak memenuhi asas análisis dimensi
Bila Qin = 0 ⇒ H < 0 (tak logis)
Dalam perhitungan sumur peresapan dihitung tinggi air dalam sumur atau kedalaman
sumur. Namun dalam perhitungan recharge trench adalah panjang parit (B) dengan
ditentukan dulu lebar (b) dan tinggi parit (H). Formulanya diturunkan dari dasar
Volume air tampungan dalam parit Eq.(95) sama dengan selisih volume air masuk
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 62
As : cross section area of trench
h : depth of water
t : duration of flow
f : shape factor trench
K : coefficient of permeability
𝑛𝐴𝑠 𝑑 𝑓𝐾
𝑛𝐴𝑠 𝑑 = 𝑄 − 𝑓𝐾 𝑑𝑡 𝑑𝑡 = ÷
𝑄 − 𝑓𝐾 𝑓𝐾
Hasil intergrasinya untuk konstruksi parit tanpa atau dengan dinding samping dan ruang
parit kosong maupun dengan material pengisi (gravel) maka panjang parit dapat dihitung
dengan:
−𝒇𝑲𝑻𝒅
𝑩= (97)
𝒇𝑲𝑯
𝒏𝒃 𝒍𝒏 𝟏 − 𝑸
where,
B : length of trench (L)
b : width of trench (L)
f : shape factor of trench (L)
K : coefficient of permeability (L/T)
H : depth of water on trench (L)
Td : dominant duration of precipitation (T)
Q : inflow discharge (L3/T) and Q = CIA
C : runoff coefficient of roof (-)
I : precipitation intensity (L/T)
A : area of roof (L2)
n : porosity of material filled (0 < n < 1)
Note:
Trench kosong material ketika n = 1, sebaliknya bila kolam terisi material penuh
Formula (97) diturunkan dari persamaan (20) atau (21) untuk menghitung H
panjang parit (B), Karena hubungan H dengan B tidak linear maka dalam
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 63
perencanaan harus dikontrol dengan panjang parit maksimum adalah sebesar
Comment:
Selaras dengan asas analisis dimensi
Bila Q = 0 H = 0 (logis)
2). Simplifikasi
Untuk perhitungan praktis, semisal untuk perhitungan keperluan disain sederhana
trench dianggap aliran dalam steady state condition dengan faktor geometrik yang 90%
terjadi yaitu kondisi f4b maka formula dapat ditulis:
𝑄2
𝐵= (99)
𝛽𝑏𝐻 2 𝐾 2
Note:
Harga β = 16 untuk parit/kolam kosong (n = 1) berdinding kedap air atau
parit/kolam tanpa dinding dengan batu pengisi (0< n < 1)
Harga β = 40 untuk untuk parit/kolam kosong (n = 1) berdinding porus
Faktor geometrik parit (f) diturunkan dari faktor geometrik sumur (F) dengan cara
(Sunjoto, 2008):
a). Faktor geometri parit adlh faktor geometrik sumur kali ‘shape coefficient’ (SC).
b). Shape coefficient adalah ‘perimeter coefficient’ kali ‘area coefficient’
c). ‘Perimeter coefficient’ bentuk lingkaran ke bentuk bujur sangkar adalah keliling
bujur sangkar (4b) dibagi keliling lingkaran (2πR) atau sama dengan 4b / 2R
d). ‘Area coefficient’ dari bentuk bujur sangkar ke bentuk rectangular adalah akar
dari luas rectangular dibagi luas bujur sangkar atau ( (bB) / b 2 ).
