Anda di halaman 1dari 92

TEKNIK DRAINASE PRO-AIR

dan

konservasi berkelanjutan

Oleh:
Prof.Dr.Ir. SunjotoDip.HE, DEA.

(LECTURE NOTE)

JurusanTeknikSipil & Lingkungan


UNIVERSITAS GADJAH MADA
Yogyakarta, 2016
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 1
Teknik Drainase Pro-Air dan Konsevasi Berkelanjutan

Oleh: Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA


sunysunyoto@gmail.com

1. PENDAHULUAN

a. Deskripsi

1).Asal kata

2). Terminology

3). Beda drainase dgn drainasi

4). Perubahan tataguna lahan

b.Infrastruktur

1).Definisi

Depkimpraswil dalam Capacity Building in Urban Infrastructure Management CBUIM

(2002) lebih jelas mendefinisikannya bahwa prasarana dan Sarana merupakan bangunan

dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-

sama dalam suatu ruang yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman

dan dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup

dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan

kehidupannya.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 2
2). Komponen infrastruktur

Dari kedua belas komponen dapat dikelompokkan kedalam tujuh group infrastruktur

(Suripin, 2004):

 Kelompok keairan, meliputi air bersih, sanitasi, darinase-drainasi, irrigasi dan

pengendalian banjir, didalamnya termasuk infrastructur air perkotaan.

 Kelompok jalan meliputi jalan raya, jalan kota dan jembatan.

 Kelompok sarana transportasi meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun kereta

api, pelabuhan dan pelabuhan udara.

 Kelompok pengolahan limbah meliputi sistem manajemen limbah padat.

 Kelompok bangunan kota, pasar, dan sarana olah raga terbuka ( outdoor sports)

 Kelompok energi meliputi produksi dan distribusi listrik dan gas.

 Kelompok telekomunikasi.

3). Infrastruktur Air Perkotaan

 Urban water supply system


Sistem air bersih adalah suata satu kesatuan penyediaan air bersih yang mencakup

pengadaan, pengolahan (treatment), mengalirkan (delivery), distribusi (distribution) ke

pengguna baik domestik, komersial, perkantoran, industri maupun sosial.

 Urban waste water system


Sistem air limbah perkotaan adalah suatu sistem yang mengumpulkan ( collecting),

mengalirkan (delivery), mengolah (treatment) dan membuang (disposal) dari buangan air

limbah baik dari domestik, komersial, perkantoran, industri maupun sosial. Jumlah air

kotor adalah mendekati jumlah air bersih ysng telah dikonsumsi.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 3
 Water irrigation system
Sistem air irrigasi adalah mulai dari penangkap ( intake), mengalirkan (delivery),

membagi (distribution), menggenangi sawah. Saluran drainasi makin kehilir makin kecil

dimensinya karena debit air yang dialirkan semakain kecil kehilir. Berbeda dengan

saluran drainase yang semakin kehilir semakin besar dimensinya karena debit air

semakin bertambah. Persoalan lain adalah elevasi saluran irigasi lebih tinggi dari lahan

sekitar dan sebaliknya saluran drainase selalu lebih rendah dari lahan sekitar, hingga

perubahan daerah irigasi menjadi daerah hunian akan banyak masalah berkaitan dengan

channel system drainage dan solusinya adalah dengan recharge system drainage.

 Drainase Perkotaan

Kata drainase berasal dari drainage (ing, fra) yang secara umum berarti ’mengalirkan,

menguras, membuang atau mengalihkan air’. Hampir semua kota-kota di negara maju

terutama yang intensitas hujannya rendah pada umumnya Urban Drainage System nya

atau penanganan air hujan dan air limbahnya dalam satu saluran untuk bersamaan.

Artinya saluran air limbah dan saluran air hujan cukup satu tanpa dipisahkan hingga

pada saat hujan sering terjadi bahwa air dari treatment plant yang belum sempurna

terdekomposisi bahan organiknya telah terdorong keluar masuk kebadan air akibat

tambahan air hujan, yang biasanya bila hujan terjadi terlalu lebat. Sistem ini biasanya

banyak digunakan di daerah subtropis karena curah hujan relative kecil. Sedangkan

untuk daerah tropis biasanya dengan saluran tepisah antara air limbah dengan air hujan

karena curah hujan maupun intensitas hujan tinggi.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 4
2. MASHAB DALAM TEKNIK DRAINASE

Terjadinya genangan di daerah urban akibat dari urbanisasi yaitu (Gambar 1&3):
 Luas bidang infiltrasi berkurang

 Temporary storage (tajuk) hilang


 Sponge system (mulch) hilang

a. Con-Water Mazhab (Mashab Nafi-Air)


Con-Water Mashab ini adalah teknik menyelesaikan genangan dengan membuang
air secepatnya secara gravitasi kedaerah lebih rendah atau dengan pompa bila

topografi tak memungkinkan. Pada umumnya dilaksanakan dengan melalui parit, sungai

dan akhirnya ke laut dan cara ini telah dilaksanakan dan mendominasi sejak zaman

dahulu kala sampai saat ini. Kajian utama adalah menetapkan arah aliran dan menghitung

dimensi bangunan-bangunan tersebut diatas terutama dimensi saluran. Mashab ini juga

disebut dengan Channel System Drainage. Konsepnya seperti tertera dalam Gambar 1.

Untuk suatu daerah yang tidak dilengkapi dengan system resapan air hujan air akan

tumpah ke saluran drainasi dan meluap ke jalan seperti Gambar 2, dan dampak

positifnya mulai 4 tahun terakhir ini telah dicanangkan Kampus UGM Zero Waste dan

Zero Runoff.
Berbagai hal tentang bangunan ini adalah:
1). Terbentuknya
 Alamiah : sungai (Natural Drainage)
 Buatan : selokan (Artificial Drainage)
2). Letak Bangunan
 Drainase Permukaan (Surface Drainage)
: Permukiman, jalan, lapangan terbang
 Drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage)
: Lapangan sepak bola, taman, lapangan olah raga lainnya

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 5
3). Fungsi
 Satu Fungsi (Single purpose)
 Banyak Fungsi (Multi Purpose)
4). Konstruksi
 Saluran Terbuka
 Saluran Tertutup

5). Cross Section


 Persegi
 Trapesium
 Lingkaran
 Ellipse
6). Cara Pelaksanaan
 On Site
 Pre Fabricated

Gambar 1. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi (Prince, lecture note,
1997)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 6
Gambar 2. Banjir di daerah Jl. Dago kota Bandung (Sumbangan dari Prof.Dr. Otto
Soemarwoto) dan di gerbang kampus UGM.

b. Pro-Water Mazhab (Mashab Pro-Air)


Pro-Water Mazhab ini adalah teknik menyelesaikan genangan dengan meresapkan air
hujan kedalam tanah disekitar permukiman secara individual maupun komunal yang baru

dikembangkan mulai tahun 1980an ketika masalah lingkungan hidup menjadi perhatian

global dengan dimulainya era sustainable development (Usul Wakil Swedia pada 28 Mei

1968 di PBB; Realisasinya pada 5-16 Juni 1972 diadakan United Nation Confrerence on

the Human Environment di Stockholm; Pada 3-14 Juni 1992 Konferensi Tingkat Tinggi

Bumi di Rio de Janeiro; Pada 2002 di adakan KTT Rio + 10 di Johanesburg; dan sebagai

kelengkapannya pada Desember 2007 di Indonesia yaitu Bali Roadmap).

Bangunannya berupa Sumur Peresapan Air Hujan, Parit Peresapan Air Hujan maupun

Taman Peresapan Air Hujan. Mashab ini juga disebut dengan Recharge System

Drainage dengan flowchart seperti tertera dalam Gambar 3.

Berbagai hal tentang bangunan ini adalah:


1). Terbentuknya
 Buatan (Artificial Drainage)
2). Letak Bangunan
 Drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 7
3). Fungsi
 Satu Fungsi (Single purpose) hanya meresapkan air Drainase Permukaan (Surface
Drainage) dan tidak dijadikan satu dengan peresapan air limbah
4). Konstruksi
 Tertutup
 Terbuka
5). Bentuk
 Sumur Resapan
 Parit Resapan
 Taman Resapan
6). Cara Pelaksanaan
 On Site (pasangan batu)
 Pre Fabricated (buis beton)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 8
Gambar 3. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi dan alternative solusi
(Sunjoto, 2011)

Dari Gambar 3. dapat dilihat bahwa Pro-Water Mazhab dapat menyelesaikan 3 problem

sekaligus yaitu Flood, Groundwater dan Pollution Control Problems sedangkan Con-

Water Mazhab hanya dapat menyelesaikan sebuah saja yaitu Flood Control Problem.
Sedangkan Urban Climate Change Problem tak dapat diselesaikan dengan Teknik

Drainase.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 9
c. Model Imbangan Air menurut Sunjoto (1989):

Kebutuhan Air Domestik (BAD) diperhitungkan sebesar 100 l/kpt/h, yaitu rerata

dari kebutuhan air perkotaan/urban 200 l/kpt/h dengan kebutuhan air

perdesaan/rural 60 l/kpt/h dan penduduk urban sebesar 30%, rural 70%.

BADrerata=0,30x200+0,70X60=102 ≈ 100 l/kpt/h.

Data (riil):
 Curah hujan: 2.580 mm/th)**
 Evapotranspirasi: 1.250 mm/th)**
 Kebutuhan air domestik: 100 l/kpt/h
 Koefisien limpasan permukaan: 0,95
 Kebutuhan penutupan bangunan: 50 m2/kpt)*
 Rendemen: 60 %
 Jumlah penduduk 1 juta kpt
Note:
)* Sunjoto (2015)
)** Departemen Pekerjaan Umum (1984)

1). Kebutuhan air domestik

Vka = 1.000.000x0,10x365 = 36,50.106 m3/thn

2). Air terbuang

Vat = 1.000.000x0,95x50x0,60x(2,58-1,25) = 37,90.106 m3/thn

Kesimpulan dari perhitungan tersebut adalah Vka ≈ Vat atau dapat dikatakan bahwa:

‘Volume air terbuang akibat sistem drainase konvensional adalah setara dengan jumlah

air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air domestik’.

Penjelasan:

Sunjoto (2015) mengusulkan suatu cara perhitungan konservasi air bukan

berdasar peta tataguna lahan untuk area permukiman namun berdasarkan Kebutuhan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 10
Penutupan Bangunan (BTB) = Building Cover Demand (Sunjoto, 2015). BTB adalah luas

semua bangunan artifisial yang mengakibatkan terhentinya infiltrasi air hujan disuatu

wilayah dibagi dengan jumlah penduduk dalam wilayah tersebut dengan dimensi m 2/kpt.

Harga BTB di pulau Jawa daerah urban adalah sebesar 30 m 2/kpt dan di daerah rural

adalah 60 m2/kpt atau BTBrerata = 50 m2/kpt yaitu dihitung dengan komposisi penduduk

urban 30% dibanding rural 70 % hingga BTBrerata = 0,30x30+0,70x60= 51 ≈ 50 m2/kpt.

BTB ini akan banyak berguna untuk menghitung air terinfiltasi akibat recharge system

maupun usaha konservasi lainnya untuk wilayah luas misal DAS atau daerah administrasi

(kabupaten, provinsi dll.) dengan mengetahui data penduduk.

Sedangkan harga BTB dapat ditentukan secara teknik sampling dengan menggunakan

data google map maupun data peta lainnya, sedangkan untuk data jumlah penduduk

diperoleh dari data administrative terrestrial daerah tersebut.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 11
2. PERENCANAAN

Dalam suatu perencanaan sistem drainase suatu daerah perlu diketahui data teknis,

ekonomi maupun sosial guna mendapatkan hasil yang maksimal. Yang dimaksud dengan

hasil maksimal adalah bahwa konstruksi berfungsi sebaik mungkin sesuai yang

direncanakan, berwawasan lingkungan, kuat dan bertahan lama, murah biayanya, mudah

perawatannya dan selaras dengan alam sekitarnya hingga kehadirannya menambah

keserasian lanskap yang telah ada.

a. Genangan
 Lokasi
 Luas
 Lama
 Frekuensi
 Tinggi
 Kerugian
b. Daerah tangkapan hujan
 Luas
 Tataguna lahan
 Kerapatan bangunan
c. Tataguna lahan
 Building cover ratio (BCR)
 Batas persil
 Status kepemilikan
 Nilai asset
d. Hidrologi
 Time of concentration of precipitation (Tc) (untuk channel system)
 Dominant duration of precipitation (Td) (untuk recharge system)
 Intensity Duration Frequency (IDF) Curve (untuk channel & recharge system)
 Curah hujan tahunan, evapotranspirasi
e. Topography
 Arah buangan
 Aspek hidrolika
 Lokasi bangunan
 Arah aliran air tanah
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 12
f. Sifat Tanah
 Jenis tanah
 Kekuatan tanah
 Permeabilitas tanah
g. Master plan/RTRW = Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/desa..
 Kesesuaian rencana
h. Demography
 Penyesuaian dengan kerapatan > C = koefisien runoff
 Kualitas air buangan
i. Prasarana dan utilitas
 Pemanfaatan bangunan eksisting
j. Material tersedia
 Pilihan konstruksi
k. Kesehatan lingkungan
 Aspek disain dan konstruksi
l. Kelembagaan
 Pemeliharaan dan biaya operasional
m. Perundangan
 Implementasi sistem yang tepat
n. Persepsi masyarakat
 Partisipasi
o. Sosial ekonomi
 Penyesuaian jenis konstruksi
p. Biaya
 Skala prioritas
 Sumber pendanaan
 Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return dll.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 13
4. BENEFIT SISTEM PERESAPAN

a. Secara Fisik
1). Memperkecil puncak hydrograph di hilir

 Retarding basin (kolam detensi, kolam retensi, kolam resapan) ⇒


Melandaikan puncak hidrograf hingg mengurangi banjir daerah hilir.

2). Reduksi dimensi jaringan


 Dimensi saluran drainase dpt direduksi
 Bila perlu = nol (tanpa jaringan saluran drainase)
 Memperlebar jalan lingkungan (Gambar 4.)

Gambar 4. Jalan dengan recharge well hingga menjadi lebih lebar (kiri) dan jalan
dengan saluran drainase (kanan) hingga lebar jalan berkurang.

3). Mencegah banjir lokal


 Menyelesaikan genangan pada halaman rumah tanpa membuang air,
 Menyelesaikan genangan daerah rendah,

4). Konservasi air

Dengan sistem resapan maka volume air hujan yang dapat diresapkan kedalam

tanah akan menjadi lebih besar dengan kata lain tampungan air tanah juga akan menjadi

lebih besar. Perhitungannya akan dibahas dalam Bab 9.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 14
5). Mempertahankan tinggi muka air tanah (Gambar 5.).

Gambar 5. Skema hubungan konversi lahan dengan muka air tanah

Konversi dari lahan kritis menjadi permukiman yang dilengkapi dengan recharge system
dapat dikatakan:
MEMBANGUN SEKALIGUS MEMPERBAIKI LINGKUNGAN.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 15
6). Mencegah intrusi air laut.
Badon Ghyben (1888) & Herzberg (1901) membangun teori keseimbangan air
tawar dan air asin di pantai berpasir (Gambar 6.).

h u j a n

Muka tanah
Muka air tanah

h Muka air laut

hs
hf
Air tawar (f)

Batas air asin - air tawar


A

air asin (s)

Gambar 6. Hiperbolik tampungan air tawar suatu pulau sirkuler dengan akuifer yang
homogen dan isotropis.

Tekanan hidrostatis dititik A adalah pA:


𝑝𝐴 = 𝜌𝑠 𝑔𝑕𝑠 (1)

𝑝𝐴 = 𝜌𝑓 𝑔𝑕𝑓 (2)

Persamaan (2) = (3) maka:


𝑠 − 𝑓
𝛥𝑕 = 𝑕𝑠 (3)
𝑓
Pada umumnya untuk:
Air laut ρs = 1,025 t/m3
-> (3) maka ∆h = 1/40.hs
3
Air tawar ρf = 1,000 t/m

Kesimpulan: setiap peningkatan tinggi muka air tanah tawar satu unit akan menambah
ketebalan cadangan air tawar dibawahnya sebesar 40 unit dan sebaliknya.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 16
7). Memperkecil konsentrasi pencemaran
Volume air tanah meningkat maka konsentrasi pencemaran menjadi semakin
encer:
𝑄𝑠 𝐶𝑠 + 𝑄𝑝 𝐶𝑝
𝐶= (4)
𝑄𝑠 + 𝑄𝑝

dengan
C : Konsentrasi air final
Cs : Konsentrasi air hujan
Cp : Konsentrasi air tercemar
Qs : Debit air hujan
Qp : Debit air tercemar

Dengan kata lain untuk daerah payau seperti di daerah pantai pada umumnya,

sistem ini akan meperbaiki kualitas air tanah karena air hujan yang masuk

kedalam air tanah mempunyai kualitas lebih baik dari pada kualitas badan air itu

sendiri.

8). Mencegah land subsidence dan sinkhole


Akibat eksploitasi air tanah tanpa imbuhan yang seimbang maka rongga pori akan

kosong dan tanah akan mampat maka terjadi amblesan karena air adalah uncompressible

sedangkan udara compressible material., walaupun sinkhole dapat juga terjadi karena

akibat lain hal aliran air hingga terjadi piping, batuan kapur yang larut dll.

Gambar 7. Sinkhole dan amblesan


(https://www.google.co.id/search?q=sinkhole+di+indonesia&rlz=1C1GGGE___ID511ID513&espv=2&biw=1360&bih=667&tbm=isch&t
bo=u&source=univ&sa=X&ved=0CBoQsARqFQoTCIW6h9yBh8gCFQcdjgodrHQDCQ#imgrc=qD1UZ5kKSwMvUM%3A)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 17
b. Secara Sosial Budaya

 Melestarikan teknik tradisional

 Membangun asas ‘mensejahterakan pihak lain’

 Mengeliminir keresahan daerah berpotensi tergenang

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 18
5. SUMUR PERESAPAN

Recharge system atau system resapan adalah suatu bangunan teknis yang
direncanakan untuk meresapkan air hujan (surface runoff) kedalam tanah, yang terdiri

dari tiga macam yaitu Recharge Well, Recharge Trench dan Recharge Yard atau di USA

disebut Rain Garden). Untuk mendisain dimensinya dapat digunakan formula:

(Untuk mengurangi kerancuan titki-koma dalam bagian ini digunakan sistem Indonesia)

a. Litbang Pemukiman PU (1990)


1). Dinding sumur porus
Volume air masuk Voli = AIT
Volume air keluar lewat dasar Volod = As T K
Volume air keluar lewat samping Volos = PHTK
Volume tampungan Volt = As H
Keseimbangan menjadi:
Volt = Voli - ( Volod + Volos )
Maka:
𝑨𝑰𝑻 − 𝑨𝒔 𝑲𝑻
𝑯= (5)
𝑨𝒔 + 𝑷𝑲𝑻
2). Dinding sumur kedap air
𝑨𝑰𝑻 − 𝑨𝒔 𝑲𝑻
𝑯= (6)
𝑨𝒔
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m) ⇒ lihat Gambar 9.
I : intensitas hujan (m/j)
2
A : luas atap (m )
2
As : luas tampang sumur (m )
P : keliling sumur (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
T : durasi hujan/pengaliran (j)
Comment:
 Bila A = 0  H < 0 (tak logis)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 19
b. HMTL-ITB (1990)

Dengan konsep Van Breen (koefisien distribusi hujan 90 %), dan konsep Horton bahwa

natural infiltration 30 % hingga yang harus diresapkan sebesar 70%, maka:

𝝅𝒅𝟐 𝟏𝟕𝟗 𝟏
𝑨 × 𝟎, 𝟕𝟎 × 𝟎, 𝟗𝟎 × 𝑹𝟐𝟒𝒋 − 𝟒 × ×𝟔
𝑷
𝑯= (7)
𝝅𝒅𝟐
𝟒 × 𝟏𝟎𝟎𝟎
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m) ⇒ lihat Gambar 9.
2
A : luas atap (m )
d : diameter sumur (0,80 s/d 1,40 m)
p : faktor perkolasi (mnt/cm)
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam (mm/hr)
0,70 : limpasan permkaan yang harus diresapkan (Horton) ⇒ (Gambar 8.)
0,90 : efektivitas hujan (V. Breen)

PEp
R = 70 %

I = 30 %

Gambar 8. Skema keseimbangan air di permukaan tanah secara natural (Horton)

Note:
Dalam perhitungan, ‘dimensi’ dari parameter harus sesuai dengan yang tersebut
diatas.

Comment:
 Tak memenuhi asas analisis dimensi
 Formula tak berlaku untuk dinding porus
 Bila A = 0  H < 0 (tak logis)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 20
Untuk dapat menghitung dengan formula tersebut diperlukan konversi dimensi sbb:
1). Faktor perkolasi vs permeabilitas tanah
𝒎𝒏𝒕 𝟎, 𝟔𝟎
𝒑 = (8)
𝒄𝒎 𝑲 𝒎/𝒋

2). Curah hujan harian vs Intensitas hujan


(a). Mononobe
2
𝑅 24 3
𝐼= × (9)
24 𝑡𝑐
dengan :
R : curah hujan terbesar harian atau dalam 24 jam (mm)
tc : time travel (j)
I : intensitas hujan (mm/j)

(b) Van Breen.


𝟗𝟎% × 𝑿𝟐𝟒
𝑰= (10)
𝟒
dengan:
I : intensitas hujan maksimum (mm/jam)
X24 : hujan harian (mm)

Pada rumus ini, durasi hujan diasumsikan 4 jam (khusus Pulau Jawa) dan besar hujan
harian efektif 90% dari hujan maksimum.

(c). Hasper (1951)


(1). Bila durasi hujan < 2 jam

𝑹𝟐𝟒𝒋 𝟏𝟐𝟎 − 𝑻 𝟐
= 𝟎, 𝟎𝟔 × 𝑻 + 𝟔𝟎 − 𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟖 × × 𝟐𝟔𝟎 − 𝑹𝟐𝟒𝒋 (11)
𝑰 𝟔𝟎

(2). Bila durasi hujan 2 < T < 19 jam

𝑅24𝑗
= 0,06 × 𝑇 + 60 (12)
𝐼
dengan:
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam ( mm/hr)
I : intensitas hujan (m3/s/km2)
T : durasi hujan (mnt)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 21
Sedangkan dimensi Intensitas hujan harus juga diadakan konversi sbb:
𝟏𝟎. 𝟎𝟎𝟎
𝑰 𝒎𝟑 𝒔 𝒌𝒎𝟐 = ×𝑰 𝒎 𝒋 (13)
𝟑𝟔

3). Tinggi hujan harian rerata.

Hubungan antara tinggi hujan harian rerata dengan intensitas hujan (SNI 03 2453-

2002) adalah sbb:


𝟏
𝑹 𝒍 𝒎𝟐 𝒉 = ×𝑰 𝒎 𝒋 (14)
𝟐𝟒. 𝟎𝟎𝟎
dengan:
R : curah hujan terbesar harian atau dalam 24 jam (mm)
I : intensitas hujan (m/j)

c. Sunjoto (1988)

1). Koefisien permeabilitas tanah (Forchheimer, 1930).

Forchheimer membuat percobaan dengan auger hole dan lubang diberi casing kemudian

dituang air dan dihitung (Qi=0) untuk menghitung koefisien permeabilitas. Menurut

Forchheimer (1930) formula (17) adalah untuk menghitung koefisien permeabilitas

tanah (K), bila diketahui perubahan tinggi muka air fungsi waktu dalam bore hole

dengan debit Q = 0 (air dituang dalam sekejap). Kelemahan dari methode ini adalah

perbedaan penurunan muka air tidak linier dengan perbedaan waktu pengukuran dari

awal sampai akhir hingga harga K akan berbeda hasilnya dengan data durasi yang sama

namun diukur pada waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan bahwa kondisinya masih

pada unsteady flow state sedangkan formulanya untuk steady flow state condition.

(Gambar 9a.). Dengan dasar konsep Forchheimer ini Sunjoto (1988) membangun formula

aliran dalam lubang bor atau sumur untuk unsteady state flow condition.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 22
b
a

Gambar 9. Skema aliran lubang bor (Forhheimer, 1930) dan dalam sumur (Sunjoto,
1988)
𝑑𝑕
𝑑𝑄𝑜 = 𝐴𝑠 (15)
𝑑𝑡
𝑑𝑄𝑜 = 𝐹𝐾𝑕 (16)

Persamaan (15) = (16) dan dengan As = πR2 maka dengan cara integrasi didapat:

𝝅𝑹𝟐 𝒉𝟐
𝑲= 𝒍𝒏 (17)
𝑭 𝒕𝟐 − 𝒕𝟏 𝒉𝟏
dengan:
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
R : radius sumur (m)
F : faktor geometrik (m) F = 4R (Forchheimer, 1930)
t1 : waktu awal pengukuran (j)
t2 : waktu akhir pengukuran (j)
h1 : tinggi muka air awal pengukuran (m)
h2 : tinggi muka air akhir pengukuran (m)
As : luas tampang sumur (m2)

2). Dimensi sumur (Sunjoto, 1988)

Formula ini dibangun formula ini dengan asas (Gambar 9b.):

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 23
(a). Debit air masuk kedalam sumur diasumsikan konstan sebesar Qi dan Qi ≠ 0. Hal

ini sesuai dengan keadaan fisik yaitu dalam suatu durasi hujan akan ada debit dari

atap yang masuk kedalam sumur.

(b). Debit keluar (meresap) adalah sama dengan faktor geometrik kali koefisien

permeabilitas fungsi ketinggian air dalam sumur Qo= F K h (Forchheimer, 1930).

3). Penurunan Formula

Volume air tampungan dalam sumur adalah luas tampang sumur kali ketebalan air Eq.(18)

dan sama dengan selisih volume air masuk dikurangi volume air meresap Eq.(19):
𝑑𝑉𝑜𝑙𝑡 = 𝑛𝐴𝑠 𝑑𝑕 (18)
𝑑𝑉𝑜𝑙𝑡 = 𝑄 − 𝑄𝑜 𝑑𝑡 = 𝑄 − 𝐹𝐾𝑕 𝑑𝑡 (19)

Persamaan Eq.(18) = Eq.(19) diselesaikan dengan cara integrasi:


𝑛𝐴𝑠 𝑑𝑕
𝑛𝐴𝑠 𝑑𝑕 = 𝑄 − 𝐹𝐾𝑕 𝑑𝑡  𝑑𝑡 =
𝑄 − 𝐹𝐾𝑕

Bila As = πR2 untuk tampang lingkaran dan As = bB untuk tampang persegi serta dengan
asumsi bahwa muka air tanah terletak pada level dasar sumur maka menurut Sunjoto
(1988) akan didapat:

(a). Sumur tampang lingkaran


Untuk konstruksi sumur resapan tampang lingkaran dimensinya dihitung dengan:
𝑸 −𝑭𝑲𝑻𝒅
𝑯= 𝟏 − 𝒆𝒙𝒑 (20)
𝑭𝑲 𝒏𝑹 𝟐

(b). Sumur tampang rectangular


Untuk konstruksi sumur resapan tampang rectangular dimensinya dihitung dengan:
𝑸 −𝒇𝑲𝑻𝒅
𝑯= 𝟏 − 𝒆𝒙𝒑 (21)
𝒇𝑲 𝒏𝒃𝑩
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m)
Q : debit air masuk (m3/j)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
Td : durasi dominan hujan (j)
F : faktor geometrik tampang lingkaran (m) ⇒ (Tabel 2.& 3.)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 24
f : faktor geometrik tampang rectangular (m) ⇒ (Tabel 10.& 11.)
R : radius sumur (m)
B : panjang parit (m)
b : lebar parit (m)
n : porositas material pengisi (0 < n < 1)

Note:
 Walaupun dalam asumsi penurunan formula muka air tanah berada tepat pada
dasar sumur namun kenyataan di dalam praktek muka air tanah berada selalu
dibawahnya, dan keadaan ini akan memberikan angka keamanan dalam
perhitungan.
 Sumur kosong material ketika n = 1, sebaliknya sumur terisi material penuh tanpa
ruang pori ketika n = 0.
 Kedalaman maksimum H’ adalah harga perhitungan sumur dalam keadaan tinggi
muka sumur kedap air yang dialiri selama Td dan H’ dapat dihitung dengan (lihat
contoh 2, Tabel 9):

𝑄 × 𝑇𝑑
𝐻′ ≤ (22)
𝑛𝜋𝑅 2
Comment:
 Selaras dengan asas analisis dimensi
 Bila Q = 0  H = 0 (logis)

4). Simplifikasi formula


Untuk perhitungan praktis, semisal untuk keperluan disain sederhana, sumur dianggap

aliran dalam steady state condition dengan faktor geometrik yang 90% terjadi yaitu

kondisi F4b maka formula dapat ditulis:

𝑸
𝑯= (23)
𝝎𝝅𝒓𝑲

Note:

 Harga ω = 2 untuk sumur kosong (n = 1) berdinding kedap air atau sumur tanpa
dinding dengan batu pengisi (0 < n < 1).
 Harga ω = 5 untuk sumur kosong (n = 1) berdinding porus.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 25
5). Debit Air Masuk.
Debit air masuk dari atap dihitung dengan formula rational:
𝑄 = 𝐶𝐼𝐴 (24)

dengan,
Q : debit air masuk (m3/j)
C : koefisien aliran permukaan atap
I : intensitas hujan (m/j)
A : luas atap (m2)

6). Parameter dalam formula:


 Koefisien aliran permukaan atap
Untuk formula ini koefisien atap atau perkerasan diambil C = 0,95

 Luas atap

Luas atap diukur luas datar dal luas perkerasan lainnya juga harus

diperhitungkan.

 Intensitas hujan

Intensitas hujan didapat dari Intensity Duration Frequency (IDF) Curve dengan

waktu bukan ’Time of Concentration’of Precipitation (Tc) namun’ Dominant

Duration’ of Precipitation (Td).


 Durasi Dominan Hujan (dominant duration of precipitation)

Durasi dominan hujan (Td) adalah lama waktu yang paling banyak terjadi di

daerah tersebut.

 Faktor Geometrik Sumur (F)

Faktor geometric (shape factor) adalah suatu harga yang mewakili dari bentuk

ujung sumur, tampang, radius, kekedapan dinding serta perletakannya dalam

lapisan tanah.

Syarat batas.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 26
Shape factor untuk kondisi 5, 6 dan 7 yang mana ada bagian dinding yang porous

dari casing maka unit luas lubang casing harus lebih besar dari unit luas pori

tanah hingga air yang lewat melalui casing tak terganggu.

Bila dinding sumuran berupa kostruksi yang tebal seperti buis beton maka

koefisien permeabilitas dinding buis beton harus lebih besar dari koefisien

permeabilitas tanah hingga air lancer tak terganggu dalam melewatinya.

Harga ini dimunculkan pertama kali oleh Forchheimer (1930) yaitu F = 4R dalam mencari

K dari penelitian dengan percobaannya yang disimpulkan sesuai dengan formula (17).

Cara ini hanya menggunakan satu lubang bor saja tanpa sumur pantau spt lazimnya pada

formula Dupuit-Thiem yang berbasis Darcy’s Law (1856) yang harus menggunakan

sumur pantau. Cara Forchheimer ini memberikan kemudahan dalam perhitungan

perencanaan karena secara eksplisit dapat menghitung dengan data laboratoriom tanpa

harus mengetahui data sumur pantau yang baru bisa diukur setelah pumping terlaksana

di lapangan. Maka konsep Forchheimer ini dapat disebut sebagai mashab baru dalam

perhitungan Groundwater Flow selain konsep yang sudah ada yaitu Darcy’s Law.

Kemudian untuk berbagai kondisi sumur harga F dikembangkan oleh peneliti lain seperti:

(a). Dengan formulasi:


Samsioe (1931), Harza (1935) , Dachler (1936), Taylor (1948), Hvorslev (1951),
Aravin (1965), Sunjoto (1989 -2002).

(b). Dengan grafis:


Luthian J.N., Kirkham D. (1949), Hvorslev (1951), Smiles & Youngs (1965),
Wilkinson W.B. (1968), Raymond G.P., Azzouz M.M. (1969), Al-Dhahir &
Morgenstern (1969), Olson & Daniel (1981)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 27
Tabel 2. Faktor Geometrik Sumur
Value of F when
Conditions Shape factor (F) R=1; H=0; L=0 Referenses

1 2 𝐿
𝐹1 =
2 0
𝐿 + 2𝑅 𝐿 Sunjoto (2016)
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅

Samsioe (1931)
𝐹2𝑎 = 4𝑅 12,566 Dachler (1936)
2 Aravin (1965)

𝐹2𝑏 = 18𝑅 18,000 Sunjoto (2002)

Samsioe (1931)
𝐹3𝑎 = 2𝑅 6,283 Dachler (1936)
Aravin (1965)
3 Forchheimer (1930)
𝐹3𝑏 = 4𝑅 4,000 Dachler (1936)
Aravin (1965)

𝐹4𝑎 = 2 𝑅 9,870 Sunjoto (2002)

4
Harza (1935)
𝐹4𝑏 = 5,50𝑅 5,50 Taylor (1948)
Hvorslev (1951)

𝐹4𝑏 = 2𝑅 6,283 Sunjoto (2002)

2𝐿 + 2 𝑅𝑙𝑛2
𝐹5𝑎 = Sunjoto (2002)
6,227
2
𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅
5
2 𝐿
𝐹5𝑏 = 0/0 Dachler (1936)
2
𝐿 𝐿
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅
2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2
𝐹5𝑏 =
2 3,964 Sunjoto (2002)
𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 28
2𝐿 + 2 𝑅𝑙𝑛2
𝐹6𝑎 =
2 9,870 Sunjoto (2002)
𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅

2 𝐿
6 𝐹6𝑏 = 0/0 Dachler (1936)
2
𝐿 𝐿
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2
𝐹6𝑏 =
2 6,283 Sunjoto (2002)
𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
2𝐻 + 2 𝑅𝑙𝑛2
𝐹7𝑎 =
2 9,870 Sunjoto (2016)
𝐻 + 2𝑅 𝐻
H

: 𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
7 2𝐻 + 2𝑅𝑙𝑛2
𝐹7𝑏 =
H 2 6,283 Sunjoto (2016)
𝐻 + 2𝑅 𝐻
: 𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅

Tabel 3. Diskripsi tentang kondisi sumur


Conditions Description
1 Resapan pada tanah porus terletak diantara tanah bersifat kedap air di bagian dasar dan
bagian atas dengan dinding porous setinggi L.
2.a Resapan berbentuk bola berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air dan
seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous.
2.b Resapan kubus berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air dan seluruhnya berada
di tanah yang bersifat porous.
3.a Resapan terletak pada tanah bersifat kedap air di bagian atas dan tanah porous dibagian
bawah dengan dasar berbentuk setengah bola
3.b Idem 3.a namun dasar rata
4.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porous dengan dinding resapan kedap air
dan dasar berbentuk setengah bola.
4.b Idem ditto 4.a namun dasar rata
5.a Resapan terletak pada tanah yang kedap air di bagian atas dan porous dibagian bawah
dengan dinding sumur permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah bola
5.b Idem ditto 5.a namun dasar rata
6.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan dinding sumur bagian atas
impermeabel dan bagian bawah permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah bola
6.b Idem ditto 6.a namun dasar rata
7.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan seluruh dinding sumur
permeabel dan dasar berbentuk setengah bola
7.b Idem ditto 7.a namun dasar rata

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 29
Catatan:
Formula Sunjoto adalah bentuk lain dari Forchheimer dengan perbedaan bahwa yang

pertama adalah dalam unsteady flow condition sedangkan formula Forchheimer adalah

dalam steady flow condition. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada formula Sunjoto

(1988) pada keadaan atap sama dengan nol (A=0) maka debit air masuk sumur nol

karena Q=CIA atau pada saat Td=∞ maka akan di dapat H=Q/FK dan dan ini sama

dengan h=Qo/FK yaitu formula Forchheimer (1930).