e). Finally harga dari ‘shape coefficient’ (SC) dari bentuk lingkaran ke bentuk
rectangular adalah sama dengan: 4𝑏 2𝝅𝑹 × 𝑏. 𝐵 𝑏2 = 𝟐 𝒃. 𝑩 𝝅𝑹
𝟐 𝒃. 𝑩 𝟐 𝒃. 𝑩
𝑴𝒂𝒌𝒂 ∶ 𝑺𝑪 = dan 𝒇𝒏 = 𝑭𝒏 × (100)
𝝅𝑹 𝝅𝑹
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 64
dengan:
fn : faktor geometrik parit kondisi n
Fn : faktor geometrik sumur kondisi n
4). Konstruksi
berisi gravel atau pada pinggiran area parkir atau dibangun sepenjang pinggir jalan
seperti Gambar 15. Konstruksi ini dimaksudkan untuk mendapatkan berbagai fungsi
dapat tercapai. Genagan air hujan dari jalan atau pavement dapat diatasi, air hujan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 65
Tabel 10. Faktor geometrik dari trenches
Condition Shape factor of trenchs (f) Keterangan
1 b
4𝐿 Trench pada aquifer diantara dua
L 𝑓1 =
2
lapisan kedap air
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿 (Sunjoto, 2016)
𝑙𝑛 + +1
2 𝑏𝐵 2 𝑏𝐵
𝜋 (Sunjoto, 2008)
5 b
4𝐿 + 4 𝑏𝐵𝑙𝑛2 Trench dengan dasar datar dan
L
: 𝑓5𝑏 = sebagian dinding porus pada lapisan
2
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿 aquifer dibawah lapisan kedap air
𝑙𝑛 + +1
2 𝑏𝐵 2 𝑏𝐵 (Sunjoto, 2008)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 66
4𝐿 + 2 𝑏𝐵𝑙𝑛2 Trench dengan dasar setengah bola
b
𝑓6𝑎 = dan sebagian dinding porus pada
2
L
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿 lapisan aquifer
: 𝑙𝑛 + +1 (Sunjoto, 2008)
6 4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵
4𝐿 + 4 𝑏𝐵𝑙𝑛2 Trench dengan dasar datar dan
b
𝑓6𝑏 = sebagian dinding porus pada lapisan
2
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿
L
aquifer
:
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵 (Sunjoto, 2008)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 67
7. TAMAN RESAPAN AIR HUJAN
Taman resapan air hujan atau Recharge Yard atau di USA disebut Rain Garden (Gambar
16.) adalah suatu usaha penanganan genangan dengan cara air menyalurkannya ketempat
lebih rendah di halaman yang peresapannya diwujudkan dengan taman. Cara ini hanya
dapat dilaksanakan bila rumah mempunyai halaman yang cukup luas. Untuk halaman
sempit cara yang umum dilaksanakan dengan mengusahakan air hujan yang jatuh di
pasangan batu setinggi 5 atau 10 cm (Gambar 17a.) hingga air meresap kedalam tanah di
halaman itu sendiri. Bila permukaan tanah relatif kedap air, untuk mempercepat proses
Gambar 16. Skecth ofTaman Resapan Air atau Rain Garden (USA) dan Taman Resapan
Air atau Rain Garden (USA)
Sumber: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited January 10th 2008)
Sumber: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited January 10th 2008)
Angka 5-10cm dari tanggul pasangan batu (Gambar 17a.) ini diperhitungkan bahwa
selama hujan terjadi air yang jatuh dapat tertampung di halaman tanpa meluap keluar.
Dengan data di Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa dominant duration Td=2jam dan
intensitas hujan dengan kala ulang 2 tahunan sebesar 0.036 m/j, maka selama 2 jam
hujan akan tertampung air setebal H=2jamx3.6cm/jam =7.20 cm bila infiltrasi nol.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 68
Selain dengan cara seperti tersebut diatas dapat juga dilaksanakan dengan cara
halaman yang dikelilinggi tanggul digali 20cm kemudian ditabur pasir setebal 10cm dan
ditasnya ditimbun batu gravel setebal 10cm. Antara permukaan tanah dengan pasir dan
antara pasir dengan gravel dibatasi dengan lapisan geotekstil. Untuk bahan yang lebih
mudah dan murah dapat digunakan paranet (Gambar 17b. & 18.).
a b
Gambar 17. Sket Taman Resapan Air Hujan dgn permukaan rumput dan permukaan
gravel.
Pinsip utama recharge yard adalah air hujan yang jatuh di halaman tidak mengalir