7). Konstruksi
Sumur peresapan dibuat dihalaman rumah masing-masing dengan jumlah dan dimensi

sesuai dengan perhitungan. Air dapat dimasukkan langsung dari talang atau air jatuh

dihalaman kemudian dialirkan masuk ke sumur peresapan (Gambar 11.)

Sedangkan bila sumur peresapan untuk di jalan inlet dapat langsung dari tutup sumur

atau dengan konstruksi dari samping (Gambar 10.). Semua sumur peresapan harus

dilengkapi ‘pipa udara keluar’ atau air outlet dengan tujuan untuk menghilangkan

hambatan masuknya air karena terdesak oleh udara yang mengalir keluar.

Gambar 10. Sumur peresapan air hujan dengan pipa ‘air masuk’ dan pipa ‘udara keluar’.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 30
Dengan talang

Tanpa talang

Gambar 11. Sumur peresapan air hujan menampung air dari atap

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 31
8). Pengembangan Faktor Geometrik

(a). Kondisi Sumur 5b

Harga Faktor Geometrik F5b Dachler (1936) akan memberikan harga ‘nol dibagi nol’ atau

‘tak terdefinisikan’ bila L=0. Padahal menurut gambar (Tabel 4) kedua gambar tersebut

akan menjadi sama bila pada kondisi 5b tadi dengan L = 0 maka seharusnya harga F5b

sama dengan F3b = o4 R. Sunjoto (2002) membangun suatu formula dan ketika L=0 maka

harga F5b = 3,964 R atau dengan tingkat kesalahan 0,90 %. (Tabel 4)

Tabel 4. Perbandingan antara kondisi sumur 3b dengan 5b ketika r=1 dan L=0

Forchheimer
(1930)
3b 4R 4,000
Dachler (1936)
Aravin (1965)

2𝐿
2
𝐿 𝐿 Dachler (1936) 0/0
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅
5b
2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2
2
𝐿 + 2𝑅 𝐿 Sunjoto (2002) 3,964
𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 32
(b). Kondisi Sumur 6b

Beranalogi pada pengembangan Formula F5b Dachler (1936) tersebut, Sunjoto (2002),

membangun Formula berbasis F6b Dachler (1936) dengan pertimbangan:

 Penelitian Harza (1935) dengan electrical analogy apparatus mendapatkan harga

F=4,8R s/d 5,6R, Taylor (1948) dengan flownet mendapatkan F=4,7R dan

Hvorslev (1951) mengulang untuk mendapatkan harga faktor geometrik yang

mana hasil ketiga peneliti berbeda-beda. Maka dari itu pada saat Hydraulic

Confference di USA, oleh Hvorslev diusulkan angka bersama sebesar yaitu

F4b=5,50R dan disetujui.

 Beranalogi penurunan formula F5b, Sunjoto (2002) menbangun formula F6b

seperti dalam (Tabel 5.)

 Ketika L=0 maka harga F6b(L=0)=6,283 dan pada keadaan ini kondisi 6b menjadi

sama dengan kondisi 4b hingga formula menjadi F4b=2πR (Tabel 5.)

Tabel 5. Perbandingan antara kondisi sumur kondisi 4b dengan 6b ketika r=1 dan L=0

Harza (1935)
5.5 R 5,500
Taylor (1948)
Hvorslev (1951)

4b
2 πR Sunjoto (2002) 6,283

2𝐿
2
𝐿 𝐿 Dachler (1936) 0/0
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅

6b 2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2
2
𝐿 + 2𝑅 𝐿 Sunjoto (2002) 6,283
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 33
(c). Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002)

Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L

dibagi R yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan R = 1) maka dari Tabel 6.

Tabel 6. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang dinding porus
dengan radius sumur=1’, pada kondisi sumur 5b.
DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)

L ∆F
R 2𝐿 2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2 %
2 2
𝐿 𝐿 𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 + +1 𝑙𝑛 + +1
𝑅 𝑅 𝑅 𝑅

0 0/0 3,964 ?
0,000001 6,283 3,964 -36,909
0,0001 6,283 3,965 -36,893
0,001 6,283 3,969 -36,829
0,01 6,283 4,009 -36,192
0,5 6,529 5,830 -10,706
0,964 7,079 7,079 0
1 7,129 7,165 0.504
5 13,586 14,348 5,608
10 20,956 21,720 3,645
25 40,149 40,853 1,753
50 68,217 68,867 0,952
100 118,588 119,186 0,504
1000 826,637 827,101 0,056
10000 6.344,417 6.344,793 0,005
1000000 433.064,548 433.064,818 0,00006
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan R=1.

(d). Perbandingan harga F6b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002)

Perbandingan harga F6b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L

dibagi R yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan R=1).

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 34
Tabel 7. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang dinding porus
dengan radius sumur’, pada kondisi sumur 6b.
DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)

L 2𝐿 2𝐿 + 2𝑅𝑙𝑛2 ∆F


R 2 2
𝐿 𝐿 𝐿 + 2𝑅 𝐿 %
𝑙𝑛 + +1 𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅 2𝑅 2𝑅

0 0/0 6,283 ?
0,000001 12,566 6,283 -50,000
0,0001 12,566 6,284 -49,992
0,001 12,566 6,290 -49,944
0,01 12,566 6,351 -48,026
0,5 12,695 9,092 -28,381
1 13,057 11,054 -15,340
2,713 15,323 15,323 0
5 19,072 19,618 2,862
10 27,171 27,915 2,738
25 48,775 49,525 1,537
50 80,298 81,001 0,867
100 136,435 137,084 0,475
1000 909,584 910,083 0,054
10000 6.821,882 6.822,281 0,005
1000000 454.792,118 454.792,400 0,00006
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan R = 1.

Kesimpulan dari Tabel 6 & 7:


Dahler menyadari keterbatasan formulanya dan mengatakan bahwa kedua formulanya

hanya dapat digunakan bila L/R>10 namun dari Tabel 7. ketika L/R > 0,97 untuk sumur

kondisi 5b dan L/R > 2,75 untuk sumur kondisi 5b formula Dahler telah mempunyai nilai

medekat.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 35
d. The USBR (1990, in Massman, 2004)
Infiltration well for hole without well impermeable screen or casings, located

above groundwater table.


2𝜋𝐾𝐻2
𝑄= (25)
1+ 𝐻 𝑅 2
2 1
𝑙𝑛 𝐻 𝑅 + 1 + 𝐻 𝑅 − +
𝐻 𝑅 𝐻 𝑅
atau
1+ 𝐻 𝑅 2
2 1
𝑄 × 𝑙𝑛 𝐻 𝑅 + 1 + 𝐻 𝑅 − +
𝐻 𝑅 𝐻 𝑅
𝐻= (26)
2𝜋𝐾

Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Q o=FKH, faktor geometrik F adalah:

2𝜋𝐻
𝐹= (27)
1+ 𝐻 𝑅 2
2 1
𝑙𝑛 𝐻 𝑅 + 1 + 𝐻 𝑅 − +
𝐻 𝑅 𝐻 𝑅
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m)
Q : debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
R : radius sumur (m)

Comment:
 Bila Q = 0 ⇒ H = 0 (logis)

e. Hvorslev (in Massman, 2004)

1). Deep flow field (groundwater level 48 feet from base of well)

2𝜋𝐾𝐿𝐻
𝑄= (28)
2
2𝐿 2𝐿
𝑙𝑛 + 1+
𝑅 𝑅

2
𝑄 2𝐿 2𝐿
𝐻= 𝑙𝑛 + 1+ (29)
2𝜋𝐾𝐿 𝑅 𝑅

Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Qo=FKH, faktor geometrik F adalah:

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 36
2𝜋𝐿
𝐹= (30)
2
2𝐿 2𝐿
𝑙𝑛 + 1+
𝑅 𝑅

1). Shallow flow field (groundwater level 3 feet from base of well)

2𝜋𝐾𝐿𝐻
𝑄= (31)
2
4𝐿 4𝐿
𝑙𝑛 + 1+
𝑅 𝑅

2
𝑄 4𝐿 4𝐿
𝐻= 𝑙𝑛 + 1+ (32)
2𝜋𝐾𝐿 𝑅 𝑅

Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Q o=FKH, faktor geometrik F adalah:
2𝜋𝐿
𝐹= (33)
2
4𝐿 4𝐿
𝑙𝑛 + 1+
𝑅 𝑅
dengan,
Q : debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
L : panjang dinding porus (m)
H : tinggi air dalam sumur (m)
R : radius sumur (m)
Comment:
 Bila L = 0 harga Q tak terdefinisikan atau 0/0 (tak logis)

f. Suripin (2004)
Alur pikirnya adalah dengan mendasarkan pada persamaan Dupuit dan G.Thiem dan

menurut Suripin (2004), bila tak menggunakan sumur pantau seperti Gambar 12. rumus

menjadi:
𝟐𝝅𝑲𝑩𝑯 𝑸 𝑩
𝑸= ⇒ 𝑯= 𝒍𝒏 (34)
𝑩 𝟐𝝅𝑲𝑩 𝒓
𝒍𝒏 𝒓
dengan:
Q ; debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
B : tebal confined aquifer (m)
H : ketinggian potentiometric surface
r : radius sumur
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 37
Gambar 12. Sumur resapan pada aquifer terkekang
Comment:
 Bila r = B ⇒ Q = ∞ (tak logis)
 Bila r > B ⇒ Q < 0 (tak logis)

g. Departemen Kehutanan (1994)


Departemen Kehutanan dengan Keputusan Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan

051/Kpts/V/1994 menerbitkan pedoman perhitungan sumur resapan air hujan sbb:


𝑃𝑛 × 𝐿𝐴
𝑉𝑠 = (35)
𝐾×𝐶
𝐾 = 1,15 × 𝑟 × 𝑡𝑔 (36)
𝑟
𝑡𝑔 = 𝑕 𝑡 + (37)
2
dengan:
Vs : volume sumur resapan (m3)
Pn : curah hujan perkiraan (mm)
LA : luas atap/perkerasan (m2)
K : permeabilitas tanah (cm/j)
C : koefisien kebocoran
r : radius sumur
h(t) : kecepatan penurunan air pada waktu t

Comment:
 Parameternya tak lazim dalam groundwater flow
 Tak memenuhi asas analisis dimensi

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 38
h. SNI: 03 2453-2002
SNI: 03 2453-2002 atau Standar Nasional Indonesia ini adalah menggantikan SNI

T=06=1990 F. Menurut Balitbang Kimpraswil (2002), manual ini memberikan cara

perhitungan dengan dasar bahwa volume air hujan dalam durasi tertentu (Vab) dikurangi

air meresap (Vrsp) dibagi luas tampang sumur dengan koefisien tanah pada dinding lebih

besar dari pada di dasar sumur sbb:

 Volume Andil Banjir:


𝑉𝑎𝑏 = 0,855 × 𝐶𝑡𝑑𝑕 × 𝐴𝑡𝑑𝑕 × 𝑅 (38)

 Volume Air Meresap:


𝑡𝑒
𝑉𝑟𝑠𝑝 = × 𝐴𝑡𝑡𝑙 × 𝐾 (39)
24
 Durasi hujan efektif:
0,90 × 𝑅0,92
𝑡𝑒 = (40)
60

 Permeabilitas tanah rata2

𝐾𝑣 × 𝐴𝑕 + 𝐾𝑕 × 𝐴𝑣
𝐾𝑟𝑟𝑡 = (41)
𝐴𝑡𝑡𝑙

 Kedalaman sumur
𝑉𝑡𝑝
 𝐻𝑡𝑡𝑙 = (42)
𝐴𝑕

 𝑉𝑡𝑝 = 𝑉𝑎𝑏 − 𝑉𝑟𝑠𝑝 (43)


𝑉𝑎𝑏 −𝑉𝑟𝑠𝑝
 𝐻𝑡𝑡𝑙 = (44)
𝐴𝑕

2). Kedalaman sumur


𝑉𝑎𝑏 − 𝑉𝑟𝑠𝑝
𝐻𝑡𝑡𝑙 = (45)
𝐴𝑕

Subsititusi Eq. (38) & (39) ke Eq. (44) maka:


𝑡𝑒 𝐾 𝐴 + 𝐾𝑕 𝑃 × 𝐻𝑡𝑡𝑙
0,855 × 𝐶𝑡𝑑 𝑕 × 𝐴𝑡𝑑 𝑕 × 𝑅 − × 𝐴𝑡𝑡𝑙 × 𝑣 𝑕
24 𝐴𝑕 + 𝑃 × 𝐻𝑡𝑡𝑙
𝑯𝒕𝒕𝒍 = (46)
𝐴𝑕
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 39
dengan,
Httl : kedalaman total sumur resapan air hujan (m)
Vab : volume andil banjir (m3)
Vrsp : volume air meresap (m3)
Ctdh : koefisien limpasan
Atdh : luas bidang tadah (m2)
R : tinggi hujan harian rerata (l/m2/hari)
Krrt : koefisien permeabilitas tanah rerata (m/hari)
Kv : koefisien permeabilitas tanah pada dinding sumur (m/hari)
Kh : koefisien permeabilitas tanah pada alas sumur (m/hari)
te : durasi efektive (jam) te=0,90*R 0,92/60 (jam)
Attl : luas dinding sumur + luas alas sumur (m2)
P : keliling alas sumur (m)
Ah : luas alas sumur (m2)
Av : luas dinding sumur (P x Htotal (m2))
Vtp : volume air tampungan (m3)

Comment:
 te (j) ⇒ tak memenuhi analisis dimensi
 Kv = 2 Kh ⇒ dalam groundwater flow asumsinya hampir selalu homogen
(aquifer mempunyai physical properties yang sama) dan isothropis (Kv=Kh)
 Data hujan R (hujan rerata harian) tak mempunyai aspek return period
 Bila A = 0, ⇒ H < 0 (tak logis)

i. Biopori (Kamir R. Brata, 2007)


Lubang resapan biopori (LBR) adalah lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan

diameter 10 – 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman muka

air tanah (Gambar 13.). Lubang diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya

biopori. Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh

aktivitas fauna tanah atau akar tanaman.

Menurut Kamir R. Brata (2007) untuk menghitung jumlah (LBR) guna meresapkan air

yang jatuh dari bidang kedap sbb:

𝑰𝒏𝒕𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒉𝒖𝒋𝒂𝒏 𝒎𝒎 𝒋𝒂𝒎 × 𝑳𝒖𝒂𝒔 𝒃𝒊𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒅𝒂𝒑 𝒎𝟐


𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑳𝑩𝑹 = 𝟒𝟕
𝑳𝒂𝒋𝒖 𝒑𝒆𝒓𝒆𝒔𝒂𝒑𝒂𝒏 𝒂𝒊𝒓 𝒑𝒆𝒓 𝒍𝒖𝒃𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒊𝒕𝒆𝒓/𝒋𝒂𝒎

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 40
Comment:
 Volume 300 buah biopori panjang 1 m diameter 10 cm akan setara dengan
volume 1 buah sumur peresapan dengan diameter 1 m dan kedalaman 3 m
 Biopori memerlukan lahan pekarangan yang luas
 Biopori tak dapat dibangun dibawah bangunan
 Biopori bagus berfungsi untuk pemupukan (lihat vertical mulching)

VERTICAL MULCHING

http://www.bloomingarden.com/verticalmulch.html

http://www.google.co.id/search?q=vertical+mulch&hl=id&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=u
niv&sa=X&ei=lyitTfPkGo26vQPG9d33Cg&sqi=2&ved=0CD4QsAQ&biw=994&bih=600

What is Vertical Mulching? (Gambar 12.)

Vertical mulching is the process of making many holes in the soil of the root zone of a particular tree
with the purpose of creating many entryways for air, moisture, and nutrients to reach the roots of a
given tree. This process improves the overall health and vigor of any tree. To properly vertical
mulch, you will need an electric or gasoline powered drill and a 2 to 3” diameter auger.

Gambar 13. Cara Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LBR) dan fungsi utama dari
biopori untuk pemupukan.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 41
j. Rusli M.-UII (2008)
𝑄𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 = 𝑄1 + 𝑄2 (48)
𝑄1 = 𝐴𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 ×𝑉
𝑄2 = 𝐴𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 ×𝑉
𝐴𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 = 𝜋 × ɸ2𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎
𝐴𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 = 2𝜋ɸ𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 × 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (49)

dengan :
Qsumur : Debit total yang dapat ditampung oleh sumur (m3/hari),
Q1 : Debit luasan dasar sumur resapan (m3/hari),
Q2 : Debit luasan dinding sumur resapan (m3/hari),
rencana : jari – jari dasar sumur = ½ diameter dasar sumur (m),
Adasarsumur : luas dasar sumur (m2),
Adindingsumur : luas dinding sumur (m2).
V : koefisien permeabilitas tanah = laju infiltrasi (m/hari),
𝑓 𝑡 = 𝑓𝑐 + 𝑓0 − 𝑓𝑐 𝑒 −𝑘𝑡 (50)
Rusli (2008) memberikan contoh jumlah sumur resapan yang diperlukan sbb :
𝑄𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑆𝑢𝑚𝑢𝑟 = (51)
𝑄𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟
dengan:

Debit air yang masuk kedalam sumur disebut Q limpasan dan harganya dihitung dengan

menggunakan formula rational sbb:


𝑄𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛 = 𝐶. 𝐼. 𝐴 𝑚3 𝑕𝑎𝑟𝑖

Dengan demikian rumus dimensi sumur resapan adalah sebagai berikut :


𝑄𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛 = 𝑄𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟 dan 𝑄𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛 = 𝑄1 + 𝑄2
𝑄𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎 𝑛 = . 2 . 𝑉 + 2. . . 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖. 𝑉
𝑄𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛 = . . 𝑉  + 2. 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
𝟏 𝑸𝒍𝒊𝒎𝒑𝒂𝒔𝒂𝒏
𝑻𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊 = − (52)
𝟐 . . 𝑽
Comment:
 Formula tak berlaku untuk dinding kedap air
 Bila Qlimpasan = 0 ⇒ Tinggi < 0 (tak logis)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 42
k. ARSIT (1998)
Rumus ini pada dasar percobaannya adalah untuk parit resapan air hujan di pinggir

jalan yang kemudian dari formula yang ditemukan ini dikembangkan untuk formula

sumur peresapan air hujan.