keluar namun akan meresap kedalam tanah di halaman itu sendiri. Sedangkan air hujan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 69
yang jatuh diatap atau perkerasan lainnya diresapkan kedalam tanah dengan
menggunakan recharge well maupun recharge trench. Bila halaman tidak dilengkapi
dengan teknik konservasi, hingga air hujan dari halaman akan terbuang langsung
mengalir keluar halaman maka keadaan ini disebut dengan Taman Penerlantar Air Hujan
(Gambar 19.). Sedangkan contoh halaman yang telah berasaskan recharge yard dalam
Gambar 20. Taman Resapan Air Hujan di Kantor Provinsi DIY dan halaman Fakultas
Mipa UGM
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 70
CONTOH SOAL
Untuk mengurangi kerancuan titik-koma semua contoh perhitungan menggunakan
English system)
A =A = 171 m2
Vw = 5.50 m3/hr
I = 5.50/171= 0.0322 m/hr ⇒ R24j= 96.66 mm/day
fd = K = 00175 m/hr ⇒ p= 34.29 (menit/cm)
10,000
𝐼 𝑚3 𝑠 𝑘𝑚2 = × 𝐼 𝑚 𝑟 𝐸𝑞. 12 ⇒
36
10,000
𝐼= × 0.0322 𝑚 𝑟 = 8.95 𝑚3 𝑠 𝑘𝑚2
36
𝑅 24 𝑗 𝑅 24 𝑗
= 0.06 × 𝑇 + 60 𝐸𝑞. 11 ⇒ = 0.06 × 120 + 60 = 96.66 𝑚𝑚 𝑑𝑎𝑦
𝐼 8,95
0.7×0.9×𝐴×𝑅 24 𝑗 × 𝑝
𝐴𝑏𝑟 = 𝐸𝑞. (69)
128
fd = 0.0175 m/hr
Tf = 2 hrs
dt = 1.50 m
n = 0.35
Vw = 5.50 m3/hr
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 71
𝑉𝑤 5.50
𝐴𝑡 = 𝐸𝑞. 73 ⇒ 𝐴𝑡 = = 9.83 𝑚2
𝑛𝑑𝑡 + 𝑓𝑑 𝑇𝑓 0.35 × 1.50 + 0.0175 × 2
Dimension of recharge trench l x w x d = 19.66 x 0.50 x 1.50 m3
k = fd = 0.0175 m/hr
T = Tf = 2 hrs
d = dt = 1.50 m
n =n = 0.35
WQv = Vw = 5.50 m3/ hr
𝑊𝑄𝑣 5.50
𝐴= 𝐸𝑞. 74 ⇒ 𝐴 = = 9.82 𝑚
𝑛𝑑 + 𝑘𝑇 0.35 × 1.50 + 0.0175 × 2
Dimension of recharge trench l x w x d = 19.66 x 0.50 x 1.50 m3
4). New York State Stormwater Management Design (2003) (NYSSMD)
d = dt = 1.50 m
n =n = 0.35
W Qv =Vw = 5.50 m3/ hr
𝑊𝑄𝑣 5.50
𝐴= 𝐸𝑞. 75 ⇒ 𝐴 = = 10.47 𝑚
𝑛𝑑 0.35 × 1.50
Dimension of recharge trench l x w x d = 20.94 x 0.50 x 1.50 m3
5). California Stormwater Management Design (2003) (CSMD)
d = dt = 1.50 m
n =n = 0.35
W QV= Vw = 5.50 m3/ hour
𝑊𝑄𝑉 5.50
𝑆𝐴 = 𝐸𝑞. 78 ⇒ 𝑆𝐴 = = 10.47 𝑚
𝑛𝑑 0.35 × 1.50
Dimension of recharge trench l x w x d = 20.94 x 0.50 x 1.50 m3
6). Stormwater Management Manual for Western Australia (2007) (SMMWA)
Kh = fd = 0.0175 m/j = 4.86*10-6 m/s
H = dt = 1.50 m
b =w = 0.50 m
τ =T = 2 hours
es = n = 0.35
V = Vw = 5.50 m3/ hour
U (assumption)= 1
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 72
𝑉
𝐿= 𝐸𝑞. 79 ⇒
𝐻
𝑒𝑠 . 𝑏. 𝐻 + 60. 𝐾 . 𝜏 𝑏 + 2 . 𝑈
5,50
𝐿= = 20.90 𝑚
1.50
0.35 × 0.50 × 1.50 + 60 × 4.86 ∗ 10−6 × 2 × 0.50 + 2 × 1
P = fd = 0.0175 m/ hour
t = Tf = 2 hour
n =n = 0.35
V = Vw = 5.50 m3/ hour
D = dt = 1.50 m
𝑉 5,50
𝐴= 𝐸𝑞. 86 ⇒ 𝐴= = 448.98 𝑚
𝑃×𝑛×𝑡 0.0175 × 0.35 × 2
Ko = fd = 0.0175 m/ hr
Δt = Tf = 2 hrs
W =w= 0.50 m
H = dt = 1.50 m
Qin = Vw = 5.50 m3/ hr
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 73
5.50 − 0.0175 × 1.0854 × 0.50 + 0.54837
1.50 = = 14.39 𝑚
0.50𝐿
2 + 2.50533 × 0.0175
Untuk menghitung B diperlukan shape factor f7b (Tabel.10) yang mengandung B maka
Dicoba dengan:
B = 39.36 m ⇒ f7b = 24.86 m ⇒ B = 39.37 m
B = 39.37 m ⇒ f7b = 24.86 m ⇒ B = 39.37 m maka diambil B = 39.37 m
Method ITB MSMAM GSMM NYSSMD CSMD SMMWA MUSSM MCM ARSIT SUN
Area 476.38 9.82 9.82 10.47 10.47 10.09 448.98 13.09 7.19 19.68
(m2)
Length 952.76 19.66 19.66 20.94 20.94 20.19 897.96 26.19 14.39 39.37
(m)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 74
Note:
Harga B’ adalah panjang kolam pada keadaan rapat air, dialiri selama T=2 jam, dan hasil
perhitungan formula dengan data tersebut diatas menghasilkan harga BB’ (hampir
sama) ini akibat K yang kecil hingga trench berfungsi sebagai kolam rapat air.
Soal 2.
Data sama dengan Soal 1 kecuali:
Design infiltration rate fd = 0.175 m/hour (sand coarse) dan dihitung dengan cara yang
sama pada Soal 1, hasilnya disajikan di Tabel i.
Untum metode Sunjoto (2008), trial and error yang pertama diambill B = 20 m dihitung
f7b (Tabel 10.) dan kemudian dihitung B dengan menggunakan formula Eq.(97):
Dicoba dengan:
B = 20.00 m ⇒ f7b = 19.58 m ⇒ B = 14.35 m
B = 17.00 m ⇒ f7b = 18.55 m ⇒ B = 17.14 m
B = 17.07 m ⇒ f7b = 18.58 m ⇒ B = 17.07 m, maka B = 17.07 m
𝑄 × 𝑇𝑑 5.5 × 2
𝐵′ ≤ 𝐸𝑞. 98 ⇒ 𝐵′ ≤ = 41.90 𝑚
𝑛𝑏𝐻 0.35 × 0.50 × 1.50
Method ITB MSMAM GSMM NYSSMD CSMD SMMWA MUSS MCM ARSIT SUN
Area 150.65 6.26 6.26 10.47 10.47 10.19 44.90 13.09 6.20 8.53
(m2)
Length 301.30 12.52 12.52 20.94 20.94 20.39 89.80 26.19 12.40 17.07
(m)
Note:
Akibat K yang besar hingga ketika selama air mengalir masuk trench dengan serta
merta mudah meresap kedalam tanah maka hasil perhitungan formula dengan data
tersebut diatas menghasilkan harga B’>>B.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 75
8. SALURAN DAN TELAGA
a. Saluran
Saluran adalah bangunan yang menghantarkan aliran air yang pada umumnya mengalir
secara gravitasi dan untuk keadaan lapangan seperti pada Gambar 21., dinamika aliran
b. Diukur selisih debit dari dua titik saluran pada real time.
c. Formulasi :
Gambar 21. Saluran tanpa lining samping di Kecamatan Panjatan dan saluran dengan dua
lining samping yaitu Selokan Mataram.
analog elektrik pada tiga keadaan guna menghitung harga kehilangan air untuk tiap
𝒒 = 𝑰𝒔 /𝑲 × 𝒌 × 𝑾𝒔 (102)
dengan :
q : kehilangan air (m3/m/hr)
Is / K : harga dari grafik dari Gambar 22 & 23.
k : koefisien permeabilitas tanah (m/hr)
Ws : lebar muka air di saluran (m)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 77
Gambar 22. Tiga keadaan aliran (Bouwer, 1965; with permission from ASCE, LN: ls 091509)
Gambar 23. Grafik harga Is/K (Bouwer, 1965; with permission from ASCE, LN: ls 091509 )
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 78
3). Sunjoto
Dengan ’elevasi muka air tanah sama dengan elevasi dasar saluran' maka air meresap
dengan:
𝐻𝑤
𝑊𝑣 = 𝑊𝑏 +
𝑡𝑔𝛼
Ws
Wb
Hw
Saluran dengan dua dinding
samping (Sunjoto 2008)
Wb
Wv
dengan:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 79
q : kehilangan air di saluran (m3/s/m)
Hw : tinggi air di saluran (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
Wb : lebar dasar saluran (m)
Ws : lebar permukaan air di saluran (m)
Wv : lebar permukaan air bila sisi lining vertikal (m)
Wv = Ws – Hw.ctg α
α : sudut luar tebing saluran (o)
λ : panjang satuan saluran (λ = 1 m)
Catatan
Dimensi Hw, Wb, Ws, Wv dan dalam m dan K dalam m/s maka q dalam m3/s/m.
Lining adalah lapisan kedap air seperti pasangan batu, concrete slab maupun
geomembrane.
a. Telaga
Telaga buatan adalah salah satu usaha untuk meresapkan air kedalam tanah
(Gambar 25.). Secara rinci telaga dapat berfungsi menjadi tiga hal yaitu:
Detention basin
Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan
Retention basin
Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan
kedalam tanah.
Recharge basin
Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan
Sistem ini yang dikembangkan dengan cara membendung alur sungai dengan sebuah
dam/barrage dan menyalurkan limpasan air hujan kedalam satu telaga buatan untuk
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 80
menampungnya. Untuk keamanan telaga dibangun spillway agar pada saat volume
berlebih debit air dapat melimpas melaluinya agar tidak merusak bangunan lainnya. Pada
a. Metode Pengukuran
Cara perhitungan jumlah air yang meresap adalah dengan mengukur langsung debit
air masuk, keluar dan penguapan untuk seluruh permukaan telaga pada real time.
Gambar 25. Telaga Prigi di Kabupaten Gunungkidul dan telaga buatan di Kampus
Universitas Musamus Merauke.
Diukur debit masuk dan debit keluar dan penguapan secara simultan maka sisanya
adalah debit meresap kedalam tanah.
𝑸𝒓 = 𝑸𝒊 − 𝑸 𝒐 − 𝑸𝒆 (106)
dengan:
Qr : debit air meresap (L3/T)
Qi : debit air masuk (L3/T)
Qo : debit air keluar (L3/T)
Qe : debit air menguap (L3/T)
b. Methode Perhitungan
Dengan tampang telaga seperti model tersebut diatas karena permukaan air telaga
hampir selalu konstan hingga aliran meresap dianggap steady flow maka secara teoritis
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 81
Model A Model B
Untuk lebih rincinya formula perhitungan adalah Q=FKh dengan parameter koefisien
permeabilitas tanah, hydraulic head dan faktor geometrik sesuai keadaan masing-
masing lapisan atau kondisi dan untuk kejadian yang paling banyak terjadi adalah
seperti Gambar 26. Harga faktor geometrik diturunkan dari Table 2. dan Tabel 10.