Masahiro Imbe – Association for Rainwater Storage and Infiltration Technology

(ARSIT) - Japan dan Katumi Musiake – Department of Administration & Social

Science, Fukushima University, Japan.

Dalam A Simplified Estimation of Infiltration Capacity for Infiltration Facilities

(Imbe dan Musiake, 1998) besarnya air yang meresap ke dalam tanah ditunjukkan

seperti pada persamaan berikut ini:


𝑄𝑜𝑢𝑡 = 𝐶 ∗ 𝑄𝑓 𝑚3 𝑗𝑎𝑚 53

𝑄𝑓 = 𝐾𝑜 ∗ 𝐾𝑓 54

dengan:
C : faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81).
Qt : debit air meresap (m3/jam)
K0 : koefisien permeabilitas tanah (m/jam)
Kf : specific infiltration pada bangunan resapan (m2)

Menurut Masahiro Imbe dan Katumi Musiake (1998), nilai Kf (nilai Kf pada bangunan

ini berupa per satuan panjang) dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut ini:

1). Bangunan parit resapan dasar dan dinding porous :


𝐾𝑓 = 3,093𝐻 + 1,34𝑊 + 0,677 (55)

2). Bangunan parit resapan dasar porus dan dinding kedap :


𝐾𝑓 = 0,014𝐻 + 1,287 (56)

3). Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 0,2 m ≤  ≤ 1 m.


𝐾𝑓 = 0,475𝐷 + 0,945 𝐻 2 + 6,07𝐷 + 1,01 𝐻 + 2,570𝐷 − 0,188 (57)

4). Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m <  < 10 m
𝐾𝑓 = 6,244𝐷 + 2,853 𝐻 + 0,93𝐷 2 + 1,606𝐷 − 0,733 (58)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 43
5). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m ≤  ≤ 1 m
𝐾𝑓 = 1,497𝐷 + 0,10 𝐻 + 1,13𝐷 2 + 0,638𝐷 − 0,011 59

6). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m <  < 10 m
𝐾𝑓 = 2,556𝐷 + 2,052 𝐻 + 0,924𝐷 2 + 0,993𝐷 − 0,087 60

Nakashima dkk. (2003) menggunakan persamaan kontinuitas dalam menentukan

dimensi bangunan parit resapan yang dijabarkan sebagai berikut :


𝑞𝑠 = 𝑞𝑖𝑛 − 𝑞𝑜𝑢𝑡 𝛥𝑡 61
dengan:
qs : volume tampungan parit resapan per satu meter panjang parit (m 3/m),
qin : debit air yang masuk ke dalam parit (m3/jam/m),
qout : debit air yang meresap setiap satu meter panjang parit (m 3/jam/m).
Penentuan dimensi sumur resapan air hujan dapat dilakukan dengan persamaan

sebagai berikut :
𝑄𝑠 = 𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑜𝑢𝑡 𝛥𝑡 62
dengan:
Qs : volume tampungan parit resapan (m3),
Qin : debit air yang masuk ke dalam parit (m3/jam),
Qout : debit air yang meresap (m3/jam).
H : tinggi air dalam parit (m),
L : panjang parit resapan (m),
W : lebar parit resapan (m),
t : durasi hujan (jam).

Dan formula untuk berbagai keadaan ditentukan dengan mensubstitusikan persamaan

Eq. (57) kedalam Eq.(62) seperti berikut ini:

1). Dimensi sumur resapan dinding porous berdiameter 0,2m ≤  ≤ 1m.

𝑄𝑠 = 𝑄𝑖𝑛 − 0,81. 𝐾0 . 𝐾𝑓 ∆𝑡 (63)

𝑄𝑠 = 𝑄𝑖𝑛 − 0,81. 𝐾0 0,475𝐷 + 0,945 𝐻 2 + 6,07𝐷 + 1,01 𝐻 + 2,570𝐷 − 0,188 ∆𝑡 (64)

𝑸𝒊𝒏 − 𝟐, 𝟎𝟖𝟏𝟕𝑫 − 𝟎, 𝟏𝟓𝟐𝟐𝟖 𝑲𝟎


𝑯= 65
𝑨𝒔
+ 𝑲𝟎 𝟎, 𝟑𝟖𝟒𝟕𝟓𝑫 + 𝟎, 𝟕𝟔𝟓𝟒𝟓 𝑯 + 𝟒, 𝟗𝟏𝟔𝟕𝑫 + 𝟎, 𝟖𝟏𝟖𝟏
𝜟𝒕

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 44
Dengan cara yang sama Eq.(58;59;60) disubstitusikan kedalam persamaan Eq.(62)

akan didapat persamaan - persamaan seperti berikut ini :

2). Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m <  < 10 m
𝑸𝒊𝒏 − 𝑲𝟎 𝟎, 𝟕𝟓𝟑𝟑𝑫𝟐 + 𝟏, 𝟑𝟎𝟎𝟖𝟔𝑫 − 𝟎, 𝟔𝟐𝟔𝟏𝟑
𝑯= 66
𝑨𝒔
+ 𝑲𝟎 𝟓, 𝟎𝟓𝟕𝟔𝟒𝑫 + 𝟐, 𝟑𝟏𝟎𝟗𝟑
𝜟𝒕
3). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m ≤  ≤ 1 m
𝑸𝒊𝒏 − 𝑲𝟎 𝟎, 𝟗𝟏𝟓𝟑𝑫𝟐 + 𝟎, 𝟓𝟏𝟔𝟕𝟖𝑫 − 𝟎, 𝟎𝟎𝟖𝟗𝟏
𝑯= 67
𝑨𝒔
+ 𝑲𝟎 𝟏, 𝟐𝟏𝟐𝟓𝟕𝑫 + 𝟎, 𝟎𝟖𝟏
𝜟𝒕
4). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m <  < 10 m
𝑸𝒊𝒏 − 𝑲𝟎 𝟎, 𝟕𝟒𝟖𝟒𝟒𝑫𝟐 + 𝟎, 𝟖𝟎𝟒𝟑𝟑𝑫 − 𝟎, 𝟎𝟕𝟎𝟒𝟕
𝑯= 68
𝑨𝒔
+ 𝑲𝟎 𝟐, 𝟎𝟕𝟎𝟑𝟔𝑫 + 𝟏, 𝟔𝟔𝟐𝟏𝟐
𝜟𝒕
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m)
Qin : debit air masuk (m3/j)
Ko : koefisien permeabilitas (m/j)
D : diameter sumur (m)
As : luas tampang sumur (m2)
Δt : durasi hujan (j)

Comment:
 Tak memenuhi asas análisis dimensi
 Bila Qin= 0 ⇒ H < 0 (tak logis)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 45
CONTOH SOAL
(Untuk menghindari kerancuan semua penulisan titik-koma memakai sistem Indonesia)

Formula USBR, Hvorslev, Dephut, Suripin, Biopori dan ARSIT tak menggunakan
parameter yang setara hingga tak dapat dihitung dengan data yang ada ini.

Contoh 1.
Data hidrologi dan permeabilitas tanah di DIY
 A = Atdh = 200 m2  R = 0,50m 2𝐻 + 2𝑅𝑙𝑛2
𝐹7𝑏 =
 I = 0,036 m/j  T=2j 𝐻 + 2𝑅 𝐻 2
 K = 0,54m/j  F4b = 2πR m 𝑙𝑛
2𝑅
+
2𝑅
+1

Hitung resapan berdasar metode:


a. PU (1990) dinding porus d.Rusli-UII (2008)
b.PU (1990) dinding kedap e. Sunjoto (1988) dinding kedap air
c. ITB (1990) f. Sunjoto (1988) dinding porus

Perhitungan:

a. PU (1990) dinding porus  Eq.(5)

𝐴𝐼𝑇 − 𝐴𝑠 𝐾𝑇
𝐻=
𝐴𝑠 + 𝑃𝐾𝑇

200 × 0,036 × 2 − 𝜋 × 0,52 × 0,54 × 2


𝐻= = 3,24 𝑚
𝜋 × 0,52 + 2 × 𝜋 × 0,5 × 0,54 × 2

b. PU (1990) dinding kedap  Eq.(6)

𝐴𝐼𝑇 − 𝐴𝑠 𝐾𝑇
𝐻=
𝐴𝑠

200 × 0,036 × 2 − 𝜋 × 0,52 × 0,54 × 2


𝐻= = 17,25 𝑚
2 × 𝜋 × 0,5 × 0,54 × 2

c. ITB (1990)  Eq.(8), Eq.(12), Eq.(11) & Eq.(7):

 Hitung faktor perkolasi Eq.(8):


𝑚𝑛𝑡 0,60 𝑚𝑛𝑡
𝑝 = = 1,111
𝑐𝑚 0,54 𝑚/𝑗 𝑐𝑚
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 46
 Hitung Curah hujan rerata harian (R24j)  Eq.(12) & Eq.(11):

10.000
𝐼 𝑚3 𝑠 𝑘𝑚2 = × 0,036 𝑚 𝑗 = 10 𝑚3 𝑠 𝑘𝑚2
36
𝑅24𝑗 = 0,06 × 𝑇 + 60 × 𝐼 = 0,06 × 2 × 60 + 60 × 10 = 108 𝑚𝑚 𝑕𝑎𝑟𝑖

 Tinggi air dalam sumur (H)  Eq.(7):

𝜋 × 12 179 1
200 × 0,70 × 0,90 × 108 − × ×6
4 1,111
𝐻= = 17,30 𝑚
𝜋 × 12
× 1000
4

d. Rusli (UII)  Eq.(52 )

Q limpasan = 0,855 × 0,036 𝑚/𝑗 × 24 × 200 = 147,744 𝑚3 𝑕𝑎𝑟𝑖


𝑚
Permeabilitas: 𝑉 = 0,54 𝑚 𝑗 = 12,96 dan 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑢𝑠  = 0,50 𝑚
𝑕𝑎𝑟𝑖

 Hitung tinggi air dalam sumur (Tinggi)  Eq.(52):

1 𝑄𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛 1 147,744
Tinggi = − = − 0,5 = 3,38 𝑚
2 . . 𝑉 2  × 0,5 × 12,96

e. Sunjoto dinding kedap (1988)  F=2πR  Eq.(20)

𝑄 −𝐹𝐾𝑇𝑑
𝐻= 1 − 𝑒𝑥𝑝
𝐹𝐾 𝑅2
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘: 𝑄 = 𝐶𝐼𝐴 = 0,95 × 0,036 × 200 = 6,84 𝑚3 𝑗

 Hitung tinggi air dalam sumur (H)  Eq.(20):

6,84 − 2 × 𝜋 × 0,5 × 0,54 × 2


𝐻= 1 − 𝑒𝑥𝑝 = 3,98 𝑚
2 × 𝜋 × 0,5 × 0,54  × 0,52

f. Sunjoto dinding porus (2002)  F7b  Eq,(20)


Karena F7b mengandung H, maka solusinya hrs iterasi sbb:
 Ambil sebarang harga ketinggian air, misal Hx
 Inputkan Hx ke equation F7b didapat harga Fx
 Inputkan harga Fx tsb ke Eq.(20) didapat harga Hy
 Bila harga Hy  Hx berarti harga ini hasil final

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 47
Misal Hx = 2,00 m

2 ×  × 2.00 + 2 ×  × 0,5 × 𝑙𝑛2


𝐹𝑥 = = 8.91𝑚
2
2.00 + 2 × 0,5 2.00
𝑙𝑛 + +1
2 × 0,5 2 × 0,5

6,84 −8.91 × 0,54 × 2


𝐻𝑦 = 1 − 𝑒𝑥𝑝 = 1,42 𝑚
8.91 × 0,54  × 0,52

Misal Hx = 1,50 m

2 ×  × 1.50 + 2 ×  × 0,5 × 𝑙𝑛2


𝐹𝑥 = = 7,95 𝑚
2
1,50 + 2 × 0,5 1,5
𝑙𝑛 + +1
2 × 0,5 2 × 0,5

6,84 −7,95 × 0,54 × 2


𝐻𝑦 = 1 − 𝑒𝑥𝑝 = 1,59 𝑚
7,95 × 0,54  × 0,52

Misal Hx = 1,57 m

2 ×  × 1.29 + 2 ×  × 0,5 × 𝑙𝑛2


𝐹𝑥 = = 8.09 𝑚
2
1,29 + 2 × 0,5 1,29
𝑙𝑛 + +1
3 × 𝑜, 5 3 × 0,5

6,84 −8.09 × 0,54 × 2


𝐻𝑦 = 1 − 𝑒𝑥𝑝 = 𝟏, 𝟓𝟕 𝑚
8.09 × 0,54  × 0,52

Karena Hy  Hx, maka tinggi muka air adalah H = 1,57 m

Tabel a. Rekapitulasi hasil.


Metode
PU (1990) ITB (1990) Rusli (2008) Sunjoto (1988)
Dinding
Porus 3,24 *)) 3,38 1,57
Kedap 17,25 17,30 *)) 3,98
Note:
*)) Formula tak dapat diturunkan dari rumus yang tersedia

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 48
Contoh 2.
Data diambil dari contoh hitungan SNI 03-2453-2002 dalam Lampiran A yaitu:
 A=Atdh=100m2
 R=63,8L/m2/hr=R24j=63,8(mm/hr)=I=0,0026m/j
Krrt=0,857m3/m2/hr=K=0,036m/j=p(ITB)=16,67mnt/cm
 D=1m
 te=T=47mnt

Tabel b. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda.
Tinggi air Keterangan
No. Metode m
1 SNI 03-2453-2002
Dinding porus 5,72  C=0,855
Dinding kedap*)) -  Hitungan dr Lampiran A
2 PU (1990)
Dinding porus 0,21 C=1
Dinding kedap*) 0,23
3 ITB (1990)
Dinding porus*)) - C=0,70x0,90
Dinding kedap 5,17
4 Sunjoto (1988)
Dinding porus/F7b 0,23 C=0.95
Dinding kedap/F4b 0,23
5 Rusli M (2008)
Dinding porus 1,78 C=0,855
Dinding kedap*)) -

Contoh 3.
Sebuah rumah dengan data sbb :
 Luas atap dan/atau perkerasan : A1=100m2, A2=200m2, A3=500m2
 Intensitas hujan : I1=0,006m/j, I2=0,018m/j, I3=0,036m/j
 Koefisien permeabilitas tanah : K1=0,09m/j, K2=0,27m/j, K3=0,54m/j
 Durasi hujan : T=2jam
 Diameter sumur peresapan :1m

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 49
Tabel c. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda, intensitas hujan dan permeabilitas tanah dengan data: A=200m2, T=2j, R=0,50m
I=0,006m/j I=0,018m/j I=0,036m/j
No. Metode K=0,090m/j K=0,270m/j K=0,540m/j Keterangan
m m m
1 PU (1990)
Dinding porus 1,67 2,73 3,24 C=1
Dinding kedap*) 2,88 8,63 17,25
2 ITB (1990)
Dinding porus*)) - - - C=0,70x0,90
Dinding kedap 2,88 8,64 17,30
3 Sunjoto (1988)
Dinding porus/F7b 1,36 1,56 1,57 C=0,95
Dinding kedap/F4b 2,07 3,57 3,98
4 Rusli M (2008)
Dinding porus 3,38 3,38 3,38 C=0,855
Dinding kedap*)) - - -

Tabel d. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda dan luas atap dengan data: I=0,018m/j, K=0,27m/j, T=2j, R=0,50m
Luas Atap
2
N0. Metode 100m 200m2 500m2
1 PU (1990)
Dinding porus 1,28 2,73 7,08
Dinding kedap*) 4,04 8.63 22,38
2 ITB (1990)
Dinding porus*)) - - -
Dinding kedap 4,31 8.64 21,64
3 Sunjoto (1988) F4b
Dinding porus/F7b 0,93 1,56 2,97
Dinding kedap/F4b 1,78 3,57 8,92
4 Rusli M (2008)
Dinding porus 1,56 3,38 8,82
Dinding kedap*)) - - -

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 50
Tabel e. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda dan durasi aliran dengan data: A=200m2, I=0,036m/j, K=0,54m/j, R=0,50m
N Metode Durasi aliran (T)
o 0mnt 1mnt 5mnt 10mnt 30mnt 1j 2j 3j 4j
1 PU (1990)
Ddg. porus 0,00 0,14 0,61 1,06 2,07 2,73 3,24 3,46 3,58
Ddg. kedap*) 0,00 0,14 0,72 1,44 4,31 8,63 17,25 25,88 34,51
2 ITB (1990)
Ddg. porus*)) - - - - - - - - -
Ddg. kedap*))) 17,30 17,30 17,30 17,30 17,30 17,30 17,30 17,30 17,30
3 Sunjoto (1988)
Ddg. porus/F7b 0,00 0,14 0,62 1,00 1,49 1,56 1,57 1,57 1,57
Ddg. kedap/F4b 0,00 0,14 0,66 1,22 2,66 3,57 3,98 4,03 4,03
4 Rusli M (2008)
Ddg. porus*))) 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38
Ddg. kedap*)) - - - - - - - - -

Tabel f. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda dan durasi aliran dengan data: A=200m2, I=0,018m/j, K=0,27m/j, R=0,50m
N Metode Durasi aliran (T)
o 0 mnt 1 mnt 5 mnt 10 mnt 30 mnt 1j 2j 3j 4j
1 PU (1990)
Ddg. porus 0 0,07 0,33 0,61 1,40 2,07 2,73 3,05 3,24
Ddg. kedap*) 0 0,07 0,36 0,72 2,16 4,31 8,63 12,94 17,25
2 ITB (1990)
Ddg. porus*)) - - - - - - - - -
Ddg. kedap*))) 8,64 8,64 8,64 8,64 8,64 8,64 8,64 8,64 8,64
3 Sunjoto (1988)
Ddg. porus/F7b 0 0,07 0,34 0,62 1,23 1,49 1,56 1,57 1,57
Ddg. kedap/F4b 0 0,07 0,35 0,66 1,68 2,66 3,57 3,87 3,98
4 Rusli M (2008)
Ddg. porus*))) 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38 3,38
Ddg. kedap*)) - - - - - - - - -

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 51
Contoh 4.
Sebuah rumah dengan data sbb :
 Luas atap dan/atau perkerasan: A=200m2
 Intensitas hujan : I3=0,036m/j
 Koefisien permeabilitas tanah : K1=0,54m/j, K2=0,0054m/j, K3=0,000054m/j
 Durasi hujan : T=2jam
 Diameter sumur peresapan : D=1 m
 Porositas pengisi : n=1

Tabel g. Rekapitulasi hasil perhitungan tinggi air dalam sumur (m) menurut berbagai
metoda dengan variasi data koefisien permeabilitas tanah.