dengan modifikasi sesuai keadaan lapangan dan dengan variasi keduanya dan formulanya
menjadi:
1). Model A.
a). Telaga persegi panjang (rectangulair)
4𝐿𝐾𝐻
𝑄𝑟𝑎 = (107)
2
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵
2). Model B.
a). Telaga persegi panjang (rectangulair)
4𝐻 𝐿1 𝐾1 + 𝐿2 + 𝑏𝐵𝑙𝑛2 𝐾2
𝑄𝑟𝑏 = (109)
2
𝐿1 + 𝐿2 + 4 𝑏𝐵 𝐿1 + 𝐿2
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 82
2𝐻 𝐿1 𝐾1 + 𝐿2 + 𝑅𝑙𝑛2 𝐾2
𝑄𝑐𝑏 = (110)
2
𝐿1 + 𝐿2 + 2𝑅 𝐿1 + 𝐿2
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
dengan:
Qrn : debit air meresap kondisi n (L3/T)
Kn : koefisien permeabilitas tanah lapisan n (L/T)
H : tinggi tekanan air lapisan (L)
Ln : ketebalan aquifer lapisan n (L)
b : lebar telaga rectangulair (L)
B : panjang telaga rectangulair (L)
R : radius telaga circulair (m)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 83
Contoh Soal Saluran dan Telaga
a. Saluran
Data:
Suatu saluran dengan lebar dasar 6 m, tinggi air 2 m dan kemiringan tebing saluran adalah 45º.
Bila koefisien permeabiltas tanah K = 0,0125 m/j berapa air meresap kedalam tanah per
kilometer menurut metode Sunjoto untuk (tanpa, satu dan dua lining) dengan keadaan perlapisan
tanah impermeabel sangat dalam dan muka air tanah awal setinggi dasar saluran.
o Ws = 10 m
o Wv = 8 m
o H = 2m
o K = 0.0125 m/j
𝑞 = 0,42614 𝑚3 𝑗 𝑚 = 426,14 𝑙 𝑗 𝑘𝑚
4𝐾𝐻𝑤 𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑣
𝑞=
2
𝐻𝑤 + 𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑣 𝐻𝑤
𝑙𝑛 + +1
𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑣 𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑣
4 × 0,0125 × 2 × 1× 6+8
𝑞=
2
2+ 1× 6+8 2
𝑙𝑛 + +1
1× 6+8 1× 6+8
𝑞 = 0,38122 𝑚3 𝑗 𝑚 = 381,22 𝑙 𝑗 𝑘𝑚
𝒒 = 𝟒𝑲𝑯𝒘 𝟐 𝑾 𝒃
𝑞 = 4 × 0.0125 × 2 × 2 × 1 × 6 = 0.34641 𝑚3 𝑗 𝑚 = 346.41 𝑙 𝑗 𝑘𝑚
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 84
b. Telaga
Suatu telaga yang dibuat dengan cara membendung sungai kecil memberikan dengan
perlapisan dasar seperti Gambar 26. dengan data sbb:
2𝐿𝐾𝐻
𝑄𝑐𝑎 =
𝐿 + 2𝑅 𝐿 2
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
2 × 14 × 0.875 × 6 461.81
𝑄𝑐𝑎 = = = 655.05 𝑚3 𝑟
14 + 2 × 300 14 2 0.705
𝑙𝑛 2 × 300 + +1
2 × 300
4𝐻 𝐿1 𝐾1 + 𝐿2 + 𝑏𝐵𝑙𝑛2 𝐾2
𝑄𝑟𝑏 =
2
𝐿1 + 𝐿2 + 4 𝑏𝐵 𝐿1 + 𝐿2
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵
4 × 6 × 5 × 0.875 + 9 + 500 × 700 × 𝑙𝑛2 × 0.175 1865.10
𝑄𝑟𝑏 = =
2 0.696
𝐿1 + 𝐿2 + 4 𝑏𝐵 𝐿1 + 𝐿2
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵
= 2679.74 𝑚3 𝑟
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 85
9. KONSERVASI
Dalam bab ini akan didiskusikan volume air diresapkan akibat adanya recharge system
yaitu dapat berupa recharge well, recharge trench maupun recharge yard. Dalam
perhitungan ini perlu diperhatikan bahwa salah satu keuntungan lain adalah bila air
hujan yang jatuh ke atap maupun perkerasan diresapkan langsung kedalam tanah maka
Sebagai contoh adalah: Sebidang lahan tegalan dengan luas 4 ha atau 40.000 m2 akan
dibangun menjadi area perumahan atau real estate. Seluas 30.000 m 2 sebagai kapling
perumahan dan 10.000 m2 sebagai jalan lingkungan yang dilengkapi dengan SPAH.
Lahan kapling 30.000 m2 dibagi menjadi 200 rumah seluas masing 150 m 2 dengan
Building Coverage Ratio 80 %, atau tiap rumah 120 m2 (total = 24.000 m2) merupakan
lapisan kedap air (atap & perkerasan) yang dilengkapi dengan SPAH. Dari setiap kaling
seluas 30 m2 merupakan lahan terbuka berfungsi sebagai recharge yard seluas total
6.000 m2. Yang dimaksud recharge yard adalah taman yang disiapkan untuk sepenuhnya
meresapkan air hujan yang jatuh padanya yaitu dengan cara mengelingi taman tersebut
dengan pasangan batu setinggi 5-10 cm hingga air hujan tak langsung melimpah keluar
namun meresap kedalam tanah dan bila permeabilitas permukaan tanah kecil taman ini
Evapotranspirasi untuk keadaan ada penghijauan (Evp) akan lebih besar dari pada
evapotranspirasi pada keadaan tanpa penghijauan tanpa peresapan (Ev) dan Evp > Ev.
Evapotranspirasi dengan sistem resapan (Evr) karena air jatuh ke atap atau perkerasan
langsung masuk kedalam tanah melalui sumur resapan atau parit resapan maka nilainya
lebih kecil dari evapotransoirasi tanpa penghijauan, tanpa Ev diperhitungkan 40% dari
evapotranspirasi air yang jatuh pada permukaan tanah tanpa recharge well (Eq.111).
𝐸𝑣𝑟 = 0,40 × 𝐸𝑣 (111)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 86
Untuk air yang diresapkan melalui recharge yard atau taman resapan air hujan
Data DIY:
a. Curah hujan tahunan = 2580 mm/thn
b. Evapotranspirasi
Lahan pada umumnya Ev = 1.20 m/th
Lahan dengan penghijauan Evp= 1.50 m/th
Pada sumur & parit resapan Evr = 0.40 Ev
a. Koefisien limpasan permukaan:
Lahan tegalan C = 0.62
Atap/jalan/perkerasan C = 0.95
Taman tanpa dengan penghijauan C = 0.32
Dengan sistem resapan C = 0,05
b. Lahan
Luas Lahan = 40.000 m2
Luas Jalan = 10.000 m2
Luas kapling = 30.000 m2 terdiri dari:
Luas Total Atap & Perkerasan = 24.000 m2
Luas taman rumput = 6.000 m2
NOTE:
Harga Ev Evr dan Evp tidak konstan dan tergantung jenis tanaman, umur dan
kerapatannya, semakin rapat semakin besar.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 87
PERHITUNGAN
A. Sebelum dibangun
Air diresapkan sebesar :
VA = 40.000 x (1- 0.62) x (2.58 – 1.20) = 20.976 m3/th
B. Tanpa dibangun namun dengan pengijauan
VB = 40.000 x (1- 0.32) x (2.58 – 1.50) = 29.376 m3/th
C. Sesudah dibangun
1. Tanpa Recharge System
a. Dari atap & perkerasan
VB1a = 24.000 x (1- 0.95) x (2.58 – 1.20) = 1.650 m3/th
b.1. Dari taman tanpa penghijauan
VB1b = 6.000 x (1- 0.62) x (2.58 – 1.20) = 5.630 m3/th
b2. Dari taman dengan penghijauan
VB1b = 6.000 x (1- 0.62) x (2,58 – 1.50) = 2.462 m3/th
c..Dari jalan
VB1c = 10.000 x (1- 0.95) x (2.58 – 1.20) = 690 m3/th
Air diresapkan tanpa penghijauan VTSR = 1.650 + 5.630 + 690 = 7.970 m3/th
Air diresapkan dengan penghijauan VTSR = 1.650 + 2.462 + 690 = 4.802 m3/th
Air diresapkan tanpa penghijauan VDSR = 47.880 + 7.866 + 19.950 = 75.696 m3/th
Air diresapkan dengan penghijauan VDSR = 47.880 + 6.156 + 19.950 = 73.986 m3/th
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 88
Tabel j. Volume air diresapkan fungsi kondisi lahan
No. Kondisi lahan Volume (m3/th)
1 Sebelum dibangun 20.976
2 Tanpa dibangun namun dengan penghijauan 29.376
3a Sesudah dibangun tanpa sistem resapan
a. Taman tanpa penghijauan 7.970
b. Taman dengan penghijauan 4.802
3b Sesudah dibangun dengan sistem resapan
a. Taman tanpa penghijauan 75.696
b. Taman dengan penghijauan 73.986
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 89
References
Al-Dahir Z.A., Morgenstern N.R. 1969. Soils Science, Vol. 107, No. 1, 1969, pp. 17-21.
Aravin, V.E., Numerov, S.N. 1965. Theory of fluid flow in undeformable porous media, Translated from Russian, Israel
Program for Scientific Translations, Jerusalem.
Badon Ghyben. 1889., & Herzberg, 2001., in van Dam, J.C. 1985. Geohydrologie, Afdeling der Civiele Techniek, TH
Delft, Nederland.
Bouwer, H. 1965. Theorytical aspects of seepage from open channels, Journal Hydraulics Div. ASCE, pp 37-59.