Koefisien permeabilitas tanah (m/j)


N0.
Metode 0,54 0,054 0,0054 0,000054 0,0000000054
1 PU (1990)
Dinding porus 3,24 12.73 17,57 18,33 18,33
Dinding kedap*) 17,25 18,23 18,32 18,33 18,33
2 ITB (1990)
Dinding porus*)) - - - - -
Dinding kedap 17,30 17,32 17,32 17,33 17,33
3 Sunjoto (1988)
Dinding porus/F7b 1,57 6,81 14,51 17,38 17,42
Dinding kedap/F4b 3,98 14,14 17,05 17,41 17,42
4 Rusli M (2008)
Dinding porus 3,38 36,04 362,62 36.287,08 3.628.731,70
Dinding kedap*)) - - - - -

Note:
 *) Formula untuk dinding kedap diturunkan dari formula dinding porus
 *)) Formula tak dapat diturunkan dari formula tersedia
 *))) Hasil perhitungan Tabel d. & e. berdasar debit konstan pada variasi durasi.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 52
6. PARIT RESAPAN AIR

Parit atau kolam resapan air atau recharge trench adalah suatu bangunan peresapan

air berbentuk kolam. Air yang masuk disini akan tertampung dan meresap kedalam

tanah. Parit yang dimaksud disini adalah kolam kering yang berbeda dengan saluran

peresapan yang airnya mengalir sebagai conveyance channel dan topic ini akan

dibahas pada Bab. 8. Recharge trench diimplementasikan ketika tinggi muka air

tanah kurang dari 2 m hingga penggunaan sumur peresapan tidak efektif lagi.

(Mengingat banyak acuan berbahasa inggris untuk mengurangi kerancuan titik koma

akan dipergunakan English system)

a). ITB-HMTL (1990)


Luas bidang resapan ini menurut HMTL-ITB (1990), merupakan parit dengan

kedalamam sekitar 1 m yang diisi pasir dan kerikil. Air dari atap dialirkan melalui

pipa porus dan luas bidang dihitung dengan persamaan:

𝟎. 𝟕 × 𝟎. 𝟗 × 𝑨 × 𝑹𝟐𝟒𝒋 × 𝒑
𝑨𝒃𝒓 = (69)
𝟏𝟐𝟖
dengan:
: luas bidang resapan (m2)
Abr
A : luas atap (m2)
R24j
: curah hujan terbesar dalam 24 jam (mm/day)
p : faktor perkolasi (mnt/cm)
Comment:
 Tak memenuhi asas analisis dimensi

b). MSMAM (Manual Saliran Mesra Alam Malaysia)


Storm Water Management Manual for Malaysia

The allowable maximum depth (dmax) should meet the following formula:

𝑓𝑐 𝑇𝑠
𝑑𝑚𝑎𝑥 = (70)
𝑛

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 53
where:
fc : final infiltration rate (mm/hr)
Ts : maximum allowable storage time (hrs)
n : porosity of the stone reservoir
The volume of water must be stored in the trench (V) is devined as:

𝑉 = 𝑉𝑤 + 𝑃𝐴𝑡 − 𝑓𝑑 𝑇𝐴𝑡 (71)

The gross volume of the trench:


𝑉
𝑉𝑡 = = 𝑑𝑡 𝐴𝑡 (72)
𝑛
PAt is small compared to the Vw and may be ignored and the relationship is V = V t:
𝑉𝑤 − 𝑓𝑑 𝑇𝐴𝑡
𝑑𝑡 𝐴𝑡 𝑛 + 𝑓𝑑 𝑇𝐴𝑡 = 𝑉𝑤  = 𝑑 𝑡 𝐴𝑡
𝑛
𝑉𝑤
𝐴𝑡 = (73)
𝑛𝑑𝑡 + 𝑓𝑑 𝑇𝑓
where,
P : design rainffal event (mm)
At : trench surface area (m2)
Vw : design volume that enter the trench (m3)
Tf : effective filling time, generally < 2 hrs (hrs)
fd : design infiltration rate (m/hr)
dt : depth (m)

Comment:
 Bila Vw = 0  dt < 0 (tak logis)

Example:
Infiltration capacity fc = 0.035 m/hr
Design infiltration rate fd = 0.50 x fc = 0.0175
m/hr
Effective filling time Tf = 2 hrs
Catchment area A = 171 m2 = 0.0171 ha
Predeveloped C = 0.48
Developed C = 0.76
Proposed depth dt = 1.50 m
Porosity of fill materials n = 0.35

𝑓𝑐 𝑇𝑠
𝑑𝑚𝑎𝑥 =
𝑛

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 54
𝐶𝐼𝑝 𝐴
𝑄𝑠 =
360

Predeveloped Qs = 0.00346 m3/s


Developed Qs = 0.00722 m3/s
Volume enters Vw = 5.50 m3

𝑉𝑤
𝐴𝑡 =  𝐴𝑡 = 9.83 𝑚2
𝑛𝑑𝑡 + 𝑓𝑑 𝑇𝑓

Dimension of recharge trench l x w x d = 20 x 0.50 x 1.50 m2

c). Georgia Stormwater Management Manual


Formula ini diambil dari: Maryland Standards Specifications Management

Infiltration Practices (1984). Juga diacu oleh negara bagian atau kota lainnya

seperti Delaware, Brown, dll.

The Area of Infiltration Trench Material Filled:

𝑊𝑄𝑣
𝐴= (74)
𝑘𝑇
𝑛𝑑 + 12
where,
A : surface area (feet2)
WQv : recharge volume (feet3)
n : porosity of material
d : trench depth (feet)
k : percolation (inches/hour)
T : filling time (hours)

Comment:
 Bila WQv = 0  d < 0 (tak logis)

d). New York State Stormwater Management Design


Salah satu standar pengelolaan air hujan di New York State menggunakan parit

resapan. Persamaan dimensi parit resapan diambil dari New York State Stormwater

Management Design Manual – Chapter 8 (Anonim, 2003) adalah sebagai berikut:


Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 55
𝑊𝑄𝑣
𝐴= (75)
𝑛𝑑
𝑊𝑄𝑣
𝑑= (76)
𝑛𝐴
dengan :

A : surface area (feet2)


WQv : water quality volume (feet3)
n : porosity (-)
d : trench depth (feet)

Comment:
 Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)

e). California Stormwater Management Design


Dalam California Stormwater BMP Handbook: Infiltration Trench (California

Stormwater Quality Association, 2003), memberikan persamaan dimensi parit resapan


air hujan sebagai berikut :
𝑊𝑄𝑉 + 𝑅𝐹𝑉
𝑑= (77)
𝑆𝐴
dengan:

d : kedalaman parit,

WQV : volume air masuk,


RFV : volume material pengisi,

SA : luas dasar parit.

Material pengisi menggunakan batuan dengan diameter 1.5” – 2.5”, nilai

porositasnya sebesar 35%. Dengan demikian, persamaan (77) dapat ditulis dengan

bentuk lain seperti berikut ini :


1−𝑛
𝑊𝑄𝑉 + 𝑊𝑄𝑉
𝑛
𝑑=
𝑆𝐴
1
𝑊𝑄𝑉 𝑊𝑄𝑉
𝑑=𝑛  𝑑= (78)
𝑆𝐴 𝑛𝑆𝐴
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 56
Comment:
 Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)

f). Stormwater Management Manual for Western Australia


Persamaan yang dikembangkan adalah beberapa rumus resapan untuk beberapa

bentuk resapan yaitu parit resapan dan pond/kawasan resapan. Pada tulisan ini hanya

membahas rumus untuk parit resapan. Dalam Stormwater Management Manual for

Western Australia: Structural Controls/Chapter 3: Infiltration Systems (Anonim,


2007) persamaan dimensi parit resapan air hujan adalah sebagai berikut ini:
𝑽
𝑳= (79)
𝑯
𝒆𝒔 𝒃𝑯 + 𝟔𝟎𝑲𝒉 𝝉 𝒃 + 𝟐 𝑼

dengan :

L : panjang parit (m)


es : porositas (disarankan: es = 0.35 (gravel); es = 0.95 (plastic milk-crate) dan
es = 0.5 – 0.7 (berisi batuan dan pipa porus sebagai saluran air masuk)).
b : lebar parit (m),
H : kedalaman parit (m),
Kh : koefisien permeabilitas (m/sec),
 : durasi rencana hujan (mnt),
V : volume air masuk (m3),
U : soil moderation factor (Tabel 8.).

Comment:

 Bila V = 0  H < 0 (tak logis)

Persamaan (59) dapat diubah menjadi:


𝑽
− 𝟔𝟎𝑲𝒉 𝝉𝒃𝑼
𝑯= 𝑳 (80)
𝒆𝒔 𝒃 + 𝟑𝟎𝑲𝒉 𝝉𝑼

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 57
Pada kenyataannya, kondisi tanah bersifat heterogen. Soil moderation factor (U)

merupakan faktor yang bertujuan untuk mengkonversi point soil hydraulic conductivity

menjadi areal soil hydraulic conductivity. Nilai U disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Soil Moderation Factor ( U )


Tipe Tanah Soil Moderation Factor ( U )

Sand 0.5

Sandy Clay 1.0

Medium and Heavy Clay 2.0

Tanah dengan koefisien permeabilitas rendah dapat diasumsikan bahwa proses yang

terjadi pada bangunan resapan adalah proses perendaman sehingga alasnya berbentuk

bujur sangkar (L = b). Dengan demikian rumus di atas berubah menjadi:


𝑉
𝑎= (81)
𝑒𝑠 𝐻 + 60𝐾𝑕 𝜏𝑈
dengan :

a : luas dasar resapan (m2)

Tabel 9. Tipe Tanah Berdasarkan Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah

Tipe Tanah Koefisien Permeabilitas Tanah

mm / hr m / sec

Sandy >180 > 5 x 10-5


Sandy Clay 36 – 180 1 x 10-5 – 5 x 10-5
Medium Clay 3,6 – 36 1 x 10-6 – 5 x 10-5
Heavy Clay 0,036 – 3,6 1 x 10-8 – 1 x 10-6

Persamaan (59b) dapat diubah menjadi:


𝑉
− 60𝐾𝑕 𝜏𝑈
𝐻=𝑎 (82)
𝑒𝑠
Waktu pengosongan adalah sebagai berikut :
−4.6𝑏𝑒𝑠 𝐿𝑏
𝑇= 𝑙𝑜𝑔10 (83)
2𝐾𝑕 𝐿 + 𝑏 𝐿𝑏 + 2𝐻 𝐿 + 𝑏
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 58
dengan:
T : waktu pengosongan ( sec ).

Untuk panjang ( L ) = lebar ( b ), maka persamaan di atas berubah menjadi :


2𝐻𝑒𝑠
𝑇= (84)
𝐾𝑕

g). Minnesota Urban Small Sites BMP Manual


Dalam Minnesota Urban Small Sites BMP Manual : Infiltration Trench

(Metropolitan Council/Barr Enginering Co., 2005) volume dan luas permukaan parit

resapan berhubungan dengan volume rencana limpasan yang masuk ke dalam parit dan

permeabilitas tanah di bawah parit. Luas dasar parit yang merupakan permukaan bidang

resapan dapat dicari menggunakan persamaan berikut ini :


12𝑉
𝐴= (85)
𝑃×𝑛×𝑡
dengan:
A : luas dasar parit ( ft2 ),
V : volume limpasan yang akan diresapkan ( ft3 ),
P : nilai perkolasi (in/hour),
n : porositas ( 0.4 untuk batu berdiameter 1.5 – 3 inch ),
t : waktu retensi ( maksimum 72 hour ).

Comment:
 Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)

Jika dalam satuan SI maka persamaan (61a) menjadi:


𝑉
𝐴= (86)
𝑃×𝑛×𝑡

Dengan: A (m2), V ( m3), P ( m/hour) dan t (hours).

Kedalaman parit biasanya antara 3 – 12 feet. Kedalaman efektif maksimum parit

dapat dihitung berdasarkan perkolasi tanah, porositas dan waktu tampungan pada parit.

Persamaan tersebut adalah sebagai berikut :

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 59
𝑃𝑡
𝐷= (87)
𝑛
dengan :
D : kedalaman parit (m).
Hubungan antara luas dasar parit (A) dan kedalaman parit (D) ditunjukkan seperti

berikut ini :
𝑉 𝑉
𝐴= 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑡= (88)
𝑃𝑛𝑡 𝑛𝐴
Persamaan tersebut kemudian disubstitusikan terhadap Persamaan Eq. (87) menjadi

seperti berikut ini :


1 𝑉 𝑉
𝐷= 𝑑𝑎𝑛 𝐷= (89)
𝑛𝑛𝐴 𝑛2 𝐴
Dengan demikian, pada hakekatnya rumus ini merupakan rumus bangunan

penampungan air hujan bukan rumus resapan air hujan karena tidak dipengaruhi oleh

parameter kemampuan tanah meloloskan air.

h). Montgomary County Maryland


Montgomary County Maryland Department of Permitting Services Water

Resources Section (2005) memberikan perhitungan dimensi parit resapan sebagai

berikut :
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑎𝑟𝑖𝑡 = 𝑊𝑄𝑉 2.50 (90)

Nilai 2.5 merupakan hasil perhitungan terhadap nilai porositas yang diasumsikan

sebesar 40 % maka rumus (90) dapat berubah menjadi:


𝑊𝑄𝑉 2.50
𝐷= (91)
𝑏𝐵
Kedalaman parit (D) tidak boleh melebihi D maksimum (Dmax) yaitu :

𝐷𝑚𝑎𝑥 = 10. 𝑓 𝑖𝑛 𝑕𝑟 (92)


dengan :
WQV : volume air masuk (ft3),
f : nilai infiltrasi pada area parit (inch/hour)
b : lebar parit (m)
B : panjang parit (m)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 60
Comment:
 Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)

i). ARSIT
Dalam A Simplified Estimation of Infiltration Capacity for Infiltration Facilities

(Imbe dan Musiake, 1998) jika persamaan Eq.(57) disubstistusikan ke dalam persamaan

Eq.(62) untuk mencari dimensi parit resapan dasar dan dinding porous maka :

𝑄𝑠 = 𝑄𝑖𝑛 − 0.81𝐾𝑜 𝐾𝑓 𝛥𝑡 (62)

𝐾𝑓 = 3.093𝐻 + 1.34𝑊 + 0.677 (57)

𝑄𝑠 = 𝑄𝑖𝑛 − 0.81𝐾𝑜 3.093𝐻 + 1.34𝑊 + 0.677 𝛥𝑡

𝑊𝐿
𝐻 = 𝑄𝑖𝑛 − 𝐾0 2.50533𝐻 + 1.0854𝑊 + 0.54837
𝛥𝑡
𝑊𝐿
𝐻 + 2.50533𝐻𝐾0 = 𝑄𝑖𝑛 − 𝑘0 1.0854𝑊 + 0.54837
𝛥𝑡

1). Parit resapan dasar dan dinding porous:


𝑸𝒊𝒏 − 𝑲𝟎 𝟏. 𝟎𝟖𝟓𝟒𝑾 + 𝟎. 𝟓𝟒𝟖𝟑𝟕
𝑯= 93
𝑾𝑳
𝜟𝒕 + 𝟐. 𝟓𝟎𝟓𝟑𝟑𝑲𝟎

Dengan cara yang sama akan didapat persamaan - persamaan seperti berikut ini :

2). Parit resapan, dasar porus dinding kedap:


𝐾𝑓 = 0.014𝐻 + 1.287 (58)

Dengan cara yang sama harga Eq.(58) disubstititusikan ke persamaan Eq.(62) maka
didapat:
𝑸𝒊𝒏 – 𝟏. 𝟎𝟒𝟐𝟒𝟕𝑲𝟎
𝑯= 94
𝑾𝑳
𝜟𝒕 + 𝟎. 𝟎𝟏𝟏𝟑𝟒𝑲𝟎
dengan:
C : faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81).
Qf : debit air meresap (m3/hr)
Qin : debit air masuk (m3/ hr)
K0 : koefisien permeabilitas tanah (m/ hr)
Kf : spesific infiltration pada bangunan resapan (m2)
H : kedalaman parit (m),
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 61
W : lebar parit resapan (m),
L : lebar parit (m)
∆t : durasi (hrs)

Comment:
 Tak memenuhi asas análisis dimensi
 Bila Qin = 0 ⇒ H < 0 (tak logis)

j). Sunjoto (2002)


1). Formula

Dalam perhitungan sumur peresapan dihitung tinggi air dalam sumur atau kedalaman

sumur. Namun dalam perhitungan recharge trench adalah panjang parit (B) dengan

ditentukan dulu lebar (b) dan tinggi parit (H). Formulanya diturunkan dari dasar

integrasi formula sumur begitu juga factor geometriknya (Gambar 14.).