Dachler, R. 1936. Grundwasserstromung, Julius Springer, Wien.
Darcy. H. 1856. Histoire des Fontaines Publiques de Dijon, Dalmont, Paris.
Departemen Pekerjaan Umum. 1984. Prasarana Pengairan dan Pemukiman Indonesia di Tahun 2000, Simposium PSLH-
ITB, Bandung, 7 Maret 1984.
Departemen Pekerjaan Umum, Litbang Pemukiman. 1990. Tatacara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan
Untuk Lahan Pekarangan, Standar, LPMB, Bandung.
FAO Rome, 1980, Drainage Design Factor, Asian Institute of Technology, in Bangkok Thailand, February 1992.
Forchheimer P. 1930. Hydraulik, 3rd, B.G. Teubner, Leipzig.
Harza, L.F. 1935. Transactions, American Society of Civil Engineering, Vol. 100, pp. 1352-1385.
HMTL-ITB. 1990. Peresapan Buatan Sebagai Upaya Pengendalian Banjir Kota Bandung
Hvorslev, M.J. 1951. Time Lag and Soil Permeability in Ground Water Observation, Bulletin 36, Waterways Experiment
Station, Vicksburg, Missisipi.
Hvorslev, M.J. In Massmann, J. 2004. Final Report GeoEngineers On Call Agreement Y-7717 Task Order AU, ’ An
Approach for Estimating Infiltration Rates Stormwater Infiltration Dry Wells’, washington State Transportation
Commission Department of Transportation and in cooperation with USDT, Federal Higway Administration.
Kamir, R. Brata. 2007. Cara Pembuatan Lubang Resapan Biopori, Leaftlet, Bagian Konservasi Tanah dan Air, IPB,
Bogor.
Luthian J.N., Kirkham D. 1949. Soils Science, Vol. 99, 1949, pp. 349-358.
Moritz, E.A. 1913. Seepage Losses From Earth Canals, Eng. News 70, 402-5.
Olson R.E., Daniel D.E. 1981. Measurement of hydraulic conductivity of fine grained soils, Permeability and
groundwater contaminant transport, ASTM, STP 746, Zimmie T.F., & Riggs C.O.
Raymond G.P., Azzouz M.M. 1969. Proc. Conference on In-situ investigations of soils and rocks, British Geotechnical
Society, London, pp. 195-203.
Samsioe, A.F. 1931. Zeitschrift fur Angewandte Mathematik und Mechanik, Vol. 11, pp. 124-135.
Setiadi, Benedictus Deddy, 2011. Analisis Dimensi Bangunan Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan, Thesis S2 di
JTSL-FT-UGM
Smiles D.E., Youngs E.G. 1965. Soils Science, Vol. 99, 1965, pp. 83-87.
Sunjoto, S. 1988. Optimasi Sumur Resapan Sebagai Salah Satu Pencegahan Intrusi Air Laut (Optimation of recharge
well as method to restrain sea water intrusion), Pros. Seminar PAU-IT-UGM, Yogyakarta.
Sunjoto, S. 1989. Pengembangan Model Hidraulik Aliran Bawah Permukaan, Laporan Penelitian (Development of
groundwater hydraulic model), PAU-IT-UGM, Yogyakarta.
Sunjoto, S. 1993. Sustainable Urban Drainage, International Conference on Management Geo-Water and Engineering
Aspect, Wollongong, Australia, 8-11 February 1993.
Sunjoto, S. 1994. Infiltration Well and Drainage Concept, Proc. on International Conference on Groundwater at Risk,
Helsinki, June 13 - 16, 1994.
Sunjoto, S. 1994. Restoration of Rainwater Infiltration in the Cities, Proc. on International Conferrence on Rain Water
Utilization, Sumida City, Tokyo, August, 1nd-7th, 1994.
Sunjoto, S. 1996. Rekayasa Teknik Dalam Pengembangan Air Bawah Tanah, Sarasehan Air Tanah Dinas Pertambangan
DKI Jakarta (Groundwater engineering development, workshop groundwater, Mining Department Jakarta Capital
Special Region), 26 Maret 1996.
Sunjoto, S. 2002. Recharge Wells as Drainage System to Increase Groundwater Storage, Proc. on the 13 rd IAHR-APD
Congress, Advance in Hydraulics Water Engineering, Singapore, 6-8 August 2002 Vol.I, pp. 511-514.
Sunjoto, S. 2007. Teknik Drainasi Berwawasan Lingkungan (Sustainable drainage engineering), Jurnal Air, Lahan dan
Mitigasi Bencana,‘Alami’ Vol. 12 No. 1 Th 2007 hal. 22-24.
Sunjoto, S. 2007. Banjir Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan Alternatif Solusi (Flood of Jakarta Capital Special
Region), Pros.Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Sistem Pengelolaan Banjir Berbasis Penataan Ruang,
Kerjasama UNDIP-DKI Jakarta, di Semarang, 30 Agustus 2007.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 90
Sunjoto, S. 2007. Peningkatan Tampungan Air Tanah Akibat Infiltrasi di Saluran (Enhancement of groundwater storage
by canal infiltration), Pros. Lokakarya Nasional Rekayasa Penanggulangan Dampak Pengambilan Air Tanah, Dept.