Gambar 14. Sketch of water balance on the trench

Volume air tampungan dalam parit Eq.(95) sama dengan selisih volume air masuk

dikurangi volume air meresap Eq.(96) maka:


𝑑𝑉𝑜𝑙𝑡 = 𝑛𝐴𝑠 𝑑𝑕 (95)
𝑑𝑉𝑜𝑙𝑡 = 𝑄 − 𝑄0 𝑑𝑡 = 𝑄 − 𝑓𝐾𝑕 𝑑𝑡 (96)
dengan:
Volt: volume of storage water
Qo : outflow discharge
Q : inflow discharge

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 62
As : cross section area of trench
h : depth of water
t : duration of flow
f : shape factor trench
K : coefficient of permeability

Persamaan Eq.(95) = Eq.(96) diselesaikan dengan integrasi:

𝑛𝐴𝑠 𝑑𝑕 𝑓𝐾
𝑛𝐴𝑠 𝑑𝑕 = 𝑄 − 𝑓𝐾𝑕 𝑑𝑡  𝑑𝑡 = ÷
𝑄 − 𝑓𝐾𝑕 𝑓𝐾

Hasil intergrasinya untuk konstruksi parit tanpa atau dengan dinding samping dan ruang

parit kosong maupun dengan material pengisi (gravel) maka panjang parit dapat dihitung

dengan:
−𝒇𝑲𝑻𝒅
𝑩= (97)
𝒇𝑲𝑯
𝒏𝒃 𝒍𝒏 𝟏 − 𝑸

where,
B : length of trench (L)
b : width of trench (L)
f : shape factor of trench (L)
K : coefficient of permeability (L/T)
H : depth of water on trench (L)
Td : dominant duration of precipitation (T)
Q : inflow discharge (L3/T) and Q = CIA
C : runoff coefficient of roof (-)
I : precipitation intensity (L/T)
A : area of roof (L2)
n : porosity of material filled (0 < n < 1)

Note:
 Trench kosong material ketika n = 1, sebaliknya bila kolam terisi material penuh

dan tak ada ruang pori terjadi ketika n = 0.

 Formula (97) diturunkan dari persamaan (20) atau (21) untuk menghitung H

(hydraulic head), ketika harga H dibatasi sebagai akibatnya akan memperbesar

panjang parit (B), Karena hubungan H dengan B tidak linear maka dalam
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 63
perencanaan harus dikontrol dengan panjang parit maksimum adalah sebesar

perhitungan kolam pada keadaan rapat air (B’).


𝑄 × 𝑇𝑑
𝐵′ ≤ (98)
𝑛𝑏𝐻

Comment:
 Selaras dengan asas analisis dimensi
 Bila Q = 0  H = 0 (logis)

2). Simplifikasi
Untuk perhitungan praktis, semisal untuk perhitungan keperluan disain sederhana

trench dianggap aliran dalam steady state condition dengan faktor geometrik yang 90%
terjadi yaitu kondisi f4b maka formula dapat ditulis:
𝑄2
𝐵= (99)
𝛽𝑏𝐻 2 𝐾 2
Note:
 Harga β = 16 untuk parit/kolam kosong (n = 1) berdinding kedap air atau
parit/kolam tanpa dinding dengan batu pengisi (0< n < 1)
 Harga β = 40 untuk untuk parit/kolam kosong (n = 1) berdinding porus

3). Faktor geometrik parit

Faktor geometrik parit (f) diturunkan dari faktor geometrik sumur (F) dengan cara
(Sunjoto, 2008):
a). Faktor geometri parit adlh faktor geometrik sumur kali ‘shape coefficient’ (SC).
b). Shape coefficient adalah ‘perimeter coefficient’ kali ‘area coefficient’
c). ‘Perimeter coefficient’ bentuk lingkaran ke bentuk bujur sangkar adalah keliling
bujur sangkar (4b) dibagi keliling lingkaran (2πR) atau sama dengan 4b / 2R 

d). ‘Area coefficient’ dari bentuk bujur sangkar ke bentuk rectangular adalah akar
dari luas rectangular dibagi luas bujur sangkar atau ( (bB) / b 2 ).

e). Finally harga dari ‘shape coefficient’ (SC) dari bentuk lingkaran ke bentuk
rectangular adalah sama dengan: 4𝑏 2𝝅𝑹 × 𝑏. 𝐵 𝑏2 = 𝟐 𝒃. 𝑩 𝝅𝑹

𝟐 𝒃. 𝑩 𝟐 𝒃. 𝑩
𝑴𝒂𝒌𝒂 ∶ 𝑺𝑪 = dan 𝒇𝒏 = 𝑭𝒏 × (100)
𝝅𝑹 𝝅𝑹
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 64
dengan:
fn : faktor geometrik parit kondisi n
Fn : faktor geometrik sumur kondisi n

4). Konstruksi

Konstruksinya dapat diimplementasikan di halaman rumah berbentuk kolam kering

berisi gravel atau pada pinggiran area parkir atau dibangun sepenjang pinggir jalan

seperti Gambar 15. Konstruksi ini dimaksudkan untuk mendapatkan berbagai fungsi

dapat tercapai. Genagan air hujan dari jalan atau pavement dapat diatasi, air hujan

dapat diresapkan dan bahaya mobil masuk selokan dapat dihindari.

Gambar 15. Excavated trench filled with stone aggregate


Sumber:Georgia Stormwater Management Manual 3.2-
th
75http://www.georgiastormwater.com/vol2/3-2-5.pdf (Cited: December 7 2011)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 65
Tabel 10. Faktor geometrik dari trenches
Condition Shape factor of trenchs (f) Keterangan

1 b
4𝐿 Trench pada aquifer diantara dua
L 𝑓1 =
2
lapisan kedap air
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿 (Sunjoto, 2016)
𝑙𝑛 + +1
2 𝑏𝐵 2 𝑏𝐵

Trench berbentuk silinder pada


b 𝑓2𝑎 = 8 𝑏𝐵 lapisan aquifer
(Sunjoto, 2008)
2
Trench berbentuk kubus pada lapisan
b 36 aquifer
𝑓2𝑏 = 𝑏𝐵
b

𝜋 (Sunjoto, 2008)

Trench dengan dasar setengah bola


b
𝑓3𝑎 = 4 𝑏𝐵 pada lapisan aquifer dibawah lapisan
kedap air
3 (Sunjoto, 2008)
Trench pada lapisan kedap air dengan
b 8 dasar datar diatas aquifer
𝑓3𝑏 = 𝑏𝐵
 (Sunjoto, 2008)

Trench dengan dasar setengah bola


b
𝑓4𝑎 = 2 𝑏𝐵 pada lapisan aquifer
(Sunjoto, 2008)
4
Trench dengan dasar datar pada
b
𝑓4𝑏 = 4 𝑏𝐵 lapisan aquifer
(Sunjoto, 2008)

4𝐿 + 2 𝑏𝐵𝑙𝑛2 Trench dengan dasar setengah bola


b 𝑓5𝑎 = dan sebagian dinding porus pada
2
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿 lapisan aquifer dibawah lapisan kedap
L 𝑙𝑛 + +1 air
2 𝑏𝐵 2 𝑏𝐵
(Sunjoto, 2008)

5 b
4𝐿 + 4 𝑏𝐵𝑙𝑛2 Trench dengan dasar datar dan
L
: 𝑓5𝑏 = sebagian dinding porus pada lapisan
2
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿 aquifer dibawah lapisan kedap air
𝑙𝑛 + +1
2 𝑏𝐵 2 𝑏𝐵 (Sunjoto, 2008)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 66
4𝐿 + 2 𝑏𝐵𝑙𝑛2 Trench dengan dasar setengah bola
b
𝑓6𝑎 = dan sebagian dinding porus pada
2
L
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿 lapisan aquifer
: 𝑙𝑛 + +1 (Sunjoto, 2008)
6 4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵
4𝐿 + 4 𝑏𝐵𝑙𝑛2 Trench dengan dasar datar dan
b
𝑓6𝑏 = sebagian dinding porus pada lapisan
2
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿
L
aquifer
:
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵 (Sunjoto, 2008)

4𝐻 + 2 𝑏𝐵𝑙𝑛2 Trench dengan dasar setengeh bola


b H 𝑓7𝑎 = dan seluruh dinding porus pada
: 2
𝐻 + 4 𝑏𝐵 𝐻 lapisan aquifer
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵 (Sunjoto, 2016)
7
4𝐻 + 4 𝑏𝐵𝑙𝑛2 Trench dengan dasar datar dan
b
H
𝑓7𝑏 = seluruh dinding porus pada lapisan
2
: 𝐻 + 4 𝑏𝐵 𝐻 aquifer
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵 (Sunjoto, 2016)

Tabel 11. Diskripsi tentang kondisi parit


Conditions Description
1 Resapan pada tanah porus terletak diantara tanah bersifat kedap air di bagian
dasar dan bagian atas dengan dinding porous setinggi L.
2.a Resapan berbentuk silinder berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air
dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous.
2.b Resapan persegi-panjang berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air
dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous.
3.a Resapan terletak pada tanah bersifat kedap air di bagian atas dan tanah porous
dibagian bawah dengan dasar berbentuk setengah lingkaran.
3.b Idem 3.a namun dasar rata
4.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porous dengan dinding resapan
kedap air dan dasar berbentuk setengah lingkaran.
4.b Idem ditto 4.a namun dasar rata
5.a Resapan terletak pada tanah yang kedap air di bagian atas dan porous dibagian
bawah dengan dinding sumur permeabel setinggi L dan dasar berbentuk
setengah lingkaran.
5.b Idem ditto 5.a namun dasar rata
6.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan dinding sumur bagian
atas impermeabel dan bagian bawah permeabel setinggi L dan dasar berbentuk
setengah lingkaran.
6.b Idem ditto 6.a namun dasar rata
7.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan seluruh dinding
sumur permeabel dan dasar berbentuk setengah lingkaran.
7.b Idem ditto 7.a namun dasar rata

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 67
7. TAMAN RESAPAN AIR HUJAN
Taman resapan air hujan atau Recharge Yard atau di USA disebut Rain Garden (Gambar

16.) adalah suatu usaha penanganan genangan dengan cara air menyalurkannya ketempat

lebih rendah di halaman yang peresapannya diwujudkan dengan taman. Cara ini hanya

dapat dilaksanakan bila rumah mempunyai halaman yang cukup luas. Untuk halaman

sempit cara yang umum dilaksanakan dengan mengusahakan air hujan yang jatuh di

taman/halaman tidak mengalir keluar ke selokan dengan cara membuat tanggul

pasangan batu setinggi 5 atau 10 cm (Gambar 17a.) hingga air meresap kedalam tanah di

halaman itu sendiri. Bila permukaan tanah relatif kedap air, untuk mempercepat proses

peresapannya dengan menggunakan biopori.

Gambar 16. Skecth ofTaman Resapan Air atau Rain Garden (USA) dan Taman Resapan
Air atau Rain Garden (USA)
Sumber: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited January 10th 2008)
Sumber: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited January 10th 2008)

Angka 5-10cm dari tanggul pasangan batu (Gambar 17a.) ini diperhitungkan bahwa

selama hujan terjadi air yang jatuh dapat tertampung di halaman tanpa meluap keluar.

Dengan data di Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa dominant duration Td=2jam dan

intensitas hujan dengan kala ulang 2 tahunan sebesar 0.036 m/j, maka selama 2 jam

hujan akan tertampung air setebal H=2jamx3.6cm/jam =7.20 cm bila infiltrasi nol.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 68
Selain dengan cara seperti tersebut diatas dapat juga dilaksanakan dengan cara

halaman yang dikelilinggi tanggul digali 20cm kemudian ditabur pasir setebal 10cm dan

ditasnya ditimbun batu gravel setebal 10cm. Antara permukaan tanah dengan pasir dan

antara pasir dengan gravel dibatasi dengan lapisan geotekstil. Untuk bahan yang lebih

mudah dan murah dapat digunakan paranet (Gambar 17b. & 18.).

a b
Gambar 17. Sket Taman Resapan Air Hujan dgn permukaan rumput dan permukaan
gravel.

Gambar 18. Recharge Yard dengan timbunan gravel

Pinsip utama recharge yard adalah air hujan yang jatuh di halaman tidak mengalir

keluar namun akan meresap kedalam tanah di halaman itu sendiri. Sedangkan air hujan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 69
yang jatuh diatap atau perkerasan lainnya diresapkan kedalam tanah dengan

menggunakan recharge well maupun recharge trench. Bila halaman tidak dilengkapi

dengan teknik konservasi, hingga air hujan dari halaman akan terbuang langsung

mengalir keluar halaman maka keadaan ini disebut dengan Taman Penerlantar Air Hujan

(Gambar 19.). Sedangkan contoh halaman yang telah berasaskan recharge yard dalam

pembangunannya seperti halaman depan Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

dan halaman samping kanan Fakultas MIPA-UGM (Gambar 20).

Gambar 19. Sket Taman Penerlantar Air Hujan

Gambar 20. Taman Resapan Air Hujan di Kantor Provinsi DIY dan halaman Fakultas
Mipa UGM

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 70
CONTOH SOAL
Untuk mengurangi kerancuan titik-koma semua contoh perhitungan menggunakan
English system)

Soal 1. Dalam peritungan ini dipakai data MSMAM sbb:


Design infiltration rate fd = 0.0175 m/ hr
Effective filling time Tf = 2 hrs
Proposed depth dt = 1.50 m
Width of trench w = 0.5 m
Porosity of fill materials n = 0.35
Catchment area A = 171 m2
Discharge Vw = 5.50 m3/ hr

1). ITB-HMTL (1990)  (ITB)

A =A = 171 m2
Vw = 5.50 m3/hr
I = 5.50/171= 0.0322 m/hr ⇒ R24j= 96.66 mm/day
fd = K = 00175 m/hr ⇒ p= 34.29 (menit/cm)

𝑚𝑛𝑡 0.60 0.60 𝑚𝑛𝑡


 𝑝 =𝑓 𝐸𝑞. 8 ⇒ 𝑝 = 0,0175 = 34.29
𝑐𝑚 𝑑 𝑚/𝑕𝑟 𝑚/𝑕𝑟 𝑐𝑚

10,000
 𝐼 𝑚3 𝑠 𝑘𝑚2 = × 𝐼 𝑚 𝑕𝑟 𝐸𝑞. 12 ⇒
36

10,000
𝐼= × 0.0322 𝑚 𝑕𝑟 = 8.95 𝑚3 𝑠 𝑘𝑚2
36
𝑅 24 𝑗 𝑅 24 𝑗
 = 0.06 × 𝑇 + 60 𝐸𝑞. 11 ⇒ = 0.06 × 120 + 60 = 96.66 𝑚𝑚 𝑑𝑎𝑦
𝐼 8,95

0.7×0.9×𝐴×𝑅 24 𝑗 × 𝑝
 𝐴𝑏𝑟 = 𝐸𝑞. (69)
128

0.7 × 0.9 × 171 × 96.66 × 34.29


𝐴𝑏𝑟 = = 476.38 𝑚2
128
Dimension of recharge trench l x w x d = 952.76 x 0.50 x 1 m3
2). Manual Saliran Mesra Alam Malaysia  (MSMAM)

fd = 0.0175 m/hr
Tf = 2 hrs
dt = 1.50 m
n = 0.35
Vw = 5.50 m3/hr
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 71
𝑉𝑤 5.50
𝐴𝑡 = 𝐸𝑞. 73 ⇒ 𝐴𝑡 = = 9.83 𝑚2
𝑛𝑑𝑡 + 𝑓𝑑 𝑇𝑓 0.35 × 1.50 + 0.0175 × 2
Dimension of recharge trench l x w x d = 19.66 x 0.50 x 1.50 m3

3). Georgia Stormwater Management Manual (1984)  (GSMM)

k = fd = 0.0175 m/hr
T = Tf = 2 hrs
d = dt = 1.50 m
n =n = 0.35
WQv = Vw = 5.50 m3/ hr

𝑊𝑄𝑣 5.50
𝐴= 𝐸𝑞. 74 ⇒ 𝐴 = = 9.82 𝑚
𝑛𝑑 + 𝑘𝑇 0.35 × 1.50 + 0.0175 × 2
Dimension of recharge trench l x w x d = 19.66 x 0.50 x 1.50 m3
4). New York State Stormwater Management Design (2003)  (NYSSMD)

d = dt = 1.50 m
n =n = 0.35
W Qv =Vw = 5.50 m3/ hr

𝑊𝑄𝑣 5.50
𝐴= 𝐸𝑞. 75 ⇒ 𝐴 = = 10.47 𝑚
𝑛𝑑 0.35 × 1.50
Dimension of recharge trench l x w x d = 20.94 x 0.50 x 1.50 m3
5). California Stormwater Management Design (2003)  (CSMD)

d = dt = 1.50 m
n =n = 0.35
W QV= Vw = 5.50 m3/ hour

𝑊𝑄𝑉 5.50
𝑆𝐴 = 𝐸𝑞. 78 ⇒ 𝑆𝐴 = = 10.47 𝑚
𝑛𝑑 0.35 × 1.50
Dimension of recharge trench l x w x d = 20.94 x 0.50 x 1.50 m3
6). Stormwater Management Manual for Western Australia (2007)  (SMMWA)
Kh = fd = 0.0175 m/j = 4.86*10-6 m/s
H = dt = 1.50 m
b =w = 0.50 m
τ =T = 2 hours
es = n = 0.35
V = Vw = 5.50 m3/ hour
U (assumption)= 1
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 72
𝑉
𝐿= 𝐸𝑞. 79 ⇒
𝐻
𝑒𝑠 . 𝑏. 𝐻 + 60. 𝐾𝑕 . 𝜏 𝑏 + 2 . 𝑈
5,50
𝐿= = 20.90 𝑚
1.50
0.35 × 0.50 × 1.50 + 60 × 4.86 ∗ 10−6 × 2 × 0.50 + 2 × 1

Dimension of recharge trench l x w x d = 20.90 x 0.50 x 1.50 m3


7). Minnesota Urban Small Sites BMP Manual (2005)  (MUSSM)

P = fd = 0.0175 m/ hour
t = Tf = 2 hour
n =n = 0.35
V = Vw = 5.50 m3/ hour
D = dt = 1.50 m

𝑉 5,50
𝐴= 𝐸𝑞. 86 ⇒ 𝐴= = 448.98 𝑚
𝑃×𝑛×𝑡 0.0175 × 0.35 × 2

Dimension of recharge trench l x w x d = 897.96 x 0.50 x 1.50 m3


8). Montgomary County Maryland (2005)  (MCM)
D = 1.50 m
b = 0.50 m
Vw = 5.50 m3/ hour

𝑊𝑄𝑉 2.50 5.50 × 2.50


𝐵= 𝐸𝑞. 91 ⇒ 𝐵= = 26.19 𝑚
𝑏. 𝐷 0.50 × 1.50
Dimension of recharge trench l x w x d = 26.19 x 0.50 x 1.50 m3
9). ARSIT (1998)  (ARSIT)

Ko = fd = 0.0175 m/ hr
Δt = Tf = 2 hrs
W =w= 0.50 m
H = dt = 1.50 m
Qin = Vw = 5.50 m3/ hr

𝑄𝑖𝑛 − 𝐾0 1.0854𝑊 + 0.54837


𝐻= 𝐸𝑞. 93
𝑊𝐿
𝛥𝑡 + 2.50533𝐾0

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 73
5.50 − 0.0175 × 1.0854 × 0.50 + 0.54837
1.50 = = 14.39 𝑚
0.50𝐿
2 + 2.50533 × 0.0175

Dimension of recharge trench l x w x d = 14.39 x 0.50 x 1.50 m3


10). Sunjoto (2008)  (SUN)

Q = Vw = 5.50 m3/ hour


K = fd = 0.0175 m/ hour
Td = Tf = 2 hours
H = dt = 1.50 m
b =w = 0.50 m
n =n = 0.35

Untuk menghitung B diperlukan shape factor f7b (Tabel.10) yang mengandung B maka

penyelesaian dilaksanakan dengan trial & error, misal B = 40 m maka:


4𝐻 + 4 𝑏𝐵𝑙𝑛2 4 × 1.50 + 4 × 0.50 × 15 × 𝑙𝑛2
𝑓7𝑏 = = = 25 𝑚
2 2
𝐻 + 4 𝑏𝐵 𝐻 1.50 + 4 0.50 × 15 1.50
𝑙𝑛 + +1 𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵 4 × 0.50 × 15 4 × 0.50 × 15

Harga f7b = 25 m diinputkan ke Eq.(97):


−𝑓7𝑏 𝐾𝑇𝑑 −25 × 0,0175 × 2
𝐵= = = 39.35 𝑚
𝑓 𝐾𝐻 25 × 0.0175 × 1.50
𝑛𝑏 𝑙𝑛 1 − 7𝑏 1 × 0.5 𝑙𝑛 1 −
5.50
𝑄

Dicoba dengan:
B = 39.36 m ⇒ f7b = 24.86 m ⇒ B = 39.37 m
B = 39.37 m ⇒ f7b = 24.86 m ⇒ B = 39.37 m maka diambil B = 39.37 m

Syarat metode Sunjoto, panjang parit maksimum:


𝑄 × 𝑇𝑑 5.5 × 2
𝐵′ ≤ 𝐸𝑞. 98 ⇒ 𝐵′ ≤ = 41.90 𝑚
𝑛𝑏𝐻 0.35 × 0.50 × 1.50
Tabel h. Rekapitulasi hasil perhitungan Soal 1.
N0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Method ITB MSMAM GSMM NYSSMD CSMD SMMWA MUSSM MCM ARSIT SUN

Area 476.38 9.82 9.82 10.47 10.47 10.09 448.98 13.09 7.19 19.68
(m2)
Length 952.76 19.66 19.66 20.94 20.94 20.19 897.96 26.19 14.39 39.37
(m)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 74
Note:
Harga B’ adalah panjang kolam pada keadaan rapat air, dialiri selama T=2 jam, dan hasil
perhitungan formula dengan data tersebut diatas menghasilkan harga BB’ (hampir
sama) ini akibat K yang kecil hingga trench berfungsi sebagai kolam rapat air.

Soal 2.
Data sama dengan Soal 1 kecuali:
Design infiltration rate fd = 0.175 m/hour (sand coarse) dan dihitung dengan cara yang
sama pada Soal 1, hasilnya disajikan di Tabel i.

Untum metode Sunjoto (2008), trial and error yang pertama diambill B = 20 m dihitung
f7b (Tabel 10.) dan kemudian dihitung B dengan menggunakan formula Eq.(97):
Dicoba dengan:
B = 20.00 m ⇒ f7b = 19.58 m ⇒ B = 14.35 m
B = 17.00 m ⇒ f7b = 18.55 m ⇒ B = 17.14 m
B = 17.07 m ⇒ f7b = 18.58 m ⇒ B = 17.07 m, maka B = 17.07 m

Syarat metode Sunjoto panjang parit maksimum::

𝑄 × 𝑇𝑑 5.5 × 2
𝐵′ ≤ 𝐸𝑞. 98 ⇒ 𝐵′ ≤ = 41.90 𝑚
𝑛𝑏𝐻 0.35 × 0.50 × 1.50

Tabel i. Rekapitulasi hasil perhitungan Soal 2.


N0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Method ITB MSMAM GSMM NYSSMD CSMD SMMWA MUSS MCM ARSIT SUN

Area 150.65 6.26 6.26 10.47 10.47 10.19 44.90 13.09 6.20 8.53
(m2)
Length 301.30 12.52 12.52 20.94 20.94 20.39 89.80 26.19 12.40 17.07
(m)

Note:
Akibat K yang besar hingga ketika selama air mengalir masuk trench dengan serta
merta mudah meresap kedalam tanah maka hasil perhitungan formula dengan data
tersebut diatas menghasilkan harga B’>>B.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 75
8. SALURAN DAN TELAGA
a. Saluran
Saluran adalah bangunan yang menghantarkan aliran air yang pada umumnya mengalir

secara gravitasi dan untuk keadaan lapangan seperti pada Gambar 21., dinamika aliran

yang terjadi adalah:

 Water losses : evaporasi dan infiltrasi.


 Infiltrasi merugikan dari sudut pandang teknik irigasi namun menguntungkan dari

sudut pandang teknik konservasi sumberdaya air.

 Infiltrasi di saluran didapat:

a. Diukur langsung dengan cara membendung di dua tempat dan mengukur

penurunan air fungsi waktu.

b. Diukur selisih debit dari dua titik saluran pada real time.

c. Formulasi :

 Moritz (1913) > empiris

 Bouwer (1956) > semi grafis

 Sunjoto (2008; 2009) > analitis

Gambar 21. Saluran tanpa lining samping di Kecamatan Panjatan dan saluran dengan dua
lining samping yaitu Selokan Mataram.

1). Moritz (1913)


Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 76
𝟎,𝟓𝟎
𝑸 𝟎,𝟓𝟎
𝟐 𝒁𝟐 + 𝟏 𝟎,𝟓𝟎 − 𝒁
𝑺 = 𝟎, 𝟎𝟏𝟏𝟔 × 𝑪 𝑵+𝒁 + (101)
𝑽 𝑵 + 𝒁 𝟎,𝟓𝟎
dengan :
S : kehilangan air di saluran (m3/s/km)
C : kehilangan air harian (m/hr)  Table 12
Q : debit saluran (m3/s)
V : kecepatan air (m/s)
N : rasio dasar saluran dgn kedalaman air
Z : kemiringan tebing.( Z = h, bila v = 1)

Tabel 12. Harga C untuk lapisan dasar saluran (Moritz, 1913)


Soils C (m/day)
1. Concrete 0.02
2. Cement gravel with hardpan sandy loam 0.10
3. Clay and clay loam 0.12
4. Sandy loam 0.20
5. Volcanic ash 0.21
6. Volcanic ash and fine sand 0.30
7. Volcanic ash, sand and clay 0.37
8. Sand and gravel 0.51
9. Sand loam with gravel 0.67

2). Bouwer (1965)


Bouwer membangun suatu formula dan sekaligus grafik yang dijabarkan dari

analog elektrik pada tiga keadaan guna menghitung harga kehilangan air untuk tiap

meter panjang saluran sbb:

𝒒 = 𝑰𝒔 /𝑲 × 𝒌 × 𝑾𝒔 (102)
dengan :
q : kehilangan air (m3/m/hr)
Is / K : harga dari grafik dari Gambar 22 & 23.
k : koefisien permeabilitas tanah (m/hr)
Ws : lebar muka air di saluran (m)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 77
Gambar 22. Tiga keadaan aliran (Bouwer, 1965; with permission from ASCE, LN: ls 091509)

Gambar 23. Grafik harga Is/K (Bouwer, 1965; with permission from ASCE, LN: ls 091509 )

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 78
3). Sunjoto
Dengan ’elevasi muka air tanah sama dengan elevasi dasar saluran' maka air meresap

kedalam tanah untuk ketiga keadaan Gambar 24.:

a). Saluran tanpa dinding samping (Sunjoto 2008)


𝟒𝑲𝑯𝒘 𝝀 𝑾𝒃 + 𝑾𝒔
𝒒= (103)
𝟐
𝑯𝒘 + 𝟐 𝝀 𝑾𝒃 + 𝑾𝒔 𝑯𝒘
𝒍𝒏 + +𝟏
𝟐 𝝀 𝑾𝒃 + 𝑾𝒔 𝟐 𝝀 𝑾𝒃 + 𝑾𝒔

b). Saluran dengan dua dinding samping (Sunjoto 2008)


𝒒 = 𝟒𝑲𝑯𝒘 𝟐 𝑾 𝒃 (104)

c). Saluran dengan satu dinding samping (Sunjoto 2010)


𝟒𝑲𝑯𝒘 𝝀 𝑾𝒃 + 𝑾𝒗
𝒒= (105)
𝟐
𝑯𝒘 + 𝝀 𝑾𝒃 + 𝑾𝒗 𝑯𝒘
𝒍𝒏 + +𝟏
𝝀 𝑾𝒃 + 𝑾𝒗 𝝀 𝑾𝒃 + 𝑾𝒗

dengan:

𝐻𝑤
𝑊𝑣 = 𝑊𝑏 +
𝑡𝑔𝛼

Ws

Saluran tanpa dinding


samping (Sunjoto 2008)
Hw

Wb

Hw
Saluran dengan dua dinding
samping (Sunjoto 2008)
Wb
Wv

Saluran dengan satu dinding


α Hw
samping (2010)
Wb

Gambar 24. Saluran dengan dan tanpa dinding samping

dengan:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 79
q : kehilangan air di saluran (m3/s/m)
Hw : tinggi air di saluran (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
Wb : lebar dasar saluran (m)
Ws : lebar permukaan air di saluran (m)
Wv : lebar permukaan air bila sisi lining vertikal (m)
 Wv = Ws – Hw.ctg α
α : sudut luar tebing saluran (o)
λ : panjang satuan saluran (λ = 1 m)

Catatan
 Dimensi Hw, Wb, Ws, Wv dan  dalam m dan K dalam m/s maka q dalam m3/s/m.
 Lining adalah lapisan kedap air seperti pasangan batu, concrete slab maupun
geomembrane.

a. Telaga
Telaga buatan adalah salah satu usaha untuk meresapkan air kedalam tanah

(Gambar 25.). Secara rinci telaga dapat berfungsi menjadi tiga hal yaitu:

 Detention basin
Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan

adalah pengurangan atau pelandaian puncak hidrograph saja.

 Retention basin
Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan

adalah pengurangan atau pelandaian puncak hidrograph dan peresapan air

kedalam tanah.

 Recharge basin
Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan

adalah peresapan air permukaan kedalam tanah.

Sistem ini yang dikembangkan dengan cara membendung alur sungai dengan sebuah

dam/barrage dan menyalurkan limpasan air hujan kedalam satu telaga buatan untuk
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 80
menampungnya. Untuk keamanan telaga dibangun spillway agar pada saat volume

berlebih debit air dapat melimpas melaluinya agar tidak merusak bangunan lainnya. Pada

beberapa tempat telaga juga disebut embung.

a. Metode Pengukuran
Cara perhitungan jumlah air yang meresap adalah dengan mengukur langsung debit

air masuk, keluar dan penguapan untuk seluruh permukaan telaga pada real time.

Gambar 25. Telaga Prigi di Kabupaten Gunungkidul dan telaga buatan di Kampus
Universitas Musamus Merauke.

Diukur debit masuk dan debit keluar dan penguapan secara simultan maka sisanya
adalah debit meresap kedalam tanah.
𝑸𝒓 = 𝑸𝒊 − 𝑸 𝒐 − 𝑸𝒆 (106)
dengan:
Qr : debit air meresap (L3/T)
Qi : debit air masuk (L3/T)
Qo : debit air keluar (L3/T)
Qe : debit air menguap (L3/T)

b. Methode Perhitungan
Dengan tampang telaga seperti model tersebut diatas karena permukaan air telaga

hampir selalu konstan hingga aliran meresap dianggap steady flow maka secara teoritis

dapat dihitung dengan menggunakan formula Forchheimer (1930).

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 81
Model A Model B

Gambar 26. Model perlapisan batuan dan kondisi telaga.

Untuk lebih rincinya formula perhitungan adalah Q=FKh dengan parameter koefisien

permeabilitas tanah, hydraulic head dan faktor geometrik sesuai keadaan masing-

masing lapisan atau kondisi dan untuk kejadian yang paling banyak terjadi adalah

seperti Gambar 26. Harga faktor geometrik diturunkan dari Table 2. dan Tabel 10.

dengan modifikasi sesuai keadaan lapangan dan dengan variasi keduanya dan formulanya

menjadi:

1). Model A.
a). Telaga persegi panjang (rectangulair)
4𝐿𝐾𝐻
𝑄𝑟𝑎 = (107)
2
𝐿 + 4 𝑏𝐵 𝐿
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵

b). Telaga berbentuk lingkaran (circulair)


2𝐿𝐾𝐻
𝑄𝑐𝑎 = (108)
2
𝐿 + 2𝑅 𝐿
𝑙𝑛 2𝑅 + +1
2𝑅

2). Model B.
a). Telaga persegi panjang (rectangulair)
4𝐻 𝐿1 𝐾1 + 𝐿2 + 𝑏𝐵𝑙𝑛2 𝐾2
𝑄𝑟𝑏 = (109)
2
𝐿1 + 𝐿2 + 4 𝑏𝐵 𝐿1 + 𝐿2
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵

b). Telaga berbentuk lingkaran (circulair)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 82
2𝐻 𝐿1 𝐾1 + 𝐿2 + 𝑅𝑙𝑛2 𝐾2
𝑄𝑐𝑏 = (110)
2
𝐿1 + 𝐿2 + 2𝑅 𝐿1 + 𝐿2
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅

dengan:
Qrn : debit air meresap kondisi n (L3/T)
Kn : koefisien permeabilitas tanah lapisan n (L/T)
H : tinggi tekanan air lapisan (L)
Ln : ketebalan aquifer lapisan n (L)
b : lebar telaga rectangulair (L)
B : panjang telaga rectangulair (L)
R : radius telaga circulair (m)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 83
Contoh Soal Saluran dan Telaga
a. Saluran

Data:
Suatu saluran dengan lebar dasar 6 m, tinggi air 2 m dan kemiringan tebing saluran adalah 45º.
Bila koefisien permeabiltas tanah K = 0,0125 m/j berapa air meresap kedalam tanah per
kilometer menurut metode Sunjoto untuk (tanpa, satu dan dua lining) dengan keadaan perlapisan
tanah impermeabel sangat dalam dan muka air tanah awal setinggi dasar saluran.
o Ws = 10 m
o Wv = 8 m
o H = 2m
o K = 0.0125 m/j

(1). Saluran tanpa lining (Sunjoto 2008)  𝐸𝑞. (103)


4𝐾𝐻𝑤 𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑠
𝑞=
2
𝐻𝑤 + 2 𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑠 𝐻𝑤
𝑙𝑛 + +1
2 𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑠 2 𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑠
4 × 0,0125 × 2 × 1 × 6 + 10
𝑞=
2
2+2× 1 × 6 + 10 2
𝑙𝑛 + +1
2× 1 × 6 + 10 2× 1 × 6 + 10

𝑞 = 0,42614 𝑚3 𝑗 𝑚 = 426,14 𝑙 𝑗 𝑘𝑚

(2). Saluran dengan satu lining (Sunjoto 2010)  𝐸𝑞. (105)

4𝐾𝐻𝑤 𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑣
𝑞=
2
𝐻𝑤 + 𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑣 𝐻𝑤
𝑙𝑛 + +1
𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑣 𝜆 𝑊𝑏 + 𝑊𝑣
4 × 0,0125 × 2 × 1× 6+8
𝑞=
2
2+ 1× 6+8 2
𝑙𝑛 + +1
1× 6+8 1× 6+8

𝑞 = 0,38122 𝑚3 𝑗 𝑚 = 381,22 𝑙 𝑗 𝑘𝑚

(3). Saluran dengan dua lining (Sunjoto 2008)  𝐸𝑞. 104

𝒒 = 𝟒𝑲𝑯𝒘 𝟐 𝑾 𝒃
𝑞 = 4 × 0.0125 × 2 × 2 × 1 × 6 = 0.34641 𝑚3 𝑗 𝑚 = 346.41 𝑙 𝑗 𝑘𝑚

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 84
b. Telaga
Suatu telaga yang dibuat dengan cara membendung sungai kecil memberikan dengan
perlapisan dasar seperti Gambar 26. dengan data sbb:

Data 1. Model A bentuk quasi circulair dengan diameter 0.60 km ⇒ Eq.(108)


K1= 0.875 m/hr; H= 6 m; L = 14 m; R = 300 m.