ESDM, PLG, Jakarta 6 September 2007.
Sunjoto, S. 2007. Dewatering and its Impact to Groundwater Storage, Proc. on International Symposium and Workshop
Current Problem in Groundwater Management and Related Water Resources Issues, 3-8 December 2007, Bali,
Indonesia.
Sunjoto, S. 2008. The Recharge Trench as A Sustainable Supply System, Journal of Environmental Hydrology, The
Electronic Journal of the International Association for Environmental Hydrology, On the World Wide Web at
http://www.hydroweb.com Vol. 16 Paper 11 March 2008.
Sunjoto, S. 2008. Eksploitasi Air Laut Untuk Tambak Ikan di Pantai Berpasir, Studi Kasus di Pandansimo Bantul
Yogyakarta (Exploitation of saline water for fish pond in sandy coastal area, Case study in Pandansimo, Bantul,
Yogyakarta), Media Teknik-Majalah Ilmiah Teknologi, Diterbitkan oleh: FT-UGM, No. 2 Th. XXX Edisi Mei
2008.
Sunjoto, S. 2008. Infiltration on Canal as a Method for Recharging Groundwater Storage, Asian Journal of Water,
Environment and Pollution at http://www.capital-publishing.comNo 2, Vol. 5 Number 4 Oct-Dec 2008.
Sunjoto, S. 2009. Pembangunan Sumberdaya Air Dalam Dimensi Hamemeyu Hayuning Bawono, Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar di Universitas Gadjah Mada, Edisi Saintifik, Hasta Cipta Mandiri, Yogyakarta
Sunjoto, S. 2010. Irrigation Canal Waterlosses, Journal of Environmental Hydrology, The Electronic Journal of the
International Association for Environmental Hydrology, On the World Wide Web at http://www.hydroweb.com
Vol. 18 Paper 5 March 2010.
Sunjoto, S, 2011, Comparison of Recharge System Formulas from Point of View of Dimension Analysis, Mathematical
Logic and Flow Condition, Proc. Of the 4th ASEAN Civil Engineering Conference, Yogyakarta 21-23 November
2011, Indonesia
Sunjoto, S, 2015. Kebutuhan Penutupan Bangunan Dalam Perhitungan Konservasi Air di Daerah Urban (Building
cover demand on the water conservation computation in urban area), Pros. PIT HATHI XXXII di Malang 6-8
November 2015.
Sunjoto, S. 2016. Influence of shape factor to the hydraulic pumping power. Proc. 20 th Congress of the APD-IAHR
Division, Colombo Sri Lanka 29 - 31 August 2016 (abstract accepted)
Sunjoto, S, 2016. Partial Penetration Well Equations, Proc. 4th IAHR Europe Congress, 27-29 July 2016, Liege, Belgium
(abstract accepted)
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan (Sustainable urban drainage system), Penerbit Andi
Yogya.
Taylor, D.W. 1948. Fundamental of Soil Mechanics, Wiley, New York.
The Institution of Engineers Australia. 1977. Australian Rainfall and Runoff: Flood Analysis and Design, Canberra.
USBR-USDI. 1990. In Massmann, J. 2004. Final Report GeoEngineers On Call Agreement Y-7717 Task Order AU, ’ An
Approach for Estimating Infiltration Rates Stormwater Infiltration Dry Wells’, washington State Transportation
Commission Department of Transportation and in cooperation with USDT, Federal Higway Administration.
Wilkinson W.B. 1968. Geotechnique, Vol. 18, No. 2, 1968, pp. 172-194.
Wilson E.M. 1974. Engineering Hydrology, 2nd ed., The MacMillan Press LTD.
Georgia Stormwater Management Manual - Volume 2 / Section 3.2http://www.georgiastormwater.com/vol2/3-2-5.pdf
(cited May 4th 2009).
Infiltration Trench Design Example http://www.stormwatercenter.net/Manual_Builder/infiltration_design_example.htm
(cited on May 4th 2009).
New YorkState Stormwater Management Design Manual - Chapter 8
http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited on May 4th2009).
SNI: 03-2453-2002
http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/SNI/pdf/SNI%2003-2453-2002.pdf(cited on July 28th 2009).
Urban Stormwater Management Manual of Malaysia (MSMAM)(cited on July 28th 2009).
http://msmam.com/wp-content/uploads/msmam/Ch32-Infiltration.pdf (cited on July 23rd 2009).
http://www.google.co.id/search?q=vertical+mulch&hl=id&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=lyitT
fPkGo26vQPG9d33Cg&sqi=2&ved=0CD4QsAQ&biw=994&bih=600(cited on July 28th 2009).
http://www.bloomingarden.com/verticalmulch.html(cited on July 28th 2010).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 91
Tiada Kehidupan Tanpa Air
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 92