2𝐿𝐾𝐻
𝑄𝑐𝑎 =
𝐿 + 2𝑅 𝐿 2
𝑙𝑛 + +1
2𝑅 2𝑅
2 × 14 × 0.875 × 6 461.81
𝑄𝑐𝑎 = = = 655.05 𝑚3 𝑕𝑟
14 + 2 × 300 14 2 0.705
𝑙𝑛 2 × 300 + +1
2 × 300

Data 2. Model B bentuk quasi rectangulair dengan ukuran 500x700 m2 ⇒ Eq.(109)


H= 6 m, b = 500 m; B = 700 m; K1= 0.875 m/hr; L1= 5 m K2= 0.175 m/hr; L2= 9 m

4𝐻 𝐿1 𝐾1 + 𝐿2 + 𝑏𝐵𝑙𝑛2 𝐾2
𝑄𝑟𝑏 =
2
𝐿1 + 𝐿2 + 4 𝑏𝐵 𝐿1 + 𝐿2
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵
4 × 6 × 5 × 0.875 + 9 + 500 × 700 × 𝑙𝑛2 × 0.175 1865.10
𝑄𝑟𝑏 = =
2 0.696
𝐿1 + 𝐿2 + 4 𝑏𝐵 𝐿1 + 𝐿2
𝑙𝑛 + +1
4 𝑏𝐵 4 𝑏𝐵
= 2679.74 𝑚3 𝑕𝑟

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 85
9. KONSERVASI
Dalam bab ini akan didiskusikan volume air diresapkan akibat adanya recharge system

yaitu dapat berupa recharge well, recharge trench maupun recharge yard. Dalam

perhitungan ini perlu diperhatikan bahwa salah satu keuntungan lain adalah bila air

hujan yang jatuh ke atap maupun perkerasan diresapkan langsung kedalam tanah maka

penguapan berkurang dari semestinya karena kesempatannya untuk ber

evapotranspirasi berkurang dan akibat penghijauan jumlah evaporasi meningkat.

Sebagai contoh adalah: Sebidang lahan tegalan dengan luas 4 ha atau 40.000 m2 akan

dibangun menjadi area perumahan atau real estate. Seluas 30.000 m 2 sebagai kapling

perumahan dan 10.000 m2 sebagai jalan lingkungan yang dilengkapi dengan SPAH.

Lahan kapling 30.000 m2 dibagi menjadi 200 rumah seluas masing 150 m 2 dengan

Building Coverage Ratio 80 %, atau tiap rumah 120 m2 (total = 24.000 m2) merupakan
lapisan kedap air (atap & perkerasan) yang dilengkapi dengan SPAH. Dari setiap kaling

seluas 30 m2 merupakan lahan terbuka berfungsi sebagai recharge yard seluas total

6.000 m2. Yang dimaksud recharge yard adalah taman yang disiapkan untuk sepenuhnya

meresapkan air hujan yang jatuh padanya yaitu dengan cara mengelingi taman tersebut

dengan pasangan batu setinggi 5-10 cm hingga air hujan tak langsung melimpah keluar

namun meresap kedalam tanah dan bila permeabilitas permukaan tanah kecil taman ini

perlu dibantu dengan biopori.

Evapotranspirasi untuk keadaan ada penghijauan (Evp) akan lebih besar dari pada

evapotranspirasi pada keadaan tanpa penghijauan tanpa peresapan (Ev) dan Evp > Ev.

Evapotranspirasi dengan sistem resapan (Evr) karena air jatuh ke atap atau perkerasan

langsung masuk kedalam tanah melalui sumur resapan atau parit resapan maka nilainya

lebih kecil dari evapotransoirasi tanpa penghijauan, tanpa Ev diperhitungkan 40% dari

evapotranspirasi air yang jatuh pada permukaan tanah tanpa recharge well (Eq.111).
𝐸𝑣𝑟 = 0,40 × 𝐸𝑣 (111)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 86
Untuk air yang diresapkan melalui recharge yard atau taman resapan air hujan

evapotranspirasinya diperhitungkan tidak berkurang karena infiltrasinya melalui

permukaan yang luas seperti pada infiltrasi alami.

Volume air diresapkan dengan recharge well sebesar (Eq.112):


𝑉 = 𝐴× 1−𝐶 × 𝑃−𝐸 (112)
dengan:
V : volume air diresapkan (m3/th)
C : koefisien limpasan permukaan
P : curah hujan rerata tahunan (m/th)
E : evapotranspitasi (m/th) E = (Ev, Evp, Evr)

Data DIY:
a. Curah hujan tahunan = 2580 mm/thn
b. Evapotranspirasi
 Lahan pada umumnya Ev = 1.20 m/th
 Lahan dengan penghijauan Evp= 1.50 m/th
 Pada sumur & parit resapan Evr = 0.40 Ev
a. Koefisien limpasan permukaan:
 Lahan tegalan C = 0.62
 Atap/jalan/perkerasan C = 0.95
 Taman tanpa dengan penghijauan C = 0.32
 Dengan sistem resapan C = 0,05
b. Lahan
 Luas Lahan = 40.000 m2
 Luas Jalan = 10.000 m2
 Luas kapling = 30.000 m2 terdiri dari:
 Luas Total Atap & Perkerasan = 24.000 m2
 Luas taman rumput = 6.000 m2

NOTE:
Harga Ev Evr dan Evp tidak konstan dan tergantung jenis tanaman, umur dan
kerapatannya, semakin rapat semakin besar.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 87
PERHITUNGAN

A. Sebelum dibangun
Air diresapkan sebesar :
VA = 40.000 x (1- 0.62) x (2.58 – 1.20) = 20.976 m3/th
B. Tanpa dibangun namun dengan pengijauan
VB = 40.000 x (1- 0.32) x (2.58 – 1.50) = 29.376 m3/th
C. Sesudah dibangun
1. Tanpa Recharge System
a. Dari atap & perkerasan
VB1a = 24.000 x (1- 0.95) x (2.58 – 1.20) = 1.650 m3/th
b.1. Dari taman tanpa penghijauan
VB1b = 6.000 x (1- 0.62) x (2.58 – 1.20) = 5.630 m3/th
b2. Dari taman dengan penghijauan
VB1b = 6.000 x (1- 0.62) x (2,58 – 1.50) = 2.462 m3/th
c..Dari jalan
VB1c = 10.000 x (1- 0.95) x (2.58 – 1.20) = 690 m3/th

Air diresapkan tanpa penghijauan VTSR = 1.650 + 5.630 + 690 = 7.970 m3/th
Air diresapkan dengan penghijauan VTSR = 1.650 + 2.462 + 690 = 4.802 m3/th

2. Dengan Recharge System


a. Dari atap dan perkerasan dengan recharge well/trench
VB2a = 24.000 x (1- 0.05) x (2.58 – 40 % x 1.20) = 47.880 m3/th
b1. Dari taman tanpa penghijauan dengan recharge yard
VB2b = 6.000 x (1- 0.05) x (2.58 – 1.20) = 7.866 m3/th
b2. Dari taman dengan penghijauan dan techarge system
VB2b = 6.000 x (1- 0.05) x (2.58 – 1.50) = 6.156 m3/th
c.. Dari jalan dengan recharge well/trench
VB2c = 10.000 x (1- 0.05) x (2.58 – 40 % x 1.20) = 1.950 m3/th

Air diresapkan tanpa penghijauan VDSR = 47.880 + 7.866 + 19.950 = 75.696 m3/th
Air diresapkan dengan penghijauan VDSR = 47.880 + 6.156 + 19.950 = 73.986 m3/th

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 88
Tabel j. Volume air diresapkan fungsi kondisi lahan
No. Kondisi lahan Volume (m3/th)
1 Sebelum dibangun 20.976
2 Tanpa dibangun namun dengan penghijauan 29.376
3a Sesudah dibangun tanpa sistem resapan
a. Taman tanpa penghijauan 7.970
b. Taman dengan penghijauan 4.802
3b Sesudah dibangun dengan sistem resapan
a. Taman tanpa penghijauan 75.696
b. Taman dengan penghijauan 73.986

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 89
References
Al-Dahir Z.A., Morgenstern N.R. 1969. Soils Science, Vol. 107, No. 1, 1969, pp. 17-21.
Aravin, V.E., Numerov, S.N. 1965. Theory of fluid flow in undeformable porous media, Translated from Russian, Israel
Program for Scientific Translations, Jerusalem.
Badon Ghyben. 1889., & Herzberg, 2001., in van Dam, J.C. 1985. Geohydrologie, Afdeling der Civiele Techniek, TH
Delft, Nederland.
Bouwer, H. 1965. Theorytical aspects of seepage from open channels, Journal Hydraulics Div. ASCE, pp 37-59.
Dachler, R. 1936. Grundwasserstromung, Julius Springer, Wien.
Darcy. H. 1856. Histoire des Fontaines Publiques de Dijon, Dalmont, Paris.
Departemen Pekerjaan Umum. 1984. Prasarana Pengairan dan Pemukiman Indonesia di Tahun 2000, Simposium PSLH-
ITB, Bandung, 7 Maret 1984.
Departemen Pekerjaan Umum, Litbang Pemukiman. 1990. Tatacara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan
Untuk Lahan Pekarangan, Standar, LPMB, Bandung.
FAO Rome, 1980, Drainage Design Factor, Asian Institute of Technology, in Bangkok Thailand, February 1992.
Forchheimer P. 1930. Hydraulik, 3rd, B.G. Teubner, Leipzig.
Harza, L.F. 1935. Transactions, American Society of Civil Engineering, Vol. 100, pp. 1352-1385.
HMTL-ITB. 1990. Peresapan Buatan Sebagai Upaya Pengendalian Banjir Kota Bandung
Hvorslev, M.J. 1951. Time Lag and Soil Permeability in Ground Water Observation, Bulletin 36, Waterways Experiment
Station, Vicksburg, Missisipi.
Hvorslev, M.J. In Massmann, J. 2004. Final Report GeoEngineers On Call Agreement Y-7717 Task Order AU, ’ An
Approach for Estimating Infiltration Rates Stormwater Infiltration Dry Wells’, washington State Transportation
Commission Department of Transportation and in cooperation with USDT, Federal Higway Administration.
Kamir, R. Brata. 2007. Cara Pembuatan Lubang Resapan Biopori, Leaftlet, Bagian Konservasi Tanah dan Air, IPB,
Bogor.
Luthian J.N., Kirkham D. 1949. Soils Science, Vol. 99, 1949, pp. 349-358.
Moritz, E.A. 1913. Seepage Losses From Earth Canals, Eng. News 70, 402-5.
Olson R.E., Daniel D.E. 1981. Measurement of hydraulic conductivity of fine grained soils, Permeability and
groundwater contaminant transport, ASTM, STP 746, Zimmie T.F., & Riggs C.O.
Raymond G.P., Azzouz M.M. 1969. Proc. Conference on In-situ investigations of soils and rocks, British Geotechnical
Society, London, pp. 195-203.
Samsioe, A.F. 1931. Zeitschrift fur Angewandte Mathematik und Mechanik, Vol. 11, pp. 124-135.
Setiadi, Benedictus Deddy, 2011. Analisis Dimensi Bangunan Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan, Thesis S2 di
JTSL-FT-UGM
Smiles D.E., Youngs E.G. 1965. Soils Science, Vol. 99, 1965, pp. 83-87.
Sunjoto, S. 1988. Optimasi Sumur Resapan Sebagai Salah Satu Pencegahan Intrusi Air Laut (Optimation of recharge
well as method to restrain sea water intrusion), Pros. Seminar PAU-IT-UGM, Yogyakarta.
Sunjoto, S. 1989. Pengembangan Model Hidraulik Aliran Bawah Permukaan, Laporan Penelitian (Development of
groundwater hydraulic model), PAU-IT-UGM, Yogyakarta.
Sunjoto, S. 1993. Sustainable Urban Drainage, International Conference on Management Geo-Water and Engineering
Aspect, Wollongong, Australia, 8-11 February 1993.
Sunjoto, S. 1994. Infiltration Well and Drainage Concept, Proc. on International Conference on Groundwater at Risk,
Helsinki, June 13 - 16, 1994.
Sunjoto, S. 1994. Restoration of Rainwater Infiltration in the Cities, Proc. on International Conferrence on Rain Water
Utilization, Sumida City, Tokyo, August, 1nd-7th, 1994.
Sunjoto, S. 1996. Rekayasa Teknik Dalam Pengembangan Air Bawah Tanah, Sarasehan Air Tanah Dinas Pertambangan
DKI Jakarta (Groundwater engineering development, workshop groundwater, Mining Department Jakarta Capital
Special Region), 26 Maret 1996.
Sunjoto, S. 2002. Recharge Wells as Drainage System to Increase Groundwater Storage, Proc. on the 13 rd IAHR-APD
Congress, Advance in Hydraulics Water Engineering, Singapore, 6-8 August 2002 Vol.I, pp. 511-514.
Sunjoto, S. 2007. Teknik Drainasi Berwawasan Lingkungan (Sustainable drainage engineering), Jurnal Air, Lahan dan
Mitigasi Bencana,‘Alami’ Vol. 12 No. 1 Th 2007 hal. 22-24.
Sunjoto, S. 2007. Banjir Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan Alternatif Solusi (Flood of Jakarta Capital Special
Region), Pros.Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Sistem Pengelolaan Banjir Berbasis Penataan Ruang,
Kerjasama UNDIP-DKI Jakarta, di Semarang, 30 Agustus 2007.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 90
Sunjoto, S. 2007. Peningkatan Tampungan Air Tanah Akibat Infiltrasi di Saluran (Enhancement of groundwater storage
by canal infiltration), Pros. Lokakarya Nasional Rekayasa Penanggulangan Dampak Pengambilan Air Tanah, Dept.
ESDM, PLG, Jakarta 6 September 2007.
Sunjoto, S. 2007. Dewatering and its Impact to Groundwater Storage, Proc. on International Symposium and Workshop
Current Problem in Groundwater Management and Related Water Resources Issues, 3-8 December 2007, Bali,
Indonesia.
Sunjoto, S. 2008. The Recharge Trench as A Sustainable Supply System, Journal of Environmental Hydrology, The
Electronic Journal of the International Association for Environmental Hydrology, On the World Wide Web at
http://www.hydroweb.com Vol. 16 Paper 11 March 2008.
Sunjoto, S. 2008. Eksploitasi Air Laut Untuk Tambak Ikan di Pantai Berpasir, Studi Kasus di Pandansimo Bantul
Yogyakarta (Exploitation of saline water for fish pond in sandy coastal area, Case study in Pandansimo, Bantul,
Yogyakarta), Media Teknik-Majalah Ilmiah Teknologi, Diterbitkan oleh: FT-UGM, No. 2 Th. XXX Edisi Mei
2008.
Sunjoto, S. 2008. Infiltration on Canal as a Method for Recharging Groundwater Storage, Asian Journal of Water,
Environment and Pollution at http://www.capital-publishing.comNo 2, Vol. 5 Number 4 Oct-Dec 2008.
Sunjoto, S. 2009. Pembangunan Sumberdaya Air Dalam Dimensi Hamemeyu Hayuning Bawono, Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar di Universitas Gadjah Mada, Edisi Saintifik, Hasta Cipta Mandiri, Yogyakarta
Sunjoto, S. 2010. Irrigation Canal Waterlosses, Journal of Environmental Hydrology, The Electronic Journal of the
International Association for Environmental Hydrology, On the World Wide Web at http://www.hydroweb.com
Vol. 18 Paper 5 March 2010.
Sunjoto, S, 2011, Comparison of Recharge System Formulas from Point of View of Dimension Analysis, Mathematical
Logic and Flow Condition, Proc. Of the 4th ASEAN Civil Engineering Conference, Yogyakarta 21-23 November
2011, Indonesia
Sunjoto, S, 2015. Kebutuhan Penutupan Bangunan Dalam Perhitungan Konservasi Air di Daerah Urban (Building
cover demand on the water conservation computation in urban area), Pros. PIT HATHI XXXII di Malang 6-8
November 2015.
Sunjoto, S. 2016. Influence of shape factor to the hydraulic pumping power. Proc. 20 th Congress of the APD-IAHR
Division, Colombo Sri Lanka 29 - 31 August 2016 (abstract accepted)
Sunjoto, S, 2016. Partial Penetration Well Equations, Proc. 4th IAHR Europe Congress, 27-29 July 2016, Liege, Belgium
(abstract accepted)
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan (Sustainable urban drainage system), Penerbit Andi
Yogya.
Taylor, D.W. 1948. Fundamental of Soil Mechanics, Wiley, New York.
The Institution of Engineers Australia. 1977. Australian Rainfall and Runoff: Flood Analysis and Design, Canberra.
USBR-USDI. 1990. In Massmann, J. 2004. Final Report GeoEngineers On Call Agreement Y-7717 Task Order AU, ’ An
Approach for Estimating Infiltration Rates Stormwater Infiltration Dry Wells’, washington State Transportation
Commission Department of Transportation and in cooperation with USDT, Federal Higway Administration.
Wilkinson W.B. 1968. Geotechnique, Vol. 18, No. 2, 1968, pp. 172-194.
Wilson E.M. 1974. Engineering Hydrology, 2nd ed., The MacMillan Press LTD.
Georgia Stormwater Management Manual - Volume 2 / Section 3.2http://www.georgiastormwater.com/vol2/3-2-5.pdf
(cited May 4th 2009).
Infiltration Trench Design Example http://www.stormwatercenter.net/Manual_Builder/infiltration_design_example.htm
(cited on May 4th 2009).
New YorkState Stormwater Management Design Manual - Chapter 8
http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited on May 4th2009).
SNI: 03-2453-2002
http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/SNI/pdf/SNI%2003-2453-2002.pdf(cited on July 28th 2009).
Urban Stormwater Management Manual of Malaysia (MSMAM)(cited on July 28th 2009).
http://msmam.com/wp-content/uploads/msmam/Ch32-Infiltration.pdf (cited on July 23rd 2009).
http://www.google.co.id/search?q=vertical+mulch&hl=id&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=lyitT
fPkGo26vQPG9d33Cg&sqi=2&ved=0CD4QsAQ&biw=994&bih=600(cited on July 28th 2009).
http://www.bloomingarden.com/verticalmulch.html(cited on July 28th 2010).

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 91
Tiada Kehidupan Tanpa Air

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@gmail.com-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note 2016, DCEE-UGM-Dec2015 92

Anda mungkin juga menyukai